Pengaruh Parental Structure terhadap School Engagement pada Siswa Kelas IV, V, dan VI di SD "X" Kota Bandung.

(1)

vii Universitas Kristen Maranatha

Abstract

This study aims to determine the effect of parental engagement structure of the school. Participants in this study consisted of students of class IV, V, and VI in SD "X" the city that numbered 138 students. The questionnaire was prepared based on the theory of parental structure Farkas & Grolnick (2010) with the reliability of 0.755. And school engagement questionnaire prepared by theory Fredricks, Blumenfeld, and Paris (2004) with reliability amounted, 0,800. Engineering data processing is done by a simple linear regression analysis.

The results of this study indicate that there are significant marginally parental influence on school engagement structure (R2 = 0.068, F 2.413, and ρ = 0.052). This shows that the environment organized by the parents in the form of rules and expectations that consists of clear and consistent rules and expectation, predictability of consequences, provision of rationales, and parental authority to influence the behavior of the positive and active participation in schools, having an interest in a task academic, teachers, friends, and school, and be willing to exert the effort required to understand complex ideas and difficult skill to master. Parental structure has the most significant effect on cognitive engagement component (R2 = 0.101, F = 3.725 and ρ = 0.007). It shows when students perceive that parents organize the environment in the form of rules and expectations, students will be more willing to use learning strategies to exert efforts to understand the material and master the skills that are difficult to help students achieve the results they expect.


(2)

viii Universitas Kristen Maranatha Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh parental structure terhadap school engagement. Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” kota Bandung yang berjumlah 138 siswa. Kuesioner parental structure disusun berdasarkan teori Farkas&Grolnick (2010) dengan reliabilitas sebesar 0,755. Dan kuesioner school engagement disusun berdasarkan teori Fredricks, Blumenfeld, dan Paris (2004) dengan reliablitas sebesar, 0,800. Tekhnik pengolahan data dilakukan dengan analisa regresi linear sederhana.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh marginally significant parental structure terhadap school engagement (= R2 = 0,068, F 2,413, dan ρ = 0,052). Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan yang diorganisasikan oleh orangtua dalam bentuk aturan dan harapan yang terdiri dari clear and consistent rules and expectation, predictability of consequences, provision of rationales, dan parental authority berpengaruh terhadap perilaku positif dan partisipasi aktif di sekolah, memiliki rasa ketertarikan terhadap tugas akademik, guru, teman, dan sekolah, serta bersedia untuk mengerahkan upaya yang diperlukan untuk memahami ide yang rumit dan menguasai keterampilan yang sulit. Parental structure memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap komponen cognitive engagement ( R2= 0,101, F = 3,725 dan ρ = 0,007). Hal ini menunjukkan ketika siswa mempersepsi bahwa orang tua mengorganisasikan lingkungan dalam bentuk aturan dan harapan, siswa akan lebih bersedia menggunakan strategi belajar dengan mengerahkan upaya untuk memahami materi dan menguasai keterampilan yang sulit agar dapat membantu siswa mencapai hasil yang mereka harapkan.


(3)

ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...i

LEMBAR PENGESAHAN...ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN...iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...iv

KATA PENGANTAR...v

ABSTRACT ...vii

ABSTRAK...viii

DAFTAR ISI...ix

DAFTAR BAGAN...xiii

DAFTAR TABEL...xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Identifikasi Masalah...10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian...10

1.3.1 Maksud Penelitian...10

1.3.2 Tujuan Penelitian...10

1.4 Kegunaan Penelitian...10

1.4.1 Kegunaan Teoritis...10

1.4.2 Kegunaan Praktis...11

1.5 Kerangka Pemikiran...11

1.6 Asumsi...17

1.7 Hipotesis...18

1.7.1 Hipotesis Mayor...18


(4)

x Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parental Structure...19

2.1.1 Pengertian Parental Structure...19

2.1.2 Komponen Parental Structure...22

2.2 School Engagement...25

2.2.1 Definisi School Engagement...25

2.2.2 Aspek-Aspek School Engagement...25

2.2.2.1 Behavioral Engagement...25

2.2.2.2 Emotional Engagement...26

2.2.2.3 Cognitive Engagement...27

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi School Engagement...29

2.2.3.1 School Level Factors...29

2.2.3.2 Clasroom Context...30

2.2.3.2.1 Teacher Support...30

2.2.3.2.2 Peers...32

2.2.3.2.3 Clasroom Structure...34

2.2.3.2.4 Autonomy Support...35

2.2.3.2.5 Task Characteristics...36

2.2.3.3 Individual Needs...38

2.2.3.3.1 Need For Relatedness...38

2.2.3.3.2 Need For Autonomy...38

2.2.3.3.3 Need For Competence...39

2.3 Teori Self-Determination...40

2.4 Tahap Perkembangan...42

2.4.1 Perkembangan Kognitif Piaget...42

2.4.2 Perkembangan Sosioemosional Erikson...43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian...45


(5)

xi Universitas Kristen Maranatha

3.2 Bagan Prosedur Penelitian...45

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...46

3.3.1 Variabel Penelitian...46

3.3.2 Definisi Operasional...46

3.3.2.1 Parental Structure...46

3.3.2.2 School Engagement...47

3.4 Alat Ukur...48

3.4.1 Alat Ukur Parental Structure...48

3.4.2 Alat Ukur School Engagement...50

3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang...53

3.4.3.1 Data Pribadi...53

3.4.3.2 Data Penunjang...53

3.4.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur...53

3.4.4.1 Validitas Alat Ukur...53

3.4.4.2 Reliabilitas Alat Ukur...54

3.5 Populasi dan Karakteristik Populasi……...55

3.5.1 Populasi Sasaran...55

3.5.2 Karakteristik Populasi...56

3.6 Teknik Analisis Data...56

3.6.1 Uji Asumsi Klasik...57

3.7 Hipotesis Statistik...59

3.7.1 Hipotesis Statistik Mayor...59

3.7.2 Hipotesis Statistik Minor...60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden...61

4.2 Hasil Data Deskriptif...63

4.3 Hasil Penelitian...64


(6)

xii Universitas Kristen Maranatha

4.5 Diskusi...69

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan...71

5.2 Saran...71

5.2.1 Saran Teoretis...71

5.2.2 Saran Praktis...72

DAFTAR PUSTAKA...74

DAFTAR RUJUKAN...76 LAMPIRAN


(7)

xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran...17 Bagan 3.1 Skema Prosedur Penelitian...45


