MENINGKATKAN PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN KONGREGASI BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB) MELALUI KATEKESE

  

MENINGKATKAN PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN

DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN

KONGREGASI BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB)

MELALUI KATEKESE

  

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

  

Agato

NIM : 041124006

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

  

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

  

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Seluruh anggota Kongregasi Bruder Kristiani Santa Maria Perawan Tersuci dan

  

Bunda Allah yang Dikandung Tanpa Noda (MTB), atas segala perhatian, dukungan,

kepercayaan, doa dan cinta kasih yang mendalam, khususnya para Bruder MTB

Propinsi Indonesia.

  

MOTTO

“Berikanlah kepada setiap orang yang meminta kepadamu;

dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu”.

  

(Luk 6:30)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Penulis menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini tidak memuat karya orang lain kecuali seperti yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 26 Juni 2008 Penulis Agato

  

ABSTRAK

Judul dari skripsi ini adalah “MENINGKATKAN PENGHAYATAN KAUL

KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN KONGREGASI

  

BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB) MELALUI KATEKESE”. Judul ini

dipilih karena penulis melihat adanya permasalahan yang dihadapi para Bruder MTB

dalam penghayatan kaul kemiskinan dan ingin memberi gagasan untuk membantu

meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan tersebut. Kenyataannya, penghayatan

kaul kemiskinan zaman sekarang mulai mengendor. Mengendornya penghayatan

kaul kemiskinan ini karena kurangnya pemahaman tentang makna kaul kemiskinan

dan kurang mampu mengendalikan diri dari tawaran-tawaran dunia yang memberi

kenikmatan sesaat serta ingin memiliki barang-barang dengan model terbaru karena

takut kolot atau ketinggalan zaman.

  Kongregasi Bruder MTB berusaha mengikuti kemiskinan Yesus yang

merendahkan diri dan hidup miskin di tengah orang miskin, dan kemiskinan Santo

Fransiskus Assisi yang diwariskan oleh pendiri. Menghayati hidup miskin perlu

bercermin pada hidup Yesus yang bersikap lepas bebas untuk mencapai

kesederhanaan dengan rela melepaskan miliknya dan sungguh hidup miskin.

Kemiskinan Yesus tampak dalam kata-kata dan perbuatan. Untuk melaksanakan

kemiskinan zaman sekarang tidaklah gampang. Untuk itu, perlu pertobatan terus

menerus, mampu bersikap lepas bebas dan giat bekerja yang ditopang oleh semangat

doa.

  Untuk meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan para Bruder MTB, katekese

dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan yang tepat dalam memungkinkan para

Bruder MTB kembali kepada spiritualitas yang diwariskan pendiri. Penulis

mengusulkan program pembinaan dalam bentuk katekese dengan model Shared

Christian Praxis (SCP) . Model ini dirasa sesuai karena menekankan pengalaman

peserta. Peserta dapat berdialog, sharing, dan saling meneguhkan. Melalui katekese

para Bruder diharapkan terbantu dalam meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan

yang telah diikrarkan.

  

ABSTRACT

The title of this skription is “DEVELOPMENT OF THE VOW OF POVERTY

LIFE IN THE SERVICE AND FRATERNITY OF THE CONGREGATION

  

BROTHERS OF THE IMMACULATE OF MARY (MTB) THROUGH

CATECHISM”. This title is chosen by the writer to see the problems that faced by

MTB Brothers in the life of poverty and to give ideas to help the development of the

vows of the religious life especially the vow of poverty. In the reality life we see that

the spirit of the vow poverty is decreasing. One of the reason why the decreasing of

the poverty life because of understanding about the vow of poverty is less and there is

lack of ability of self govern toward the invitation of the world which give pleasure in

short term self satisfaction and the will to have many kind of the new model things in

order not to be said “live in classic time”.

  The congregation of MTB Brothers try to make effort to follow the poverty of

Jesus who humble himself and live in poverty together with the people in His time

and the poverty life of St. Fransis of Asissi and what was heirloomed by the founder

of MTB Brothers. To live in poverty life we need the mirror of the life of Jesus who

free himself in order to reach the simplicity of life and give away what we have and

really live in poverty. The poverty life of Jesus appear in words and deeds. To live in

poverty in this time is not eassy. For that, we need the repentance anytime and work

hard, ride the spirit of prayer.

