ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. W DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN : PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) Asuhan Keperawatan Pada Tn. W Dengan Gangguan Sistim Pernafasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Di Ruang Anggrek Bougenvile RSUD Pandan Arang

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. W DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN : PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

DI RUANG ANGGREK BOUGENVILE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Meraih Gelar Diploma Keperawatan

Disusun oleh: YASIR RAHMADI

J 200 120 009

PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


(2)

(3)

1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. W DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN : PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

(PPOK) RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI Abstrak

Latar Belakang : Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat indonesia. Angka kejadian PPOK di Indonesia menempati urutan kelima tertinggi di dunia yaitu 7,8 juta jiwa. PPOK sering ditemukan pada rumah sakit umum dengan penyebab terbanyak karena pola hidup masyarakat yang tidak sehat salah satunya kebiasaan masyarakat merokok dan polusi udara, sehingga dapat memicu terjadinya penyakit PPOK.Tujuan : Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan PPOK meliputi pengkajian, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan. Metode : Metode yang digunakan adalah dengan melakukan asuhan keperawatan pada pasien PPOK yang meliputi pengkajian, intervensi, implentasi dan evaluasi keperawatan. Hasil : Pada pasien Tn W dengan PPOK mengalami sesak napas, sulit beraktivitas dan susah tidur, sehingga ditetapkanlah diagnosa yaitu : ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi mukus berlebih,intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketikseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen dan gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor lingkungan (terlalu ramai). Implementasi yang dilakukan perawat adalah mengajarkan napas dalam dan batuk efektif, memotivasi pasien untuk istirahat disela-sela aktivitas dan memotivasi pasien untuk tidur yang cukup. Dari implementasi yang dilakukan didapatkan hasil keluar sputum sebanyak 10 cc, pasien berjalan dengan jarak 10 meter sebanyak 3 set dengan 1 set istirahat dan pasien dapat tidur dengan nyenyak. Kesimpulan : Pasien dengan PPOK biasanya mengalami sesak napas dan mudah lelah, oleh karena itu perawatan harus bekerjasama dengan pasien dan keluarga untuk memonitoring pemberian terapi oksigen. Komunikasi terapeutik dapat mendorong klien lebih kooperatif dan untuk menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan sesak napas kambuh kembali.

Kata kunci :Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK), sesak napas, pola hidup tidak sehat (merokok)


(4)

2

NURSING CARE ON MR.W WITH RESPIRATORY SYSTEM

DISORDERS: CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD) IN PANDAN ARANG GOVERNEMENT HOSPITAL OF BOYOLALI

Abstract

Background: Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a disease that affects many Indonesian people. Incidence of COPD in Indonesia is the fifth highest in the world with 7.8 million cases recorded. The most common cause of COPD that often found in general hospitals is because people’s unhealthy lifestyle, such as smoking habit and the air pollution, which can trigger COPD.Objective: To determine the nursing care in patients with COPD include assessment, intervention, implementation, and evaluation of nursing care.Methods: The method used was to perform nursing care in patients with COPD that includes assessment, intervention, implementation and evaluation of nursing care.Results: In patients Mr.W with COPD, he experienced shortness of breath, difficult to move and insomnia, so the defined diagnosis were: ineffectiveness airway clearance was associated with excess of mucus production; activity intolerance was related to imbalance demand and supply of oxygen and sleep patterns interference was associated with environmental factors (too crowded). Implementation: The implementation of the nurse was by teaching a deep breath and cough effectively, motivating the patient to rest in between his activities and also motivating the patient to get enough sleep. Based on the implementation conducted, the result were 10 cc of sputum production, patient walked with a 10 meters distance by 3 sets with 1 set break and the patient could sleep soundly. Conclusion: Patients with COPD usually experienced shortness of breath and fatigue, therefore nursing care team should cooperate with patients and families to monitor oxygen therapy. Therapeutic communication could encourage more cooperative clients and could avoid things that cause shortness of breath recurred.

