BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Motivasi - UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI MEMBACA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII DALAM MATA PELAJARAN IPS MELALUI PENDEKATAN SAVI DI SMP ISLAM TA’ALUMUL HUDA BUMIAYU - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Motivasi

  a. Pengertian Motivasi Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya (Uno, 2009 : 3).

  Menurut Sardiman (2007: 73) motif adalah daya atau upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartiakan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya satu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan).

  Adapun menurut Mc.Donald (Sardiman, 2007: 73) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc.Donald ini mengandung tiga elemen/ ciri pokok dalam motivasi itu sebagai berikut.

  6

  1) Motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu siswa. Perkembangan motivasi siswa akan membawa beberapa perubahan energi di dalam system “neurophysiological” yang ada pada organisme manusia.

  Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.

  3) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yaitu tujuan.

  Motivasi memang muncul dari dlam diri manusia, tetapi kemunculanya karena terangsang/terdorong karena adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.

  Motivasi dapat dipahami sebagai suatu variable penyelang yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju sasaran (Sagala, 2009: 100).

  Menurut Djamarah (2008: 148) motivasi adalah sebagai suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu.

  Motivasi dibagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dari luar, karena dalam setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar (Djamarah 2008: 149-151)

  b. Ciri-ciri Motivasi Setiap orang memiliki motivasi yang berbeda-beda dalam belajar, orang yang memiliki motivasi dapat terlihat dari tingkah lakunya dalam belajar sehingga dapat dibedakan orang yang memiliki motivasi belajar dengan orang yang tidak memiliki motivasi belajar. Menurut Sardiman (2007: 83) motivasi dalam diri setiap orang itu memilki ciri-ciri sebagi berikut.

  1) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).

  2) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya). 3) Menunjukan minat terhadap macam-macam masalah, untuk orang dewasa (misalnya masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan, pembrantas korupsi, penentangan pada setiap tindakan kriminal, amoral dan sebagainya).

  4) Lebih senang bekerja mandiri. 5) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).

  6) Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).

  7) Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu. 8) Senang mencari dan memcahkan masalah dan soal-soal.

  c. Fungsi Motivasi Menurut Sardiman (2007: 85) ada tiga fungsi motivasi dalam belajar adalah sebagai berikut.

  1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang dikerjakan. 2) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.

  Motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

  3) Menyelesaikan perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuannya.

  a. Pengertian Belajar Belajar adalah salah satu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif di lingkungan yang menghasilkan perubahan- perubahan dalam penegtahuan, pemahan dan nilai sikap. Perubahan itu bersikap relativ konstan dan berbekas (Winkel, 1996: 53).

  Belajar merupakan suatu perubahan seseorang atau usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secarakeseluruhan, sehingga hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Slameto, 2010: 2).

  Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya (Aunurrahman, 2010 : 35).

  Belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang setelah memperoleh informasi yang disengaja. Jadi suatu kegiatan belajar adalah upaya mencapai perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut aspek pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap (Uno, 2009: 21).

  b. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010: 22).

  Sedangkan menurut Hamalik (2005: 155) Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan ketrampilan.

  Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar yaitu, ketrampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita- cita. Gagne membagi lima kategori hasil belajar yaitu, informasi verbal, ketrampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan ketrampilan motoris (Sudjana, 2010: 22).

  Evaluasi pencapaian belajar siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban bagi setiap guru atau pengajar. Perlu dikatakan disini bahwa evaluasi pencapaian belajar siswa tidak hanya mencakup aspek-aspek kognitifnya saja, tetapi juga mengenai aplikasi atau performance aspek afektif yang menyangkut sikap serta internalisasi nilai-nilai yang perlu ditanamkan dan dibina melalui mata ajaran/mata kuliah yang telah diberikan (Purwanto, 2004: 22).

  Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah nilai yang di capai oleh siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran setelah siswa menerima materi dari guru kegiatan pembelajaran tersebut dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.

  Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dapat dikategorikan menjadi tiga bidang yakni kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai), serta bidang psikomotor (kemampuan, ketrampilan bertindak/ perilaku). Oleh sebab itu ketiga aspek tersebut harus dipandang sebagai hasil belajar siswa dari proses pengajaran (Sudjana, 2010: 49). c. Klasifikasi Hasil Belajar 1) Hasil Belajar Aspek Kognitif

Tabel 2.1 Hasil belajar aspek kognitif menurut Anderson (2010: 100-102)

  Kategori dan Proses Kognitif Nama-nama lain

  1. MENGINGAT

  • – mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang

  Katagori dan Proses Kognitif Nama-nama lain Mengenali MengidentifikasI Mengingat kembali Mengambil

  2. MEMAHAMI

  • – mengkostruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru

  Menafsirkan Mengklarifikasi Memparafrasekan Merepresentasi Menerjemahkan

  Mencontohkan Mengilustrasikan Memberi contoh

  Mengklasifikasikan Mengkategorikan Mengelompokkan

  Merangkum Mengabstraksi Menggeneralisasi

  Menyimpulkan Menyarikan Mengekstrapolasi Menginterpolasi

  Kategori dan proses kognitif Nama-nama lain Membandingkan Memprediksi

  Mengontraskan Memetakan

  Menjelaskan Mencocokan Membuat model

  3. MENGAPLIKASIKAN

  • – menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu
Kategori dan Proses Kognitif Nama-nama lain

