PERAN GURU PEMBIMBING KHUSUS DALAM PEMBINAAN PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH INKLUSI : Penelitian deskriptif di SD Interaktif Abdussalam Cihanjuang Kab. Bandung Barat.
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
DAFTAR PUSTAKA
Alimin, Z., dan Rochyadi, E (2007). Modul 3: Hambatan Belajar dan Perkembangan Anak Unit I Hambatan Belajar dan Perkembangan Anak dengan Gangguan Kognitif atau Kecerdasan. Bandung: tidak diterbitkan Amin, Moh. (1994). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tenaga Guru. Atkinso, Ret a L, et al. (2000). Pengantar Psikologi Edisi Sebelas Jilid Satu.
Batam. Interaksa
Bierna-Smith, Mary., Henbach, Richard F, dan Patton, James R. (2000). Mental Retardation (sixht edition). New Jersey: Merrill Prentice Hall
Delphie, Bandi (2005). Bimbingan Konseling Untuk Perilaku Non-Adaptif. Bandung :Pustaka Bani Quraisy
Delphie, Bandi. (2006). Pembelajaran Anak Tunagrahita Suatu Pengantar dalam
Pendidikan Inklusi. Bandung : PT Refika Aditama
Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Inklusif. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Dirokterat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (tidak diterbitkan)
Departemen Sosial RI. (2007). Pedoman umum Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak Cacat Mental (Tuna Grahita). Jakarta : Departemen Sosial RI Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial 2007 (tidak diterbitkan)
Johnsen Berit H, dan Skjorten, Miriam D (2003). Pendidikan Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar. Bandung : unipub forlag
Moleong, lexy J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya
Munawar, Muhdar Dkk. (2011). Model Pendidikan Inklusif Untuk Anak Autis. Bandung, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat
Payne, James S., dan Patton, James R. (1984). Mental Retardation. Ohio : Charles E. Merrill Publishing Compani
(2)
Riduwan (2009). Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung : CV Alfabeta
Smith, J.David (2006). Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung : Nuansa
Soendari, T. Nani, M.E. (2010). Asesmen dalam Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: CV. Catur Karya Mandiri
Somantri, Sutjihati. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT.Refika Aditama.
Sudjana, N. (2005). Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung : Sinar Baru Sugiyono. (2008). Metodelogi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D. Bandung: Penerbit Alfabeta
Suherman, Uman (2009). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung : Rizqi Press
Tarsidi, D. (2002). Pendidikan Inklusif Ketika hanya ada sedikit sumber.
Tersedia [online]:
http://www.eenet.org.uk/resources/docs/IE%20few%20resources%20Baha sa.pdf
Ulfatusholihat, Ria (2009). Peran Orang Tua dalam Penyesuaian Diri Anak
Tunagrahita [online]. Tersedia :
http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2009?/ar tikel.10504152.pdf [4 juli 2010].
(3)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Meskipun kebijakan untuk menyatukan siswa berkebutuhan khusus telah ada sejak lama, tindakan nyata untuk menempatkan siswa-siswa ini di kelas pendidikan umum ternyata baru dilakukan lama setelah kebijakan itu dikeluarkan. Wacana yang terjadi di lapangan khususnya di Indonesia masih ada diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus/ABK untuk mendapatkan pendidikan. Masih banyak ditemui penolakan oleh institusi sekolah terhadap ABK. Padahal jelas-jelas itu adalah perbuatan melanggar hukum yang berlaku di negara ini. Seharusnya tidak ada lagi penolakan yang terjadi. Bukanlah hal yang tidak memungkinkan jika ABK mempunyai kemampuan kognitif yang optimal tetapi tidak mampu mengoptimalkan kemampuannya dikarenakan adanya diskriminasi pendidikan.
Badan organisasi PBB dalam bidang Pendidikan UNESCO (United Nation
Education Organization) mengemban Pendidikan Internasional. Salah satu dari
filsafat yang dipakai adalah Education For All, yaitu pendidikan untuk semua. Indonesia adalah salah satu anggota dari PBB yang juga memiliki kewajiban meningkatkan pendidikan baik secara Nasional maupun Internasional. Pada Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tercantum cita-cita bangsa, salah
(4)
satunya adalah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, dan UUD 1945 pasal 31
ayat 1 menyatakan “Tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Undang Undang nomor 4 tahun 1997 pasal 5 menyebutkan “setiap penyandang cacat
mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam aspek kehidupan dan
penghidupan”.
