Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi pada Perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

(1)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP

KOMITMEN ORGANISASI PADA PERAWAT

DI RSUD KABUPATEN ACEH TAMIANG

SKRIPSI

Oleh

Yun Carlis 091121024

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

Pelajarilah ilmu

sebab mempelajarinya karena Allah adalah ketakwaan mencarinya ibadah

mengulanginya tasbih mengkajinya jihad

mengajarkannya kepada orang yang tidak tahu sedekah, mengorbankannya kepada yang berhak adalah kurban dengan ilmu, Allah dikenal dan disembah serta diesakan dengan ilmu halal dan haram diketahui

dan dengan ilmu hubungan rahim disambung

(diriwayatkan al-Khathib dan Abu Na’im ) Dengan rasa cinta dan sayangku serta terima kasih yang tak terhingga, ku persembahkan karya ini untuk istriku Neni nasrima, anak-anakku Naufal Ahmad Aqqila dan Haura Faradisa yang sudah begitu banyak mengorbankan segala hal yang ternilai harganya. Terima kasih juga buat ayahanda dan ibunda tercinta, tak lupa juga terima kasih kepada sahabat-sahabatku tercinta dan semua orang yang sudah mengisi hari-hariku.


(4)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi pada Perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Dedi Ardinata M.Kes.Selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan, Ibu Salbiah, S.Kp, M.Kep selaku dosen pembimbing I dan Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.Kp, M.Pd selaku dosen Pembimbing II serta kepada Ibu Evi Karota B, S.Kp,MNS selaku penguji dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada beliau yang telah meluangkan banyak waktu untuk membimbing penulis, memberikan ilmu dan memberi masukan serta arahan yang begitu berharga dalam pembuatan skripsi ini. Begitu pula kepada seluruh staf pengajar dan administrasi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada dr Maryan Suhadi M Kes. Selaku direktur RSUD Kabupaten Aceh Tamiang yang telah memberikan banyak dukungan dalam penelitian ini dan terima kasih juga kepada rekan-rekan teman sejawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang yang telah banyak membantu dan berpartisipasi langsung atau tidak langsung dalam penelitian ini, terima kasih juga yang terhingga kepada kedua orang tua, istri dan anak-anakku tersayang yang telah membantu dan memberikan


(5)

dorongan emosional yang sangat besar sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini.

Semoga Allah SWT selalu mencurahkan berkah dan anugerah kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Harapan penulis semoga karya ini bermanfaat bagi kemajuan pendidikan dan pengetahuan keperawatan.

Medan, Januari 2011


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan………..… ... ii

Persembahan ... iii

Prakata… ... iv

Daftar Isi………... vi

Daftar Tabel……… ... ix

Daftar Skema……… ... x

Absrak……… ... xi

BAB 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang….……… ... 1

2. Perumusan Masalah ……… ... ..4

3. Tujuan Penelitian…….………..……… .... . 4

4. Manfaat Penelitian………...………….……… ... . 5

BAB 2. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Komitmen……… ... 6

1.1 Pengertian Komitmen……… ... 6

1.2 Indikator Prilaku Komitmen……….. . 7

1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terhadap Komitmen….. 14

1.4 Menbangun Komitmen Organisasi………….…. ... 16


(7)

2.1 Pengertian Budaya……… ... 18

2.2 Pengertian Organisasi……… ... 18

2.3 Pengertian Budaya Organisasi……… ... 19

2.4 Karakter Budaya Organisas……… ... 21

2.5 Fungsi Budaya Organisasi………... ... 25

2.6 Tipe Budaya Organisasi………... ... 26

BAB 3. Kerangka Penelitian 1. Kerangka Konsep……… ... 28

2. Definisi Operasional…..……… ... 29

3. Hipotesa Penelitian……… ... 31

BAB 4. Metodelogi Penelitian 1. Desain Penelitian………... ... 32

2. Populasi dan Sampel……… ... 32

3. Lokasi dan Tempat Penelitian……….…. 33

4. Pertimbangan Etik……… 33

5. Instrumen Penelitian……… 34

6. Validitas dan Reliabilitas instrument……… ... 36

7. Pengumpulan Data……… ... 38

8. Analisa Data……….…… 39

BAB 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian………… ... 41

2. Pembahasan... ... 47 BAB 6. Kesimpulan dan Rekomendasi


(8)

1. Kesimpulan……… ... 61 2. Rekomendasi……… ... 61 Daftar Pustaka………... 62 Lampiran

1. Lembaran Persetujuan Responden 2. Instrumen Penelitian

3. Uji Reliabilitas Instrumen 4. Hasil Uji Hipotesa

5. Surat Izin Penelitian dari Direktur RSUD Kabupaten Aceh Tamiang


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel

Tabel 1. Distribusi Frekwensi Responde ... 41

Tabel 2. Distribusi Frekwensi Sub Variabel Budaya Organisasi ... 43

Tabel 3. Karakteristik Budaya Organisasi ... 44

Tabel 4. Distribusi Frekwensi Komitmen Organisasi ... 44

Tabel 5. Hubungan Sub Variabel Budaya Organisasi dengan Komitmen Organisasi……….. ... 45

Tabel 6. Hubungan Variabel Budaya dengan Komitmen Organisasi ... 47


(10)

DAFTAR SKEMA

1. Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi pada Perawat


(11)

Judul : Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi pada Perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang

Nama : Yun Carlis

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2011

Abstrak

Budaya organisasi merupakan sistem bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut dan dihargai bersama dalam organisasi yang berfungsi untuk menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi dan mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi. Desain penelitian yang digunakan yaitu Deskriptif korelasi, dengan pengambilan sampel seluruh populasi yang ada yaitu sebanyak 60 orang perawat pelaksana yang berstatus PNS yang bertugas di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Aceh Tamiang. Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2010 sampai dengan 30 Agustus 2010. Berdasarkan analisis data didapatkan bahwa karakteristik budaya organisasi yang terdiri dari tujuh sub variabel, kecendrungan budaya organisasi yang ada di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang adalah budaya tinggi atau budaya adaptif walaupun ada sebahagian kecil perawat yang masih cendrung berbudaya rendah atau budaya mal adaptif. Hasil analisis komitmen organisasi yang ada di RSUD kabupaten Aceh Tamiang adalah jenis continuance

commitment dan normative commitment, namun yang terbanyak ialah jenis continuance comitment. Berdasarkan uji analisa dengan analisis spearman’s correlation pada penelitian ini menunjukkan nilai r = 0,88. dan pV = 0,504 yang

berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi dengan komitmen organisasi. Peneliti menyarankan kepada pihak manajemen RSUD Tamiang dan seluruh karyawan yang ada supaya tetap menjaga kondisi atau budaya yang baik yang sudah ada dan berusaha terus untuk meningkatkan komitmen organisasi, sehingga dapat tercipta suasana kerja yang baik dan meningkatnya mutu pelayanan di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.


(12)

Judul : Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi pada Perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang

Nama : Yun Carlis

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2011

Abstrak

Budaya organisasi merupakan sistem bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut dan dihargai bersama dalam organisasi yang berfungsi untuk menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi dan mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi. Desain penelitian yang digunakan yaitu Deskriptif korelasi, dengan pengambilan sampel seluruh populasi yang ada yaitu sebanyak 60 orang perawat pelaksana yang berstatus PNS yang bertugas di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Aceh Tamiang. Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2010 sampai dengan 30 Agustus 2010. Berdasarkan analisis data didapatkan bahwa karakteristik budaya organisasi yang terdiri dari tujuh sub variabel, kecendrungan budaya organisasi yang ada di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang adalah budaya tinggi atau budaya adaptif walaupun ada sebahagian kecil perawat yang masih cendrung berbudaya rendah atau budaya mal adaptif. Hasil analisis komitmen organisasi yang ada di RSUD kabupaten Aceh Tamiang adalah jenis continuance

commitment dan normative commitment, namun yang terbanyak ialah jenis continuance comitment. Berdasarkan uji analisa dengan analisis spearman’s correlation pada penelitian ini menunjukkan nilai r = 0,88. dan pV = 0,504 yang

berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi dengan komitmen organisasi. Peneliti menyarankan kepada pihak manajemen RSUD Tamiang dan seluruh karyawan yang ada supaya tetap menjaga kondisi atau budaya yang baik yang sudah ada dan berusaha terus untuk meningkatkan komitmen organisasi, sehingga dapat tercipta suasana kerja yang baik dan meningkatnya mutu pelayanan di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Komitmen organisasi sebagai salah satu sikap dalam pekerjaan didefinisikan sebagai orientasi seseorang terhadap organisasi dalam arti kesetiaan, identifikasi, dan keterlibatan (Muchlas, 2008). Dalam hal ini, karyawan mengidentifikasikan secara khusus organisasi beserta tujuannya dan berharap dapat bertahan sebagai anggota dalam organisasi tersebut (Blau & Global, 1987, dalam Muchlas, 2008). Jadi, yang dimaksud dengan keterlibatan tugas/kerja itu berarti mengidentifikasikan organisasi/perusahaan yang memperkerjakan seseorang (Muchlas, 2008).

Menurut Van Dyne dan Graham (2005, dalam Muchlas, 2008), Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah: Personal, Situasional dan Posisi. Personal mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu teliti,

ektrovert, berpandangan positif, cendrung lebih komit. Lebih lanjut Dyen dan

Graham (2005, dalam Muchlas, 2008) menjelaskan karakteristik dari personal yang ada yaitu: usia, masa kerja, pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan, dan keterlibatan kerja. Situasional yang mempunyai ciri-ciri dengan adanya: nilai (value) tempat kerja, keadilan organisasi, karakteristik pekerjaan, dan dukungan organisasi. Sedangkan posisional dipengaruhi oleh masa kerja dan tingkat pekerjaan.