  4. MENGANALISIS - memecah-mecah materi jadi bagian penyususnan dan menentuakn hubungan-hubungan antar bagian itu dan hubungan antar bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan. Katagori dan Proses Kognitif Nama-nama lain Membedakan Menyendirikan

  Memilah Memfokuskan Memilih

  Mengorganisasikan Menemukan koherensi Memadukan Membuat garis besar Mendeskripsikan peran Menstrukturkan

  Mengantribusikan Mendekonstruksi

  6. MENGEVALUASI

  • – mengambil keputusan berdasarkan criteria dan standar. Memerikasa Mengoordinasi Mendeteksi Memonitor Menguji Mengkritik Menilai

  7. MENCIPTA

  • – memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinal.

  Merumuskan Membuat hipotesis Merencanakan Mendesain Memproduksi Mengkonstruksi

  Penggunaan kategori aspek kognitif peneliti menggunakan klasifikasi Anderson, dengan alasan sangat tepat dalam penyusunan soal evaluasi maupun lembar kerja siswa. Belajar yang bermakna menghadirkan pengetahuan dan proses-proses kognitif yang siswa butuhkan untuk menyelesaikan masalah. Proses-proses kognitif ini menjadi alat untuk mendeskripsikan aktivitas-aktivitas kognitif siswa dalam pembelajaran konstruktif (belajar yang bermakna). Proses- proses kognitif adalah cara-cara yang dipakai siswa secara aktif dalam proses mengkonstruksi makna. 2) Hasil Belajar Aspek Afektif

  Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Ada beberapa jenis kategori ranah afektif yaitu (a) Penerimaan, mencakup kepekaan adanya suatu perangsang, dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan tersebut. (b) Partisipasi, mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. (c) penilaian/penetuan sikap, mencakup kemmpuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu membawa diri sesuai dengan penilaian itu. (c) Organisasi, mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. (d) Pembentukan pola hidup, mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan. (Winkel, 1996: 247-248).

  Daftar kata kerja operasional dengan kategori yang bersangkutan dalam sistematika pengklasifikasian hasil belajar pada ranah afektif dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.2 Kata Kerja Operasional Ranah afektif Menurut Bloom Dalam Winkel (1996: 252-253)

  Katergori Jenis Kemampuan Kata Kerja Operasional Perilaku Internal Penerimaan Menunjukan Menanyakan

  Mengakui Memilih Mematuhi Mengikuti Ikut serta secara Menjawab aktif Melanjutkan

  Menyatakan Partisipasi Melaksanakan

  Mematuhi Membantu

  Ikut serta secara Menolong aktif Menyesuaikan diri Mendiskusikan Mempraktekan Menyatakan persetujuan

  Penilaian Menerima suatu Menunjukan penentuan sikap nilai Menyukai Melaksanakan Menyepakati Menyatakan pendapat Menghargai Mengikuti Bersikap Memilih Mengakui Ikut serta

  Menggabungkan diri Mengundang Mengusulkan Membela Menuntun Membenarkan Menolak Mengajak

  Pembentukan Menunjukan Bertindak pola hidup Memperhatikan Memperlihatkan Melibatkan diri Mempraktekan

  Membuktikan Menunjukan David Krathwohl dan para ahli lainnya menunjukkan kepada masyarakat pendidikan sebuah tujuan taksonomi yang terdiri dari lima kategori utama dalam ranah afektif. Berikut ini adalah daftar ringkas beserta contoh-contoh tujuan, dari kategori ranah afektif tersebut. 1) Menerima: Tujuan pada tingkat ini merujuk pada sensitivitas pelajar terhadap keberadaan rangsangan seperti kesadaran, keinginan untuk menerima, dan perhatian yang dipilih. 2) Merespon: Tujuan pada tingkat ini merujuk pada perhatian aktif pelajar terhadap ransangan seperti persetujuan, respon keinginan, dan perasaan puas. 3) Menilai: Tujuan pada tingkatan ini mengacu kepada kepercayaan dan sikap pelajar. Hal ini tampak dalam penerimaan, preferensi dan komitmen. 4) Mengorganisasi: Tujuan pada tingkatan ini mengacu kepada internalisasi nilai-nilai dan kepercayaan yang melibatkan antara lain: konseptualisasi nilai-nilai dan organisasi sistem nilai.

  5) Karakterisasi: Ini adalah tingkat tertinggi dari internalisasi dalam taksonomi. Tujuan pada tingkatan ini berhubungan dengan perilaku yang mencerminkan antara lain: sekumpulan nilai yang digeneralisasi dan karakterisasi atau filosofi kehidupan.