Dalam upaya mewujudkan demokratisasi pendidikan di Indonesia, perlu
diselaraskan dengan program UNESCO “Education for All”, hal tersebut perlu
didukung oleh lembaga formal, agar pendidikan dapat berjalan secara baik perlu melibatkan masyarakat. Paradigma Pendidikan Luar Biasa di Indonesia telah mengalami perkembangan dengan terjadinya perubahan segregrasi kearah yang lebih inklusif. Hal ini telah ditegaskan oleh Deklarasi Pendidikan Untuk Semua, yang menyatakan bahwa selama memungkinkan semua anak seharusnya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan atau perbedaan yang mungkin ada pada mereka.
Pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi pernyataan Salamanca tahun 1994. Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan sekolah-sekolah reguler dapat melayani semua anak terutama anak-anak yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus. Di Indonesia melalui SK Mendiknas No.002 /u /1986 telah terintis pengembangan sekolah regular yang melayani penuntasan wajib belajar bagi anak berkebutuhan khusus. Dalam “Deklarasi
(5)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
jelas menyebutkan tujuh point yang membahas menjamin dalam hal pendidikannya.
Sekolah merupakan suatu wadah atau tempat bagi setiap anak belajar secara formal untuk mendapatkan layanan pendidikan sebagai bekal bagi mereka dalam menghadapi masa depannya. Setiap anak menginginkan mereka dapat diterima dan menjadi bagian dari komunitas sekolah baik itu di kelas, dengan guru, dan teman sebaya. Penerimaan yang baik dilingkungan sekolah akan membantu anak untuk dapat bersosialisasi dan beradaptasi dalam lingkungan yang lebih luas yakni dalam lingkungan masyarakat. Hal ini juga berlaku pada anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus.
Dewasa ini sebagian anak yang berkebutuhan khusus sudah ada yang mengikuti pendidikan di sekolah regular, namun karena ketiadaan pelayan khusus bagi mereka, akibatnya mereka berpotensi tinggal kelas yang pada akhirnya akan putus sekolah. Akibat lebih lanjut program wajib belajar pendidikan 9 tahun akan sulit tercapai. Untuk itu perlu dilakukan terobosan dengan memberikan kesempatan dan peluang kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperolah pendidikan di sekolah regular. yang disebut dengan istilah “pendidikan inklusif”.
Dalam pendidikan inklusif, semua anak belajar dan memperoleh dukungan yang sama dalam proses pembelajaran dengan anak-anak regular. Apabila ada kegagalan dalam belajar, maka kegagalan itu adalah kegagalan sistem. Pendidikan inklusif juga dapat menangani semua jenis individu, bukan
(6)
hanya anak yang mengalami kecacatan. Dengan demikian, guru dan sekolah bertanggung jawab terhadap pembelajaran anak, dan pembelajaran berfokus pada kurikulum yang fleksibel. Soebagyo Brotosedjati (2003:3), memberikan batasan tentang pendidikan inklusif yaitu “suatu model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak cacat (berkebutuhan khusus) yang diselenggarakan bersama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang
berlaku di lembaga yang bersangkutan”.
Pendidikan inklusif adalah “sebuah sistem pendidikan dimana anak berkebutuhan khusus dapat belajar di sekolah umum yang ada dilingkungan mereka dan sekolah tersebut dilengkapi dengan layanan pendukung serta
pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak”.
(Konferensi tingkat menteri pendidikan negara-negara Afrika - MINEDAF VIII). Pendidikan inklusif sangat relevan dengan falsafah negara kita, yaitu Bhineka Tunggal Ika. Berangkat dari kebhinekaan maka sistem pendidikan di Indonesia harus memungkinkan terjadinya interaksi antara siswa yang beragam. Dengan demikian akan terjadi sikap silih asah, silih asih dan silih asuh dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga walaupun karakteristik dari siswa dalam satu kelas atau satu sekolah beragam, tetapi tetap dapat belajar secara bersama-sama.
