MAKALAH HUKUM ACARA PERDATA UPAYA HUKUM

MAKALAH HUKUM ACARA PERDATA

UPAYA HUKUM DALAM PERKARA PERDATA

OLEH :
SITI NURHIDAYAH
15030103033

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KENDARI
T.A 2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kita nikmat kesehatan, kekuatan, kecerdasan, serta umur yang panjang bagi kita
semua. Tak lupa pula sholawat serta salam kita curahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam gelap-gulita menuju
alam yang terang-benderang seperti sekarang ini.
Atas kerja keras serta bimbingan dari dosen pembimbing mata kuliah
”Hukum Acara Perdata” yang sangat luar biasa memberikan begitu banyak ilmu
yang bermanfaat bagi kami semua sebagai mahasiswa/mahasiswi didiknya.

Makalah ini kami susun dari berbagai referensi media (internet, buku ) yang
kemudian kami pilah-pilah dan menjadikannya satu dalam makalah ini, kami
sebagai penyusun makalah ini berharap semoga pembaca dapat memahami dan
mengetahui serta mendalami tentang “Upaya Hukum Dalam Perkara Perdata”,
semoga bermanfaat bagi pembaca.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Di dalam dunia pengadilan, sebenarnya hanya ada satu hal pokok
yang dicari para pencari keadilan yaitu Putusan Hakim. Prosedur dan
tatacaranya diatur dalam undang-undang, dimana dalam pembuatan dan
penerapan undang-undang tersebut diupayakan seadil-adilnya. Hal tersebut
jelas terlihat apabila terdapat putusan pengadilan yang dirasa tidak atau
kurang memenuhi rasa keadilan maka oleh undang-undang diberi
kesempatan untuk mengajukan keberatan melalui upaya hukum banding,
kasasi, maupun melalui peninjauan kembali.
Dalam undang-undang diupayakan seadil-adil mungkin dalam

pembuatannya dan juga penerapan undang-undang tersebut. Dan juga tidak
di kesampingkan hak dari pada terpidana. Ini jelas terlihat dari kesempatan
yang diberikan undang-undang dalam berbagai tingkatan. Misalnya saja
seseorang yang tidak puas dengan keputusan pengadilan maka dia
mempunyai hak untuk mengajukan kembali ketidaksetujuannya itu kepada
pengadilan tinggi.
Namun semua itu ada syarat yang telah ditetapkan dalam UU,
misalnya saja ada bukti yang terbaru atau novum yang dapat meringankan
atau bahkan membebaskan si terdakwa dari putusan pengadilan pertama
atau pengadilan negeri. Untuk pengajuan banding itu ada batasan waktu
yang jika melewati batasan tersebut maka putusan pengadilan negeri atau
pengadilan tingkat pertama telah disetujui oleh pihak yang telah di dakwa
oleh pengadilan.
Jika sebuah keputusan pada tingkat banding juga tidak memuaskan
salah satu pihak, maka pihak yang merasa tidak puas dengan keputusan
tersebut dapat mengajukan peninjauan kembali (PK) pada tingkatan
Mahkamah Agung (MA) dalam bentuk kasasi. Maka dalam makalah ini
kami mencoba membahas tentang procedure atau tatacara dalam pengajuan

banding dan kasasi atau lebih tepastnya tentang Upaya-upaya Hukum dalam

undang-undang pengadilan di Indonesia, pengertian dari upaya hukum dan
bentuk-bentuk upaya hukum yang telah digariskan oleh undang-undang
(KUHAP) Dan juga, kami mencoba membahas dan menjelaskan tentang
hak dari para pihak yang tidak puas terhadap putusan pengadilan negeri
ataupun pengadilan tinggi.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yaitu :
1.
2.

1.3

Apa yang dimaksud dengan upaya hukum dalam perkara perdata ?
Bagaimana macam-macam upaya hukum dalam perkara perdata ?

Tujuan Makalah
Adapun tujuan makalah yaitu :

1.

Untuk memenuhi tugas pribadi dari dosen mata kuliyah Hukum Acara

2.

Perdata.
Untuk dapat mengetahui pengertian upaya hukum dalam perkara

3.

perdata.
Untuk dapat memahami macam-macam upaya hukum dalam perkara
perdata.

3.1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1


Pengertian Upaya Hukum
Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang
kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan
putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan
putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan,
tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang
dapat melakukan kesalaha/kekhilafan sehingga salah memutuskan atau
memihak salah satu pihak.
Tujuan utama dalam suatu proses di muka Pengadilan adalah untuk
memperoleh putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap. Akan tetapi,
setiap putusan yang dijatuhkan oleh Hakim belum tentu dapat menjamin
kebenaran secara yuridis, karena putusan itu tidak lepas dari kekeliruan dan
kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Agar kekeliruan dan
kekilafan itu dapat diperbaiki, maka demi tegaknya kebenaran dan keadilan,
terhadap putusan Hakim itu dimungkinkan untuk diperiksa ulang. Cara yang
tepat untuk dapat mewujudkan kebenaran dan keadilan itu adalah dengan
melaksanakan upaya hukum. Jadi, Upaya hukum merupakan Upaya atau
alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan
(Krisna Harahap, 2003 : 114-115).