  To develop poverty life as congregation of MTB Brothers, catechism can be one

way to approach the MTB Brothers in order to return to the root of the spirituality of

the congregation of MTB Brothers. The writer would like to give an idea of

formation program in the form of catechism following the model Shared Christian

Praxis (SCP). Hope that this model is in accordance to this time because this model

insisting the life exsperience of the participant. The participant can do the dialogue,

sharing and mutual suport. Through this catechism model the Brothers are hoped be

able to develop their religious vows especially the vow of poverty that have already

vowed.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Allah yang Mahakasih dan karunia-Nya yang melimpah

. “Semoga penghayatan kaul kemiskinan sungguh-sungguh dihayati dengan benar”.

Itulah ungkapan yang terlontar dalam hati penulis ketika menyelesaikan skripsi ini

yang berjudul “MENINGKATKAN PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN

DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN KONGREGASI BRUDER

MARIA TAK BERNODA (MTB) MELALUI KATEKESE”. Skripsi ini ditulis

bertolak dari pengalaman dan keprihatinan penulis terhadap penghayatan kaul

kemiskinan zaman sekarang yang mulai mengendor. Penyusunan skripsi ini

membantu para Bruder MTB meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan yang telah

diikrarkan sebagai jalan mengikuti Yesus. Selain itu, skripsi ini diajukan dalam

rangka salah satu sarat memperoleh Sarjana Pendidikan di Program Studi Ilmu

Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma.

  Penulis juga menyadari bahwa dalam rangka penulisan skripsi ini tidak terlepas

dari banyak pihak yang terlibat baik secara langsung maupun secara tidak langsung

memberikan perhatian, semangat, dukungan, pemikiran dalam rangka mengolah dan

menyususn skripsi ini. Untuk itu, perkenankanlah penulis menghaturkan rasa terima

kasih kepada:

  

1. Segenap Staf Dosen program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan

Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik, memberikan

bekal pengetahuan yang sangat berharga serta belajar khususnya dalam penyusunan skripsi ini.

  

2. Dr. J. Darminta, SJ selaku pembimbing utama dan dosen penguji I yang dengan

sabar, setia, teliti, membimbing serta mengarahkan dari awal sampai berakhirnya

penulisan skripsi ini.

  

3. Y. Kristianto, SFK sebagai dosen pembimbing akademik dan sekaligus dosen

penguji II, atas kesediaan dan kerelaan membantu penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini.

  4. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ, M.Ed sebagai dosen penguji III yang setia mendampingi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

  5. Br. Gabriel Tukan, MTB (Bruder Propinsial MTB) yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan serta semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  6. Para Bruder MTB di komunitas Alverna Ngadikan, Yogyakarta yang dengan caranya masing-masing telah banyak mendukung penulis.

  7. Rekan-rekan Mahasiswa IPPAK Universitas Sanata Dharma, khususnya angkatan 2004/2005 yang telah turut serta memberi semangat dan dukungan.

  

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,

penulis sangat membutuhkan kritikan serta sumbang saran dari siapa saja yang membangun, memperkembangkan dan penyempurnaan pemikiran-pemikiran yang tertuang dalam skripsi ini. Penulis berharap agar pokok-pokok pikiran yang tertuang dalam skripsi ini dapat membantu anggota Kongregasi dalam menghayati nilai-nilai khas Kongregasi.

  Yogayakrta,

  26 Juni 2008 Penulis Agato

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL………………………………………………………… HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………… HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………… MOTTO…………………………………………………………………… PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………… ABSTRAK………………………………………………………………… ABSTRACT………………………………………………………………. KATA PENGANTAR……………………………………………………… DAFTAR ISI………………………………………………………………… DAFTAR SINGKATAN................................................................................

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… A. Latar Belakang………………………………………………… B. Rumusan Masalah……………………………………………… C. Tujuan Penulisan……………………………………………… D. Manfaat Penulisan…………………………………………… E. Metode Penulisan……………………………………………… F. Sistematika Penulisan………………………………………… BAB II KAUL KEMISKINAN DALAM HIDUP MEMBIARA…………… A. Hidup Membiara………………………………………………

  3. Radikalisme Melalui Kaul…………………………………

  9

  2. Panggilan Khas Kenabian…………………………………

  17

  17

  15

  14

  12

  9

  9

  4. Kaul Sebagai Persembahan Diri……………………………

  6

  1. Hidup Membiara Dalam Gereja……………………………

  6

  5

  5

  1

  1

  

B. Kaul Kemiskinan Religius………………………………………

1. Peranan Kaul Kemiskinan………………………………...... i ii iii iv v vi vii viii ix xi xv

  6

  2. Makna Kaul Kemiskinan……………………………………

  20

  3. Kemiskinan Ungkapan Kenabian……………………………

  22 C. Tantangan Dan Pergumulan Kemiskinan Dewasa Ini…………

  24

  1. Sekularisme…………………………………………………

  25

  2. Kesenjangan Sosial Ekonomi………………………………

  26

  3. Gaya Hidup Modern…………………………………………

  27

  4. Korupsi………………………………………………………

  32 D. Nilai Kesaksian Kemiskinan Zaman Sekarang………………….

  34

  1. Keterlibatan Kaum Religius Terhadap Kaum Miskin………

  34 2. Solider Dengan Kaum Miskin……………………………….