(14)

Menurut Meyer dan Allen (1991, dalam Soekidjan, 2009), Komitmen dapat juga berarti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan individu berupaya serta barkarya dan memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut. Sedangkan menurut Ques (1995, dalam Soekidjan, 2009) komitmen merupakan nilai sentral dalam mewujudkan solidaritas organisasi. Penelitian Quest juga memaparkan bahwa komitmen tinggi dari anggota organisasi berkorelasi positif dengan tinginya motivasi dan meningkatkan kinerja, komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kemandirian dan self control, komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi, komitmen tinggi berkolerasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan aktifitas yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya.

Perkembangan dalam dunia usaha di Indonesia saat ini yang semakin cepat dan pesat berakibat juga pada perubahan budaya. Sehingga organisasi dituntut untuk mempunyai budaya yang membedakan dengan organisasi lain yang sejenis. Percepatan perubahan lingkungan berakibat pada perubahan budaya perusahaan, kesuksesan sebuah organisasi tidak hanya didukung oleh budaya organisasi saja tetapi juga bagaimana organisasi tersebut menumbuhkan komitmen organisasi yang dipahami sebagai ikatan kejiwaan individu terhadap organisasi (muchlas, 2008).

Menurut Robbins (2003) budaya organisasi merupakan sistem makna bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut bersama dan dihargai organisasi, yang berfungsi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi,


(15)

mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi, meningkatkan kemantapan sistem sosial, serta menciptakan mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi.

Robbins (2003) mengemukakan fungsi budaya dalam suatu organisasi yaitu: budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya, budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi, budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas dari kepentingan diri individu seseorang, budaya untuk meningkatkan kemantapan sistem sosial, dan budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para pegawai.

Berdasarkan apa yang dikemukakan beberapa ahli di atas, peneliti melihat fenomena yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang di jumpai bahwa nilai-nilai yang pernah ada sedikit demi sedikit mulai pudar seperti yang muda harus menghormati yang tua, yang lebih lama bekerja dengan yang baru bekerja, yang berpendidikan dengan yang kurang berpendidikan. Sehingga peneliti melihat para pekerja khususnya perawat pelaksana dan setingkatnya dalam melakukan pekerjaannya hanya berdasarkan rasa takut dengan kepala ruangan atau pihak manejemen sebagai atasan jika melakukan kesalahan, bukan didasari dari nilai-nilai kesetiaan pada organisasi kerja. Perilaku semacam ini juga banyak diperlihatkan oleh banyak karyawan. Gambaran fenomena diatas dapat saja hanya merupakan sifat individu akan tetapi jika berlangsung terus menerus kemungkinan akan dapat menjadi perilaku organisasi, kemungkinan juga


(16)

dikhawatirkan akan mempengaruhi kepercayaan terhadap nilai-nilai yang ada di organisasi seperti kerja keras, kesetiaan pada rumah sakit, dan kebutuhan untuk memperlakukan pelanggan dengan baik.

Budaya organisasi harusnya terorientasi pada seluruh karyawan bukan pada individu-individu saja dan berdasarkan dari fenomena di atas peneliti tertarik ingin meneliti bagaimana budaya organisasi yang sebenarnya ada di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang dan bagaimana pengaruh terhadap komitmen organisasi pada perawat pelaksana. Apakah perawat memahami apa itu nilai-nilai yang harus di taati dan apakah para perawat sudah memiliki cita-cita dan kesetiaan terhadap organisasi yang sudah dilambangkan dengan pekerjaan dan sikap sehari-hari.

2. Perumusan Masalah

Adapun penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi pada perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang.

3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini antara lain adalah :

3.1 Mengidentifikasi kecendrungan budaya organisasi yang ada di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

3.2 Mengidentifikasi kecendrungan komitmen organisasi yang dimiliki perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang


(17)

3.3 Mengidentifikasi pengaruh budaya organisasi dan komitmen organisasi di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

4. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak yaitu :

4.1 Praktek Keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pemiikiran untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan melalui penciptaan perubahan budaya dan komitmen organisasi kearah yang lebih baik, selain itu bagi manajemen rumah sakit agar dapat menciptakan suasana kerja dan budaya kerja yang lebih baik lagi sehingga dapat meningkatkan komitmen petugas pada umumnya.

4.2 Penelitian Keperawatan

Dengan adanya penelitian ini nantinya diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar bagi pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi perawat.

4.3 Pendidikan Keperawatan

Hasil dari penelian ini diharapkan menjadi bahan informasi peserta didik di institusi pendidikan keperawatan sehingga institusi pendidik ilmu keperawatan dapat menciptakan metode atau langkah-langkah yang baik dalam pembentukan karakter perawat dan mencipatakan budaya yang baik bagi perawat sehingga dapat diterapkan dalam praktik keperawatan di tempat kerja nantinya.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Komitmen

1.1 Pengertian Komitmen

Komitmen adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini mencakup cara-cara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi yang intinya mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan pribadi (Soekidjan, 2009). Menurut Meyer dan Allen (1991, dalam Soekidjan, 2009), komitmen dapat juga berarti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan individu berupaya serta berkarya dan memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut.

Menurut Van Dyne dan Graham (2005, dalam Muchlas, 2008), faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah: personal, situasional dan posisi. Personal mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu teliti, ektrovert, berpandangan positif (optimis), cendrung lebih komit. Lebih lanjut Dyen dan Graham (2005, dalam Muchlas, 2008) menjelaskan karakteristik dari personal yang ada yaitu: usia, masa kerja, pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan, dan keterlibatan kerja. Situasional yang mempunyai ciri-ciri dengan adanya: nilai (value) tempat kerja, keadilan organisasi, karakteristik pekerjaan, dan dukungan organisasi. Sedangkan posisional dipengaruhi oleh masa kerja dan tingkat pekerjaan.


(19)

Menurut Quest (1995, dalam Soekidjan, 2009) komitmen merupakan nilai sentral dalam mewujudkan soliditas organisasi. Hasil penelitian Quest (1995, dalam Soekidjan, 2009) tentang komitmen organisasi mendapatkan hasil :

1.1.1 Komitmen tinggi dari anggota organisasi berkorelasi positif dengan tingginya motivasi dan meningkatnya kinerja.

1.1.2 Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kemandirian dan “Self

Control”.

1.1.3 Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi.

1.1.4 Komitmen tinggi berkorelasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan aktifitas kolektif yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya.

Lebih lanjut Soekidjan (2009) menjelaskan bahwa secara umum komitmen kuat terhadap organisasi terbukti, meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi absensi dan meningkatkan kinerja.

1.2 Indikator perilaku komitmen

1.2.1 Indikator perilaku komitmen menurut Ques.

Menurut Quest (1995, Soekidjan, 2009) indikator-indikator prilaku komitmen yang dapat dilihat pada karyawan adalah :

a. Melakukan upaya penyesuaian, dengan cara agar cocok di organisasinya dan melakukan hal-hal yang diharapkan, serta menghormati norma-norma organisasi, menuruti peraturan dan ketentuan yang berlaku.


(20)

b. Meneladani kesetiaan, dengan cara membantu orang lain, menghormati dan menerima hal-hal yang dianggap penting oleh atasan, bangga menjadi bagian dari organisasi, serta peduli akan citra organisasi.

c. Mendukung secara aktif, dengan cara bertindak mendukung misi memenuhi kebutuhan/misi organisasi dan menyesuaikan diri dengan misi organisasi

d. Melakukan pengorbanan pribadi, dengan cara menempatkan kepentingan organisasi diatas kepentingan pribadi, pengorbanan dalam hal pilihan pribadi, serta mendukung keputusan yang menguntungkan organisasi walaupun keputusan tersebut tidak disenangi.

1.2.2 Indikator perilaku komitmen menurut Meyer dan Ellen.

Meyer dan Allen (1991 dalam Soekidjan, 2009) membagi komitmen organisasi menjadi tiga macam atas dasar sumbernya :

a. Affective commitment, Berkaitan dengan keinginan secara emosional

terikat dengan organisasi, identifikasi serta keterlibatan berdasarkan atas nilai-nilai yang sama.

b. Continuance Commitment, Komitmen didasari oleh kesadaran akan

biaya-biaya yang akan ditanggung jika tidak bergabung dengan organisasi. Disini juga didasari oleh tidak adanya alternatif lain.

c. Normative Commitment, Komitmen berdasarkan perasaan wajib sebagai

anggota/karyawan untuk tetap tinggal karena perasaan hutang budi. Disini terjadi juga internalisasi norma-norma.


(21)

Dari ketiga jenis komitmen diatas tentu saja yang tertinggi tingkatannya adalah Affective Commitment. Anggota/karyawan dengan Affective Commitment tinggi akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi. Sedangkan tingkatan terendah adalah Continuance

Commitment. Anggota/karyawan yang terpaksa menjadi anggota/karyawan untuk

menghindari kerugian financial atau kerugian lain, akan kurang/tidak dapat diharapkan berkontribusi berarti bagi organisasi. Untuk Normative Commitment, tergantung seberapa jauh internalisasi norma agar anggota/karyawan bertindak sesuai dengan tujuan dan keinginan organisasi. komponen normatif akan menimbulkan perasaan kewajiban atau tugas yang memang sudah sepantasnya dilakukan atas keuntungan-keuntungan yang telah diberikan organisasi (Soekidjan, 2009)

Menurut Allen & Meyer (1997) mendeskripsikan indikator dari komitmen organisasi sebagai berikut: Indikator affective commitment, Individu dengan

affective commitment yang tinggi memiliki kedekatan emosional yang erat

terhadap organisasi, hal ini berarti bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan affective commitment yang lebih rendah. Berdasarkan beberapa penelitian affective commitment memiliki hubungan yang sangat erat dengan seberapa sering seorang anggota tidak hadir atau absen dalam organisasi. Berdasarkan hasil penelitian dalam hal role-job performance, atau hasil pekerjaan yang dilakukan, individu dengan affective commitment akan bekerja lebih keras dan menunjukkan hasil pekerjaan yang lebih baik


(22)

dibandingkan yang komitmennya lebih rendah. Kim dan Mauborgne (Allen & Meyer, 1997) menyatakan individu dengan affective commitment tinggi akan lebih mendukung kebijakan perusahaan dibandingkan yang lebih rendah. Affective

commitment memiliki hubungan yang erat dengan pengukuran self-reported dari

keseluruhan hasil pekerjaan individu (e.g., Bycio, Hackett, & Allen; Ingram, Lee, & Skinner; Leong, Randall, & Cote; Randal, Fedor, & Longenecker; Sager & Johnston dalam Allen & Meyer, 1997).