Upaya hukum merupakan hak terdakwa yang dapat dipergunakan
apabila siterdakwa merasa tidak puas atas putusan yang diberikan oleh
pengadilan. Karena upaya hukum ini merupakan hak, jadi hak tersebut bisa
saja dipergunakan dan bisa juga siterdakwa tidak menggunakan hak
tersebut. Akan tetapi, bila hak untuk mengajukan upaya hukum tersebut
dipergunakan oleh siterdakwa, maka pengadilan wajib menerimanya. Hal ini
dapat dilihat dalam KUHAP pada rumusan pasal 67 yang menyatakan:

“terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap
putusan pengadilan tingkat pertama, kecuali terhadap putusan bebas, lepas
dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya
penerapan hukum dan putusan pengadilan acara cepat”. KUHAP
membedakan upaya hukum kepada dua macam, Upaya hukum biasa dan
upaya hukum luar biasa (istimewa). Upaya hukum biasa terdiri dari dua
bagian, bagian kesatu tentang pemeriksaan tingkat banding, dan bagian
kedua adalah pemeriksaan kasasi. Sedangkan upaya hukum luar biasa
adalah peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.

2.2


Macam Upaya Hukum
Upaya hukum dibedakan antara upaya hukum terhadap upaya hukum biasa
dengan upaya hukum luar biasa.
1.

Upaya hukum biasa
Merupakan upaya hukum yang digunakan untuk putusan yang belum

berkekuatan hukum tetap. Upaya ini mencakup:
a.

Perlawanan/verzet

b.

Banding

c.


Kasasi
Pada dasarnya menangguhkan eksekusi. Dengan pengecualian yaitu

apabila putusan tersebut telah dijatuhkan dengan ketentuan dapat
dilaksanakan terlebih dahulu atau uitboverbaar bij voorraad dalam pasal 180
ayat (1) HIR jadi meskipun dilakukan upaya hukum, tetap saja eksekusi
berjalan terus.
1.

Pemeriksaan Tingkat Banding
Dari segi formal , pemeriksaan banding merupakan upaya yang data

diminta oleh pihak yang berkepentingan , supaya putusan peradilan tingkat

pertama diperiksa lagi dalam peradilan tingkat banding. Dengan kata lain
undang-undang memberi upaya kepada pihak yang berkepentingan untuk
mengajukan permintaan pemeriksaan putusan peradilan tingkat pertama
kepada peradilan tingkat banding. Ditijau dari segi tujuan pemeriksaan
tingkat banding mempunyai beberapa maksud antara lain sebagai berikut:
a.


Memperbaiki kekeliruan putusan tingkat pertama
Pada dasarnya segala putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan
mengenai hakim tak luput dari kesalan, kelalaian, dan kekhilafan.
Agar kesalahan dan kelalaian tersebut tidak melekat pada putusan
yang dijatuhkan, undang-undang memberikan kesempatan untuk
melakukan upaya hukum yang bertujuan untuk mengoreksi kekeliruan
yang ada dalam putusan tersebut koreksi atau perbaikan atas
kesalahan putusan tingkat pertama tersebut dibebankan kepada
peradilan tingkat banding dalam pemeriksaan tingkat banding.

b.

Mencegah kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan
Tidak dapat dibayangkan seandainya undang-undang tidak membuka
pemeriksaan tingkat banding, peradilan tingkat pertama bisa saja
terjerumus kepada kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan karena
putusan tersebut telah absolut. akan tetapi dengan adanya upaya
banding hal ini mempengaruhi peradilan tigkat pertama untuk lebih
berhati-hati dan korektif karena ada kemungkinan putusan yang

dijatuhkannya akan di uji kebenarannya pada peradilan tingkat
banding.

c.

Untuk Menciptakan keseragaman Penerapan hukum
Yang dimaksud dengan keseragaman penerapan hukum adalah
sesuainya dalam menafsirkan salah atau tidaknya suatu perbuatan
menurut undang-undang . Baik dari sudut pandang peradilan tingkat
pertama maupun peradilan tingkat banding. Hal ini untuk menghindari
terjadinya penerapan putusan peradilan yang saling tidak bersesuaian
antar peradilan.

d.

Mengenai pemeriksaan tingkat banding dalam KUHAP dapat dilihat
pada pasal 233 – 243, diantaranya dibahas antara lain mengenai :


Penerimaan permintaan banding.




Penerimaan

permohonan

permintaan

yang

banding

memenuhi

dilakukan

persyaratan

atas

alasan

undang-undang,

diantaranya Permohonan banding memenuhi syarat. Hal ini
dapat dilihat dalam pasal 233 yang antara lain memuat :


Permohonan diajukan kepada panitera pengadilan negeri
yang memutus perkara tersebut.



