Kerangka Kelembagaan dan Regulasi Kabupaten Way Kanan
BAB 6 Kerangka Kelembagaan dan Regulasi Kabupaten Way Kanan
Dalam pembangunan prasarana bidang Cipta Karya, untuk mencapai hasil yang optimal diperlukan kelembagaan yang dapat berfungsi sebagai motor penggerak RPIJM agar dapat dikelola dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kelembagaan dibagi dalam 3 komponen utama, yaitu organisasi, tata laksana dan sumber daya manusia. Organisasi sebagai wadah untuk melakukan tugas dan fungsi yang ditetapkan kepada lembaga; tata laksana merupakan motor yang menggerakkan organisasi melalui mekanisme kerja yang diciptakan; dan sumber daya manusia sebagai operator dari kedua komponen tersebut. Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja suatu lembaga, penataan terhadap ketiga komponen harus dilaksanakan secara bersamaan dan sebagai satu kesatuan.
6.1 KERANGKA KELEMBAGAAN
Sebagaimana ditetapkan dalam Program Reformasi Birokrasi, penataan tata laksana merupakan salah satu prioritas program untuk peningkatan kapasitas kelembagaan. Tata laksana organisasi yang perlu dikembangkan adalah menciptakan hubungan kerja antar perangkat daerah dengan menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kemitraan dalam melaksanakan beban kerja dan tanggung jawab bagi peningkatan produktifitas dan kinerja. Secara internal, Cipta Karya keorganisasian urusan pemerintah bidang Cipta Karya, perlu mengembangkan hubungan fungsional sesuai dengan kompetensi dan kemandirian dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang untuk masing-‐masing bidang/seksi. Selanjutnya juga perlu dikembangkan hubungan kerja yang koordinatif baik antar bidang/seksi di dalam keorganisasian urusan Cipta Karya, maupun untuk hubungan kerja lintas dinas/bidang dalam rangka menghindari tumpang tindih atau duplikasi program dan kegiatan secara substansial dan menjamin keselarasan program dan kegiatan antar perangkat daerah. Prinsip-‐prinsip hubungan kerja yang diuraikan di atas perlu dituangkan di dalam Peraturan Daerah tentang keorganisasian Pemerintah Kabupaten/kota, khususnya menyangkut tupoksi dari masing-‐masing instansi pemerintah bidang Cipta Karya. Selain itu, guna memperjelas pelaksanaan tugas pada setiap satuan kerja, perlu dilengkapi dengan tatalaksana dan tata hubungan kerja antar satuan kerja, serta Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk setiap pelaksanaan tugas, yang dapat dijadikan pedoman bagi pegawai dalam melakukan tugasnya. Dengan mengacu pada tabel 6.1 dapat dilihat penjabaran peran masing-‐masing instansi dan hubungan kerja dalam pembangunan bidang cipta karya.
Tabel 6.1 Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya
No. Instansi Peran Instansi dalam Unit / Bagian yang Pembangunan Bidang Menangani CK Pembangunan Bidang CK
(1) (2) (3) (4) 1 Bappeda 1. Pengoordinasian an Bidang Sarana dan Penyusunan Prasarana Wilayah perencanaan pembangunan di bidang Fisik dan Prasarana
2. Penetapan petunjuk
pelaksanaan perencanaan dan pengendalian pembangunan di bidang Fisik dan Prasarana Pelaksanaan
3.
kerjasama pembangunan antar daerah kabupaten/kota dan
No. Instansi Peran Instansi dalam Unit / Bagian yang Pembangunan Bidang Menangani CK Pembangunan Bidang CK
antar daerah kabupaten/kota dengan swasta, dalam dan luar negeri dibidang Fisik dan Prasarana.
4. Bimbingan supervisi
dan konsultasi penyusunan rencana pembangunan dibidang Fisik dan Perencana.
