M STUDI BI JURUSAN AS KEGUR NIVERSITA YO SKRIPSI DIRI PARA URI YOGY YA TERHA BIMBINGA Memenuhi Gelar Sarja i Bimbingan

  SKRIPSI

  I DESKR RIPSI PENE ERIMAAN DIRI PARA A REMAJA A PUTERA- -PUTERI

ASRAM MA ST. AL LOYSIUS T URI YOGY YAKARTA TAHUN AJ JARAN

2010/201

11 DAN IMP PLIKASINY YA TERHA ADAP USU LAN TOPI

  IK-TOPIK

B BIMBINGA AN

Diaju ukan untuk Memenuhi i salah Satu Syarat

   Me emperoleh G Gelar Sarja ana Pendidik kan Pro ogram studi i Bimbingan n dan Konse eling Oleh : Ra atnaningt tyas ( 041114047 7 ) P PROGRAM M STUDI BI

  IMBINGAN N DAN KON NSELING

JURUSAN N ILMU PEN NDIDIKAN N

FAKULTA AS KEGUR UAN DAN

ILMU PEN NDIDIKAN UN NIVERSITA AS SANAT TA DHARM MA YO OGYAKAR RTA

  SKRIPSI DESKRIPSI PENERIMAAN DIRI PARA REMAJA PUTERA-PUTERI ASRAMA ST. ALOYSIUS TURI YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling Oleh : Ratnaningtyas NIM : 041114047 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  

Motto dan Persembahan

  Hidup merupakan suatu proses belajar dan perjuangan tanpa batas waktu Suka dan duka selalu berjalan seiring

  Mewarnai perjalanan hidup Kesulitan, kejenuhan, tantangan dan

  Kemandekan selalu mengiringi Perjuangan.

  Namun keyakinan, doa, dan dukungan serta cinta mampu menepis semua untuk mencapai cita-cita dan harapan Skripsi ini kupersembahkan untuk : Bpk. Y. Sukisno dan Alm. Ibu. Y. Suparmi yang selama ini senantiasa mendampingi saya, dalam memperjuangkan cita-cita. Juga kakak-kakak dan adik, serta keponakan-keponakan yang sentiasa mengiringi perjuangan saya dengan perhatian, cinta dan doa, teman-teman BK 2004 yang selalu memberi dukungan dan semangat dan anak-anak Asrama St. Aloysius, Turi, serta semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terima kasih telah mendukung dan membantu saya

  

ABSTRAK

DESKRIPSI PENERIMAAN DIRI PARA REMAJA

PUTERA-PUTERI ASRAMA ST. ALOYSIUS TURI

YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011

  

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK

BIMBINGAN

Ratnaningtyas

Universitas Sanata Dharma, 2011

  Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerimaan diri para remaja putera-puteri Asrama St.Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2010/2011. Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius Turi-Yogyakarta tahun ajaran 2010/ 2011? (2) Topik bimbingan apa yang sesuai untuk meningkatkan penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, Turi Yogyakarta tahun ajaran 2010/ 2011?

  Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survey. Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner penerimaan diri yang disusun sendiri oleh penulis. Subjek penelitian ini adalah seluruh remaja putera-puteri yang tinggal di asrama St. Aloysius, Turi Yogyakarta tahun ajaran 2010/ 2011.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 11,1% remaja memiliki penerimaan diri sangat tinggi, 26,3 % memiliki penerimaan diri tinggi, 37% memiliki penerimaan diri cukup tinggi, 18, 5 % memiliki penerimaan diri rendah, dan 7,4% remaja memiliki penerimaan diri yang sangat rendah. Dengan demikian secara umum tingkat penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, Turi Yogyakarta berada pada kategori cukup. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disusunlah topik-topik bimbingan untuk meningkatkan penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, Turi Yogyakarta tahun ajaran 2010/ 2011. Topik-topik bimbingan tersebut adalah “Konsep diri”,”Pemecahan Masalah”, “Tanggung jawab”, “Pemahaman Diri” dan “Pergaulan”.

  

ABSTRACT

DESCRIPTION OF THE SELF-ACCEPTANCE OF MALE AND FEMALE

ADOLESCENTS OF ST. ALOYSIUS DORMITORY, TURI, YOGYAKARTA,

SCHOOL YEAR 2010/2011 AND ITS IMPLICATIONS TO THE PROPOSED

  

GUIDANCE TOPICS

Ratnaningtyas

Universitas Sanata Dharma, 2011

  This study is aimed to describe self-acceptance of the male and female adolescents who stayed in St. Aloysius Dormitory, Turi, Yogyakarta, School Year 2010/2011. The problems answered in this study were (1) What was the self- acceptance level of male and female adolescents of St. Aloysius Dormitory, Turi, Yogyakarta, School Year 2010/2011? (2) What were the appropriate guidance topics to develop self-acceptance of the male and female adolescents of St. Aloysius Dormitory, Turi, Yogyakarta, School Year 2010/2011?

