Studi Pengaruh Kepercayaan Karyawan pada Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi di PT. Bank Sumut

(1)

(Study Effect of Organizational Trust to Organizational Commitment at PT. Bank Sumut)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi dalam Program Pendidikan Magister Psikologi Profesi

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUNITA ZAHRA

107029003

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Studi Pengaruh Kepercayaan Karyawan pada Organisasi terhadap Komitmen Organisasi di PT. Bank Sumut.

Yunita Zahra dan Emmy Mariatin ABSTRAK

Pesatnya pertumbuhan globalisasi menyebabkan terjadinya dinamika ketenagakerjaan, maka perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang berkomitmen. Untuk mencapai itu, dibutuhkan kepercayaan dari para karyawan terhadap organisasinya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepercayaan karyawan pada organisasi terhadap komitmen organisasi. Metode analisa data yang digunakan adalah metode analisa regresi linear sederhana. Metode pengumpulan data dengan menggunakan dua buah skala yaitu skala kepercayaan pada organisasi yang disusun berdasarkan dimensi yang dikemukakan oleh Zalabak yaitu competence, openness and honesty, concern for employees, reliability dan identification, dan skala komitmen organisasi dengan tiga komponen yang berbeda yaitu komitmen affective, komitmen continuance dan komitmen normative berdasarkan teori Allen & Meyer. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan jumlah subjek 98 orang.

Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang positif antara kepercayaan dengan komponen komitmen affective (r=0.766 dan p=0.000). Sumbangan efektif variabel kepercayaan pada organisasi terhadap komitmen affective sebesar 58,7%. Terdapat hubungan yang positif antara kepercayaan dengan komponen komitmen continuance (r=0.693 dan p=0.000). Sumbangan efektif variabel kepercayaan pada organisasi terhadap komitmen continuance sebesar 48%. Terdapat hubungan yang positif antara kepercayaan dengan komponen komitmen normative (r=0.773 dan p=0.000). Sumbangan efektif variabel kepercayaan pada organisasi terhadap komitmen normative sebesar 59,7%. Dengan demikian, disimpulkan bahwa kepercayaan karyawan pada organisasi berpengaruh secara positif terhadap komitmen organisasi.

Implikasi penelitian ini tentu sangat bermanfaat bagi para pengguna terutama perusahaan dalam meningkatkan kepercayaan dan komitmen karyawan terhadap perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan performance perusahaan.

Kata Kunci : Kepercayaan pada Organisasi, Komitmen Organisasi, Komitmen affective, Komitmen continuace, Komitmen normative


(3)

Study Effect of Organizational Trust to the Organizational Commitment at PT. Bank Sumut.

Yunita Zahra and Emmy Mariatin ABSTRACT

The rapid growth of globalization leads to the dynamics of employment, so the company requires a workforce that is committed. To achieve that, it takes trust from the employees to the organization.

The purpose of this study is to determine the effect of employee’ trust to the organization for organizational commitment. Data analysis was used simple linear regression. Methods of data collection by using two scales, namely the scale of trust to the organization which is based on the dimensions proposed by Zalabak et all namely competence, openness and honesty, concern for employees, reliability and identification, and organizational commitment scale with three different components namely affective commitment, continuance commitment and normative commitment is based on the theory of Allen & Meyer. Sampling was done by purposive sampling method with a number of subjects were 98 people.

The results showed a positive relationship between trust and affective commitment component (r=0.766 and p=0.000). Variable trust to the organization contributed to affective commitment was 58.7%. There was a positive relationship between trust and continuance commitment (r=0.693 and p=0.000). Contribution of the variable trust to the organization for continuance commitment was 48%. There was a positive relationship between the trust and normative commitment component (r=0.773 and p=0.000). Contribution of the variable trust to the organization for normative commitment was 59.7%. Thus, it was concluded that employee' trust to the organization have a positive effect for organizational commitment.

Implication of the research is really beneficial for the users especially the companies which really concerned in improving organizational trust and organizational commitment, since this will also result in improving company performance.

Keywords: Organizational Trust, Organizational Commitment, Affective Commitment, Continuace Commitment, Normative Commitment


(4)

Studi Pengaruh Kepercayaan Karyawan pada Organisasi terhadap Komitmen Organisasi di PT. Bank Sumut.

Yunita Zahra dan Emmy Mariatin ABSTRAK

Pesatnya pertumbuhan globalisasi menyebabkan terjadinya dinamika ketenagakerjaan, maka perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang berkomitmen. Untuk mencapai itu, dibutuhkan kepercayaan dari para karyawan terhadap organisasinya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepercayaan karyawan pada organisasi terhadap komitmen organisasi. Metode analisa data yang digunakan adalah metode analisa regresi linear sederhana. Metode pengumpulan data dengan menggunakan dua buah skala yaitu skala kepercayaan pada organisasi yang disusun berdasarkan dimensi yang dikemukakan oleh Zalabak yaitu competence, openness and honesty, concern for employees, reliability dan identification, dan skala komitmen organisasi dengan tiga komponen yang berbeda yaitu komitmen affective, komitmen continuance dan komitmen normative berdasarkan teori Allen & Meyer. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan jumlah subjek 98 orang.

Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang positif antara kepercayaan dengan komponen komitmen affective (r=0.766 dan p=0.000). Sumbangan efektif variabel kepercayaan pada organisasi terhadap komitmen affective sebesar 58,7%. Terdapat hubungan yang positif antara kepercayaan dengan komponen komitmen continuance (r=0.693 dan p=0.000). Sumbangan efektif variabel kepercayaan pada organisasi terhadap komitmen continuance sebesar 48%. Terdapat hubungan yang positif antara kepercayaan dengan komponen komitmen normative (r=0.773 dan p=0.000). Sumbangan efektif variabel kepercayaan pada organisasi terhadap komitmen normative sebesar 59,7%. Dengan demikian, disimpulkan bahwa kepercayaan karyawan pada organisasi berpengaruh secara positif terhadap komitmen organisasi.

Implikasi penelitian ini tentu sangat bermanfaat bagi para pengguna terutama perusahaan dalam meningkatkan kepercayaan dan komitmen karyawan terhadap perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan performance perusahaan.

Kata Kunci : Kepercayaan pada Organisasi, Komitmen Organisasi, Komitmen affective, Komitmen continuace, Komitmen normative


(5)

Study Effect of Organizational Trust to the Organizational Commitment at PT. Bank Sumut.

Yunita Zahra and Emmy Mariatin ABSTRACT

The rapid growth of globalization leads to the dynamics of employment, so the company requires a workforce that is committed. To achieve that, it takes trust from the employees to the organization.

The purpose of this study is to determine the effect of employee’ trust to the organization for organizational commitment. Data analysis was used simple linear regression. Methods of data collection by using two scales, namely the scale of trust to the organization which is based on the dimensions proposed by Zalabak et all namely competence, openness and honesty, concern for employees, reliability and identification, and organizational commitment scale with three different components namely affective commitment, continuance commitment and normative commitment is based on the theory of Allen & Meyer. Sampling was done by purposive sampling method with a number of subjects were 98 people.

The results showed a positive relationship between trust and affective commitment component (r=0.766 and p=0.000). Variable trust to the organization contributed to affective commitment was 58.7%. There was a positive relationship between trust and continuance commitment (r=0.693 and p=0.000). Contribution of the variable trust to the organization for continuance commitment was 48%. There was a positive relationship between the trust and normative commitment component (r=0.773 and p=0.000). Contribution of the variable trust to the organization for normative commitment was 59.7%. Thus, it was concluded that employee' trust to the organization have a positive effect for organizational commitment.

Implication of the research is really beneficial for the users especially the companies which really concerned in improving organizational trust and organizational commitment, since this will also result in improving company performance.

Keywords: Organizational Trust, Organizational Commitment, Affective Commitment, Continuace Commitment, Normative Commitment


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi membuat perusahaan-perusahaan di seluruh dunia bersaing antar satu dengan lainnya agar dikenal sebagai the best employer in their industry or community. Hal ini dianggap baik tidak hanya dalam dunia usaha, namun juga dipandang dalam kehidupan masyarakat (Levering, 2000). Globalisasi yang terjadi saat ini memberikan dampak yang signifikan bagi kelangsungan hidup organisasi. Globalisasi telah menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang begitu cepat di dalam bisnis, yang menuntut organisasi untuk lebih mampu beradaptasi. Globalisasi ini juga dapat memunculkan ancaman dan kesempatan bagi organisasi. Menurut Kotter (1996) globalisasi yang terjadi di pasar dan kompetisi telah menciptakan ancaman, berupa semakin banyaknya kompetisi dan meningkatnya kecepatan dalam bisnis.

Era globalisasi yang akan terus berlanjut dalam abad 21, pada mulanya merupakan wujud perubahan dan perkembangan sistem informasi, telekomunikasi serta transportasi dengan fenomena yaitu dapat mempersingkat jarak dalam hubungan antar negara atau antar wilayah dalam batas ruang dan waktu. Dalam perkembangan demikian, telah dimungkinkan oleh terjadinya kemajuan-kemajuan yang cepat dan menakjubkan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Tentu saja kemajuan-kemajuan Iptek tersebut dapat dicapai berkat adanya kemampuan ekonomi dunia melalui aliran modal tanpa batas untuk


(7)

mendukungnya. Sebagaimana yang sedang kita saksikan, adanya keterkaitan antara kedua faktor Iptek dan kemampuan ekonomi ini telah menimbulkan perubahan-perubahan yang cepat dan luar biasa di seantero dunia, serta tingkat kompetisi yang tinggi, dan tidak terkecuali pada masyarakat Indonesia (Saepudin, 2011).

Globalisasi merupakan proses mendunia dengan tingkat perubahan yang cepat dan radikal di berbagai aspek kehidupan manusia karena adanya teknologi. Tilaar (1997) menjelaskan proses globalisasi bergerak sejalan dengan tiga arena kehidupan manusia, yaitu arena ekonomi, politik dan budaya. Arena ekonomi mempunyai beberapa dimensi dan beberapa pola-pola tipe ideal. Dimensi ekonomi terdiri dari perdagangan, produksi, investasi, ideologi organisasi, pasar uang dan pasar kerja. Perdagangan mempunyai pola ideal kebebasan absolut dalam perdagangan, service komoditi simbolik. Produksi mempunyai pola produksi yang seimbang yang ditentukan oleh keuntungan geografis. Investasi mempunyai pola investasi langsung (foreign direct investmen) sangat terbatas, Ideologi organisasi mempunyai pola fleksibilitas terhadap pasar global. Pola pasar uang adalah adanya desentralisasi, langsung dan tanpa batas negara dana pada dimensi pasar kerja adanya kebebasan bergerak para pekerja.

