NILAI-NILAI MULTIKULTURALISME DALAM INTERAKSI SOSIAL-BUDAYA ANTARA REMAJA ETNIK TIONGHOA DENGAN REMAJA ETNIK JAWA DI KAMPUNG PECINAN KOTA TEGAL.

(1)

i

NILAI-NILAI MULTIKULTURALISME DALAM

INTERAKSI SOSIAL-BUDAYA ANTARA REMAJA

ETNIK TIONGHOA DENGAN REMAJA ETNIK

JAWA DI KAMPUNG PECINAN KOTA TEGAL

TESIS

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan

Oleh

Galih Mahardika Christian Putra

0301513033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

PERSETUJUAN PENGUJI TESIS

Tesis dengan judul “Nilai-nilai Multikulturalisme dalam Interaksi Sosial-Budaya antara Remaja Etnik Tionghoa dengan Remaja Etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal” karya:

Nama : Galih Mahardika Christian Putra NIM : 0301513033

Program Studi : Pendidikan IPS

telah dipertahankan dalam Sidang Panitia Ujian Tesis Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang pada hari Senin, tanggal 7 Januari 2016.

Semarang, Januari 2016 Panitia Ujian

Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. Tri Joko Raharjo, M.Pd Prof. Dr. Dewi Liesnoor, M.Si

NIP. 195903011985111001 NIP. 196208111988032001

Penguji I, Penguji II,

Prof. Dr. Wasino, M.Hum Dr. Hamdan Tri Atmaja, M.Pd NIP. 196408051989011001 NIP. 196406051989011001

Penguji III,

Prof. Dr. Suyahmo, M.Si NIP. 195503281983031003


(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya, tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik magister, baik di Universitas Negeri Semarang maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penelaah.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebut nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutab gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Semarang, Januari 2016 Yang membuat pernyataan

Galih Mahardika Christian Putra NIM. 0301513033


(4)

iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN

Moto :

1. Keberagaman sosial-budaya suatu masyarakat merupakan suatu hal yang bersifat alami.

2. Nilai-nilai multikulturalisme salah satu aspek penting yang perlu ditumbuhkembangkan untuk menyikapi keberagaman sosial-budaya suatu masyarakat.

3. Kita tidak bisa memilih untuk dilahirkan sebagai orang Tionghoa atau Jawa, namun kita memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai manusia.

Persembahan :

1. Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.

2. Badan Pemerintah Pembangunan Daerah Pemerintah Kota Tegal 3. Masyarakat Kampung Pecinan Kota Tegal.


(5)

v ABSTRAK

Putra, Galih Mahardika Christian. 2015.“Nilai-nilai Multikulturalisme dalam Interaksi Sosial-Budaya antara Remaja Etnik Tionghoa dengan Remaja Etnik

Jawa Di Kampung Pecinan Kota Tegal”. Tesis. Jurusan Pendidikan IPS S2. Program Pascasarjana. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Prof. Dr. Suyahmo, M.Si dan Dr. Hamdan Tri Atmaja, M.Pd

Kata Kunci: Nilai-nilai Multikulturalisme, Interaksi Sosial-Budaya, Remaja Etnik Tionghoa dan Jawa

Keberagaman sosial-budaya terkadang memunculkan sikap-sikap intoleran dalam proses interaksi sosial di masyarakat. Nilai-nilai multikulturalisme menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan bermasyarakat untuk menyikapi kondisi keberagaman sosial-budaya tersebut. Penanaman nilai-nilai multikulturalisme pada kalangan remaja juga menjadi sangat penting, untuk menumbuhkan kesadaran bahwa keberagaman sosial-budaya suatu masyarakat merupakan sesuatu yang bersifat alami. Dengan begitu, kemungkinan terjadinya konflik horizontal dalam kehidupan bermasyarakat bisa diminimalisir.

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengkaji tentang kontribusi masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai multikulturalisme pada remaja etnik Tionghoa dan Jawa, 2) mengkaji interaksi sosial-budaya antara remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa, dan 3) mengkaji makna yang muncul dalam interaksi sosial-budaya antara remaja etnik Tionghoa dengan etnik Jawa

Lokasi penelitian ini adalah kampung pecinan di kota Tegal. Kehidupan multikultural di kampung pecinan bisa dilihat dari identitas etnik dan agama. Masyarakatnya terdiri atas etnik Tionghoa dan Jawa. Agama yang dipeluk masyarakat kampung pecinan antara lain Khonghucu, Budha, Kristen/Katholik dan Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Selanjutnya, untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi data dan triangulasi teori.

Hasil penelitian menunjukan bahwa 1) terdapat nilai-nilai multikulturalisme seperti toleransi, kesetaraan dan keterbukaan yang ditanamkan dalam diri remaja Tionghoa dan Jawa. 2) nilai-nilai toleransi, kesetaraan dan keterbukaan tersebut, muncul dalam proses interaksi antara remaja Tionghoa dan Jawa. 3) makna yang muncul selama proses interaksi sosial-budaya antara remaja Jawa dan Tionghoa yaitu membentuk kondisi hubungan in group dan the other group.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kontribusi masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai multikulturalisme dilakukan melalui pemberian ruang, kesempatan dan teladan bagi remaja Tionghoa dan Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai multikulturalisme terlihat selama proses akomodasi, akulturasi, asimilasi, dan kontravensi antara remaja Tionghoa dan Jawa. Proses interaksi sosial-budaya di kalangan remaja ini, tidak hanya membentuk makna berupa in group atau the other group saja, tetapi selama proses interaksi bisa juga membentuk makna in group dan the other group.


(6)

vi

ABSTRACT

Putra, Galih Mahardika Christian. 2015. "The values of multiculturalism in Socio-Cultural Interaction between Teenagers of Chinese and Javanese Ethnic In the village of Chinatown Tegal City". Thesis. Education Department IPS S2. Postgraduate Programme. Semarang State University. Supervisor Prof. Dr. Suyahmo, M.Si and Dr. Hamdan Tri Atmaja, M.Pd

Key word : The values of multiculturalism, Socio-culture interaction, Teenagers of Chinese and Javanese ethnic

Socio-cultural diversity sometimes raises intolerant attitudes in the process of social interaction in the community. Values of multiculturalism becomes an important aspect in the life of society to response to these conditions of socio-cultural diversity. Inculcation the values of multisocio-culturalism in teenagers also be very important, to raise awareness that the socio-cultural diversity of a society is something that is natural. By doing so, the possibility of horizontal conflicts in social life can be minimized.