Tabel 2.3 Indikator Aspek Afektif

  No Indikator Aspek Afektif

  Kegiatan Siswa

  1 Memperlihatkan kesadaran akan pentingnya belajar

  Penerimaan Siswa mengikuti pembelajaran dengan antusias

  2 Melatih sikap berani mengemukakan pendapat

  Memberi respon Siswa menyatakan pendapat

  3 Bekerja secara kelompok dalam diskusi

  Partisipasi Siswa aktif berdiskusi dengan kelompoknya

  4 Melatih sikap bertanggung jawab terhadap kelompok

  Organisasi Siswa bertanggung jawab mengerjakan LKS

  5 Mampu menyampaikan materi yang telah dipelajari

  Penilaian Siswa dapat menyimpulkan materi

  3) Hasil Belajar Aspek Psikomotor Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan bentuk ketrampilan dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkat ketrampilan, yakni (a) Persepsi, mencakup kemapuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih.

  (b) Kesiapan, mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya daam keadaan akan memulai suatu gerakan. (c) Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik. (d) Gerakan yang terbiasa, mencaup kemampuan untuk melakukan suatau rangkaian dengan lancar. (e) Gerakan kompleks, mencakup komponen untuk melaksanakan suatu ketrampilan, yang terdiri atas beberapa kompenen untuk melaksanakan suatu ketrampilan, yang terdiri atas beberapa kompenen, dengan lancar tepat dan efisien. (f) Penyesuain pola gerakan, mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuiakan pola gerak-gerik kondisi setempat. (g) Kreativitas, mencakup kemampuan untuk melahirkan pola-pola gerak- gerik yang baru. (winkel, 1996: 249).

  Daftar kerja operasional dengan kategori yang bersangkutan dalam sistematika pengklasifikasian hasil belajar pada ranah psikomotor dapat dilihat tabel dibawah ini.

Tabel 2.4 Kata Kerja Operasional Ranah Psikomotor Menurut Bloom

  Dalam Winkel (1996 : 253-254)

  Kategori Jenis Kemampuan Internal Kata Kerja Operasional

  Perilaku Persepsi Menafsirkan Memilih rangsangan Membedakan

  Peka terhadap Menyisihkan rangsangan Menunjukan Mendiskriminasikan Mengidentifikasi

  Menghubungkan Kesiapan Berkonsentrasi Memulai menyiapkan diri (fisik Mengawali dan mental) Bereaksi

  Mempersiapkan Menanggapi Mempertunjukan Mempraktekan Membuat Mencoba Memperlihatkan Memasang Membongkar Kategori Jenis Kemampuan Internal Kata Kerja Operasional

  Perilaku Gerakan Berketrampilan Mengoperasikan terbiasa Berpegang pada pola Membangun

  Memasang Melaksanakan Menyususn Menggunakan Mendemonstrasikan

  Gerakan Berketrampilan secara Memasang kompleks Membongkar Mengerjakan Menyususn Menggunakan

  Penyesuain Menyesuaikan diri Menangani pola gerakan Bervariasi Mengubah Mengadaptasi Membuat variasi

  Kreativitas Menciptakan yang Merancancang baru Menyusun Berinisiaif Menciptakan

  Mendesain Mengkombinasikan Merencanakan

  Hasil Belajar Aspek Psikomotor Menurut Anita Harrow Nondiscoursive

  Berkomukasi dengan gerakan

  comunication Skilled

  Gerakan yang memrlukan belajar

  Movement Physical

  Mengembangkan gerakan tingkat tinggi

  abilities

  Kombinasi kemampuan kognitif dan

  Perceptual

  gerakan

  abilities

  Gerakan yang menuntun ketrampilan yang

  Basic

  sifatnya kompleks

  fundamental movement Gerakan

  Respons gerakan yang tidak disadari yang

  refleks

  dimiliki sejak lahir

Tabel 2.5 Indikator Aspek Psikomotor

  No Indikator Aspek Kegiatan Siswa Psikomotor

  1 Menirukan dan Peniruan Siswa dapat mempraktekan dalam membuat membuat alat peraga media/alat peraga sesuai dengan petunjuk guru

  2 Ketepatan dalam Kreativitas Siswa tepat dalam membuat media atau membuat alat peraga media/alat peraga

  3 Kerapian dalam Kreativitas Siswa rapi dalam membuat media atau membuat media alat peraga

  4 Mampu menuliskan Ketepatan Siswa dapat hasil dari penggunaan menuliskan hasil media/alat peraga dari penggunaan media/alat peraga dengan tepat 3.

Membaca

  a. Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh peneulis melalui media kata-kata/bahasa tulis (Tarigan 2008: 7). Segi lingusiatik adalah suatu proses penyandian kembali dan pembaca sandi (a recording and decoding prosess), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (econding). Menurut Anderson sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning ) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna (Tarigan 2008: 7).

  Menurut Finochiaro dan Bonomo menyatakan bahwa Reading (membaca) adalah bringing meaning to and getting meaning from printed or written material, memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahan tertulis.

  b. Tradisi Membaca Tradisi membaca dapat berkembang apabila dilakukan secara rutin.