Dengan pesatnya pertumbuhan globalisasi menyebabkan terjadinya dinamika ketenagakerjaan. Tenaga kerja yang lebih berpengalaman dan terampil dapat pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, baik di tingkat buruh maupun pimpinan. Dan akhirnya terjadi perubahan dalam hal demografis, tidak hanya


(8)

dan lebih berpendidikan yang memiliki harapan lebih tinggi. Namun dengan begitu, mereka lebih mudah untuk meninggalkan perusahaan saat ini untuk mencari kesempatan di tempat lain. (Levering, 2000). Dengan demikian, para tenaga kerja perlu dikelola dengan baik. Dessler (2006) menyebutkan bahwa globalisasi di bidang ekonomi dan beberapa tren lainnya merupakan pemicu perubahan bagi perusahaan dalam mengorganisasikan, mengelola dan memanfaatkan departemen personalia/SDM mereka.

Dengan menyadari tantangan dari adanya paradoks globalisasi tersebut terhadap situasi ketenagakerjaan, maka isu pengelolaan dan peningkatan kompetensi tenaga kerja di berbagai sektor industri barang dan jasa, selayaknya sejalan dengan upaya yang dilakukan oleh kalangan pelaku bisnis. Hal ini untuk meningkatkan produktivitas maupun penguatan daya saing bangsa kita di mancanegara. Akhirnya, karyawan harus memiliki kemampuan, pengetahuan dan tingkah laku yang spesifik untuk menyelesaikan tiap tugas di dalam pekerjaan mereka (dalam Rivai dan Basri, 2005).

Persaingan usaha merupakan bentuk lain yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan kebutuhan SDM. Bentuk ini misalnya dalam aspek keunggulan, efisiensi, teknologi, kualitas SDM, tingkat upah dan peluang ekspansi usaha serta pangsa pasar komoditi. Hal-hal inilah yang mempengaruhi permintaan perusahaan terhadap SDM di pasar kerja. Dalam situasi tersebut mungkin akan terjadi pembajakan-pembajakan karyawan yang bermutu dan perputaran karyawan yang tinggi pada perusahaan yang kurang mampu bersaing atau pada kondisi ekstrem terjadi kepailitan perusahaan (Rivai dan Basri, 2005).


(9)

Manusia merupakan salah satu komponen utama dalam industri, maka kualitas dan kesejahteraan individu (karyawan) dalam suatu industri sangat menentukan kemajuan dan produktifitas industri tersebut. Manusia mempunyai aktivitas bersama untuk mengelola usahanya agar mencapai tujuan dengan menggunakan akal pikiran, perasaan, cita-cita kemampuan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya dan karya sehingga mampu memberikan kontribusi yang optimal dan mengembangkan perusahaan arau organisasinya. Sumber daya manusia merupakan sumber daya yang dapat mengendalikan sumber daya lainnya yang dimiliki perusahaan untuk memberikan kontribusi yang optimal melalui kreativitas, memaksimalkan produktivitas dan laba perusahaan (Rivai dan Basri, 2005). Prabowo (2000) menyebutkan bahwa untuk mencapai tujuan dan mempertahankan kelangsungannya, perusahaan membutuhkan adanya penerimaan, kemauan, kesediaan, loyalitas dan keterlibatan secara penuh dari karyawan dalam upaya mencapai tujuan dan kelangsungan perusahaan. Penerimaan, kemauan, kesediaan dan keterlibatan ini akan tercermin dari adanya perilaku kerja yang mau bekerja keras, bekerja di luar tugasnya serta bekerja dengan tingkat perhatian dan ketekunan tinggi. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Alwi (2001) menyatakan bahwa sikap karyawan yang tetap bertahan dalam perusahaan dan terlibat mendalam dalam upaya-upaya mencapai visi, misi, nilai dan tujuan perusahaan dikatakan sebagai komitmen organisasi. Komitmen ini meliputi hubungan yang aktif antar individu dengan perusahaannya, dimana individu bersedia memberikan sesuatu atas kehendak sendiri demi tercapainya


(10)

Konsep dari komitmen adalah salah satu aspek penting dari filosofi human resource management. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Guest (dalam Armstrong, 1999) bahwasanya kebijakan MSDM didesain untuk memaksimalkan integrasi organisasi, komitmen organisasi, komitmen pegawai, fleksibilitas dan kualitas kerja. Setiap karyawan dalam organisasi harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap pencapaian misi, visi, dan tujuan organisasi. Ikatan mereka untuk bekerja bukan sekedar gaji, namun lebih pada ikatan batin. Ikatan batin antara karyawan dengan organisasi dapat dibangun dari kesamaan misi, visi, dan tujuan organisasi, bukan sekedar ikatan kerja. Sehingga bila setiap karyawan memiliki komitmen yang kuat untuk memberikan prestasi terbaik dan pelayanan terbaik pada masyarakat, maka tentunya kinerja diharapkan akan meningkat. Menurut Morrow, Mc Elroy dan Blum (1988) komitmen organisasi terbangun bila masing-masing individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi. Tiga sikap tersebut adalah:

1. Pemahaman atau penghayatan dari tujuan perusahaan (identification).

2. Perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan (involvement), pekerjaan adalah menyenangkan.

3. Perasaan loyal (loyality), perusahaan adalah tempat kerja dan tempat tinggal. Porter, Smith dan Steers (dalam Yuwono, Suhariadi, Handoyo, Fajrianthi, Muhamad dan Septari, 2005) mengemukakan bahwa individu yang memiliki komitmen yang tinggi memperlihatkan keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan, juga kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi tersebut.


(11)

Menurut Morrow (dalam Setiawati dan Zulkaida, 2007) karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi akan menunjukkan sikap bahwa dia membutuhkan dan mempunyai harapan yang tinggi terhadap organisasi tempatnya bekerja, serta lebih termotivasi dalam bekerja. Komitmen dinaggap sebagai kesetiaan untuk melakukan apa yang telah diputuskan. Biasanya komitmen memerlukan suatu pengorbanan dan pengabdian.

Secara umum komitmen terhadap organisasi dimaksudkan sebagai hubungan psikologis antara karyawan dengan organisasi yang menyebabkan kurangnya tingkat turn over. Pada saat ini komitmen organisasi lebih dikenal sebagai sikap kerja yang multidimensi (Allen dan Meyer, 1997). Allen dan Meyer (dalam Cetin, 2006) meneliti komitmen organisasi dengan pendekatan multidimensional. Berdasarkan perspektif ini, hubungan psikologis antara karyawan dengan organisasinya memiliki tiga bentuk yang berbeda, yaitu affective, continuance dan normative. Komponen affective berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan pegawai dalam organisasi. Komponen continuance didasarkan pada persepsi pekerja tentang kerugian apabila ia meninggalkan organisasi, sedangkan komponen normative menunjukkan perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi. Gellatly, Meyer dan Luchak (2006) mengemukakan bahwa perilaku kerja seorang karyawan tergantung dari kekuatan relatif ketiga komponen komitmen. Pekerja dengan komitmen yang tinggi akan menerima semua tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya (Kuntjoro, 2009). Menurut Moore (2005) seorang pekerja yang menunjukkan komitmen


(12)

tinggi, tingkat turn over yang rendah, absen yang rendah serta tingkat keterlambatan yang rendah. Dengan kata lain komitmen karyawan terhadap organisasi akan direpresentasikan terhadap kinerjanya dalam organisasi.

Karyawan dengan komitmen affective yang kuat tetap berada dalam organisasi karena menginginkannya (want to), karyawan dengan komitmen continuance yang kuat tetap berada dalam organisasi karena membutuhkannya (need to), sedangkan karyawan yang memiliki komitmen normative kuat tetap berada dalam organisasi karena mereka harus melakukan (ought to) (Allen & Meyer, 1997).

Organisasi membutuhkan karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi agar organisasi dapat terus bertahan serta meningkatkan jasa dan produk yang dihasilkannya. Menurut Greenberg dan Baron (1995), karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi adalah karyawan yang lebih stabil dan lebih produktif sehingga pada akhirnya juga lebih menguntungkan bagi organisasi. Mowday, Porter, dan Steers (1982) mengatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan lebih termotivasi untuk hadir dalam organisasi dan berusaha mencapai tujuan organisasi. Sementara itu, Randall, Fedor, dan Longenecker (dalam Greenberg & Baron, 1995) menyatakan bahwa komitmen organisasi berkaitan dengan keinginan yang tinggi untuk berbagi dan berkorban bagi organisasi.

Robbin (1997) berpendapat bahwa ciri-ciri individu dengan komitmen organisasi yang tinggi, ditunjukkan dengan tingginya loyalitas dan dedikasi terhadap organisasi. Karyawan akan melakukan segala cara agar organisasi


(13)

mampu mencapai sukses. Penelitian terakhir menerangkan bahwa secara keseluruhan karyawan dengan komitmen affective yang kuat terhadap organisasi bekerja lebih keras dan perform lebih baik daripada komitmen yang lemah. Beberapa ditemukan berdasarkan laporan karyawan terhadap perilaku mereka sendiri. Komitmen affective dan normative berhubungan positif terhadap bermacam-macam self-report dari upaya bekerja. Komitmen afektif juga berhubungan dengan kepatuhan terhadap kebijakan organisasi. Individu yang memiliki komitmen continuance yang kuat akan lebih bertahan dalam organisasi daripada individu dengan komitmen yang lemah (dalam Allen & Meyer, 1997). Hubungan positif yang signifikan juga dilaporkan antara komitmen affective dan penilaian dari potensi untuk karir mereka (Meyer, et.al dalam Allen & Meyer 1997) dan berhungan dengan kinerja mereka secara keseluruhan (Konovsky &Cropanzano, dalam Allen & Meyer 1997). Maka, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi mengandung pengertian sebagai sesuatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif terhadap organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi menyiratkan hubungan pegawai dengan perusahaan atau organisasi secara aktif. Karena pegawai yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja.

Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen individu pada organisasinya seperti yang disebutkan Steers & Porter (dalam Yuwono, Purwanto & Kurniawan 2006) cukup beragam, antara lain karakteristik pribadi (umur, masa kerja,


(14)

kesempatan berinteraksi sosial, identitas tugas, dan umpan balik), desain organisasi (desentralisasi, derajat formalitas, dan derajat partisipasi dalam pengambilan keputusan) serta pengalaman kerja (merupakan bagian dari komponen kepuasan dari pengalaman kerja, perasaandibutuhkan oleh organisasi, dan perasaan terpenuhinya harapan-harapan individuterhadap organisasi).