The purpose of this study examines 1) community contributions in inculcation the values of multiculturalism in adolescents ethnic Chinese and Javanese, 2) social interaction and culture among young ethnic Chinese and ethnic Javanese, and 3) meaning that arise in social interaction and culture among teenagers Chinese ethnic with ethnic Javanese

The location of this research is in the village of Chinatown in Tegal City. Chinatown multicultural life in the village can be seen from the ethnic and religious identities. Society composed of ethnic Chinese and Javanese. Religion of village communities Chinatown among other Confucian, Buddhist, Christian / Catholic and Islam. The method used in this study is a qualitative method. Data collection techniques in this research was conducted through interviews, observation and documentation. Furthermore, to test the validity of the data in this study used data triangulation techniques and triangulation theory.

The results showed that 1) there are the values of multiculturalism as tolerance, equality and openness that is instilled in young Chinese and Javanese. 2) the values of tolerance, equality and openness that have surfaced in the process of interaction between young Chinese and Javanese. 3) meaning that arise during the process of socio-cultural interaction between Javanese and Chinese adolescents is to establish conditions of relations in the group and the other group.

Based on the results of this study concluded that the public contribution in instilling the values of multiculturalism is done through the provision of space, opportunity and role model for young Chinese and Javanese in everyday life. Values of multiculturalism is visible during the process of accommodation, acculturation, assimilation, and contravention between young Chinese and Javanese. The process of socio-cultural interaction among these teenagers, not only establish the meaning of the form in the group or the other group, but during the process of interaction can also establish meaning in group and the other group.


(7)

vii PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat-Nya. Berkat karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Nilai-Nilai Multikulturalsime dalam Interaksi Sosial-Budaya antara Remaja Tionghoa dengan Remaja Jawa Di Kampung Pecinan Kota Tegal”. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan meraih gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan IPS, Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.

Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mengenyam pendidikan di Universitas Negeri Semarang.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan serta arahan selama pendidikan, penelitian dan penulisan Tesis ini.

3. Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan IPS Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan dan arahan dalam penulisan tesis ini.


(8)

viii

4. Prof. Dr. Suyahmo, M.Si, dosen pembimbing I yang dengan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, motivasi, saran dan arahan dalam penyusunan tesis ini.

5. Dr. Hamdan Tri Atmaja, M.Pd, dosen pembimbing II yang dengan penuh ketelitian dalam memberikan bimbingan, motivasi, saran, dan arahan dalam penyusunan tesis ini.

6. Prof. Dr. Wasino, M.Hum sebagai penguji utama, yang telah memberikan kritik, saran dan masukan kepada peneliti sehingga tesis jni dapat diselesaikan.

7. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana UNNES, yang telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu kepada peneliti selama menempuh pendidikan.

8. Bapak Edy Prayitno sebagai Lurah Kecamatan Mintaragen Kota Tegal yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di lingkungan kampung pecinan.

9. Tokoh Masyarakat dan kalangan remaja Kampung Pecinan Kota Tegal yang telah membantu peneliti dalam proses pengumpulan data.

10. Teman-teman mahasiswa Program Studi Pendidikan IPS Program Pascasarjana UNNES angkatan 2013, terimakasih atas segala bantuan, motivasi, dan kerjasamanya selama ini.

11. Kedua orang tua saya Iman Hadi Kristanto dan Okvia Tri Haryanti atas segala bimbingan, motivasi dan do’a selama ini sejak mulai studi hingga selesainya tesis ini.


(9)

ix

12. Eli Nova Silalahi dan Kristina Dwi Oktaviani atas segala motivasi dan do’a yang diberikan kepada peneliti selama proses penyusunan tesis ini.

13. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam mendukung penyelesaian tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Peneliti sadar bahwa dalam tesis ini masih terdapat kekurangan, baik isi maupun tulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat peneliti harapkan. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan.


(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………. i

PERSETUJUAN PENGUJI TESIS... ii

PERNYATAAN KEASLIAN………...……… iii

MOTO DAN PERSEMBAHAN ………. iv

ABSTRAK ………. v

ABSTRACT………. vi

PRAKATA………... vii

DAFTAR ISI……….. x

DAFTAR TABEL……….. xii

DAFTAR GAMBAR………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN………. xiv

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2 Identifikasi Masalah ………. 13

1.3 Rumusan Masalah ……… 14

1.4 Tujuan Penelitian ……….. 15

1.5 Manfaat Penelitian ……… 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS………… 17

2.1 Nilai-nilai Multikulturalsime………. 17

2.2 Pluralisme……….. 28

2.3 Konsep Interaksi sosial-budaya………. 33

2.4 Konsep Remaja……….. 39

2.5 Etnik Tionghoa……….. 41

2.6 Etnik Jawa………. 45

2.7 Masyarakat Kampung Pecinan………. 49

2.8 Penelitian Terdahulu………. 52

2.9 Kerangka Teoretis………. 61

2.10 Kerangka Berpikir………..………. 66

BAB III METODE PENELITIAN………. 69

3.1 Desain Penelitian………... 69

3.2 Lokasi Penelitian ……….. 70

3.3 Fokus Penelitian ………... 71

3.4 Sumber Data Penelitian ……… 72

3.5 Teknik Pengumpulan Data……… 77

3.6 Keabsahan Data ……… 81

3.7 Teknik Analisis Data………. 83

BAB IV GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN………. 86

4.1 Kondisi Geografi Kota Tegal……… 86

4.2 Keberadaan Kampung Pecinan Kota Tegal……….. 97


(11)

xi

4.4 Kondisi Sosial ……….. 111

4.5 Kondisi Budaya……… 113

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 117

5.1 Kontribusi Masyarakat Dalam Menanamkan Nilai Multikulturalisme………... 117

5.1.1 Nilai-Nilai Multikulturalisme dalam kehidupan masyarakat……….. 117

5.1.2 Kontribusi Masyarakat ………. 133

5.2 Interaksi Sosial-Budaya Antara Remaja Tionghoa dengan Jawa……… 149

5.2.1 Akomodasi dan Kontravensi 149 5.2.2 Akulturasi 161 5.2.3 Asimilasi 170 5.3 Makna Yang Muncul Selama Proses Interaksi Sosial-Budaya…. 178 5.3.1 In Group………. 179