  This study is a descriptive research with survey method. The data was collected using the self-acceptance questionnaire which arranged by the writer. The subjects of the study were all of the male and female adolescents who stayed in St. Aloysius Dormitory, Turi, Yogyakarta, School Year 2010/2011.

  The result showed that these students’ self-acceptance level can be categorized as follows. There were 11.1% students who were categorized as having very high self acceptance level, 26% students were categorized as having high self-acceptance level, 37% students were categorized as having average self- acceptance level, 18.5% were categorized as having low acceptance level, and 7.4% were categorized as having very low acceptance level. Therefore, it could be concluded that self-acceptance of male and female adolescents of St. Aloysius dormitory, Turi, Yogyakarta, School Year 2010/2011 was in the average level. Based on the result, the writer proposed some guidance topics in order to increase self-acceptance of those adolescents. These topics were Self-concept, Problem Solving, Responsibility, Self-understanding, and Social Life.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan penyertaannya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Deskripsi Penerimaan Diri Para Remaja Putera-Puteri Asrama St. Aloysius Turi Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011 dan Implikasinya terhadap Usulan Topik-topik bimbingan “. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan.

  Saya menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini, saya tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Beragam perhatian, bimbingan dan bantuan, baik material maupun moril telah diberikan oleh berbagai pihak sehingga saya dapat menyelesaikan studi. Untuk itu saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

  1. Dr Gendon Barus, M.Si. selaku kepala Program Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan kesempatan kepada saya utnuk belajar dan menulis skripsi sebagai mahasiswa bimbingan dan konseling

  2. Ibu A. Setyandari, S.Pd., S.Psi., P.Si, M.A. selaku dosen pimbimbing yang dengan penuh kesabaran mendampingi saya dalam proses penulisan skripsi.

  3. Bapak dan ibu, Bruder, Suster sebagai dosen Bimbingan dan Konseling yang selalu memberikan motivasi dan masukan yang berarti bagi penulisan skripsi saya

  4. Br. Yulius dan para Bruder CSA di Komunitas Turi, yang memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di Asrama St. Aloysius Turi.

  5. Ibu Diah Kuartaningrum selaku guru Bimbingan dan Konseling di SMP St. Aloysius yang berkenan memberikan masukan pada Kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian

  6. Para remaja putera-putri asrama St. Aloysius, Turi yang telah bersedia menjadi subjek penelitian

  7. Teman-teman angkatan 2004

  8. Semua pihak yang telah memberikan dukungan yang tidak dapat saya sebut satu persatu

  DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................

  V HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................................. Vi ABSTRAK .................................................................................................. Vii ABSTRACT ................................................................................................ Viii KATA PENGANTAR ................................................................................ ix DAFTAR ISI ............................................................................................... xi DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv

  BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................................

  1 B. Rumusan Masalah ...........................................................................

  3 C. Definisi Operasional .......................................................................

  3 D. Tujuan Penelitian ............................................................................

  4 E. Manfaat Penelitian ..........................................................................

  4 BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Penerimaan Diri ..............................................................................

  6 B. Masa Remaja ...................................................................................

  12

  D. Asrama ............................................................................................

  22 E. Bimbingan Pribadi Sosial ................................................................

  25 F. Peranan Bimbingan dalam Meningkatkan Penerimaan Diri ...........

  27 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ................................................................................

  29 B. Subjek Penelitian .............................................................................

  29 C. Instrumen Penelitian .......................................................................

  30 D. Prosedur Pengumpulan Data ...........................................................

  36 E. Teknik Analisis Data .......................................................................

  38 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...............................................................................

  39 B. Pembahasan .....................................................................................

  41 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan .....................................................................................

  49 B. Saran ................................................................................................

  50 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

  51 LAMPIRAN ................................................................................................

  53

  DAFTAR TABEL Tabel 1 : Jumlah Remaja Putera-Puteri Asrama St.Aloysius...............30 Tabel 2 : Kisi-Kisi Kuisioner Penerimaan Diri....................................31 Tabel 3 : Rincian Item yang Gugur......................................................35 Tabel 4 : Pengkategorian Penerimaan Diri Berdasarkan PAP Tipe 1..38 Tabel 5 : Penerimaan diri Para Remaja Putera- Puteri.........................39 Tabel 6 : Usulan Topik-topik Bimbingan..............................................46

  DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Kuisioner Penerimaan Diri..............................................53 Lampiran 2 : Tabulasi Data Penelitian..................................................57 Lampiran 3 : Hasil Analisis Uji Validitas Item.....................................59 Lampiran 4 : Hasil Penghitungan Reliabilitas Kuisioner......................62 Lampiran 5 : Surat Ijin Penelitian..........................................................65 Lampiran 6 : Surat Permohonan Validasi Kuisioner.............................66

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat lepas dengan

  manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan orang lain. Karena itu hubungan baik dengan orang lain perlu dijalin dengan baik. Salah satu hal yang bisa dilakukan utuk menjalin hubungan yang baik adalah dengan berkomunikasi. Komunikasi dengan orang lain akan tercipta dengan baik bila orang mampu menerima dirinya dengan baik. Proses penerimaan diri tidak mudah. Pada proses ini masing-masing orang membutuhkan waktu yang berbeda-beda ada yang membutuhkan waktu yang lama, ada juga yang membutuhkan waktu tidak terlalu lama. Semuaa itu tergantung bagaimana orang tersebut memaknai peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Sehingga kehidupan yang dialami tidak dirasakan sebagai suatu beban melainkan merupakan suatu kesempatan untuk diisi dan dijalani dengan baik.

