MEMBANGUN NILAI NILAI MULTIKULTURALISME MULTIKULTURALISME

  DENGAN HIMPUNAN SARJANA KESUSASTERAAN INDONESIA (HISKI) KOMISARIAT MALANG MALANG, 9 MEI 2017

PENGANTAR

  Puji syukur patut dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga pelaknasaan Seminar Nasional Pembangunan Karakter Bangsa melalui Gerakan Literasi Sastra dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Seminar ini diselenggarakan atas kerjasama Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dengan Himpunan Sarjana Kesusasteraan Indonesia (HISKI) Komisariat Malang.

  Seminar ini bertujuan untuk menggali berbagai informasi mengenai pendidikan karakter yang memiliki peran penting dalam pembangunan bangsa. Hal yang tak kalah pentingnya jika dikaitkan dengan gerakan literasi sastra dapat membuka wawasan kecerdasan masyarakat lewat gerakan membaca dan memahami kemajuan. Sastra sebagai capital budaya bangsa memiliki peran yang cukup penting dalam mengembangkan karakter bangsa. Sastra memiliki kontribusi dalam menumbuhkan rasa nasionalisme dan solidaritas kemanusiaan serta memengaruhi proses pembentukan kepribadian dan kebangsaan masyarakat pendukungnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Keberhasilan upaya tersebut tentunya memerlukan pengimplementasian kebijakan yang mendukung eksistensinya, baik melalui aktivitas pembinaan maupun pengembangan bahasa, sastra, dan budaya yang berorientasi mengukuhkan jati diri bangsa Indonesia.

  Pada kesempatan yang baik ini kami mengucapkan terima kasih kepada pembicara kunci Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd; pemakalah uatama Prof. Dr. Suwardi Endraswara, M.Hum; Dr. Arif Budi Wurianto, M.Si; serta pemakalah pendamping yang berkontribusi pada bangunan keilmuan tentang pendidikan karakter dan literasi sastra. Sumbangsih pemikiran dari nasumber utama dan pemakalah pendamping dapat digunakan sebagai pergumulan pemikiran yang terus berkembang dengan memberikan solusi-solusi yang nyata untuk dunia pendidikan dan pembangunan karakter bangsa.

  Selain itu, kami mengucapkan terima kasih kepada panitia yang telah bekerja keras mulai persiapan sampai dengan pelaksanaan. Semoga amal baik Bapak/Ibu/Saudara dicatat dan mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Kami menyadari bahwa pelaksanaan seminar nasional ini tentunya tidak lepas dari kekurangan meskipun sudah berupaya secara maksimal. Tiada gading yang tak reka karena itu kami mohon maaf jika ada kekurangan dalam penyambutan, pelayanan Bapak/Ibu/Saudara peserta seminar.

  Besar harapan kami, prosiding yang memuat pembangunan karakter bangsa dan gerakan literasi sastra memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya terkait dengan membangun peradaban bangsa dalam memperkuat karakter sebagai jati diri bangsa.

  Malang, 5 Mei 2017 Ketua Panitia

  DENGAN HIMPUNAN SARJANA KESUSASTERAAN INDONESIA (HISKI) KOMISARIAT MALANG MALANG, 9 MEI 2017

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

  Atas nama pimpinan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang saya mengapresiasi pemikiran Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia bekerja sama dengan HISKI Komisariat Malang yang telah menyelenggrakan seminar ini. Penyelenggaraan seminar ini sebagai salah satu wujud tanggung jawab dan kontribusi Perguruan Tinggi dalam pembangunan bangsa, lebih khusus pembangunan karakter bangsa dan gerakan literasi baik di sekolah maupun masyarakat.

  Pemantapan pembangunan karakter bangsa dapat dilakukan dengan peningakatankemampuan dan pemberdayaan potensi bangsa Indonesia. Sebuah bangsa dapat memiliki peradaban dan martabat yang tinggi melalui peningkatan kemampuan intelektual dan penghargaan terhadap peninggalan budaya, di antaranya berupa bahasa dan sastra. Bahasa dan sastra merupakan sumberdaya strategis untuk mengembangkan kreasi, inovasi, dan keunggulan peradaban. Di samping itu, bahasa dan sastra Indonesia memiliki nilai yang sangat tinggi sebagai penciri khusus budaya dan karakter bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, penguatan karakter bangsa Indonesia sangat strategis dilaksanakan melalui pelestarian, pewarisan, dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia.

  Pendidikan karakter bangsa melalui bahasa dan sastra tersebut tidak dapat terwujuddengan baik tanpa kesadaran baca masyarakat melalui gerakan literasi. Gerakan literasi merupakan salah satu upaya pembudayaan kegemaran membaca dan peningkatan kemampuan membaca. Hal itu sangat penting mengingat kegemaran dan kemampuan membaca merupakan kunci pembuka pintu dunia. Dalam era informasi dan globalisasi, siapa yang menguasai informasi, dialah yang menguasai dunia.

  Upaya pembudayaan dan peningkatan kemampuan membaca dapat terwujud secara optimal jika didukung oleh semua pihak, terutama pihak akademisi. Perguruan tinggi sebagai salah satu lembaga akademik memiliki peran yang sangat penting dalam pembudayaan dan peningkatan kemampuan baca masyarakat, di antaranya melalui gerakan literasi. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai salah satu wujud upaya menumbuhkan dan menggiatkan gerakan literasi masyarakat. Melalui seminar nasional bertajuk “Pembangunan Karakter Bangsa melalui Gerakan

Literasi Sastra”, diharapkan dapat ditemukan sejumlah pandangan, pemikiran, dan masukan yang bijaksana kepada pengambil kebijakan terkait dengan gerakan

  Literasi dan lebih khusus yang berbasis pada Gerakan Literasi Sastra.