Terpenuhinya harapan dalam organisasi sangat dibutuhkan oleh karyawan. Muchlas (2005) menyatakan bahwa organisasi sebagai wadah keuntungan bersama. Keuntungan bersama ini sering dinyatakan dengan organisasi membutuhkan orang dan orang juga membutuhkan organisasi atau perusahaan membutuhkan karyawan dan karyawan membutuhkan perusahaan. Organisasi ini dibentuk dan dipertahankan dalam prinsip demi keuntungan bersama di antara para pelakunya. Manusia memandang organisasi sebagai alat bantu atau cara untuk membantu mencapai mereka, sedangkan organisasi membutuhkan manusia untuk membantu mencapai sasaran atau target organisasi. Harapan-harapan ini berkaitan dengan kepercayaan karyawan itu sendiri terhadap organisasi atau perusahaannya. Kepercayaan terbangun karena adanya harapan pihak lain yang bertindak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan. Rosseau, Sitkin, Burt, & Camerer (1998) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan pengaruh psikologi terhadap harapan yang positif untuk intensi atau behavior. Menurut Sanner (dalam Ryan, 2002), ketika seseorang telah mempercayai pihak lain maka orang tersebut harapannya akan terpenuhi dan tak akan ada lagi kekecewaan. Kebanyakan peneliti mendefinisikan kepercayaan dalam bentuk harapan positif dan kesediaan yang menjadi rentan (Ferrell, dalam Nasution & Widjajanto 2007). Harapan


(15)

positif bahwa keyakinan satu pihak bahwa pihak lainnya akan bertindak dengan cara yang konsisten dengan kesejahteraan pihak pertama (Barney dan Hansen dalam Nasution 2007). Begitu juga harapan karyawan terhadap perusahaan tempatnya bekerja.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa membangun dan mempertahankan kepercayaan sangat penting dalam hubungan di organisasi. Rigsbee (2001) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan elemen yang sangat penting dalam membangun hubungan yang sukses. Sangat sulit untuk menghasilkan hubungan kerja yang efektif dan produktif tanpa adanya kepercayaan (Castro, dalam Becton, 2002). Ketika karyawan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap organisasinya mereka akan peduli terhadap masa depan dan keberhasilan perusahaan dan memahami peran mereka dalam organisasi serta berusaha melakukan yang terbaik dari peran mereka tersebut (Boe, 2002)

Menurut Kanter (1993), kepercayaan berkembang dari pengertian yang saling menguntungkan yang berdasarkan pada nilai-nilai yang dibagi, dari hal ini sangat penting bagi loyalitas dan kinerja karyawan yang mengacu pada keyakinan karyawan terhadap pemimpin mereka dan percaya bahwa pada akhirnya apa yang dilakukan oleh perusahaan akan membawa kebaikan atau keuntungan bagi karyawan (Gilbert dan Tang, 1998).

Menurut Doney & Cannon (1997), kepercayaan muncul melalui interpretasi dan penilaian terhadap motivasi mitra bisnis. Orang atau sekelompok orang akan dimotivasi agar dapat membantu pihak lain menjadi lebih percaya, daripada


(16)

belah pihak saling berbagi nilai yang memungkinkan salah satu pihak dapat memahami tujuan satu pihak lainnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anderson & Narus (1990) mengatakan bahwa kepercayaan sebagai bentuk keyakinan satu pihak pada pihak lain dalam kemitraan perkerjaannya. Mendapatkan hasil yang positif pada pihak tersebut dan tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang tidak diharapkan yang akan memberikan hasil negatif.

Mayer, Davis dan Schoorman (1995) yang menyatakan bahwa Kepercayaan ditentukan oleh kecenderungan trustor untuk percaya pada kemampuan (ability), kebaikan (benevolence), dan integritas trustee. Tingkat kepercayaan dan resiko yang dirasakan oleh trustor akan mempengaruhi risiko trustor yang mengambil perilaku (risiko). Dengan asumsi risiko dan pelaksanaan tindakan yang melekat akan menyebabkan hasil tertentu, yang akan mempengaruhi faktor-faktor penentu kepercayaan dalam umpan balik. Hal ini berlaku baik secara pribadi manusia dan dalam hubungan person-to-organization/institution.

Kepercayaan timbul atas dasar adanya pengharapan di mana terdapat di dalamnya kejujuran dan potensi membangun sistem yang akan saling menguntungkan kedua belah pihak di masa depan. Trustor dikatakan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap trustee bila trustor siap menerima konsekuensi apapun dari keputusannya tersebut (Nasution & Widjajayanto, 2007) Dalam hal ini trustor adalah karyawan dan trustee adalah organisasi atau perusahaan. Dari stusi literatur yang dilakukan oleh Nasution & Widjajayanto (2007) disimpulkan bahwa kepercayaan merupakan suatu proses yang diawali dari munculnya harapan umum (expectancy), dari diri seseorang (trustor) yang masih global mengenai


(17)

kemampuan (trustee) yang kemudian berkembang menjadi suatu keyakinan (belief) karena trustee dianggap memiliki kemampuan, kebaikan, integritas, dan niat baik untuk menjalankan tugas yang diberikan trustor kepadanya.

Dalam Muchlas (2005) dikatakan bahwa dahulu, karyawan memiliki kepercayaan bahwa perusahaan akan memberikan penghargaan untuk kesetiaan dan pekerjaan baik mereka, dengan keamanan kerja, kenaikan gaji/upah dan berbagai keuntungan lainnya. Tetapi, di negara-negara maju, khususnya sejak pertengahan tahun 80-an, sebagai respons terhadap kompetisi global, pengambilalihan perusahaan, pembajakan tenaga ahli dan semacamnya, perusahaan mulai membuang kebijakan lama tentang keamanan kerja, senioritas, dan kompensasi. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan menurunnya kesetiaan karyawan. Dalam penelitian terakhir pada karyawan di Amerika Serikat, 57% di antara mereka mengatakan bahwa perusahaan sendiri kurang setia kepada karyawannya sekarang ini dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu (Traub, dalam Muchlas, 2005). Tentu saja komitmen karyawan berkurang.

Awal tahun 2005 sebuah biro konsultan sumber daya manusia terkemuka, Watson Wyatt, mengadakan sebuah survei komprehensif dengan tema Work Indonesia 2004/2005 yang membedah pandangan karyawan di Indonesia. Survei tersebut menunjukkan sejumlah fakta menarik, diantaranya mengenai rendahnya tingkat loyalitas karyawan Indonesia (terendah se-Asia Pasifik) dan juga minimnya level kepercayaan terhadap manajemen senior (dalam Yoewono, Purwanto & Kurniawan, 2006).


(18)

Faktor yang mempengaruhi komitmen individu pada organisasinya seperti yang telah disebutkan sebelumnya cukup beragam, salah satunya adalah pengalaman kerja yang di dalamnya terdapat perasaan terpenuhinya harapan-harapan individu terhadap organisasi (Steers dalam Yuwono, et. al, 2006). Menurut Rosseau, et. al (1998) kepercayaan merupakan pengaruh psikologi terhadap harapan yang positif untuk behavior. De Gilder menemukan bahwa kepercayaan dalam organisasi terkait dengan komitmen (dalam Bijlsma & Koopman, 2003)

Kepercayaan (trustworthiness) menunjukkan kepedulian dan dukungan atau bertindak berdasarkan prinsip yang dapat dipandang sebagai tindakan yang harus menimbulkan motivasi untuk membalas tindakan atas prinsip pertukaran. Dari prinsip ini, maka kepercayaan merupakan bagian penting dari hubungan yang ada. Kepercayaan ini memprediksikan mekanisme dari komitmen afektif, perasaaan memiliki kewajiban dan pemenuhan kontrak psikologis (dalam Colquitt, Scott & LePine, 2007).

Hasil Penelitian Dunham, Grube, dan Castaneda (dalam Chairy 2002) menunjukkan bahwa keterandalan organisasi, kepuasan kerja, serta persepsi terhadap manajemen partisipatif memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap komitmen afektif. Persepsi terhadap manajemen partisipatif memiliki kontribusi yang signifikan pada komitmen normatif. Keterandalan dan persepsi karyawan terhadap perusahaannya merupakan bagian dari dimensi kepercayaan pada organisasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Misalnya dimensi concern yang dicerminkan dalam persepsi karyawan dan bagaimana pada


(19)

kenyataannya keinginan top manajemen untuk berkomunikasi secara rutin dengan karyawan dan menunjukkan harapan karyawan untuk didengar dan bentindak untuk kepentingan karyawan (Zalabak, Morreale & Hackman, 2010).

Penelitian Kramer dan Matthai (dalam Tezi, 2002) menemukan bahwa kepercayaan organisasional adalah prediktor yang bermakna terhadap komitmen organisasi. Beberapa temuan memberikan bukti bahwa kepercayaan organisasi adalah elemen penting untuk kesuksesan organisasi seperti komitmen organisasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karyawan perlu merasa yakin bahwa usaha mereka akan menghasilkan beberapa manfaat bagi diri mereka sendiri dan organisasi (dalam Tezi, 2002).

Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa kepercayaan pada organisasi memainkan peranan penting di dalam perusahaan terutama dalam menciptakan komitmen organisasi termasuk karyawan PT. Bank Sumut.

Bank Sumut merupakan bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara. Bank ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber penerimaan asli daerah (PAD) Provinsi Sumatera Utara dan memberikan dukungan bagi pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. PT. Bank Sumut berfungsi sebagai pengerak dan pendorong laju pembangunan di daerah, bertindak sebagai pemegang kas daerah yang melaksanakan penyimpanan uang daerah serta sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah dengan melakukan kegiatan usaha sebagai Bank umum seperti dimaksudkan pada undang-undang nomor 7 tahun 1992, tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang


(20)

memenuhi tuntutan ini walaupun menghadapi persaingan yang sangat ketat yang ditunjukkan dari banyaknya bank yang beroperasi di Sumatera Utara.