  Pada masa remaja kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain sangat menonjol. Pada masa ini remaja ingin diperhatikan, ingin diberi kasih sayang baik oleh teman sebayanya maupun oleh orang yang lebih dewasa darinya. Selain itu masa remaja juga sering disebut sebagai masa yang penuh dengan gejolak dan permasalahan-permasalahan yang timbul dari dalam diri remaja atau dari lingkungan hidupnya. Remaja juga menginginkan suatu mengikat, bebas dari rutinitas kegiatan yang dialami sehari-hari. Aturan- aturan, rutinitas dalam menjalani kegiatan sehari-hari terjadi dalam kehidupan di asrama. Mereka yang tinggal di asrama wajib mengikuti semua aturan dan rutinitas dan melakukan kegiatan yang sudah diatur. Pada umumnya remaja putera-puteri yang tinggal di asrama St. Aloysius turi menjalankan semua aturan dan rutinitas bukan dengan suatu kesadaran bahwa aturan dan rutinitas yang dijalini bertujuan untuk membawa mereka pada suatu keteraturan hidup yang akan membuat kehidupan lebih baik, selain itu supaya mereka belajar mengendalikan diri agar gejolak yang timbul dalam diri mereka yang kurang baik bisa dikendalikan dan diarahkan dengan baik.

  Gejolak yang timbul dalam diri penghuni asrama ini dapat menimbulkan tingkah laku yang kurang baik yang bisa digolongkan sebagai kenakalan remaja, seperti : merokok, membolos, melanggar aturan yang sudah ada, kurang bertanggung jawab pada tugas-tugas yang diberikan.

  Dengan situasi semacam ini penulis memiliki suatu keprihatinan untuk membantu remaja putera-puteri yang tinggal di asrama St. Aloysius agar bagaimana caranya mereka mampu menjalani kehidupan dengan bahagia dan tanpa suatu beban. Menurut penulis keprihatinan tersebut perlu dicari jawaban nya dan permasalahan tersebut akan dirumuskan oleh penulis pada bagian berikut.

  Berdasarkan uraian di atas penulis akan melakukan penelitian tentang penerimaan diri oleh para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, Turi,

  B. Rumusan Masalah

  Pertanyaan yang dijawab dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St.

  Aloysius, Turi, Yogyakarta tahun ajaran 2010/2011 ?

  2. Topik bimbingan manakah yang sesuai untuk meningkatkan penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, Turi, Yogyakarta ?

  C. Definisi Operasional

  1. Penerimaan diri Kesadaran seseorang untuk memahami dan menerima diri sebagaimana adanya. Dalam menerima gambaran mengenai kenyataan diri, seseorang mengenali dimana dan bagaimana dirinya saat ini dan memiliki keinginan untuk terus mengembangkan dirinya. Dalam penelitian penerimaan diri ini menggunakan alat kuesioner.

  2. Remaja Putera-puteri asrama St. Aloysius, Turi, Yogyakarta Remaja awal (putera-puteri) yang berusia 12-17 tahun yang sedang menempuh pendidikan di SMP St. Aloysius tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 34 orang, terdiri dari 21 anak laki-laki, dan 13 anak perempuan. Mereka bersekolah di SMP St. Aloysius dan ada 1 orang bersekolah di SMA Negeri di daerah Turi dan bertempat tinggal di asrama St. Aloysius dengan beberapa fasilitas, serta sarana dan prasarana yang mendukung doa, ruang pembimbing, ruang konseling, dapur, serta kamar mandi, dan WC, yang terletak di desa Turi, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

  D. Tujuan Penelitian

  1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimna penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, turi, Yogyakarta tahun ajaran 2010/2011.

  2. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan usulan topik-topik bimbingan yang sesuai untuk remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, turi, Yogyakarta, tahun ajaran 2010/2011.

  E. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

  1. Pengelola Asrama Memberikan masukan kepada pengelola asrama agar pengelola asrama bisa memahami dan mengerti kondisi psikologis yang dimiliki oleh para penghuni asrama, sehingga pengelola asrama bisa memahami kondisi- kondisi yang ada dan memberikan metode-metode pembelajaran yang lebih baik.

  2. Bagi Pendamping Asrama Memberikan masukan kepada pendamping asrama supaya mengetahui sejauhmana penerimaan diri para remaja putera-puteri yang tinggal di asrama, sehingga dapat memberikan pendampingan kepada para remaja putera-puteri yang tinggal di asrama dengan lebih baik dan terarah.