(8)

xiv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Kuesioner Parental Structure...49

Tabel 3.2 Sistem Penilaian Kuesioner Parental Structure...49

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kuesioner School Engagement...51

Tabel 3.4 Sistem Penilaian Kuesioner School Engagement...52

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Kelas...61

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...62

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Usia...62

Tabel 4.4 School Engagement...63

Tabel 4.5 Behavioral Engagement...63

Tabel 4.6 Emotional Engagement...64

Tabel 4.7 Cognitive Engagement...64

Tabel 4.8 Pengaruh Parental Structure Terhadap School Engagement...65

Tabel 4.9 Pengaruh Parental Structure Terhadap Behavioral Engagement…...65

Tabel 4.10 Pengaruh Parental Structure Terhadap Emotional Engagement...65


(9)

xv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kisi-Kisi Alat Ukur School Engagement...78

Lampiran 2. Tabel Perhitungan Try Out Kuesioner School Engagement...84

Lampiran 3. Kisi-Kisi Alat Ukur Parental Structure...86

Lampiran 4.Tabel Perhitungan Try Out Kuesioner Parental Structure...91

Lampiran 5. Kuesioner Try Out School Engagement dan Parental Structure...94

Lampiran 6. Kuesioner School Engagement dan Parental Structure...102

Lampiran 7. Hasil Regresi Parental Structure Terhadap School engagement....111

Lampiran 8. Uji Asumsi Klasik...117

Lampiran 9. Tabel Nilai F...120

Lampiran 10. Bagan Tabel Distribusi F Dengan ρ = 0,05...122

Lampiran 11. Tabel Data Deskriptif School Engagement...123


(10)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Semakin berkembangnya zaman semakin berkembang pula berbagai aspek kehidupan manusia. Salah satunya dalam hal pendidikan. Dalam pendidikan di Indonesia terdapat suatu kurikulum yang merupakan seperangkat atau sistem rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan belajar yang menjadi acuan dalam aktivitas belajar mengajar (www.artikelsiana.com). Seperti yang dikutip brilio.net dari kemendikbud.go.id ternyata selama ini Indonesia telah berganti kurikulum sebanyak 11 kali, terhitung sejak Indonesia merdeka. Yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, 2013, dan 2015. (Brilio.net). Namun, tidak semua sekolah dasar di kota Bandung menggunakan kurikulum yang sama. Beberapa sekolah masih menggunakan kurikulum tahun 2006 atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan beberapa sekolah ada yang menggunakan Kurikulum tahun 2013.

SD “X” kota Bandung adalah salah satu sekolah yang menggunakan kurikulum KTSP 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum yang dikembangkan oleh dan dilaksanakan pada tiap-tiap satuan pendidikan. Dalam pelaksanaannya, KTSP tetap berpegang atau merujuk pada prinsip-prinsip dan rambu-rambu standar operasional yang dikembangkan oleh


(11)

2

Universitas Kristen Maranatha

pemerintah, serta merujuk pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standard Isi (SI) yang telah ditetapkan melalui Permen Nomor 23 Tahun 2006 untuk Standar Kompetensi Lulusan, dan Permen Nomor 22 Tahun 2006 untuk Standar Isi. Standard Isi (SI) yaitu lingkup materi minimal dan standar kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu yang berlaku secara nasional. Sedangkan Standar Kompetensi Lulusan adalah (SKL) standar yang digunakan untuk melakukan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik. Standar komptensi lulusan ini terdiri dari standar kompetensi kelompok mata pelajaran dan standar kompetensi mata pelajaran untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Siswa – siswi SD “X” kota Bandung memulai jam pelajaran pada pukul 07.55 sampai pukul 12.55 dengan 8 jam mata pelajaran perharinya. Sebelum memulai pelajaran siswa –siswi SD “X” kota Bandung akan mengawali kegiatan belajar dengan berdoa dan renungan pagi. Biasanya renungan pagi dan doa sebelum belajar akan dipimpin oleh guru.

Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Di SD “X’ kota Bandung biasanya guru-guru memberikan tugas-tugas yang berbentuk lisan atau tulisan seperti latihan-latihan soal yang harus siswa selesaikan di sekolah, pekerjaan rumah, Quiz, Projek, Presentasi, dll. Setiap materi yang diterima oleh siswa memiliki kesulitan yang berbeda-beda karena setiap mata pelajaran memiliki nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang berbeda-beda. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah kriteria paling


(12)

3

Universitas Kristen Maranatha

Namun, prestasi siswa di sekolah tidak hanya dilihat dari sisi nilai atau mampu tidaknya siswa mendapatkan nilai sesuai KKM atau bahkan melebihi standar KKM. Untuk mencapai prestasi yang diharapkan siswa tentunya banyak kesulitan dalam kegiatan belajar di sekolah. Untuk dapat melewati berbagai kesulitan dalam kegiatan belajar di sekolah, siswa harus mampu melibatkan dirinya dalam kegiatan akademik di sekolahnya atau yang disebut dengan school engagement. School engagement adalah seberapa besar usaha siswa melibatkan dirinya di dalam aktivitas akademik dan non-akademik (sosial & ekstrakurikuler) yang meliputi keterlibatan komponen-komponen dari segi behavioral, emotional serta cognitive engagement (Fredricks, Blumenfeld, dan Paris, 2004).