Dalam dunia perbankan, Bank Sumut merupakan Bank yang unggul dalam bidangnya di Sumatera utara. Berbagai penghargaan telah diterima, antara lain Info Bank Award 2005 sebagai Bank dengan Predikat "Sangat Bagus" dari Majalah Info Bank, Info Bank Award 2006 sebagai Bank dengan Predikat "Sangat Bagus" dari Majalah Info Bank, Peringkat I Best Overall Performance 2006 dari MRI dan Majalah Info Bank pada tanggal 21 Mei 2007, Golden Awards 2007 sebagai Bank dengan Predikat "SANGAT BAGUS" selama 5 tahun berturut-turut dari Majalah Info Bank, Golden Awards 2008 sebagai Bank dengan Predikat "SANGAT BAGUS" selama 5 tahun berturut-turut dari Majalah Info Bank, Peringkat I Best Overall Performance 2007 dari MRI dan Majalah Info Bank pada tanggal 14 Mei 2008, Piala Indonesia Property & Bank Award 2008 dari Majalah Property & Bank, Piala Citra Pelayanan Prima Tahun 2008 sebagai Unit Pelayanan Publik berkinerja "Sangat baik" dari Presiden Republik Indonesia DR. Susilo Bambang Yudhoyono dan lain sebagainya (website perusahaan, 2012).

Target laba yang telah ditetapkan berhasil dicapai setiap tahunnya, sedangkan asset terus mengalami pertumbuhan secara signifikan. Peningkatan kinerja usaha tersebut telah menjadikan PT Bank Sumut berada pada level yang baik untuk penilaian tingkat kesehatan Bank sejak tahun 2002 s/d 2007 berdasarkan penilaian Bank Indonesia. (website perusahaan, 2012).

Sebagaimana diketahui, banyak perusahaan pemerintah mulai sadar melakukan perubahan berdasarkan tuntutan zaman dan tuntutan era globalisasi.


(21)

Maka, tentunya ada perubahan dalam pengelolaan organisasi itu sendiri, hal ini tentu akan membawa dampak yang luas. Komitmen organisasi dan kepercayaan organisasi merupakan hal perlu dicermati oleh bank Pemerintah di Indonesia sebagai perusahaan jasa yang sangat mengandalkan karyawan dalam menerapkan nilai kualitas layanan.

Sejalan dengan hal di atas, PT. Bank Sumut sebagai bank daerah yang sedang menuju perubahan untuk menjadi lebih baik, mengharapkan karyawannya dapat mengiringi dan mengikuti perubahan tersebut. Diharapkan karyawan dapat bekerja dengan lebih baik produktif dan lebih proaktif. Tidak hanya sekedar bertahan dan hadir di tempat kerja, namun juga lebih kepada keaktifan mereka di dalamnya. Sesuai dengan kondisi globalisasi yang penuh persaingan maka, diharapkan produktivitas mereka juga semakin meningkat. Untuk itu Bank ini selalu mengedepankan pentingnya kepercayaan dan komitmen dalam organisasinya, sehingga komitmen dan kepercayaan (terpercaya “istilah perusahaan) ini menjadi bagian nilai-nilai budaya perusahaan. Komitmen ini harus dimiliki semua anggota perusahaan mulai dari dewan komisaris sampai level bawah.

Pertumbuhan suatu bank sangat tergantung pada pelayanan para karyawan kepada nasabah dan tingkat komitmen karyawan terhadap perusahaan. Salah satu strategi yang dikembangkan untuk mempertahankan karyawan yang kompeten adalah dengan menciptakan karyawan yang loyal dan berkomitmen pada perusahaan. Perbankan merupakan dunia bisnis yang melibatkan kepercayaan.


(22)

(Edelman, 2006; Keller & Berry, 2000 dalam Mishra, 2007). Sehingga awal dari kepercayaan pelanggan adalah kepercayaan karyawan itu sendiri terhadap kemampuan perusahaan untuk dapat memenuhi harapan. Karyawan yang sudah terpenuhi segala kebutuhannya maka akan memiliki komitmen terhadap organisasi (Mathis dan Jackson, 2001).

Berdasarkan asumsi ini dan pendapat para ahli di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh kepercayaan karyawan pada organisasi terhadap komitmen organisasi di PT. Bank Sumut.


(23)

B. Kerangka Berfikir

Bagan 1. Kerangka Berfikir

Globalisasi

Pengelolaan SDM

Mau memberikan yang terbaik, bertanggungjawab, lebih produktif, terlibat aktif

SDM berkualitas dan profesional

Kepercayaan terhadap perusahaan

Bank Sumut sebagai bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang harus bersaing dan terus melakukan peningkatan

Dampak ekonomi : pasar kerja

Komitmen Organisasi

Faktor yang mempengaruhi komitmen: terpenuhinya harapan


(24)

C.Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada hubungan positif antara kepercayaan karyawan pada organisasi dengan komitmen affective di PT. Bank Sumut?

2. Apakah ada hubungan positif antara kepercayaan karyawan pada organisasi dengan komitmen continuance di PT. Bank Sumut?

3. Apakah ada hubungan positif antara kepercayaan karyawan pada organisasi dengan komitmen normative di PT. Bank Sumut?

4. Apakah kepercayaan karyawan pada organisasi berpengaruh terhadap komitmen affective di PT. Bank Sumut?

5. Apakah kepercayaan karyawan pada organisasi berpengaruh terhadap komitmen continuance di PT. Bank Sumut?

6. Apakah kepercayaan karyawan pada organisasi berpengaruh terhadap komitmen normative di PT. Bank Sumut?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. a. Menguji hubungan antara kepercayaan karyawan pada organisasi dengan komitmen affective di PT. Bank Sumut

b. Menguji hubungan antara dimensi dari kerpercayaan karyawan pada organisasi dengan komitmen affective di PT. Bank Sumut

2. a. Menguji hubungan antara kepercayaan karyawan pada organisasi dengan komitmen continuance di PT. Bank Sumut


(25)

b. Menguji hubungan antara dimensi dari kerpercayaan karyawan pada organisasi dengan komitmen continuance di PT. Bank Sumut

3. a. Menguji hubungan antara kepercayaan karyawan pada organisasi dengan komitmen normative di PT. Bank Sumut

b. Menguji hubungan antara dimensi dari kerpercayaan karyawan pada organisasi dengan komitmen normative di PT. Bank Sumut

4. Menguji sejauhmana pengaruh kepercayaan karyawan pada organisasi terhadap komitmen affective di PT. Bank Sumut.

5. Menguji sejauhmana pengaruh kepercayaan karyawan pada organisasi terhadap komitmen continuance di PT. Bank Sumut.

6. Menguji sejauhmana pengaruh kepercayaan karyawan pada organisasi terhadap komitmen normative di PT. Bank Sumut.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi disiplin ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi industri dan organisasi yang mengkaji komitmen organisasi karyawan ditinjau dari kepercayaan pada organisasi. Selain itu, penelitian diharapkan dapat menambah sumber kepustakaan atau informasi untuk penelitian Psikologi Industri dan Organisasi sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai penunjang untuk bahan penelitian lebih lanjut.


(26)

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari hasil penelitian ini adalah :

1. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada organisasi mengenai gambaran tingkat kepercayaan karyawan pada organisasi dan tingkat komitmen organisasi karyawan serta bagaimana pengaruh kepercayaan tersebut terhadap komitmen organisasi karyawan 2. Rancangan intervensi sebagai bahan masukan bagi perusahaan yang dapat

digunakan sebagai tindakan konkrit untuk menciptakan SDM unggul menuju peningkatan kinerja.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan: yang menguraikan latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan teori: menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori tentang komitmen organisasi, kepercayaan pada organisasi, pengaruh kepercayaan pada organisasi terhadap komitmen organisasi serta mengemukakan hipotesa penelitian.

Bab III Metode penelitian: menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, metode pegumpulan data, validitas, uji daya beda item dan reliabilitas


(27)

alat ukur, prosedur penelitian serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.

Bab IV Analisa data dan pembahasan : menguraikan gambaran subjek penelitian, hasil utama penelitian, hasil tambahan penelitian dan pembahasan.

Bab V Kesimpulan dan saran: menguraikan kesimpulan penelitian, dan saran sesuai hasil penelitian.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Komitmen Organisasi

1. Pengertian Komitmen Organisasi

Secara teoritis terdapat perbedaan dalam mendefinisikan konsep komitmen terhadap organisasi di antara para ahli dan peneliti (Karim dan Noor, 2006). Sebelum membicarakan pengertiannyam pendekatan terhadap pengklasifikasian, penting diketahui bahwa pada dasarnya dapat dibedakan pendekatan antara attitudinal commitment dan behavioral commitment (Mowday, dalam Allen & Meyer 1997).

Pendekatan sikap berfokus pada proses berpikir individu tentang hubungan mereka dengan organisasi (Mowday dalam Allen & Meyer,1997). Individu akan mempertimbangkan kesesuaian nilai dan tujuan mereka dengan organisasi. Komitmen organisasi yang tinggi akan ditunjukkan dengan keyakinan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai-nilai serta tujuan dari organisasi tersebut. Sedangkan pendekatan perilaku berhubungan dengan proses dimana individu itu telah terikat dengan organisasi tertentu. Komitmen individu tersebut ditunjukkan dengan adanya tindakan. Contohnya individu dengan komitmen yang tinggi akan tetap berada di organisasi dan akan mempunyai pandangan yang positif tentang organisasinya. Selain itu individu akan menunjukkan perilaku yang konsisten untuk tetap mempunyai persepsi diri yang positif (Mowday dalam Allen & Meyer, 1997).


(29)

Komitmen organisasi itu sendiri memiliki dasar yang berbeda-beda secara psikologis. Untuk itu perlu meneliti komitmen organisasi dengan menggunakan pendekatan secara multidimensional. Allen & Meyer (1997) melakukan penelitian secara multidimensional tentang komitmen organisasi. Ia mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kondisi psikologis yang menunjukkan karakteristik hubungan antara karyawan dengan organisasi dan mempunyai pengaruh dalam keputusan untuk tetap melanjutkan keanggotaannya di dalam organisasi tersebut. Pengertian komitmen organisasi menurut Robbin (1997) yaitu suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.

Sedangkan menurut Spector (2000), secara umum komitmen melibatkan keterikatan individu terhadap pekerjaannya. Komitmen merupakan sebuah variabel yang mencerminkan derajat hubungan yang dianggap dimiliki oleh individu terhadap pekerjaan tertentu dalam organisasi. Greenberg dan Baron (1995) mengemukakan bahwa komitmen merefleksikan tingkat identifkasi dan keterlibatan individu dalam pekerjaannya dan ketidaksediaannya untuk meninggalkan pekerjaan tersebut.

Menurut Mathis dan Jackson (2001) komitmen terhadap organisasi adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut yang pada akhirnya tergambar dalam statistik ketidakhadiran dan masuk keluar tenaga kerja (turnover).