5. Pengendalian
pembangunan dibidang fisik dan Prasarana. 2 Dinas PU 1. Merumuskan kebijakan teknis dan melaksanakan penyelenggaraan tata bangunan, perumahan dan penyehatan lingkungan serta perizinan bangunan
2. Penyusunan
perencanaan teknis dan program pengembangan tata perumahan dan bangunan gedung pemerintah/swasta serta perencanaan dan pengesahan rencana teknis pembangunan, pengumpulan data teknis konsultan dan kontraktor;
3. Pengaturan teknis
dan pelaksanaan pembangunan perumahan dan
No. Instansi Peran Instansi dalam Unit / Bagian yang Pembangunan Bidang Menangani CK Pembangunan Bidang CK
lingkungannya serta penilaian kualitas dan mutu pekerjaan kontraktor dan konsultan;
4. Pemberian
pembagian tugas, memimpin, memberi petunjuk dan pendayagunaan dalam pelaksanaan tugas seksi tata bangunan serta seksi penyehatan lingkungan pemukiman;
Dalam kaitannya dengan Reformasi Birokrasi, penataan system manajemen SDM aparatur merupakan program ke-‐5 dari Sembilan Program Reformasi Birokrasi, yang perlu ditingkatkan tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga kualitas. Bagian ini menguraikan kondisi SDM di keorganisasian instansi yang menangani bidang Cipta Karya.
Tabel 6.2 Komposisi Pegawai dalam Unit Kerja Bidang Cipta Karya Unit Golongan Jenis Latar Belakang Jabatan
Kerja Kelamin Pendidikan Fungsional
(1) (2) (3) (4) (5) Dinas PU Gol I/II : 10 Pria : 37 orang < SMA : -‐ orang Jafung TBP: orang Wanita : 4 SMA : 8 orang ... orang
Gol III: 29 orang orang D3 : 3 orang Jafung TPL: Gol IV: 2 orang S1 : 23 orang … orang
S2/S3 : 7 orang dst. Bappeda Gol I/II : 5 orang Pria : 27 orang < SMA : -‐ orang Jafung TBP:
Gol III: 26 orang Wanita : 8 SMA : 6 orang ... orang Gol IV: 4 orang orang D3 : -‐ orang Jafung TPL:
S1 : 20 orang … orang S2/S3 : 9 orang dst.
Dengan mengacu pada kondisi eksisting kelembagaan perangkat daerah, bagian ini menguraikan analisis permasalahan kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya. Tujuan analisis kelembagaan adalah untuk mengetahui permasalahan kelembagaan bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya. Analisis deskriptif dapat mengacu pada pertanyaan di bawah ini: a. Apakah struktur organisasi perangkat kerja daerah sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku? b. Apakah tugas dan fungsi organisasi bidang Cipta Karya sudah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-‐masing instansi? c. Apa saja faktor-‐faktor eksternal yang mempengaruhi struktur organisasi? Pedoman
Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya 323
d. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam organisasi perangkat kerja daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya? Salah satu cara yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis ini adalah dengan melakukan diskusi antar anggota Tim RPIJM. Tujuan analisis permasalahan ketatalaksanaan kelembagaan bidang cipta karya adalah untuk mengetahui faktor-‐faktor yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya. Dalam proses analisis ini beberapa pertanyaan kunci yang perlu mendapat jawaban adalah sebagai berikut: a. Apakah Perda penetapan Organisasi Pemerintah Daerah telah menguraikan tupoksi masing-‐masing dinas/unit kerja yang ada? b. Bagaimana mekanisme hubungan kerja didalam dan antar instansi terkait bidang cipta karya yang terjadi selama ini? c. Apakah keorganisasian bidang cipta karya yang ada sudah mengikuti ketentuan dalam
PP 41 tahun 2007? Juga perlu dicermati apakah semua sektor bidang cipta karya yaitu bidang air minum, pengembangan permukiman, penyehatan lingkungan permukiman, dan penataan bangunan dan lingkungan sudah tercantum dalam keorganisasian yang dibentuk? d. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam ketatalaksanaan perangkat kerja daerah yang terkait dengan bidang Cipta Karya? e. Apa saja faktor-‐faktor eksternal yang mempengaruhi ketatalaksanaan perangkat kerja daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya? Kemudian selanjutnya perlu dilakukan analisis kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM). Tujuan analisis Sumber Daya Manusia adalah untuk mengetahui permasalahan SDM bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya. Dalam proses analisis SDM, beberapa pertanyaan kunci yang dapat dijawab adalah sebagai berikut : a. Apakah SDM yang tersedia sudah memenuhi kebutuhan baik dari segi jumlah maupun kualitas dalam perangkat daerah, khususnya di bidang Cipta Karya? b. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam manajemen SDM perangkat kerja daerah yang terkait dengan bidang cipta karya? c. Apa saja faktor-‐faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas SDM organisasi, khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?
