Restrukturisasi Kognitif melalui Al-Fatihah – JPI

  HIMPSI 2012, Volume IX, No. 2

  ISSN: 0853 - 3098

  

ART THERAPY UNTUK PENINGKATAN SUBJECTIVE WELL-BEING LANSIA

  Francesca Tjubandrio, Soerjantini Rahaju, & Sutyas Prihanto Universitas Surabaya

  

EFEKTIVITAS PELATIHAN PENGENALAN DIRI UNTUK MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI PADA REMAJA AWAL

  

THE EFFECTIVENESS OF SELF-UNDERSTANDING TRAINING TO INCREASE SELF-

CONFIDENCE IN EARLY ADOLESCENTS

  Ziyadatul Khair & Herlina Siwi Widiana Universitas Ahmad Dahlan

  

STUDI KASUS: TERAPI KOGNITIF PERILAKUAN UNTUK INDIVIDU PENDERITA SCHIZOPHRENIA DI INDONESIA

  CASE STUDY: COGNITIVE-BEHAVIOR THERAPY FOR INDIVIDUALS WITH SCHIZOPHRENIA IN INDONESIA

  Cicilia Evi Rumah Sakit Premier Surabaya

  

  

PENANGANAN STRESS TERINTEGRASI: KONSEP BIOPSIKOSOIAL DAN SPIRITUAL

UNTUK MENANGANI STRESS PADA REMAJA

  INTEGRATED HELP STRESS SOLVING: BIOPSYCHOSOCIAL AND SPIRITUAL CONCEPT TO HANDLE STRESS FOR TEENS

  Farida Hidayati, Darosy Endah Hyoscyamina, & Pariman Universitas Diponegoro

  

PENGARUH RESTRUKTURISASI KOGNITIF MELALUI AL-FATIHAH TERHADAP PENURUNAN DERAJAT STRES PADA PENDERITA DEMAM REMATIK DENGAN GEJALA KOREA

  THE EFFECT OF COGNITIVE RESTRUCTURATION THROUGH AL-FATIHAH ON

THE DECREASE OF STRESS LEVEL IN “DEMAM REMATIK WITH KOREA SYMPTOMS”

PATIENTS

  Saktiyono B. Purwoko Universitas Islam Bandung

  Sekertaris Dewan Redaksi : TJIPTO SUSANA MONTI P. SATIADARMA

  Jl. Kebayoran Baru No. 85 B, Kebayoran Lama, Velbak Jakarta 12240 Jurnal Psikologi Indonesia terbit dua kali dalam setahun, pada bulan Juni dan Desember.

  Redaksi menerima tulisan berupa laporan hasil penelitian dalam bidang psikologi yang dilakukan oleh para ahli atau pemerhati psikologi. Tulisan dikirimkan dalam bentuk hard copy

  

Pengantar

Kontribusi Psikologi dalam ikut memberikan layanan bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat secara paripurna di Tanah Air terasa semakin besar dan

nyata. Sumbangan tersebut diberikan oleh Psikologi baik secara mandiri sebagai

disiplin ilmu tentang perilaku manusia, maupun juga dalam kerja sama dengan

bidang atau disiplin ilmu yang lain. Pengamatan kasar tersebut mendapatkan

sekadar bukti dari artikel-artikel yang disajikan dalam volume ini.

  Pada artikel pertama, berdasarkan penelitian yang mereka lakukan di sebuah

panti wreda, Francesca Tjubandrio, Soerjantini Rahaju, dan Sutyas Prihanto,

ketiganya berasal dari Universitas Surabaya berupaya meningkatkan kesejahteraan

psikologis lansia melalui art therapy. Penelitian ini membuktikan bahwa aktivitas seni

yang dilakukan meliputi menggambar, melukis, melipat kertas, menempel, menghias,

menggunting, dilanjutkan dengan refleksi dapat meningkatkan kepuasan dan afek

positif serta mengurangi afek negatif pada lansia yang tinggal di panti wreda.

  Pada artikel kedua, Ziyadatul Khair dan Herlina Siwi Widiana dari

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, berdasarkan studi literatur yang dilakukan

menemukan bahwa remaja sedang dalam tahap krisis kepercayaan diri. Menurut

berbagai penelitian, kepercayaan diri remaja sangat berperan dalam mempengaruhi

berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah prestasi akademik. Mengingat

pentingnya kepercayaan diri bagi kesejahteraan remaja, maka kedua peneliti ini

berupaya melakukan intervensi dengan cara memberikan pelatihan mengenal diri

sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan pengenalan diri efektif untuk

meningkatkan kepercayaan diri pada remaja awal.

  Pada artikel ketiga, Farida Dwi Rahma dan Hamidah dari Universitas

Airlangga Surabaya melaporkan bukti yang mereka temukan dari penelitian yang

mereka lakukan pada sekelompok remaja penghuni panti rehabilitasi sosial tentang

efektivitas group art therapy dengan metode menggambar untuk menurunkan stres

yang dialami oleh kelompok remaja tersebut.

  Indonesia memiliki prevalensi yang tinggi untuk masalah kesehatan jiwa,

termasuk kasus skizofrenia. Pada artikel keempat, Cicilia Evi dari Rumah Sakit

Premier Surabaya, berdasarkan studi kasus terhadap dua pasien skizofrenia dari RS

Jiwa Menur Surabaya, melaporkan bahwa terapi kognitif perilaku bisa membantu

penderita untuk memiliki pemahaman yang benar mengenai delusi, halusinasi dan

berbagai keyakinan yang kurang tepat sebagai gejala dari skizofrenia. Pada sesi

terapi ini, penderita diberi kesempatan untuk mengenali berbagai gejala unik yang

muncul sesaat sebelum mengalami relapse. Dengan demikian diharapkan penderita

akan lebih mampu mengantisipasi kekambuhan atau memperpanjang waktu

terjadinya kekambuhan.

  Dua artikel terakhir memberikan sekadar gambaran betapa sinergi antara

Psikologi dan bidang kehidupan lain, khususnya agama, bisa memberikan

sumbangan sangat berharga dalam membantu meningkatkan kesejahteraan

manusia. Pada artikel kelima, Farida Hidayati, Darosy Endah Hyoscyamina, dan

Pariman dari Universitas Diponegori Semarang melaporkan karya mereka berupa

pengembangan metode penanganan stres pada remaja yang mengintegrasikan

aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Pada artikel keenam atau terakhir,

  

Saktiyono B. Purwoko dari Universitas Islam Bandung melaporkan penelitiannya

tentang pengaruh restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah dalam upaya menurunkan

derajat stres pada penderita demam rematik dengan gejala korea. Dia menemukan

bahwa metode tersebut terbukti efektif untuk mengurangi stres penderita demam

rematik dengan gejala korea pada tingkat moderate.

  Itulah sekadar gambaran tentang aneka bentuk sumbangan Pskologi dalam

ikut memberikan layanan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat secara

paripurna di Tanah Air. Selamat membaca!

  2012, Vol. IX, No. 2, 111-121, ISSN. 0853-3098

PENGARUH RESTRUKTURISASI KOGNITIF MELALUI AL-FATI-

HAH TERHADAP PENURUNAN DERAJAT STRES PADA PEND-

  (THE EFFECT OF COGNITIVE RESTRUCTURATION THROUGH AL-FATIHAH ON THE DECREASE OF STRESS LEVEL IN “DEMAM REMATIK WITH KOREA SYMP- TOMS” PATIENTS)

  Saktiyono B. Purwoko Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung

  Demam rematik adalah penyakit langka yang merupakan respon autoimmune sistemik terhadap infeksi Strepto- kokus grup A pada tenggorokan. Salah satu gejala utamanya adalah korea, yang ditandai dengan kelemahan otot/ hipotonia. Faktor stres memiliki peran dalam memunculkan dan memperburuk gejala korea. Stres bisa ditimbulkan oleh distorsi kognitif pada individu akibat kurangnya informasi, salah interpretasi, atau keyakinan irasional. Dis- torsi kognitif dapat diatasi dengan restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah dengan mereorganisasi cara individu menginterpretasikan situasi, yaitu dengan menggantikan pikiran disfungsional menjadi pikiran yang lebih fung- sional dari kandungan ayat-ayat al-Fâtihah. Penelitian ini bertujuan mendapatkan data empirik tentang pengaruh restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah dalam upaya menurunkan derajat stres pada penderita demam rematik dengan gejala korea. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuasi eksperimental single case dengan ABA design. Subjek adalah satu orang penderita demam rematik dengan gejala korea. Alat ukur stres yang digunakan adalah Depression Anxiety Stress Scales (DASS). Subjek diberikan restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah selama 6 sesi (3 minggu). Pengukuran DASS per-minggu menunjukkan persentase berturut-turut sebagai berikut: pada Baseline Phase 51,59%, 50,79%, dan 51,59%; pada Treatment Phase menjadi 39,68%, 37,30%, dan 33,33%; dan pada After Treatment Phase menjadi 35,71%, 34,13%, dan 38,09%. Berarti, restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah terbukti efektif dalam menurunkan derajat stres pada penderita demam rematik dengan gejala korea di tingkat moderate. Setback yang dialami subjek setelah terminasi diduga bisa diakibatkan karena munculnya kejadian lain yang tidak dibahas dalam sesi terapi, berkurangnya frekuensi tadabbur ayat-ayat al-Fâtihah, restrukturisasi kognitif tidak sampai mengubah beliefs, dan tidak dilakukannya follow-up pada minggu ke-2.

  Kata kunci: Restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah, derajat stres, demam rematik dengan gejala korea.

  Rheumatic fever is a rare disease as a systemic autoimmune response against group A streptococcus infection of the throat. One of the main symptom is chorea, which is characterized by muscle weakness/hypotonia. Stress fac- tors have a role in eliciting and aggravating chorea symptoms. Stress can results from cognitive distortions sue to lack of information, misperceptions, or irrational beliefs. Cognitive restructuring through Al Fatihah may be used to overcome cognitive distortions by reorganizing the way individuals interpret situations, by replacing the individual’s dysfunctional thoughts with the more functional thoughts from the content of al-Fâtihah verses. This study aims to obtain empirical data concerning the effect of cognitive restructuring through al-Fâtihah in an effort to reduce the degree of stress on rheumatic fever patients with chorea symptoms. This study used quasi-experimental single case approach with ABA design. The subject was a single person who had rheumatic fever with chorea symptoms. The Depression Anxiety Stress Scales (DASS) was used to measure the stress level. The subject was given cog- nitive restructuring treatment through al-Fâtihah in 6 sessions (3 weeks). A weekly measurement with the DASS gave the following series of percentages: at the Baseline Phase, 51.59%, 50.79% and 51.59%; at the Treatment Phase, 39.68%, 37.30% and 33.33%; and at the After Treatment Phase, 35.71%, 34.13% and 38.09%. This study concluded that cognitive restructuring through al-Fâtihah is effective in lowering the degree of stress in rheumatic fever patients with chorea symptoms to a moderate level. The setbacks experienced by the subject after termination might be caused by the emergence of other events that were not addressed in the therapy sessions, the low fre- quency of the tadabbur al-Fâtihah verses, the fact that cognitive restructuring did not change the subject’s beliefs, and the absence of follow-ups at second week.

  Keywords: cognitive restructuring through al-Fâtihah, the degree of stress, rheumatic fever with chorea symptoms.

  Penyakit yang disebabkan atau diperburuk terdapat penyakit medis. Kedua, faktor-faktor oleh faktor-faktor psikologis dinamakan psikologis telah mempengaruhi perjalanan

  

psychophysiological disorders kondisi, mengganggu penanganan,

  (Sarafino & Smith, 2011). Dalam DSM-IV-TR, gangguan meningkatkan resiko kesehatan, atau tersebut memiliki sejumlah kriteria. Pertama, memperburuk gejala-gejala. Berdasarkan perspektif kognitif, individu yang terus-menerus menilai kejadian hidup dan pengalamannya sebagai hal yang melampaui sumber dayanya bisa menimbulkan stres kronis dan berpengaruh kurang baik terhadap kesehatan. Berdasarkan perspektif biologis, berbagai stresor menimbulkan perubahan yang bermasalah pada sistem imun. Bila prosesnya salah, sistem imun akan menyerang bagian tubuh yang seharusnya dilindungi. Gangguan yang disebabkan oleh kondisi ini disebut gangguan autoimmune (Kring, Johnson, Davison & Neale, 2010). Gangguan autoimmune meliputi antara lain

  systemic lupus erythematosus dan rheumatic fever

  (Sarafino & Smith, 2011; WHO, 2004). Demam rematik (rheumatic fever) merupakan respon autoimmune tertunda yang sistemik terhadap infeksi Streptokokus grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor, yaitu: karditis, poliartritis, korea, eritema marginatum, dan nodul subkutan (Siregar, 2008). Menurut para ilmuwan, faktor stres yang ditandai dengan emosi negatif dan perilaku maladaptif memiliki peran dalam memunculkan dan memperburuk gejala korea (Gilman, 2010; Imboden, Hellmann & Stone, 2007; Frey, 2005). Gejala korea ditandai dengan kelemahan otot (Gilman, 2010; WHO, 2004).

  Penderita demam rematik merupakan kasus langka. Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di Indonesia adalah bahwa antara tahun 1981–1990 terdapat 0,3 - 0,8 diantara 1000 anak sekolah terkena demam rematik (Siregar, 2008). Efek paling merusak dari penyakit ini adalah pada usia produktif yang bisa menyebabkan 67% penderitanya keluar dari sekolah (WHO, 2004).

  Dari temuan tim dokter Indonesian Health

  Community, terdapat seorang siswi kelas

  3 SMA di kota X yang mengalami demam rematik dengan gejala utama korea. Menurut penderita, gejala-gejala demam rematiknya seringkali muncul setelah ia merasa sangat tertekan (stres), terutama akibat sering memikirkan/membayangkan hal-hal tertentu yang membuat perasaannya tidak nyaman. Ia sering pergi ke rumah sakit untuk rawat jalan dan berkonsultasi dengan dokter. Ia pernah mengalami rawat inap di rumah sakit sebanyak 3 kali. Pada bulan April 2011, ia pernah mengalami koma, masuk ICU dan dirawat inap selama 12 hari di rumah sakit, sehingga ia tidak bisa bersekolah.

  Dari fakta-fakta tersebut, peneliti menangkap bahwa ada suatu fenomena psikologis yang kemudian berkembang menjadi gejala-gejala demam rematik pada subjek, yaitu distorsi kognitif. Bila distorsi kognitif pada subjek dibiarkan, maka bisa berkembang menjadi gejala-gejala demam rematik, sehingga mengganggu aktivitas sekolahnya. Oleh karena itu untuk mengatasinya diperlukan restrukturisasi kognitif.

  Restrukturisasi kognitif merupakan salah satu metode dimana pikiran atau keyakinan yang menimbulkan stres diganti dengan yang lebih konstruktif atau realistis, sehingga mengurangi penilaian individu akan ancaman atau bahaya (Sarafino & Smith, 2011). Akhir-akhir ini, berbagai upaya sudah dilakukan psikoterapis untuk mengadaptasi restrukturisasi kognitif dengan pandangan teistik (Waller, Trepka, Collerton & Hawkins, 2010). Upaya restrukturisasi kognitif yang dilakukan adalah mengganti pikiran dan keyakinan disfungsional mengenai diri, orang lain, dan dunia dengan pikiran dan keyakinan yang lebih fungsional dari pandangan atau keyakinan agama (Hamdan, 2008). Ayat-ayat kitab suci telah digunakan psikoterapis dalam restrukturisasi kognitif untuk membantu klien mengubah pikiran dan keyakinan disfungsionalnya (Richards & Bergin, 2006).

  Di dalam kitab suci al-Quran terdapat sebuah surat yang merupakan induk dari al-Quran, yaitu al-Fâtihah. Nama lain surat

  al-Fâtihah adalah asy-Syâfiyah yang berarti

  penyembuh dan ar-Ruqyah yang berarti mantera (Shihab, 2004). Dari nama-nama tersebut, maka dapat dikatakan bahwa surat al-Fâtihah memiliki potensi terapeutik.

  Berdasarkan penafsiran surat al-Fâtihah dari berbagai sumber tafsir al-Quran (Arifin, 1976; Bahreisy & Bahreisy, 1993; Rasyidi, Sitanggal, Aly & Abubakar, 1992; Shihab, 2004) yang berkaitan dengan proses mental dan proses perilaku (Atkinson & Hilgard’s, 2003), di dalam surat al-Fâtihah terdapat kandungan yang bisa didiskusikan dengan individu, yang kemudian ditawarkan sebagai penjelasan alternatif atau melawan pikiran dan keyakinan disfungsionalnya, antara lain: berserah diri, meminta kekuatan, mensyukuri nikmat, mencari hikmah di balik kejadian, dan mengevaluasi diri atas bencana yang menimpanya.

  Sejauh pengetahuan peneliti, restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah belum pernah diberikan untuk mengurangi derajat stres. Selain itu, penderita demam rematik dengan gejala korea merupakan kasus langka. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah

  grimacing (Gilman, 2010; Imboden, Hellmann

  simptom stres meliputi aspek emosi, perilaku, dan fisiologis. Aspek emosi meliputi antara lain depresi, sedih, cemas, khawatir, mudah marah, dan merasa tertekan. Aspek perilaku meliputi antara lain mudah lelah, tergesa- gesa, dan panik. Aspek fisiologis meliputi antara lain nyeri dada dan reaksi alergi. Model kognitif menyatakan bahwa reaksi individu (emosi, perilaku, dan fisiologis) dipengaruhi oleh interpretasinya atas situasi (Beck, 1995).

  Psychological Association (2009), simptom-

  Stres secara psikologis diartikan sebagai hubungan spesifik antara individu dan lingkungan, yang dinilai oleh individu sebagai beban atau melampaui sumber dayanya, dan mengancam kesejahteraannya (Lazarus & Folkman, 1984). Derajat stres dalam penelitian ini adalah frekuensi (seberapa sering) subjek mengalami simptom-simptom stres. Berdasarkan kriteria dari American

  Stres

  Uniknya, ketika penderita demam rematik mengalami kembali gejala korea, keberadaan infeksi Streptokokus sulit ditetapkan (WHO, 2004). Oleh karena itu, dalam kriteria WHO tahun 2002-2003, manifestasi mayor lain atau bukti-bukti keberadaan infeksi Streptokokus grup A tidaklah diperlukan dalam menetapkan gejala korea. Para ahli menyatakan bahwa faktor stres yang ditandai dengan emosi negatif dan perilaku maladaptif memiliki peran dalam memunculkan dan memperburuk gejala korea pada penderita demam rematik (Gilman, 2010; Imboden, Hellmann & Stone, 2007; Frey, 2005).

  Gejala korea dapat kambuh pada 20%- 30% pasien demam rematik, 3-10 tahun setelah kejadian akut (Gilman, 2010).

  dan wajah merupakan bagian yang sering terkena dampaknya (Rogers, 2011; Hakim, Clunie & Haq, 2002). Durasi gejala korea bervariasi antara satu minggu sampai lebih dari 2 tahun, rata-rata 15 minggu melalui perawatan di rumah sakit (WHO, 2004).

  demam rematik, lebih sering pada wanita daripada lelaki. Gangguan ini pertama kali dijelaskan oleh seorang dokter yang bernama Thomas Sydenham (Imboden, Hellmann & Stone, 2007). Korea secara dramatis telah berkurang di negara-negara berkembang, dikarenakan ketersediaan antibiotik untuk infeksi Streptokokus. Korea muncul dalam rentang waktu 1-8 bulan setelah tidak tertanganinya infeksi Streptokokus. Korea ditandai dengan kelemahan otot/hipotonia, lemahnya kendali otot halus, gerakan tiba- tiba tanpa tujuan, inkoordinasi, dan facial

  terhadap penurunan derajat stres pada penderita demam rematik dengan gejala korea.

  vitus dance) muncul pada 10%-15% pasien

  Gejala korea (sydenham chorea/st.

  Kejadian infeksi tenggorokan oleh Streptokokus grup A hanya 20% dari keseluruhan kasus infeksi tenggorokan (WHO, 2004). Bahkan, dalam kondisi epidemi, hanya 0,4%-3% pasien yang tidak diobati setelah infeksi Streptokokus grup A yang mengalami demam rematik (Siregar, 2008; Imboden, Hellmann & Stone, 2007).

  infeksi Streptokokus grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor, yaitu: karditis, poliartritis, korea, eritema marginatum, dan nodul subkutan (Siregar, 2008).

  autoimmune tertunda yang sistemik terhadap

  Demam rematik merupakan respon

  Demam Rematik

  Penelitian menunjukkan bahwa aktivasi respon stres dalam jangka panjang dapat mengganggu kemampuan sistem imun untuk melawan penyakit, serta meningkatkan resiko masalah kesehatan fisik dan mental (APA, 2009). Menurut Contrada dan Baum aktivasi imun terhadap antigen self/

  innocuous atau alergen dapat memperburuk

  (Sarafino & Smith, 2011). Restrukturisasi kognitif memfokuskan pada distorsi kognitif serta bertujuan mereorganisasi cara individu menginterpretasi situasi, yaitu dengan mengganti pikiran dan keyakinan disfungsional menjadi pikiran dan keyakinan yang lebih fungsional. Restrukturisasi kognitif melibatkan identifikasi, evaluasi, dan modifikasi pada pikiran dan keyakinan disfungsional dengan menggunakan berbagai strategi seperti membantah secara logis, socratic questioning, dan tugas

  behavioral, kognitif, dan humanistik (Richards

  strategi psikoterapi yang bernama psikoterapi teistik, yaitu pendekatan psikoterapi yang didasari pandangan teistik dan yang bisa diintegrasikan dengan psikoterapi utama seperti psikodinamik, interpersonal,

  Association (APA) menawarkan sebuah

  Di kalangan ilmuwan ada yang berupaya mengintegrasikan psikoterapi utama dengan pandangan teistik (ketuhanan) untuk mengatasi gangguan psikologis, dalam hal ini mengurangi derajat stres. Richards dan Bergin (2006) dari American Psychological

  mampu mengurangi derajat stres dan memperbaiki coping.

  cognitive theory of stress and coping, yang

  Leahy, 2004; Hamdan, 2008; Deacon, Fawzy, Lickel & Taylor, 2011; Rosenberg & Kosslyn, 2011). Evaluasi yang realistis dan modifikasi pikiran dapat menghasilkan perbaikan pada perasaan dan perilaku individu. Perbaikan yang berlangsung lama bisa dihasilkan dari modifikasi terhadap keyakinan disfungsional individu (Beck, 1995). Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan bahwa model restrukturisasi kognitif seperti yang dilakukan oleh Beck, Ellis, Goldfried, dan Meichenbaum merupakan pendekatan yang sesuai dengan

  behavioral (Scott, Williams & Beck, 1989;

  Berbagai metode telah dikembangkan untuk dilatihkan pada individu dalam mengurangi derajat stres. Restrukturisasi kognitif merupakan salah satu metode dimana pikiran atau keyakinan yang menimbulkan stres diganti dengan yang lebih konstruktif atau realistis, sehingga mengurangi penilaian

  gangguan proinflammatory dan autoimmune. Sedangkan stres kronis meningkatkan

  Dalam mengatasi stres, individu sebenarnya telah memperoleh coping skill melalui pengalamannya, dengan melibatkan strategi-strategi yang pernah dicobanya pada masa lalu atau metode-metode yang pernah ia amati dari orang lain. Namun, terkadang keterampilan yang pernah dipelajari tidak cukup kuat untuk menghadapi stresor saat ini, antara lain karena terlalu kuat, baru dialami, atau terus-menerus muncul. Ketika individu tidak mampu mengatasi stres secara efektif, ia membutuhkan bantuan dalam mempelajari cara-cara baru dan adaptif dalam mengatasi stres (Sarafino & Smith, 2011).

  Restrukturisasi Kognitif melalui al-Fâtihah

  & Folkman, 1984). Problem-focused coping mengacu pada pengelolaan atau mengubah permasalahan yang menyebabkan distres, sedangkan emotion-focused coping mengacu pada regulasi respon emosional terhadap masalah.

  coping dan emotion-focused coping (Lazarus

  kuat, segera terjadi, tidak diinginkan, dan tidak dapat dikontrol. Hal tersebut melibatkan transisi kehidupan yang besar, atau muncul secara tak terduga semasa hidup (Sarafino & Smith, 2011). Dalam mengatasi stres, setiap individu memiliki upaya tertentu. Hal inilah yang disebut dengan coping. Fungsi coping terdiri dari dua jenis, yaitu problem-focused

  stressfull bilamana melibatkan tuntutan yang

  Berdasarkan perspektif kognitif, stres bisa ditimbulkan oleh distorsi kognitif individu yang seringkali didasari oleh kurangnya informasi, salah interpretasi, atau keyakinan irasional (Beck, 1995; Sarafino & Smith, 2011). Faktor- faktor situasi dan kejadian cenderung dinilai

  gangguan proinflammatory dan autoimmune.

  proinflammatory atau respon type-2 cytokine mediated immune, yang juga memperburuk

  & Bergin, 2006). Integrasi tersebut sudah dipraktikkan, diteliti, dan dipublikasikan hasilnya (Razali, Hasanah, Aminah & Subramaniam, 1998: Hamdan, 2008; Waller, Trepka, Collerton & Hawkins, 2010). Berdasarkan hasil penelitian, restrukturisasi kognitif dengan konten religius secara signifikan mampu menurunkan skor depresi dibandingkan rekonstruksi kognitif yang standar (Propst, Ostrom, Watkins, Dean & Mashburn, 1992). individu dibimbing untuk mendiskusikan permasalahan yang paling membuatnya distres dan berulang-kali terjadi. Kemudian, individu dibimbing untuk mengevaluasi dan memodifikasi pikiran otomatisnya. Setelah itu, individu dibimbing untuk mengevaluasi dan memodifikasi asumsi-asumsi dan core beliefs-nya (Hamdan, 2008).

  Restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah didefinisikan sebagai upaya mengubah pikiran dan keyakinan disfungsional individu melalui tadabbur (memikirkan dan merenungi) ayat-ayat al-Fâtihah. Restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah dilakukan dengan cara mengganti pikiran dan keyakinan disfungsional mengenai diri, orang lain, dan dunia dengan pikiran dan keyakinan yang lebih fungsional dari kandungan ayat-ayat

  Upaya diskusi tersebut bisa dimulai dengan socratic questions, yang bertujuan untuk mengubah pikiran (changing minds). Pertanyaan standar untuk mengidentifikasi pikiran dan keyakinan disfungsional individu dalam restrukturisasi kognitif melalui al-

  Tabel 1 Pertanyaan-pertanyaan Standar dalam Restrukturisasi Kognitif melalui al-Fâtihah untuk Mengevaluasi Pikiran Disfungsional.

  Pertanyaan-pertanyaan standar untuk

  Tabel 1 ini merupakan pertanyaan- pertanyaan standar dalam restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah ketika terapis membimbing individu mengevaluasi pikiran disfungsionalnya.

  untuk melihat kandungan ayat al-Fâtihah tertentu yang dianggap terapis mampu mengatasi pikiran disfungsional individu.

  Fâtihah, terapis dapat membimbing individu

  Dalam proses awal ini, individu dibebaskan untuk memilih kandungan ayat al-Fâtihah mana saja yang bisa membuat perasaannya lebih nyaman. Bila individu mengalami kesulitan dalam memilih kandungan ayat al-

  Setelah pikiran dan keyakinan disfungsionalnya diidentifikasi, kepada individu diperlihatkan bacaan tafsir al-Quran surat al-Fâtihah, kemudian diajak berdiskusi untuk mengevaluasi pikiran disfungsionalnya dengan mengajukan pertanyaan standar: “Menurut anda, kandungan ayat al-Fâtihah mana yang membuat anda merasa lebih nyaman ketika menghadapi situasi ini?”

  anda temukan pikiran/keyakinan yang mengakibatkan emosi negatif ini menimpa anda?”

  Fâtihah adalah: “Bila melihat ayat 7, dapatkah

  al-Quran manapun bisa digunakan dalam diskusi tersebut, selama tafsir al-Quran tersebut memenuhi kaidah-kaidah penafsiran al-Quran.

  al-Fâtihah. Restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah diharapkan mampu mengurangi

  al-Fâtihah yang akan dipilih bergantung pada

  sebagai penjelasan alternatif atau melawan pikiran dan keyakinan disfungsionalnya. Ayat

  Fâtihah didiskusikan dan kemudian ditawarkan

  Kandungan ayat-ayat al-Fâtihah yang diperoleh dari buku tafsir al-Quran surat al-

  beliefs-nya.

  individu di identifikasi. Proses selanjutnya adalah mengevaluasi dan memodifikasi pikiran otomatisnya, kemudian mengevaluasi dan memodifikasi asumsi-asumsi dan core

  beliefs, dan asumsi-asumsi disfungsional

  Dalam proses restrukturisasi kognitif tersebut, mula-mula pikiran otomatis, core

  penilaian individu terhadap situasi yang sebelumnya dianggap mengancam (stres), sehingga reaksinya (emosi, perilaku, dan fisiologis) lebih adaptif.

  Mengevaluasi Pikiran Disfungsional Apa efeknya bila anda mengubah pikiran dengan melihat ayat 1, 2, 3, 4, 5, 6 atau 7? Bila melihat ayat 2, Hikmah atau pelajaran apa yang mungkin bisa anda peroleh dari situasi ini? Apa yang masih bisa anda syukuri dalam situasi ini? Apa yang masih bisa anda lakukan untuk bersyukur pada-Nya? Bila melihat ayat 5, Apa permintaan anda pada Allah dalam situasi ini? Apa yang bisa anda lakukan untuk mewujudkannya? Siapa lagi teman anda yang mungkin bisa dimintai tolong? Bila melihat ayat 6, Pikiran atau perilaku apa yang ingin anda ubah agar sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulullah? individu serupa dengan pertanyaan- pertanyaan standar untuk mengevaluasi pikiran disfungsionalnya, misalnya : “Apa efeknya bila anda mengubah keyakinan dengan melihat ayat 1, 2, 3, 4, 5, 6 atau 7?”, atau “Bila melihat ayat 6, keyakinan apa yang ingin anda ubah agar sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulullah?”

  Bagi individu yang memiliki core beliefs “Saya tidak kompeten” bisa mendiskusikan surat al-Fâtihah ayat 1, yaitu “Saya lemah di hadapan Allah, oleh karena itu saya menyandarkan diri kepada-Nya, sambil memohon bantuan-Nya, sehingga saya memperoleh kekuatan”, atau mendiskusikan surat al-Fâtihah ayat 5, yaitu “Saya minta tolong kepada-Mu untuk menjalankan taat dan mencapai semua keperluanku”. Sedangkan bagi individu yang memiliki core beliefs “Saya tidak dicintai” bisa mendiskusikan surat al-Fâtihah ayat 2, yaitu “Saya berada dalam curahan rahmat dan kasih sayang Allah. Dia tidak membiarkan saya sendiri”, atau mendiskusikan surat al-Fâtihah ayat 3, yaitu “Ar-Rahmân yang memberi nikmat yang sebesar-besarnya. Ar-Rahîm yang memberi nikmat halus sehingga tidak terasa”.

  Pikiran dan keyakinan yang ditawarkan sebagai penjelasan alternatif atau melawan pikiran dan keyakinan disfungsionalnya tersebut berkaitan dengan topik yang dibahas dan selaras dengan kandungan tafsir al- Quran surat al-Fâtihah, terutama ayat 6 &

  7. Hasil diskusi tersebut diharapkan mampu menghasilkan sejumlah pikiran dan keyakinan yang lebih fungsional pada individu. Dengan demikian dapat mengurangi penilaian individu terhadap situasi yang sebelumnya dianggap mengancam, sehingga reaksinya (emosi, perilaku, dan fisiologis) lebih adaptif.

  Bila sejumlah pikiran dan keyakinan yang lebih fungsional pada individu telah ditemukan, maka proses selanjutnya adalah memodifikasi pikiran dan keyakinan disfungsionalnya melalui tugas behavioral setelah sesi terapi, yaitu men-tadabbur ayat- ayat al-Fâtihah, baik itu ketika shalat ataupun membacanya secara terpisah, dengan merenungi makna, hikmah, serta maksud yang dikehendaki surat al-Fâtihah.

  Al-Farmawiy (2002), dalam bukunya “Tafsir Surah al-Fâtihah,” memberikan

  al-Fâtihah ayat per-ayat, yaitu: “Berhentilah

  sejenak dalam membaca surat al-Fâtihah pada setiap ayatnya, agar anda mampu menghadirkan makna bacaannya, berusaha memahaminya, dan menanti jawaban Allah dari apa yang telah anda ucapkan itu, seolah- olah anda mendengar-Nya. Tujuannya supaya anda merasakan kenikmatan dekat dengan-Nya, sebagaimana yang terungkap dalam hadits shahih”. Misalnya, ketika anda membaca “Alhamdulillâhi rabbil ‘âlamîn”, maka hadirkanlah maknanya bahwa segala sanjungan yang baik secara haq, adalah milik Allah Ta’ala sebagai suatu keniscayaan maupun kenyataan. Dia adalah Rabb, Pencipta alam semesta, dan Pengatur urusan seluruh makhluk. Tunggu sebentar, seolah- olah anda mendengar Allah mengatakan “Hamba-Ku telah memuji-Ku”.

  Dengan demikian, setelah sesi terapi individu diminta untuk men-tadabbur (memikirkan dan merenungi) ayat-ayat al-

  Fâtihah dengan cara-cara yang dikemukakan

  oleh al-Farmawiy (2002). Yaitu, berhenti sejenak pada setiap ayatnya, menghayati makna bacaannya (pikiran dan keyakinan yang lebih fungsional yang digali saat sesi terapi), dan menanti jawaban Allah dari apa yang telah diucapkannya itu (sebagaimana yang dikemukakan dalam hadits), seolah- olah individu mendengar-Nya. Gambar 1 memperlihatkan aplikasi restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah pada subjek penelitian.

  Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian adalah seberapa efektif restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah dapat membantu menurunkan derajat stres pada penderita demam rematik dengan gejala korea? Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah bahwa jika diberikan restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah, maka derajat stres pada penderita demam rematik dengan gejala korea akan menurun.

  Metode Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel

  independen dalam penelitian ini adalah pemberian restrukturisasi kognitif melalui al-

  Fâtihah. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah derajat stres.

  Definisi Operasional Variabel

  7

11 Reaksi Maladaptif

  Derajat Meningkatkan Situasi Spesifik Pikiran Otomatis Disfungsional Imumnopathology:

  Stres Tinggi Emosi (-) Perilaku (-) Fisiologis (-) Disregulasi respon- respon cytokine Tipe-2 Meningkatkan Gangguan

  Autoimune: Kambuhnay gejala korea Restrukturisasi kognitif melalui Al-Fatihah pada demam rematik

  Mengidentifikasi dan mengevaluasi pikiran otomatis disfungsional melalui diskusi ▪ Bila melihat ayat 7, dapatkah anda temukan pikiran yang mengakibatkan emosi negatif menimpa anda? ▪ Apa efeknya bila anda mengubah pikiran dengan melihat ayat 1,2,3, atau 5? ▪ Bila melihat ayat 2, apa yang masih bisa anda syukuri dalam situasi ini? Apa yang masih bisa anda lakukan untuk bersyukur pada-Nya?

  WOKO ▪ Bila melihat ayat 5, apa permintaan anda pada Allah dalam situasi ini? Apa yang bisa anda lakukan mewujudkannya? Siapa lagi teman anda

  yang mungkin bisa anda mintai tolong? ▪ Bila melihat ayat 6, perilaku apa yang ingin anda ubah agar sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulullah? Mengidentifikasi dan mengevaluasi pikiran otomatis disfungsional melalui diskusi

  Membaca surat Al-Fatihah, berhenti sejenak pada setiap ayatnya, menghayati makna bacaannya(pikiran lebih fungsional yang digali saat sesi Menurunkan Gangguan terapi), dan menanti jawaban Allah dari apa yang telah diucapkannya itu, seolah-olah subjek mendengar-Nya.

  Autoimmune: Mencegah gejala korea pada demam rematik

  SAKTIYONO B. PUR

  Menurunkan Reaksi Lebih Adaptif Pikiran Otomatis

  Derajat Immunopathology:

  Lebih Fungsional Stres Rendah Regulasi respon-respon

  Emosi (+) Perilaku (+) Fisiologis (+) cytokine Tipe-2 Gambar 1. Proses restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah dalam mengubah pikiran otomatis disfungsional subjek penelitian hingga mempengaruhi derajat stresnya.

  al-Fâtihah adalah upaya mengubah pikiran

  Metode Analisis Data. Hasil penelitian

  Phase, skor yang diperoleh subjek

  pengukuran derajat stres pada Treatment

  Pembahasan. Berdasarkan hasil

  15 poin (turun 11,90%). Selain itu, penurunan 15 poin itu juga mengubah tingkat derajat stres dari severe menjadi moderate.

  Phase adalah 50, sehingga terdapat selisih

  Menurut Kazdin (Gravetter & Forzano, 2006), perbedaan yang besar antara poin data terakhir di satu phase dengan poin data awal di phase berikutnya merupakan indikasi yang baik bahwa subjek menunjukkan respon segera terhadap treatment. Pada subjek, poin data terakhir di Baseline Phase adalah 65, sedangkan poin data awal di Treatment

  diperoleh skor DASS subjek sebagaimana disajikan pada gambar 2.

  Fâtihah selama 6 kali pertemuan (3 minggu),

  sesi restrukturisasi kognitif melalui al-

  Hasil dan Pembahasan Hasil Perolehan Data. Setelah dilakukan

  perilaku yang ditetapkan pada baseline phase berubah menjadi pola lain yang berbeda saat peneliti mengubahnya ke treatment phase. Hal itu dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa manipulasi pada satu variabel dapat menyebabkan perubahan pada variabel lain (Gravetter & Forzano, 2006).

  Visual Inspection Techniques. Perubahan phase bertujuan untuk memperlihatkan pola

  dengan desain Single Case ini disajikan dan diinterpretasikan dengan menggunakan

  2006).

  dan keyakinan disfungsional individu melalui

  ditemukan bahwa tes ini reliabel (α = .9483). Berdasarkan pengujian validitas dengan menggunakan teknik validitas internal ditemukan 41 item valid dan 1 item tidak valid, yaitu item 2. Sedangkan norma dibuat berdasarkan T score yang dibagi menjadi 5 kategori yaitu Normal, Mild, Moderate,

  alpha

  Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas dengan menggunakan formula Cronbach’s

  Damanik (2006) telah menguji validitas dan reliabilitas DASS di Indonesia, dengan total sampel 144 individu yang dibagi menjadi dua kelompok, kelompok sampel klinis dan kelompok sampel non-klinis. Sampel klinis terdiri dari 72 individu yang hidup di kota Yogyakarta dan Bantul yang telah mengalami bencana alam (disaster). Sedangkan sampel non-klinis terdiri dari 72 individu yang hidup di kota Jakarta dan sekitarnya yang tidak mengalami bencana alam.

  general psychological distress (Damanik, 2006).

  DASS merupakan self-report instrument yang terdiri dari 42 item dan bisa mengukur

  Depression Anxiety Stress Scales (DASS).

  mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur berupa kuesioner, observasi dan interview. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel dependen (derajat stres) adalah

  Metode Pengumpulan Data. Untuk

  subjek diambil berdasarkan critical cases, yaitu kasus-kasus istimewa yang menyoroti fenomena spesifik untuk diteliti (Coolican, 1995). Subjek dalam penelitian ini adalah satu orang penderita demam rematik dengan gejala korea.

  Subjek Penelitian. Pada penelitian ini

  Stres adalah hubungan spesifik antara individu dan lingkungan, yang dinilai oleh individu sebagai beban atau melampaui sumber dayanya, dan mengancam kesejahteraannya. Derajat stres dalam penelitian ini adalah frekuensi (seberapa sering) subjek mengalami simptom-simptom stres.

  kognitif melalui al-Fâtihah bersifat aktif- direktif dan terstruktur.

  tadabbur ayat-ayat al-Fâtihah. Restrukturisasi

  menurun secara bertahap. Penurunan ini mengindikasikan bahwa subjek mampu mengubah pikiran-pikiran disfungsionalnya menjadi pikiran-pikiran yang lebih fungsional melalui tadabbur ayat-ayat al-Fâtihah, sehingga derajat stresnya menurun. Menurut Beck (1995), evaluasi yang realistis dan modifikasi pikiran dapat menghasilkan perbaikan pada perasaan dan perilaku individu. Di sisi lain, subjek juga melaporkan bahwa selama sesi terapi berlangsung, ia merasa seolah-olah sedang “berdialog langsung” dengan Tuhan, merasa lebih tenang, lebih sehat, dan tidak mudah sakit saat melakukan banyak aktivitas. Menurut Oman dan Thoresen (Lyons & Chamberlain, 2006), model psikoterapi yang didasari kesehatan melalui cara psychobiological, seperti efek langsung dari keadaan psikologis positif yang diperoleh dari agama (keyakinan, harapan), dalam hal ini adalah pikiran-pikiran alternatif dari kandungan ayat-ayat al-Fâtihah yang diperoleh subjek saat sesi terapi, yang berdampak pada fungsi imun dan endokrin.

  Berdasarkan hasil pengukuran derajat stres After Treatment Phase, skor yang diperoleh subjek ada yang mengalami kenaikan. Di minggu pertama pada Phase ini, subjek mengalami setback (kemunduran) karena sedang menghadapi situasi menekan di sekolah. Selain itu subjek mulai jarang mempraktikkan tadabbur ayat-ayat al-

  Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dan kesimpulan yang diperoleh, maka peneliti mencoba memberikan saran kepada subjek mengenai perlunya latihan rutin dalam men-tadabbur ayat-ayat al-

  

Phase

Skor DASS

  90 100 110 120

  80

  70

  60

  50

  40

  30

  20

  10

  A1 A2 A3 B1 B2 B3 A’1 A’2 A’3

  terminasi bisa diakibatkan karena munculnya kejadian lain yang tidak dibahas dalam sesi terapi, berkurangnya frekuensi tadabbur ayat-ayat al-Fâtihah, restrukturisasi kognitif tidak sampai mengubah beliefs, dan tidak dilakukannya follow-up pada minggu ke-2.

  Fâtihah. Di minggu kedua pada Phase ini,

  Setback yang dialami subjek setelah

  derajat stres pada penderita demam rematik dengan gejala korea di tingkat moderate.

  Fâtihah terbukti efektif dalam menurunkan

  Berdasarkan hasil perolehan data dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa restrukturisasi kognitif melalui al-

  Kesimpulan, Saran, dan Penutup

  Selain itu, setback bisa terjadi karena tidak dilakukannya follow-up pada minggu ke-2 setelah terminasi, dimana dalam prosedur terapi kognitif hal tersebut perlu dilakukan (Beck, 1995). Follow-up tidak dilakukan peneliti karena mengacu pada prosedur penelitian yang menyatakan bahwa Phase harus terdiri dari minimum tiga kali observasi (Gravetter & Forzano, 2006).

  Menurut Beck (1995), bila modifikasi hanya sampai taraf pikiran otomatis saja tanpa mudah mengalami setback.

  Fâtihah dan sedang menghadapi dua situasi menekan yang muncul secara bersamaan.

  kembali. Ketika itu, subjek sedikit sekali mempraktikkan tadabbur ayat-ayat al-

  Phase ini, subjek mengalami setback

  subjek mulai kembali men-tadabbur ayat 1 surat al-Fâtihah hingga mampu menurunkan derajat stresnya. Dengan demikian, subjek telah mencoba menjadi terapis bagi dirinya sendiri. Menurut Beck (1995), terapi kognitif mengajarkan klien untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri. Di minggu ketiga pada

  Keterangan: A = Baseline Phase, B = Treatment Phase, A’ = After Treatment Phase Gambar 2. Distribusi Skor DASS pada Subjek

  Sedangkan kepada peneliti selanjutnya, bila tertarik menggunakan restrukturisasi kognitif melalui al-Fâtihah, maka perlu dilakukan sampai mengubah beliefs, dan melakukan

  Gravetter, F.J., & Forzano, L.A.B. (2006).

  Health psychology: A critical introduction.

  The Guilford Press. Lyons, A. C., & Chamberlain, K. (2006).

  Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal, and coping. Springer. Leahy, R. L. (2004). Contemporary cognitive therapy: Theory, research, and practice.

  Kring, A. M., Johnson, S. L., Davison, G. C., & Neale, J. M. (2010). Abnormal psychol- ogy (11 th ed.). John Wiley & Sons.

  H. (2007). Current rheumatology diagno- sis and treatment (2 nd ed.). McGraw-Hill.

  Imboden, J. B., Hellmann, D. B., & Stone, J.

  Hamdan, A. (2008). Cognitive restructuring: An Islamic perspective. Journal of Muslim Mental Health, 3, 99–116.

  Oxford handbook of rheumatology (2 nd ed.). Oxford University Press.

  Hakim, A. J., Clunie, G. P. R., & Haq, I. (2002).

  Research methods for the behavioral sciences (2 nd ed.). Wadsworth/Thomson Learning.

  Frey, R. (2005). Sydenham’s chorea. The Gale Group. Gilman, S. (2010). Oxford American Hand- book of Neurology. Oxford University Press, Inc.

  follow-up setelah terminasi.

  Journal of Cognitive Psychotherapy: An International Quarterly, 25(3), 218-232.

  Deacon, B. J., Fawzy, T. I., Lickel, J. J., & Tay- lor, K. B. W. (2011). Cognitive defusion versus cognitive restructuring in the treat- ment of negative self-referential thoughts: An investigation of process and outcome.