  35 3. Kerelaan Berbagi…………………………………………….

  37 BAB III KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB)………………………..........................................................

  39 A. Kemiskinan Dalam Kongregasi Maria Tak Bernoda (MTB)……...................................................................................

  39

  1. Mengikuti Kristus Yang Miskin Melalui Teladan Fransiskus Dari Assisi…………………………………………………...

  40

  2. Kemiskinan Dalam Anggaran Dasar Ordo Ketiga Regular Santa Fransiskus Dari Assisi………………………………… 42 3. Kemiskinan Dalam Konstitusi Kongregasi…………………..

  44 4. Dasar Penghayatan Kaul Kemiskinan Dalam Kongregasi…...

  45 B. Dimensi Penghayatan Kaul Kemiskinan Dalam Kongregasi……

  50 1. Miskin Harta………………………………………………...

  50

  2. Miskin Radikal………………………………………………

  53 3. Miskin Dalam Roh…………………………………………..

  55 C. Ciri Khas Kemiskinan Fransiskus Dalam Kongregasi Bruder MTB….........................................................................................

  56

  

1. Sikap Lepas Bebas…………………………………………

  77

  68

  68

  70

  71

  74

  76

  78

  63

  80

  81

  81

  82

  82

  83

  65

  63

  

2. Giat Bekerja Dengan Semangat Doa………………………

  4. Proses Katekese……………………………………………...

  3. Hidup Dalam Pertobatan……………………………………

D. Kemiskinan Sebagai Penjiwa Hidup…………………………….

  1. Dalam Persaudaraan………………………………………… 2. Dalam Karya………………………………………………..

  BAB IV KATEKESE SALAH SATU UPAYA MEMBANTU MENINGKATKAN PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN…......................................................................... A. Landasan Usaha Meningkatkan Penghayatan Kaul Kemiskinan…...............................................................................

B. Gambaran Umum Katekese……………………………………..

  1. Pengertian Katekese………………………………………....

  2. Tujuan Katekese…………………………………………......

  3. Isi Katekese………………………………………………......

  5. Unsur-Unsur Katekese…………………………………….....

  60

  

C. Peran Katekese Dalam Meningkatkan Penghayatan Kaul

Kemiskinan……………………………………………………

D. Upaya Katekese Dalam Meningkatkan Penghayatan Kaul

Kemiskinan……………………………………………………...

  1. Pembinaan…………………………………………………..

  

2. Retret Dan Rekoleksi………………………………………

  

E. Shared Christian Praxis (SCP) Sebagai Model Katekese Yang

Dapat Membantu Meningkatkan Penghayatan Kaul Kemiskinan……...........................................................................

  1. Pengertian Shared Christian Praxis…………………………

2. Langkah-Langkah Shared Christian Praxis (SCP)………..

  56

  58

  87

  

F. Usulan Program Katekese……………………………………...

  91 1. Latar Belakang Penyusunan Program……………………...

  91 2. Pengertian Program………………………………………...

  92

  3. Tujuan Program……………………………………………

  93

  4. Isi Program…………………………………………………

  93

  5. Contoh Program……………………………………………

  94 G. Contoh Persiapan Katekese………………………………….....

  99 BAB V PENUTUP…………………………………………………………. 114

  A. Kesimpulan……………………………………………………. 114

  B. Saran………………………………………………………….... 117

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 119

LAMPIRAN………………………………………………………………… 122

Lampiran 1 : Pakailah Daku........................................................................... ( 1 )

Lampiran 2 : Orang Muda yang Kaya............................................................ ( 3 )

  

DAFTAR SINGKATAN

A. SINGKATAN KITAB SUCI Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini diambil dari singkatan Kitab Suci Perjanjian Baru: Arnoldus Ende.

B. SINGKATAN DOKUMEN GEREJA.

  CT : Catechesi Tradendae. EN : Evangeli Nuntiandi KHK : Kitab Hukum Kanonik LG : Lumen Gentium PC : Perfectae Caritatis PKKI : Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan Se-Indonesia

  VC : Vita Consecrata C.