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan kepada siswa kelas IV dan V SD sebanyak 30 orang, bahwa secara behavioral sebanyak 13 siswa terlibat aktif dalam kegiatan belajar di sekolah dan mengikuti aturan –aturan yang ada di sekolah. Secara emotional, sebanyak 9 siswa mengatakan senang berada di sekolah karena mereka merasa sekolah mereka nyaman, dengan guru-guru yang baik dan memiliki banyak teman yang baik dan juga karena mereka sendiri merasa senang belajar. Dan secara cognitive, sebanyak 8 siswa mengatakan ketika mereka mendapatkan kesulitan dalam pelajaran ketika berada di sekolah, mereka akan bertanya kepada guru dan minta penjelasan kembali, mengosongkan soal yang dirasa sulit untuk diselesaikan belakangan, atau dengan berusaha mencari tahu.

Kepala sekolah SD “X” kota Bandung mengatakan bahwa selama ini masalah yang sering ditemui para guru yang berhubungan dengan para siswa yaitu


(13)

4

Universitas Kristen Maranatha

hal-hal yang berhubungan dengan kedisiplinan di kelas, siswa yang sulit berkonsentrasi atau siswa yang kurang aktif di kelas. Beliau juga mengatakan bahwa tidak semua siswa – siswi terlibat secara aktif dalam kegiatan atau aktivitas belajar di sekolah. Namun, guru – guru tetap berusaha untuk membuat siswa – siswi lebih aktif di kelas dengan memberikan pertanyaan atau kegiatan yang bisa membuat siswa termotivasi untuk aktif di kelas.

Guru – guru tidak hanya berusaha membuat siswa terlibat dalam kegiatan belajar di kelas tetapi juga dalam kegiatan – kegiatan yang sekolah adakan. Misalnya ketika ada pentas seni. Bila ada siswa tidak mau terlibat dalam kegiatan yang sekolah adakan, guru akan memanggil dan menanyakan kondisi siswa saat itu serta apa alasan siswa tidak mau terlibat dalam kegiatan. Lalu setelah itu, guru akan memotivasi siswa untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan selanjutnya.

Setiap awal tahun ajaran baru, para guru akan mensosialisasikan aturan-aturan yang harus ditaati setiap siswa baik itu aturan-aturan kelas ataupun aturan-aturan sekolah. Bila ada siswa yang melakukan pelanggaran, maka guru akan memberikan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku dan pelanggaran yang dilakukan oleh siswa akan ditulis dalam student handbook. Namun, bila siswa sudah sering melakukan pelanggaran maka siswa tersebut akan dibina oleh counselor di sekolah.

Kegiatan belajar di sekolah mengharuskan siswa untuk dapat terlibat aktif di kelas. Untuk mendukung school engagement dibutuhkan peran orang tua. Kepala sekolah SD “X” kota Bandung berpendapat bahwa orang tua memiliki peran yang sangat besar dalam hal pendidikan para siswa. Pihak sekolah membutuhkan kerjasama dengan orang tua murid untuk mendidik para siswa


(14)

5

Universitas Kristen Maranatha

bukan hanya dari sisi akademis namun juga dalam hal penerapan norma, aturan, harapan dan kedisiplinan dalam diri para siswa. Pada masa sekarang, orang tua beranggapan bahwa ketika siswa dimasukkan ke sekolah maka siswa seutuhnya menjadi tanggung jawab sekolah dan orang tua melepas tanggung jawabnya untuk turut berperan dalam masalah pendidikan. Padahal peran orang tua sangat dibutuhkan ketika siswa tidak lagi berada di lingkungan sekolah. Sehingga diharapkan tidak ada saling alih tanggung jawab dalam hal pendidikan siswa.

Saat ini sekolah membutuhkan keluarga dan keluarga membutuhkan sekolah. Dalam banyak hal, hubungan timbal balik ini dapat menjadi harapan terbaik untuk perubahan (Dorothy Rich, 1987, p. 62, Grolnick, et al., dalam Wetzel dan Wigfield, 2009). Ketika berada di sekolah, siswa menjadi tanggung jawab guru untuk mengarahkan siswa untuk mau belajar. Namun ketika siswa berada di rumah, orang tualah yang bertanggung jawab mengarahkan anak untuk mau mengerjakan tugas-tugas sekolah.

Kepala sekolah SD “X” mengatakan sudah cukup banyak orang tua yang bersedia bekerja sama dengan pihak sekolah dalam hal pendidikan siswa. Seperti misalnya hadir seminar orang tua yang sekolah adakan. Namun, hal tersebut belum sesuai dengan harapan pihak sekolah. Karena pihak sekolah berharap semua orang tua siswa bersedia terlibat dalam hal pendidikan para siswa. Ada beberapa orang tua yang menyerahkan tanggung jawab mendidik siswa sepenuhnya kepada pihak sekolah. Para orang tua yang menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya kepada pihak sekolah beranggapan bahwa mereka sudah mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menyekolahkan anaknya di SD “X”


(15)

6

Universitas Kristen Maranatha

sehingga merasa tidak perlu lagi ikut campur dalam hal pendidikan siswa. Selain itu, ada juga beberapa orang tua yang terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan mereka sehingga tidak ada waktu untuk lebih memperhatikan pendidikan anaknya.

Peran orang tua dalam hal pendidikan para siswa dapat berupa menetapkan aturan-aturan belajar di rumah, pemberian harapan yang jelas kepada siswa mengenai apa yang orang tua inginkan dalam hal pendidikan mereka atau yang disebut dengan parental structure. Parental structure menurut Farkas dan Grolnick (2010) adalah lingkungan yang diorganisasikan oleh orang tua dalam bentuk aturan dan harapan.