  Saya menyambut baik atas terselenggaranya Seminar Nasional dalam rangka peringatan Hari Pendidikan Nasional yang diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UMM bekerja sama dengan HISKI Komisariat Malang pada 9 Mei 2017. Kegiatan ini telah dirancang cukup bagus melalui pelibatan semua pihak, para ahli, dosen, mahasiswa, maupun pemerhati pendidikan dan sastra. Pada kesempatan ini juga saya menyampaikan terima kasih kepada Bapak/Ibu pembicara utama dan pembicara pendamping dalam Seminar Nasional ini yang telah memberikan waktu dan pemikiran serta pengalaman kepada peserta seminar.

  DENGAN HIMPUNAN SARJANA KESUSASTERAAN INDONESIA (HISKI) KOMISARIAT MALANG MALANG, 9 MEI 2017

  Semoga cita-cita bangsa bukan sekedar ilusi, dan pembangunan karakter bangsa dan gerakna literasi sastra dapat terealisasi secara optimal di lingkungan pendidikan formal, nonformal, serta informal.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

  Malang, 5 Mei 2017 Dekan FKIP UMM, Dr. Poncojari Wahyono, M.Si

  DENGAN HIMPUNAN SARJANA KESUSASTERAAN INDONESIA (HISKI) KOMISARIAT MALANG MALANG, 9 MEI 2017

DAFTAR ISI PROSIDING SENASBASA

  Peran Tokoh Utama dalam Pemertahanan Budaya pada Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari

  Aditiya Riska Nandasari .......................................................................................... 1-11

  Ketegaran Tokoh Wanita dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer

  .......................................................................................... 12-24

  Anista Emilia Widayanti

  Literasi Sastra dalam Masyarakat Belajar (Learning Society)

  Arif Budi Wurianto ................................................................................................... 25-30

  Dampak Kolonialisasi pada Karakter Tokoh dalam Novel Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan

  ..................................................................................................... 31-41

  Azrul Iziani Majid

  Sinergi Kebijakan Pengembangan Literasi Sastra dengan Gerakan Sosial ......................................................................................................................... 42-52

  Azwar

  Nilai Pendidikan Karakter Tokoh Raja Erlanggga dalam Novel cerita Calon Arang Karya Pramoedya Ananta Toer

  Dewi Larasetiani ....................................................................................................... 53-63

  Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan ................................................................................................................ 64-73

  Diana Putri

  Kajian Kontekstual dan Nilai-Nilai Budaya Lagu Daerah Bengkulu bagi Pembinaan Karakter Bangsa

  Didi Yulistio ............................................................................................................... 74-86

  Literasi Sastra Cerita Rakyat Indonesia sebagai Gerakan Penanaman Karakter yang Sesuai dengan Nilai-nilai Kebangsaan

  Eka Nur’Aini ............................................................................................................. 87-95

  Indonesia Menurut Siswa SMA dalam Puisi Karya Penyair Indonesia ...................................................................................................... 96-106

  Ekarini Saraswati

  Karakteristik Novel Senja di Jakarta Karya Mochtar Lubis sebagai Alasan Pengembangan Bahan Pembelajaran Sastra di Sekolah

  

Emy Rizta Kusuma ................................................................................................... 107-113

  DENGAN HIMPUNAN SARJANA KESUSASTERAAN INDONESIA (HISKI) KOMISARIAT MALANG MALANG, 9 MEI 2017

  Sistem Kepercayaan Batak dalam Novel Perempuan Bernama Arjuna 4 (Sebuah Pendekatan Kritik Sosialkultural)

  ................................................................................................... 114-120

  Erly Aji Purniawati

  Kritik Sosial pada Masyarakat Menengah ke Bawah dalam Novel Semua Ikan di Langit Karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

  

Fauzia Rahma ............................................................................................................ 121-129

  Ragam Puisi Pendek Bahasa Indonesia dalam Cyber Sastra

  

Gatot Sarmidi ............................................................................................................ 130-140

  Nilai-Nilai Religius Novel Kooong Karya Iwan Simatupang dan Implikasinya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra i ...................................................................................................................... 141-149

  Haryad

  Membangun Karakter Bangsa Melalui Literasi Karya Sastra

  

Hendra Sufyanto ....................................................................................................... 150-156

  Kidung Sewa Dharma Nyanyian Kegelisahan Batin Sang Kawiswara

  

Ida Bagus Jelantik Sutanegara Pidada ................................................................... 157-164

  Membangun Nilai-nilai Multikulturalisme melalui Sastra Religius ........................................................................................................................ 165-170

  Latifah

  Menggali Nilai-nilai Lokal dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata

  

Martha Laurenzia Seco ............................................................................................ 171-180

  Model Pembelajaran Jurnalis dalam Menulis Pantun Guna Membentuk Karakter Anak

  

Maulina Hendrik ....................................................................................................... 181-189

  Kecemasan Realistis Tokoh Utama dalam Novel Padang Bulan Karya Andrea Hirata ................................................................................. 190-197

  Moch Nasihudin Cahya Sinda

  Penyimpangan Moral Tokoh dalam Novel Maya Karya Ayu Utami (Tinjauan Kritik Sosiologi)

  

Mochamad Amsori .................................................................................................... 198-205

  Aktualisasi Diri Tokoh Utama dalam Novel Napas Mayat Karya Bagus Dwi Hananto

  

Moh. Fatih Irfan ........................................................................................................ 206-214

  Transfomasi Nilai Budaya pada Ungkapan Tradisional Masyarakat Kabupaten Dompu dalam Konteks Kekinian (Tinjauan Folklore)