Keywords: Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), shortness of breath, unhealthy lifestyle (smoking)


(5)

3 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organitation (WHO) pada tahun 2012, jumlah penderita PPOK mencapai 274 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 400 juta jiwa di tahun 2020 mendatang dan setengah dari angka tersebut terjadi di negara berkembang, termasuk negara Indonesia. Angka kejadian PPOK di Indonesia menempati urutan kelima tertinggi di dunia yaitu 7,8 juta jiwa. Penderita PPOK di Rumah Sakir Umum Daerah Pandan Arang Boyolali berdasarkan data instalasi rekam medik pada tahun 2014 sebanyak 217 jiwa, pada tahun 2015 sebanyak 84dan 47 jiwa diantaranya mengalami komplikasi dan tidak menutup kemungkinan jumlah tersebut akan meningkat di tahun mendatang. Jumlah penderita PPOK meningkat akibat faktor genetik, pola hidup yang tidak sehat, asap rokok dan polusi udara.

PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik dengan

lingkungan. Adapun faktor penyebabnya adalah: merokok, polusi udara, dan pemajanan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, padi-padian) merupakan faktor-faktor resiko penting yang menunjang pada terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahunan. (Smeltzer dan Bare. 2006). Penyakit ini juga mengancam jiwa seseorang jika tidak segera ditangani (Smeltzer dan Bare, 2006).

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Karena semakin banyaknya penderita PPOK di indonesia salah satunya di RSUD Pandan Arang maka dalam hal ini penulis mengambil kasus kelolaan selama 3 hari dengan asuhan keperawatan gangguan sistem pernapasan khususnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) pada Tn.W yang di ambil di ruang perawat penyakit dalam Anggrek Bougenvile Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Arang Boyolali.


(6)

4 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah: “Bagaimana melakukan pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Tn, W dengan Gangguan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) di Bangsal Anggrek Bougenvile Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Arang Boyolali”. C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran terhadap aplikasi asuhan keperawatan dengan masalah gangguan sistem pernapasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) pada Tn.W di Bangsal Anggrek Bougenvile Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Arang Boyolali. 2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan karya tulis ilmiah yaitu penulis mampu menggambarkan, mengetahui, menentukan, memahami, menjelaskan, dan mendiskripsikan :

a. Pengkajian pada Tn. W dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik. b. Penentuan diagnosa atau

masalah keperawatan yang muncul pada Tn. W dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik. c. Penyusunan intervensi

keperawatan secara tepat pada Tn. W dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik.

d. Implementasi keperawatan pada Tn. W dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik.

e. Evaluasi tindakan yang telah dilakukan pada Tn. W dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik. f. Pendokumentasian tindakan

yang telah dilakukan pada Tn. W dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik.

TINJAUAN TEORI A. Pengertian

Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama (Grace & Borlay, 2011) yang ditandai oleh adanya respons inflamasi paru terhadap


(7)

5 partikel atau gas yang berbahaya

(Padila, 2012). Adapun pendapat lain mengenai P P O K adalah kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Smeltzer & Bare, 2006) yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Edward. 2012).

B. Klasifikasi

Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson,(2014) :

a. Asma

b. Bronkotos kronic c. Emfisema C. Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) adalah :

1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu,asap dangas-gas kimiawi.

2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi paru-paru,

bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.

3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asmaorang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK. 4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini

merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda, walau pun tidak merokok.

D.Patofisiologi

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat


(8)

6 persemaian mikroorganisme

penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan. (Jackson, 2014).

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps. (Grece & Borley, 2011).

E.Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut Reeves (2006) dan Mansjoer

(2008) pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK yaitu : malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang muncul di pagi hari. Napas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.

F. Komplikasi

Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Grece & Borley (2011), Jackson (2014) dan Padila (2012):

a. Gagal napas akut atau Acute Respiratory Failure (ARF). b. Corpulmonal

c. Pneumothoraks G.Derajat PPOK

Klasifikasi derajat PPOK menurut Global initiative for chronic Obstritif Lung Disiase (GOLD) 2011.

1. Derajat I (PPOK Ringan) : Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien


(9)

7 sering tidak menyadari bahwa

menderita PPOK.