Berdasarkan hasil survey awal terhadap 30 siswa, terdapat dua jenis aturan yang diterapkan oleh orang tua di rumah, yaitu aturan yang berhubungan dengan waktu dan aturan mengenai tingkah laku. Sebanyak 12 siswa mengungkapkan aturan yang berhubungan dengan waktu seperti belajar selama satu jam, siswa baru diperbolehkan bermain atau menonton televisi setelah belajar, dan ketika sabtu minggu, mereka diharuskan belajar untuk mempersiapkan ulangan minggu depan. Sebanyak 18 siswa mengungkapkan aturan yang berhubungan dengan tingkah laku siswa ketika belajar di rumah. Misalnya siswa dilarang belajar sambil melakukan kegiatan lain seperti memegang gadget, menonton televisi, bermain, atau membaca komik. Selain itu siswa juga diharuskan belajar dengan serius dan belajar secara mandiri di rumah tanpa di dampingi orang tuanya. Sedangkan untuk harapan dari orang tua para siswa, harapan yang muncul berupa harapan mengenai prestasi dan mengenai proses belajar. Sebanyak 19 siswa mengungkapkan harapan


(16)

7

Universitas Kristen Maranatha

yang berhubungan dengan prestasi seperti misalnya orang tua mengharapkan agar anaknya mendapatkan peringkat kelas, naik kelas, mampu mendapatkan nilai yang bagus dan lulus standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebanyak 11 siswa mengungkapkan harapan yang berhubungan dengan proses belajar siswa seperti misalnya, siswa diharapkan dapat fokus saat belajar, siswa diharapkan semakin rajin belajar, semakin pintar dan mampu belajar tanpa disuruh oleh orang tua mereka.

Untuk komponen predictability of consequences, siswa mengungkapan konsekuensi yang didapatkan dapat berupa teguran, hukuman, tindakan secara verbal. Sebanyak 9 siswa mengatakan bahwa mereka akan ditegur oleh orang tuanya bila tidak mengikuti aturan atau memenuhi harapan orang tuanya. Sebanyak 14 siswa mengatakan bahwa mereka akan dihukum bila mereka tidak mengikuti aturan dan harapan. Hukuman yang didapatkan seperti menyita benda yang mereka sukai atau melarang mereka bermain. Sebanyak 7 siswa mengungkapkan bahwa mereka akan mendapatkan tindakan verbal seperti dimarahi oleh orang tuanya.

Untuk komponen ada tidaknya alasan, sebanyak 9 siswa mengatakan bahwa orang tua mereka tidak memberikan alasan apapun mengenai pentingnya harapan dan aturan. Sebanyak 13 siswa mengatakan orang tua mereka memberikan alasan pentingnya harapan dan aturan yang berkaitan dengan prestasi mereka dan sebanyak 8 siswa mengungkapkan orang tua mereka memberikan alasan yang berhubungan dengan masa depan mereka.


(17)

8

Universitas Kristen Maranatha

Untuk otoritas orang tua, sebanyak 2 siswa orang tua menegakkan peran otoritas mereka dengan memberikan hukuman kepada mereka. Sebanyak 16 siswa akan memarahi siswa bila mereka tidak mau belajar atau tidak memenuhi harapan orang tuanya. Sebanyak 10 siswa akan dinasehati dan ditegur orang tua mereka bila tidak mengikuti aturan atau memenuhi harapan orang tua mereka. Dan sebanyak 2 siswa tidak akan mendapatkan tindakan apapun dari orang tua mereka bila mereka tidak memenuhi aturan dan harapan orang tua mereka.

Pada beberapa penelitian sebelumnya mengenai parental structure, terdapat jumlah komponen parental structure yang berbeda-beda. Ada penelitian yang menuliskan dua komponen, tiga komponen, empat komponen, bahkan enam komponen. Para peneliti menggunakan jumlah komponen yang berbeda-beda tergantung pada fenomena yang ingin diteliti oleh peneliti. Dalam penelitian Farkas & Grolnick (2010), terdapat enam komponen dari parental structure yaitu clear and consistant rules and expcetation, predictability, information feedback, provision of opportunities, provision of rationales dan authority. Namun berdasarkan hasil survey awal, hanya terdapat empat komponen yang sesuai dengan siswa kelas IV dan V SD “X” Kota Bandung. Sehingga dalam penelitian ini akan digunakan komponen clear and consistant rules and expectation, predictability of consequencess, provision of rationales, dan parents authority. Empat komponen yang muncul pada siswa kelas IV, V, dan VI SD “X” Kota Bandung ini sama dengan empat komponen yang digunakan Grolnick, Rafery-Halmer, Flamm, Marbell, dan Cardemil dalam penelitiannya pada tahun 2014.


(18)

9

Universitas Kristen Maranatha

Siswa kelas IV, V, dan VI SD cenderung masih memiliki pola pikir yang konkrit. Setiap kondisi, peristiwa, konsekuensi dan harapan, memerlukan penjelasan dari orang tuanya atau orang sekitarnya agar siswa menjadi lebih mengerti dan paham mengenai apa yang menjadi tanggung jawabnya. Misalnya mengapa siswa perlu mengerjakan tugas rumah mereka, aturan mengenai jam belajar baik di rumah maupun di sekolah. Siswa kelas IV, V, dan VI SD sudah dapat memahami dan memilih-milih aturan yang diberikan untuk dapat digunakan ketika siswa menghadapi suatu permasalahan di lingkungan sosialnya. Selain itu, penelitian mengenai school engagement selama ini lebih banyak mengukur siswa pada upper elementary.

Hal lain yang menjadi alasan peneliti melakukan penelitian karena menurut Grolnick penelitian mengenai parental structure belum banyak berkembang dan diminati bila dibandingkan dengan dimensi parenting lainnya. Selain itu peneliti belum menemukan penelitian lain mengenai dimensi parental structure ini di Indonesia. Padahal parental structure juga penting dalam hal memotivasi siswa secara intrinsik dalam pendidikannya.

