ANALISIS TEORI BELAJAR SESUAI DENGAN PEM

ANALISIS TEORI BELAJAR SESUAI DENGAN PEMBELAJARAN IPA
Koballa dan Chiappetta (dalam Widhy 2012: 7), mendefinisikan IPA
sebagai a way of thinking, a way of investigating, a body of knowledge.
Sedangkan pembelajaran

menurut UU Nomor 20 tahun 2003 Sisdiknas

merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran IPA merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh siswa
bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa sebagaimana yang dikemukakan
National Science Educational Standart (2003: 20) bahwa ”Learning science is an
active process. Learning science is something student to do, not something that is
done to them”. Dengan demikian, dalam pembelajaran sains siswa dituntut untuk
belajar aktif yang terimplikasikan dalam kegiatan secara fisik ataupun
mental.Pembelajaran IPA menggunakan pendekatan empiris yang sistematis
dalam mencari penjelasan alami tentang fenomena alam. Selain itu seorang guru
juga harus kreatif , dan inovatif .Untuk mendukung pembelajaran IPA yang
bermakna dan menyenangkan bagi siswa maka diperlukan suatu teori belajar.
Teori definisikan sebagai sebuah proses mengembangkan ide-ide yang
membantu kita menjelaskan bagaimana dan mengapa suatu peristiwa terjadi

(Jonathan H. Turner dalam http://trioredosaputra-tp-unbara.blogspot.com/p/blogpage.html diakses 28 September 2014). Menurut ahli lainnya Kerlinger, teori
adalah konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya yang mengandung
suatu pandangan sistematis dari suatu fenomena. Adapun belajar menurut
Hergenhahn ( 2009: 8) adalah perubahan perilaku atau potensi perilaku yang
relative permanen yang berasal dari pengalaman dan tidak bisa dinisbahkan ke
temporary body states
disebabkan

oleh

dalam(

( keadaan tubuh temporer) seperti keadaan yang
sakit,

keletihan

atau

obat-obatan.


Bell-Gredler

techonly13.wordpress.com/2009/07/04/pengertian-belajar-dan-

pembelajaran/ diakses 28 September 2014), belajar adalah proses yang dilakukan
oleh

manusia

untuk

mendapatkan

aneka

ragam

competencies,


skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap
(attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa
bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.

Berdasarkan yang dikemukakan di atas disimpulkan bahwa pembelajaran IPA
merupakan proses interaksi peserta didik ….. dengan mengembangkan ide-ide
untuk menjelaskan suatu fenomena melalui suatu proses secara bertahap sehingga
terjadi perubahan perilaku dalam hal kemampuan, keterampilam dan sikap.
Dari beberapa tulisan yang membahas perkembangan teori belajar
seperti ( Atkinson, dkk, 1997; Gledler Margaret Bell, 1986) secara umum
mengelompokkan empat kelompok teori belajar, meliputi :
A. Teori Belajar Behavioristik
Tokoh-tokoh dalam pengembangan teori Behavioristik , yaitu :
1. Thorndike ( 1911)
Menurutnya perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret
( dapat diamati), atau yang nonkonkret (tidak bisa diamati). Teori
Thorndike disebut sebagai “aliran koneksionis” karena menghubungkan
dua buah proses dalam belajar yaitu ‘trial and errror’ dan ‘law of effect’
dimana perubahan tingkah laku individu dimulai dari kegiatan mencobacoba dan dari salah satu kegiatan


tersebut memenuhi tuntutan maka

kegiatan tersebut akan diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.
2. Watson
Watson menyimpulkan bahwa pengubahan tingkah laku dapat dilakukan
melalui latihan atau membiasakan reaksi terhapad stimulus yang diterima ,
dimana stimulus dan respon harus berbentuk tingksh laku yng bisa
diamati.
3. Clarkk Hull
Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar yaitu adanya motivation
(motivasi insentif ) dan Drive reduction ( pengurangan stimulus pendo
rong). Dimana kecepatan respon akan berubah bila besarnya hadiah
berubah.
4. Edwin Guthrie
Guthrie mengemukakan bahwa ‘hukuman’ memegang peranan penting
dalam belajar. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat , akan mampu mengubah kebiasaan seseorang.

5. Skinnaer
Skinnaer


mempopulerkan

ide

tentang

“penguatan”(reinforcement).