2. Derajat II (PPOK Sedang) : Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya. 3. Derajat III (PPOK Berat) :

Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksasernasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien. 4. Derajat IV (PPOK Sangat

Berat) : Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa biasanya disertai gagal napas kronik.

RESUME KASUS A.Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 15 april 2015 pukul 10:00 WIB, pengkajian diperoleh dari anamnesa pasien dan keluarga,

pemeriksaan fisik dan data rekam medis. Identitas Pasien : Pasien bernama Tn. W umur 80 tahun, pendidikan SD, pekerjaan petani berjenis kelamin Laki-Laki, beragama Islam, beralamat Klaten, diagnosa medis Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK), dengan No RM 008112005 dan tanggal masuk 14 april 2015.

B.Analisa Data

Pengkajian yang dilakukan penulis, penulis menganalisa data yang ada sehingga muncul masalah keperawatan yaitu: jalan napas tidak efektif dengan keluhan pasien mengatakan sesak napas dan sering batuk-batuk di sertai dahak (sekret) dan merasa sesak napas yang kemudian di bawa ke RS oleh keluarganya, dengan RR: 30x/menit, pasien tampak sesak napas dan pernapasan pendek, irama pernapasan dangkal, terlihat memakai tarikan dada saat bernapas, warna kulit sianosis dibagian akral, suara napas saat di auskultasi ronchi.

Kemudian muncul masalah keperawatan Intoleransi aktivitas dengan etiologi Ketidak


(10)

8 seimbangan suplai & kebutuhan

oksigen dengan keluhan pasien mengatakan mudah lelah dan capek saat berjalan, selama di RS hanya beraktifitaas di tempat tidur dan kekamar mandi saja harus di bantu dan saat berjalan terasa sesak. Dengan TD: 154/90 mmhg, N:82x/menit, RR: 30x/menit, S: 36,60C, pasien di bantu oleh anggota keluarganya saat ke kamar mandi, pasien terlihat sesak napas saat pulang dari kamar mandi.

Masalah keperawatan selanjutnya yang muncul dari hasil analisa data yang di lakukan oleh penulis adalah gangguan poa tidur dengan keluhan pasien mengatakan sulit tidur karena terlalu bringsik dan ramai, pasien mengatakan tidur 5 jam di malam hari dan sering terbangun dengan durasi 1 jam terbangun 1 kali dan tidak pernah tidur di siang hari, dengan TD : 154/90 mmhg, RR: 30 x/menit, N: 82x/menit, S: 36,60C, pasien terlihat lemas dan mata nya terihat sayup karena kurang tidur.

C.Diagnosa Keperawatan Dan Rencana Keperawatan

Penulis merumuskan beberapa diagnose keperawatan antara lain : a) Ketidakefektifan bersihan jalan

napas berhubungan dengan produksi mukus berlebih

b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen

c) Gangguan pola tidur berhubungan dengan factor lingkungan (terlalu ramai). D. Implementasi

Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi mukus berlebih penulis melakukan implementasi yaitu : memonitoring TTV, memberikan posisi semi fowler, memonitoring pemberian terapi O2, mengajarkan napas dalam dan batuk efektif, memotivasi minum air hangat, memotivasi pasien untuk sering melakukan napas dalam dan batuk efektif, kolaborasi pemberian terapi obat ventolin melalui nebulizer.


(11)

9 Intoleransi aktifitas

berhubungan dangan ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen penulis melakukan implementasi yaitu mengkaji respons pasien taerhadap aktivitas (memonitoring TTV, dispnea, kelelahan sebelum, saat dan setelah aktivitas), memdiskusikan aktivitas yang sesuai, membantu memiih aktivitas yang sesuai, menganjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sesuai dengan kesepakatan (jalan-jalan di ruangan/di taman), monitoring pemberian terapi O2, mengkaji keadaan pasien setelah aktivitas.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor lingkungan (terlalu ramai), penulis melakukan implementasi yaitu mengkaji pola tidur pasien, mendiskusikan dan menjelaskan kembali tentang penting nya istirahat (tidur) yang adekuat yaitu 6-8 jam/hari, menganjurkan pasien untuk tidur siang, membicaran hal-hal yang dilakukan sebelum tidur.