Pendidikan Inklusif berarti bahwa sekolah dan pendidik harus mengakomodasi dan bersikap tanggap terhadap peserta didik secara individual. Prinsip ini mengakui bahwa sekolah merupakan komunitas pembelajaran,
(7)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
pendidikan sebagai tujuan seumur hidup, dan sasaran akhir tercapainya warga negara yang sehat dan produktif. Dengan demikian perlu ada pembenahan dalam perangkat pendidikan itu sendiri. Adanya tenaga profesional, yaitu GPK yang dapat memahami pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk ditempatkan di sekolah inklusi sedikit menjawab kegelisahan dalam sekolah inklusi itu sendiri. Prastowo (2005), mengartikan GPK sebagai “seorang yang dapat membantu guru kelas dalam mendampingi anak berkelainan atau siswa berkebutuhan khusus pada saat diperlukan, sehingga proses pengajaran dapat berjalan lancar tanpa gangguan”.
Dari hasil realita di lapangan bahwa dalam pelaksanaannya, peran seorang guru pembimbing khusus ternyata tidak hanya dilakukan oleh guru pembimbing khusus itu sendiri, melainkan adapula yang dilakukan oleh guru pendamping. GPK berkoordinasi dengan Guru Pendamping dan Guru Reguler sehingga terbentuk pola koordinasi segitiga diantara ketiganya. Kemampuan GPK di sekolah inklusi ini dapat dikatakan cukup berat, khususnya ketika mengahadapi anak tunagrahita didalam setting inklusif ini.
American Asociation on Mental Deficiency (AAMD) (dalam Alimin dan Rochyadi, 2007 : 23) merumuskan definisi tunagrahita sebagai berikut : “mental retardation refers to significantly subaverage general intellectual functioning exxsisting concurrently with deficits in adaptif, and manifested during development”. Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa tunagrahita merupakan
(8)
suatu kondisi dengan kemampuan fungsi intelektual di bawah rata-rata dengan diiringi hambatan perilaku adaptif, dan terjadi selama periode perkembangan. “AAMD mengelompokan tunagrahita kedalam empat kelompok, yaitu ringan (mild), sedang (moderate), berat (severe), dan sangat berat (profound)” (dalam Alimin dan Rochyadi, 2007:26).
Anak tunagrahita akan mengalami kesulitan di bidang akademik serta kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena anak mengalami hambatan dalam hal kognitif dan perilaku adaptifnya. Leland (delphie, 2005:78), menyatakan bahwa : “Perilaku adaptif merupakan bentuk kemampuan seseorang berkaitan dengan keberfungsian kemandirian atau independent functioning, tanggung jawab pribadi atau personal responsibility, dan tanggung jawab social atau social responsibility”.
Dengan hambatan dalam perilaku adaptif tersebut, anak tunagrahita kurang dapat memahami dan mentaati norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dampak dari hambatan dalam perilaku adaptif tersebut, anak tunagrahita mengalami keterbatasan dalam mengartikan norma-norma, sering bertingkah laku aneh atau tidak lazim dilakukan oleh anak-anak pada umumnya. Seringkali orang lain menganggap anak tunagrahita seperti orang gila dengan tingkahlakunya yang aneh dan ganjil tersebut. Menurut Alimin dan Rochyadi (2007:47) keganjilan tingkah laku anak tunagrahita berkaitan dengan ketidaksesuaian antara perilaku yang ditampilkan dengan perkembangan umur.
(9)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
Dalam pembinaan perilaku adaptif terhadap anak tunagrahita di sekolah inklusi untuk menjalankan perannya secara profesional, maka GPK harus memiliki pemahaman yang benar mengenai peran dan tanggung-jawabnya tentang pentingnya pembinaan perilaku adaptif, sehingga ia mampu menjalankan perannya dengan optimal, dan dirasakan manfaatnya oleh semua pihak, khususnya oleh siswa berkebutuhan khusus itu sendiri. Kerjasama dan perhatian dari semua pihak yang terlibat dalam pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama, mutlak diperlukan. Dalam upaya memberikan layanan pendidikan yang terbaik bagi semua pihak.