5.3.2 The Other Group……… 188

5.4 Nilai-nilai Multikulturalisme dan Interaksi Sosial-Budaya menurut Teori Interaksionisme Simbolik Herbert Blumer……… 207

BAB VI PENUTUP……… 239

6.1 Simpulan……… 239

6.2 Implikasi ………... 240

6.3 Saran………. 241

DAFTAR PUSTAKA………. 243


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu………... 59

Tabel 3.1 Daftar Informan Penelitian Remaja Kampung Pecinan………….. 73

Tabel 3.2 Daftar Informan Penelitian Masyarakat Kampung Pecinan……… 74

Tabel 3.3 Daftar Infroman Penelitian Tokoh Masyarakat….……….. 75

Tabel 4.1 Jenis Mata Pencaharian Menurut Kecamatan Di Kota Tegal……… 88

Tabel 4.2 Jumlah Sarana Pendidikan Menurut Kecamatan Di Kota Tegal.………... 91

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Miskin Kota Tegal………. 92

Tabel 4.4 Jumlah Pencari Kerja Berdasarkan Pendidikan Kota Tegal……... 93

Tabel 4.5 Jumlah Sarana Peribadatan Di Kota Tegal………. 96

Tabel 4.6 Penduduk Berdasarkan Agama………... 107

Tabel 4.7 Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian……….. 109

Tabel 4.8 Penduduk Berdasarkan Pendidikan……… ……… 110

Tabel 5.1 Nilai-nilai Multikulturlaisme dalam Kehidupan Masyarakat Kampung Pecinan……… 132

Tabel 5.2 Kontribusi masyarakat dalam Menanamkan nilai-nilai Multikulturalisme……… 148

Tabel 5.3 Bentuk-bentuk Interkasi sosial-budaya di kalangan remaja Tionghoa dan Jawa……….. 177

Tabel 5.4 Pemaknaan selama proses interaksi sosial-budaya di kalangan remaja……….. 206


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir………... 68

Gambar 3.1 Proses Analisis Interaktif Miles dan Huberman……….. 85

Gambar 4.1 Peta Administratif Kota Tegal………. 90

Gambar 4.2 Kampung Pecinan Tempo Dulu……….. 99

Gambar 4.3 Kawasan Pecinan Kota Tegal………... 104

Gambar 4.4 Gang Paweden masuk ke Kampung Pecinan……….. 105

Gambar 4.5 Peta Administratif Kelurahan Mintaragen……….. 106

Gambar 5.1 Kelenteng Tek Hay Kiong Tegal Saat Perayaan Cap Go Meh……….. 120

Gambar 5.2 Remaja Jawa Terlibat Dalam Perayaan Tahun Baru Cina……….. 124

Gambar 5.3 Interaksi Sosial Remaja Tionghoa dan Jawa di Lingkungan Rumah………... 156


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian……….. 249

Lampiran 2. Pedoman Observasi……… 250

Lampiran 3. Pedoman Wawancara………. 252

Lampiran 4. Data Informan Penelitian……… 256

Lampiran 5. Surat Rekomendasi Permohonan Ijin Riset……… 258

Lampiran 6. Surat Keterangan Telah Melakukan Riset……….. 260


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiawan (2012) berpendapat realitas yang tak dapat dielakkan bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia terdiri atas berbagai keragaman sosial, kelompok etnis, budaya, agama, aspirasi politik dan lain-lain sehingga masyarakat dan bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat multikultural. Indonesia sebagai masyarakat multikultural berdasarkan pernyataan tersebut, maka dalam kehidupan masyarakat yang multikultural terdiri atas dua atau lebih kelompok sosial. Kelompok-kelompok sosial yang hidup berdampingan dan saling berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat pada akhirnya akan memperlihatkan suatu perbedaan, misalnya berbeda secara sosial dan budaya. Perbedaan itu bisa terlihat dengan adanya perbedaan dialek, mata pencaharian, status sosial, tradisi atau agama antara kelompok sosial yang satu dengan kelompok sosial lainnya.

Kehidupan bersama yang terjalin antar kelompok sosial tersebut lahir dari adanya multikulturalisme. Multikulturalisme menekankan adanya perbedaan masyarakat berdasarkan kelompok yang didasarkan pada etnisitas. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka interaksi antar kelompok sosial dalam kehidupan masyarakat multikultural dilakukan dengan cara menunjukan identitas dirinya yang didasarkan pada etnisitas. Pernyataan tersebut didasarkan pada pendapat yang disampaikan oleh Yusuf (2005 : 26) bahwa multikulturalisme melihat keragaman manusia pada tingkat golongan atau kelompok dan dalam


(16)

2

multikulturalisme etnisitas terkesan dititikberatkan. Beberapa kelompok etnik yang ada di Indonesia juga hidup berdampingan sehingga terjalin interaksi satu dengan lainnya. Interaksi yang terjadi antar kelompok etnik yang hidup dan berkembang di Indonesia termasuk wujud dari etnisitas, termasuk juga pengkategorisasian suatu kelompok etnik.

Pengkategorisasian kelompok etnik didasarkan pada kesamaan tradisi leluhur, adat istiadat, religi atau bahasa yang dijadikan satu dalam bingkai kebudayaan sehingga bisa dibedakan dengan kelompok etnik lainnya. Etnik berbeda dengan ras karena pembagian kelompok sosial berdasarkan ras lebih menitikberatkan pada kesamaan bentuk fisik manusia, seperti tinggi badan, warna kulit, bentuk wajah atau bentuk rambut. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Narrol (dalam Yusuf, 2005) bahwa kelompok etnik ditandai dengan adanya populasi yang memiliki nilai budaya yang sama dan sadar akan kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, membentuk jaringan komunikasi dan interaksi diri, menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain. Etnik Tionghoa termasuk salah satu kelompok etnik yang terdapat di Indonesia. Etnik Tionghoa jika dilihat dari sejarahnya di Indonesia, kelompok etnik ini awalnya dianggap sebagai warga pendatang dari Republik Rakyat Tiongkok. Dalam perkembangannya keberadaan etnik Tionghoa turut mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia.