(30)

Menurut Mowday, Porter dan Steers (dalam Luthans, 2006) dikatakan bahwa komitmen terhadap organisasi terdiri dari tiga faktor, yaitu : keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi, kemauan yang besar untuk berusaha bagi organisasi dan kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi. Hal ini melibatkan suatu hubungan yang aktif dengan organisasi, dimana para karyawan mempunyai kemampuan untuk memberikan diri mereka dan membuat suatu kontribusi personal untuk membantu organisasi mencapai kesuksesan. (Cherrington, 1994)

Salancik (1977) mendefinisikan komitmen terhadap organisasi sebagai keadaan dimana perilaku karyawan menjadi terikat pada organisasi dan karyawan memiliki keyakinan untuk meneruskan perilaku dan keterlibatannya. Dessler (dalam Oktorita, Rosyid & Lestari, 2001) memberi pengerian komitmen karyawan terhadap perusahaan/organisasi sebagai hubungan antara karyawan dengan perusahaan/organisasi yang merupakan orientasi karyawan pada perusahaan sehingga bersedia menyumbangkan energinya dan mengikatkan diri melalui aktivitas dan keterlibatan dalam perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan.

Berdasarkan beberapa definisi dari tokoh-tokoh tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi pada karyawan mengandung pengertian sebagai sesuatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif terhadap organisasi, dengan kata lain komitmen karyawan terhadap organisasi menyiratkan


(31)

kondisi psikologis karyawan terhadap perusahaan atau organisasi secara aktif dengan adanya kesediaan dan kesiapan untuk mencurahkan usaha demi kepentingan perusahaan/organisasi dimana karyawan dengan komitmen yang tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi serta keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya, dengan adanya 3 komponen yaitu affective commitment, continuance commitment dan normative commitment.

2. Komponen Komitmen Organisasi

Menurut Allen dan Meyer (1997) terdapat tiga komponen dalam komitmen organisasi, yaitu:

a. Komponen affective

Komponen ini menunjukkan kelekatan emosional karyawan, mengidentifikasikan dirinya dan menunjukkan keterlibatannya di dalam organisasi tersebut. Dimana karyawan yang memiliki komponen afektif yang tinggi melanjutkan keanggotaannya ke dalam organiasi karena memang hal itulah yang mereka inginkan (want to) untuk tetap berada di organisasi. Dalam komponen ini, individu merasakan adanya kesesuaian antara nilai pribadinya dan nilai-nilai organisasi.

b. Komponen continuance

Komponen ini menunjukkan kesadaran tentang kerugian yang dihadapi seorang karyawan bila dia meninggalkan pekerjaannya. karyawan yang mau tetap


(32)

membutuhkan organisasi (need to). Komitmen ini lebih mendasarkan keterikatannya pada cost benefit analysis

c. Komponen normative

Komponen ini mencerminkan perasaan tentang kewajiban untuk tetap bekerja di organisasi. Karyawan dengan komponen normatif yang tinggi merasa mereka harus tetap berada di organisasi (ought to). Komitmen ini lebih dikarenakan nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan secara pribadi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen

Komitmen di dalam suatu organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pendekatan multidimensional akan lebih menjelaskan hubungan pekerja dengan organisasi yang mempekerjakannya (Cetin, 2006). Van Dyne dan Graham (dalam Coetzee, 2005) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi seseorang berdasarkan pendekatan multidimensional, yaitu:

a. Personal Factors

Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa beberapa tipe karyawan memiliki komitmen yang lebih tinggi pada organisasi yang mempekerjakannya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, karyawan yang lebih teliti, ekstrovet, dan mempunyai pandangan positif terhadap hidupnya (optimis) cenderung lebih berkomitmen. Selain itu, karyawan yang berorientasi kepada kelompok, memiliki tujuan serta menunjukkan kepedulian terhadap kelompok, juga merupakan tipe karyawan yang lebih terikat kepada keanggotaannya. Sama halnya dengan karyawan yang berempati, mau


(33)

menolong sesama (altruistic) juga lebih cenderung menunjukkan perilaku sebagai anggota kelompok pada pekerjaannya.

b. Situational Factors 1. Workpace values

Pembagian nilai merupakan komponen yang penting dalam setiap hubungan atau perjanjian. Nilai yang tidak terlalu kontroversial (kualitas, inovasi, kerjasama, partisipasi) akan lebih mudah dibagi dan akan membangun hubungan yang lebih dekat. Jika karyawan percaya pada nilai kualitas produk organisasi, mereka akan terikat pada perilaku yang berperan dalam meningkatkan kualitas. Jika karyawan yakin pada nilai partisipasi organisasi, mereka akan lebih merasakan bahwa partisipasi mereka akan membuat suatu perbedaan. Konsekuensinya, mereka akan lebih bersedia untuk mencari solusi dan membuat saran untuk kesuksesan suatu organisasi.

2. Subordinate-supervisor interpersonal relationship

Perilaku dari supervisor merupakan suatu hal yang mendasar dalam menentukan tingkat kepercayaan interpersonal dalam unit pekerjaan. Perilaku dari supervisor yang termasuk ke dalamnya seperti berbagi informasi yang penting, membuat pengaruh yang baik, menyadari dan menghargai unjuk kerja yang baik dan tidak melukai orang lain. Butler (dalam Coetzee, 2005) mengidentifikasi 11 perilaku supervisor yaitu memfasilitasi kepercayaan interpersonal yaitu kesediaan, kompetensi, konsistensi, bijaksana, adil, jujur, loyalitas, terbuka, menepati janji, mau menerima, dan kepercayaan. Secara


(34)

lebih luas apabila supervisor menunjukkan perilaku yang disebutkan ini maka akan memperngaruhi tingkat komitmen bawahannya.

3. Job characteristics

Berdasarkan Jernigan, Beggs dan Kohut (dalam Coetzee, 2005) kepuasan terhadap otonomi, status, dan kepuasan terhadap organisasi adalah prediktor yang signifikan terhadap komitmen organisasi. Hal inilah yang merupakan karakteristik pekerjaan yang dapat meningkatkan perasaan individu terhadap tanggung jawabnya, dan keterikatan terhadap organisasi.

4. Organizational support

Ada hubungan yang signifikan antara komitmen karyawan dan keyakinan karyawan terhadap keterikatan dengan organisasinya. Berdasarkan penelitian, karyawan akan lebih bersedia untuk memenuhi panggilan di luar tugasnya ketika mereka bekerja di organisasi yang memberikan dukungan serta menjadikan keseimbangan tanggung jawab pekerjaan dan keluarga menjadi lebih mudah, mendampingi mereka menghadapi masa sulit, menyediakan keuntungan bagi mereka dan membantu anak mereka melakukan sesuatu yang mereka tidak dapat lakukan.

c. Positional Factors 1. Organizational tenure

Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara masa jabatan dan hubungan karyawan dengan organisasi. Penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang telah lama bekerja di organisasi akan lebih mempunyai hubungan yang kuat dengan organisasi tersebut.


(35)

2. Hierarchical job level

Penelitian menunjukkan bahwa status sosial ekonomi menjadi satusatunya prediktor yang kuat dalam komitmen organisasi. Hal ini terjadi karena status yang tinggi akan merujuk pada peningkatan motivasi dan kemampuan untuk terlibat secara aktif. Secara umum, karyawan yang jabatannya lebih tinggi akan memiliki tingkat komitmen organisasi yang lebih tinggi pula bila dibandingkan dengan para karyawan yang jabatannya lebih rendah. Ini dikarenakan posisi atau kedudukan yang tinggi membuat karyawan dapat mempengaruhi keputusan organisasi, mengindikasikan status yang tinggi, menyadari kekuasaan formal dan kompetensi yang mungkin, serta menunjukkan bahwa organisasi sadar bahwa para pekerjanya memiliki nilai dan kompetensi dalam kontribusi mereka.

Menurut Steers & Porter (dalam Yuwono, et. al, 2006), faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen individu pada organisasinya juga cukup beragam, antara lain karakteristik pribadi (umur, masa kerja, motivasi berprestasi, dan pendidikan), karakteristik pekerjaan (tantangan kerja, kesempatan berinteraksi sosial, identitas tugas, dan umpan balik), desain organisasi (desentralisasi, derajat formalitas, dan derajat partisipasi dalam pengambilan keputusan) serta pengalaman kerja (merupakan bagian dari komponen kepuasan dari pengalaman kerja, perasaan dibutuhkan oleh organisasi, dan perasaan terpenuhinya harapan-harapan individuterhadap organisasi).


(36)

B. Kepercayaan pada Organisasi

1. Pengertian Kepercayaan pada Organisasi

Menurut Doney & Cannon (1997), kepercayaan muncul melalui interpretasi dan penilaian terhadap motivasi mitra bisnis. Orang atau sekelompok orang akan dimotivasi agar dapat membantu pihak lain menjadi lebih percaya, daripada sebelumnya. Maksud lain dari sebuah hubungan dapat disimpulkan ketika kedua belah pihak saling berbagi nilai yang memungkinkan salah satu pihak dapat memahami tujuan satu pihak lainnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anderson & Narus (1990) mengatakan bahwa kepercayaan sebagai bentuk keyakinan satu pihak bahwa pihak lain dalam kemitraan perkerjaannya. Mencarikan hasil yang positif pada pihak tersebut dan tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang tidak diharap yang memberikan hasil negatif. Selanjutnya, menurut Moore (1998) kepercayaan adalah keyakinan dalam diri atau kepercayaan dalam kerjasama dengan pihak lain dalam memberikan suatu hasil yang dinginkan di masa akan datang.

Mayer, Davis dan Schoorman (1995) menyatakan bahwa kepercayaan adalah kesediaan satu pihak terhadap perlakuan pihak lainnya berdasarkan pengharapan bahwa yang lain akan melakukan tindakan terbaik ataupun penting untuk pihak itu (trustor), terlepas dari kemampuan untuk memonitor atau mengendalikan pihak lain tersebut. Definisi kepercayaan ini berlaku untuk hubungan dengan pihak lain yang dapat diidentifikasi yang dianggap untuk bertindak dan bereaksi dengan kemauan menuju trustor tersebut. Definisi ini berlaku baik secara pribadi manusia dan dalam hubungan


(37)

person-to-organization/institution. Kepercayaan ditentukan oleh kecenderungan trustor untuk percaya pada umumnya dan kemampuan, kebajikan, dan integritas trustee. Tingkat kepercayaan dan resiko yang dirasakan oleh trustor akan mempengaruhi risiko trustor yang mengambil perilaku (risiko). Dengan asumsi risiko dan pelaksanaan tindakan yang melekat akan menyebabkan hasil tertentu, yang akan mempengaruhi faktor-faktor penentu kepercayaan dalam umpan balik.