Berdasarkan penelitian yang didapat dari self-report tingkah laku (Allen & Meyer; Meyer et al.; Pearce dalam Allen & Meyer, 1997) dan assesment tingkah laku (e.g., Gregersen; Moorman et al.; Munene; Shore & Wayne dalam Allen & Meyer, 1997) karyawan dengan affective commitment yang tinggi memiliki tingkah laku organizational citizenship yang lebih tinggi daripada yang rendah. Berdasarkan penelitian Ghirschman (1970) dan Farrell (1983), Meyer et al. (1993) meneliti tiga respon ketidakpuasan, yaitu voice, loyalty, dan neglect.

Dalam penelitian yang diadakan pada perawat, affective commitment ditemukan memiliki hubungan yang positif dengan keinginan untuk menyarankan suatu hal demi kemajuan (voice) dan menerima sesuatu hal sebagaimana adanya mereka (loyalty) dan berhubungan negatif dengan tendency untuk bertingkah laku pasif ataupun mengabaikan situasi yang tidak memuaskan (neglect). Individu dengan affective commitment yang tinggi cenderung untuk melakukan internal

whistle-blowing (yaitu melaporkan kecurangan kepada bagian yang berwenang


(23)

Berdasarkan beberapa penelitian affective commitment yang tinggi berkorelasi negatif dengan keadaan stress yang dialami anggota organisasi (Begley & Czajka; Jamal; Ostroff & Kozlowski; Reilly & Orsak dalam Allen & Meyer, 1997).

Indikator Continuance comimitment, Dengan continuance commitment yang tinggi akan bertahan dalam organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Berkaitan dengan hal ini, maka individu tersebut tidak dapat diharapkan untuk memiliki keinginan yang kuat untuk berkontribusi pada organisasi. Jika individu tersebut tetap bertahan dalam organisasi, maka pada tahap selanjutnya individu tersebut dapat merasakan putus asa dan frustasi yang dapat menyebabkan kinerja yang buruk.

Meyer & Allen (1991) menyatakan bahwa continuance commitment tidak berhubungan atau memiliki hubungan yang negatif pada kehadiran anggota organisasi atau indikator hasil pekerjaan selanjutnya, kecuali dalam kasus-kasus di mana job retention jelas sekali mempengaruhi hasil pekerjaan. Individu dengan

continuance commitment yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi

dibandingkan yang rendah (Allen & Meyer, 1997). Continuance commitment tidak mempengaruhi beberapa hasil pengukuran kerja (Angle & Lawson; Bycio et al.; Morrman et al. dalam Allen & Meyer, 1997). Berdasarkan beberapa penelitian

continuance commitment tidak memiliki hubungan yang sangat erat dengan

seberapa sering seorang anggota tidak hadir atau absen dalam organisasi.


(24)

citizenship (Meyer et al., dalam Allen & Meyer, 1997), sedangkan dalam

penelitian lain, kedua hal ini memiliki hubungan yang negatif. Continuance

commitment juga dianggap tidak berhubungan dengan tingkah laku altruism

ataupun compliance, di mana kedua tingkah laku tersebut termasuk ke dalam

organizational citizenship ataupun extra-role.

Komitmen juga berhubungan dengan bagaimana anggota organisasi merespon ketidakpuasannya dengan kejadian-kejadian dalam pekerjaan (Allen & Meyer, 1997). Continuance commitment tidak berhubungan dengan kecenderungan seorang anggota organisasi untuk mengembangkan suatu situasi yang tidak berhasil ataupun menerima suatu situasi apa adanya (Allen & Meyer, 1997). Hal menarik lainnya, semakin besar continuance commitment seseorang, maka ia akan semakin bersikap pasif atau membiarkan saja keadaan yang tidak berjalan dengan baik.

Indikator Normative commitment, Individu dengan normative commitment yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Meyer & Allen (1991) menyatakan bahwa perasaan semacam itu akan memotivasi individu untuk bertingkahlaku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi organisasi. Namun adanya normative

commitment diharapkan memiliki hubungan yang positif dengan tingkah laku

dalam pekerjaan, seperti job performance, work attendance, dan organizational

citizenship. Normative commitment akan berdampak kuat pada suasana pekerjaan


(25)

Hubungan antara normative commitment dengan ketidakhadiran seseorang jarang sekali mendapat perhatian. Normative commitment dianggap memiliki hubungan dengan tingkat ketidakhadiran dalam suatu penelitian (Meyer et al., dalam Allen & Meyer, 1997). Namun suatu penelitian lain menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua variable tersebut (Hackett et al.; Somers dalam Allen & Meyer, 1997). Berdasarkan hasil penelitian normative commitment berhubungan positif dengan pengukuran hasil kerja (Randall et al., dalam Allen & Meyer, 1997) dan pengukuran laporan kerja dari keseluruhan pekerjaan (Ashfort & Saks dalam Allen & Meyer, 1997). Normative commitment memiliki hubungan dengan tingkah laku organizational citizenship (Allen & Meyer, 1997). Walaupun demikian hubungan antara normative commitment dengan tingkah laku extra-role lebih lemah jika dibandingkan affective commitment.

Berdasarkan beberapa penelitian, sama seperti affective commitment,

normative commitment yang tinggi berkorelasi negatif dengan keadaan stress

anggota organisasi (Begley & Czajka; Jamal; Ostroff & Kozlowski; Reilly & Orsak dalam Allen & Meyer, 1997). Beberapa hasil penelitian menunjukkan hubungan yang negatif antara komitmen terhadap organisasi dengan intensi untuk meninggalkan organisasi dan actual turnover (Allen & Meyer; Mathieu & Zajac; Tett & Meyer dalam Allen & Meyer, 1997). Meskipun hubungan terbesar terdapat pada affective commitment, terdapat pula hubungan yang signifikan antara komitmen dan turnover variable diantara ketiga dimensi komitmen (Allen & Meyer, 1997). Sebagian besar organisasi menginginkan anggota yang berkomitmen, dan tidak hanya bertahan dalam organisasi saja.


(26)

1.3 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi.

Menurut Dyne dan Graham (2005, dalam Soekidjan, 2009) faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen adalah : Personal, Situasional dan Posisi.

1.3.1 Karakteristik Personal.

a. Ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu, teliti, ektrovert, berpandangan positif (optimis), cenderung lebih komit. Demikian juga individu yang lebih berorientasi kepada tim dan menempatkan tujuan kelompok diatas tujuan sendiri serta individu yang altruistik (senang membantu) akan cenderung lebih komit.

b. Usia dan masa kerja, berhubungan positif dengan komitmen organisasi. c. Tingkat pendidikan, makin tinggi semakin banyak harapan yang mungkin

tidak dapat di akomodir, sehingga komitmennya semakin rendah.

d. Jenis kelamin, wanita pada umumnya menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi.

e. Status perkawinan, yang menikah lebih terikat dengan organisasinya. f. Keterlibatan kerja (job involvement), tingkat keterlibatan kerja individu

berhubungan positif dengan komitmen organisasi. 1.3.2 Situasional.

a. Nilai (Value) Tempat kerja. Nilai-nilai yang dapat dibagikan adalah suatu komponen kritis dari hubungan saling keterikatan. Nilai-nilai kualitas, Inovasi, Kooperasi, partisipasi dan Trust akan mempermudah setiap anggota/karyawan untuk saling berbagi dan memba- ngun hubungan erat. Jika para anggota/karyawan percaya bahwa nilai organisasinya adalah


(27)

kualitas produk jasa, para anggota/karyawan akan terlibat dalam perilaku yang memberikan kontribusi untuk mewujudkan hal itu.

b. Keadilan organisasi. Keadilan organisasi meliputi: Keadilan yang berkaitan dengan kewajaran alokasi sumber daya, keadilan dalam proses pengambilan keputusan, serta keadilan dalam persepsi kewajaran atas pemeliharaan hubungan antar pribadi.

c. Karakteristik pekerjaan. Meliputi pekerjaan yang penuh makna, otonomi dan umpan balik dapat merupakan motivasi kerja yang internal. Jerigan, Beggs menyatakan kepuasan atas otonomi, status dan kebijakan merupakan prediktor penting dari komitmen. Karakteristik spesifik dari pekerjaan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab, serta rasa keterikatan terhadap organisasi.

d. Dukungan organisasi. Dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif dengan komitmen organisasi. Hubungan ini didefinisikan sebagai sejauh mana anggota/karyawan mempersepsi bahwa organisasi (lembaga, atasan, rekan) memberi dorongan, respek, menghargai kontribusi dan memberi apresiasi bagi individu dalam pekerjaannya. Hal ini berarti jika organisasi peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan personal anggota/karyawan dan juga menghargai kontribusinya, maka anggota/karyawan akan menjadi komit.

1.3.3 Positional.

a. Masa kerja. Masa kerja yang lama akan semakin membuat anggota/karyawan komit, hal ini disebabkan oleh karena: semakin


(28)

memberi peluang anggota/karyawan untuk menerima tugas menantang, otonomi semakin besar, serta peluang promosi yang lebih tinggi. Juga peluang investasi pribadi berupa pikiran, tenaga dan waktu yang semakin besar, hubungan sosial lebih bermakna, serta akses untuk mendapat informasi pekerjaan baru makin berkurang.

b. Tingkat pekerjaan. Berbagai penelitian menyebutkan status sosioekonomi sebagai prediktor komitmen paling kuat. Status yang tinggi cenderung meningkatkan motivasi maupun kemampun aktif terlibat.