  Tradisi membaca menurut Tampubolon dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau sikap baik yang bersifat fisik atau mental yang telah mendarah daging pada diri seseorang, dalam hal ini siswa (Suroso, 2009: 167).

  Kegiatan membaca siswa misalnya, dapat berkembang menjadi suatu tradisi bila seorang siswa telah melakukan aktivitas yang ditandai oleh sikap ingin tau, merasa sengan dan kreatif, serta dapat menyikapi bacaan secara kritis. Hal ini senada dengan pernyataan Tomasowa (dalam Wiryotinoyo, 1990: 25) bahwa tradisi membaca memiliki tiga tahap, yaitu (1) tahap permulaan, (2) tahap senang membaca, (3) tahap biasa membaca (Suroso, 2009: 167).

  Berkiatan dengan permasalahan tersebut, layak dicermati pendapat Rosidi (Suroso, 2009: 168) yang menyatakan tradisi membaca adalah suatu kegiatan yang harus ditanamkan, dipupuk, dibina, dan dididikkan (dibelajarkan) karena hal ini tidak akan tumbuh secara otomatis. Untuk meningkatkan tradisi membaca di kalangan siswa, harus tersedia desain pemebelajaran yang mampu memotivasi mereka untuk membaca.

  Ada beberapa indikator yang berkaitan dengan tradisi membaca. Burn dan Lowe mengidentifikasikan enam indikator minat baca yaitu (1) kebutuhan akan bacaan, (2) tindakan mencari bahan bacaan, (3) timbul rasa senang, (4) ketertarikan, (5) keinginan, dan (6) tindak lanjut. Indikator semacam ini juga merupakan salah satu dari sekian banyak bukti bahwa seorang telah memiliki tradisi membaca atau belum. Danifil mengemukakan tiga aktivitas tradisi membaca, yaitu (1) merasa mantap, (2) bersifat sukarela, (3) otomatis membaca ( Suroso, 2009: 168-169).

  c. Tujuan Membaca Tujuan utama membaca adalah untuk menncariserta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna, arti

  (meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif kita membaca. Berikut ini, kita kemukakan beberapa yang penting: 1) Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh tokoh, apa-apa yang telah dibuat oleh tokoh, apa yang terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah- masalah yang dibuat oleh tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untu memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts).

  2) Membaca untuk menentukan mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau yang dialami tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang dilakukan oleh tokoh untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas ).

  3) Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua dan ketiga/seterusnya. Setiap tahap dibuat untuk memcahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian, kejadian dramatisasi. Ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or organization).

  4) Membaca untuk menemukan serta menegtahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh pengarang kepada para tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference ).

  5) Membaca untuk menemukan serta menegtahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar menegnai seseorng tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita benar atau tidak benar. Ini dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk menegelompokan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading to classify ).

  6) Membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh tokoh, atau bekerja seperti cara tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to evaluate). 7) Membaca untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, dan bagaimana tokoh menyerupai pembaca. Ini disebutmembaca untuk memperbandingkan atau mempertentangakan (reading to compare or contrast) (Tarigan, 2008: 9-11).

  d. Manfaat Membaca Buku Mengapa gizi sebuah buku melebihi ceramah atau hal-hal lain yang diperoleh dari telinga (mendengar) dan mata (melihat)? Sebab, hanya lewat membaca bukulah mampu menumbuhkan saraf-saraf di kepala. Aktivitas membaca buku menggabungkan banyak aktivitas penting lain.

  Pertama , Perlu memusatkan perhatian agar sebuah teks yang dibaca dapat memberikan manfaat.

  Kedua , Apabila menemukan hal-hal menarik dari sebuah buku,

  dapat memberikan tanda (seperti menstabilo atau memberikan catatan di pinggir-pinggir marjin buku).

  Ketiga , sebuah kalimat yang menarik akan membuat saraf-saraf di

  otak bekerja secara efektif. Tiba-tiba saraf-saraf itu berhubungan dan membuat dapat menemukan sesuatu yang baru.

  Membaca buku akan membuat tetap berpikir! Seorang peneliti dari Henry Ford Health System, bernama Dr. C. Edward Coffey, membuktikan bahwa hanya dengan membaca buku seseorang akan terhindar dari penyakit demensia. Roebyarto.multiply.com(diakses 10 Maret 2012).

  Demensia adalah nama penyakit yang merusak jaringan otak. Apabila seseorang terserang demensia, dapat dipastikan bahwa dia akan mengalami kepikunan.