SINGKATAN LAIN-LAIN

  AD : Anggaran Dasar Ordo Regular Fransiskan AngTBul : Anggaran Dasar Tanpa Bula AngBul : Anggaran Dasar Dengan Bula Art : Artikel

  1 Cel : Thomas dari Celano 1 HP : Hand Pone MTB : Maria Tak Bernoda Konst : Konstitusi KSM : Kelompok Swadaya Masyarakat LCD : Liquid Cristal Display SCP : Shared Christian Praxis TV : Televisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang kaul kemiskinan tidak terlepas dari hidup membiara

  yang ditandai dengan kaul-kaul yang dihayati. Dengan kaul, seseorang akan mengikat diri dengan Tarekat/Kongregasi/Ordo yang akan mewarnai dan sekaligus menjadi pola hidupnya. Dengan berkaul berarti seseorang menggabungkan diri pada sekelompok orang yang dengan bersama-sama rela dan bersedia melaksanakan visi dan misi Tarekat/Kongregasi/Ordo. Hidup religius yang dihayati merupakan perwujudan dari penyerahan diri seseorang secara total kepada Allah. Penyerahan diri ini merupakan suatu persembahan diri yang murni dari setiap pribadi yang ingin menggabungkan diri ke dalam Tarekat/Kongregasi/Ordo tertentu melalui pengikraran ketiga kaul yakni kaul kemiskinan, kaul kemurnian, dan kaul ketaatan. Penghayatan kaul oleh masing- masing anggota diwarnai dengan semangat dasar dan kharisma pendiri serta spiritualitas Kongregasi. Pengikraran kaul merupakan suatu keputusan dan pilihan yang bebas untuk mengikat diri pada suatu persekutuan dalam mengembangkan diri sesuai dengan nasehat Injil untuk mencari Allah dalam setiap peristiwa hidup.

  Memilih dan memasuki salah satu Tarekat/Kongregasi/Ordo berarti berani mengikuti Yesus Kristus yang miskin secara radikal.

  Pada kesempatan ini penulis akan memfokuskan satu kaul yaitu kaul kemiskinan yang menjadi ciri khas Tarekat/Kongregasi Fransiskan-Fransiskanes. Kongregasi Maria Tak Bernoda (MTB) adalah salah satu Kongregasi yang bernaung pada spiritualitas Fransiskus dari Assisi. Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) berusaha mengikuti Yesus Kristus menurut teladan dan semangat hidup Santo Fransiskus dari Assisi yang bersemangat hidup miskin. Fransiskus berusaha keras menyerupai hidupnya dengan hidup Yesus yang mencintai kemiskinan. Hidup miskin bagi Fransiskus bukan hanya tidak memiliki sesuatu, tetapi ada hati untuk hidup di tengah-tengah orang yang putus harapan dan hidupnya sangat sederhana. Namun pada kenyataannya banyak terjadi penyelewengan dalam tugas pelayanan dan persaudaraan. Adapun tugas dan pelayanan yang dikelola Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda bergerak dalam bidang karya pendidikan, karya sosial, pembinaan kaum muda (asrama), pastoral, dan katekese di paroki. Oleh karena itu penting adanya pemahaman yang sungguh akan kaul kemiskinan agar dapat menghayatinya dengan baik dan benar.

  Kemiskinan menjadi salah satu ciri khas Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) yang harus dipahami, dihayati dan dilaksanakan oleh setiap anggota Kongregasi. Demi kelancaran tugas dan pelayanannya para Bruder berhak memiliki segala sesuatu yang diperlukan untuk kebutuhan hidup di dunia dan karyanya, tetapi tetap diusahakan jangan sampai memberi kesan mewah, mendapatkan keuntungan yang berlebihan dan penumpukan harta. Penulis melihat dan mengalami banyak para Bruder telah mengikrarkan kaul kemiskinan kurang menghayati makna kaul kemiskinan atau pura-pura tidak tahu bahkan sengaja melanggarnya. Akibatnya banyak para Bruder yang secara sadar atau tidak telah melanggar kaul kemiskinan yang telah diucapkan. Zaman sekarang ini banyak tawaran dan peluang untuk memiliki atau mendapatkan harta hingga akhirnya menyeleweng dari kaul kemiskinan. Kaum biarawan-biarawati sering mendapat cibiran dari umat “mereka yang mengucapkan kaul, kami yang melaksanakannya”. Keinginan memiliki barang-barang secara berlebihan banyak dipengaruhi faktor orang lain (mendapat hadiah dari kenalan), terlalu lama berkarya di suatu tempat khususnya daerah basah sehingga sulit untuk dipindahkan, pengaruh zaman modern agar tidak dipandang kolot, pengaruh iklan yang menimbulkan keinginan untuk memiliki sesuatu walaupun tidak sungguh dibutuhkan. Karena kurangnya penghayatan terhadap kaul kemiskinan maka dengan sendirinya penghayatan terhadap kaul kemiskinan akan menurun dan tidak terlaksana sebagai mana diwariskan oleh pendiri dan semangat Santo Fransiskus dari Assisi. Selain itu ada juga Bruder yang menggunakan barang bersama seolah- oleh milik pribadi sendiri dan tak terpisahkan dari padanya. Kelekatan pada barang, harta, materi akan menimbulkan adanya egoisme, iri hati, pertengkaran, serakah, ingin menang sendiri, ingin melebihi orang lain, bahkan lupa akan tugas dan lain-lain. Melalui situasi ini ternyata masih banyak para Bruder yang kurang paham akan makna kaul kemiskinan dalam hidup membiara. Diharapkan setiap anggota Kongregasi harus kembali kepada konstitusi/statuta yang berbicara tentang kaul kemiskinan agar para anggota dapat memahami dan menghayatinya dengan baik.