1.4 Membangun komitmen organisasi.

1.4.1 Menurut Martin dan Nichols (1991, dalam Soekidjan, 2009), Tiga pilar komitmen yang perlu dibangun adalah:

a.Rasa memiliki (a sense of belonging) b.Rasa bergairah terhadap pekerjaannya

c.Kepemilikan terhadap organisasi (ownership)

Rasa memiliki dapat dibangun dengan menumbuhkan rasa yakin anggota bahwa apa yang dikerjakan berharga, rasa nyaman dalam organisasi, cara mendapat dukungan penuh dari organisasi berupa misi dan nilai-nilai yang jelas yang berlaku di organisasi. Rasa bergairah terhadap pekerjaan ditimbulkan dengan cara memberi perhatian, memberi delegasi wewenang, serta memberi kesempatan serta ruang yang cukup bagi anggota/karyawan untuk menggunakan ketrampilan dan keahliannya secara maksimal. Rasa kepemilikan dapat ditimbulkan dengan melibatkan anggota/karyawan dalam membuat keputusan-keputusan (Soekidjan, 2009).


(29)

2. Konsep Budaya organisasi 2.1 Pengertian Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari yang Merupakan bentuk Jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan Sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kat atau mengerjakan. Dalam berasal dari kat juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Juga bisa diartikan Sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia.

2.2 Pengertian Organisasi

Kata budaya kadang juga diterjemahkan Sebagai kultur dalam bahasa Indonesia (Wikipedia, 2009).

Sutarto (2006) mendefinisikan organisasi adalah proses penggabungan pekerjaan yang para individu atau kelompok-kelompok harus melakukan dengan bakat-bakat yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas, sedemikian rupa, memberikan saluran terbaik untuk pemakaian yang efisien, sistematis, positif, dan terkoordinasi dari usaha yang tersedia. Dan Bernand (1938, dalam Sutarto, 2006) mendefinisikan organisasi adalah suatu sistem aktivitas-aktivitas kerja sama dari dua orang atau lebih sesuatu yang tak berwujud dan tak bersifat pribadi, sebagaian besar mengenai hal hubungan-hubungan. Sedangkan Mooney (1974, dalam Sutarto, 2006) mendefinisikan organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk pencapaian suatu tujuan bersama.


(30)

Organisasi adalah sistem saling pengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu (Sutarto, 2006). Faktor-faktor yang dapat menimbulkan organisasi yaitu: orang-orang, kerjasama dan tujuan tertentu. Berbagai faktor tersebut tidak dapat saling lepas berdiri sendiri, melainkan saling kait merupakan suatu kebulatan. Maka dalam pengertian organisasi digunakan sebutan sistem yang berarti kebulatan dari berbagai faktor yang terikat oleh berbagai asas tertentu (Sutarto, 2006)

2.3 Pengertian Budaya Organisasi

Menurut Robbins (2003), budaya organisasi merupakan sistem makna bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut bersama dan dihargai organisasi, yang berfungsi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi, mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi, meningkatkan kemantapan sistem sosial, serta menciptakan mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi. Deal dan Kennedy sebagaimana dikutip Robbins (2001) menjelaskan budaya organisasi sebagai nilai-nilai dominan yang didukung organisasi.

Gibson (1996, dalam Rastodio, 2009) merumuskan: Kultur organisasi mengandung bauran nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan dan pola perilaku. Kreitner dan Kinicki (2003, dalam Ratodio, 2009) memberi batasan budaya organisasi sebagai nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa identitas kepada anggota,


(31)

mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan stabilitas sistem sosial, serta menendalikan perilaku para anggota.

Schein (1992, dalam Rastodio, 2009) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.

Menurut Noe dan Mondy (1993, dalam Rastodio, 2009), budaya organisasi adalah sistem dari shared values

Berdasarkan uraian di atas, meskipun konsep budaya organisasi memunculkan perspektif yang beragam, terdapat kesepakatan di antara para ahli budaya dalam hal mendefinisikan budaya organisasi. Intinya bahwa budaya organisasi berkaitan dengan sistem makna bersama yang diyakini oleh anggota organisasi

, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk mendapatkan norma-norma perilaku. Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar-standar yang mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan.

(Rastodio, 2009)


(32)

2.4 Karakreristik budaya organisasi

2.4.1 Karakteristik budaya Organisasi menurut Muchlas

Budaya organisasi memiliki sejumlah karakteristik penting (Muchlas, 2008). Beberapa karakteristik yang telah disetujui adalah sebagai berikut :

a. Keteraturan perilaku yang dapat diamati

Ketika para partisipan organisasi berinteraksi satu sama lain, mereka menggunakan bahasa, terminologi, dan upacara yang umum berlaku dalam organisasi tersebut

b. Perilaku standar terjadi termasuk petunjuk-petunjuk tentang berapa banyak yang harus dikerjakan, yang dalam banyak organisasi berlaku: Jangan bekerja terlalu banyak, jangan bekerja terlalu sedikit.

c. Nilai-nilai yang dominan

Banyak nilai penting yag dianjurkan oleh sebuah organisasi dan diharapkan para partisipan mau berbagi rasa dengan nilai-nilai tersebut. Contoh yang khusus adalah kualitas produk yang tinggi, angka absen kerja rendah, dan efisiensi yang tinggi.

d. Filosofi

Banyak kebijakan yang dibuat untuk menanamkan kepercayaan pada organisasi tentang bagaimana para karyawan dan para pelanggan harus diperlakukan.


(33)

e. Aturan-aturan

Beberapa petunjuk yang ketat berhubungan dengan penyesuaian diri dalam organisasi. Para pendatang baru harus belajar meniti tali, ini supaya dapat diterima sebagai anggota penuh dari kelompok.

f. Iklim Organisasi

Hal ini merupakan perasaan umum yang dibawa oleh penempatan fisik, cara partisipan berinteraksi, dan cara para anggota organisasi membawa diri terhadap para pelanggan atau orang-orang luar lainnya (Muchlas, 2008).

2.4.2 Karakteristik Budaya Organisasi menurut Robbins

Tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama menangkap hakikat budaya suatu organisasi apapun bentuk organisasinya (Robbins, 2003) Ketujuh karakteristik tersebut, yaitu:

a. Inovasi dan pengambilan resiko: Tingkat daya pendorong karyawan untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.

b. Perhatian terhadap detail: Tingkat tuntutan terhadap karyawan untuk mampu memperlihatkan ketepatan, analisis, dan perhatian terhadap detail.

c. Orientasi terhadap hasil: Tingkat tuntutan terhadap manajemen untuk lebih memusatkan perhatian pada hasil, dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut.


(34)

d. Orientasi terhadap individu: Tingkat keputusan manajemen dalam mempertimbangkan efek-efek hasil terhadap individu yang ada di dalam organisasi.

e. Orientasi terhadap tim: Tingkat aktivitas pekerjaan yang diatur dalam tim, bukan secara perorangan.

f. Agresivitas: Tingkat tuntutan terhadap orang-orang agar berlaku agresif dan bersaing, dan tidak bersikap santai.

g. Stabilitas: Tingkat penekanan aktivitas organisasi dalam mempertahankan status quo berbanding pertumbuhan.

Adapun tipologi budaya menurut Sonnenfeld (Robbins, 2003 ), ada empat tipe budaya organisasi: pertama tipe akademi yaitu perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah. Kedua tipe klab yaitu Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim dan yang ketiga tipe tim bisbol perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan


(35)

insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi serta yang keempat adalah tipe benteng yaitu perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat lagi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena mereka memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan.

2.5 Fungsi Budaya Organisasi

2.5.1 Fungsi Budaya Organisasi menurut Robbins

Menurut Robbins (1996, dalam Rastodio, 2009 ), fungsi budaya organisasi terdiri dari :

a. Budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.

b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.

d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.

e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.


(36)

2.5.2 Fungsi Budaya Organisasi menurut Noe dan Mondy

Sedangkan budaya organisasi menurut Noe dan Mondy (1996, dalam rastodio, 2009) berfungsi untuk:

a. Memberikan sense of identity

b. Menghasilkan dan meningkatkan komitmen terhadap misi organisasi kepada para anggota organisasi untuk memahami visi, misi, serta menjadi bagian integral dari organisasi.

c. Memberikan arah dan memperkuat standar perilaku untuk mengendalikan pelaku organisasi agar melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi yang telah disepakati bersama.

2.6 Tipe Budaya Organisasi

Kotter dan Heskett (1992, dalam Rastodio, 2009), berdasarkan hasil serangkaian penelitian yang dilakukannya, mengemukakan tiga tipe budaya organisasi, yaitu budaya kuat dan budaya lemah, budaya yang secara strategis cocok, dan budaya yang adaptif dan tidak adaptif.

Budaya kuat dan budaya lemah. Kotter dan Heskett (1992, dalam Rastodio, 2009) menyatakan bahwa nilai-nilai, norma-norma dan asumsi-asumsi yang terinternalisasi dan dipegang teguh oleh para anggota organisasi dapat melahirkan perasaan tenang, committed, loyalitas, memacu kerja lebih keras, kohesivitas, keseragaman sasaran (goal alignment), dan mengendalikan perilaku anggota organisasi, serta produktivitas. Logika tentang cara kekuatan budaya berhubungan dengan kinerja meliputi tiga gagasan, yaitu:


(37)

2.6.1 Penyatuan tujuan. Dalam organisasi dengan budaya yang kuat, pegawai cenderung melakukan tindakan ke arah yang sama.

2.6.2 Menciptakan motivasi, komitmen, dan loyalitas luar biasa dalam diri pegawai.

2.6.2 Memberikan struktur dan kontrol yang dibutuhkan tanpa harus bersandar pada birokrasi formal yang dapat menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi.