  3. Para Remaja Putera-puteri asrama St. Aloysius, turi, Yogyakarta Memotivasi diri bahwa tinggal di asrama harus memiliki tujuan untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan mandiri. Selain itu penghuni juga harus belajar menghargai, membantu, menjadi sahabat yang baik bagi penghuni yang lain yang kurang bisa menerima dirinya untuk tinggal di asrama.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peneriman Diri 1. Pengertian Penerimaan Diri Penerimaan diri dapat diartikan sebagai suatu sikap penerimaan

  terhadap gambaran mengenai kenyataan diri. Ratnawati (Kartika Novida 1990; 31) menyatakan bahwa penerimaan diri merupakan suatu sikap yang merefleksikan perasaan senang sehubungan dengan kenyataan diri sendiri.

  Penerimaan diri ini mengandaikan adanya kemampuan diri dalam psikologis seseorang, yang menunjukkan kualitas diri. Hal ini berarti bahwa tinjauan tersebut akan diarahkan pada seluruh kemampuan diri yang mendukung perwujudan diri secara utuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Schultz (1991;32) mengenai penerimaan diri. Dia menyatakan bahwa penerimaan diri yang dibentuk merupakan hasil dari tinjauan pada seluruh kemampuan diri.

  Suatu tingkat kemampuan individu untuk hidup dengan segala kekhususan diri ini memang diperoleh melalui pengenalan diri secara utuh.

  Kesadaran diri akan segala kelebihan dan kekurangan didi haruslah seimbang dan diusahakan untuk saling melengkapi satu sama lain, sehingga dapat menumbuhkan kepribadian yang sehat. Hurlock (1999;26) menambahkan bila individu hanya melihat dari satu sisi saja maka tidak menyukai dirinya maka ia akan mampu menerima dirinya dan ia akan semakin diterima oleh orang lain yang mengatakan bahwa individu dengan penerimaan diri yang baik akan mampu menerima karakter-karakter alamiah dan tidak mengkritik sesuatu yang tidak bisa diubah lagi.

  Hurlock (1999;30) mengatakan bahwa individu yang menerima dirinya memiliki penilaian yang realistik tentang sumber daya yang dimilikinya, yang dikombinasikan dengan apresiasi atas dirinya secara keseluruhan. Artinya, individu itu memiliki kepastian akan standar dan teguh pada pendirian, serta mempunyai penilaian yang realistik terhadap keterbatasannya tanpa mencela diri. Jadi, orang yang memiliki penerimaan diri yang baik tahu asset yang dimiliki dirinya dan bisa mengatasi cara mengelolanya.

  Ahli lain yaitu Chaplin (2004;22) berpendapat bahwa penerimaan diri adalah sikap yang merupakan rasa puas pada kualitas dan bakat, serta pengakuan akan keterbatasan diri. Pengakuan akan keterbatasan diri ini tidak diikuti dengan perasaan malu ataupun bersalah. Individu ini akan menerima kodrat mereka apa adanya. Dapat dikatakan bahwa pada dasarnya penerimaan diri merupakan asset pribadi yang sangat berharga.

  Calhoun dan Acocella (Izzaty 1996;13) mengatakan penerimaan diri akan membantu individu dalam menyesuaikan diri sehingga sifat-sifat dalam dirinya seimbang dan terintegrasi. Pendapat ini senada dengan pernyataan Maramis 1998 (Kartika Novida, 2007: 33) yang menyebutkan bahwa salah menerima diri sendiri. Selanjutnya dijelaskan bahwa menerima diri sendiri artinya mempunyai harga diri, percaya pada kemampuan diri sendiri, mengenal dan menerima batas-batas kemampuannya, tidak terlalu kaku, serta mengenal perasaan-perasaan yang ada pada dirinya. Kewajaran dan spontanitas yang dimiliki oleh individu ini membuat langkahnya menjadi enak dan pasti. Ada hubungan yang erat dengan kesehatan psikologik seseorang, penerimaan diri juga berkaitan erat dengan kesehatan fisik.

  Schlutz 1991 (Kartika Novida, 2007: 32) mengatakan bahwa penerimaan diri memiliki hubungan yang erat dengan tingkat fisiologik.

  Tingkat fisiologik yang dimaksud adalah tingkat kesehatan individu yang dilihat dari kelancaran kerja organ tubuh dan aktifitas dasar, seperti makan, minum, istirahat dan kehidupan seksual, yang semuanya merupakan faktor penunjang utama kesehatan fisik. Individu yang bisa menerima keadaan dirinya tidak memiliki hambatan dalam hal ini.

  Rubin(Rohmah, 1997;32) mengatakan orang yang menerima diri berarti orang tersebut mengenali dimana dan bagaimana dirinya saat ini dan memiliki keinginan untuk mengembangkan diri terus menerus.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penerimaan ini merupakan sikap kesadaran seseorang untuk memahami dan menerima diri sebagaimana adanya dan orang tersebut mengenali dimana dan bagaimana dirinya serta memiliki keinginan untuk mengembangkan diri terus menerus.