  Menurut sumber penelitian Coffey, pendidikan (salah satu pendidikan termudah adalah membaca buku) dapat menciptakan semacam lapisan penyangga yang melindungi dan mengganti-rugi perubahan otak. Hal itu dibuktikan dengan meneliti struktur otak 320 orang berusia 66 tahun hingga 90 tahun yang tidak terkena demensia. Pendekatan SAVI adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki siswa. Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari somatik, auditori, visual, dan intelektual. Somatik memiliki makna gerakan tubuh (aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan. Auditori bermakna bahwa belajar melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi. Visual artinya belajar haruslah menggunakan indera mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga. Sementara itu intelektual bermakna bahwa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir, belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan. Pendekatan SAVI merupakan hasil pemikiran Meier yang menitikberatkan pembelajaran pada keterlibatan siswa secara utuh dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa siswa tidak hanya hadir saja, namun siswa hendaknya turut berperan aktif menggunakan setiap modalitas yang dimilikinya yang meliputi modalitas somatik, auditori, visual, dan intelektual guna mengkonstruksi pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran yang dipelajarinya. Berdasarkan pemikiran Meier tersebut, belajar adalah sarana untuk mengkombinasikan antara gerakan fisik serta intelektual guna mencapai suatu hasil pembelajaran yang optimal.

Unsur-unsur SAVI sebagai berikut.

  a. Somatis: Belajar dengan bergerak dan berbuat.

  b. Auditori: belajar dengan berbicara dan mendengar.

  c. Visual: belajar dengan mengamati dan menggambarkan.

  d. Intelektual: belajar dengan memecahkan masalah dan merenung.

  Keempat cara belajar ini harus ada agar belajar berlangsung optimal, karena unsur-unsur ini semuanaya terpadu, belajar yang paling baik bisa berlangsung jika semuanya itu digunakan secara simultan.

  a. Belajar Somatis “Somatis” berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh-soma

  (seperti dalam psikosomatis). Belajar somatis berarti belajar dengan indra peraba, kinestetis, praktis, melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakan tubuh sewaktu belajar. 1) Tubuh dan pikiran itu satu

  Pemisahan tubuh/pikiran dari kebudayaan barat dan prasangka terhadap penggunaan tubuh dalam belajar menghadapi tantangan serius. Penelitian neurologis telah membongkar keyakinan kebudayaan Barat yang keliru bahwa pikiran dan tubuh adalah dua entitas yang terpisah.

  Temuan mereka menunjukan bahwa pikiran tersebar di seluruh tubuh. Intinya, tubuh adalah pikiran. Pikiran adalah tubuh, keduanaya merupakan satu sistem elektris kimiawi, biologis yang benar-benar terpadu, jadi dengan menghalangi pelajar somatis menggunakan tubuh mereka sepenuhnya dalam belajar, kita menghalangi fungsi pikiran mereka sepenuhnya.

  2) Melibatkan Tubuh Merangsang hubungan pikiran-tubuh, ciptakanlah suasana belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu. Tidak semua pemebelajaran memerlukan aktivitas belajar aktif dan pasif secara fisik. Gaya belajar aktivitas somatis Orang dapat bergerak ketika mereka: a) Membuat model dalam suatu proses atau prosedur.

  b) Menciptakan piktogram dan periferalnya.

  c) Memeragakan suatu proses, sistem, atau seperangkat konsep.

  d) Mendapatkan pengalaman lalu menceritakannya dan merefleksikannya.

  e) Menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan belajar dan lain-lain).

  f) Melakukan kajian lapangan. Lalu tulis, gambar, dan bicarakan tentang apa yang dipelajari.

  b. Belajar Auditori Pikiran auditori lebih kuat dari pada yang disadari. Telinga terus menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa disadari, dan ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa area penting di otak menjadi aktif.

  Sebelum Johannes Gutenberg menemukan mesin cetak pada 1440-an, kebanyakan informasi disampaikan dari generasi ke generasi secara lisan. Epos, mitos, dan dongeng dalam semua kebudayaan kuno disampaikan melalui tradisi lisan: Beowulf, lliad dan Odyessey karya

  

Homer , Gilgamesh, dan banyak lagi lainnya. Kisah-kisah itu

  diceritakan dengan kekayaan suara yang begitu dramatis dan emosional, sehingga menambah kesan mereka dalam kenangan.

  Berikut ini gagasan-gagasan awal untuk meningkatkan sarana auditori dalam belajar diantaranya sebagai berikut.

  1) Ajaklah pembelajar membaca keras-keras dari buku panduan dan komputer.

  2) Ceritakanlah kisah-kisah yang mengandung materi pembelajaran yang terkandung didalam buku pembelajaran yang dibaca mereka.

  3) Mintalah pembelajar berpasang-pasangan menbincangkan secara terperinci apa yang mereka baru saja mereka pelajari dan bagaimana mereka akan menerapkanya. 4) Mintalah pembelajar mempraktikkan suatu ketrampilan atau memperagakan suatu fungsi sambil mengucapkan secara singkat dan terperinci apa yang sedang mereka kerjakan. 5) Mintalah pembelajar berkelompok dan bicara non stop saat sedang menyusun pemecahan masalah atau membuat rencana jangka panjang. c. Belajar Visual Ketajaman Visual, meskipun lebih menonjol pada sebagian orang, sangat kuat dalam diri setiap orang. Alasan adalah bahwa di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual dari pada semua indra yang lain. Orang-orang yang mengguanakan kiasan atau simbol untuk mempelajari informasi nilai 12% lebih baik untuk ingatan jangka pendek dibanding mereka yang tidak menggunakan kiasan, dan 26% lebih baik untuk ingatan jangka panjang. Statistik ini berlaku bagi setiap orang tanpa memandang usia, etnik, gender, atau gaya belajar yang dipilih.