  

Moh. Imam HD ........................................................................................................... 215-222

  DENGAN HIMPUNAN SARJANA KESUSASTERAAN INDONESIA (HISKI) KOMISARIAT MALANG MALANG, 9 MEI 2017

  Kecerdasan Intelektual Tokoh Utama dalam Novel Ayah Karya Andrea Hirata ........................................................................................................ 223-231

  Muhammad Rizal

  Nilai Cinta Kasih Pada Tokoh Utama dalam Novel di Tanah Lada Karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

  

Muslichatin Rismawati ............................................................................................... 232-239

  Gender dan Seksualitas Postkolonial dalam Novel Eka Kurniawan “Cantik Itu Luka

  

Mundi Rahayu ............................................................................................................ 240-251

  Sastra Lama sebagai Wahana Pembelajaran Moral dan Karakter Bangsa ...................................................................................................... 252-257

  Nasrullah La Madi

  Nilai Pendidikan Karakter pada Tokoh Rasus dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari

  

Nella Narindah Ayu Artika Dewi .............................................................................. 258-270

  Kajian Nilai Religius pada Madihin Karya John Tralala

  

Noor Leha .................................................................................................................... 271-280

  Hubungan Manusia dan Lingkungan dalam Novel Sumur Minyak Air Mata Karya Winendra G. (Sebuah Kajian Ekokritik)

  .............................................................................................. 281-290

  Nur Kholis Ida Purwati

  Pertimbangan Pemilihan Teks Bacaan dalam Pengajaran dan Pembelajaran Membaca

  

Nurul Shofiah ............................................................................................................ 291-302

  Menumbuhkan Nilai-Nilai Kebangsaan Sejak Dini Melalui Sastra Anak

  

Purbarani Jatining Panglipur dan Eka Listiyaningsih ......................................... 303-309

  Transformasi Nilai Religius Tokoh Utama dalam Novel Bait-bait Multazam Karya Abidah El Khalieqy

  

Rani Rahmawati ........................................................................................................ 310-318

  Pendekatan Moral dalam Hikayat Iskandar Zulkarnain

  

Reka Yuda Mahardika dan Indra Permana .......................................................... 319-330

  Nilai-Nilai Karakter Tokoh Utama dalam Novel Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan

  Ridho Covinda Wahyu Firmansyah ....................................................................... 331-339

  Pertentangan Kelas Sosial pada Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer ................................................................................................. 340-349

  Riska Ida Febriyanti

  DENGAN HIMPUNAN SARJANA KESUSASTERAAN INDONESIA (HISKI) KOMISARIAT MALANG MALANG, 9 MEI 2017

  Bentuk Mitos Jawa dalam Novel Simple Miracle: Doa dan Arwah Karya Ayu Utami sebagai Piranti Pendidikan Karakter (Kajian Antropologi Sastra)

  ................................................................................................................... 350-360

  Risnawati

  Penguatan Literasi Sastra sebagai Gerakan Penanaman Pendidikan Karakter di Sekolah

  

Robby Cahyadi .......................................................................................................... 361-370

  Adaptasi Kearifan Lokal Melayu Patani bagi Capaian Kompetensi Literasi Sastra

  

Ruslan Yusoh ............................................................................................................. 371-377

  Penguatan Karakter Religius dalam Pembelajaran Sastra Melalui Adaptasi Kearifan Lokal ................................................................................................ 378-384

  Saktya Khomsilawati

  Penguatan Literasi Sastra dalam Membentuk Karakter Siswa ................................................................................... 385-390

  Setiya Hetty Wahyuningtiyas

  Pergeseran Struktur dan Makna Teks Lakon Murwakala

  

Siti Masitoh ................................................................................................................ 391-405

  Ekologi Budaya dalam Sastra sebagai Pembentuk Karakter Peserta Didik ....................................................................................................................... 406-412

  Sugiarti

  Kewirausahaan Tokoh terhadap Pengembangan Karakter dalam Novel Petir Karya Dewi Lestari

  

Susi Purwaningsih ..................................................................................................... 413-421

  Strategi Pengembangan Budaya Literasi Sastra di Sekolah dan Masyarakat

  

Suwardi Endraswara ................................................................................................ 422-434

  Potret Pemerintah Indonesia untuk Memperkokoh Nilai Karakter Bangsa dalam Cerpen Tangan-tangan Buntung Karya Budi Darma ............................................................................................................ 435-442

  Umi Nurfadila

  Membangun Karakter Jati Diri Bangsa melalui Gerakan Literasi Sastra terhadap Nilai-nilai Budaya Masa Lalu dengan Cara Pandang Masa Kini

  

Umi Salamah ............................................................................................................ 443-455

  Sastra Bermuatan Dakwah dan Perkembangannya di Indonesia

  

Yoga Yolanda ...........................................................................................................456-463

  Nilai Budi Pekerti dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer ........................................................................................................464-471

  Yuli Fitria Dewi

  DENGAN HIMPUNAN SARJANA KESUSASTERAAN INDONESIA (HISKI) KOMISARIAT MALANG MALANG, 9 MEI 2017

  Pembelajaran Wacana sebagai Landasan dalam Berliterasi Sastra untuk Meningkatkan Karakter Siswa

  .......................................................................................................472-478

  Yusep Ahmadi F

  DENGAN HIMPUNAN SARJANA KESUSASTERAAN INDONESIA (HISKI) KOMISARIAT MALANG MALANG, 9 MEI 2017

PERAN TOKOH UTAMA DALAM PEMERTAHANAN BUDAYA

PADA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK

KARYA AHMAD TOHARI

  