  Kemiskinan yang dihayati oleh para anggota Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) belumlah mencerminkan penghayatan akan kaul kemiskinan yang dihayati oleh semangat pendiri dan Santo Fransiskus dari Assisi. Pada kenyataannya banyak anggota yang sudah berkaul terutama yang berkaul sementara, dan bahkan yang berkaul kekal cenderung untuk memiliki barang- barang duniawi. Banyak para Bruder sepertinya berlomba untuk mendapatkan barang-barang duniawi. Bahkan barang yang tidak terlalu penting, tetapi hanya karena ingin mengikuti tawaran-tawaran masa kini dan kesenangan sendiri. Akhirnya barang dipandang seakan-akan menjadi tujuan bukan lagi sebagai sarana untuk pelayanan yang sampai pada penyerahan diri kepada Allah. Kita diajak untuk dengan segenap hati berusaha untuk menghayati kaul kemiskinan dalam keseluruhan aktivitas diri khususnya dalam tugas pelayanan. Kita harus kembali kepada cita-cita dan semangat pendiri.

  Dengan mengikrarkan kaul kemiskinan seseorang dapat membebaskan diri dari segala yang mengikat atau yang menghambat kasih Allah. Pengosongan diri seperti yang dilakukan oleh Yesus merupakan suatu usaha penelanjangan diri secara total bagi kita sehingga kasih Allah dicurahkan ke dalam hati dengan berlimpah. Dengan pengosongan diri, kita mampu rendah hati sesuai dengan semangat Santo Fransiskus dari Assisi yang diwariskan kepada pengikutnya.

  Melihat masalah dan keprihatinan yang dialami para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) dewasa ini dalam menghayati kaul kemiskinan menunjukkan bahwa semangat kemiskinan dan cita-cita pendiri belum tercapai sebagai mana mestinya. Hal ini menjadi keprihatinan penulis. Untuk itu dalam tulisan ini, penulis ingin menyumbangkan gagasan-gagasan yang berguna bagi anggota Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) untuk menghayati kaul kemiskinan, dengan mengambil judul “MENINGKATKAN PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN KONGREGASI BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB) MELALUI KATEKESE”.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: a) Bagaimana kaul kemiskinan religius memberikan nilai kesaksian di zaman sekarang.

  b) Bagaimana upaya membangun sikap dan kesadaran diri dalam menghayati makna kaul kemiskinan dalam dunia modern ini?.

  c) Apa sumbangan katekese dalam usaha meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan.

  C. Tujuan Penulisan

  Skripsi ini ditulis dengan tujuan sebagai berikut:

  1. Memberikan gambaran yang jelas tentang kaul kemiskinan religius yang bernilai kesaksian di zaman sekarang.

2. Membantu para Bruder MTB untuk dapat membangun sikap dan kesadaran diri dalam memahami dan menghayati kaul kemiskinan.

  3. Memberi sumbangan pemikiran bagi para Bruder MTB dalam usaha meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan..

  4. Memenuhi persyaratan kelulusan Sarjana Strata 1 (S1) pada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma.

D. Manfaat Penulisan

  1. Religius akan mendapat sumbangan pemikiran dalam memaknai kaul kemiskinan yang bernilai kesaksian di zaman sekarang.

  2. Mendorong para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) agar semakin memperdalam penghayatannya terhadap kaul kemiskinan.

3. Menjadi sebuah bahan refleksi bagi penulis sebagai seorang religius

  Bruder MTB yang telah berjanji untuk hidup menghayati kaul kemiskinan.

  E. Metode Penulisan

  Metode yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan dekriptif analisis melalui pengalaman penulis maupun studi pustaka tentang buku-buku yang berbicara tentang kaul kemiskinan.