  Setiap orang (terutama pembelajar visual) lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program komputer. Pemebelajar visual belajar paling baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan gambaran dari segala macam hal ketika mereka sedang belajar. kita dapat belajar lebih baik lagi jika kata menciptakan peta gagasan, diagram, ikon, dan citra kita sendiri dari hal- hal yang sedang mereka pelajari. Ketika siswa-siswa kelas satu dan dua SMP di New Jersey diminta menciptakan pitogram seukuran lukisan dinding dari pekerjaan rumah mereka, pembelajaran dan minat mereka pun meningkat.

  Orang dewasa juga lebih mudah belajar jika menciptakan piktogram, ikon atau panjangan tiga dimensi, dan bentuk visual lain dari materi pemeblajaran kita. Teknik lain yang bisa dilakukan semua orang, terutama orang-orang dengan ketrampilan visual yang kuat adalah meminta siswa mengamati situasi dunia nyata lalu memikirkan serata membicarakan situasi itu, menggambarkan proses, dan prinsip.

  Hal-hal yang dapat dilakukan agar pembelajaran lebih visual adalah: 1) Bahasa yang penuh gambar (metafora, analogi).

  2) Grafik presentasi yang hidup. 3) Benda 3 dimensi. 4) Bahasa tubuh yang dramatis. 5) Cerita yang hidup. 6) Kreasi piktrogram (oleh pembelajar) 7) Pengamatan lapangan.

  8) Dekorasi berwarna-warna. 9) Ikon alat bantu kerja.

  d. Belajar Intelektual Menurut Meier yang dimaksud dengan “intelektual” bukanlah pendekatan belajar yang tanpa emosi, tidak berhubungan, rasionalistis,

  “akademis” dan terkotak-kotak. Kata “intelektual” menurut Meier menunjukan apa yang dilakukan pemebelajar dalam pemikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. “intelektual” adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna. Intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untuk “berpikir”, menyatukan pengalaman, menciptakan jaringan saraf baru, dan belajar. Ia menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional, dan intuitif tubuh untuk membuat makna baru bagi dirinya sendiri. Itulah sarana yang digunakan pikiran untuk mengubah pengalaman menjadi penegtahuan, penegtahuan menjadi pengalaman, dan pemahaman (kita harap) menjadi kearifan (Hernowo, 2003: 166).

  Ketika sebuah pelatihan belajar secerdik apa pun itu tidak cukup menantang sisi intelektual pemebelajar, pelatihan tersebut akan kelihatan dangkal dan kekanak-kanakan. Inilah yang terjadi dengan beberapa teknik “kreatif” yang mengajak orang untuk bergerak secara fisik (S), mempunyai auditori kuat (A) dan masukan visual (V), namun tidak memiliki kedalaman intelektual (I). Akhirnya kita hanya menjalankan belajar “SAV”, sangat menjanjikan di awal-awal pemebelajaran namun kemudian musnah begitu hujan realitas turun.

  Jika sisi intelektual turun belajar dilibatkan, kebanyakan orang dapat menerima pelatihan yang paling banyak memasukan unsur bermain, tanpa merasa pelatihan tersebut dangkal, kekanak-kanakan, atau hambar.

  Aspek intelektual dalam belajar akan terlatih jika kita mengajak pembelajaran tersebut dalam aktivitas sebagai berikut.

  1) Memecahkan masalah. 2) Menganalisis pengalaman.

  3) Mengerjakan perencanaan strategis. 4) Memilih gagasan kreatif. 5) Mencari dan menyaring informasi. 6) Merumuskan pertanyaan. 7) Menerapkan gagasan baru pada pekerjaan. 8) Menciptakan makna pribadi. 9) Meramalkan inplikasi suatu gagasan.

  e. Langkah-langkah Model pembelajaran SAVI Langkah-langkah atau tahapan dalam model pembelajaran SAVI yaitu: 1) Tahap Persiapan (preparation)

  Menurut meier (2002), tahap persiapan berkaiatan dengan mempersiapkan siswa untuk belajar. Ini adalah langakah penting dilakukan diantaranya: melakuakan apersepsi dan melakukan tujuan pembelajaran (auditori), membagi kelas dalam beberapa kelompok (somatis), dan membangkitkan minat, motivasi siswa dan rasa ingin tau siswa (auditori).

  2) Tahapan Penyampaian (presentation) Menurut Meier (2002), dalam tahap ini mempunyai tujuan yaitu membantu siswa untuk menemukan materi yang baik dengan cara yang menarik dan menyenangkan. Tahap penyampaian dalam belajar bukan hanya suatu yang dilakukan fasilitator melainkan sesuatu yang secara aktif melibatkan siswa untuk menciptakan pengetahuan disetiap langkahnya. Dilakukan diantaranya: menyampaikan materi dengan cara memeberi contoh nyata (somatic dan auditori), dan dari contoh guru menjelaskan secra rinci (auditori).