Budaya yang secara strategis cocok. Kotter dan Heskett (1992, dalam Rastodio, 2009) menjelaskan pentingnya kandungan budaya yang cocok dan serasi dengan kondisi objektif perusahaan dimana perusahaan itu berada. Artinya, suatu budaya dikatakan baik apabila serasi dan selaras dengan konteks bisnis dalam karakteristik lingkungan industrinya, dan segmen industrinya yang dispesifikasikan oleh strategi perusahaan atau strategi bisnisnya. Semakin besar kecocokan dengan lingkungan, maka semakin baik kinerjanya. Sebaliknya semakin kurang kecocokannya dengan lingkungan, maka semakin jelek kinerjanya. Dengan demikian, tidak ada kriteria umum untuk menyatakan seperti apa hakikat budaya yang baik dan bersifat satu ukuran untuk semua, dan berfungsi baik dalam organisasi apapun. Kritik terhadap tipe budaya organisasi ini adalah bahwa lingkungan organisasi tidak pernah stabil, melainkan selalu berubah, sehingga budaya yang dianggap cocok pada kurun waktu tertentu, mungkin tidak akan cocok di waktu yang lain. Implikasinya budaya organisasi harus selalu mengadaptasikan dirinya dengan tuntutan perubahan dari lingkungan. Karena


(38)

itulah, Kotter dan Heskett mengajukan tipe budaya adaptif dan tidak adaptif (Rastodio, 2009).

Budaya yang adaptif dan tidak adaptif. Menurut Kotter dan Heskett (1992, dalam Rastodio, 2009) menjelaskan bahwa hanya budaya yang dapat membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan (adaptif), yang diasosiasikan dengan kinerja tinggi dalam periode waktu yang panjang. Teori ini mengarahkan budaya organisasi untuk senantiasa bersikap adaptif dan inovatif sesuai dengan perubahan lingkungan yang terjadi.

Makna terpenting dari hasil penelitian pada teori ketiga ini adalah bahwa perusahaan yang budayanya adaptif secara ideal para manajer pada seluruh tingkatan organisasinya menampakkan kepemimpinan yang mempelopori perubahan dalam strategi dan taktik kapan saja diperlukan untuk memuaskan kepentingan para pemegang saham, pelanggan, dan para pegawainya. Sedangkan perusahaan yang budayanya tidak adaptif para manajer pada seluruh tingkatan organisasinya cenderung berperilaku secara hati-hati dan politis untuk melindungi atau memajukan diri sendiri, produknya, atau kelompoknya.


(39)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konsep

Berdasarkan pada tinjauan kepustakaan maka untuk melihat bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan konsep yang dikemukakan Robbins (2003) yang menjelaskan ada tujuh karakteristik budaya organisasi yaitu terdiri dari: inovasi dan pengambilan resiko, perhatian terhadap detail, orientasi hasil, orientasi individu, orientasi tim, agresivitas, stabilitas.

Sedangkan untuk melihat pengaruhnya terhadap komitmen menggunakan indikator komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Meyer & Allen (1991) yang membagi komitmen organisasi menjadi tiga macam atas dasar sumbernya yaitu: Affective Commitment, Continuannce Commitment, Normative Commitment. Berikut adalah kerangka konsep penelitian.

Komitmen Organisasi

Affective Commitment Continuance Comitment Normative Comitment

Budaya Organisasi Inovasi & pengambilan resiko Perhatian terhadap detail Orientasi hasil

Orientasi orang Orientasi tim Agresivitas


(40)

2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil

Ukur Skala Variabel independen Budaya organisasi Komitmen organisasi

Nilai-nilai dominan yang disebarluaskan dalam organisasi di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang yang dijadikan filosofi kerja karyawan khususnya perawat pelaksana yang berstatus PNS yang menjadi panduan bagi kebijakan organisasi dalam mengelola karyawan dan konsumen.

Penerimaan yang kuat oleh individu yakni perawat pelaksana di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi dan individu

Menggunakan kuesioner berjumlah 17 item, bentuk pertanyaan positif menggunakan pilihan jawaban: tidak pernah nilai 1, kadang-kadang nilai 2, sering nilai 3 dan selalu nilai 4. Yang meliput indikator: 1.Inovasi dan

pengambilan resiko 2.Perhatian terhadap detail 3.Orientasi hasil 4.Orientasi orang

5.Orientasi tim 6.Agresivitas 7.Stabilitas Dengan menggunakan skala likert Menggunakan kuesioner sebanyak 13 pertanyaan dengan pilihan jawaban: tidak Budaya Tinggi Nilai: 35 s/d 68 Budaya Rendah Nilai:1 7 s/d 34

1.Affect if commit ment 2.Conti nuence Ordinal Ordinal


(41)

berupaya serta berkarya dan memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut.

pernah dengan Nilai1,

kadang-kadang dengan

nilai 2, sering dengan nilai 3 dan selalu dengan nilai 4. Pertanyaan dalam bentuk pertanyaan positif. Sedangkan untuk jawaban pertanyaan yang bersifat negatif diberikan nilai kebalikan dari pertanyaan positif. Dengan menggunakan skala likert commit ment 3.Norm ative commit ment

3. Hipotesa Penelitian

Hipotesa yang diajukan adalah terdapat pengaruh antara budaya organisasi dengan komitmen organisasi perawat di Rumah Sakit Umum Kabupaten Aceh Tamiang. Semakin kuat budaya organisasi yang dianut maka semakin kuat komitmen organisasi, sebaliknya semakin rendah budaya organisasi yang dianut semakin rendah komitmen organisasi.


(42)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi. yang bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi pada perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang.

2. Populasi dan Sampel 2.1Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang yang bertugas di ruang rawat inap yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil kecuali di poliklinik tidak dimasukkan sebagai populasi. Jumlah perawat pelaksana sebagai populasi dalam penelitian ini adalah 60 orang.

2.2Sampel

Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yang ada yaitu sebanyak 60 orang maka penelitian ini disebut sebagai penelitian populasi yang didefinisikan bahwa penelitian populasi dilakukan apabila ingin melihat semua liku-liku yang ada dalam populasi dan dilakukan bagi subjeknya yang tidak terlalu banyak (Arikunto, 2006)


(43)

3. Lokasi dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 7 ruangan rawatan di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 Februari 2010 sampai 30 Agustus 2010.

4. Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mendapatkan izin dari fakultas keperawatan Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya mengajukan surat permohonan kepada kepala Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang. Setelah mendapatkan izin untuk melakukan penelitian, peneliti memulai penelitian dengan mempertimbangkan etik, sebagai berikut:

4.1 Informed consent (lembar persetujuan)

Lembar persetujuan diserahkan kepada subjek yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi sebelum dan sesudah penelitian. Jika bersedia dijadikan responden, maka mereka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan tersebut. Jika mereka menolak untuk dijadikan responden, maka peneliti tidak akan memaksa dan akan tetap menghormati hak-haknya.

4.2Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasian responden, peneliti tidak mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, tetapi cukup dengan memberi nomor kode pada masing-masing lembar tersebut.


(44)

4.3 Confidentialty (kerahasiaan)

Kerahasian informasi responden akan dijamin oleh peneliti, hanya sekelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian (Hidayat, 2007)

5. Instrumen penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpul data berupaya kuesioner. Kuesioner terdiri dari tiga bagian: pertama data demografi kedua kuesioner budaya organisasi dan ketiga kuesioner komitmen organisasi.

5.1Data Demografi Responden

Kuesioner data demografi responden meliputi nomor responden, umur, jenis kelamin pendidikan terakhir, status perkawinan dan lama bertugas. data yang sudah terkumpul dalam jenis data ordinal ataupun nominal akan ditampilkan dalam bentuk distribusi frekwensi kecuali data usia responden yang akan ditampilkan dalam tendensi sentral.

5.2Kuesioner Budaya Organisasi

Untuk mengetahui bagaimana budaya organisasi menggunakan kuesioner yang digunakan untuk mengukur tujuh karakter budaya organisasi yang dimiliki karyawan, yang terdiri dari 17 item pertanyaan yang bersifat positif. Sedangkan penyusunan pertanyaan menggunakan skla likert


(45)

dengan alternatif pilihan jawaban 1 sampai 4, jawaban pertanyaan sebagai berikut:

Nilai 1: untuk jawaban tidak pernah artinya responden tidak pernah merasakan, mendapatkan dan melakukan sama sekali apa yang ditanyakan dalam item pertanyaan.

Nilai 2: untuk jawaban kadang-kadang artinya responden pernah melakukan dan merasakannya walau hanya 1 kali

Nilai 3: untuk jawaban sering artinya responden pernah melakukan, mend apatkan dan merasakan lebih dari 2 atau 3 kali

Nilai 4: untuk jawaban selalu artinya responden dalam kesehariannya terus menerus mendapatkan dan merasakan sesuai apa yang tanyakan pada kuesioner.

Adapun sebagai item-item pertanyaan pada variabel budaya organisasi terdiri dari: sub variabel inovasi dan pengambilan resiko pada pertanyaan no 1, 2, 3, sub variabel perhatian terhadap detail pada pertanyaan no 4, 5, 6, sub variabel orientasi hasil pada pertanyaan no 7, sub variabel orientasi individu pada pertanyaan no 8, sub variabel orientasi tim pertanyaan no 9, 10, 11, 12, sub variabel agresivitas pertanyaan no 13, 14, sub variabel stabilitas pada pertanyaan no 15, 16, dan 17.

5.3 Kuesioner Komitmen Organisasi

Untuk mengetahui bagaimana komitmen organisasi menggunakan kuesioner untuk mengukur 3 tingkatan komitmen yang cendrung dimiliki karyawan yaitu


(46)

dari 13 pertanyaan yang bersifat positive pilihan jawaban yang disediakan ialah untuk tidak pernah bernilai 1, kadang-kadang bernilai 2, sering berniilai 3 dan selalu bernilai 4 sedangkan untuk pertanyaan yang bersifat negatif jawaban tidak pernah bernilai 4, kadang-kadang bernilai 3, sering bernilai 2 dan selalu bernilai 1. Adapun standar penilaian yang digunakan ialah untuk affectif comitmen responden yang sering bernilai 4, untuk continuence comitment yaitu responden yang sering mempunyai nilai 3 dan 2, sedangkan untuk normatif comitment adalah responden yang lebih sering bernilai 1.