  F. Sistematika Penulisan

  Judul skripsi yang dipilih ini adalah: “Meningkatkan Penghayatan Kaul Kemiskinan Dalam Pelayanan dan Persaudaraan Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda Melalui Katekese”. Judul ini akan diuraikan dalam lima bab:

  BAB I Pendahuluan yang terdiri dari lima bagian : bagian pertama terdiri

  dari latar belakang penulisan yang memuat tiga unsur (fakta, ideal dan aktual) yang menjadi alasan bagi penulis untuk memilih judul ini. Bagian ke dua adalah rumusan masalah. Pada bagian ini, penulis mencoba untuk merumuskan permasalahan-permasalahan dalam beberapa kalimat tanya berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan. Rumusan masalah ini juga akan membantu penulis untuk memecahkan permasalahan yang akan dikaji dalam daftar pustaka. merupakan identifikasi masalah . Identifikasi masalah ini merupakan jarak yang terjadi antara fakta dan ideal. Bagian ketiga adalah tujuan penulisan yang memaparkan tujuan penulis memilih judul ini. Bagian keempat adalah manfaat penulisan. Penulis merumuskan manfaat dari judul yang akan didalami.

  Sedangkan bagian kelima adalah metode penulisan yang memaparkan bahwa dalam penulisan skripsi ini penulis mengunakan studi pustaka

  BAB II berbicara tentang kaul kemiskinan dalam hidup membiara yang

  meliputi: hidup membiara, kaul kemiskinan religius, tantangan dan pergumulan kemiskinan dewasa ini, dan nilai kesaksian kemiskinan zaman sekarang.

  BAB III membahas mengenai penghayatan kemiskinan dalam pelayanan dan

  persaudaraan Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda yang meliputi: kemiskinan dalam Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda, dimensi-dimensi penghayatan kaul kemiskinan dalam Kongregasi. Ciri khas kemiskinan Fransiskus Assisi dalam

  Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda dan kemiskinan sebagai penjiwaan hidup dalam pelayanan dan persaudaraan.

BAB IV membahas tentang upaya meningkatkan penghayatan kaul

  kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda melalui katekese yang meliputi : landasan usaha meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan, gambaran umum katekese, pengertian katekese, tujuan katekese, pemilihan model katekese, usulan program katekese, dan contoh katekese.

  BAB V merupakan bagian penutup yang meliputi kesimpulan dan saran dari seluruh hasil yang telah penulis sajikan dari bagian pendahuluan, BAB I – BAB

  IV, sekaligus membantu siapa saja yang membaca tulisan ini untuk selanjutnya dalam meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan.

BAB II KAUL KEMISKINAN DALAM HIDUP MEMBIARA Hidup membiara selalu ditandai dengan adanya kaul kebiaraan yaitu :

  kemurnian, ketaatan dan kemiskinan. Dalam bab II ini penulis akan membahas kaul kemiskinan dalam hidup membiara yang meliputi: hidup membiara, kaul kemiskinan religius, tantangan dan pergumulan kemiskinan dewasa ini dan nilai kesaksian kemiskinan zaman sekarang.

A. Hidup Membiara

  Hidup membiara merupakan salah satu bentuk hidup menggereja yang membaktikan dirinya secara khusus bagi tugas pelayanan seturut panggilan dan dilaksanakan melalui ketiga nasehat Injil.

1. Hidup Membiara Dalam Gereja.

  Ladjar (1993:7) mengatakan : “hidup membiara merupakan suatu panggilan dari Tuhan dan merupakan salah satu kharisma roh atau kharisma dalam gereja”.

  Hidup membiara tidak dengan sendirinya muncul tetapi karena adanya panggilan dari Allah dengan meneladan Kristus seperti diungkapkan dalam anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti (VC,1996 art 1) sebagai berikut:

  Hidup Bakti yang berakar mendalam pada teladan dan ajaran Kristus Tuhan merupakan karunia Allah Bapa kepada gereja-Nya melalui Roh Kudus, melalui pengikraran nasehat-nasehat Injil. Ciri-ciri khas Yesus, murni, umat beriman diarahkan kepada misteri Kerajaan Allah yang sudah berkarya dalam sejarah meskipun masih mendambakan perwujudannya sepenuhnya di surga”. Di zaman sekarang banyak orang yang terpanggil untuk memenuhi panggilan Allah dan memilih secara khusus untuk mengikuti Yesus Kristus dengan hati yang terbagi (1 Kor 7:34). Orang-orang yang terpanggil masuk dalam hidup membiara berusaha membantu misi Gereja yang memancarkan sinar demi pembaharuan masyarakat. Jacobs (1987:19) mengatakan: “Hidup membiara berarti menjawab panggilan Kristus dalam hubungan pribadi yang semakin nyata sehingga semakin menemukan arti hidupnya sendiri”.