  3) Tahapan Penelitian (practice) Menurut Meier (2002), tujuan tahap pelatihan yaitu membantu siswa mengintegrasikan dan memadukan pengetahuan atau ketrampilan baru dengan beragai cara yaitu mengajak siswa berfikir, berkata dan bebuat mengenai materi yang baru dengan aktivitas pelatihan, pemecahan soal, dilakukan dengan cara: memberikan lembar soal untuk diselesaikan dengan berdiskusi sesuai dengan kelompoknya masing-masing (intelektual dan visual), meminta beberapa siswa mewakili kelompok untuk menampilkan hasil pekerjaannya dan meminta yang lain menanggapi hasil pekerjaan temannya dan memberikan kesempatan untuk bertanya (SAVI), menilai hasil pekerjaan siswa, dan meralat jawaban apabiala terdapat kesalahan terhadap hasil pekerjaannya (auditori).

  4) Tahap Penampilan Hasil (performance) Menurut Meier (2002), tujuan dalam penampilan hasil adalah membantu siswa menerapkan dan mengembangkan pengetahuan serta ketrampilan baru mereka pada pekerjaan, sehingga pembelajaran tetap melekat dan prestasi terus meningkat. Dilakukan dengan cara: memberikan suatu evaluasi yang berupa lembar soal untuk mengetahui dan mengembangkan tingkat pemahaman serta ketrampilan siswa setelah proses pembelajaran (somatis, intelektual), dan menegaskan kembali materi yang telah diajarkan kemudian menyimpulkan dan memberi PR (auditori).

  a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial Istilah pendidikan IPS dalam menyelenggarakan pendidikan di

  Indonesia masih relatif baru digunakan. Pendidikan IPS merupakan padanan dari Social Studies dalam konteks kurikulum di Amerika Serikat. Istilah tersebut pertama kali digunakan di AS pada tahun 1913 mengadopsi nama lembaga Social Studies yang mengembangkan kurikulum di AS (Solihatin & Raharjo, 2009: 14).

  Ilmu penegtahuan sosial(IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu penegtahuan sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,hukum dan budaya). IPS atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial.

  Kurikulum pendidikan IPS tahun 1994 sebagaimana yang dikatakan oleh Hamid Hasan (1990) (Solihatin & Raharjo, 2009: 14), merupakan fusi dari berbagai disiplin ilmu. (Solihatin & Raharjo, 2009:

  14), mengatakan bahwa pembelajaran pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek “pendidikan” dari pada “transfer konsep”, karena dalam pemebelajaran pendidikan IPS mahasiswa diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, moral, nilai, dan ketrampilanyaberdasarkan konsep yang telah dimilikinya. Dengan demikian pemebelajaran IPS harus diformulasikan pada aspek kependidikanya. Konsep IPS, yaitu (1) interaksi, (2) saling ketergantungan, (3) kesinambungan dan perubahan, (4) keragaman/kesamaan/perbedaan, (5) konflik dan konsensus, (6) pola (patron), (7) tempat, (8) kekuasaaan (power), (9) nilai kepercayaan, (10) keadilan dan pemerataan, (11) kelangkaan (scacity), (12) kekhusussan, (13) budaya (culture), dan (14) nasionalisme.Tujuan ilmu pengetahuan sosial (pendidikan IPS), para ahli sering mengaitkan dengan berbagai sudut kepentingan dan penekanan dari program pendidikan tersebut.

  Pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Solihatin & Raharjo, 2009 : 14).

  b. Tujuan Mata Pelajaran IPS Tujuan pembelajaran secara umum yaitu mengembangkan pola pikir siswa sesuai dengan materi yang disampaikan. Menurut pedoman

  KTSP perangkat pembelajaran sekolah menengah pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs), Mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut, mengenal konsep-konsep yang diberikan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya , memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan sosial, memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial, dan kemanusiaan, serta memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

  Dimasa yang akan datang siswa akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelejaran IPS dirancangan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

  c. Ruang lingkup Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pemebelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan siswa akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

  Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

  1) Manusia, tempat, dan lingkungan. 2) Waktu, keberlanjutan, dan perubahan. 3) Sistem sosial dan budaya. 4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan B.

Penelitian Yang Relevan

  Penelitian yang menggunakan model pembelajaran SAVI sudah pernah dilakukan. Kaitannya dengan mata pelajaran matematika dengan menggunakan model SAVI yaitu penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan oleh Fajar Tri Pramusuharto dengan judul upaya meningkatkan partisipasi kontributifdan prestasi belajar siswa negeri 3 Sumbang melalui model pembelajaran SAVI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peroleh nilai rata- rata partisipasi kontributif siklus I sebesar 24,3% pada siklus II rata-rata nya sebesar 42,2% dan pada siklus III belajar siswa rata-ratanya sebesar 61,2%.