Aditiya Riska Nandasari

  Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguran dan Ilmu Pendidikan

  Universitas Muhammadiyah Malang

  

Abstrak

  Pemertahanan budaya merupakan upaya-upaya yang dilakukan oleh tokoh utama untuk melestarikan budaya yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk. Tokoh utama dalam novel Ronggeng dukuh Paruk memiliki peran sentral sebagai pemertahanan budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) peran ronggeng dalam kegiatan kesenian (2) pandangan masyarakat terhadap ronggeng di dalam Novel Ronggeng Dukuh

  .Metode penelitian ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian

  Paruk

  ini berupa kutipan kalimat, paragraf yang berkaitan dengan pemertashanan budaya. Sumber data pada penelitian ini adalah novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Analisis data yang digunakan adalah contentanalysis, dengan langkah sebagai berikut: mengidentifikasi data; mengklasifikasikan; menganalisis; menginterpretasikan data serta menarik simpulan. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) peran ronggeng pada novel

  

Ronggeng Dukuh Paruk dalam berkesenian meliputi peran pada upacara ritual, hiburan, dan

  pertunjukan, (2) pandangan masyarakat terhadap ronggeng sebagai milik umum, pembawa keberkahan, dan simbol dari Dukuh Paruk. Ronggeng digambarkan sebagai tokoh yang berstatus sosial tinggi, memiliki kedudukan istimewa di masyarakatsehingga diperlakukan

  Namun di luar masyarakat Dukuh Paruk ronggeng istimewa oleh orang-orang sekitar. dianggap sebagai penghibur, pelacur, dan sundal.

  Kata kunci: ronggeng, pemertahan budaya, simbol Dukuh Paruk PENDAHULUAN

  Kebudayaan Indonesia adalah satu kondisi majemuk karena memodalkan berbagai kebudayaan lingkungan wilayah yang berkembang menurut tuntutan sejarah dari wilayah sendiri-sendiri. Kebudayaan tumbuh dan berkembang dengan berbagai ragam yang berbeda, antara kebudayaan satu dengan kebudayaan yang lain, tetapi di tengah keragaman tersebut terdapat potensi yang dapat mengintegrasikan keragaman yang ada. Perkembangan kebudayaan daerah cenderung membawa kearah keragaman, dan perkembangan kebudayaan nasional membawa kearah integrasi dan persatuan. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu juga, merupakan satu semboyan yang harus tetap dijadikan pedoman untuk mengembangkan kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional (Geriya 1992: 493).

  Kebudayaan adalah keseluruhan pola-pola tingkah laku dan pola-pola bertingkah laku, baik eksplisit maupun implisit, yang diturunkan melalui simbol, yang akhirnya mampu membentuk sesuatu yang khas dan karakteristik dari kelompok manusia, termasuk perwujudannya dalam benda-benda materi (Dharsono 2007: 25).Kebudayaan menunjuk kepada berbagai aspek kehidupan. Kata itu meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-

  DENGAN HIMPUNAN SARJANA KESUSASTERAAN INDONESIA (HISKI) KOMISARIAT MALANG MALANG, 9 MEI 2017

  kepercayaan dan sikap- sikap, dan hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu (Ihromi 1981: 18).

  Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, Kebudayaan itu bersifat abstrak. Hal tersebut selaras dengan pendapat (Siregar 2002:3) bahwa Kebudayaan merupakan sebuah refleksi kebiasaan dari tingkah laku manusia dalam bermasyarakat.Kebudayaan yang dimiliki oleh manusia juga dimiliki dengan cara belajar. Dia tidak diturunkan secara bilogis atau pewarisan melalui unsur genetis. Hal ini perlu ditegaskan untuk membedakan perilaku manusia yang digerakan oleh kebudayaan dengan perilaku mahluk lain yang tingkah lakunya digerakan oleh insting.

  Kesenian tradisional adalah kesenian yang lahir karena adanya dorongan emosi atas dasar pandangan hidup dan kepentingan masyarakat pendukungnya secara turun temurun. Konsep seni yang berkembang di tengah masyarakat terkait dengan persoalan ekspresi, indah, hiburan, komunikasi, keterampilan, kerapian, kehalusan dan kebersihan (Jazuli 2008:46).

  Bangsa Indonesia memiliki berbagai corak hasil kesenian yang tersebar diseluruh pelosok tanah air sebagai warisan budayanenek moyang. Hasil kesenian yang beragam yakni mencakup berbagai jenis yaitu seni rupa, seni musik, seni tari, seni sastra dan seni drama. Tiap-tiap daerah menghasilkan kesenian dengan ciri-ciri yang khusus menunjukkan sifat-sifat etika daerah sendiri- sendiri (Bastomi Dalam Pradewi dan Lestari 2012: 1). Berbagai corak kesenian yang bermacam-macam timbulah salah satu wujud kesenian yang disebut kesenian tradisional daerah. Kesenian tradisional daerah adalah kesenian khas daerah yang tumbuh sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat tradisional daerah.

  Tari merupakan salah satu jenis kesenian yang telah dikenal oleh banyak kalangan. Tari sebagai karya seni adalah salah satu pernyataan budaya, karena sifat, gaya dan fungsinya tak dapat dilepaskan dari kebudayaan yang menghasilkan. Kebudayaan begitu banyak coraknya. Perbedaan sifat dan ragan tari dalam berbagai kebudayaan disebabkan banyak hal, seperti; lingkungan alam, perkembangan sejarah, sarana komunikasi, kesemuanya akan membentuk suatu citra kebudayaan yang khas.