6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 6.1 Uji Validitas

Uji validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan kemampuan instrument pengumpulan data untuk mengukur apa yang harus diukur, untuk mendapatkan data yang relevan dengan apa yang sedang diukur (Dempsey, 2002). Untuk menguji validitas isi yaitu validitas berdasarkan tinjauan pustaka. Selanjutnya dikonsultasikan kepada salah satu staf ahli keperawatan di RSUP Adam Malik Medan berstrata magister keperawatan pada tanggal 28 Juli 2010. Dari hasil uji validitas isi yang dilakukan pada beberapa pertanyaan dilakukan perubahan kalimat yang bersifat positif menjadi negatif agar dapat lebih memudahkan responden memahami kalimat yang dimaksud, dan penempatan skor telah dihilangkan agar responden tidak dapat memberi jawaban berdasarkan nilai yang ada, jumlah pertanyaan menjadi 30 untuk variabel budaya dan komitmen.


(47)

6.2 Uji Reliabilitas

Untuk mengetahui kepercayaan instrumen dilakukan uji reliabilitas instrument. Instrument disebut reliabel jika instrumen tersebut sudah baik, dapat dipercaya dan dapat diandalkan (Arikunto, 2006). Pada penelitian ini dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan responden yang mempunyai kriteria dan ciri-ciri seperti sampel pada penelitian. Pada uji reliabilitas ini mengambil responden sebanyak 30 responden dan dilakukan di RSUD langsa. Dengan perhitungan menggunakan rumus Koefisien Reliabilitas Cronbach Alpha di mana suatu instrument dikatakan reliabel jika mempunyai nilai alpha 0,6 atau lebih (Arikunto, 2006). Pada uji reliabilitas ini mendapatkan hasil nilai alpha 0,896 sehingga dikatakan reliabel, adapun hasil perhitungannya terlampir pada lembar lampiran.

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden, prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

7.1Mengajukan permohonan ijin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

7.2Mengirimkan surat ijin penelitian dari fakultas ke tempat penelitian yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang

7.3Setelah mendapatkan ijin dari pihak rumah sakit, peneliti menjelaskan pada responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner. 7.4Setelah mendapatkan persetujuan responden, pengumpulan data dimulai.


(48)

Pembagian kuesioner pada tanggal 16 Agustus 2010 dan dilakukan oleh peneliti sendiri dengan membagikan kuesioner kepada responden yang terpilih dan merupakan perawat pelaksana serta sesuai dengan keinginan peneliti. Responden diberikan waktu selama 45 menit untuk menjawab 30 soal yang disediakan, selama proses pengisian kuesioner peneliti tetap berada di ruangan tempat responden berada agar apabila kalimat yang tidak dimengerti, peneliti dapat menjelaskan kembali dengan tanpa mengarahkan jawaban responden.

8. Analisa Data

Setelah data terkumpul analisa data akan dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain tahap pertama editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk. Tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah pada saat mengadakan tabulasi dan analisa, tahap ketiga ialah entri yaitu memasukkan data dari kuesioner kedalam program computer. Tahap keempat adalah melakukan cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah dimasukkan ke program komputer untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Tahap kelima saving yaitu penyimpanan data untuk siap dianalisis adapun data yang dalam penelitian ini merupakan data yang bersifat katagorik dengan skala ordinal yang akan ditampilkan dengan distribusi frekwensi.


(49)

8.1 Statistik Univariat

Bertujuan untuk mendekripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, bentuknya sesuai dengan bentuk datanya (Hartono, 2007) pada penelitian ini menggunakan data dengan skala ordinal yang kemudian dikatagorikkan sehingga menjelaskan angka/nilai jumlah dan persentase dari masing-masing kelompok.

8.2 Statistik Bivariat

Statistik bivariat yaitu suatu prosedur untuk menganalisa hubungan antara dua variabel. Untuk melihat eratnya hubungan antara variabel independent dan variabel dependent. Pada penelitian ini peneliti melakukan analisis korelasi sederhana (Spearman correlation) yang digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dan untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi (wahyuni, 2009). Dengan derajat kemaknaan: pValue = α, α = 0,05. Jika angka signifikansi hasil riset α < 0,05, maka hubungan kedua variabel signifikan. Jika angka hasil riset α>0,05, maka hubungan kedua variabel tidak signifikan. Adapun interpretasi koefisien korelasi nilai 0,00 – 0,199 (sangat rendah), 0,2 – 0.399 (rendah), 0,4 – 0,599 (sedang), 0,6 – 0,799 (kuat), dan untuk nilai 0,8 – 1,00 (sangat kuat).


(50)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil penelitian

Bagian ini menguraikan hasil penelitian terhadap 60 orang perawat pelaksana di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang. Penyajian data meliputi karakteristik responden, karakteristik budaya organisasi, karakteristik komitmen organisasi dan pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang.

1.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan karakteristik responden pada penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kelamin responden yang terbanyak adalah perempuan yaitu 48 orang (80%) sedangkan karakteristik responden ditinjau dari umur yang terbanyak yaitu rentang umur < 30 tahun sebanyak 42 orang (70%), ditinjau dari pendidikan terakhir yang terbanyak adalah D III Keperawatan yaitu 55 orang (91,66 %), frekwensi responden menurut status perkawinan yaitu terdapat 24 orang atau 40% responden yang berstatus belum menikah sedangkan distribusi responden berdasarkan masa kerja terdapat 39 orang atau 65% responden yang bekerja kurang dari 3 tahun di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang. Berikut tabel distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi.


(51)

Tabel 1. Distribusi frekwensi responden di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2010

NO Karakteristik Frekuensi Persentase(%) 1 2 3 4 5 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total Usia

< 30 tahun > 30 tahun Total Tingkat Pendidikan SPK D IIIKeperawatan S1 Keperawatan Total Status perkawinan Belum menikah Sudah menikah Total Masa kerja < 3 tahun >3 tahun Total 12 48 60 42 18 60 3 55 7 60 24 36 60 39 21 60 20 80 100 70 30 100 3,33 91,66 5 100 40 60 100 65 35 100

1.2 Budaya organisasi

Pada variabel budaya organisasi yang terdiri dari tujuh sub variabel berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sub variabel inovasi dan pengambilan resiko rendah sebanyak 48,3%, untuk sub variabel perhatian terhadap detail ini menunjukkan hasil terdapat perhatian terhadap detail rendah sebanyak 23,3% sedangkan pada sub variabel orientasi hasil terdapat 73,3% dengan orientasi hasil rendah, pada sub variabel orientasi individu terdapat sebesar 60% atau seluruh


(52)

perawat yang berorientasi individu rendah, pada sub variabel orientasi tim diperoleh hasil 36,7% orientasi tim rendah, pada sub variabel agresivitas ini terdapat sebanyak 30% perawat yang memiliki agresivitas rendah dan pada sub variabel stabitas terdapat 23,3% denga stabilitas rendah.

Tabel 2. Distribusi frekwensi sub variabel budaya organisasi pada perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

NO. Sub variabel Frekwensi Persentase(%)

1. Inovasi dan pengambilan resiko Tinggi Rendah Sub Total 31 29 60 51.7 48.3 100 2. Perhatian terhadap detail

Tinggi Rendah Sub Total 46 14 60 76.7 23.3 100 3. Orientasi hasil

Tinggi Rendah Sub Total 16 44 60 26.77 73.3 100 4. Orientasi individu

Tinggi Rendah Sub Total 0 60 60 0 100 100 5. Orientasi tim

Tinggi Rendah Sub Total 38 22 60 63.3 36.7 100 6. Agresivitas

Tinggi Rendah Sub Total 42 18 60 70 30 100 7. Stabilitas

Tinggi Rendah Sub Total 46 14 6 76.7 23.3 1


(53)

1.3 Karakteristik budaya organisasi

Tabel 3.Karakteristik budaya organisasi pada perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2010

Budaya organisasi Frekwensi Persentase Budaya tinggi Budaya rendah Total 58 2 60 96.7 3.3 100

Berdasarkan pada tabel di atas menunjukkan bahwa karakteristik budaya organisasi yang dimiliki oleh perawat pada RSUD Kabupaten Aceh Tamiang ialah jenis budaya organisasi tinggi, yakni terdapat 58 atau 96,7% perawat yang memiliki budaya organisasi tinggi dan selebihnya yakni hanya 2 orang atau 3,3% yang berbudaya organisasi rendah.

1.4 Karakteristik Komitmen Organisasi

Untuk melihat bagaimana komitmen yang dimiliki perawat pada RSUD Kabupaten Aceh Tamiang, dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 4. Distribusi frekwensi Komitmen Organisasi pada perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2010

NO Sub Variabel Frekwensi Persentase

1 2 3 Affectif Comitment Continuance Comitment Normative Comitment 0 49 11 0 81.7 18.3

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa untuk variabel komitmen organisasi yang dinilai dari tiga (3) jenis komitmen yang ada hanya dua (2) tingkatan komitmen yang ada. Komitmen yang dimiliki oleh perawat yang menjadi responden pada penelitian ini yaitu untuk jenis continuance comitment sebanyak


(54)

49 orang atau 81,7% dan normative comitment sebanyak 11 orang atau 18,3%. Berikut tabel distribusi frekwensi untuk komitmen organisasi.

1.5 Hubungan budaya organisasi dengan komitmen organisasi

Adapun hubungan budaya organisasi dengan komitmen organisasi dapat dilihat dari kedua tabel berikut, pada tabel 5 mendiskripsikan hubungan budaya organisasi, dapat dilihat dengan hasil yang menampilkan hasil nilai pValue dan nilai korelasi (r) antara budaya organisasi dengan komitmen organisasi.