PEMBAHASAN

A.Pengkajian Keperawatan Secara umum data yang ditemukan pada T.n W tidak jauh berbeda dengan data fokus dalam teori. Namun masih ada beberapa data yang tidak sama dengan teori. Pembahasannya adalah sebagai berikut

1. Keluhan utama

Pada Tn. W ditemukan pasien mengalami dispnea. Menurut Smeltzer & bare (2006) pasien dengan PPOK biasanya ditemukan dispnea yang disebabkan oleh sumbatan jalan napas karena penumpukan sekret. 2. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada Tn.W ditemukan bahwa pasien dulu pernah sakit hipertensi, tekanan darah 154/90 mmHg. Pasien mengatakan dulu perokok aktif. Hal ini dibenarkan oleh Jackson (2014) karena pola hidup yang tidak sehat dapat menjadi penyebab terjadinya PPOK yaitu salah satunya merokok.


(12)

10 PPOK yang diderita pasien

merupakan PPOK tipe II yaitu PPOK yang disebabkan oleh pola hidup atau gaya hidup yang tidak sehat dan terjadi dispnea saat beraktivitas (GOLD 2011).

3. Pola aktivitas dan latihan

Pada pasien penulis menemukan masalah pada pola aktivitas dan latihan yaitu pasien beraktivitas dibantu oleh orang lain. Menurut Price dan Wilson (2014) biasanya pasien dengan PPOK akan terjadi kelemahan yang disebabkan kurangnya suplai oksigen, oleh karena itu saat beraktivitas pasien dengan PPOK perlu bantuan orang lain.

4. Pola istirahat tidur

Pada kasus penulis menemukan masalah pola istirahat tidur, yaitu pasien hanya tidur 5 jam dengan durasi 1 jam terbangun, kemudian sekitar jam 10 pagi pasien merasakan mengantuk berat. Menurut Reeves (2006) hal semacam ini terjadi pada pasien PPOK karena perubahan suasana saat dirumah berbeda dengan di rumah sakit.

B.Diagnosa yang muncul dalam kasus :

1. Bersihan jalan napas tidak efektif.

Pada Tn.W penulis menemukan pasien mengalami dispnea dan batuk disertai sekret. Menurut Wilkinson (2013) hal ini biasanya terjadi pada pasien PPOK karena adanya peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal. 2. Intoleransi aktivitas.

Pada pasien penulis menemukan masalah pada pola aktivitas dan latihan yaitu pasien beraktivitas dibantu oleh orang lain dan saat aktivitas pasien mudah kelelahan disertai dispnea. Menurut Carpenito (2006) hal ini terjadi pada pasien PPOK karena ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau ingin dilakukan. Diagnosa ini penulis tegakkan karena pasien mengalami


(13)

11 keabnormal terhadap aktivitas,

dispnea setelah beraktivitas, menyatakan merasa letih, menyatakan merasa lemah. 3. Gangguan pola tidur.

Pada kasus penulis menemukan masalah pola istirahat tidur yaitu pasien hanya tidur 5 jam dengan durasi 1 jam terbangun, kemudian sekitar jam 10 pagi pasien merasakan mengantuk berat. Menurut Jackson (2014) hal ini terjadi pada pasien PPOK karena adanya gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal yaitu kelembaban lingkungan sekitar, suhu lingkungan sekitar, gangguan (lingkungan yang terlalu ramai, atau sepi), kurang kontrol tidur, kurang privasi dan kecemasan.

C. Hasil Evaluasi

Diagnosa Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi mukus berlebih. Berdasarkan respon perkembangan yang ditunjukkan oleh pasien masalah keperawatan dapat teratasi sebagian dengan terpenuhinya

sebagian kriteria hasil yang ada yaitu pasien mengatakan sesak napas berkurang, terlihat pasien tidak menggunakan tarikan dada saat bernapas dan tidak terlihat menggunakan cuping hidung saat bernapas. Untuk itu penulis memotivasi pasien untuk menghindari penyebab-penyebab terjadinya sesak napas serta sering melakukan napas dalam dan batuk efektif untuk mengeluarkan sputum (Wilkinson, 2013).