  Tari dapat dipahami secara aspek, bentuk dan teknik yang berkaitan dengan komposisinya (analisis bentuk atau penataan koreografinya), tehnik penarinya (analisis cara melakukan atau ketrampilan) (Hadi 2003: 4). Menurut Koentjoroningrat (dalam Jazuli 1994:3) mengatakan bahwa tari adalah gerak-gerak dari seluruh anggota tubuh atau badan yang selaras dengan bunyi musik (gamelan), diatur oleh irama yang sesuai dengan maksud dan tujuan di dalam tari.

  Karya sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang bersifatimajinatif. Sebagai hasil yang imajinatif, sastra berfungsi sebagai bahanbacaan yang menyenangkan, di dalamnya sarat dengan nilai sosial, nilaibudaya, religi, dan filsafat. Pendapat ini sesuai dengan pemikiran Sugiarti (2014a:302-303) mengemukakan bahwa sastra menyatu dengan realitas sosial sesuai dengan kehendak pengarang. Pengarang memiliki cara tersendiri dalam menggambarkan realita dalam bentuk karya sastra (novel). Terkadang pengarang melakukan model menerabas dinding yang selama ini dibekukan (Sugiarti 2014b:134).

  Nilai-nilai yang terdapat dalam sastra di antaranya nilai budaya. Darisebuah novel dapat diketahui nilai budaya yang ada dalam masyarakattertentu, baik budaya yang bersifat positif maupun budaya yang bersifatnegatif. Sastra dan kebudayaan memiliki objek yang sama, yaitu manusiadalam masyarakat, manusia sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhlukkultural.Selain itu, nilai budaya juga dapat dilihat dari seni budaya daerahtersebut, misalnya tarian dan penarinya (Ratna 2010:13). Tarian dalam suatu daerah memilikinilai tersendiri, baik itu nilai moral, agama, maupun nilai pendidikan. Dalam hal ini, sebuah tarian

  DENGAN HIMPUNAN SARJANA KESUSASTERAAN INDONESIA (HISKI) KOMISARIAT MALANG MALANG, 9 MEI 2017

  yang dibawakan oleh penari mewakili kebudayaantersebut, baik itu tari untuk upacara maupun tari untuk hiburan. Setiap tarianyang dibawakan oleh tiap daerah memiliki daya tarik dan ciri khas masing-masing. Ciri khas tari dalam tiap daerah memberikan nilai lebih bagi senibudaya daerah tersebut.

  Secara umum pemertahanan budaya didefinisikan sebagai keputusan untuk tetap melanjutkan penggunaan budaya secara kolektif oleh sebuah komunitas yang telah menggunakan budaya tersebut sebelumnya (Fasold Dalam Bramono dan Rahman). Dalam pemertahanan budaya suatu komunitas secara kolektif menentukan untuk melanjutkan menggunakan budaya tersebut. (Sumarsono Dalam Bramono dan Rahman) mengungkapkan bahwa adanya toleransi dari masyarakat yang mau menggunakan budaya tersebut termasuk faktor yang membuat budaya tersebut masih digunakan. Dibutukan sebuah komitmen dalam pemertahanan budaya. Hal ini dikarenakan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan masyarakat yang semakin maju, serta semakin banyak budaya-budaya asing yang masuk dalam kehidupan masyarakat.

  Dalam melakukan pemertahanan budaya, ada hal menarik yang diutarakan oleh Endang bahwa ada beberapa pemikiran praktis yang dapat dijadikan dasar untuk mempertahankan suatu budaya: pertama menggunakan suatu budaya dalam berbagai kesempatan, misalnya pertunjukan, upacara keagamaan (Lukman Dalam Bramono dan Rahman, 2000:3). Kedua menghidupkan penggunaan budaya dalam media massa (cetak dan elektronik).

  Penelitian ini menggunakan novel Ronggeng Dukuh Paruk karyaAhmad Tohari sebagai objek kajian. Pemertahanan budaya yang dilakukan tokoh utama dalam novel menjadi hal yang menarik untuk dibahas dari novel ini.Ahmad Tohari menuliskan pandangannya tentang seorang penari ronggengyang dilukiskan melalui tokoh Srintil yang ada didalam novel Ronggeng Dukuh Paruk.

  Novel Ronggeng Dukuh Paruk bercerita tentang sebuah desa bernamaDukuh Paruk. Cerita ini bermula saat Srintil berusia lima bulan, kedua orangtua beserta banyak penduduk desa lainnya meninggal dunia setelah memakantempe bongkrek buatan orang tua Srintil.

  Lalu, ia dibesarkan oleh kakek danneneknya, Sakarya dan Nyai Sakarya. Ketika Srintil berusia sebelas tahun,kakeknya mendapati bahwa Srintil telah dianugerahi bakat supranatural(indang) menjadi ronggeng. Sebelum Srintil diresmikan menjadi seorang ronggeng, Srintil harus mengikuti adat-istiadat yang berlaku di Dukuh Paruk mulai dari mandi di pemakaman Ki Secamenggala sampai proses bukak-klambu. Setelah Srintil melalui berbagai proses dan adat-istiadat Dukuh Paruk barulah Srintil diresmikan sebagai ronggeng dukuhtersebut dengan tata cara tradisional. Ini berarti dia menjadi barang milikumum dan milik seluruh desa.

  Berdasarkan permasalahan tersebut, tentunya sebagai penulis, AhmadTohari menggambarkan seorang ronggeng baik mengenai syarat-syarat yang harus ditempuh untuk menjadi ronggeng,tugas seorang ronggeng, fungsi tarian ronggeng serta pandangan masyarakatdalam novel tersebut terkait dengan ronggeng. Sebagai peneliti, penulis akan menjelaskan terkait dengan peran tokoh utama dalam pemertahanan budaya serta pandangan masyarakat terhadap ronggeng pada novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.