  Dari pernyataan ini hidup membiara dipahami sebagai jawaban akan panggilan Allah secara khusus dalam gereja dan membantu pewartaan Injil demi pembaharuan hidup masyarakat. Tentang hidup membiara dan gereja, Kongregasi untuk Tarekat Hidup Bakti Dan Serikat Hidup Apostolik (2002: 14) mengatakan: “Kaum hidup bakti menerima panggilan untuk pengudusan baru dan khas untuk kebaikan Gereja, yang mendorong mereka untuk menghayati hidup mengikuti jejak Yesus Kristus, Sang Perawan, dan para Rasul dengan kasih yang meluap- luap”. Dalam pewartaannya para religius bercermin pada jejak hidup Kristus untuk dapat memancarkan kasih Allah yang dalam. Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti (VC,1996 art 3 dikatakan: “Hidup membiara berada pada inti gereja sendiri sebagai unsur yang banyak menentukan misinya, karena menampilkan sifat batiniah panggilan Kristiani”.

  Hidup membiara tidak mengandung unsur paksaan tetapi dengan penuh kebebasan. Unsur kebebasan ini membantu seseorang untuk dapat menghayati panggilannya secara pribadi. Penghayatan akan panggilan sangat penting sebagaimana diungkapkan oleh Darminta (1975: 8): “Panggilan itu bersifat bebas dan merdeka, suasana kebebasan dan kemerdekaan itulah yang mewarnai hidup membiara”. Penghayatan akan panggilan yang mengandung kebebasan dan kemerdekaan yang telah diterimanya dapat membantunya untuk menjalani panggilan hidup mengikuti jejak Kristus.

  Hidup membiara merupakan bentuk konkret dari penghayatan panggilan melalui kaul-kaul kebiaraan. Status kebiaraan diadakan dengan pengikraran nasehat-nasehat Injil (LG, art 44). Dengan mengucapkan kaul seseorang menggabungkan diri pada Tarekat/Kongregasi/Ordo tertentu untuk menepati ketiga nasehat Injil yaitu kemiskinan, ketaatan, dan kemurnian dengan bebas tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Hidup membiara selalu diwarnai dengan hidup berkomunitas sebagai tempat bagi orang-orang yang mempunyai cita-cita yang sama untuk mengungkapkan diri pada hadirat Allah. Kebersamaan menghayati hadirat Allah dituangkan dalam aturan hidup dalam bentuk konstitusi yang memberi arah pengungkapan amanat hidup religius. Pendalaman amanat itu sebagai tugas bersama ditegaskan oleh Darminta (1975:15) sebagai berikut:

  Masing-masing tarekat, komunitas dan anggota diharapkan untuk selalu mampu mengungkapkan amanat hidup membiara di tengah masyarakat sebagai kesaksian hidup membiara yang diungkapkan dalam karya dan pengabdiannya. Untuk melaksanakan tugas itu perlu kesadaran akan hadirat Allah yang dibina lewat doa, refleksi dan renungan. Tugas memberikan kesaksian kepada masyarakat mengajak kaum religius untuk tidak menutup telinga terhadap jeritan dan kegelisahan manusia. Kaum religius harus mampu menjawab tuntutan zaman melalui pelayanan kepada gereja dan umat secara konkrit. Dalam Konsili Vatikan II (LG, art 14) dikatakan: “Hidup rohani orang-orang religius harus dibaktikan kepada kesejahteraan seluruh gereja”. Di sini pihak religius di tuntut supaya melaksanakan tugas pelayanan mengemban hadirat Allah dengan memperhatikan jeritan dan kegelisahan masyarakat di sekitarnya. Kehadiran biara sangat diharapkan untuk menjalankan tugas kenabian dalam gereja dan masyarakat.

2. Panggilan Khas Kenabian.

  Dengan baptisan semua orang kristiani mendapat tugas kenabian. Hidup membiara juga mendapat tugas kenabian sebagai mana seluruh umat Allah mendapat tugas kenabian. Hidup kenabian dapat dilaksanakan dan dihayati dalam kesaksian hidup sehari-hari. Hidup membiara sebagai salah satu cara hidup yang mengkhususkan perhatian akan Kerajaan Allah dan memiliki kekhasan melalui kesaksian kenabian. Darminta (1995: 20-22) mengungkapkan:

  Hidup religius melanjutkan kenabian Yesus Kristus, yang memperjuangkan perubahan, pembaruan dalam hidup ini, supaya umat manusia tidak akan mengalami malapetaka yang semakin memburuk dengan konsekwensi berani hidup dalam semangat dan tatapan bahwa tata kehidupan baru tidak hanya harus berkembang tetapi harus berubah menjadi lebih adil, merdeka serta berperan aktif dalam menentukan tatanan baru.