2. Aspek-Aspek Penerimaan Diri

  Cronbach 1963 (Kartika Novida, 2007: 31) menjelaskan lebih lanjut mengenai karakteristik individu yang dapat menerima dirinya, yaitu: a. Individu mempunyai keyakinn akan kemampuannya untuk menghadapi persoalan. Hurlock (1999;20) menambahkan bahwa artinya individu memiliki percaya diri dan lebih memusatkan perhatian kepada keberhasilan akan kemampuan dirinya menyelesaikan masalah.

  b. Individu menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia dan sederajat dengan orang lain. Individu ini mempunyai keyakinan baha ia dapat berarti atau berguna bagi orang lain dan tidak memiliki rasa rendah diri karena merasa sama dengan orang lain yang masing- masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

  c. Individu tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada harapan ditolak orang lain. Ini berarti individu tersebut tidak merasa sebagai orang yang menyimpang dan berbeda dengan orang lain, sehingga mampu menyesuaikan dirinya dengan baik dan tidak merasa bahwa ia akan ditolak oleh orang lain.

  d. Individu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri.

  Artinya, individu ini lebih mempunyai orientasi keluar dirinya sehingga mampu menuntun langkahnya untuk dapat bersosialisasi dan menolong sesamanya tanpa melihat atau mengutamakan dirinya e. Individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya.

  Berarti individu memiliki keberanian untuk menghadapi dan menyelesaikan segala resiko yang timbul akibat perilakunya.

  f. Individu dapat menerima pujian atau celaan secara objektif. Sifat ini tampak dari perilaku individu yang mau menerima pujian, saran dan kritikan dari orang lain untuk pengembangan kepribadiannya lebih lanjut.

  g. Individu tidak menyalahkan diri atas keterbatasan yang dimilikinya ataupun mengingkari kelebihannya. Hurlock (1999;33) menambahkan bahwa individu yang memiliki sifat ini memandang diri mereka apa adanya dan bukan seperti yang diinginkan. Sikap realistik merupakan sesuatu yang penting bagi pribadi yang sehat. Individu juga dapat mengkompensasikan keterbatasannya dengan memperbaiki dan meningkatkan karakter dirinya yang dianggap kuat, sehingga pengelolaan potensi dan keterbatasan dirinya dapat berjalan dengan baik tanpa harus melarikan diri dari kenyataan yang ada.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa individu harus bisa bersikap menerima diri seadanya walaupun banyak terdapat kelemahan. Apabila sikap tersebut dapat tercipta serta mencoba untuk menghargai dan menyayangi diri sendiri, fikiran pun akan menjadi lebih terbuka untuk menerima semua perubahan yang terjadi. Individu yang senantiasa memiliki kepercayaan diri, tidak mudah menyalahkan diri sendiri maupun orang lain merupakan individu yang memiliki penerimaan diri yang baik.

3. Faktor-faktor yang mampu mempengaruhi penerimaan diri.

  Menurut Hurlock (1978) ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam penerimaan diri yaitu : a. Wawasan Diri

  Suatu kemampuan dalam menilai diri secara realistis serta mengenal dan menerima kekuatan dan kelemahan yang ada dalam diri.

  b. Aspirasi Realistis Realistis dengan dirinya dan tidak memiliki ambisi yang tidak sesuai dengan kemampuan dalam diri.

  c. Keberhasilan Bila tujuan dan cita-cita realistis maka kesempatan dan peluang untuk mendapatkan suatu keberhasilan juga trbuka lebar.

  d. Konsep Diri yang Stabil Adanya konsep diri yang jelas dan tidak mudah terpengaruh saat menghadapi keadaan yang berubah-ubah. Bila konsep diri mudah terpengaruh atau berubah-ubah, maka akan terjadi suatu kebingungan dalam diri.

  e. Wawasan Sosial

  Kemampuan melihat diri sendiri seperti orang lain melihat dirinya, dan mampu menyeimbangkan pendapat internal serta pendapat eksternal tentang dirinya.

B. Masa Remaja 1. Pengertian Remaja

  Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang diikuti dengan berbagai masalah yang ada karena adanya perubahan fisik, psikis dan sosial. Masa peralihan itu banyak menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam penyesuaian terhadap dirinya maupun terhadap lingkungan sosial. Hal ini dikarenakan remaja merasa bukan kanak-kanak lagi tetapi juga belum dewasa dan remaja ingin diperlakukan sebagai orang dewasa (Hurlock, 1999; 174).

  Menurut Piaget dalam Hurlock (1999; 206) remaja didefinisikan sebagai usia ketika individu secara psikologis berinteraksi dengan masyarakat dewasa. Pada masa remaja, anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada 31 tingkat yang sama. Antara lain dalam masalah hak dan berintegrasi dalam masyarakat, termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok dan transformasi intelektual yang khas. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 tahun dan akhir remaja bermula dari usia 16 sampai 18 tahun yaitu usia matang secara hukum. Anak remaja sebetulnya tidak tetapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya (Monks, dkk., 1999;259).