Kedatangan etnik Tionghoa ke Indonesia memberi pengaruh terhadap kehidupan masyarakatnya. Kehidupan masyarakat Indonesia semakin lama berkembang menjadi masyarakat multikultural. Kedatangan etnik Tionghoa ke


(17)

3

Indonesia salah satunya dimotivasi oleh kegiatan perdagangan. Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Yusuf (2005 : 107) bahwa alasan kedatangan mereka ke Indonesia antara lain menjadikan Indonesia sebagai tempat persinggahan, tempat berdagang dan tempat mencari nafkah. Keberadaan etnik Tionghoa di Indonesia pada waktu itu relatif cukup lama. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya perkawinan silang antara laki-laki etnik Tionghoa dengan perempuan-perempuan Indonesia pada khususnya. Perkwainan tersebut menghasilkan keturunan nantinya dikenal dengan istilah Tionghoa peranakan. Penjelasan tersebut diperkuat kembali oleh Yusuf (2005 : 107) pada alinea berikutnya bahwa laki-laki Tionghoa yang tinggal di Indonesia kemudian menikah dengan gadis pribumi. Dari perkawinan tersebut lahir keturunan yang disebut peranakan. Keturunan mereka lama-kelamaan membentuk komunitas yang disebut Tionghoa peranakan.

Tionghoa peranakan hasil perkawinan antara etnik Tionghoa dengan kelompok etnik pribumi ada yang tumbuh dewasa dan hidup di Indonesia. Perubahan kehidupan sosial etnik Tionghoa di Indonesia kemudian membuat sebagian dari etnik Tionghoa peranakan memilih hidup dan menetap sebagai warga negara Indonesia. Sebagian lagi memilih untuk kembali sebagai warga negara Tiongkok. Berdasarkan hal itu maka etnik Tionghoa di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu etnik Tionghoa Totok dan Peranakan. Suryadinata (2010) mengatakan orang peranakan cenderung menganggap diri mereka sebagai bagian dari suku di daerah tempat tinggal mereka. Orang peranakan pada umumnya berorientasi ke Indonesia. Sebaliknya, orang Totok khususnya generasi


(18)

4

tua banyak yang masih berorientasi ke Tiongkok. Etnik Tionghoa peranakan yang memilih hidup di Indonesia kemudian berinteraksi dengan etnik Pribumi. Kehidupan masyarakat selalu mengalami perubahan sehingga interaksi antara etnik Tionghoa dengan etnik Pribumi juga semakin berkembang. Perkembangan interaksi tersebut membuat etnik Tionghoa sekarang ini tidak hanya hidup di satu daerah saja tetapi hidup menyebar hampir ke seluruh wilayah di Indonesia. Yusuf (2005 : 107) menyatakan orang-orang Tionghoa di Indonesia kebanyakan tinggal di Jawa, Madura, Sumatera dan Indonesia bagian timur.

Interaksi yang terjadi antara etnik Tionghoa dengan etnik Pribumi sampai saat ini, sudah berlangsung sejak kali pertama kedatangan etnik Tionghoa ke Indonesia. Interaksi antara etnik Tionghoa dengan etnik Pribumi tersebut juga berlangsung di Jawa Tengah, khusunya interaksi antara etnik Tionghoa dengan etnik Jawa. Interaksi antara etnik Tionghoa dengan etnik Jawa termasuk di daerah Jawa Tengah umumnya terjadi dalam bidang ekonomi, hal itu dikarenakan motivasi awal kedatangan etnik Tionghoa ke Indonesia salah satunya didasari oleh kepentingan dagang. Fatmawati (2010) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa terjalinya kerja sama antara etnis Tionghoa dengan penduduk pribumi di desa Gubug, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah salah satunya di bidang ekonomi, misalnya hubungan majikan dengan karyawan dan rekanan kerja dalam hal perdagangan.

Etnik Tionghoa dalam perkembangannya sekarang ini, sudah menjadi bagian dari kelompok etnik yang ada di Indonesia. Tetapi meskipun kondisinya seperti itu, proses interaksi antar etnik dalam kehidupan bermasyarakat tidak


(19)

5

selamanya akan harmonis. Suatu waktu terkadang muncul ketegangan-ketegangan dalam proses interaksi tersebut, termasuk interaksi antara etnik Tionghoa dengan etnik Jawa. Interaksi sosial etnik Tionghoa dengan etnik Jawa termasuk di daerah Jawa Tengah cenderung fluktuatif. Dalam waktu tertentu hubungannya baik tetapi dalam beberapa hal hubungan menjadi buruk. Hubungan yang fluktuatif tersebut, misalnya ditandai dengan adanya prasangka atau stereotip negatif yang muncul pada sebagian etnik Jawa terhadap etnik Tionghoa, meskipun mereka sudah lama hidup dan menjadi bagian dari kelompok sosial yang ada di Indonesia. Prasangka atau stereotip yang ditunjukan oleh etnik Jawa, misalnya ada anggapan bahwa etnik Tionghoa itu eksklusif, kaya raya, tidak bisa bergaul atau pelit pada umumnya. Suryadinata menambahkan (2010 : 84) akhir-akhir ini mereka dianggap sebagai kapitalis dan konglomerat yang mengeruk kekayaan negara tanpa perasaan patriotisme. Kondisi itu menyebabkan stereotip yang diberikan etnik Jawa terhadap etnik Tionghoa relatif negatif. Etnik Tionghoa belum bisa dianggap sebagai bagian dari kelompok sosial yang ada di Indonesia. Menurut pendapat Suryadinata (2010 :85) pada pandangan banyak kalangan pribumi terhadap orang Tionghoa, maka orang Tionghoa harus menjadi pribumi dulu baru mereka bisa diterima sebagai orang Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah pada saat itu mulai menerapkan kebijakan-kebijakan bagi etnik Tionghoa yang ada di Indonesia. Kebijakan negara yang ditujukan bagi etnik Tionghoa turut membentuk opini masyarakat terhadap keberadaan etnik Tionghoa di Indonesia. Kebijakan negara pada masa Orde Lama salah satunya dengan memberlakukan perjanjian dwi-kenegaraan RI-RRC. Dewi


(20)