Dari pernyataan di atas tersebut dapat menggambarkan bahwa betapa besarnya peranan GPK dalam upaya pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita, khususnya di sekolah inklusi. GPK dituntut agar anak yang memiliki kebutuhan ini dapat berperilaku sesuai aturan dan norma yang berlaku di lingkungannnya. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian mengenai peranan guru pembimbing khusus dalam upaya pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi dapat memberikan sebuah informasi kepada pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat umumnya serta pembaca itu sendiri. Dari uraian diatas tersebut, sehingga peneliti tertarik melakukan studi kasus terhadap peranan guru pembimbing khusus dalam upaya pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi.
(10)
B. Fokus Kajian Penelitian dan Pertanyaan Penelitian
Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam aspek perilaku adaptifnya, tetapi tidak berarti bahwa anak tersebut tidak memiliki suatu potensi yang dapat dikembangkan, terlebih pada anak tunagrahita ringan. Dengan memberikan perlakuan yang sesuai, potensi yang ada pada anak tunagrahita ringan dapat dikembangkan secara optimal. Tidak sedikit anak tunagrahita yang memiliki hambatan dalam perilaku adaptifnya dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, baik dalam hal sosialisasi, komunikasi maupun hal kemandirian. Hal tersebut tidak terlepas dari upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah khususnya guru pembimbing khusus (GPK). Maka dari itu, pada penelitian ini di fokuskan pada “Bagaimana Peran Guru Pembimbing Khusus (GPK) terhadap pembinaan perilaku adaptif Anak Tunagrahita Ringan di sekolah inklusif”.
C. Rumusan Masalah
Dari fokus kajian penelitian tersebut, dapat dijabarkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam penyusunan program pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi?
2. Bagaimana sistem koordinasi antara Guru Pembimbing Khusus dengan pihak sekolah dan orang tua siswa dalam hal penyusunan program pembinaan perilaku adaptif ?
(11)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
3. Bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam memberikan bimbingan kepada anak tunagrahita ringan dalam mengatasi hambatan atau permasalahan perilaku adaptif?
4. Bantuan seperti apakah yang diberikan Guru Pembimbing Khusus kepada guru reguler atau guru kelas agar mereka dapat memberikan layanan pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan ?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran upaya yang dilakukan oleh guru pembimbing khusus di dalam pembinaan perilaku adaptif pada anak tunagrahita ringan di setting sekolah inklusi. Dari paparan tersebut dapat diuraikan beberapa tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam penyusunan program pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi.
a. Mengetahui bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam penyusunan instrumen asesmen perilaku adaptif anak tunagrahita ringan.
b. Mengetahui bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam pelaksanaan asesmen.
(12)
c. Mengetahui bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam pengolahan hasil aesmen.
d. Mengetahui bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam penyusunan program perilaku adaptif untuk anak tunagrahita ringan.
2. Bagaimana sistem koordinasi antara Guru Pembimbing Khusus dengan pihak sekolah dan orang tua siswa dalam hal penyusunan program pembinaan perilaku adaptif.
a. Mengetahui bagaimana persiapan penyusunan program pembinaan perilaku adaptif bagi anak tunagrhita ringan.
b. Mengetahui bagaimana pelaksanaan program pembinaan perilaku adaptif bagi bagi anak tunagrhita ringan.
c. Mengetahui bagaimana evaluasi program pembinaan perilaku adaptif bagi bagi anak tunagrhita ringan.
d. Mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan agar sistem koordinasi berjalan dengan baik dan berkesinambungan.
3. Bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam memberikan bimbingan kepada anak tunagrahita ringan dalam mengatasi hambatan atau permasalahan perilaku adaptif.
a. Mengetahui bagaimana bimbingan yang di berikan oleh Guru Pembimbing Khusus kepada anak tunagrahita ringan.
(13)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
b. Mengetahui bagaimana proses pelaksanaan bimbingan yang diberikan oleh Guru Pembimbing Khusus.
4. Bantuan seperti apakah yang diberikan Guru Pembimbing Khusus kepada guru reguler atau guru kelas agar mereka dapat memberikan layanan pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan.
Mengetahui bagaimana cara yang dilakukan Guru Pembimbing Khusus dalam memberikan bantuan (sharing pengalaman) kepada guru kelas dan/ atau guru mata pelajaran.