Bebrapa prinsip belajar yang dikemukakan Skinner yaitu : a. hasil belajar
harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika
benar di beri penguatan, b. proses beljar harus mengikuti irama yang
belajar, c. dalam proses belajar lebih dipentingkan aktivitas sendiri tidak
digunakan hukuman, d. tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi
hadiah
Teori behavioristik menyatakan bahwa belajar merupakan bentuk yang
dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku ldengan cara yang
baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.. Pembelajaran yang
berpijak pada teori ini memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasif,
tetap, tidak berubah. Belajar merupakan perolehan pengetahuan dan mengajar

dianggap memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar. Pelajar diharapkan
memiliki

pemahaman

yang

sama

dengan

terhadap

pengetahuan

yang

diajarkan.Pelajar dianggap sebagai objek yang pasif yang selalu membutuhkan
motivasi dan penguatan dari pendidik dan dirasakan kurang memberikan ruang
gerak yang bebas pada peserta didik untuk berkreasi, bereksperimen, dan

mengeksplorasi kemampuan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru akan menyusun bahan pelajaran
dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai
siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah,
tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun
melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana
sampai yangkompleks. Tujuan pembelajaran ditandai dengan pencapaian suatu
ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan
diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan
supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan
dari penerapan teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang
diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku
yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian
didasari atas perilaku yang tampak.

Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian
dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk
menerapkan kondisi behavioristik. Behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan
kemampaun yang membuthkan praktek dan pembiasaan , cocok diterapkan untuk
melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa,

suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentukbentuk

penghargaan

langsung

seperti

diberi

permen

atau

pujian.

Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan
bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung
satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid

dipandang pasif , perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan
yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan denga tertib penjelasan guru
dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang
efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari para tokoh behavioristik
justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
B. Teori Belajar Kognitiv
Teori ini lebih menekankan kepada proses belajar daripada hasil belajar,
tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respons bebih dari itu
belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori
kognitivistik, ilmu pengetahuan dibangun didalam diri seseorang melalui proses
interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Belajar dipandang sebagai
usaha untuk mengerti sesuatu yang dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan
itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, mencermati lingkungan,
mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Tokoh-tokoh dalam pengembangan teori Kognitiv , yaitu :
1.

Robert M. Gagne
Menurutnya belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam
otak manusia, yatu adanya reseptor (alat indera) yang berfungsi menerima

rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi rangsaangan neural,
memberikan symbol informasi yang diterimanya dan kemudian di teruskan ,

sensory register yang terdapat pada syaraf pusat, fungsinya menampung
kesan-kesan sensoris serta mengadakan seleksi sehingga terbentuk suatu
kebulatan perceptual. Informasi yang masuk sebagian masuk ke dalam
memori jangka pendek dan sebagian hilang dalam system short term memory
yang menampung hasil pengolahan perceptual dan menyimpannya untuk
menentukan maknanya selanjutnya diteruskan ke Long Term memory
menampung hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek, bertahan
lama, dan siap untuk dipakai kapan saja dan response generator menampung
informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang dan mengubahnya
menjadi reaksi jawaban.
2. Jean Piaget
Menurut Piaget proses belajar sebenarnya terdiri atas tiga tahapan yaitu :
• Asimilasi : proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif
yang sudah ada.
• Akomodasi : proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.
• Equilibrasi : penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi.

Piaget juga mengatakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Oleh karena itu guru
seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya
serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan
tahapannya.
3. Ausubel
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya
didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada
siswa (advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi
pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep
atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan
dipelajari oleh siswa sehingga membantu siswa untuk memahami bahan
belajar secara lebih mudah.

4. Bruner
Bruner mengusulkan teori yang disebutnya free discovery learning, teori
yang menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
suatu aturan termasuk konsep, teori, ide, definisi dan sebagainya melalui
contoh-contoh yang menggambarkan atau mewakili aturan yang menjadi
sumbernya. Sehingga dapat menimbulkan rasa ingin tahu ,memotivasi
siswa ,menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara
mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisis dan memanipulasi
informasi.
Teori Kognitif memiliki kelebihan yaitu menjadikan siswa lebih kreatif
dan mandiri dan membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Namun terdapat juga kekurangannya dimana teori tidak menyeluruh untuk semua
tingkat pendidikan, sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut. ‘
C. Teori Humanistik
Dalam teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan
manusia.

proses

belajar

dianggap

berhasil

jika

si

pelajar

memahami

lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaikbaiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang

pelakunya,

bukan

dari

sudut

pandang

pengamatnya.

Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensipotensi yang ada dalam diri mereka.
Tokoh –tokoh dalam pengembangan teori belajar Humanistik , yaitu :

1. Arthur Combs
Bersama dengan Donald Snygg

mereka mencurahkan banyak

perhatian pada dunia pendidikan. Belajar terjadi bila mempunyai arti
bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai
atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Perilaku buruk siswa
sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan siswa

untuk

melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.

Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba
memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin
merubah perilakunya, dengan

berusaha merubah keyakinan atau

pandangan siswa yang ada.
2. Bloom dan Krathwohl
Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai oleh
siswa tercakup dalam tiga kawasan yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor.
3.

Carl Rogers
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah
pentingnya

guru

memperhatikan

prinsip

pendidikan

pembelajaran,

dan
yaitu:

1. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan
bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar
tentang proses.
Implikasi teori belajar Humanistik yaitu guru sebagai fasilitator,
dimana fasilitator
suasana
,

awal,

membantu

sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan
situasi

untuk

kelompok,

memperoleh

dan

atau

pengalaman

memperjelas

kelas

tujuan-tujuan

perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat
umum, mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai
kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna
tadi ,mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar
yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu
mencapai

tujuan

mereka,

menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk
dapat dimanfaatkan oleh kelompok, menanggapi ungkapan-ungkapan di
dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan

sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang
sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang
memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa
memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif
dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Kelebihan

dari

teori

belajar

humanistic

yaitu

cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat
pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap

fenomena

social,

indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri, siswa diharapkan menjadi
manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur
pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak
orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
Kekurangan

dari

teori

ini

yaitu

siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam
proses belajar, siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan
diri

sendiri

dalam

proses

belajar.

D. Teori Belajar Konstruktivistik
Dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses
pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan.
Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan
pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab
terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu
dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka
untuk
berdiri
sendiri
dalam
kehidupan
kognitif
siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan
adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium,
diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan
dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari
mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada
pebelajar.

Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik,
yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek
yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran
dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam
upaya
mengkonstruksi
pengalaman
(Pranata,http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.).
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam
Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat
temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai
penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif,
dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si
belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai
ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki
pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada
pengalamannya,
dan
perspektif
yang
dipakai
dalam
menginterpretasikannya.
Aspek-aspek
Pembelajaran
Konstruktivistik
Fornot mengemukakan aaspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut:
adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of
envieronmet), dan pembentukan makna (the construction of meaning).
Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget bermakna yaitu adaptasi terhadap
lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola
yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu
proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau
rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan
terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata
melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses
individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan
lingkungan
baru
perngertian
orang
itu
berkembang.
Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru
seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan
skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama
sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian
orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk
skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi
skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget
adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan
akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat
mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah

ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu
maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan
mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual
ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan
dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi
kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi
daripada
sebelumnya.
Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian
disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti membrikan kepada
seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal
pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan
memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung
jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri.
Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan,
dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang
memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga
kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan,
yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (2) siswa mencapai
keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan.
Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam
upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar
pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.
Konstruktivisme
Vygotskian
memandang
bahwa
pengetahuan
dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut
dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan
memalui adaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses
penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara
intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam
hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada
penerapan
teknik
saling
tukar
gagasan
antar
individual.
Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1),
mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang
dimulai proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar
menukar informasi dan pengetahuan, (2) zona of proximal development.
Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan
menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan,
pengertian
dan
kompetensi.
Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat
pembelajaran sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan
interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan
penekanannya pada lingkungan social pembelajaran. Menurut teori

Vygotsky, funsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masingmasing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa
pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang
belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan
kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal
development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar
tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai
kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat
perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya
yang
lebih
mampu
Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara
social dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan
pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi.dalam hal
ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga
interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain.
Pembelajaran yang sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul
ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar yang diinginka
oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan
membantu siswa untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan
berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada tiga hal penting yang perlu
diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu: pengelompokan, semangar
kooperatif
dan
penataan
kelas.
(Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.
Secara singkat teori Peaget dan Vygotsky dapat dikemukakan dalam table
berikut
ini.
Piagetian
and
Vygotskyan
Constructivism
Piagetian
Constructivism
Vygotsky
Constructivism
Concept constructivism focus on individual cognitive development through
co-constructed learning environments with national, decontextualized
thinking as the goal of development Vygotsky, in order to understand
human development, a multilevel analysis using all four levels of history
must
be
employed:
sosiocultural
constructivism,
SSubject of Study Focus on the development of autonomous cognitive
forms within the individual, culminating in rational thought that is
decentered from the individual. argued that individual development
cannot be understood without reference to the interpersonal and
institutional
surround
which
situates
the
child
DDevelop-ment of cognitive forms the structure of the mind is the source
of
our
understanding
of
the
world.
the construction of knowledge occurs through interaction in the social