6

(2013 : 37) tujuan perjanjian dwi-kenegaraan adalah sebagai pemisah secara tegas antara warga negara Indonesia dengan warga negara RRC dan pelaksanaan perjanjian dwi kewarganegaraan secara resmi tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1959. Kebijakan negara terhadap etnik Tionghoa pada masa Orde Lama lebih mengarah kepada Integrasionis. Integrasionis artinya mengakui keberadaan etnik Tionghoa sebagai bagian dari jati diri Indonesia tanpa menghilangkan identitas ketionghoaan mereka. Integrasionis diwujudkan pemerintah dengan membentuk suatu badan yang khusus mengatur hak kewarganegaraan etnik Tionghoa di Indonesia. Dewi (2013 : 37) Pemerintah Indonesia pada tahun 1954 membentuk Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki) yang diketuai oleh Siauw Giok Tjhan yang bertugas memperjuangkan hak-hak kewarganegaraan serta nasib Tionghoa di Indonesia. Baperki lebih memilih untuk tetap mempertahankan identitas ketionghoaan dalam menjalin interaksi dengan etnik lainnya di Indonesia. Keberadaan etnik Tionghoa di Indonesia melalui Baperki mendapat dukungan dari Presiden Soekarno. Hal itu diperkuat oleh pernyataan Suryadinata (2010 : 189) pada tahun 1963, ketika berpidato dalam kongres Baperki, Soekarno menekankan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku termasuk suku Tionghoa peranakan. Bertolak dari hal tersebut maka konsekuensi yang diterima etnik Tionghoa pada masa Orde Lama, mereka lebih dekat berinteraksi dengan kekuatan-kekuatan pendukung Soekarno. Politik anti Tionghoa tidak terlalu terlihat pada era Orde Lama.


(21)

7

Kebijakan negara yang ditujukan bagi etnik Tionghoa di Indonesia pada era Orde Baru memiliki perbedaan dengan era sebelumnya. Kebijakan negara pada era Orde Baru lebih mengarah kepada asimilasionis. Asimilasionis artinya etnik Tionghoa agar diterima sebagai warga Indonesia harus menanggalkan seluruh identitas ketionghoaannya misal, bahasa, nama, agama dan tradisi. Tetapi dalam prakteknya asimilasionis cenderung diskriminatif terhadap etnik Tionghoa. Puncak politik anti-Cina terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru di bawah rezim Soeharto (Yusuf, 2005 : 114). Kebijakan negara pada era ini sangat membatasi ruang gerak etnik Tionghoa bahkan mengarah pada perlakuan yang diskriminatif. Kebijakan negara tersebut misalnya Keputusan Presidium Kabinet No.127/Kep/12/1966 tentang peraturan ganti nama bagi warga negara Indonesia yang memakai nama cina, Surat Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-089.J.S/9/1978/ tentang larangan pengedaran/ penggunaan surat kawin yang dikeluarkan oleh Yayasan Pusat Srati Drama Yogyakarta, UU No. 48/PRP/1960.L 1960-55 tentang pengawasan pendidikan dan pengajaran asing (Yusuf, 2005 : 117). Akibat dari diterapkannya kebijakan tersebut, maka memunculkan sikap-sikap yang diskriminatif, saling curiga, prasangka sosial dalam pandangan masyarakat terhadap etnik Tionghoa.

Perilaku diskriminatif lainnya yang ditunjukan pemerintah Orde Baru adalah penggunaan istilah Cina. Yusuf (2005 : 112) pemerintah Orde Baru melegitimasinya melalui Surat Edaran No: SE-06/PresKab/6/67. Surat edaran tersebut berisi larangan sepenuhnya penggunaan istilah Tionghoa dan menggantinya dengan istilah Cina. Penggunaan istilah Cina dalam pelaksanannya


(22)

8

di Indonesia ternyata dipandang oleh sebagian etnik Tionghoa sebagai bentuk penghinaan. Hal itu sesuai dengan pendapat Dawis (2010 : 81) bahwa istilah Cina atau Cino dalam bahasa Jawa, masih mengandung makna merendahkan, khususnya di Jawa. Suryadinata (2010 : 199) menambahkan bahwa larangan bahasa Tionghoa pada zaman Orba merupakan contoh perliaku diskrimantif lainnya. Bertolak dari pernyataan Suryadinata maka terdapat peraturan yang melarang penggunaan bahasa Cina untuk keperluan apapun di Indonesia pada waktu itu, misalnya untuk bahasa pengantar di sekolah-sekolah, penulisan di media massa atau kegiatan perkonomian bagi warga negara Indonesia. Yusuf (2005 : 117) peraturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 285/KP/XII/78 tentang larangan mengimpor, meperdagangkan dan mengedarkan segala jenis barang cetakan dalam huruf, aksara, dan bahasa Cina.

Pemerintah Orde Baru menuntut nasionalisasi sehingga segala yang berbau Cina harus dilebur menjadi satu dengan jati diri Indonesia yaitu melalui asimilasi. Bentuk-bentuk asimiliasi pada era ini misalnya, penggantian nama Tionghoa menjadi nama Indonesia, etnik tionghoa sangat dibatasi dalam melakukan upacara keagamaan dan perayaan budaya, dituntut untuk memilih lima agama yang berlaku di Indonesia. Kebijakan negara pada era Orde Lama dan Orde Baru terhadap etnik Tionghoa di Indonesia turut mempengaruhi perkembangan interaksi antara etnik Tionghoa dengan kelompok etnik Pribumi. Produk-produk hukum yang diskriminatif terhadap etnik Tionghoa di Indonesia selama era Orde Baru pada khususnya memberi dampak dalam perkembangan kehidupan


(23)

9

masyarakat. Produk hukum tersebut mengakibatkan sampai sekarang ini sebagian opini masyarakat Indonesia termasuk masyarakat di daerah Jawa Tengah terhadap etnik Tionghoa cenderung negatif. Pengucapan “Cino” masih digunakan sebagian masyarakat Jawa Tengah sampai sekarang untuk menyebut etnik Tionghoa. Kata “Cina” atau Cino tersebut jika dilihat dari sejarahnya ditafsirkan sebagai bentuk penghinaan atau merendahkan etnik Tionghoa. Sebagian etnik Jawa di Kota Tegal ternyata masih menggunakan kata “Cina” untuk menyebut eksistensi sosial -budaya yang berkaitan dengan etnik Tionghoa. Meskipun begitu bukan berarti mengandung maksud sebagai suau penghinaan. Di kalangan etnik Tionghoa sendiri juga tidak keberatan jika digunakan istilah Cina, selama tidak mengandung nada kebencian.