Menurut Zalabak, et. al (2010) kepercayaan pada organisasi merupakan keyakinan (belief) menyeluruh terhadap organisasi bahwa organisasi tersebut kompeten dalam komunikasi dan perilakunya, terbuka dan jujur, perduli (concerned), handal (reliable) dan layak diidentifikasikan dengan tujuan, norma dan nilai-nilainya. Selanjutnya, Kreitner & Kinicke (2003) mendefinisikan kepercayaan sebagai keyakinan timbal balik terhadap tujuan dan perilaku orang lain. Individu yang percaya terhadap orang lain mempunyai keyakinan bahwa perilaku orang yang dipercayai akan memberi keuntungan kepada dirinya dan individu juga akan menunjukkan perilaku yang menguntungkan terhadap orang tersebut (Johnson&Johnson, 1997).

Berdasarkan pendapat para tokoh diatas maka disimpulkan bahwa kepercayaan pada organisasi adalah keyakinan karyawan secara menyeluruh terhadap organisasinya bahwa organisasi tersebut kompeten, terbuka dan jujur, perduli (concerned) terhadap karyawan, dapat dihandalkan (reliable) dan layak diidentifikasikan dengan tujuan, norma dan nilai-nilainya.


(38)

2. Dimensi Kepercayaan pada organisasi

Menurut Zalabak, et. al (2010) terdapat 5 dimensi dalam kepercayaan pada organisasi, yaitu :

a. Competence

Dimensi competence adalah kemampuan organisasi melalui kepemimpinan, strategi/keputusan, kualitas dan kemampuan untuk menghadapi tantangan dari lingkungannya. Competence berhubungan kepada efisiensi organisasi secara keseluruhan sebagaimana kualitas dari produk ataupun layanannya. Competence diukur berdasarkan kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya.

b. Openness dan honesty

Dimensi openness and honesty merefleksikan bagaimana organisasi berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang konstruktif, dan memberikan masukanterhadap keputusan yang diambil perusahaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Karyawan menilai sebuah organisasi itu terbuka dan jujur ketika para manajer dan atasan memberikan informasi mengenai kinerja dan evaluasi kinerja, mengatasi masalah yang berhubungan dengan pekerjaan dan bagaimana keputusan penting diambil organisasi yang ada dampaknya pada mereka.

c. Concern for employees/stakeholders.

Concern for employees adalah mengenai praktek kerja perusahaan terhadap karyawannya. Karyawan akan percaya terhadap organisasi yang perhatian pada mereka dan mendengar mereka. Hal ini dimulai dari atasan langsung


(39)

atau menajer yang mendengar ide/gagasan karyawannya dan bertindak untuk kebutuhan, dan keperdulian terhadap mereka/karyawan. Kepercayaan berhubungan dengan usaha pimpinan untuk membawa informasi kepada karyawan. Dimensi concern dicerminkan dalam persepsi dan bagaimana pada kenyataannya keinginan top manajemen untuk berkomunikasi secara rutin dengan karyawan dan menunjukkan harapan karyawan untuk didengar dan bentindak untuk kepentingan karyawan. Karyawan percaya terhadap organisasi ketika mereka yakin atasan langsung ataupun manajer perduli (concern) terhadap kesejahteraan mereka. Top manajemen dipercayai ketika kebijakan dan prosedur mereka dibuat untuk kesejahteraan karyawan.

d. Reliablity (keterandalan)

Dimensi reliablity adalah mengenai menjaga komitmen perusahaan dan dasar dari tindakan. Hal ini mengenai apa yang dikatakan atasan dan manajer adalah sama dengan apa yang mereka lakukan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana mereka mengatakan kepada seluruh anggota organisasi ketika sesuatu berubah serta alasan perubahan tersebut. Hal ini merupakan perilaku yang konsisten dari hari ke hari. Bagi top manajemen, reliability adalah menjaga komitmen dari organisasi dan mengatakan alasannya jika ada yang berubah. Reliability adalah melakukan apa yang kita katakan dan mengatakan alasannya. Reliability adalah kemantapan dalam perilaku yang membangun kepercayaan yang dibutuhkan untuk saat yang tidak menentu. Sebuah organisasi yang dapat diandalkan adalah organisasi yang dipercaya karena


(40)

e. Identification

Identification merupakan hubungan antara organisasi dan karyawan secara individual lebih bedasarkan kepada nilai-nilai inti (core values). Identifikasi berkaitan dimana individu membangun hubungan pribadi dengan manajemen dan rekan-rekan dalam organisasi. Identification muncul ketika individu yakin bahwa nilai-nilai mereka tercermin dalam nilai-nilai organisasi. Karyawan mengidentifikasi dan percaya terhadap organisasi jika organisasi bertindak dengan cara yang berkaitan erat dengan nilai-nilai organisasi itu sendiri.

Menurut Mayer, Davis & Schoorman (1995) dimensi dari kepercayaan adalah kemampuan (ability), kebaikan (benevolence), integritas (integrity). Kemampuan adalah sesuatu yang berhubungan dengan keahlian, kompetensi, dan karakter yang mana satu pihak dapat mempengaruhi dengan beberapa spesifikasi tertentu. Kebaikan (benevolence) adalah tingkat kepercayaan di mana seorang yang dipercayai (trustee) akan percaya bahwa akan melakukan hal yang baik ke orang yang memberikan kepercayaan. Integritas (integrity) adalah orang yang percaya akan selalu berkeinginan untuk mengikuti prinsip-prinsip dimana orang yang memberikan kepercayaan akan menerimanya (Mayer, Davis & Schoorman, 1995).


(41)

C. Pengaruh Kepercayaan Karyawan pada Organisasi terhadap Komitmen Organisasi

Kepercayaan pada organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Menurut Doney & Cannon (1997), kepercayaan muncul melalui interpretasi dan penilaian terhadap motivasi mitra bisnis. Orang atau sekelompok orang akan dimotivasi agar dapat membantu pihak lain menjadi lebih percaya, daripada sebelumnya. Maksud lain dari sebuah hubungan dapat disimpulkan ketika kedua belah pihak saling berbagi nilai yang memungkinkan salah satu pihak dapat memahami tujuan satu pihak lainnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anderson & Narus (1990) mengatakan bahwa kepercayaan sebagai bentuk keyakinan satu pihak bahwa pihak lain dalam kemitraan pekerjaannya. Mencarikan hasil yang positif pada pihak tersebut dan tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang tidak diharap yang memberikan hasil negatif. Selanjutnya, menurut Moore (1998) kepercayaan adalah keyakinan dalam diri atau kepercayaan dalam kerjasama dengan pihak lain dalam memberikan suatu hasil yang dinginkan di masa akan datang.

Definisi yang lebih jelas diungkapkan oleh Mayer, Davis dan Schoorman (1995) yang menyatakan bahwa kepercayaan adalah kesediaan satu pihak terhadap perlakuan pihak lainnya berdasarkan pengharapan bahwa yang lain akan melakukan tindakan terbaik ataupun penting untuk pihak itu (trustor), terlepas dari kemampuan untuk memonitor atau mengendalikan pihak lain tersebut. Definisi kepercayaan ini berlaku untuk hubungan dengan pihak lain yang dapat


(42)

menuju trustor tersebut. Definisi ini berlaku baik secara pribadi manusia dan dalam hubungan person-to-organization/institution. Kepercayaan ditentukan oleh kecenderungan trustor untuk percaya pada umumnya dan kemampuan, kebajikan, dan integritas trustee. Tingkat kepercayaan dan resiko yang dirasakan oleh trustor akan mempengaruhi risiko trustor yang mengambil perilaku (risiko).

Zalabak, et. al (2010) mengatakan bahwa kepercayaan pada organisasi merupakan keyakinan (belief) menyeluruh terhadap organisasi bahwa organisasi tersebut kompeten dalam komunikasi dan perilakunya, terbuka dan jujur, perduli (concerned), keterandalan (reliable) dan layak diidentifikasikan dengan tujuan, norma dan nilai-nilainya. Kepercayaan timbul atas dasar adanya pengharapan di mana terdapat di dalamnya kejujuran dan potensi membangun sistem yang akan saling menguntungkan kedua belah pihak di masa depan. Dengan demikian terdapat suatu level yang lebih tinggi daripada sekedar keyakinan. Trustor dikatakan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap trustee bila trustor siap menerima konsekuensi apapun dari keputusannya tersebut (Nasution & Widjajanto, 2007).

Karyawan perusahaan dahulu memiliki kepercayaan bahwa perusahaan akan memberikan penghargaan untuk kesetiaan dan pekerjaan baik mereka, dengan keamanan kerja, kenaikan gaji/upah dan berbagai keuntungan lainnya. Tetapi, di negara-negara maju, khususnya sejak pertengahan tahun 80-an, sebagai respons terhadap kompetisi global, pengambilalihan perusahaan, pembajakan tenaga ahli dan semacamnya, perusahaan mulai membuang kebijakan lama tentang keamanan kerja, senioritas, dan kompensasi. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan


(43)

menurunnya kesetiaan karyawan. Dalam penelitian terakhir pada karyawan di Amerika Serikat, 57% di antara mereka mengatakan bahwa perusahaan sendiri kurang setia kepada karyawannya sekarang ini dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu (Traub dalam Muchlas, 2005). Tentu saja komitmen karyawan berkurang.

Gibbs (1972) menggambarkan kepercayaan organisasional sebagai suasana di mana orang secara emosional merasa aman dan nyaman saat mereka berinteraksi, dan menerima satu sama lain. Iklim kepercayaan meningkatkan kerja tim, kepemimpinan, tercapainya tujuan, kinerja, kepuasan karyawan dan komitmen (Laschinger dalam Celik, et al. 2011). Cummings dan Bromiley (dalam Kramer & Tyler, 1996) mengemukakan bahwa keyakinan seorang terhadap pihak lain akan berpengaruh dengan komitmen orang tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa rasa percaya dari karyawan akan mengarah pada komitmen. Kramer & Goldman menekankan suatu pernyataan bahwa komitmen merupakan refleksi dari perilaku mempercayai. (dalam Kramer & Tyler, 1996).

Menurut Greenberg dan Baron (dalam Cetin, 2006), karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi adalah karyawan yang lebih stabil dan lebih produktif sehingga pada akhirnya juga lebih menguntungkan bagi organisasi. Menurut Morrow (dalam Setiawati dan Zulkaida, 2007) karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi akan menunjukkan sikap bahwa dia membutuhkan dan mempunyai harapan yang tinggi terhadap organisasi tempatnya bekerja, serta lebih termotivasi dalam bekerja. Komitmen dapat diartikan sebagai


(44)

kesetiaan untuk melakukan apa yang telah diputuskan. Biasanya komitmen memerlukan suatu pengorbanan dan pengabdian.