Diagnosa Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen. Berdasarkan respons perkembangan yang ditunjukkan oleh pasien masalah keperawatan dapat teratasi sebagian dengan terpenuhinya kriteria hasil pasien mampu melakukan aktivitas sendiri seperti ke toilet sendiri tanpa di bantu dengan anggota keluarganya. Untuk ini penulis mempertahankan dan melanjutkan perencanaan yaitu melakukan aktivitas (jalan-jalan) dengan jeda istirahat selama aktivitas dan monitor tanda – tanda vital untuk mengetahui apakah


(14)

12 terjadi dispnea atau kelelahan saat

beraktivitas (Carpenito, 2006). Diagnosa Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor lingkungan (terlalu ramai). Berdasarkan respon perkembangan yang ditunjukkan oleh pasien masalah keperawatan dapat teratasi dengan terpenuhinya kriteria hasil yang ada pasien mengatakan tidur dengan nyenyak dengan durasi 8 jam dari 22:00-06:00 WIB tanpa terbangun lagi. Untuk ini penulis menghentikan perencanaan (Jackson, 2014)

SIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

Hasil pengkajian yang penulis dapatkan pasien mengalami sesak napas dan sering batuk-batuk disertai dahak (sekret), sesak napas pasien sering terjadi saat pasien beraktivitas yang terlalu berat dan tanpa diimbangi dengan istirahat yang cukup.

B.Saran 1. Bagi Perawat

Peran perawat sangat penting dalam proses penyembuhan pasien, oleh karena itu untuk mencapai

hasil keperawatan yang optimal, sebaiknya proses keperawatan dilaksanakan secara berkesinambungan, mengingat angka penyakit paru obstruksi kronik makin meningkat setiap tahunnya.

2. Pasien

Untuk pasien harus banyak mencari informasi tentang penyakit yang dialami, harus menjaga pola hidup sehat dan makan makanan sehat sesuai dengan kebutuhan tubuh, melakukan olah raga secara teratur, dan memeriksakan kesehatan ke pelayanan kesehatan terdekat seperti puskesmas untuk mengetahui status kesehatan. 3. Bagi keluarga pasien

Untuk keluarga harus mensuport pasien untuk menjaga kesehatan pasien, dengan cara mengingatkan hal-hal yang membuat atau menjadi penyebab penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) pasien kambuh lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L J. 2006. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada


(15)

13 Praktek Klinik Edisi 6.

Jakarta: EGC.

Edward Ringel. 2012. “buku saku hitam kedokteran paru” Jakarta : Permata Puri Media Global initiative for chronic

Obstruktif Lung Disease (GOLD), (2011), Inc. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention.http://www.goldc opd.com.

Grace A. Pierce, Borley R. Nier. (2011). Ata Glace Ilmu Bedah Edisi 3. Pt Gelora Aksara Pratama

Jackson, D. (2014). Keperawatan Medikal Bedah edisi 1. Yogyakarta, Rapha Pubising. Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran. Ovedoff, D. 2006. Kapita selekta

kedokteran 2/editor ed. Revisi 2. Jakarta, Binarupa Aksara.

Padila. 2012. Buku ajar : keperawatan medical bedah. Yogyakarta : Nuha Medika Price, S.A dan Wilson. 2014.

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC Reeves, Charlene J. 2006. Buku Satu Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, S. C. and Bare, B. G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Alih Bahasa H. Y. Kuncara, Monica Ester, Yasmin Asih, Jakarta : EGC. Wilkinson, W. (2013). Kapita

Selekta Penyakit. Jakarta: EGC

Yasir Rahmadi*: Mahasiswa DIII Keperawatan FIK UMS.

Agus Sudaryanto, S.Kep., Ns., M.Kes.**: Staff pengajar FIK-UMS


(1)

8 seimbangan suplai & kebutuhan

oksigen dengan keluhan pasien mengatakan mudah lelah dan capek saat berjalan, selama di RS hanya beraktifitaas di tempat tidur dan kekamar mandi saja harus di bantu dan saat berjalan terasa sesak. Dengan TD: 154/90 mmhg, N:82x/menit, RR: 30x/menit, S: 36,60C, pasien di bantu oleh anggota keluarganya saat ke kamar mandi, pasien terlihat sesak napas saat pulang dari kamar mandi.