  Hidup membiara memiliki kesaksian kenabian sebagaimana ditegaskan dalam anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti (VC, 1996 art 84) di katakan: “Kesaksian kenabian dicetuskan dengan mengecam apapun yang bertentangan dengan kehendak Ilahi, dan dengan menjajagi cara-cara baru untuk menerapkan Injil pada situasi dan peristiwa sejarah sambil mendambakan Injil (kemiskinan, keperawanan, ketaatan) merupakan kehidupan yang mengabdikan diri secara total kepada Kerajaan Allah yang merupakan kesaksian yang bersifat kenabian. Kaum religius secara terbuka memberikan perhatian terhadap orang-orang miskin yang ada di sekitarnya, baik miskin material, rohani, maupun miskin perhatian. Dalam Apostolik Paus Paulus VI tentang karya pewartaan Injil di zaman moden (EN, 1975 art 69) dikatakan:

  Berkat penyerahan diri mereka berkesanggupan besar dan bebas untuk meninggalkan segala-galanya, serta untuk mewartakan Injil di seluruh dunia. Mereka giat dalam usaha serta kerasulannya kerap kali ditandai oleh keorisinilan (keaslian), oleh kepandaian yang patut dikagumi. Mereka murah hati, kerap kali mereka tinggal di tempat-tempat terpencil dan mereka berani mempertaruhkan kesehatan dan nyawanya.

  Pernyataan di atas hendak mengatakan bahwa orang yang menyerahkan diri secara total kepada Allah berarti berani mengambil resiko meninggalkan segala- galanya demi Kerajaan Allah tanpa mengkhawatirkan hidupnya sendiri. Kesaksian kenabian memerlukan usaha terus menerus dan penuh semangat mencari kehendak Allah, penyerahan diri sendiri, hidup dalam persekutuan sepenuhnya dalam Gereja (VC, 1996 art 24). Dengan demikian hidup kenabian dapat diwujudkan melalui kaul-kaul hidup membiara. Seluruh hidup membiara merupakan tugas kenabian di tengah-tengah masyarakat di mana kita diutus. Para anggota hidup bakti diharapkan memberi kesaksian di manapun juga dengan keberanian seorang nabi yang tidak takut menghadapi resiko hidupnya (VC, 1996 art 85). Mereka yang menghayati kaul kemurnian, kemiskinan dan ketaatan sungguh-sungguh mengabdikan diri kepada sesama dan Tuhan.

3. Radikalisme Melalui Kaul

  Pengucapan kaul dalam hidup membiara merupakan sarana untuk mengikuti Yesus Kristus. Dengan mengucapkan kaul seseorang telah mengikuti Yesus Kristus dan mempersembahkan seluruh hidupnya dengan hidup perawan, miskin dan taat. Hidup religius merupakan pemberian diri karena cinta mengikuti Kristus dari dekat dan mau menjadi milik Kristus. Dengan kaul para religius dapat mengikuti Kristus dengan penuh kebebasan seperti diungkapkan oleh Darminta (1981: 14):

  Melalui kaul-kaul, hidup religius secara langsung dan khusus diperuntukkan bagi Tuhan, bagi kemuliaan dan pelayanan. Hidup religius menjadi tanda yang khas dari kemauan dan usaha terus menerus mencari Tuhan, tanda cinta tak terbagi kepada Kristus dan tanda dari penyerahan diri yang absolut bagi pertumbuhan Kerajaan-Nya. Berani mengikuti Kristus secara lebih dekat memungkinkan seorang religius untuk menyerahkan seluruh kemampuan, bakat dan talenta sebagai tanda cinta yang utuh. Mengikuti Kristus sepenuhnya menjadikan mereka milik Kristus sehingga mau tidak mau harus ikut ambil bagian dalam misi pewartaan Kristus serta mengikuti seluruh pola hidupnya. Hidup membiara yang ditandai dengan adanya kaul, akan memberi kesan aneh bila tidak memahami makna dan arti yang sebenarnya dari kaul tersebut. Misalkan, mereka mengucapkan kaul kemiskinan tetapi pada kenyataannya mereka tidak hidup miskin. Oleh karena itu perlu diberi kesadaran bahwa mengikuti Kristus dengan menghayati nasehat Injil merupakan turut ambil bagian dalam hidup Kristus. Demikian yang ditegaskan oleh Darminta (1975: 27):