  METODE

  Penelitian ini menggunakan pendekatan pemertahanan budaya yang lebih difokuskan kepada peran tokoh utama dalam mempertahankan budaya dalam novel Ronggeng Dukuh

  

Parukdengan menggunakan metode deskripsi yang biasanya digunakan untuk menganalisis

serta memahami apa yang terkandung dari sebuah teks atau wacana dalam sebuah novel.

  DENGAN HIMPUNAN SARJANA KESUSASTERAAN INDONESIA (HISKI) KOMISARIAT MALANG MALANG, 9 MEI 2017

  Sumber data penelitian ini adalah novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan ditunjang data hasil penelusuran novel dan pustaka. Data dalam penelitian ini adalah kutipan novel atau sekuen cerita yang berupa kalimat atau paragraf yang berfokus dengan tujuan penelitian serta informasi-informasi yang penting yang didapat dari hasil penelusuran novel dan pustaka. Langkah-langkah dalam menganalisis data meliputi: (1) pembacaan mendalam yang dilakukan secara intensif terhadap semua data secara kritis, (2) penyajian data berdasarkan dari klasifikasi dan identifikasi atas masing-masing, dan (3) pendeskripsian dan penafsiran terhadap seluruh data yang telah dikelompokkan ke dalam domain masalah serta penyimpulannya.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Peran Ronggeng sebagai Kesenian, Hiburan, dan Pertunjukan

  Penari adalah alat ekspresi komunikasi koreografer dengan penonton melalui gerak tubuh. Penari mempunyai peran dan kontribusi besar dalam menciptakan keindahan bentuk tari. Sebuah koreografi didukung oleh penari berkualitas mendukung pencapaian kualitas artistik dan keindahan bentuk tari. (Jacqueline Smith Dalam Anoegrajekti:186-187) menegaskan bahwa penampilan penari merupakan hal penting yang mendukung penyajian karya tari. Penampilan penari yang memperkuat komposisi tari, penampilan penari dalam membawakan tari dengan penuh semangat dan sepenuh hati, menguasai teknis, mampu mewujudkan imajinasi dan isi gerak seperti kehendak koreografer, mampu berkomunikasi dengan penonton, mampu menaati gaya tari dari awal sampai akhir menari.

  Pada dasarnya ronggeng dimainkan oleh seorang wanita yang menari tarian Ronggeng atau tarian Baladewa dengan diiringi oleh suara calung dan tembang yang dinyanyikan oleh seorang ronggeng. Tarian ronggeng yang tujuannya untuk menghibur dan mengajak penonton untuk ikut menari (ngibing), tarian ini kadang digabung dengan tidak keruan dengan tarian- tarian lain seperti tari Serimpi, tari Bali, dan tari Topeng, sehingga dalam pentas orang bisa mengatakan lenggak-lenggok seorang ronggeng tidak lebih dari gerakan spontan, bermakna dangkal, dan lebih ditekankan pada kesan erotik. Namun dari penjelasan itu semua, seorang ronggeng dalam memiliki fungsi dalam setiap tarian yang ditarikannya, ada yang berfungsi sebagai upacara ritual, hiburan, dan pertunjukan. Pada fungsi ronggeng untuk upacara ritual ketika Srintil menari setelah melakukan upacara pemandian di makam Ki Secamenggala. Tarian yang ditarikan oleh Srintil karena bersifat ritual, maka tariannya lembut, halus, sakral dan jauh dari kesan erotik. Seperti pada kutipan di bawah ini.

  “Di halaman rumah Kartareja ronggeng bermain satubabak. Tidak seperti biasa, pentas kali ini tanpa nyanyi atau tarianerotik. Mulut Sakum bungkam. Si buta itu tidak mengeluarkanseruan-seruan cabul. Semua orang tahu permainan kali ini bukanpentas ronggeng biasa. Tetapi merupakan bagian dari upacarasakral yang dipersembahkan kepada leluhur Dukuh Paruk.” (Tohari, 1982:45)

  Kutipan di atas menggambarkan bahwa seorang ronggeng juga dapat menari untuk upacara ritual seperti pada fungsi tarian yang telahdijelaskan di atas. Tarian tersebut dibawakan dengan sakral danmenghindarkan kesan cabul. Namun pada akhir upacara Srintil sebagaipenari ketika menari harus bertayub dengan Kartareja yang diyakinisedang kerasukan arwah Ki Secamenggala, tarian yang dibawakan tetapsakral tetapi tidak lupa memasukan seruan-seruan cabul seperti padakutipan berikut.

  DENGAN HIMPUNAN SARJANA KESUSASTERAAN INDONESIA (HISKI) KOMISARIAT MALANG MALANG, 9 MEI 2017

  “Konon semasa hidupnya Ki Secamenggala sangatmenyukai lagu Sari Gunung. Maka dalam rangkaian upacaramempermandikan Srintil itu lagu Sari Gunung-lah yang pertama kali dinyanyikan oleh Srintil, secara berulang-ulang. Seperti pada awal upacara di rumah Kartareja, pentas di pekuburan itumeniadakan lagu-lagu cabul,

Sakum diam. Tetapi menjelang babakketiga terjadi kegaduhan…. Semua terkesima

  Calung berhenti. Srintil menghentikan tariannya. Sampai di tengah arena laki-lakitua bangka itu mulai menari sambil bertembang irama gandrung .” Seorang penari dapat menari untuk upacara sehingga fungsi tariyang ditarikan oleh

  Srintil termasuk ke dalam fungsi tarian sebagaiupacara ritual. Tarian ini ditarikan dengan sakral dan penuh dengan unsurmagis. Selain berfungsi sebagai upacara ritual. Fungsi tari juga dapatdigunakan sebagai pertunjukkan. Fungsi tari sebagai pertunjukkan digambarkan ketika Srintil menari pada acara tujuh belasan untukmenyambut kemerdekaan Indonesia. Pertunjukan tari yang disajikanmenjadi sebuah tari yang memiliki konsep meski tetap tidak terlepas darikesan cabul. Fungsi tari sebagai pertunjukan ini untuk menjamu tamu-tamu penting atau tamu pejabat, dan untuk festival seni. Seperti padakutipan berikut.