Masalah keperawatan selanjutnya yang muncul dari hasil analisa data yang di lakukan oleh penulis adalah gangguan poa tidur dengan keluhan pasien mengatakan sulit tidur karena terlalu bringsik dan ramai, pasien mengatakan tidur 5 jam di malam hari dan sering terbangun dengan durasi 1 jam terbangun 1 kali dan tidak pernah tidur di siang hari, dengan TD : 154/90 mmhg, RR: 30 x/menit, N: 82x/menit, S: 36,60C, pasien terlihat lemas dan mata nya terihat sayup karena kurang tidur.

C.Diagnosa Keperawatan Dan Rencana Keperawatan

Penulis merumuskan beberapa diagnose keperawatan antara lain : a) Ketidakefektifan bersihan jalan

napas berhubungan dengan produksi mukus berlebih

b) Intoleransi aktivitas

berhubungan dengan

ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen

c) Gangguan pola tidur berhubungan dengan factor lingkungan (terlalu ramai). D. Implementasi

Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi mukus berlebih penulis melakukan implementasi yaitu : memonitoring TTV, memberikan posisi semi fowler, memonitoring pemberian terapi O2, mengajarkan napas dalam dan batuk efektif, memotivasi minum air hangat, memotivasi pasien untuk sering melakukan napas dalam dan batuk efektif, kolaborasi pemberian terapi obat ventolin melalui nebulizer.


(2)

9 Intoleransi aktifitas

berhubungan dangan

ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen penulis melakukan implementasi yaitu mengkaji respons pasien taerhadap aktivitas (memonitoring TTV, dispnea, kelelahan sebelum, saat dan setelah aktivitas), memdiskusikan aktivitas yang sesuai, membantu memiih aktivitas yang sesuai, menganjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sesuai dengan kesepakatan (jalan-jalan di ruangan/di taman), monitoring pemberian terapi O2, mengkaji keadaan pasien setelah aktivitas.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor lingkungan (terlalu ramai), penulis melakukan implementasi yaitu mengkaji pola tidur pasien, mendiskusikan dan menjelaskan kembali tentang penting nya istirahat (tidur) yang adekuat yaitu 6-8 jam/hari, menganjurkan pasien untuk tidur siang, membicaran hal-hal yang dilakukan sebelum tidur.

PEMBAHASAN

A.Pengkajian Keperawatan Secara umum data yang ditemukan pada T.n W tidak jauh berbeda dengan data fokus dalam teori. Namun masih ada beberapa data yang tidak sama dengan teori. Pembahasannya adalah sebagai berikut

1. Keluhan utama

Pada Tn. W ditemukan pasien mengalami dispnea. Menurut Smeltzer & bare (2006) pasien dengan PPOK biasanya ditemukan dispnea yang disebabkan oleh sumbatan jalan napas karena penumpukan sekret. 2. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada Tn.W ditemukan bahwa pasien dulu pernah sakit hipertensi, tekanan darah 154/90 mmHg. Pasien mengatakan dulu perokok aktif. Hal ini dibenarkan oleh Jackson (2014) karena pola hidup yang tidak sehat dapat menjadi penyebab terjadinya PPOK yaitu salah satunya merokok.


(3)

10 PPOK yang diderita pasien

merupakan PPOK tipe II yaitu PPOK yang disebabkan oleh pola hidup atau gaya hidup yang tidak sehat dan terjadi dispnea saat beraktivitas (GOLD 2011).

3. Pola aktivitas dan latihan

Pada pasien penulis menemukan masalah pada pola aktivitas dan latihan yaitu pasien beraktivitas dibantu oleh orang lain. Menurut Price dan Wilson (2014) biasanya pasien dengan PPOK akan terjadi kelemahan yang disebabkan kurangnya suplai oksigen, oleh karena itu saat beraktivitas pasien dengan PPOK perlu bantuan orang lain.