Penelitian mengenai school engagement saat ini sedang berkembang dan masih banyak penelitian mengenai school engagement yang sedang dilakukan karena keterlibatan siswa sangat penting dan dibutuhkan oleh siswa baik disadari maupun tidak disadari. Parental structure membentuk siswa untuk dapat mencapai kesuksesan dan menghindari kegagalan. Ketika siswa menyadari apa yang dapat membantunya mencapai kesuksesan, maka siswa akan bersedia melakukan berbagai hal termasuk untuk engaged di kelas.


(19)

10

Universitas Kristen Maranatha

Berdasarkan fenomena yang dipaparkan di atas dapat dilihat bahwa terdapat peran orang tua yang belum sesuai dengan harapan pihak sekolah dalam hal pendidikan para siswa. Selain itu juga belum semua siswa mau terlibat dalam kegiatan akademis dan non akademis di sekolah. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh parental structure terhadap setiap komponen school engagement pada siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung.

1.2Identifikasi Masalah

Seberapa besar pengaruh parental structure terhadap school engagement pada siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini yaitu untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh parental structure dan school engagement pada siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh parental structure terhadap school engagement beserta komponen school enggament pada siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung.

1.4Kegunaan Penelitian


(20)

11

Universitas Kristen Maranatha Menambah pengetahuan teoritis mengenai parental structure dan school

engagement bagi peneliti lain.

 Menambah informasi bagi pengembangan bidang ilmu Psikologi pendidikan dan parenting.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Sekolah dapat memberikan informasi kepada orang tua mengenai pentingnya parental structure bagi keterlibatan siswa di sekolah ketika ada parenting days.

Guru dapat memberikan masukan kepada orang tua mengenai parental structure dan student engagement ketika membicarakan perkembangan anak.

1.5Kerangka Pemikiran

Sistem belajar di sekolah menuntut siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses belajar. Untuk dapat melewati berbagai kesulitan dalam kegiatan belajar di sekolah, siswa harus mampu untuk melibatkan dirinya dalam kegiatan akademik di sekolahnya atau yang disebut dengan school engagement. School engagement adalah seberapa besar usaha siswa melibatkan dirinya di dalam aktivitas akademik dan non-akademik (sosial & ekstrakurikuler) yang meliputi keterlibatan komponen-komponen dari segi behavioral, emotional serta cognitive engagement (Fredricks et al., 2004).

Behavioral engagement merupakan keterlibatan siswa dalam perilaku. Hasil-hasil yang diambil dari laporan guru tentang perilaku siswa menunjukkan


(21)

12

Universitas Kristen Maranatha

bahwa para siswa yang terlibat secara behavioral memiliki ciri-ciri yakni penuh perhatian dalam kelas, responsif terhadap aturan dan perintah, dan memprakarsai tindakan (Finn 1989; Luo dkk., 2009). Cognitive engagement adalah memfokuskan pada aspek psikologis dalam pembelajaran, sebuah keinginan untuk melebihi harapan dan menyukai tantangan (Connell &Wellborn, 1991 Newmann et al., 1992; Wehlage et al., 1989). Emotional engagement merujuk pada reaksi afeksi siswa didalam kelas, seperti ketertarikan, kebosanan, kesenangan, kesedihan dan kecemasan (Connell &Wellborn, 1991; Skinner & Bellmont, 1993).

Para peneliti menunjukkan bahwa keterlibatan di sekolah dapat berkontribusi untuk hasil akademik yang penting karena melalui partisipasi aktif, anak-anak belajar dengan baik (Klem & Connell, 2004). Penelitian telah menemukan bahwa keterlibatan dalam kegiatan akademik memprediksi hasil sekolah yang kritis, seperti ketahanan akademik (Finn & Rock, 1997), kehadiran dan retensi di sekolah (Connell, Halpern-Felsher, Clifford, Crichlow, & Usinger, 1995; Connell, Spencer, & Aber, 1994; Goodenow, 1993; Sinclair, Christenson, Lehr, & Anderson, 2003), serta nilai dan skor tes prestasi (Connell et al, 1995;. Skinner, Zimmer-Gembeck, & Connell, 1998).

Di bidang akademis, harapan pendidikan oleh orang tua dan aspirasi untuk pencapaian siswa telah dikaitkan dengan akademis self efficacy, engagement, dan motivasi intrinsik anak-anak (Fan & Williams, 2010; MCWayne Hampton, Fantuzzo, Cohen, & Sekino, 2004, dalam Grolnick et al., 2014). Hasil penelitian mengenai struktur menunjukkan pentingnya orang tua memberikan aturan dan


(22)

13

Universitas Kristen Maranatha

harapan bagi anak-anak. Beberapa aturan dan harapan membantu siswa untuk mengembangkan kompetensi dan kepercayaan diri yang mereka butuhkan untuk usaha mereka di sekolah. Aturan dan harapan orang tua pada anak-anak terdapat dalam parental structure.

Parental structure menurut Farkas & Grolnick (2010) didefinisikan sebagai lingkungan yang diorganisasikan oleh orang tua dalam bentuk aturan dan harapan. Dalam Grolnick et. al., (2014), parental struture memiliki empat komponen yaitu clear and consistent rules and expectation berkaitan dengan aturan dan harapan yang jelas dan konsisten dari orang tua kepada anaknya yang berhubungan dengan pendidikan siswa, predictability of consequences yang berkaitan dengan kemampuan siswa untuk memprediksi konsekuensi tindakan mereka bila tidak memenuhi harapan atau tidak mengikuti aturan orang tua mereka, provision of rationales berhubungan dengan ada tidaknya alasan yang diungkapkan oleh orang tua mengenai pentingnya harapan dan aturan yang ada, dan parental authority berhubungan dengan apa yang akan orang tua lakukan bila anaknya berulangkali melanggar aturan atau tidak memenuhi harapan orang tua.