Tabel 6.3 Contoh Matriks Kebutuhan Sumber Daya Manusia No. Instansi Tingkat Jumlah Pegawai Jumlah Pegawai
Pendidikan yang Ada yang Diperlukan
(1) (2) (3) (4) (5) 1 Bappeda SMA/Sederajat ………..orang ………..orang Diploma
- ‐ D3 Teknik ……….. orang ……….. orang
- ‐ D3 Sekretaris ……….. orang ……….. orang
- ‐ dst ……….. orang ……….. orang S1/Sederajat
- ‐ S1 Teknik ……….. orang ……….. orang
- ‐ S1 Ekonomi ……….. orang ……….. orang
- ‐ dst ……….. orang ……….. orang S2/S3 ……….. orang ……….. orang 2 Dinas PU SMA/Sederajat ………..orang ………..orang
Diploma
- ‐ D3 Teknik ……….. orang ……….. orang
- ‐ D3 Sekretaris ……….. orang ……….. orang
No. Instansi Tingkat Jumlah Pegawai Jumlah Pegawai Pendidikan yang Ada yang Diperlukan
(1) (2) (3) (4) (5)
- ‐ dst ……….. orang ……….. orang S1/Sederajat
- ‐ S1 Teknik ……….. orang ……….. orang
- ‐ S1 Ekonomi ……….. orang ……….. orang
- ‐ dst ……….. orang ……….. orang S2/S3 ……….. orang ……….. orang
6.1.1 Analisis SWOT Kelembagaan
Analisis SWOT Kelembagaan merupakan suatu metode perencanaan strategis yang digunakan mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) di bidang kelembagaan. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam matriks SWOT. Berdasarkan penjabaran dari kondisi eksisting kelembagaan, serta pertanyaan-‐pertanyaan yang perlu dijawab dalam analisis kelembagaan, maka diperlukan melakukan analisis SWOT kelembagaan bidang CK di yang meliputi aspek organisasi, tata laksana dan sumber daya manusia. Strategi yang digunakan adalah bagaimana kekuatan mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada (strategi S-‐O); bagaimana cara mengatasi kelemahan yang mencegah keuntungan dari peluang yang ada (strategi W-‐O); bagaimana kekuatan mampu menghadapi ancaman yang ada (strategi S-‐T); dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan yang mampu membuat ancaman menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru (strategi W-‐T).
6.1.2 Rencana Pengembangan Kelembagaan
Berdasarkan strategi yang dirumuskan dalam analisis SWOT sebelumnya, maka dapat dirumuskan tiga kelompok strategi meliputi strategi pengembangan organisasi, strategi pengembangan tata laksana, dan strategi pengembangan sumber daya manusia.
Berdasarkan strategi-‐strategi tersebut, dapat dikembangkan rencana pengembangan kelembagaan di daerah.
6.1.3 Rencana Pengembangan Keorganisasian
Untuk merumuskan rencana pengembangan keorganisasian, dengan mengacu pada analisis SWOT, dilandaskan pada efektifitas dan efisiensi yang akan tercipta dari penataan struktur organisasi dan tupoksinya. Rencana pengembangan keorganisasian dilakukan dengan mengacu pada analisis dan evaluasi tugas dan fungsi satuan organisasi termasuk perumusan dan pengembangan jabatan struktural dan fungsional di lingkungan Pemda, serta menyusun analisis jabatan dan beban kerja dalam rangka mendayagunakan dan meningkatkan kapasitas kelembagaan satuan organisasi di masing-‐masing unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya bidang Cipta Karya.
6.1.4 Rencana Pengembangan Tata Laksana
Untuk merumuskan rencana pengembangan tata laksana, dengan mengacu pada analisis SWOT sebelumnya, antara lain diperlukan evaluasi tata laksana, pengembangan standar dan operasi prosedur, serta pembagian kerja dan program yang jelas antar unit dalam instansiataupun lintas instansi di lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya di bidang Cipta Karya.