Tabel 5. Hubungan sub variabel budaya organisasi dengan komitmen organisasi perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2010

Sub variabel Budaya organisasi

Komitmen organisasi

r(korelasi) pValue Inovasi dan pengambilan resiko 0,027 0,836 Perhatian terhadap detail 0,261 0,044

Orientasi hasil 0,006 0,961

Orientasi individu 0 0

Orientasi Tim 0,182 0,165

Agresivitas 0,310 0,016

Stabilitas 0,160 0,223

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan pengaruh dari masing-masing sub variabel budaya organisasi terhadap komitmen organisasi yaitu: pada sub variabel inovasi dan pengambilan resiko terdapat hubungan yang rendah tetapi searah


(55)

yang tidak signifikan antara inovasi dan pengambilan resiko dengan komitmen organisasi. Untuk sub variabel perhatian terhadap detail dan pengaruhnya terhadap komitmen menunjukkan hasil nilai r = 0,261 yang bermakna terdapat hubungan yang rendah dan nilai pValue= 0,044 yang memiliki makna terdapat hubungan yang signifikan antara sub variabel perhatian terhadap detail dengan komitmen orgainsasi,

Sedangkan pada sub variabel orientasi hasil di peroleh nilai r = 0,006 yang bermakna terdapat hubungan yang sangat rendah dan nilai pValue = 0,961 yang bermakna terdapat hubungan yang tidak signifikan antara sub variabel orientasi hasil dengan komitmen organisasi. Pada sub variabel orientasi individu menujukkan hasil r = 0 dan pValue = 0 yang berarti menunjukkan hubungan keduanya yang lemah antara sub variabel orientasi individu dengan komitmen organisasi.

Sedangkan pada sub variabel orientasi tim hasil penelitian menujukkan nilai r = 0,182 yakni terdapat hubungan yang sangat kuat dan nilai pValue = 0,165 yang bermakna tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sub variabel orientasi tim dengan komitmen organisasi. Pada sub variabel agresivitas menujukkan nilai r = 0,310 yang bermakna bahwa terdapat hubungan yang rendah dan nilai pValue = 0,016 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara sub variabel agresifitas dengan komitmen.untuk sub variabel stabilitas menunjukkan hasil yakni nilai r = 0,160 yang bermakna adanya hubungan yang sangat lemah dan nilai pValue = 0,223 menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan antara sub variabel stabilitas dengan komitmen organisasi.


(56)

Untuk melihat bagaimana hubungan budaya organisasi dengan komitmen organisasi di bawah ini dapat di lihat pada tabel korelasi antara kedua variabel berikut.

Tabel 6. Hubungan variabel budaya organisasi dengan komitmen organisasi perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2010

Variabel Korelasi

(r)

pvalue Budaya organisasi

Komitmen organisasi 0,088 0,504

Berdasarkan uji analisa dengan analisis korelasi Spearman’s rho, pada penelitian ini menunjukkan nilai r = 0,088 nilai pValue= 0,504 .

2. Pembahasan

2.1 Budaya organisasi

Sesuai dengan tujuan pada penelitian ini yaitu ingin mengidentifikasi bagaimana pengaruh budaya organisasi dengan komiten organisasi pada perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang. Maka berdasarkan hasil penelitian penulis akan menjelaskan terlebih dahulu bagaimana budaya organisasi yang ada di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kecendrungan budaya yang dimiliki perawat secara keseluruhan ialah budaya adaptif (96,7%), jika dilihat dari maknanya bahwa suatu perusahan yang budayanya adaptif secara ideal para manajer pada seluruh tingkatan organisasinya menunjukkan kepemimpinan yang mempelopori perubahan dalam strategi dan


(57)

saham, pelanggan, dan para pegawainya. Sedangkan perusahaan yang budayanya tidak adaptif para manajer pada seluruh tingkatan organisasinya cenderung berperilaku secara hati-hati dan politis untuk melindungi atau memajukan diri sendiri, produknya, atau kelompoknya (Rastodio, 2009)

Pada penelitian ini juga melihat budaya organisasi dengan menggunakan sub variabel yang terdiri dari tujuh sub variabel budaya organisasi, dari ketujuh variabel budaya organisasi yang menjadi landasan konsep penelitian dapat peneliti jelaskan berdasarkan sub variabel sebagai berikut:

2.1.1 Sub variabel inovasi dan pengambilan resiko

Pada sub variabel inovasi dan pengambilan resiko berdasarkan analisa deskriptif menunjukkan hampir lebih dari setengah perawat pelaksana memiliki motivasi dan kemampuan pengambilan resiko yang rendah yakni masih ada 48,3% perawat yang memiliki inovasi dan pengambilan resiko yang rendah, padahal inovasi dan pengambilan resiko ini sangat di butuhkan untuk meningkatkan mutu pelayanan suatu organisasi. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Robbins (2003) bahwa inovasi dan pengambilan resiko ialah sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko. Rela berkorban untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi dan dapat menciptakan sesuatu hal yang baru dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan.

Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi. Berdasarkan analisis


(58)

penelitian ini untuk melihat hubungan sub variabel inovasi dan pengambilan resiko jika dilihat pengaruhnya terhadap komitmen menunjukkan hasil hubungan yang rendah dan tidak signifikan, dengan nilai r = 0,027 dan pValue = 0,836

Hal ini mungkin disebabkan masih kurangnya dukungan dari organisasi terhadap inovasi yang akan dilakukan dan kurangnya kemauan dari dalam diri sendiri. Selain itu hasil penelitian ini menunjukkan kebanyakan pengalaman kerja perawat di bawah 3 tahun, sehingga pengalaman kerja masih kurang dan menghambat dalam kemampuan berinovasi dan pengambilan resiko serta dalam peningkatan komitmen perawat itu sendiri. Hal ini sesuai dengan teori menurut Dyen dan Graham (2005) yang menjelaskan bahwa karakteristik dari personal juga mempengaruhi komitmen seseorang yaitu: usia, masa kerja, pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan, dan keterlibatan kerja. 2.1.2 Sub variabel perhatian terhadap ditail

Pada sub variabel perhatian terhadap detail menunjukkan hasil 76,7% perawat pelaksana memiliki perhatian terhadap detail yang tinggi, ini sangat baik untuk mendukung suatu organisasi. Pernyataan ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Robbins (1996) bahwa perhatian terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail. Dimana diperlukan karyawan yang handal dan memiliki kompetensi dalam memberikan perhatian kepada masalah-masalah yang perlu ditangani dengan lebih serius.

Jika dilihat dari hasil analisis data menunjukkan bahwa sub variabel perhatian terhadap detail dan pengaruhnya terhadap komitmen menunjukkan hasil


(59)

bahwa terdapat hubungan yang rendah dan signifikan antara sub variabel perhatian terhadap detail dengan komitmen orgainsasi, dengan nilai r = 0,261 dan pValue = 0,044. Berdasarkan pengamatan langsung selama peneliti melakukan penelitian ataupun pengamatan peneliti selama bekerja di RSUD Kabupaten Tamiang, peneliti melihat banyak perawat yang bekerja dengan baik dan penuh perhatian baik dalam melakukan tindakan keperawatan ataupun dalam melaksanakan pekerjaan lainnya mungkin karena didasari oleh kemauan yang kuat dalam diri sendiri, ini sesuai juga dengan teori menurut menurut Dyne dan Graham (2005), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah: personal, situasional dan posisi. Personal mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu teliti, ektrovert, berpandangan positif (optimis), cendrung lebih komit dalam bekerja.

2.1.3 Sub variabel orientasi hasil

Untuk sub variabel orientasi hasil berdasarkan analisis penelitian terdapat lebih dari 44% perawat pelaksana yang menjawab rendahnya orientasi hasil dari manajemen, hal ini menunjukkan hal yang kurang baik seharusnya menunjukkan hasil yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan hasil kerja karyawan pada umumnya. Menurut Robins (1996) jika orientasi hasil tinggi maka ini merupakan hal yang baik dimana pada orientasi hasil ini menajemen melihat atau berfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut, melainkan lebih pada ke sesuaian antara output yang di harapkan dengan


(60)

Jika dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap komitmen organisasi, pada hasil analisis penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat rendah dan tidak signifikan dengan nilai r = 0,006 dan pValue=0,961. Hal ini jika dikaitkan dengan hasil pengamatan peneliti kemungkinan disebabkan karena adanya anggapan pada perawat yang merasa masih kurangnya dukungan dari manajemen kepada perawat pelaksana dalam hal memberi dorongan dan dukungan dalam meningkatkan komitmennya. Ssesuai dengan yang disampaikan Soekidjan (2009) bahwa faktor situasional yang meningkatkan komitmen ialah dukungan organisasi. Dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif dengan komitmen organisasi, hubungan ini didefinisikan sebagai sejauh mana anggota/karyawan mempersepsikan bahwa organisasi (lembaga, atasan, rekan) memberi dorongan, respek, menghargai kontribusi dan memberi apresiasi bagi individu dalam pekerjaannya. Hal ini berarti jika organisasi peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan personal anggota/karyawan dan juga menghargai kontribusinya, maka anggota/karyawan akan menjadi lebih komitmen.

2.1.4 Sub variabel orientasi individu

Pada sub variabel orientasi individu menunjukkan hasil keseluruhan yakni 100% berorientasi individu rendah, hal ini menunjukkan karakter suatu budaya organisasi yang kurang baik dimana manajemen memandang sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu. apakah keputusan manajemen tersebut berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap pelaku organisasi. Jika di lihat dari pengaruh terhadap


(61)

komitmen pada sub variabel orientasi individu menunjukkan hasil adanya hubungan yang lemah dan signifikan dengan nilai r = 0 dan nilai pValue = 0. Faktor individu merupakan suatu yang penting dalam mempengaruhi komitmen seseorang hal ini sesuai dengan teori Dyne dan Graham (2005) bahwa ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu, teliti, ektrovert, berpandangan positif (optimis), cenderung lebih komit dalam bekerja. Usia dan masa kerja, berhubungan positif dengan komitmen organisasi. Tingkat pendidikan, makin tinggi semakin banyak harapan yang mungkin tidak dapat di akomodir, sehingga komitmennya semakin rendah. Berdasarkan jenis kelamin, wanita pada umumnya menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi. Status perkawinan, yang menikah lebih terikat dengan organisasinya. Keterlibatan kerja (job involvement), tingkat keterlibatan kerja individu berhubungan positif dengan komitmen organisasi.