  Menurut Santrock (2002:7) remaja merupakan suatu periode dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat, terutama pada awal masa remaja. Masa remaja terjadi secara berangsur-angsur tidak dapat ditentukan secara tepat kapan permulaan dan akhirnya, tidak ada tanda tunggal yang menandai. Bagi anak laki-laki ditandai tumbuhnya kumis dan pada perempuan ditandai melebarnya pinggul. Hal ini dikarenakan pada masa ini hormon-hormon tertentu meningkat secara drastis. Pada laki-laki hormon tertosteron yaitu suatu hormon yang berkait dengan perkembangan alat kelamin, pertambahan tinggi dan perubahan suara. Sedang pada perempuan hormon estradiol yaitu suatu hormon yang berkait dengan perkembangan buah dada, rahim dan kerangka pada anak perempuan (Wirawan, 2001:6).

  Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan individu yang telah mengalami kematangan secara anatomis dimana keadaan tubuh pada umumnya sudah memperoleh bentuk yang sempurna, hal tersebut berkisar antara usia 13 tahun sampai 18 tahun.

2. Ciri-Ciri Remaja

  Rentang kehiduan individu pasti akan menjalani fase-fase perkembangan secara berurutan, meski dengan kecepatn yang berbeda- beda, masing-masing fase tersebut ditandai dengan ciri-ciri perilaku atau perkembangan tertentu, termasuk masa remaja juga mempunyai ciri tertentu. Ciri-ciri remaja (Hurlock, 1999:207) antara lain :

  a. Periode yang penting Merupakan periode yang penting karena berakibat langsung terhadap sikap dan perilaku serta berakibat panjang.

  b. Periode peralihan Pada periode ini status individu tidak jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan bukan orang dewasa.

  c. Periode perubahan Perubahan sikap dan perilaku sejajar dengan perubahan fisik, jika perubahan fisik terjadi secara pesat perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung secara pesat.

  d. Usia bermasalah Masalah remaja sering sulit diatasi, hal ini sering disebabkan selama masa anak-anak sebagian besar masalahnya diselesaikan oleh orang tua, sehingga tidak berpengalaman mengatasinya. e. Mencari identitas Pada awal masa remaja penyesuaian diri dengan kelompok masih penting, kemudian lambat laun mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman sebayanya.

  f. Usia yang menimbulkan ketakutan Adanya anggapan remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak, membuat orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi remaja menjadi takut bertanggungjawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.

  g. Masa yang realistis Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan bagaimana adanya.

  h. Ambang masa dewasa Remaja mulai bertindak seperti orang dewasa. Seperti halnya masa- masa perkembangan yang lain, masa remaja juga mempunyai ciri-ciri tertentu yang harus dimiliki sebagai bekal menuju perkembangan berikutnya, dengan adanya ciri-ciri tersebut akan dijadikan sinyal oleh lingkungan supaya remaja diperlakukan sebagaimana mestinya.

3. Permasalahan yang Dihadapi Remaja

  Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebag usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi binbung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa. (Lilly H. Setiono, 2009:1).

  Menurut Lilly H. Setiono (2009: 1), untuk dapat memahami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi sebagai berikut :

  a. Dimensi Biologis Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan meproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.

  b. Dimensi Moral Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya- tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (Lilly H. Setiono, 2009: 1) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah- masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: polistik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. remaja tidak lagi menerima hjasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan.

  Remaja mulai mempertanayakan keabsahan pemikiran yang ada dan remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak- kanak. Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua.

  Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam.

  c. Dimensi Psikologis Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil

  Larson (Lilly H. Setiono, 2009:1) menemukan bahwa remaja rata-rata memelrukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, semantara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski

  mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.

4. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

  Setiap rentang kehidupan mempunyai tugas perkembangan masing- masing termasuk masa remaja mempunyai tugas perkembangan, tugas perkembangan masa remaja menurut Havighurst dalam Hurlock (1999:10) adalah : a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman-teman sebaya baik pria maupun wanita. Akibat adanya kematangan seksual yang dicapai, para remaja mengadakan hubungan sosial terutama ditekankan pada hubungan relasi antara dua jenis kelamin. Seorang remaja haruslah mendapat penerimaan dari kelompok teman sebaya agar memperoleh rasa dibutuhkan dan dihargai. Dalam kelompok sejenis, remaja belajar untuk bertingkah laku sebagai orang dewasa, sedang dalam kelompok jenis kelamin lain remaja belajar menguasai b. Mencapai peran sosial pria atau wanita. Yaitu mempelajari peran sosialnya masing-masing sebagai pria atau wanita dan dapat menjalankan perannya masing-masing sesuai dengan jenis kelamin masing-masing sesuai dengan norma yang berlaku.

  c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

  Menjadi bangga atau sekurang-kurangnya toleran dengan tubuh sendiri serta menjaga, melindungi dan menggunakannya secara efektif.

  d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab.