6.1.5 Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Untuk merumuskan rencana pengembangan Sumber Daya Manusia, dengan mengacu pada analisis SWOT, antara lain diperlukan perencanaan karier setiap pegawai sesuai dengan kompetensi individu dan kebutuhan organisasi. Guna meningkatkan pelayanan kepegawaian, maka perencanaan pegawai hendaknya mengacu pada analisis jabatan yang terintegrasi sesuai dengan kebutuhan organisasi. Selain itu, rencana pengembangan SDM dapat dilakukan dengan peningkatan jenjang pendidikan serta mendukung pembinaan kapasitas pegawai melalui pelatihan. Sesuai dengan lingkup kegiatan bidang Cipta Karya, dalam rangka peningkatan kualitas SDM terdapat beberapa pelatihan yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PU yang dapat menjadi referensi dipaparkan pada tabel 6.4 dibawah ini.
Tabel 6.4 Pelatihan Bidang Cipta Karya Jenis Pelatihan
No 1 Bimbingan Teknis Pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Pusat, Barat dan Timur serta sertifikasi Pengelola Teknis 2 Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara
3 Bimbingan Teknis Pengelolaan Rumah Negara Golongan III 4 Training of Trainers (TOT) Bidang Penyelenggaraan Penataan Bangunan dan Lingkungan
5 Training of Trainers (TOT) Sosialisasi Peraturan Perundangan-‐ undangan Bangunan Gedung dan Lingkungan 6 Pelatihan Pengadaan Barang dan Jasa Dit. PBL
7 Peningkatan Kapasitas SDM Dit. PBL bekerjasama dengan Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi 8 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Keprotokolan 9 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Tata Persuratan 10 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Pemeliharaan dan Pengamanan Infrastruktur Publik Bidang Cipta Karya 11 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Aparatur Negara dalam Tanggap Darurat Bencana 12 Pembinaan Teknis Percepatan Proses Hibah/Alih Status Barang Milik Negara 13 Pembinaan Teknis Penerapan Aplikasi SIMAK BMN
14 Pembinaan Teknis Pengembangan Kompetensi Pegawai 15 Pembinaan Teknis Pemetaan Kompetensi Pegawai
16 Diklat Pejabat Inti Satker (PIS) 17 Diklat Jabatan Fungsional
6.2 KERANGKA REGULASI
Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan bidang Cipta Karya pada pemerintahan kabupaten/kota.
1) Undang-‐Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas-‐luasnya, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui Pemerintah Daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-‐kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, dan sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu, kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-‐masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota. PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besarkepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang Cipta Karya. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 7 Bab III, yang berbunyi: “(1) Urusan wajib sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah
kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. (2) Urusan wajib sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi: antara lainnya adalah bidang pekerjaan umum”.Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah,sehingga penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya sebagai salah satu perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah
Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan, Cipta Karya dan Penataan Ruang. Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri dari 3 sub-‐bagian dan masing masing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi.
4) Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-‐ 2014
Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran, serta pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan aparaturnya. Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh upaya untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah, seperti perbaikan standar operasi dan prosedur (SOP) dan penerapan e-‐government di berbagai instansi. Sejalan dengan pengembangan manajemen kinerja di lingkungan instansi pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki system ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif, dan mendukung upaya peningkatan akuntabilitas kinerja.
5) Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-‐2025
Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah. Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah. Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah dimulai sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga) pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu : (1) Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan dalam rangka reformasi birokrasi;
(2) Program Penataan Peraturan Perundang-‐undangan, meliputi: penataan berbagai peraturan perundang-‐undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan Pemda;
(3) Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi tugas dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepagawaian dan diklat;
(4) Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas dan fungsi, serta pembangunan dan pengembangan e-‐government;
(5) Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan sistem rekrutmen pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan, asesmen individiu berdasarkan kompetensi;
(6) Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);
(7) Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan system manajemen kinerja organisasi dan penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU);
(8) Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja masing-‐masing, penerapan SPM pada Kab/Kota. (9) Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.
6) Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah. Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masingmasing. Terkait PUG, Kementerian PU dan Ditjen Cipta Karya pada umumnya telah mulai menerapkan PUG dalam tiap program/kegiatan Cipta Karya. Untuk itu perlu diperhatikan dalam pengembangan kelembagaan bidang Cipta Karya untuk memasukkan prinsip-‐prinsip PUG, demikian pula di dalam pengelolaan RPIJM Bidang Cipta Karya.
7) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan Minimum