4. Pola istirahat tidur

Pada kasus penulis menemukan masalah pola istirahat tidur, yaitu pasien hanya tidur 5 jam dengan durasi 1 jam terbangun, kemudian sekitar jam 10 pagi pasien merasakan mengantuk berat. Menurut Reeves (2006) hal semacam ini terjadi pada pasien PPOK karena perubahan suasana saat dirumah berbeda dengan di rumah sakit.

B.Diagnosa yang muncul dalam kasus :

1. Bersihan jalan napas tidak efektif.

Pada Tn.W penulis menemukan pasien mengalami dispnea dan batuk disertai sekret. Menurut Wilkinson (2013) hal ini biasanya terjadi pada pasien PPOK karena adanya peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal. 2. Intoleransi aktivitas.

Pada pasien penulis menemukan masalah pada pola aktivitas dan latihan yaitu pasien beraktivitas dibantu oleh orang lain dan saat aktivitas pasien mudah kelelahan disertai dispnea. Menurut Carpenito (2006) hal ini terjadi pada pasien PPOK karena ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau ingin dilakukan. Diagnosa ini penulis tegakkan karena pasien mengalami


(4)

11 keabnormal terhadap aktivitas,

dispnea setelah beraktivitas, menyatakan merasa letih, menyatakan merasa lemah. 3. Gangguan pola tidur.

Pada kasus penulis menemukan masalah pola istirahat tidur yaitu pasien hanya tidur 5 jam dengan durasi 1 jam terbangun, kemudian sekitar jam 10 pagi pasien merasakan mengantuk berat. Menurut Jackson (2014) hal ini terjadi pada pasien PPOK karena adanya gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal yaitu kelembaban lingkungan sekitar, suhu lingkungan sekitar, gangguan (lingkungan yang terlalu ramai, atau sepi), kurang kontrol tidur, kurang privasi dan kecemasan.

C. Hasil Evaluasi

Diagnosa Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi mukus berlebih. Berdasarkan respon perkembangan yang ditunjukkan oleh pasien masalah keperawatan dapat teratasi sebagian dengan terpenuhinya

sebagian kriteria hasil yang ada yaitu pasien mengatakan sesak napas berkurang, terlihat pasien tidak menggunakan tarikan dada saat bernapas dan tidak terlihat menggunakan cuping hidung saat bernapas. Untuk itu penulis memotivasi pasien untuk menghindari penyebab-penyebab terjadinya sesak napas serta sering melakukan napas dalam dan batuk efektif untuk mengeluarkan sputum (Wilkinson, 2013).

Diagnosa Intoleransi aktivitas

berhubungan dengan

ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen. Berdasarkan respons perkembangan yang ditunjukkan oleh pasien masalah keperawatan dapat teratasi sebagian dengan terpenuhinya kriteria hasil pasien mampu melakukan aktivitas sendiri seperti ke toilet sendiri tanpa di bantu dengan anggota keluarganya. Untuk ini penulis mempertahankan dan melanjutkan perencanaan yaitu melakukan aktivitas (jalan-jalan) dengan jeda istirahat selama aktivitas dan monitor tanda – tanda vital untuk mengetahui apakah


(5)

12 terjadi dispnea atau kelelahan saat

beraktivitas (Carpenito, 2006). Diagnosa Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor lingkungan (terlalu ramai). Berdasarkan respon perkembangan yang ditunjukkan oleh pasien masalah keperawatan dapat teratasi dengan terpenuhinya kriteria hasil yang ada pasien mengatakan tidur dengan nyenyak dengan durasi 8 jam dari 22:00-06:00 WIB tanpa terbangun lagi. Untuk ini penulis menghentikan perencanaan (Jackson, 2014)

SIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

Hasil pengkajian yang penulis dapatkan pasien mengalami sesak napas dan sering batuk-batuk disertai dahak (sekret), sesak napas pasien sering terjadi saat pasien beraktivitas yang terlalu berat dan tanpa diimbangi dengan istirahat yang cukup.