  Berpartisipasi sebagai orang dewasa yang bertanggungjawab dalam kehidupan bermasyarakat.

  e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya. Seorang remaja mulai dituntut memiliki kebebasan emosional karena jika remaja mengalami keterlambatan akan menemui berbagai kesukaran pada masa dewasa, misalnya tidak dapat menentukan rencana sendiri dan tidak dapat bertanggung jawab.

  f. Mempersiapkan karier ekonomi, yaitu mulai memilih pekerjaan serta mempersiapkan diri masuk dunia kerja.

  g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga, yaitu mulai berusaha memperoleh pengetahuan tentang kehidupan berkeluarga, ada juga yang sudah tertarik untuk berkeluarga.

  h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi, yaitu dapat mengembangkan bermasyarakat. Jika seorang remaja berhasil mencapai tugas perkembangannya maka akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Dengan telah terpenuhinya tugas perkembangan remaja, maka akan menjadi modal dalam melakukan penyesuaian diri, karena remaja lebih merasa percaya diri dalam bertindak.

C. Remaja dan Penerimaan Dirinya

  Status remaja pada masa peralihan berada dalam posisi tanggung karena dalam masa transisi ini remaja tidak diakui sebagai anak-anak lagi tetapi juga belum dapat dikategorikan dewasa karena belum mampu melakukan tugas-tugas orang dewasa seutuhnya. Dalam masa tersebut banyak perubahan yang terjadi diantaranya adalah perubahan fisik, perubahan emosi dan perubahan sosial (Hurlock, 1980:246).

  Perkembangan sosial diawali saat remaja mulai melepaskan diri dari ketergantungan terhadap orang tua dan menjadi lebih tergantung kepada teman-teman sebaya, interaksi dengan teman sebaya membuat remaja sadar akan tekanan sosial dan pentingnya hubungan sosial, sehingga remaja harus lebih banyak melakukan aktivitas dengan teman sebaya (Hurlock, 1980:174). Remaja dalam dunia sosial berusaha untuk mencapai kedewasaan, remaja ingin tenggelam dalam berbagai kegiatan dan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan kesayangan orang di sekitar. Kadang-kadang keinginan untuk sehingg mempengaruhi perkembangan remaja yang bersangkutan. Selain itu mempelajari tindak sosial terhadap orang lain, merupakan persoalan sosial terpenting yang harus dihadapi remaja menurut Panuju dan Umami (Hurlock 1999:21).

D. Asrama

  Asrama adalah bangunan berpetak-petak untuk tempat tinggal kelompok orang yang terdiri atas jenis dan sifat. Asrama biasanya dibangun atas biaya orang yang bersngkutan ataupun atas biaya bersama dari masyarakat atau suatu pemeluk agama. Asrama berfungsi sebagai tempat penginapan. Biasanya kebanyakan dari asrama merupakan perumahan yang dipetak-petak dalam kamar-kamar yang ditempati oleh beberapa penghuni asrama (http://www.contohmakalah.co.cc.)

  Asrama biasanya merupakan sebuah bangunan dengan kamar-kamar yang dapat ditempati oleh beberapa penghuni di setiap kamarnya. Para penghuninya menginap di asrama untuk jangka waktu yang lebih lama daripada di hotel atau losmen. Alasan untuk memilih menghuni sebuah asrama bisa berupa tempat tinggal asal sang penghuni yang terlalu jauh, maupun untuk biayanya yang terbilang lebih murah dibandingkan bentuk penginapan lain, misalnya apartemen. Tujuan lain dari asrama biasanya sebagai tempat untuk menampung siswa dalam suatu sekolah. Hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi siswa serta dapat membimbing siswa untuk

  Asrama St. Aloysius teletak di desa Turi Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta. Asrama ini ada karena didirikannya sebuah Sekolah Menengah Tingkat Atas pada tahun 1969, oleh para pemuka umat di desa Turi yang kemudian diberi nama SMP St. Aloysius. Pada waktu itu para Bruder CSA membantu untuk mengelola sekolah tersebut. Asrama ini awalnya belum bisa disebut sebagai asrama dikarenakan tempat, fasilitas, sarana, dan prasarana masih sangat sederhana dan belum memadai, sehingga tempt ini waktu itu berfungsi sebagai tempat istirahat bagi beberapa siswa-siswi yang bersekolah di SMP St. Aloysius untuk menunggu waktu, guna mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan oleh sekolah. Tujuannya agar siswa- siswi tersebut tidak terlambat dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Awalnya hanya beberapa siswa saja yang beristirahat di tempat ini dan mereka pada umumnya berasal dari daerah lereng gunung merapi. Seiring dengan perkembangan zaman para Bruder CSA menata dan mempersiapkan tempat serta memperbaiki fasilitas, sarana prasarana di tempat istirahat tersebut maka tempat ini bisa disebut sebagai asrama.

  Visi asrama adalah terwujudnya suasana asrama yang kondusif untuk pendidikan putra-putri asrama yang cerdas dan trampil, berhati nurani dan hidup dalam persaudaraan, kasih dan damai. Misi asrama adalah mendampingi dan mendidik kaum muda dari usia sekolah dasar sampai sekolah lanjutan atas termasuk anak-anak yang putus sekolah. Sedangkan tujuan dari asrama adalah

  1. Membantu siswa-siswi dalam belajar dengan cara menyediakan tempat yang layak, tenang, dan mendukung belajar agar dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik.