  “…. Hampir semua warganya keluar menggiring Srintilyang hendak meronggeng pada malam perayaan Agustusan diDawuan. Inilah penampilan pertama ronggeng

Dukuh Paruk padasebuah arena resmi; suatu hal baru yang membawa kebanggaanistimewa.”

  Kutipan di atas, menggambarkan fungsi tari sebagai pertunjukkan.Sebagai seni pertunjukkan tarian yang dibawakan bersemangat, danmemberikan kesan kepada penontonnya. Di dalam pertunjukan tidakhanya menampilkan penari ronggeng tetapi juga menampilkan seni yanglain, misalnya keroncong, yang memiliki tujuan yang sama menarikperhatian penonton dengan penampilan seni yang ditampilkan. Selainmemiliki fungsi sebagai pertujukan, tari juga memiliki fungsi sebagaihiburan. Dalam hal ini tari ditarikan sebagai hiburan yang disajikan untukkepentingan menghibur masyarakat. Seni tari yang dalam acara hiburandigambarkan sebagai ungkapan rasa senang atau rasa bersyukur yangdiharapkan dapat memberikan hiburan kepada orang lain. Tari yangdibawakan biasanya merupakan tarian yang memberikan semangatgembira kepada panonton atau masyarakat yang hadir. Seperti yangdigambarkan dalam novel ini, tarian ronggeng sebagai hiburan jugadijelaskan ketika Srintil sebagai ronggeng diminta untuk menari dalamrangka merayakan ulang tahun Waras yang ke tujuh belas dan rasa syukurkeluarganya karena Waras masih tetap waras di usianya yang ke tujuhbelas. Seperti pada kutipan berikut.

  “Rumah Kartareja terang-benderang oleh tiga buah lampupompa. Berandanya yang luas dan berlantai ubin batu telahdisiapkan sebagai arena ronggeng. Meja-meja ditata di bagian tepi.Bagian tengah kira-kira dua puluh meter persegi dibiarkan kosong.Tikar pandan yang halus digelar di sana.

  Penonton yang pertama datang adalah kaum perempuan bersama anak-anak mereka. Kartareja sudah sering menggelar pentasronggeng. Bahkan bisa dikatakan setiap punya hajat, orang palingkaya di Alaswangkal itu nanggap ronggeng. Tetapi baru sekaliinilah ronggeng yang datang bernama Srintil dari Dukuh Paruk;sebuah nama yang ketenarannya jauh menembus batas wilayahDawuan.” (Tohari,1982:212)

  DENGAN HIMPUNAN SARJANA KESUSASTERAAN INDONESIA (HISKI) KOMISARIAT MALANG MALANG, 9 MEI 2017

  Kutipan di atas menggambarkan fungsi tari sebagai hiburan. Dimana penonton yang datang menonton untuk mendapatkan kesenangandan hiburan. Tentu tarian yang dibawakan bernuansa semangat dan tetaptidak terlepas dari kesan erotik laiknya tarian ronggeng. Orang yangmenyelenggarakan tarian ronggeng atau nanggap ronggeng biasanya sebagai bentuk rasa bersyukur ketika panennya berhasil atau ketikatercapainya hajat yang diinginkan. Hal inilah yang dilakukan Kartareja ketika nanggap ronggeng maka tarian yang dibawakan berfungsi sebagaihiburan bagi penonton.

  Pemertahanan budaya merupakan upaya-upaya yang dilakukan tokoh utama dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk untuk mempertahankan dan melestarikan budaya yang sudah menjadi sebuah tradisi. Sesuai adat Dukuh Paruk, maka sebelum menyandang gelar ronggeng, Srintil yang telahmendapat indang arwah Ki Secamenggala harus lebih dahulu menjalaniberbagai upacara sakral. Upacara ini mencakup pemandian ronggeng didepan makam Ki Secamenggala dan upacara bukak-klambu. Seperti padakutipan di bawah ini.

  “Sudah dua bulan Srintil menjadi ronggeng. Namun adat Dukuh Paruk mengatakan masih ada dua tahapan yang harusdilaluinya sebelum Srintil berhak menyebut dirinya seorangronggeng yang sebenarnya. Salah satu di antaranya adalah upacarapemandian yang secara turun temurun dilakukan di depan cungkupmakam Ki Secamenggala.” (Tohari,1982:43).

  Upacara pemandian yang dilakukan di depan cungkup makam Ki Secamenggala merupakan upacara turun-temurun yang harus dilakukan oleh seorang ronggeng. Upacara ini dilakukan dengan sakral dan khidmat. Upacara yang dilakukan semata-mata untuk memperoleh restu dari KiSecamenggala agar Srintil diizinkan untuk menjadi ronggeng di DukuhParuk. Srintil didandani sangat cantik dengan pakaian kebesaran seorangronggeng. Upacara memandikan seorang ronggeng merupakan peristiwayang amat penting bagi orang pedukuhan. Mereka percaya restu KiSecamenggala dapat membuat seorang ronggeng menjadi ronggeng yang tenar. Restu itu didapat apabila seorang ronggeng mampu bertayub denganarwah Ki Secamenggala, yang di dalam novel ini Srintil mendapat restu dari Ki Secamenggala ketika Kartareja kerasukan oleh roh Ki Secamenggala pada pentas di pekuburan tersebut. seperti pada kutipan dibawah ini.