B.Saran 1. Bagi Perawat

Peran perawat sangat penting dalam proses penyembuhan pasien, oleh karena itu untuk mencapai

hasil keperawatan yang optimal, sebaiknya proses keperawatan

dilaksanakan secara

berkesinambungan, mengingat angka penyakit paru obstruksi kronik makin meningkat setiap tahunnya.

2. Pasien

Untuk pasien harus banyak mencari informasi tentang penyakit yang dialami, harus menjaga pola hidup sehat dan makan makanan sehat sesuai dengan kebutuhan tubuh, melakukan olah raga secara teratur, dan memeriksakan kesehatan ke pelayanan kesehatan terdekat seperti puskesmas untuk mengetahui status kesehatan. 3. Bagi keluarga pasien

Untuk keluarga harus mensuport pasien untuk menjaga kesehatan pasien, dengan cara mengingatkan hal-hal yang membuat atau menjadi penyebab penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) pasien kambuh lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L J. 2006. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada


(6)

13

Praktek Klinik Edisi 6.

Jakarta: EGC.

Edward Ringel. 2012. “buku saku

hitam kedokteran paru”

Jakarta : Permata Puri Media Global initiative for chronic

Obstruktif Lung Disease (GOLD), (2011), Inc. Pocket Guide to COPD Diagnosis,

Management, and

Prevention.http://www.goldc opd.com.

Grace A. Pierce, Borley R. Nier. (2011). Ata Glace Ilmu Bedah Edisi 3. Pt Gelora Aksara Pratama

Jackson, D. (2014). Keperawatan Medikal Bedah edisi 1. Yogyakarta, Rapha Pubising. Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran. Ovedoff, D. 2006. Kapita selekta

kedokteran 2/editor ed.

Revisi 2. Jakarta, Binarupa Aksara.

Padila. 2012. Buku ajar : keperawatan medical bedah. Yogyakarta : Nuha Medika Price, S.A dan Wilson. 2014.

Patofisiologi Konsep

Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta : EGC Reeves, Charlene J. 2006. Buku Satu Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, S. C. and Bare, B. G.

2006. Buku Ajar

Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Alih Bahasa H. Y.

Kuncara, Monica Ester,

Yasmin Asih, Jakarta : EGC. Wilkinson, W. (2013). Kapita

Selekta Penyakit. Jakarta: EGC

Yasir Rahmadi*: Mahasiswa DIII Keperawatan FIK UMS.

Agus Sudaryanto, S.Kep., Ns., M.Kes.**: Staff pengajar FIK-UMS


Dokumen yang terkait

Perbandingan nilai Limfosit T CD8+ pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik dengan laki-laki dewasa sehat perokok di RSUP H.Adam Malik Medan

0 68 74

Perbandingan Kadar C- Reactive Protein Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil dengan Eksaserbasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

4 95 88

Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

8 116 108

Gambaran Simtom Ansietas dan Depresi pada Pasien Penyakit Paru Ostruktif Kronik (PPOK) di SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi RSUP H. ADAM MALIK MEDAN dan BP4 MEDAN

11 99 67

Hubungan Keparahan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Stabil Dengan Disfungsi Ereksi

0 67 108

Pseudomonas Aeruginosa Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Eksaserbasi Akut Dan Hubungannya Dengan Derajat Keparahan PPOK

0 63 73

Prevalensi Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan Riwayat Merokok di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan Periode Januari 2009 – Desember 2009

1 50 51

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. N DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG ANGGREK Asuhan Keperawatan Pada Tn. N Dengan Gangguan Sistem Perkemihan: Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Anggrek Bugenvil RSUD Pandan Arang Boyolali.

0 14 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. W DENGAN GANGGUAN SISTIM PERNAFASAN : PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI Asuhan Keperawatan Pada Tn. W Dengan Gangguan Sistim Pernafasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Di Ruang Anggrek Bougenvile RSUD Pandan Ara

0 4 23

PENDAHULUAN Asuhan Keperawatan Pada Tn. W Dengan Gangguan Sistim Pernafasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Di Ruang Anggrek Bougenvile RSUD Pandan Arang Boyolali.

0 2 6