  2. Melatih siswa-siswi membiasakan diri hidup teratur, membantu menghayati iman Kristiani dan mengamalkannya, serta peka terhadap lingkungan dalam rangka mencapai kepribadian yang utuh.

  3. Melatih siswa-siswi hidup mandiri dalam perspektif persiapan masa depan yang matang.

  Sampai saat ini Asrama ini memiliki tempat yang sudah tertata dengan beberapa fasilitas, serta sarana dan prasarana yang mendukung antara lain : kamar tidur, kamar makan, ruang belajar, ruang tidur, ruang doa, ruang pembimbing, ruang konseling, dapur, serta kamar mandi, dan WC. Para Bruder CSA berharap agar dengan adanya Asrama tersebut mereka mampu memberikan pendampingan bagi kaum muda supaya kaum muda mampu hidup lebih baik di masa yang sulit.

  Awalnya para remaja puteri-putera yang tinggal di asrama ini hanya beberapa anak saja dan itupun para perempuan. Kebanyakan kaum muda tidak berminat untuk tinggal di asrama karena syarat dan aturan-aturan dan tugas- tugas yang dirasa cukup mengikat bagi mereka. Sampai saat ini para remaja puteri-putera yang tinggal di Asrama berjumlah 34 orang, terdiri dari 19 anak laki-laki, dan 15 anak perempuan. Mereka bersekolah di SMP St. Aloysius dan ada 1 orang bersekolah di SMA Negeri di daerah Turi. Anak-anak yang merapi saja melainkan ada juga yang berasal dari luar kota. Para remaja putera-puteri yang tinggal di asrama ini termasuk dalam tahapan usia remaja awal yang berusia 12-17 tahun.

E. Bimbingan Pribadi-Sosial

  1. Pengertian Bmbingan dan Bimbingan Pribadi-Sosial

  a. Pengertian Bimbingan Bimbingan menurut Moegiadi (Winkel, 1997:29)

  1) Merupakan suatu usaha melengkapi individu dengan pengetahuan dan pengalaman dari informasi tentang dirinya sendiri.

  2) Merupakan cara pemberian bantuan atau pertolongankepada individu untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan yang di miliki untuk perkembangan pribadinya. 3) Merupakan sejenis pelayanan kepada individu agar dapat menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri di dalam lingkungan di mana individu tersebut tinggal.

  4) Merupakan proses pemberian bantuan atau pertolongan terhadap individu dalam hal: memahami diri, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya sendiri dan tuntutan dari lingkungan.

  Jones (Juhana, 1988:20) berpendapat bahwa bimbingan adalah dalam menentukan pilihan-pilihannya, penyesuaian-penyesuaiannya, untuk memecahkan masalah dengan harapan individu yang di bantu dapat berkembang secara bebas dan akhirnya dapat memikul tanggungjawab. Prayitno (2004;89) mengemukakan bahwa bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang di lakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang di bimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya dengan memanfaatkan kekuatan dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan menurut norma-norma yang berlaku.

  Dari beberapa pendapat mengenai bimbingan dapat di simpulkan bahwa bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang diberikan oleh seorang ahli kepada individu agar individu yang mendapat bantuan dapat memahami dirinya secara realistis, menyesuaikan diri dengan lingkungan dapat mengambil keputusan dengan tepat dan pada akhirnya individu tersebut mampu memiul tanggungjawab.

  b. Bimbingan Pribadi-Sosial Bimbingan Pribadi menurut Winkel (1997) adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang untuk membantu orang tersebut menghadapi keadaan batin dan pergumulan dalam diri. Pergumulan batin yang dihadapi oleh seseorang dalam hal ini remaja putera-puteri Asrama St. Aloysius apabila tidak terselesaikan dengan baik akan berpengaruh bagi penerimaan diri dan juga kepercayaan diri.

  Bimbingan Sosial merpakan bimbingan kepada seseorang dalam membantu hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai lingkungan (pergaulan sosial). Dalam hal ini para remaja putera-puteri Asrama St. Aloysius berusaha untuk bersosialisasi dengan cara membina hubungan baik dengan teman dan di haapkan dengan hubungan ini mereka mampu meningkatkan penerimaan dirinya.

  2. Tujuan Bimbingan Bimbingan dalam arti umum brtujuan membantu individu dalam usaha untuk (1) kebahagiaan pribadi, (2) kehidupan yang efktif dan produktif dalam masyarakat, (3) hidup bersama individu lain, (4) keserasian antara cita-cita dan kemampuan yang dimiliki individu.

  (Prayitno, 2004:89). Sedangkan menurut Winkel (1997:32) tujuan bimbingan adalah supaya orang yang dilayani menjadi mampu mengatur kehidupannya sendiri, memiliki pandangannya sendiri dan tidak hanya sekedar meniru pendapat orang lain, beani mengambil sikap sendiri dan berani menanggung konsekuensi atas tindakan yang di lakukan.