Probowo (2002) menyebutkan bahwa untuk mencapai tujuan dan mempertahankan kelangsungannya, perusahaan membutuhkan adanya penerimaan, kemauan, kesediaan, loyalitas dan keterlibatan secara penuh dari karyawan dalam upaya mencapai tujuan dan kelangsungan perusahaan. Penerimaan, kemauan, kesediaan dan keterlibatan ini akan tercermin dari adanya perilaku kerja yang mau bekerja keras, bekerja di luar tugasnya serta bekerja dengan tingkat perhatian dan ketekunan tinggi. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Alwi (2001) menyatakan bahwa sikap karyawan yang tetap bertahan dalam perusahaan dan terlibat mendalam dalam upaya-upaya mencapai visi, misis, nilai dan tujuan perusahaan dikatakan sebagai komitmen organisasi. Komitmen ini meliputi hubungan yang aktif antar individu dengan perusahaannya, dimana individu bersedia memberikan sesuatu atas kehendak sendiri demi tercapainya tujuan perusahaan.

Faktor yang mempengaruhi komitmen individu pada organisasinya seperti yang disebutkan Steers & Porter (dalam Yuwono, et. al, 2006) cukup beragam, salah satunya adalah pengalaman kerja yang di dalamnya terdapat perasaan terpenuhinya harapan-harapan individu terhadap organisasi. Organisasi merupakan wadah keuntungan bersama. Keuntungan bersama ini sering dinyatakan dengan organisasi membutuhkan orang dan orang juga membutuhkan organisasi atau perusahaan membutuhkan karyawan dan karyawan membutuhkan perusahaan. Organisasi ini dibentuk dan dipertahankan dalam prinsip demi


(45)

keuntungan bersama di antara para pelakunya. Manusia memandang organisasi sebagai alat bantu atau cara untuk membantu mencapai mereka, sedangkan organisasi membutuhkan manusia untuk membantu mencapai sasaran atau target organisasi (Muchlas, 2005). Rosseau, et. al (1998) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan pengaruh psikologi terhadap harapan yang positif untuk intensi atau behavior. Menurut Sanner (dalam Ryan, 2002), ketika seseorang telah mempercayai pihak lain maka orang tersebut harapannya akan terpenuhi dan tak akan ada lagi kekecewaan.

Zangaro (2001) menyatakan bahwa komitmen merupakan tingkah laku yang menunjukkan janji untuk memenuhi kewajiban terhadap orang lain atau sesuatu pada masa yang akan datang. Hasil Penelitian Dunham, Grube, dan Castaneda (dalam Chairy 2002) menunjukkan bahwa keterandalan organisasi, kepuasan kerja, serta persepsi terhadap manajemen partisipatif memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap komitmen afektif. Persepsi terhadap manajemen partisipatif memiliki kontribusi yang signifikan pada komitmen normatif. Keterandalan dan persepsi karyawan terhadap perusahaannya merupakan bagian dari dimensi kepercayaan pada organisasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Misalnya dimensi concern yang dicerminkan dalam persepsi karyawan dan bagaimana pada kenyataannya keinginan top manajemen untuk berkomunikasi secara rutin dengan karyawan dan menunjukkan harapan karyawan untuk didengar dan bentindak untuk kepentingan karyawan (dalam Zalabak, et. al, 2010).


(46)

motivasi untuk membalas tindakan. Dari prinsip ini, maka kepercayaan merupakan bagian penting dari hubungan yang ada. Sebagai contoh Meyer dan Allen (1997) membedakan antara komitmen afektif, yang mencerminkan keinginan untuk tetap menjadi anggota dari suatu kelompok karena ikatan emosional, dan komitmen continuance, yang mencerminkan kelekatan berdasarkan ekonomi dan biaya. Komitmen afektif menunjukkan adanya hubungan pertukaran sosial, sedangkan komitmen kelanjutan menunjukkan adanya hubungan pertukaran ekonomi (Mowday, Porter, & Steers, 1982;. Shore et al, 2006). Selain itu juga adanya indikator lain termasuk perasaan adanya kewajiban sehingga memberikan energi dan usaha maksimumnya (Eisenberger, Armeli, Rexwinkel, Lynch, & Rhoades dalam Colquitt, et. al 2007). Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan ini memprediksikan mekanisme dari komitmen afektif, perasaaan memiliki kewajiban dan pemenuhan kontrak psikologis (Colquitt, et. al 2007).

Penelitian Kramer (2001) Dan Matthai (1989) menemukan bahwa kepercayaan organisasi adalah prediktor yang bermakna terhadap komitmen organisasi. (dalam Tezi, 2007). Beberapa temuan memberikan bukti bahwa kepercayaan organisasi adalah elemen penting untuk kesuksesan organisasi seperti komitmen organisasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karyawan perlu merasa yakin bahwa usaha mereka akan menghasilkan beberapa manfaat bagi diri mereka sendiri dan organisasi (dalam Tezi, 2007).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepercayaan karyawan pada organisasi memiliki peranan yang sangat penting. Apabila


(47)

karyawan percaya terhadap organisasi akan menentukan bagaimana sikap karyawan terhadap perusahaan, apakah akan setia, selalu mendukung keputusan-keputusan perusahaan, selalu berusaha menjadi yang terbaik atau dengan kata lain akan mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi. Kepercayaan memainkan peran penting dalam membangun dan mempertahankan hubungan dan merupakan prediktor yang signifikan terhadap komitmen. Karyawan dapat komit pada organisasi yang diyakini dapat dipercaya. Kepercayaan merupakan variabel yang dapat menimbulkan keinginan karyawan untuk menjalin hubungan jangka panjang dengan perusahaan.

D. Hipotesa

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa alternatif yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

a. Terdapat pengaruh kepercayaan karyawan pada organisasi terhadap komitmen affective

b. Terdapat pengaruh kepercayaan karyawan pada organisasi terhadap komitmen continuance

c. Terdapat pengaruh kepercayaan karyawan pada organisasi terhadap komitmen normative


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur penting dalam sebuah penelitian ilmiah sehingga metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah hasil penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan (Hadi, 2000).

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Identifikasi variabel penelitian digunakan untuk menguji hipotesa penelitian. Terlebih dahulu perlu diidentifikasi variabel-variabel penelitian terdiri dari

1. Variabel Tergantung : Komitmen Organisasi

2. Variabel Bebas : Kepercayaan pada organisasi

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Suatu definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel/memanipulasinya. Suatu Definisi Operasional merupakan semacam buku pegangan yang berisi petunjuk bagi peneliti. Definisi ini memberikan batasan atau arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut (Kerlinger, 2003). 1. Komitmen Organisasi

Komitmen Organisasi karyawan adalah kondisi psikologis karyawan terhadap perusahaan atau organisasi dengan adanya kesediaan dan kesiapan untuk


(49)

mencurahkan usaha demi kepentingan perusahaan/organisasi serta keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya.

Komitmen Karyawan akan diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan komponen yang dikemukakan oleh Allen & Meyer (1997) yang terdiri dari 3 komponen yaitu affective commitment, continuance commitment dan normative commitment.

a. Komponen affective menunjukkan kelekatan emosional karyawan, mengidentifikasikan dirinya dan menunjukkan keterlibatannya di dalam organisasi tersebut. Dimana karyawan yang memiliki komponen afektif yang tinggi melanjutkan keanggotaannya ke dalam organiasi karena memang hal itulah yang mereka inginkan (want to) untuk tetap berada di organisasi.

b. Komponen continuance menunjukkan kesadaran tentang kerugian yang dihadapi seorang karyawan bila dia meninggalkan pekerjaannya. karyawan yang mau tetap berada di organisasi berdasar komponen continuance karena memang mereka membutuhkan organisasi (need to). Komitmen ini lebih mendasarkan keterikatannya pada cost benefit analysis

c. Komponen normative mencerminkan perasaan tentang kewajiban untuk tetap bekerja di organisasi. Karyawan dengan komponen normatif yang tinggi merasa mereka harus tetap berada di organisasi (ought to). Komitmen ini lebih dikarenakan nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan secara pribadi.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, N.J., & Meyer, J.P. (1997). Commitment in the Workplace. Theori, Reserach and Application. Sage Publication

Alwi, S (2001). Manajemen Sumber Day Manusia : Strategi Keunggulan Kompetitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anderson, J. C. dan Narus, J A. (1990) A Model of Distributor Firm and Manufacturer Firm Working Partnerships. Journal of Marketing, Vol. 54, Januari, hal. 42-58

Armstrong, M. (1999). The Art of Human Resource Management. Vol. 2. 1st Edition. New Delhi: Grest Publising House

Azwar, S. (2004). Dasar-Dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ________. (2006). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ________ (2004). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

________. (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Becton, C. (2002). Building Teamwork and the Incorporate of Trust in Business Environment. University of Florida.

Bijlsma, K & Koopman, P. (2003). Introduction: trust within organisations. Free University Amsterdam, The Netherlands. Personnel Review Vol. 32 No. 5 pp. 543-555

Boe, T. A (2002). Gaining And/Or Maintaining Employee Trust Within Service Organizations. Submitted in Partial Fulfillment of the Requirements for the Master of Science Degree in Training and Development. University of Wisconsin-Stout.

Celik, M., Turunc, O & Begernibas, M. (2001). The Role Of Organizational Trust, Burnout And Interpersonal Deviance For Achieving Organizational Performance. International Journal of Business and Management Studies. Vol 3, No 2 pg, 179-189

Cetin, M. O. (2006). The Relationship Between Job Satisfaction, Occupational and Organizational Commitment of Academics. Journal of American Academy of Business, Vol.8, (1) page. 78-88.

Chairy, L. S (2002). Seputar Komitmen Organisasi. Disampaikan dalam Acara Arisan Angkatan ’86 F.Psi.UI. Jakarta.


(2)

Cherrington, D.J. (1994). Organization Behavior; The Management of Individual and Organizational Performance. New York : A Division of Simon of Schulter Inc

Coetzee, M. (2005). The Fairness of Affirmative Action: An Organisational Justice Perspective. Employee Commitment. University of Pretoria etd[online]. (http://upetd.up.ac.za/thesis/available/etd-04132005-130647/unrestricted/05chapter5.pdf). Akses 27 mei 2012

Colquitt, J. A, Scott, B. A, & LePine J. A (2007). Trust, Trustworthiness, and Trust Propensity: A Meta-Analytic Test of Their Unique Relationships With Risk Taking and Job Performance. Journal of Applied Psychology Copyright 2007 by the American Psychological Association, Vol. 92, No. 4, 909–927. University of Florida

Dessler, G. (2006) Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi ke-10, Alih bahasa, Jilid 1. PT. Index : Jakarta.