Pengaturan lingkungan akan membuat anak-anak mengerti bagaimana tindakan mereka terhubung ke hasil, meningkatkan perceived control dan competence (Grolnick & Ryan, 1989; Skinner & Belmont, 1993; dalam Grolnick et al., 2014). Perceived control dan perceived competence adalah sumber motivasi yang terhubung pada terpenuhinya kebutuhan kompetensi (Skinner et al., 1990). Structure memungkinkan siswa untuk mengantisipasi hasil dan merencanakan perilaku siswa yang sesuai untuk mencapai keberhasilan. Orang tua


(23)

14

Universitas Kristen Maranatha

yang menyediakan struktur, memberikan alasan yang jelas tentang bagaimana tindakan siswa terhubung ke hasil yang penting. Ketika hal ini terjadi, siswa dapat merasakan bahwa siswa memiliki control yang terhubung pada keberhasilan dan kegagalan siswa (perceived control) (Skinner et al., 1990 dalam Raftery, Grolnick, dan Flamm, 2012). Sebaliknya, ketika harapan,aturan dan konsekuensi tindakan tidak jelas atau tidak ditentukan, siswa mungkin merasa bahwa siswa tidak mampu untuk mencapai kesuksesan. Perasaan ketidakmampuan dan kurangnya kontrol dapat merusak keterlibatan efektif. Skinner, Johnson, dan Snyder (2005) mengembangkan laporan orang tua dan anak mengenai parental structure dan mengobservasinya. Struktur orang tua tinggi dan struktur orang tua rendah yang kacau dikaitkan dengan tingkat lebih tinggi dari perceived control, keterlibatan di sekolah, dan self-worth. Selanjutnya, ketika orang tua melakukan structure dengan cara yang lebih mendukung, siswa dilaporkan merasa lebih kompeten di sekolah, lebih terlibat di dalam kelas, dan mencapai nilai yang lebih baik.

Level structure yang tinggi diasosiasikan dengan kemampuan pengontrolan siswa sekolah dasar yang lebih baik. Parental structure yang rendah membuat siswa merasa tidak mampu mengendalikan hasil dan mungkin merasa diri mereka tidak efektif dalam mencapai hasil yang diharapkan (rendahnya perceived control dan competence). Sedangkan parental structure yang tinggi, membuat siswa memiliki sense bagaimana tindakan mereka terhubung dengan hasil yang penting.


(24)

15

Universitas Kristen Maranatha

Orang tua mengorganisasikan lingkungan di rumah dapat berupa sejumlah aturan dan harapan yang harus ditaati oleh siswa ketika berada di rumah. Aturan yang dibuat oleh orang tua seperti misalnya siswa dilarang bermain game atau melakukan kegiatan lain bila tugas sekolah belum selesai, siswa harus belajar selama satu jam setiap harinya, siswa harus mempersiapkan keperluan sekolah untuk esok hari, dan masih banyak lagi aturan yang dibuat oleh orang tua terkait dengan pendidikan siswa. Selain itu, orang tua juga memiliki harapan dalam pendidikan siswa seperti misalnya siswa harus lulus KKM, siswa harus mendapatkan rangking, siswa harus naik kelas dan masih banyak lagi harapan yang orang tua harapkan kepada anaknya. Aturan dan harapan ini terkadang dimengerti secara jelas oleh siswa dan ditetapkan secara konsisten oleh orang tua kepada anaknya. Namun dapat juga terkadang aturan dan harapan tersebut membuat siswa bingung dan orang tua pun kurang konsisten dalam menerapkan aturan dan harapan bagi siswa. Aturan dan harapan yang orang tua tetapkan dan inginkan seharusnya tidak hanya sekedar ada namun siswa perlu mendapatkan alasan mengenai pentingnya aturan dan harapan tersebut. Selain itu siswa juga harus mengetahui dan memahami konsekuensi dari tindakan yang dilakukan oleh siswa bila melakukan tindakan postitif maupun negatif. Dan juga bila siswa tidak melakukan aturan dan memenuhi harapan yang orang tua, orang tua akan melakukan suatu tindakan agar siswa dapat melakukan aturan dan harapan orang tua.

Ketika siswa mampu mempersepsi dengan baik aturan dan harapan yang jelas dan konsisten yang ditetapkan oleh orang tua mereka, diberikan alasan


(25)

16

Universitas Kristen Maranatha

mengenai manfaat dan pentingnya aturan dan harapan tersebut dilakukan, dapat memahami konsekuensi dari tindakan siswa, serta adanya penegakan otoritas oleh orang tua, maka hal tersebut akan membuat siswa merasa mampu untuk mengontrol tindakan mereka (perceived control) agar dapat mencapai hasil yang diinginkan (perceived competence). Hal ini menunjukkan bahwa ketika siswa dapat memiliki parental structure yang tinggi maka akan meningkatkan percieved control dan percieved competence mereka.

Siswa mempersepsi sejumlah aturan dan harapan yang orang tua terapkan di rumah ketika berada di sekolah. Ketika siswa berada di sekolah, menghayati bahwa setiap aturan dan harapan memiliki manfaat yang baik bagi kesuksesan mereka serta siswa mengerti bahwa ada konsekuensi dari setiap tindakan yang akan mereka dapatkan terhadap perilaku mereka baik perilaku positif maupun negatif. Sehingga bila siswa berada di lingkungan sekolah, siswa akan mengontrol tindakan mereka misalnya dengan mengikuti aturan sekolah, berpartisipasi aktif dalam kegiatan di sekolah karena mereka menyadari bahwa dengan melakukan tindakan tersebut mereka dapat membantu mereka untuk mencapai keberhasilan di sekolah. (parental structure dan behavioral engagement).