  “Dalam berdirinya, tiba-tiba Kartareja menggigil tegang. Mata dukun ronggeng itu terbeliak menatap langit. Wajahnya pucat dan basah oleh keringat. Sesaat kemudian tubuh Kartareja mengejang. Dia melangkah terhuyung-huyung, matanya menjadisetengah terpejam. Semua orang terkesima. Calung berhenti. Srintilmenghentikan tariannya karena calung dan gendang pun bungkam.Kartareja terus melangkah. Sampai di tengah arena laki-laki tuabangka itu mulai menari sambil bertembang irama gandrung. Hanya Sakarya yang cepat tanggap. Kakek Srintil itupercaya penuh roh Ki

Secamenggala telah memasuki tubuhKartareja dan ingin bertayub….” (Tohari,1982:47)

  Kutipan di atas menunjukan bahwa salah satu syarat yang harus ditempuh oleh seorang ronggeng dengan upacara pemandian di makam Ki Secamenggala, dan restu itu didapatkan ketika roh Ki Secamenggala datang merasuki Kartareja dan mengajak Srintil untuk bertayub. Selain melakukan upacara pemandian di makam Ki Secamenggala, proses yang harus dilakukan agar Srintil menjadi penari ronggeng adalah bukak-klambu. Bukak-

  DENGAN HIMPUNAN SARJANA KESUSASTERAAN INDONESIA (HISKI) KOMISARIAT MALANG MALANG, 9 MEI 2017 klambu dapat disebut semacam sayembara untuk memperebutkan kegadisan calon ronggeng.

  Lelaki mana pun yang dapat menyerahkan sejumlah uang atau perhiasan tertentu berhak menikmati kegadisan Srintil. Upacara bukak-klambu yang disayembarakan oleh dukun ronggeng dimanfaatkan oleh orang Dukuh Paruk sebagai bentuk eksistensi baik laki-laki maupun perempuan yang akan merasa bangga apabila laki-laki atau suaminya mendapat kegadisan seorang ronggeng. Namun, warga Dukuh Paruk yang melarat dan miskin tentu tidak dapat menikmati upacara tersebut. Justru Dower dan Sulam yang dapat menikmati dan menjadi suatu kebanggan bagi diri mereka masing-masing karena telah mendapatkan kegadisan Srintil pada saat upacara bukak-klambu. Seperti pada kutipan berikut.

  “Dari orang-orang Dukuh Paruk pula aku tahu syarat terakhir yang harus dipenuhi oleh Srintil bernama bukak-klambu.Berdiri bulu kudukku setelah mengetahui macam apa persyaratanitu. Bukak-klambu adalah semacam sayembara terbuka, terbuka bagi laki-laki mana pun. Yang disayembarakan adalah keperawanan calon ronggeng. Laki- laki yang dapat menyerahkansejumlah uang yang ditentukan oleh dukun ronggeng, berh akmenikmati virginitas itu.” (Tohari,1982:51)

  “Aku benci, benci. Lebih baik kuberikan padamu. Rasus,sekarang kau tak boleh menolak seperti kau lakukan tadi siang. Disini bukan perkuburan. Kita takkan kena kutuk. Kau mau,bukan?” (Tohari,1982:76). Dari kutipan-kutipan di atas, memaparkan bahwa Srintil justru memberikan kegadisannya kepada Rasus yang sejak kecil menjadikawannya. Akibat penyerahan kegadisan Srintil kepada Rasus. Srintil telahmerusak upacara bukak-klambu, meskipun upacara tersebut memang telah rusak karena telah dicurangi oleh dukuh ronggeng Srintil, Kartareja danNyai Kartareja. Hal ini membuktikan bahwa Srintil tidak mempercayaiupacara bukak-klambu tersebut sehingga ia bebas memilih kepada siapakegadisannya akan diberikan, dan Srintil memilih Rasus. Sedangkan untukdukun ronggeng yang juga telah merusak upacara bukak klambu, merekamelakukan upacara bukak-

  

klambu hanya sekadar untuk mencarikeuntungan dari diri Srintil yang akan menjadi

  ronggeng.Superioritas Srintil sebagai ronggeng yang diyakini oleh Dukuh Paruk sebagai pembawa berkah, maka akan menjadi suatu kebanggaanapabila laki-laki dapat tidur dan menari dengan Srintil. Srintil dianggapseorang ronggeng titisan dari arwah Ki Secamenggala sehinggamasyarakat meyakini bahwa Srintil akan membawa keberkahan bagiorang-orang yang dapat tidur dan menari dengan Srintil. KedudukanSrintil yang menjadi tinggi setelah Srintil resmi menjadi ronggeng setelahmelakukan kedua upacara tersebut. Srintil dapat mengangkat nama baikkeluarga dan menghapus dosa masa lalu orang tua Srintil, Santayib yangtelah meracuni warga Dukuh Paruk dengan tempe bongkrek. Dosa tersebut telah dilupakan setelah Srintil menjadi ronggeng dari titisan arwah KiSecamenggala. Srintil menjadi simbol dari Dukuh Paruk. Dukuh Paruk merasa hidup kembali dan mempunyai semangat kembali setelah Srintilronggeng. Orang-orang menganggap bahwa dengan Srintil menjadironggeng akan membawa keberkahan bagi Dukuh Paruk.

  Pandangan Masyarakat terhadap Ronggeng dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk