Hubungan kepribadian hardiness dan kesejahteraan psikologis pada lansia - USD Repository

HUBUNGAN KEPRIBADIAN HARDINESS DAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  Program Studi Psikologi Oleh :

  Nama : Galih Laksita Cyrillus NIM : 039114072

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

HUBUNGAN KEPRIBADIAN HARDINESS DAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  Program Studi Psikologi Oleh :

  Nama : Galih Laksita Cyrillus NIM : 039114072

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

  

Pernyataan Keaslian Karya

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 30 Januari 2008 Galih Laksita Cyrillus

  

Abstrak

Hubungan Kepribadian Hardiness dan Kesejahteraan Psikologis Pada

Lansia

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kepribadian hardiness dengan kesejahteraan psikologis pada lansia. Hipotesa penelitian yang yang diajukan peneliti yaitu, ada hubungan positif antara kepribadian hardiness dengan kesejahteraan psikologis pada lansia.

  Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah lansia yang berada di Panti Sosial Tresna Wredha (PTSW) Abiyoso Pakem Sleman, Komunitas Pensiunan St. Antonius Kota Baru Yogyakarta dan PEPABRI Klaten. Jumlah keseluruhan subyek penelitian adalah 60 orang lansia. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala kepribadian hardiness dan skala kesejahteraan psikologis. Dari hasil uji coba skala, diperoleh koefisien reliabilitas skala kepribadian hardiness sebesar 0,893, dan untuk skala kesejahteraan psikologis sebesar 0,934.

  Metode atau tehnik analisis data menggunakan analisis korelasi Product

  

Moment Pearson. Semua perhitungannya dilakukan dengan Statistical Product

and Service Solution (SPSS) for Window versi 12.0.

  Hasil penelitian menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,833 pada tingkat signifikansi 0,01 (1-tailed). Hal itu berarti ada hubungan positif yang signifikan antara kepribadian hardiness dengan kesejahteraan psikologis pada lansia.

  Kata kunci : kepribadian hardiness, kesejahteraan psikologis, lansia.

  

Abstract

Correlation Between Hardy Personality And Psychological Well-Being Of

Aging People

  This research was aimed to find out the correlation between hardy personality and psychological well-being of aging people. Positive correlation between hardy personality and psychological well-being of aging people was the hypothesis of this research.

  The research subjects were aging people in Panti Sosial Tresna Wredha (PTSW) Abiyoso Pakem Sleman, St. Antonius Kota Baru Yogyakarta Aging retirement, and PEPABRI Klaten. Number of the research subjects were 60 aging people. The data were collected by hardy personality scale and psychological well-being scale. From the try out result, reliability coefficient of hardy personality scale was 0, 893 and psychological well-being scale was 0, 934.

  The method of data analysis was the Pearson’s Product Moment Correlation. All of the computations was conduct by Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Window version 12.0.

  The result shows that the correlation coefficient was 0,833 at the level significant 0, 01 (1-tailed). It’s means there was significant positive correlation between hardy personality and psychological well-being of aging people.

  Keywords : hardy personality, psychological well-being, aging people

  

Kata Pengantar

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaanya, sehingga penulis dapat menyelesaiakan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mmperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Selama proses penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dan dorongan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terwujud. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak, yaitu :

  1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas sanata Dharma, yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.

  2. Ibu MM. Nimas Eki Suprawati, S.Psi., Psi., M.Si, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah dengan sabar membimbing, memberi saran, kritik dan nasihat supaya penulis berpikir runtut, kritis dan mampu menyelesaiakn skripsi dengan baik.

  3. Ibu Agnes Indar Etikawati S.Psi., Psi., M.Si dan Bapak T. Priyo Widiyanto selaku Dosen Pembimbing Akademik

  4. Ibu Sylvia Carolina Murtisari S.Psi., M.Si, selaku Ketua program studi.

  5. Ibu Anantasari dan Pak Minto selaku dosen penguji atas saran yang telah diberikan. Pak Agung atas informasi-informasi dan jawaban-jawaban pertannyaan saya. Dosen-dosen Lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas bimbingan belajarnya selama ini.

  6. Seluruh Staf Sekertariat Pak Gie, Mbak nanik, Mas Gandung, Mas Muji, dan mas Doni, yang telah membantu kelancaran studi, skripsi, praktikum, asistensi, “matur nuwun sanget nggih”.

  7. Pimpinan dan Karyawan Panti Sosial Tresna Wredha Abiyoso Pakem, yang telah memberikan ijin penelitian, informasi-informasi dan kerjasama- kerjasamanya selama penelitian berlangsung.

  8. Bapak Ibu penghuni Panti Sosial Tresna Wredha Abiyoso Pakem, terimakasih atas kesediaan dan kerelaan waktunya untuk mengisi angket penelitian.

  9. Bapak Ibu warga Pakembinangun Pakem, terimakasih atas kesediaan dan kerelaan waktunya untuk mengisi angket penelitian.

  10. Bapak YB. Soetardjo selaku Ketua Komunitas Pensiunan Gereja St. Antonius Kota Baru Yogyakarta. Bapak Ibu Anggota Komunitas Pensiunan Gereja St.

  Antonius Kota Baru Yogyakarta, terimakasih atas kesediaan dan kerelaan waktunya untuk mengisi angket penelitian.

  11. Bapak Kapt (purn). Suparjo selaku Ketua Pepabri Anak ranting dua Ketandan Klaten Utara. Bapak Ibu Anggota Pepabri Worokawuri Anak ranting dua Ketandan Klaten Utara, terimakasih atas kesediaan dan kerelaan waktunya untuk mengisi angket penelitian.

  12. Bapak, Ibu, Mas Adya, Mbak Galuh, Mbah Padyasastra, Mbah Kung & Mbah Ibu, Keluarga besar Padyasastra dan Keluarga Bejo Sucipto.

  13. Loe-76 (Asisten pribadi saya,…he..he) yang telah mencurahkan segala waktu, tenaga dan dukungan yang tiada terkira. Thx for everything to me………….

  14. Teman-teman Caedewe angkt 03, nanang, indri, beni, atok, rondang, doni, samsul, ana, diana, dani, dias, suster wigi, mia, tyok, abe, sadel, nug, joko, dhani,………

  15. Temen-teman angkatan 2003 dari A sampai Z yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, teman-teman seperjuangan ( wedha, thea, novi, fika, cahya, dewi, dede, dll…), teman-teman angkatan angktan 04,05,06,07…

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharap segala kritik dan saran yang dapat melengkapi skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

  Yogyakarta, 30 Januari 2008 Galih Laksita Cyrillus

  

DAFTAR ISI

  Halaman

  HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... ii HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................... iv ABSTRAK ................................................................................................... v ABSTRACT ................................................................................................. vi KATA PENGANTAR................................................................................. vii DAFTAR ISI................................................................................................ x

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv

  BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 7 C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 8 D. . Manfaat Penelitian ............................................................................ 8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 10 A. Kesejahteraan Psikologis Lansia....................................................... 10

  1. Kesejahteraan Psikologis ............................................................ 10

  a. Definisi.................................................................................. 10

  b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis ...................................................... 12

  c. Aspek-aspek Kesejahteraan Psikologis................................. 17

  2. Lansia ...................................................................................... 19

  a. Definisi.................................................................................. 19

  3. Kesejahteraan Psikologis Lansia................................................. 25

  B. Kepribadian Hardiness...................................................................... 26

  1. Definisi ...................................................................................... 26

  2. Aspek-aspek Kepribadian Hardiness.......................................... 26

  C. Kepribadian Hardiness dan Kesejahteraan Psikologis Lansia.......... 28

  D. Hipotesis ...................................................................................... 33

  

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 34

A. Jenis Penelitian.................................................................................. 34 B. Identifikasi Variabel.......................................................................... 34 C. Definisi Operasional ......................................................................... 34

  1. Kepribadian Hardiness................................................................ 34

  2. Kesejahteraan Psikologis ............................................................ 35

  D. Subyek Penelitian.............................................................................. 36

  E. Alat Pengumpul Data ........................................................................ 37

  1. Skala Kepribadian Hardiness...................................................... 38

  2. Skala Kesejahteraan Psikologis .................................................. 38

  F. Pengujian Alat Ukur Penelitian......................................................... 40

  1. Uji Validitas ................................................................................ 40

  2. Uji Coba Alat Ukur ..................................................................... 40

  3. Seleksi Aitem Alat Ukur ............................................................. 41

  4. Uji Reliabilitas ............................................................................ 45

  G. Tehnik Analisis Data......................................................................... 47

  

BAB IV. PENELITIAN DAN HASIL PENELITIAN ............................. 48

A. Pelaksanaan Penelitian ...................................................................... 48 B. Hasil Penelitian ................................................................................. 49

  1. Deskripsi Subyek Penelitian ....................................................... 49

  2. Deskripsi Data Penelitian............................................................ 50

  3. Uji Asumsi .................................................................................. 51

  C.

   Pembahasan ...................................................................................... 54

  

BAB V. KESIMPULAN ............................................................................ 61

A. Kesimpulan ....................................................................................... 61 B. Saran.................................................................................................. 61

  1. Bagi Para Lansia ......................................................................... 61

  2. Bagi Pihak-pihak Yang Berkompeten Di bidang Kesejahteraan Lansia.................................................. 62

  3. Bagi peneliti Selanjutnya ............................................................ 62

  C. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 62

  

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 64

LAMPIRAN................................................................................................. 67

  

DAFTAR TABEL

  Halaman Tabel 1. Blueprint Sebaran Aitem Skala Kepribadian Hardiness

  Sebelum Uji Coba ...................................................................... 38 Tabel 2. Blueprint Sebaran Aitem Skala Kesejahteraan Psikologis

  Sebelum Uji Coba ...................................................................... 39 Tabel 3. Sebaran Aitem Skala Kepribadian Hardiness

  Setelah Uji Coba……………………………………………….. 43 Tabel 4. Sebaran Aitem Skala Kesejahteraan Psikologis

  Setelah Uji Coba ........................................................................ 44 Tabel 5. Deskripsi Subyek Penelitian ...................................................... 50 Tabel 6. Deskripsi Data Penelitian........................................................... 50 Tabel 7. One-Sample Kolmogorov Smirnov ............................................ 52 Tabel 8. Compare Means Test for linearity ............................................. 53

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman Lampiran 1. Tabulasi Data Hasil Uji Coba............................................. 68 Lampiran 2. Uji Validitas dan Reliabilitas.............................................. 81 Lampiran 3. Tabulasi Data Hasil Penelitian ........................................... 89 Lampiran 4. Uji Asumsi.......................................................................... 98 Lampiran 5. Uji Hipotesis ....................................................................... 102 Lampiran 6. Skala Uji Coba.................................................................... 104 Lampiran 7. Skala Final Penelitian ......................................................... 116 Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian ............................................................ 127

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lanjut usia (lansia) adalah periode terakhir dalam rentang kehidupan

  seseorang. Pada masa lanjut usia terjadi banyak perubahan, baik kondisi biologis, psikologis maupun sosial. Perubahan-perubahan tersebut mengarah pada penurunan kondisi biologis, psikologis maupun sosial individu. Penurunan pada ketiga kondisi tersebut sering disebut penurunan kondisi biopsikososial.

  Kondisi biopsikososial individu berhubungan erat dengan kesehatan mental individu. Kondisi biopsikososial merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental individu. Apabila kondisi biopsikososial individu baik maka kesehatan mental individu juga baik. Notosoedirjo dan Latipun (2000) mengungkapkan bahwa, sejalan dengan kondisi biopsikososial orang lanjut usia yang mengalami penurunan tersebut, maka masalah di bidang kesehatan mental pada orang lanjut usia tidaklah terelakkan.

  Orang lanjut usia termasuk kelompok yang memiliki berbagai masalah dengan kesehatan mental. Darmojo (dalam Kompas, 2002) mengatakan bahwa para lansia umumnya mengalami kemunduran mental-psikologik. Hal tersebut diperoleh dari hasil penelitiannya pada tahun 1997 yang menunjukkan bahwa lansia yang terjangkit penyakit lupa mencapai 50,3 persen, kesepian 20,4 persen, sulit tidur 21,3 persen, dan depresi 4,2 persen. Itu semua merupakan gejala dini mental itu, maka kalangan orang lanjut usia perlu memperoleh perhatian khusus dalam penanganan kesehatan mentalnya.

  Seiring dengan kemajuan jaman, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang kedokteran, peningkatan kesehatan lingkungan, serta kesuksesan program keluarga berencana, secara umum meningkatkan usia harapan hidup penduduk. Peningkatan usia harapan hidup tersebut mengakibatkan jumlah penduduk yang berusia lanjut semakin banyak dan menyebabkan adanya ledakan jumlah lansia yang cukup besar. Dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1998, harapan hidup penduduk Indonesia rata-rata 63 tahun untuk kaum pria, dan wanita 67 tahun (Kompas, 2002). Pertumbuhan jumlah penduduk lansia di Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia (mencapai 414 persen) dalam kurun waktu tahun 1990-2025 (Kompas, 2002). Menurut Darmojo (dalam Kompas, 2002) jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat dunia di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat.

  Ledakan jumlah lansia yang cukup besar ini perlu mendapatkan penanganan yang tepat. Hal ini perlu dilakukan sebab lansia merupakan kelompok yang memiliki berbagai masalah dengan kesehatan mental. Jika ledakan jumlah lansia yang cukup besar ini tidak mendapatkan penanganan yang tepat, maka dapat menimbulkan berbagai permasalahan bagi lansia sendiri, keluarga maupun masyarakat. Penanganan yang tepat itu adalah mengusahakan kesehatan mental bagi para lansia, berbagai masalah kesehatan mental yang sering dialami lansia dapat diantisipasi. Diharapkan pula dengan kondisi yang sehat mental pada para lansia, ledakan jumlah lansia yang cukup besar tersebut tidak mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan bagi lansia sendiri, keluarga maupun masyarakat.

  Berkaitan dengan kesehatan mental pada individu, kesejahteraan psikologis (psychological well-being) merupakan suatu konsep yang membahas kesehatan mental individu. Kesejahteraan psikologis merupakan indikator kesehatan mental pada individu (Veit & Ware, 1983; Florian, Mikulincer & Taubman,1995). Individu yang sehat mental adalah mereka yang mengalami kesejahteraan psikologis. Dengan demikian kesejahteraan psikologis di masa lansia itu penting, karena dengan sejahtera secara psikologis maka lansia akan sehat mentalnya dan dengan sehat mental maka diasumsikan akan terhindar dari gangguan-ganguan mental yang biasanya muncul pada masa lansia.

  Beberapa ahli memaparkan bahwa kesejahteraan psikologis itu dipengaruhi banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi itu antara lain faktor usia dan jenis kelamin (Ryff,1989b; Ryff & Keyes, 1995), status pernikahan, kondisi keuangan dan kesehatan (Ryff,1989b), serta tingkat pendidikan (Ryff & Shmotkin, 2002). Selain itu beberapa peneliti juga mengungkapkan faktor-faktor lainnya seperti; coping (Kling, Seltzer, & Ryff, 1997), budaya (Ryff, 1995), kepribadian big five (Schmutte & Ryff, 1997) serta sense of control dan dukungan sosial (Berk, 2007).

  Seperti yang telah diungkapkan di atas, sense of control dan dukungan sosial berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis individu. Individu yang memiliki sense of control pada berbagai macam aspek kehidupan dan peristiwa- peristiwa kehidupan yang dihadapainya, memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi (Berk, 2007). Kemudian adanya dukungan sosial yang diperoleh individu ketika menghadapi kesulitan-kesulitan dalam kehidupan, dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis pada individu.

  Masa lanjut usia merupakan masa yang sulit bagi individu. Pada masa ini terjadi peristiwa-peristiwa kehidupan yang sulit seperti penurunan kondisi fisik dan kesehatan, kehilangan pekerjaan karena pensiun, berkurangnya penghasilan keluarga dan kehilangan pasangan hidup atau teman karena kematian (Sarafino,1994). Adanya sense of control dan dukungan sosial pada individu lansia akan berguna bagi individu dalam menghadapi peristiwa-peristiwa kehidupan yang sulit tersebut, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan psikologisnya.

  Terkait dengan sense of control dan dukungan sosial, individu yang berkepribadian hardiness ternyata memiliki sense of control pada dirinya dan kecenderungan untuk mencari dukungan sosial (Kobasa, 1979; Kobasa, Maddi & Kahn,1982). Kepribadian hardiness adalah kepribadian yang memiliki karakteristik control, commitment dan challenge. Control merupakan kecenderungan untuk meyakini bahwa dirinya mampu mengontrol dan mempengaruhi bermacam-macam peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. sedang dilakukan atau dihadapi. Challenge adalah kecenderungan untuk meyakini bahwa perubahan-perubahan hidup adalah sesuatu yang wajar dalam kehidupan, dan merupakan kesempatan untuk mengembangkan diri bukan sebagai ancaman terhadap rasa amannya.

  Seperti yang telah diungkapkan, adanya sense of control dan dukungan sosial dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis individu. Sementara sense of

  

control dan dukungan sosial ini banyak ditemui pada individu yang

  berkepribadian hardiness. Jadi hal ini menunjukkan adanya kemungkinan keterkaitan antara kepribadian hardiness dengan kesejahteraan psikologis.

  Penelitian mengenai hubungan kepribadian hardiness dan kesejahteraan psikologis sebenarnya pernah dilakukan oleh Florian, Mikulincer dan Taubman pada tahun 1995. Mereka melakukan penelitian mengenai hubungan kepribadian

hardiness dan kesejahteraan psikologis pada siswa pendidikan militer di Israel .

  Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa individu yang memiliki tingkat kepribadian hardiness yang tinggi, memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan positif antara kepribadian hardiness dengan kesejahteraan psikologis.

  Meski telah terbukti ada hubungan positif antara kepribadian hardiness dan kesejahteraan psikologis, tetapi penelitian pada subyek lansia sejauh ini belum pernah dilakukan. Siswa pendidikan militer dan lansia memiliki karakteristik yang berbeda, jadi belum dapat diketahui apakah hasil temuan Florian, Mikulincer dan Taubman pada tahun 1995 tersebut berlaku juga pada subyek kepribadian hardiness dan kesejahteraan psikologis pada subyek lansia. Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk mengkaji hubungan kepribadian hardiness dan kesejahteraan psikologis pada subyek lansia. Selain dengan subyek penelitian yang berbeda, penelitian ini akan menggunakan konsep kesejahteraan psikologis yang berbeda dari penelitian Florian dkk tahun 1995. Jika penelitian Florian dkk menggunakan konsep kesejahteraan psikologis dari Veit & Ware, maka dalam penelitian ini akan menggunakan konsep kesejahteraan psikologis dari Carol D. Ryff.

  Berkembangnya penelitian mengenai kesejahteraan psikologis membuat konsep kesejahteraan psikologis semakin berkembang dan diperbarui. Pada tahun 1989, Carol D. Ryff menyusun konsep baru mengenai kesejahteraan psikologis dan merevisinya pada tahun 1995. Ryff mengartikan kesejahteraan psikologis sebagai ada dan berfungsinya sifat-sifat psikologis positif seperti penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. Sejak tahun 1989, banyak penelitian-penelitian mengenai kesejahteraan psikologis dilakukan dengan menggunakan konsep kesejahteraan psikologis dari Ryff. Penelitian-penelitian itu dapat dilihat pada Ryff, 1991; Ryff & Essex, 1992; Heidrich & Ryff, 1993; Ryff & Keyes, 1995; Kling, Seltzer, & Ryff, 1997; Schmutte & Ryff, 1997; Shmotkin, Ryff & Keyes, 2002; Anantasari, 2004 ; Halim & Atmoko, 2005; Hanita, 2006, dll.

  Dari perkembangan penelitian-penelitian mengenai kesejahteraan psikologis yang sudah dilakukan, dapat kita ketahui bahwa konsep kesejahteraan adalah konsep kesejahteraan psikologis yang terbaru dan banyak dipakai oleh para peneliti dalam meneliti kesejahteraan psikologis individu. Sedangkan penelitian Florian dkk tahun 1995 mengenai kepribadian hardiness dan kesejahteraan psikologis, menggunakan konsep kesejahteraan psikologis dari Veit & Ware yang disusun pada tahun 1983 . Veit & Ware (1983) mengartikan kesejahteraan psikologis sebagai adanya afek positif umun dan ikatan emosional dengan orang lain. Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk mengkaji kembali hubungan kepribadian hardiness dan kesejahteraan psikologis yang pernah diteliti Florian dkk. Berbeda dengan penelitian Florian dkk yang menggunakan konsep kesejahteraan psikologis dari Veit & Ware yang disusun pada tahun 1983, kesejahteraan psikologis dalam penelitian ini akan menggunakan konsep kesejahteraan psikologis dari Ryff.

  Berdasarkan latar belakang di atas maka secara khusus studi ini tertarik untuk mengkaji hubungan antara kepribadian hardiness dengan kesejahteraan psikologis pada lansia. Kesejahteraan psikologis dalam penelitian ini akan menggunakan konsep kesejahteraan psikologis dari Ryff.

B. Perumusan Masalah

  Masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kepribadian hardiness dengan kesejahteraan psikologis pada lansia.

  C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kepribadian hardiness dengan kesejahteraan psikologis pada lansia.

  D. Manfaat penelitian 1. Manfaat teoretis :

  a. Memberikan sumbangan informasi di bidang psikologi perkembangan,

  khususnya psikogerontologi mengenai hubungan kepribadian hardiness dan kesejahteraan psikologis lansia.

  b. Memperkaya penelitian Florian, Mikulincer dan Taubman pada tahun

  1995 yang pernah mengkaji hubungan kepribadian hardiness dan kesejahteraan psikologis pada siswa pendidikan militer. Berbeda dengan Florian dkk, penelitian ini akan mengkajinya pada subyek lansia dan menggunakan konsep kesejahteraan psikologis yang lebih baru dan mutakhir. Dalam penelitian Florian dkk tahun 1995, menggunakan konsep kesejahteraan psikologis dari Veit & Ware yang disusun tahun 1983, sedang dalam penelitian ini akan menggunakan konsep kesejahteraan psikologis dari Ryff yang disusun tahun 1989 dan direvisi tahun 1995.

2. Manfaat praktis : a. Bagi Lansia

  Memberikan informasi mengenai kepribadian hardiness dan lansia. Dengan demikian dapat menjadi masukan bagi lansia untuk meningkatkan kesejahteraan psikologisnya.

  b. Bagi Keluarga dan Masyarakat pada umumnya

  Memberikan informasi bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya dalam rangka berpartisipasi meningkatkan kesejahteraan psikologis pada kalangan orang lanjut usia.

  c. Pihak-pihak Yang Berkompeten Di bidang Kesejahteraan Lansia

  Hasil penelitian ini dapat menjadikan pertimbangan bagi pihak- pihak yang berkompeten dibidang kesejahteraan lansia seperti panti wredha, Departemen Sosial, Komnas lansia dsb sebagai pertimbangan untuk membuat kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan psikologis lansia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis Lansia

1. Kesejahteraan Psikologis a. Definisi

  Bradburn (dalam Ryff, 1989b) mengartikan kesejahteraan psikologis sebagai adanya keseimbangan antara afek positif dan afek negatif pada diri individu.

  Veit & Ware (1983) mengartikan kesejahteraan psikologis sebagai adanya afek positif umum dan ikatan emosional dengan orang lain. Afek positif umum adalah perasaan bahagia, puas dan senang dengan segala sesuatu yang ada pada diri sendiri. Selain itu individu yang memiliki afek positif umum, memiliki kehidupan sehari-hari yang menyenangkan/menarik, merasakan ketenangan dan kedamaian serta keceriaan dan sukacita. Secara umum mereka menikmati apapun yang sedang dihadapi, rileks dan bebas dari ketegangan, hidup dalam pengalaman yang indah/menarik, mengharapkan/menantikan hari-hari yang menyenangkan, bagun tidur dengan segar setelah cukup beristirahat, serta memiliki harapan-harapan/cita-cita tentang masa depan.

  Sedang ikatan emosional diartikan sebagai adanya perasaan dicintai dan diinginkan oleh orang-orang disekitarnya, serta penuh cinta kasih dalam hubungannya dengan orang lain.

  Veit & Ware (1983) mengungkapkan jika individu memiliki ciri- ciri yang terdapat di dalam afek positif umum dan ikatan emosional maka individu tersebut dikatakan mengalami kesejahteraan psikologis.

  Sementara itu Ryff (1989b) dan Ryff & Keyes (1995) mengartikan kesejahteraan psikologis sebagai ada dan berfungsinya sifat-sifat psikologis positif yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup serta pertumbuhan pribadi.

  Konsep kesejahteraan psikologis dari Ryff merupakan integrasi dari tiga perspektif besar yaitu bidang kesehatan mental, psikologi klinis, dan psikologi perkembangan (Ryff,1989a, 1989b, 1995; Ryff & Keyes, 1995). Dari kesehatan mental terdiri dari kriteria positif sehat mental dari Jahoda dan fungsi-fungsi positif pada masa lanjut dari Birren. Di bidang psikologi klinis terdiri dari konsep aktualisasi diri (self-actualization) dari Mazlow, pribadi yang berfungsi sepenuhnya (fully functioning person) dari Rogers, kedewasaan (maturity) dari Allport, dan tentang individuasi (individuation) manusia dari Jung.

  Dari psikologi perkembangan terdiri dari tahap perkembangan psikososial Erikson, tendensi dasar kehidupan dari Buhler, dan deskripsi mengenai perubahan kepribadian pada masa dewasa dan tua dari Neugarten.

  Dari tiga perspektif besar tersebut, Ryff mengekstrasikannya menjadi enam aspek sifat-sifat psikologis positif yaitu, penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi.

  Ada dan berfungsinya enam aspek sifat-sifat psikologis positif seperti penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup serta pertumbuhan pribadi ini oleh Ryff disebut dengan kesejahteraan psikologis.

  Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan konsep kesejahteraan psikologis dari Ryff. Hal ini dilakukan karena penelitian ini bertujuan memperkaya penelitian sebelumnya yang mengkaji hubungan kepribadian hardiness dan kesejahteraan psikologis, dengan menggunakan konsep kesejahteraan psikologis yang lebih baru dan mutakhir, yaitu konsep kesejahteraan psikologis dari Ryff.

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis antara lain :

1) Usia

  Ryff & Keyes (1995) meneliti kesejahteraan psikologi pada akhir (lansia). Mereka mengungkapkan bahwa sejalan dengan bertambahnya usia ada peningkatan aspek penguasaan lingkungan, aspek hubungan positif terhadap orang lain dan aspek otonomi. Aspek penguasaan lingkungan dan hubungan positif terhadap orang lain pada lansia memiliki tingkatan yang paling tinggi dari dua masa sebelumnya. Sedang aspek otonomi mengalami peningkatan secara signifikan terutama hanya dari dewasa muda ke madya dan pada lansia tidak ada perubahan yang signifikan.

  Aspek tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi mengalami penurunan sejalan bertambahnya usia. Bila dibandingkan dengan dua usia sebelumnya, lansia memiliki tingkat aspek tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi yang paling rendah. Sedang untuk aspek penerimaan diri tidak ada perbedaan pada ketiga kelompok usia.

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usia berpengaruh terhadap aspek penguasaan lingkungan, otonomi, tujuan hidup, pertumbuhan pribadi dan hubungan positif terhadap orang lain. Sejalan dengan peningkatan usia, aspek penguasaan lingkungan, otonomi (terutama dari dewasa muda ke dewasa madya), dan hubungan positif dengan orang lain meningkat, sedang untuk aspek tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi mengalami penurunan.

2) Jenis Kelamin

  Wanita memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menjalin pribadi daripada pria (Ryff ,1989b; Ryff & Keyes,1995). Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa wanita cenderung berpotensi memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi dari pada pria.

  

3) Status Pernikahan, Kondisi Keuangan dan Kesehatan, dan

Tingkat Pendidikan.

  Status pernikahan menjadi prediktor terhadap penerimaan diri dan tujuan hidup (Ryff,1989b). Status sudah menikah menjadi prediktor yang baik untuk aspek penerimaan diri dan tujuan hidup. Kondisi keuangan dan kesehatan menjadi prediktor terhadap penerimaan diri, penguasaan lingkungan dan tujuan hidup (Ryff,1989b). Kondisi keuangan dan kesehatan yang baik akan membuat individu memiliki aspek penerimaan diri, penguasaan lingkungan dan tujuan hidup yang baik. Untuk tingkat pendidikan, Ryff, Keyes & Shmotkin (2002) mengungkapkan hasil yaitu tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis.

  Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi kesejahteraan psikologisnya.

  Jadi status menikah, kondisi keuangan dan kesehatan yang baik serta tingkat pendidikan yang tinggi memberi dampak yang positif terhadap kesejahteraan psikologis individu.

  4) Coping

  Dalam sebuah penelitian mengenai coping (Kling, Seltzer individu ketika mengalami stress, berdampak pada kesejahteraan psikologisnya. Individu yang cenderung menggunakan problem-

  focused coping secara signifikan berhubungan dengan tingkat

  kesejahteraan psikologis yang tinggi, sedangkan individu yang cenderung menggunakan emotion-focused coping secara signifikan berhubungan dengan tingkat kesejahteraan psikologis yang rendah.

  Problem-focused coping dan emotion-focused coping secara

  signifikan berhubungan dengan aspek-aspek dari kesejahteraan psikologis. Penggunaan problem-focused coping meningkatkan aspek penguasaan lingkungan dan tujuan hidup pada individu. Sedang penggunaan emotion-focused coping menurunkan aspek penguasaan lingkungan dan penerimaan diri pada individu.

5) Kepribadian

  Schmutte & Ryff (1997) meneliti korelasi trait kepribadian

  Big Five (trait extraversion, neuroticism, conscientiousness,

openness to experience dan agreeableness) terhadap kesejahteraan

  psikologis. Trait neuroticism, extraversion dan conscientiousness menjadi prediktor yang kuat dan konsisten terhadap aspek-aspek kesejahteraan psikologis terutama aspek penerimaan diri, penguasaan lingkungan dan tujuan hidup. Trait openness to

  experience menjadi prediktor untuk pertumbuhan pribadi, tetapi

  sepanjang individu tersebut juga memiliki trait extraversion. Trait hubungan positif terhadap orang lain. Selain itu trait neuroticism menjadi prediktor yang terkuat dari trait lainnya terhadap aspek otonomi.

  Dari penelitian tersebut dapat kita ketahui bahwa karakteristik kepribadian tertentu akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap aspek-aspek dalam kesejahteraan psikologis.

6) Budaya

  Budaya memberikan pengaruh yang mendasar terhadap konsepsi diri dan hubungan terhadap orang lain (Ryff,1995).

  Budaya yang cenderung individualistik memiliki pengaruh yang berbeda terhadap konsepsi diri dan hubungan dengan orang lain, bila dibandingkan dengan budaya yang cenderung kolektivistik. Budaya individualistik yang mempunyai nilai self-oriented menunjukkan tingkat otonomi yang tinggi, dan hubungan positif terhadap orang lain yang rendah. Namun budaya kolektivistik yang mempunyai nilai others-oriented menunjukkan tingkat otonomi yang lebih rendah dan hubungan positif dengan orang lain yang lebih tinggi.

  Dari hal tersebut dapat kita ketahui bahwa perbedaan budaya membawa dampak yang berbeda pula pada kesejahteraan psikologis individu.

  7) Sense of control

  Berk (2007) mengungkapkan bahwa Individu yang memiliki

  sense of control yang tinggi pada berbagai macam aspek kehidupan

  dan peristiwa-peristiwa kehidupan yang dihadapinya, memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi. Adanya sense of control membuat individu memiliki pandangan yang positif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi dan memiliki keyakinan untuk dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi tersebut.

  8) Dukungan Sosial

  Berk (2007) mengungkapkan adanya dukungan sosial yang diperoleh individu ketika menghadapi kesulitan-kesulitan dalam kehidupan, berdampak positif pada kesejahteraan psikologis individu. Dukungan sosial memberikan bantuan bagi individu untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.

c. Aspek-aspek Kesejahteraan Psikologis Ryff

  Menurut Ryff (1989a,1989b, 1995), Ryff & Keyes (1995), aspek-aspek kesejahteraan psikologis itu antara lain :

1) Penerimaan diri

  Penerimaan diri diartikan terpeliharanya sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima aspek-aspek dalam diri termasuk di dalamnya kualitas yang baik maupun yang buruk serta memiliki perasaan yang positif terhadap masa lalu.

  2) Hubungan yang positif dengan orang lain

  Hubungan positif dengan orang lain diartikan sebagai adanya kemampuan untuk menjalin hubungan yang hangat dan penuh percaya dengan orang lain. Selain itu memiliki kepedulian akan kesejahteraan orang lain, mampu memberi empati, afeksi dan intimitas serta memahami unsur-unsur memberi dan menerima dalam suatu hubungan dengan orang lain.

  3) Otonomi

  Otonomi diartikan memiliki kebebasan dalam menentukan diri sendiri, mampu bertahan dari tekanan sosial untuk dapat berpikir dan bertindak dengan cara tertentu, mengatur perilaku berdasarkan pertimbangan dari dalam diri, serta mengevaluasi diri dengan standar diri sendiri/pribadi.

  4) Penguasaan lingkungan

  Penguasaan lingkungan diartikan sebagai terpeliharanya rasa untuk menguasai dan kemampuan untuk mengatur lingkungan, mengendalikan aktivitas-aktivitas eksternal yang kompleks, menggunakan kesempatan-kesempatan yang tersedia secara efektif, serta kemampuan untuk memilih atau menciptakan situasi yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai pribadi.

  5) Tujuan hidup

  Tujuan hidup diartikan sebagai adanya tujuan dalam hidup dan perasaan hidup yang terarah, perasaan akan bermaknanya masa lalu maupun masa kini, memegang keyakinan akan berartinya hidup, serta memiliki tujuan dan sasaran tertentu yang ingin dicapai dalam hidup.

  6) Pertumbuhan pribadi

  Pertumbuhan pribadi diartikan sebagai perasaan akan adanya perkembangan diri yang berkelanjutan, mampu untuk melihat dirinya tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman baru, menyadari potensi diri, melihat peningkatan yang terjadi dalam perilaku dan dalam diri pribadi setiap saat, serta mampu untuk senantiasa berubah yang merupakan cerminan dari bertambahnya pengetahuan/ kemampuan.

2. Lansia a. Definisi

  Masa lanjut usia (aging) yang sering disebut dengan lansia adalah masa perkembangan terakhir dalam hidup manusia. Dikatakan sebagai perkembangan terakhir oleh karena ada sebagian anggapan bahwa perkembangan manusia berakhir setelah manusia menjadi berhenti berkembang sampai ia mati. Boleh saja perkembangan fisik berhenti sampai masa remaja, tetapi perkembangan psikologis, sosial dan spiritual tidak akan pernah berhenti. Manusia selalu belajar dari pengalamannya sejak lahir sampai mendekati akhir hayatnya. Ia akan selalu belajar dan berubah untuk menyesuaikan diri dengan segala hal yang dihadapinya.

  Oleh Hurlock (1991), masa lanjut usia disebut juga dengan periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.

  Bila seseorang telah beranjak jauh dari periode hidupnya yang terdahulu biasanya ia sering melihat masa lalunya dengan penuh penyesalan dan cenderung ingin hidup pada masa sekarang dan mencoba mengabaikan masa depan sedapat mungkin.

  Badan kesehatan dunia (WHO) (dalam Sulistyo, 2003) menetapkan umur 60 tahun sebagai batas umur menuju ke segmen lanjut usia. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, menyebutkan bahwa seseorang disebut lanjut usia jika orang tersebut telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Sementara itu menurut Hurlock (1991), lanjut usia sebagai tahap terakhir dalam rentang kehidupan sering dibagi menjadi lanjut usia dini, yang berkisar antara usia enam puluh sampai tujuh puluh tahun dan lanjut usia yang mulai pada usia tujuh puluh sampai akhir kehidupan seseorang.

  Dalam penelitian ini batasan lansia yang akan digunakan adalah batasan berdasarkan UU RI No 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia yang menyebutkan bahwa seseorang disebut lanjut usia jika orang tersebut telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Penggunaan batasan ini dianggap yang paling sesuai digunakan untuk penelitian pada lansia di Indonesia.

  b. Tugas Perkembangan Lansia

  Sama halnya dengan tahap-tahap perkembangan sebelumnya dalam tahap lanjut usia terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan individu yang memasuki masa ini. Havighurst (dalam Hurlock,1991) memaparkan tugas-tugas perkembangan lansia antara lain menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan, menyesuaikan dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan keluarga, menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup, membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia, membentuk pengaturan fisik yang memuaskan, dan menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.

  c. Lansia dan Kesehatan Mental

  Pada masa lanjut usia terjadi banyak perubahan, baik kondisi biologis, psikologis maupun sosial. Perubahan-perubahan tersebut mengarah pada penurunan kondisi biologis, psikologis maupun sosial individu.

  Perubahan kondisi biologis meliputi penurunan kondisi fisik, rentan terhadap berbagai penyakit, penurunan kemampuan sensori motorik, dan penurunan kemampuan seksual dan fungsi reproduksi yang ditandai dengan fase menopause bagi wanita dan fase climacteric pada pria (Mappiare dalam Nugraheni, 2005).

  Perubahan kondisi psikologis meliputi mudah stress, pikun dan curiga kepada orang lain hal ini disebabkan oleh perubahan hidup yang dialaminya dan kemunduran fisiknya. Lanjut usia sering mengalami kesepian, merasa diri terasing dan tidak mempunyai kawan lagi. Hal tersebut membuat lansia menjadi bosan hidup, putus asa dan memilih mengakhiri hidupnya. Selain itu pada lansia juga sering mengalami

  

post power syndrome . Hal tersebut dialami lansia yang baru saja

  mengalami pensiun, kehilangan kekuasaan, penghasilan dan kebanggaan (Mappiare dalam Nugraheni, 2005).

  Sedang untuk perubahan kondisi sosialnya berupa penurunan hubungan sosial dan peran-peran sosial. Salah satu teori yang menjelaskan hal tersebut adalah teori pemisahan (disengagement

  

theory ). Teori pemisahan (disengagement theory) menyatakan bahwa

  orang-orang lanjut usia secara perlahan-lahan menarik diri dari masyarakat dan mengembangkan suatu kesibukan terhadap dirinya sendiri (self preoccupation) (Cumming & Henry, 1961 dalam Santrock, 2002).

  Notosoedirjo dan Latipun (2000) mengungkapkan bahwa sejalan dengan penurunan kondisi biologis, psikologis dan sosial (biopsikososial) pada lansia, maka problem di bidang kesehatan mentalnya tidaklah terelakkan. Hanya saja sering terjadi gangguan yang bersifat terselubung, yaitu tampak sebagai gangguan secara fisik, tapi sebenarnya yang terjadi adalah gangguan psikis. Dengan demikian tidaklah mudah untuk mengetahui seberapa besar gangguan mental pada mereka ini.

  Orang lanjut usia termasuk kelompok yang memiliki berbagai masalah dengan kesehatan mental. Tiga gangguan yang lazimnya dialami oleh orang-orang dewasa lanjut adalah depresi (khususnya depresi mayor), kecemasan, dan penyakit Alzheimer (Santrock, 2002).

  Depresi mayor adalah suatu gangguan suasana hati (a mood