Melalui adanya pemberian alasan terhadap aturan dan harapan, siswa memahami bahwa sekolah memiliki manfaat yang positif bagi diri mereka sehingga siswa akan merasa senang berada di sekolah, senang dengan guru, teman dan tugas – tugas yang guru berikan. (parental structure dan emotional engagement). Selain itu bila siswa menghadapi kesulitan dalam belajar, siswa


(26)

17

Universitas Kristen Maranatha

tidak akan mudah menyerah karena menyadari ketika siswa menyerah maka hal tersebut membuat siswa tidak dapat memenuhi harapan orang tua mereka atau target yang ingin dicapai oleh siswa tersebut. Misalnya ketika siswa tidak dapat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, siswa tidak akan langsung menyerah dengan tugas yang dirasa sulit. Siswa justru akan berusaha mencari cara agar dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Misalnya dengan bertanya kepada teman, guru atau berusaha tetap berusaha mencari jawaban dari tugas yang diberikan.

Berdasarkan uraian diatas, maka pengaruh parental structure terhadap school engagement dapat dilihat dari bagan 1.1

1.6Asumsi

Dari kerangka pemikiran di atas peneliti memiliki asumsi:

1. School engagement siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung dilihat dari tiga komponen, yaitu behavioral, emotional dan cognitive.

Siswa kelas IV, V, dan VI SD “X” Kota Bandung

Parental Structure - Perceived control

- Perceived competence Clear and consistant rules and expectation Predictability of consequencess Provision of rationales Parental authority School engagement Behavioral engagement Emotional engagement Cognitive engagement


(27)

18

Universitas Kristen Maranatha

2. Siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung memiliki parental structure yang terdiri dari empat komponen, yaitu clear and consistant rules and expectation, predictability of consequences, provision od rationales, dan parental authority

3. School engagement akan berdampak positif bagi prestasi dan performance siswa di sekolah

1.7Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan diatas, maka dihasilkan hipotesis sebagai berikut :

1.7.1 Hipotesis Mayor

1. Terdapat pengaruh parental structure terhadap school engagement siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung.

1.7.2 Hipotesis Minor

1. Terdapat pengaruh parental structure terhadap komponen behavioral engagement siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung.

2. Terdapat pengaruh parental structure terhadap komponen emotional engagement siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung.

3. Terdapat pengaruh parental structure terhadap komponen cognitive engagement siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung.


(28)

71 Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari pembahasan mengenai pengaruh parental structure terhadap school engagement (behavioral engagement, emotional engagement, cognitive engagement) siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1) Terdapat pengaruh marginally significant parental structure terhadap school engagement siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung namun tidak signifikan.

2) Tidak terdapat pengaruh parental structure terhadap behavioral engagement dan emotional engagement siswa kelas IV, V, dan VI di SD

“X” Kota Bandung.

3) Parental structure berpengaruh dan signifikan terhadap cognitive engagement siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

Saran bagi peneliti selanjutnya yang tertarik melakukan penelitian lanjutan adalah:


(29)

72

Universitas Kristen Maranatha Meneliti mengenai pengaruh dimensi lainnya dari parenting yaitu autonomy support dan parent involvement terhadap masing-masing komponen school engagement (behavioral engagement, emotional engagement, dan cognitive engagement).

Meneliti mengenai pengaruh school level factors, classroom context (teachers support, peers, classroom structure, autonomy support, dan task characteristics), dan individual needs (need for relatedness, need for autonomy, dan need for competence) terhadap school engagement.

Meneliti parental structure dengan menggunakan dua, empat atau enam komponen lainnya.

Meneliti pengaruh parental structure terhadap school engagement dengan populasi kelas yang sama.

5.2.2 Saran Praktis

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan saran yang diharapkan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan:

Para guru dan pihak sekolah dapat merancang program parenting mengenai perlunya orang tua memberikan aturan dan harapan yang jelas dan konsisten kepada siswa, perlunya orang tua menegakkan parental authority agar siswa lebih patuh dengan aturan dan harapan orangtua, serta orang tua perlu memberikan alasan kepada siswa mengenai pentingnya aturan dan harapan dari orang tua agar siswa mengetahui konsekuensi dan


(30)

73

Universitas Kristen Maranatha

manfaat dari aturan yang diterapkan dan harapan yang diharapkan untuk dapat meningkatkan keterlibatan siswa di sekolah.

 Saran bagi konselor atau guru BP di sekolah ketika menghadapi siswa yang memiliki masalah mengenai keterlibatan siswa di sekolah, konselor atau guru BP dapat menjadikan parental structure sebagai bahan diskusi agar siswa menyadari bahwa lingkungan keluarga berpengaruh terhadap tindakan siswa di sekolah.


(31)

74 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Farkas, M. S., & Grolnick, W. S. (2010). Examining the components and concomitants of parental structure in the academic domain. Motivation Emotion, 266-279.

Fredricks, J. A., Blumenfeld, P. C., & Paris, A. H., (2004). School engagement: potential of the concept, state of the evidence. Review of Educational Research, 59-109.

Fredricks, J. A., Blumenfield, P., Friedel. J., & Paris, A., (2005). School engagement. dalam K. A. Moore & L. H. Lippman (Eds.), What do children need to flourish? Conceptualizing and measuring indicators of positif development (305-318). New York: Springer.

Friendenber, Lisa. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis and Use. Needham Heights Massachusetts: A Simon & Schuster.

Grolnick, W. S. (2009). The role of parents in facilitating autonomous self-regulation for education. Theory and Research in Education, 164-173. Grolnick, W. S. (2012). The relations among parental power, assertion, control,

and structure. Human development, 57-64.