Kehidupan sosial masyarakat selalu mengalami perubahan dan perkembangan, begitu pula dengan interaksi antara etnik Tionghoa dengan etnik Jawa di Kota Tegal. Interaksi antara etnik Tionghoa dengan etnik Jawa yang bersifat disassosiatif misalnya, di Kota Tegal pernah terjadi kerusuhan yang ditujukan kepada etnik Tionghoa. Kerusuhan ini berujung kepada pengerusakan harta benda milik etnik Tionghoa. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Anwar (2007 : 239) bahwa sebelum peristiwa kerusuhan di Bandung tanggal 6 Mei 1963 terjadi peristiwa di Tegal yang kemudian meyebar ke lain tempat seperti Slawi, Banjaran, Pagongan. Ini juga ditujukan terhadap golongan Cina dan di Kota Tegal pada hari itu, 177 buah mobil dan sepeda motor dirusak dan dibakar. Tetapi interaksi antara etnik Tionghoa dengan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal dalam kehidupan sehari-hari, sekarang ini lebih bersifat assosiatif atau


(24)

10

mengarah pada bentuk-bentuk yang harmonis. Ketegangan-ketegangan yang terjadi pun, dalam kehidupan masyarakat di Kampung Pecinan Kota Tegal tidak mengatasnamakan perbedaan etnik atau ras.

Interaksi yang assosiatif ini ditandai dengan kehidupan yang membaur antara etnik Tionghoa dengan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal. Hal itu dibuktikan dengan tidak mengelompoknya tata letak perumahan di Kampung Pecinan, misalnya rumah etnik Jawa juga berdekatan dengan rumah etnik Tionghoa, sebagian etnik Tionghoa ada juga yang menikah dengan etnik Jawa, dan etnik Jawa juga paham istilah-istilah dalam bahasa Tionghoa. Kehidupan yang saling membaur mengakibatkan terjalinnya interaksi antara etnik Tionghoa dengan etnik Jawa terjalin dengan baik. Bentuk interaksi dalam bidang ekonomi, misalnya pada kegiatan jual-beli atau perdagangan barang dan jasa. Bentuk interaksi dalam bidang budaya, misalnya saja sekarang ini perayaan kebudayaan etnik Tionghoa di Kota Tegal juga melibatkan etnik nonTionghoa. Orang keturunan Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal ikut berpartispasi dalam perayaan budaya tersebut, misalnya dengan menjadi pemain Barongsai atau Liong termasuk melibatkan kaum remaja Jawanya, masyarakat umum datang baramai-ramai ke kelenteng Tek Hay Kiong Tegal untuk melihat persiapan Cap Go Meh dan ikut arak-arakan Joli ke pelabuhan Tegal. Interaksi yang terjadi antara etnik Tionghoa dengan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal menunjukan adanya suatu kehidupan masyarakat yang multikultural di Kota Tegal.

Kondisi masyarakat Kota Tegal yang multikultural, bisa menjadi dasar bagi kelompok-kelompok sosial masyarakat untuk menjalin hubungan yang


(25)

11

harmonis. Tetapi kondisi itu bisa juga memunculkan masalah sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap konsep multikulturalisme terkadang memunculkan permasalahan. Permasalahan yang muncul biasanya berhubungan dengan budaya, suku, agama, ras atau etnik. Pada umumnya permasalahan tersebut disebabkan oleh kurangnya kesadaran, sikap toleransi dan keterbukaan masyarakat dengan adanya perbedaan. Penjelasan itu diperkuat oleh pernyataan Gunawan (2013 : 116) bahwa banyaknya masalah yang berhubungan dengan suku, agama, ras, golongan dikarenakan kurangnya kesadaran, pemahaman, konsep serta pendidikan multikulturalisme. Bertolak dari pernyataan Gunawan tersebut maka sikap diskriminatif, intoleransi, prasangka, sentimen, sikap saling curiga, merasa paling benar, tidak mau menerima kelompok masyarakat yang berbeda agama atau etnik, bisa diminimalisir dengan multikulturalisme. Abdilah (2002) menyatakan multikulturalisme dapat berarti penerimaan yang sederhana dan ramah terhadap perbedaan-perbedan budaya dan sosial.

Multikulturalisme menjadi sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran untuk menerima perbedaan dan menanamkan sikap toleran dalam diri masyarakat di Kampung Pecinan Kota Tegal. Hal itu dilakukan dengan asumsi bahwa kondisi masyarakat yang multikultural memungkinkan terjadinya ketegangan atau konflik antar etnik pada situasi politik tertentu, termasuk antara etnik Tionghoa dengan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal. Multikulturalisme agar bisa diresapi dan dipahami oleh masyarakat di Kampung Pecinan Kota Tegal maka diperlukan suatu usaha yang harus dilakukan oleh


(26)

12

masyarakatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan cara menanamkan nilai-nilai multikulturlalisme sejak dini dalam diri remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal, misalnya dengan memberi ruang dan kesempatan bagi kaum remaja untuk berinteraksi tanpa ada paksaan atau laranagn dari masyarakat di Kampung Pecinan. Penanaman nilai-nilai multikultural pada kaum remaja di Kampung Pecinan Kota Tegal bertujuan untuk memupuk rasa persaudaraan terhadap sesama manusia tanpa memandang latar belakang etnik atau agama seseorang. Dengan begitu diharapkan tidak akan terjadi lagi permasalahan sosial mengatasnamakan suku, agama, ras atau antar golongan yang dimungkinkan terjadi di masyarakat. Bertolak dari penjelasan tersebut diharapkan tumbuh sikap toleransi dan keterbukaan dalam proses interaksi social-budaya antar remaja, khususnya antara remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal. Remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa nantinya diharapkan bisa memaknai keragaman sosial-budaya sebagai suatu kenyataan yang seharusnya tidak perlu diperdebatkan dan mencari siapa yang paling benar atau siapa yang salah.