  Peningkatan prestasi belajar siswa pada siklus I yaitu 79,6 dengan ketuntasan belajar 61%, siklus II yaitu 76,7 dengan ketuntasan belajar 17% dan rata-rata siklus III yaitu 82,8 dengan ketuntasan belajar 91,3%.

  Penelitian kedua dilakukan oleh Suswandi dengan judul peningkatan kemampuan membaca pemahaman dengan pendekatan SAVI (somatis, auditori, visual dan intelektual) pada siswa kelas VI SD Negeri Kutawaru 04 kecamatan Cilacap Tengah kabupaten Cilacap tahun pelajaran 2009-2010. Hasil menunjukkan bahwa peroleh nilai rata-rata keaktifan siswa dari siklus I,

  II dan III berangsur-angsur meningkat dari 67,62%, 88,57% dan 93,65%. Di samping itu, terjadi peningkatan nilai rata-rata kemampuan membaca pemahaman dari siklus I hingga siklus III. Siklus I jumlah siswa yang tuntas mencapai 23 siswa (66,67%), sebelumnya uji coba awal hanya 17 siswa (47,62%). sedangkan nilai rata-rata yang dicapai pada siklus I sebesar 65,71. Sebelumnya, nilai rata-rata uji coba awal 60,24. Pada siklus II ada peningkatan (4,76%) sehingga jumlah siswa yang tuntas sebanyak 24 siswa (71,43%). Dan nilai rata-rata mencapai 72,38. Dilihat dari rerata sudah mencapai batas KKM, namun dari segi ketuntasan klasikal belum tercapai sehingga dilanjutkan tindakan siklus III. Hasilnya cukup memuaskan karena jumlah siswa tuntas sudah mencapai 90,48%, dan reratanya mencapai 80,24.

  Kesimpulan yang diperoleh ini adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan SAVI dapat meningkatkan hasil belajar siswa .

  Dari penelitian tersebut, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Pendekatan SAVI dalam penelitian sebelumnya membuat siswa aktif dan berpartisipasi mengikuti pembelajaran karena menggunakan gerak fisik, dengan aktifitas intelektual dalam belajar, sehingga pada penelitian ini diharapkan motivasi membaca dan hasil belajar siswa dalam belajar dengan memanfaatkan indera yang dimiliki untk dapat memahami materi dan memanfaatkan intelektualnya. Jadi yang menjadi pembeda dalam penelitian ini adalah pada objek penelitian dan subjek penelitian.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil observasi, dapat disimpulkan bahwa kondisi awal siswa kelas VII SMP Islam Ta’alumul Huda Bumiayu mempunyai nilai hasil

  belajar yang tidak sedikit siswa mendapatkan nilai dibawah KKM, hal ini dikarenakan motivasi siswa membaca buku pelajaran IPS rendah. Memotivasi membaca buku menjadi sebuah tradisi bagi siswa, merupakan tugas penting bagi seorang guru. Salah satu solusinya adalah melalui pendekatan SAVI diharapkan meningkatkan hasil belajar siswa.

  Perbaikan pembelajaran akan dilakukan menggunakan daur siklus. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Jika siklus I belum memenuhi syarat ketuntasan belajar, maka akan dilakukan tindakan pada siklus II dan seterusnya. Pada siklus II di harapkan sudah memenuhi kriteria ketuntasan belajar. Kerangka berpikir secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut.

  

Gambar 2.1.

Skema kerangka berpikir

D.

  Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dapat dikemukakan hipotesis tindakan ini sebagai berikut: Pembelajaran menggunakan pendekatan SAVI akan meningkatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa.

  Guru belum menggunakan belajar berdasar aktivitas

  Siswa tidak memiliki motivasi membaca buku pelajaran IPS dan hasil belajar rendah

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VIII DI SMP NEGERI 2 SEKAMPUNG

0 7 17

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN NHT PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VII 1 SEMESTER GENAP SMP NEGERI 1 RAJABASA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 26 71

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN NHT PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VII 1 SEMESTER GENAP SMP NEGERI 1 RAJABASA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 7 70

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.7 SEMESTER GENAP SMP NEGERI 4 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 55

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.7 SEMESTER GENAP SMP NEGERI 4 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

2 10 56

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION PADA MATA PELAJARAN PKN DI KELAS VII SMP ISLAM KALIANDA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012-2013

0 8 70

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MATERI TRANSPORTASI MELALUI PENDEKATAN SAVI PADA SISWA KELAS IV SEMESTER II MI BONOMERTO KEC. SURUH TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - Test Repository

0 0 142

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN DISCOVERY PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI I IWOIMENDAA - Repository IAIN Kendari

0 0 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Strategi Synergetic Teaching - HUBUNGAN STRATEGI SYNERGETIC TEACHING DAN PENGEMBANGAN PENGALAMAN BELAJAR TERHADAP KENYAMANAN DALAM PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK DI MTS MIFTAHUL HUDA BU

1 1 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanfaatan Internet 1. Pengertian Pemanfaatan Internet - PEMANFAATAN INTERNET SEBAGAI SUMBER BELAJAR MATA P ELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 4 PURWOKERTO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - repository perpustakaan

0 0 35