Permohonan banding diajukan terhadap putusan yang
dapat diminta banding.



Permintaan banding diajukan dalam tenggang waktu yang
ditentukan yakni 7 hari sesudah putusan dijatuhkan.

2.

Upaya hukum luar biasa
Dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi.
mencakup :
a.

Peninjauan kembali (request civil)

b.

Perlawanan pihak ketiga (denderverzet) terhadap sita eksekutorial

1.

Upaya Hukum Biasa Perlawanan/verzet
Suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat

(putusan verstek). Dasar hukum verzet dapat dilihat di dalam pasal 129 HIR.
Verzet dapat dilakukan dalam tempo/tenggang waktu 14 hari (termasuk hari
libur) setelah putusan putusan verstek diberitahukan atau disampaikan

kepada tergugat karena tergugat tidak hadir. Syarat verzet adalah (pasal 129
ayat (1) HIR):
a)

Keluarnya putusan verstek

b)

Jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah tidak boleh lewat
dari 14 hari dan jika ada eksekusi tidak boleh lebih dari 8 hari; dan

c)

Verzet dimasukan dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di
wilayah hukum dimana penggugat mengajukan gugatannya.

2.

Upaya Hukum Biasa Banding
Upaya Hukum Biasa Banding adalah upaya hukum yang dilakukan

apabila salah satu pihak tidak puas terhadap putusan Pengadilan Negeri.
Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan Atas Undangundang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang Peradilan Ulangan.
Permohonan banding harus diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri
yang

menjatuhkan

putusan

(pasal

7

UU

No

20/1947).

Urutan banding menurut pasal 21 UU No 4/2004 jo. pasal 9 UU No 20/1947
mencabut ketentuan pasal 188-194 HIR, yaitu:
a.

ada pernyataan ingin banding

b.

panitera membuat akta banding

c.

dicatat dalam register induk perkara

d.

pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling lama
14 hari sesudah pernyataan banding tersebut dibuat.

e.

pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat
mengajukan kontra memori banding.

3.

Upaya Hukum Biasa Kasasi
Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 kasasi

adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari semua
lingkungan

peradilan

dalam

tingkat

peradilan

akhir.

Putusan yang diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding.
Alasan yang dipergunakan dalam permohonan kasasi yang ditentukan dalam
pasal 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 adalah:
a.

tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun relatif) untuk
melampaui batas wewenang,

b.

salah menerapkan/melanggar hukum yang berlaku,

c.

lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian dengan batalnya
putusan yang bersangkutan.

4.

Upaya Hukum Luar Biasa Peninjauan Kembali
Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan

dengan

undang-undang,

terhadap

putusan

pengadilan

yang

telah

berkekuatan huikum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada
Mahkamah Agung dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang
berkempentingan. [pasal 66-77 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004]
Alasan-alasan peninjauan kembali menurut pasal 67 UU no 14/1985 jo. UU
no 5/2004, yaitu:
a.

ada novum atau bukti baru yang diketahui setelah perkaranya diputus
yang didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana
yang dinyatakan palsu;

b.

apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang
bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat
ditemuksn;

c.

apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/lebih daripada
yang dituntut;

d.

apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;

e.

apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim/suatu
kekeliruan yang nyata.

Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan hukum
tetap. (pasal 69 UU 14/1985). Mahkamah Agung memutus permohonan
peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir (pasal 70 UU no
14/1985).
5.

Upaya Hukum Luar Biasa: Denderverzet
Terjadi

apabila

dalam

suatu

putusan

pengadilan

merugikan

kepentingan dari pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan
perlawanan terhadap putusan tersebut. Dasar hukumnya adalah 378-384 Rv
dan pasal 195 (6) HIR.
Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya
suatu putusan hanya mengikat pihak yang berperkara saja (pihak penggugat
dan tergugat) dan tidak mnegikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil
putusan akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh ebab itu dikatakan luar
biasa).
Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang memutus perkara
tersebut pada tingkat pertama.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Upaya hukum merupakan suatu tindakan yang diberikan atau hak yang

diberikan oleh undang-undang kepada para pihak yang tidak puas dengan
keputusan pengadilan diberbagai tingkatan pengadilan.
Ada dua upaya hukum yaitu Upaya hukum biasa; yang termasuk kedalam
upaya hukum biasa adalah Upaya hukum banding dan Upaya hukum kasasi.
kemudian Upaya hukum luar biasa; yang termasuk kedalam upaya luar biasa
adalah Kasasi demi kepentingan hukum dan Peninjauan kembali (PK) putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

DAFTAR PUSTAKA

Harahap Yahya. Hukum Acara Perdata. 2005, Jakarta: PT. Sinar Grafika
http://peunebah.blogspot.com/2011/12/upaya-hukum.html, Diakses pada tanggal
22 September 2017.
Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama.
2000, Jakarta: PT. Yayasan Al-Hikmah