Grolnick, W. S., Friendly, R. W., & Bellas, V. M. (2009). Parenting and

children’s motivation at school. dalam K. R. Wentzel & A. Wigfield. (eds). Handbook of Motivation at School. 279-296. New York: Routledge. Grolnick, W. S., Raftery-Helmer, J. N., Flamm, E. S., Marbell, K. N., &

Cardemil, E. V., (2014). Parental provison of academic structure and the transition to middle school. Journal of Research on Adolesence, 1-17. Raftery, J. N., Grolnick. W. S., & Flamm, E. S., (2012). Families as facilitators of


(32)

75

Universitas Kristen Maranatha

Christenson. S. L., Reschly. A. L., Wylie., ., (eds). Handbook of Research on Student Engagement. (343-361). New York: Springer.

Siregar,S. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.


(33)

76 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Ayu, Ida. 2015. Pengaruh Parent Involvement dan tipe Parent Involvement terhadap School Engagement pada siswa-siswi SMPN “T” Kota Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

(Online) www.artikelsiana.com, diakses 23 Maret 2015.

(Online) http://ledhyane.lecture.ub.ac.id/files/2013/07/tabel-f-0-05.pdf, diakses 11 Desember 2015

(Online) http://www.brilio.net/news/sudah-11-kali-ganti-ini-beda-kurikulum-pendidikan-dari-masa-ke-masa-150502x.html, diakses Jumat, 27 November 2015


(1)

71 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari pembahasan mengenai pengaruh parental structure terhadap school engagement (behavioral engagement, emotional engagement, cognitive engagement) siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1) Terdapat pengaruh marginally significant parental structure terhadap school engagement siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung namun tidak signifikan.

2) Tidak terdapat pengaruh parental structure terhadap behavioral engagement dan emotional engagement siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung.

3) Parental structure berpengaruh dan signifikan terhadap cognitive engagement siswa kelas IV, V, dan VI di SD “X” Kota Bandung.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

Saran bagi peneliti selanjutnya yang tertarik melakukan penelitian lanjutan adalah:


(2)

Meneliti mengenai pengaruh dimensi lainnya dari parenting yaitu autonomy support dan parent involvement terhadap masing-masing komponen school engagement (behavioral engagement, emotional engagement, dan cognitive engagement).

Meneliti mengenai pengaruh school level factors, classroom context (teachers support, peers, classroom structure, autonomy support, dan task characteristics), dan individual needs (need for relatedness, need for autonomy, dan need for competence) terhadap school engagement.

Meneliti parental structure dengan menggunakan dua, empat atau enam komponen lainnya.

Meneliti pengaruh parental structure terhadap school engagement dengan populasi kelas yang sama.

5.2.2 Saran Praktis

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan saran yang diharapkan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan:

Para guru dan pihak sekolah dapat merancang program parenting mengenai perlunya orang tua memberikan aturan dan harapan yang jelas dan konsisten kepada siswa, perlunya orang tua menegakkan parental authority agar siswa lebih patuh dengan aturan dan harapan orangtua, serta orang tua perlu memberikan alasan kepada siswa mengenai pentingnya aturan dan harapan dari orang tua agar siswa mengetahui konsekuensi dan


(3)

73

Universitas Kristen Maranatha manfaat dari aturan yang diterapkan dan harapan yang diharapkan untuk dapat meningkatkan keterlibatan siswa di sekolah.

 Saran bagi konselor atau guru BP di sekolah ketika menghadapi siswa yang memiliki masalah mengenai keterlibatan siswa di sekolah, konselor atau guru BP dapat menjadikan parental structure sebagai bahan diskusi agar siswa menyadari bahwa lingkungan keluarga berpengaruh terhadap tindakan siswa di sekolah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Farkas, M. S., & Grolnick, W. S. (2010). Examining the components and concomitants of parental structure in the academic domain. Motivation Emotion, 266-279.

Fredricks, J. A., Blumenfeld, P. C., & Paris, A. H., (2004). School engagement: potential of the concept, state of the evidence. Review of Educational Research, 59-109.

Fredricks, J. A., Blumenfield, P., Friedel. J., & Paris, A., (2005). School engagement. dalam K. A. Moore & L. H. Lippman (Eds.), What do children need to flourish? Conceptualizing and measuring indicators of positif development (305-318). New York: Springer.

Friendenber, Lisa. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis and Use. Needham Heights Massachusetts: A Simon & Schuster.

Grolnick, W. S. (2009). The role of parents in facilitating autonomous self-regulation for education. Theory and Research in Education, 164-173. Grolnick, W. S. (2012). The relations among parental power, assertion, control,

and structure. Human development, 57-64.

Grolnick, W. S., Friendly, R. W., & Bellas, V. M. (2009). Parenting and children’s motivation at school. dalam K. R. Wentzel & A. Wigfield. (eds). Handbook of Motivation at School. 279-296. New York: Routledge. Grolnick, W. S., Raftery-Helmer, J. N., Flamm, E. S., Marbell, K. N., &

Cardemil, E. V., (2014). Parental provison of academic structure and the transition to middle school. Journal of Research on Adolesence, 1-17. Raftery, J. N., Grolnick. W. S., & Flamm, E. S., (2012). Families as facilitators of


(5)

75

Universitas Kristen Maranatha Christenson. S. L., Reschly. A. L., Wylie., ., (eds). Handbook of Research on Student Engagement. (343-361). New York: Springer.

Siregar,S. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Ayu, Ida. 2015. Pengaruh Parent Involvement dan tipe Parent Involvement terhadap School Engagement pada siswa-siswi SMPN “T” Kota Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

(Online) www.artikelsiana.com, diakses 23 Maret 2015.

(Online) http://ledhyane.lecture.ub.ac.id/files/2013/07/tabel-f-0-05.pdf, diakses 11 Desember 2015

(Online) http://www.brilio.net/news/sudah-11-kali-ganti-ini-beda-kurikulum-pendidikan-dari-masa-ke-masa-150502x.html, diakses Jumat, 27 November 2015