world. Thus for Vygotsky the development of cognitive forms occurs by
means of the dialectical relationship between the individual and the social
context
E. Pandangan Konstruktivistik tentang belajar dan pembelajaran.
Konstruktivistik
Pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu
berubah
dan
tidak
menentu.
Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit,
aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar
adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam
menggali
makna
seta
menghargai
ketidakmenentuan.
Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap
pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang
dipakai
dalam
menginterpretasikannya.
Mind berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasi peristiwa,
objek, atau perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna
yang dihasilkan bersifat unik dan individualistic.
F. Pandangan Konstruktivistik tentang Tujuan Pembelajaran :
Konstruktivistik
Penyejian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara
bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan-ke-bagian.
Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan
atau
pandangan
si
belajar.
Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan
bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir
kritis.
Pembelajaran menekankan pada proses.
G. Pandangan Konstruktivistik tentang Penataan Lingkungan Belajar:
Konstruktivistik
Ketidakteraturan,
ketidakpastian,
kesemrawutan,
Si belajar harus bebas. Kebebasan menjadi unsure yang esensial
dalam
lingkungna
belajar.
Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan
dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.
Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si
belajar adalah subjek yang harus memapu menggunakan kebebasan
untuk
melakukan
pengaturan
diri
dalam
belajar.
Control belajar dipegang oleh si belajar.
H. Pandangan Konstruktivistik tentang evaluasi pembelajaran:
Konstruktivistik
Evaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang

melibatkan keterampilan terintegrasi, dengan menggunakan
masalah
dalam
konsteks
nyata.
Evaluasi yang menggali munculnya berpikir divergent, pemecahan
ganda,
bukan
hanya
satu
jawaban
benar
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara
memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang
bermkana serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks
nyata. evaluasi menekankan pad aketerampilan proses dalam
kelompok.
I.  Rancangan Pembelajaran Konstruktivistik
J. Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan
di atas maka pembelajaran dapat dirancang/didesain model
pembelajaran
konstruktivis
di
kelas
sebagai
berikut:
Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi
awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap
lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinankemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi
struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal,
interview
Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran
dijabarkan
dalam
bentuk
satuan
pelajaran.
Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif
dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal
pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topic
yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau
mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang
gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya
sehari-hari. Oengungkapan gagasan tersebut dapat memalui
diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasangagasan tersebut kemudian dipertimbangkan bersama. Suasana
pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak
khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya
salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya.
Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap
dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik
kognitif.
Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasangagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap
orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah
dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan
tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan

merestrukturisasikannya.
Kelima, resrtukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan
pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat
diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta
untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas an untuk
mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas.
Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan mereka benar
atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan
melakukan percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan
mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan
mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan
paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin
gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini
dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman
atau guru yang pada kapasistasnya sebagai fasilitator dan mediator.
(c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk
menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki
konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru
itu
memiliki
keunggulan
dari
gagasan
yang
lama.
Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih
konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan
mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam
berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif
dan kemudia menguji penyelesaian secara empiris. Mereka akan
mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka
dengan
penjelasa
secara
keilmuan.
Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi
pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi
miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap
strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul
kembali bersifat sangar resisten. Hal ini penting dilakukan agar
miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi
struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada
kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan.
K. KELEBIHAN
DAN
KEKURANGAN
TEORI
BELAJAR
KONSTRUKTIVISTIK
KELEBIHAN
*)
(http://warnadunia.com/teori-pembelajaran-konstruktivisme/)
1. Berfikir :Dalam proses membina pengetahuan baru, murid
berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat
keputusan.

2. Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam
mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh
mengapliksikannya
dalam
semua
situasi.
3. Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif,
mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui
pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru
mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam
situasi
baru.
4. Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila
berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan
baru.
5. Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka
faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka
akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.
L. KEKURANGAN
*)
(http://warnadunia.com/teori-pembelajaran-konstruktivisme/)
1. Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa
kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai
pendidik
itu
sepertinya
kurang
begitu
mendukung.
2. lebih luas cakupan makna dan sulit dipahami.
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang
subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya
dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek
menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh
realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh
subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan
disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang
sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus
melalui

proses

rekonstruksi.

4.

Teacher Preparation in California: Standards of Quality and
Effectiveness for subject Matter Programs. Revised 2010. (Online).

(http://www.ctc.ca.gov/educator-prep/standards/ssmp-handbookscience.pdf. diakses 28 September 2014)