Multikulturalisme menekankan tentang persaman hak asasi manusia dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat tanpa memandang suku, agama, etnik atau ras. Artinya jelas bahwa penanaman nilai-nilai multikulturalisme sejak dini dalam diri remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal itu juga penting karena nilai-nilai multikulturalisme sangat berguna bagi masa depan pembangunan bangsa Indonesia sebagai masyarakat multikultural. Namun sesuai dengan pengamatan sementara peneliti, interaksi sosial-budaya antara etnik


(27)

13

Tionghoa dengan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal, masih terjadi kesenjangan dalam berinteraksi termasuk hubungan antar remajanya. Keterlibatan remaja etnik Jawa secara langsung dalam pertunjukan Barongsai atau Liong sekarang ini mulai berkurang. Sikap toleransi belum sepenuhnya teraktualisasi dalam pergaulan remaja etnik Tiongoa dengan etnik Jawa. Hal ini yang menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam, dan dari hasil penelitian itu oleh peneliti dituangkan dalam bentuk tulisan ilmiah tesis dengan judul Nilai-nilai Multikulturalisme dalam Interaksi Sosial-Budaya antar Remaja Etnik Tionghoa dengan Remaja Etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Komposisi etnik di Kampung Pecinan Kota Tegal tidak hanya terdiri atas etnik Tionghoa saja, melainkan juga terdiri atas etnik Jawa. Multikulturalisme menjadi sangat penting untuk menumbuhkan rasa toleransi dan mencegah kemungkinan terjadinya konflik antar etnik, khususnya antara etnik Tionghoa dengan etnik Jawa. Mutlikulturalisme bisa terwujud dalam kehidupan etnik Tionghoa dan Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal, jika ada kontribusi nyata yang dilakukan oleh masyarakatnya. Kontribusi yang bisa dilakukan masyarakat Kampung Pecinan Kota Tegal, misalnya dengan memberi contoh, kesempatan dan ruang kepada remaja etnik Tionghoa dan Jawa untuk saling berinteraksi dan bergaul.


(28)

14

2. Kondisi masyarakat Kota Tegal yang multikultural mengakibtakan terjalinnya interaksi sosial-budaya antar etnik, khususnya antara etnik Tionghoa dengan etnik Jawa di Kampung Pecinan. Interaksi sosial-budaya antar etnik tersebut juga terjadi pada kalangan remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa di lingkungannya, misalnya di lingkungan bermain, pergaulan, tempat tinggal atau sekolah. Interaksi sosial-budaya yang terjadi antar remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa bisa saja bersifat assosiatif maupun disassosiatif.

3. Proses interaksi sosial pada masyarakat akan menghasilkan “makna”. Interaksi sosial-budaya antar etnik Tionghoa dengan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal, khususnya pada kalangan remaja juga menghasilkan suatu “makna”. Setelah terjadi proses interaksi sosial-budaya, remaja etnik Tionghoa akan memaknai remaja etnik Jawa begitu juga sebaliknya, sebagai musuh ataukah saudara.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kontribusi masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai multikulturalisme pada remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal?

2. Bagaimanakah interaksi sosial-budaya antara remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal ?

3. Bagaimanakah makna yang muncul dalam interaksi sosial-budaya antara remaja etnik Tionghoa dengan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal?


(29)

15

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :

1. Menganalisis tentang kontribusi masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai multikulturalisme pada remaja etnik Tionghoa dan Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal.

2. Menganalisis interaksi sosial-budaya antar remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal.

3. Menganalisis makna yang muncul dalam interaksi sosial-budaya antar remaja etnik Tionghoa dengan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis yaitu sebagai berikut:

1. Secara teoritis, manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Memberi sumbangan bagi dunia ilmu sosial pada umumnya dan teori interaksionisme simbolik Herbert Blumer pada khususnya, untuk mengkritisi, menyanggah atau memberi varian-varian baru pada teori-teori Interasionisme Simbolik.

b. Dapat dijadikan sebagai bahan acuan di bidang penelitian sejenis atau sebagai bahan pengembangan apabila akan dilakukan penelitian lanjutan.


(30)

16

2. Secara praktis, kegunaan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagi remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa, penanaman nilai-nilai multikulturalisme memberikan pemahaman bahwa keberagaman etnik, budaya, agama atau ras merupakan suatu keniscayaan dan tidak perlu dipertentangkan. Sehingga bisa terjalin interaksi sosial-budaya dilandasi dengan rasa toleransi.

b. Bagi masyarakat di Kampung Pecinan Kota Tegal, memberikan informasi bahwa diperlukan kontribusi nyata dari masyarakat stempat untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai multikulturalisme dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga terwujud kehidupan multikultural yang harmonis.

c. Bagi Pemerintah Kota Tegal, memberikan informasi pentingnya penanaman nilai-nilai multikulturalisme sebagai usaha pencegahan atau untuk meredam kemungkinan terjadinya konflik sosial antar etnik di Kota Tegal. Sehingga bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam merumuskan suatu kebijakan.


(1)

harmonis. Tetapi kondisi itu bisa juga memunculkan masalah sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap konsep multikulturalisme terkadang memunculkan permasalahan. Permasalahan yang muncul biasanya berhubungan dengan budaya, suku, agama, ras atau etnik. Pada umumnya permasalahan tersebut disebabkan oleh kurangnya kesadaran, sikap toleransi dan keterbukaan masyarakat dengan adanya perbedaan. Penjelasan itu diperkuat oleh pernyataan Gunawan (2013 : 116) bahwa banyaknya masalah yang berhubungan dengan suku, agama, ras, golongan dikarenakan kurangnya kesadaran, pemahaman, konsep serta pendidikan multikulturalisme. Bertolak dari pernyataan Gunawan tersebut maka sikap diskriminatif, intoleransi, prasangka, sentimen, sikap saling curiga, merasa paling benar, tidak mau menerima kelompok masyarakat yang berbeda agama atau etnik, bisa diminimalisir dengan multikulturalisme. Abdilah (2002) menyatakan multikulturalisme dapat berarti penerimaan yang sederhana dan ramah terhadap perbedaan-perbedan budaya dan sosial.