2.1.5 Sub variabel orientasi tim

Pada sub variabel orientasi tim berdasarkan analisis penelitian terdapat perawat pelaksana yang berorientasi pada tim rendah yakni 36,6%, ini menunjukkan bahwa organisasi dan individu belum menunjukkan secara maksimal sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan pada seluruh anggota tim yaitu diperlukan kerjasama dalam melaksanakan tugas bersama untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Robbins (2003) menjelaskan bahwa organisasi menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim, jika dilihat pengaruh orientasi tim terhadap komitmen dari hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan


(62)

yang sangat kuat tetapi signifikan antara sub variabel orientasi tim dengan komitmen organisasi pada perawat dengan nilai r = 0,182 dan pValue = 0,165. Hasil tidak signifikannya pengaruh antara orientasi tim dengan komitmen berdasarkan analisis rumah sakit, peneliti berasumsi kemungkinan dengan masih banyaknya perawat pelaksana yang masih berusia muda dan dengan masa kerja yang relatif masih baru sehingga masih belum memahami secara baik bahwa kerjasama adalah penting , seperti yang dijelaskan oleh Graham dan Dyen (2005) bahwa individu yang lebih lama bekerja berorientasi kepada tim dan menempatkan tujuan kelompok diatas tujuan sendiri serta individu yang altruistik (senang membantu) akan cenderung lebih komitmen.

Selain itu masa kerja yang lama akan semakin membuat anggota/karyawan lebih komitmen, hal ini disebabkan karena semakin memberi peluang anggota/karyawan untuk menerima tugas menantang, otonomi semakin besar, serta peluang promosi yang lebih tinggi. Juga peluang investasi pribadi berupa pikiran, tenaga dan waktu yang semakin besar, hubungan sosial lebih bermakna, serta akses untuk mendapat informasi pekerjaan baru makin berkurang (Soekidjan,2009).

2.1.6 Sub variabel agresivitas

Pada sub variabel keagresifan berdasarkan analisis penelitian terdapat keagresivitasan yang tinggi yakni lebih dari 70% perawat pelaksana memiliki agresivitas yang tinggi. Hal ini berarti tingginya semangat dan spirit karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan. Agresivitas (aggressiveness) juga adalah sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif untuk


(63)

menjalankan budaya organisasi sebaik-baiknya, Penerapan dalam organisasi rumah sakit antara lain manajemen mempertahankan karyawan yang berpotensi, evaluasi penghargaan dan kinerja oleh manajemen ditekankan kepada upaya-upaya individual, walaupun senioritas cenderung menjadi faktor utama dalam bekerja (Wartawarga, 2009)

Berdasarkan hasil analisis penelitian menunjukkan adanya hubungan yang rendah dan tidak signifikan antara sub variabel agresivitas dengan komitmen organisasi, dengan nilai r = 0,310 dan pValue = 0,016. Agresivitas yang tinggi pada perawat pelaksana di RSUD Kabupaten Aceh taming menurut peneliti lebih di sebabkan karena banyaknya perawat yang berjenis kelamin perempuan di banding laki-laki dan adanya perawat yang berstatus sudah menikah, kedua hal ini merupakan faktor yang dapat meningkatkan komitmen terutama dalam meningkatnya keagrevitasan pekerja (Dyne dan Graham, 2005)

Hal ini juga sesuai yang diutarakan dalam Soekidjan (2009) bahwa Jenis kelamin, wanita pada umumnya menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi, dan pada Status perkawinan, yang menikah lebih terikat dengan organisasinya.

2.1.7 Sub variabel stabilitas

Pada sub variabel stabilitas berdasarkan hasil analisis penelitian menunjukkan masih terdapat nilai stabilitas rendah yaitu 23,3% perawat pelaksana masih memiliki stabilitas yang rendah. Pada variabel stabilitas ini Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik (Robins, 2003). Dalam penelitian ini berdasarkan uji korelasi yang dilakukan


(64)

terdapat hubungannya yang sangat lemah dan tidak signifikan antara sub variabel stabilitas dengan komitmen organisasi, dengan nilai pValue = 0,223 dan nilai r 0,160. Seharusnya stabilitas dari suatu budaya organisasi harus dijaga dengan baik sehingga mampu menjadi modal dasar untuk pengembangan organisasi pada masa yang akan datang.

Dengan menilai organisasi berdasarkan tujuh karakteristik tersebut, maka diperoleh gambaran majemuk dari budaya suatu organisasi. Gambaran tersebut menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama para anggota mengenai organisasi, bagaimana urusan diselesaikan, dan cara anggota diharapkan berperilaku.

Semua karakteristik budaya organisasi sebagaimana dikemukakan di atas tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, artinya unsur-unsur tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis organisasi, baik yang berorientasi pada pelayanan jasa atau organisasi yang menghasilkan produk barang (Robins, 2003)

2.2 Komitmen organisasi

Berdasarkan hasil analisis penelitian untuk variabel komitmen menunjukkan bahwa jenis komitmen yang cenderung dimiliki perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang ialah jenis continuance commitment dan normative commitment. Sementara untuk jenis effective commitment tidak dimiliki oleh perawat. Sebanyak 81,7% responden memiliki kecenderungan berprilaku continuance commitment . Adapun Indikator Continuance commitment yang tinggi yaitu karyawan akan bertahan dalam organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya


(1)

[DataSet1] C:\My Documents\yun.sav

NONPAR CORR

/VARIABLES=komitmen orientasitikkat /PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG

/MISSING=PAIRWISE .

Nonparametric Correlations

[DataSet1] C:\My Documents\yun.sav

NONPAR CORR

/VARIABLES=komitmen agresivitaskat /PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG /MISSING=PAIRWISE .

Nonparametric Correlations

[DataSet1] C:\My Documents\yun.sav

Correl ations 1.000 . . . 60 60 . . . . 60 60 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Komitmen Organis asi P P

Orientasi Individu Katagorik Spearman's rho Komitmen Organisas i PP Orientasi Individu Katagorik Correl ations 1.000 .182 . .165 60 60 .182 1.000 .165 . 60 60 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Komitmen Organisasi P P

Orientasi tim P P Katagorik Spearman's rho Komitmen Organisasi PP Orientasi tim PP Katagorik


(2)

NONPAR CORR

/VARIABLES=komitmen stabilitaskat /PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG /MISSING=PAIRWISE .

Nonparametric Correlations

[DataSet1] C:\My Documents\yun.sav

CORRELATIONS

/VARIABLES=komitmen inovasiresiko /PRINT=TWOTAIL NOSIG

Correl ations

1.000 .310*

. .016

60 60

.310* 1.000

.016 .

60 60

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)

N

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)

N Komitmen Organisasi P P

agresivitas PP Katagorik Spearman's rho

Komitmen Organisasi

PP

agresivitas PP Katagorik

Correlation is s ignificant at t he 0.05 level (2-tailed). *.

Correl ations

1.000 .160

. .223

60 60

.160 1.000

.223 .

60 60

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)

N

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)

N Komitmen Organisasi P P

stabilit as P P K atagorik Spearman's rho

Komitmen Organisasi

PP

stabilit as P P Katagorik


(3)

/MISSING=PAIRWISE .

Nonparametric Correlations

[DataSet1] C:\My Documents\yun.sav

Frequencies

[DataSet1] C:\My Documents\yun.sav

Correl ations

1.000 .088

. .504

60 60

.088 1.000

.504 .

60 60

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)

N

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)

N Komitmen Organisasi P P

BUDAY A ORGANIS AS I Spearman's rho

Komitmen Organisasi

PP

BUDAY A ORGA NISA SI

Statistics BUDA YA ORGANISAS I

60 0 Valid

Missing N

BUDAYA ORGANISASI

2 3.3 3.3 3.3

58 96.7 96.7 100.0 60 100.0 100.0

RENDAH TINGGI Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(4)

CORRELATIONS

/VARIABLES=BUDAYA komitmen /PRINT=TWOTAIL NOSIG

/MISSING=PAIRWISE .

Correlations

[DataSet1] C:\My Documents\yun.sav

CORRELATIONS

/VARIABLES=BUDAYA orientasitim Correl ations

1 .088

.504

60 60

.088 1

.504

60 60

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

BUDA YA ORGANISAS I

Komitmen Organis asi PP

BUDA YA ORGA NIS ASI

Komitmen Organisas i


(5)

/PRINT=TWOTAIL NOSIG /MISSING=PAIRWISE .

Correlations

[DataSet1] C:\My Documents\yun.sav

CURRICULUM VITAE

Nama

: Yun Carlis

Tempat tanggal lahir : Paya Meta, 2 November 1977

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Desa Paya Meta Kecamatan Karang Baru Kabupaten

Aceh Tamiang.

Pendidikan

:

1.

SD Negeri Paya Meta Tahun 1984 - 1990

Correlations

1 .449**

.000

60 60

.449** 1

.000

60 60

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

BUDAYA ORGANISASI

Orientasi tim

BUDAYA

ORGANISASI Orientasi tim

Correlation is s ignificant at the 0.01 level (2-tailed). **.


(6)

2.

SMP Negeri Upah Tahun 1990 - 1993

3.

SMA Negeri 1 karang Baru Tahun 1993 - 1996

4.

D III keperawatan Cut Nyak Dhien Langsa Tahun 1996 - 1999