Doney, P. M, Cannon, J. P. (1997), an Examination of the Nature of Trust in Buyer Seller Relationships.Journal of Marketing,Vol. 61 (April), pp. 35-51 Gellatly, I. R., Meyer, J. P., & Luchak, A. A. (2006). Combined effects of the three commitment components on focal and discretionary behaviours: A test of Meyer and Herscovitch’s propositions. Journal of Vocational Behavior, 69, 331-345.

Gilberth J. A., & Tang, T. L (1998). “An Examination of Organizational Trust Antecedents”, Public Personel Management 27, N.3, pp.321-338.

Greenberg, J. & Baron, R. A. (1995). Behavior in Organizations 5th edition. New Jersey: Prentice Hall.

Hadi, S. (2000). Metodology Research. (Jilid 1). Yogyakarta : Andi Offset ______ (2000). Metodology Research (Jilid 2). Yogyakarta: Andi Offset.

Johnson & Johnson, (1997). Joining together: Group theory and group skill, 6th ed. Boston. Allyn & Bacon.

Kanter, R.M. (1993). Men and Women of The Corporation (2nd ed.), New York: Basic Books.

Karim, N. H. A. dan Noor, N. H. N. M. (2006). Evaluating the Psychometric Properties of Allen and Meyer’s Organizational Commitment Scale: A Cross Cultural Application Among Malaysian Academic Librarians. Journal of Library & Informational Science, Vol.11, No.1, Pg. 89-101


(3)

Kerlinger, F. N (2003). Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Kotter, J.P. (1996), Leading Change, Menjadi Pionir Perubahan, (Joseph Bambang MS, Penerjemah) Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Kramer, R. M., & Tyler, T.R. (1996). Trust in Organizations: Frontiers of Theory and Research. California: Sage Publications. Inc.

Kreitner, R. & Kinicke, A. (2003). Organizational behavior: ke, concept, skill & best practices. North America : The McGraw-Hill Companies.

Kuntjoro, Z.S. (2009). Komitmen Organisasi. http://www. e-psikologi.com

Levering, R. (2000). A New Form of Global Competition. article originally appeared in the September 2000 issue of Exame. [online]. Diakses pada 5 Agustus 2011.

Luthans, F (2006). “Perilaku Organisasi”, Edisi Sepuluh, Penerbit Andi, Yogyakarta

Mathieu, J.E & Zajac, D.M (1990), A Review of Meta Analysis of The Antecedents,Correlates and Consequences of Organizational Commitment. Psychology Bulletin, Vol. 108 No. 2. Hal. 171-194

Mathis, R. L., dan J.H. Jackson, (2001), Manajemen Sumber Daya Manusia, buku 1 dan buku 2, Terjemahan, Salemba Empat, Jakarta.

Mayer, R. C, Davis, J. H. & Schoorman, F. D (1995). An integrative Model of Organizational Trust. Academy of Management Review. Vol. 20 No. 3, 709-734

Meyer, J.P. & Herscovitch, L. (2001). Commitment in the Workplace. Toward a General Model. Human Resource Management Review, vol. 11, hal. 299-326. Miner, J. (1992). Industrial Organizational Psychology. Singapore: McGraw-Hill Mishra, K. E (2007). Internal communication: building trust, commitment, and a

Positive reputation through relationship management with Employees. A dissertation submitted to the faculty of the University of North Carolina. Proquest Information and Learning Company. United States.

Moore, E. R & Sales, A. P (2005). Organizational Commitment as a Predictor of Staf Working Alliances with Juvenille Offenders, Correctional Compendum, American Correctional Association: Washington, D.C. Vol.30. No. 4. (pp 6-7, 33-34).


(4)

Moore, K. R. (1998), Trust and Relationship Commitment in Logistics Alliances : A. Buyer Perspective, International Journal of Purchasing and Materials, (January), pp.25-37.

Morrow, P.C., McElroy, J.C & Blum, M. (1988). “Work Commitment Among Departement of Transfortation Employees, Profesional Notes,” Review of Public Personnel Administration, Vol 8, No.3, p. 96-104.

Mowday, R. T., Porter, L. W. & Steers, R. M. (1982). Employee Organization Linkages: The Psychology of Commitment, Absenteeism, and Turnover. London: Academic Press Inc.

Muchlas, M. (2005). Perilaku Organisasi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Nasution, R. A dan Widjajanto, A. S (2007). Proses Pembentukan Kepercayaan Konsumen : Studi kasus Pada sebuah Usaha Kecil Menengah Percetakan Digital di Bandung. Jurnal Manajemen Teknologi. Vol. 6 No. 2. Hal. 95-114

Oktorita, Y. B., Rosyid, H. F., & Lestari, A. (2001). Hubungan Antara Sikap Terhadap Penerapan Program K3 dengan Komitmen Karyawan pada Perusahaan. Jurnal Psikologi 2001, No.2, Hal 116-132.

Prabowo, S. (2000). Mengapa Seseorang Bertahan dalam Organisasi, Psikodemensia Kajian Ilmiah Psikologi, Volume 11, No. 2 hal 111-117 Rigsbee, E. (2001). PartnerShift: How to Profit from the Partnering Trend.

Chicago: John Wiley & Sons.

Rivai, V., & Basri, A.F.M ( (2005). Performance Appraisal. Sistem yang tepat untuk menilai kinerja karyawan dan meningkatkan daya saing perusahaan. PT. RajaGafindo Persada : Jakarta

Robbin, S.P. 1997. Perilaku Organisasi (terjamahan Sudajtmika) jilid II. Prenhallindo : Jakarta .

Rosseau, D. M., Sitkin, S.B., Burt, R.S., & Camerer, C. (1998). Not So Different After All: A Cross-Dicipline View of Trust. Academy of Management Review. Vol.23, No. 3. Pg. 393-404

Ryan, N. A. (2002) “In Brand We Trust : A Case study of The Trust For International brands in Sweden”, Thesis, Graduate Business School, Goteborg University, Elander Novum.

Saepudin (2011). Proses, Aspek Dan Dampak Globalisasi Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara. Kumpulan Artikel Hukum, Materi. melalui :


(5)

globalisasi-dalam-kehidupan-berbangsa-dan-bernegara/ Diakses pada 22 April 2012.

Salancik, G. R. (1977). Commitment and The Control of Organizational Behaviour and Belief: New Directions in Organizational Behaviour. Chicago: St. Clair Express

Seniati, A.N.L. (2002). Pengaruh Masa Kerja, Trait Kepribadian, Kepuasan Kerja dan Iklim Psikologis terhadap Komitmen Dosen pada Universitas Indonesia. Disertasi Psikologi. Depok: Fakultas Psikologi UI.

Setiawati, D & Zulkaida, A (2007). Perbedaan Komitmen Kerja Berdasarkan Orientasi Peran Gender pada Karyawan di Bidang Kerja Non Tradisional. Jurnal PESAT. Vol. 2, hal 71-77

Siegel, S. (1997). Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT. Gramedia.

Spector P. E. (2000). Industrial and Organizational Psychology : Research and Practice (Second edition). John Wiley& Sons, Inc., New York

Tezi, Y. L (2002). The Relationship between the variables of organizational trust, job engagement, organizational commitment, and Job Involvement. Marmara Universitesi. Turki [online], diakses melalui http://www.belgeler.com/blg/158x/the-relationship-between-the-variables- of-organizational-trust-job-engagement-organizational-commitment-and- job-involvement-orgute-guven-ise-cezbolma-orgute-baglilik-ve-ise-adanmislik-arasindaki-iliskilerin-incelenmesi, pada 28 Mei 2012.

Tilaar, H.A.R, (1997) Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Era Globalisasi. Grasindo. Jakarta

Toly, A. A (2001). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi turnover intentions Pada staf kantor akuntan publik. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 3, No. 2, November 2001: 102 – 125

Wiener, Y (1982). Commitment in Organizations : A Normative View. Academy of Management Review 7. Hal. 418-428

Yuwono, I., Suhariadi, F., Handoyo, S., Fajrianthi., Muhamad, B.S. dan Septarini (2005). Psikologi Industri Dan Organisasi. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Yuwono, S, Purwanto, Y & Kurniawan, A (2006). Hubungan antara Persepsi Manajemen Lini terhadap Turnover di Manajemen Puncak Dengan Komitmen Organisasi. Jurnal Siasat Bisnis. Vol. 11 No. 2, hal: 181 – 188


(6)

Zalabak, P.S.S, Morreale, S. P & Hackman, M.Z. (2010). Building the Hign-Trust Organization. Strategies for supporting five key dimensions of trust. John Wiley & Sons Inc. United States of America.

Zangaro, G. A (2001). Organizational Commitment a Concept Analysis. [online]. http://www.accessmylibrary.com. Diakses pada April 2012


Dokumen yang terkait

Pengaruh Motivasi, Kompensasi, Kepemimpinan Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Sumut Cabang Kota Tebing Tinggi

6 48 106

Pengaruh Pemberian Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Carsurindo Superintendent Medan

13 104 107

Pengaruh Kepuasan Kerja, Keadilan Organisasi, dan Pemberdayaan Karyawan terhadap Komitmen Organisasi Pengaruh Kepuasan Kerja, Keadilan Organisasi, dan Pemberdayaan Karyawan terhadap Komitmen Organisasi pada PT. Asuransi Sinarmas.

0 2 15

PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. JAMU AIR MANCUR Pengaruh Komitmen Organisasi Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. Jamu Air Mancur Wonogiri.

0 4 14

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN PT. DJITOE Pengaruh Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Pt. Djitoe Indonesian Tobacco Di Surakarta.

0 2 15

PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DIMEDIASI OLEH KOMUNIKASI ORGANISASI PADA PT. BANK ANTARDAERAH.

0 0 28

Studi Pengaruh Kepercayaan Karyawan pada Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi di PT. Bank Sumut

0 1 6

BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi - Studi Pengaruh Kepercayaan Karyawan pada Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi di PT. Bank Sumut

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Studi Pengaruh Kepercayaan Karyawan pada Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi di PT. Bank Sumut

0 0 22

BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN PADA ORGANISASI 1. Definisi Komitmen Karyawan pada Organisasi - Pengaruh Budaya Organisasi dan Persepsi Dukungan Organisasi terhadap Komitmen Karyawan pada Organisasi

0 0 27