Multikulturalisme menjadi sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran untuk menerima perbedaan dan menanamkan sikap toleran dalam diri masyarakat di Kampung Pecinan Kota Tegal. Hal itu dilakukan dengan asumsi bahwa kondisi masyarakat yang multikultural memungkinkan terjadinya ketegangan atau konflik antar etnik pada situasi politik tertentu, termasuk antara etnik Tionghoa dengan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal. Multikulturalisme agar bisa diresapi dan dipahami oleh masyarakat di Kampung Pecinan Kota Tegal maka diperlukan suatu usaha yang harus dilakukan oleh


(2)

masyarakatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan cara menanamkan nilai-nilai multikulturlalisme sejak dini dalam diri remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal, misalnya dengan memberi ruang dan kesempatan bagi kaum remaja untuk berinteraksi tanpa ada paksaan atau laranagn dari masyarakat di Kampung Pecinan. Penanaman nilai-nilai multikultural pada kaum remaja di Kampung Pecinan Kota Tegal bertujuan untuk memupuk rasa persaudaraan terhadap sesama manusia tanpa memandang latar belakang etnik atau agama seseorang. Dengan begitu diharapkan tidak akan terjadi lagi permasalahan sosial mengatasnamakan suku, agama, ras atau antar golongan yang dimungkinkan terjadi di masyarakat. Bertolak dari penjelasan tersebut diharapkan tumbuh sikap toleransi dan keterbukaan dalam proses interaksi social-budaya antar remaja, khususnya antara remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal. Remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa nantinya diharapkan bisa memaknai keragaman sosial-budaya sebagai suatu kenyataan yang seharusnya tidak perlu diperdebatkan dan mencari siapa yang paling benar atau siapa yang salah.

Multikulturalisme menekankan tentang persaman hak asasi manusia dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat tanpa memandang suku, agama, etnik atau ras. Artinya jelas bahwa penanaman nilai-nilai multikulturalisme sejak dini dalam diri remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal itu juga penting karena nilai-nilai multikulturalisme sangat berguna bagi masa depan pembangunan bangsa Indonesia sebagai masyarakat multikultural. Namun sesuai dengan pengamatan sementara peneliti, interaksi sosial-budaya antara etnik


(3)

Tionghoa dengan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal, masih terjadi kesenjangan dalam berinteraksi termasuk hubungan antar remajanya. Keterlibatan remaja etnik Jawa secara langsung dalam pertunjukan Barongsai atau Liong sekarang ini mulai berkurang. Sikap toleransi belum sepenuhnya teraktualisasi dalam pergaulan remaja etnik Tiongoa dengan etnik Jawa. Hal ini yang menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam, dan dari hasil penelitian itu oleh peneliti dituangkan dalam bentuk tulisan ilmiah tesis dengan judul Nilai-nilai Multikulturalisme dalam Interaksi Sosial-Budaya antar Remaja Etnik Tionghoa dengan Remaja Etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Komposisi etnik di Kampung Pecinan Kota Tegal tidak hanya terdiri atas etnik Tionghoa saja, melainkan juga terdiri atas etnik Jawa. Multikulturalisme menjadi sangat penting untuk menumbuhkan rasa toleransi dan mencegah kemungkinan terjadinya konflik antar etnik, khususnya antara etnik Tionghoa dengan etnik Jawa. Mutlikulturalisme bisa terwujud dalam kehidupan etnik Tionghoa dan Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal, jika ada kontribusi nyata yang dilakukan oleh masyarakatnya. Kontribusi yang bisa dilakukan masyarakat Kampung Pecinan Kota Tegal, misalnya dengan memberi contoh, kesempatan dan ruang kepada remaja etnik Tionghoa dan Jawa untuk saling berinteraksi dan bergaul.


(4)

2. Kondisi masyarakat Kota Tegal yang multikultural mengakibtakan terjalinnya interaksi sosial-budaya antar etnik, khususnya antara etnik Tionghoa dengan etnik Jawa di Kampung Pecinan. Interaksi sosial-budaya antar etnik tersebut juga terjadi pada kalangan remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa di lingkungannya, misalnya di lingkungan bermain, pergaulan, tempat tinggal atau sekolah. Interaksi sosial-budaya yang terjadi antar remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa bisa saja bersifat assosiatif maupun disassosiatif.

3. Proses interaksi sosial pada masyarakat akan menghasilkan “makna”.

Interaksi sosial-budaya antar etnik Tionghoa dengan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal, khususnya pada kalangan remaja juga menghasilkan suatu “makna”. Setelah terjadi proses interaksi sosial-budaya, remaja etnik Tionghoa akan memaknai remaja etnik Jawa begitu juga sebaliknya, sebagai musuh ataukah saudara.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kontribusi masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai multikulturalisme pada remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal?

2. Bagaimanakah interaksi sosial-budaya antara remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal ?

3. Bagaimanakah makna yang muncul dalam interaksi sosial-budaya antara remaja etnik Tionghoa dengan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal?


(5)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :

1. Menganalisis tentang kontribusi masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai multikulturalisme pada remaja etnik Tionghoa dan Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal.

2. Menganalisis interaksi sosial-budaya antar remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal.

3. Menganalisis makna yang muncul dalam interaksi sosial-budaya antar remaja etnik Tionghoa dengan etnik Jawa di Kampung Pecinan Kota Tegal.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis yaitu sebagai berikut:

1. Secara teoritis, manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Memberi sumbangan bagi dunia ilmu sosial pada umumnya dan teori interaksionisme simbolik Herbert Blumer pada khususnya, untuk mengkritisi, menyanggah atau memberi varian-varian baru pada teori-teori Interasionisme Simbolik.

b. Dapat dijadikan sebagai bahan acuan di bidang penelitian sejenis atau sebagai bahan pengembangan apabila akan dilakukan penelitian lanjutan.


(6)

2. Secara praktis, kegunaan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagi remaja etnik Tionghoa dan etnik Jawa, penanaman nilai-nilai multikulturalisme memberikan pemahaman bahwa keberagaman etnik, budaya, agama atau ras merupakan suatu keniscayaan dan tidak perlu dipertentangkan. Sehingga bisa terjalin interaksi sosial-budaya dilandasi dengan rasa toleransi.

b. Bagi masyarakat di Kampung Pecinan Kota Tegal, memberikan informasi bahwa diperlukan kontribusi nyata dari masyarakat stempat untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai multikulturalisme dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga terwujud kehidupan multikultural yang harmonis.

c. Bagi Pemerintah Kota Tegal, memberikan informasi pentingnya penanaman nilai-nilai multikulturalisme sebagai usaha pencegahan atau untuk meredam kemungkinan terjadinya konflik sosial antar etnik di Kota Tegal. Sehingga bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam merumuskan suatu kebijakan.