2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pemikiran dan gambaran tentang pentingya upaya pembinaan perilaku adaptif pada anak tunagrahita ringan dilihat dari persepsi guru pembimbing khusus di sekolah inklusif.
b. Kegunaan Praktis
1. Bagi orang tua yang memiliki anak tunagrahita, melalui penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan gambaran mengenai pembinaan perilaku adaptif pada anak tunagrahita ringan yang dapat dilakukan oleh orang tua. Selain itu penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman akan pentingnya mengembangkan potensi yang ada pada diri anak tunagrahita.
(14)
2. Bagi Guru Pembimbing Khusus (GPK) diharapkan penelitian ini dapat menjadi pedoman atau acuan dalam membina kemampuan perilaku adaptif anak tunagrahita di sekolah khususnya dan masyarakat umumnya.
3. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memberikan informasi mengenai pembinaan perilaku adaptif pada anak tunagrahita ringan yang dilakukan oleh GPK. Dengan demikian sekolah juga dapat menerapkan apa yang telah diterapkan oleh orang tua dirumah dalam membina perilaku adaptif anaknya, sehingga orang tua dan pihak sekolah dapat bekerjasama dalam membantu membina perilaku adaptif anak tersebut.
4. Bagi peneliti sendiri dapat memberi wawasan mengenai upaya pembinaan perilaku adaptif yang diberikan kepada anak tunagrahita ringan. Serta memberikan pemahaman mengenai kehidupan anak tunagrahita ringan dan bagaimana cara menanganinya.
(15)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bersifat deskriptif. Dalam penelitian ini pada akhirnya akan mendapatkan hasil tentang peran GPK dalam pembinaan perilaku adaptif pada anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi. Proses dari awal dan hasil akhir dalam penelitian ini akan digambarkan sebagai seperti bagan dibawah ini:
Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian
Peran GPK dalam Pembinaan Perilaku Adaptif
Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Inklusi
(16)
Keterangan Bagan :
Pertama yang dilakukan peneliti adalah melakukan studi pendahuluan terhadap Guru Pembimbing Khusus dalam Pembinaan Perilaku Adaptif pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Inklusi. Setelah melakukan studi pendahuluan, penulis menentukan fokus penelitian. Setelah fokus penelitian sudah jelas, penulis menyusun dan membuat instrumen penelitian atau pedoman penelitian. Dengan instrumen tersebut penulis mengumpulkan data terhadap sumber data yaitu GPK, Guru Reguler dan Orang Tua Anak. Data tersebut dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Dari proses tersebut maka dapat ditemukan peran GPK dalam pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi.
A. Tempat dan Subjek Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar inklusi, yaitu sekolah dasar yang melayani layanan pendidikan seluruh pesertadidik dengan berbagai kebutuhan dan kemampuan yang dimilikinya. Untuk tempat penelitian sendiri, peneliti melaksanakan di SD Interaktif Abdussalam (SIAS) yang berada di tepi Jalan Cihanjuang Cibaligo No. 17 Kab. Bandung Barat. Alasan peneliti mengambil SD Interaktif Abdussalam (SIAS) sebagai tempat penelitian ini karena di sekolah ini terdapat siswa-siswi yang bervariasi. Bervariasi yang dimaksud adalah terdapat berbagai karakteristik kondisi anak yang bersekolah di SD SIAS ini, selain terdapat
(17)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
siswa reguler pada umumnya juga terdapat beberapa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Selain siswa yang berbagai kondisi, di SD SIAS ini juga terdapat Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang membantu anak berkebutuhan khusus dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Berikut gambar denah lokasi penelitian ini :
Gambar 3.2 Denah Sekolah
Ketika sekolah ini mencanangkan sistem pendidikan secara inklusif, sekolah ini menerima para siswa yang memilki kebutuhan khusus. Jumlah siswa berkebutuhan khusus (ABK) khususnya anak tunagrahita ringan di sekolah ini tiap tahun mengalami peningkatan dalam segi jumlahnya. Karena jumlah ABK yang cukup banyak, sehingga sekolah menyiapkan tenaga ahli, yaitu Guru Pembimbing Khusus (GPK) dalam membantu ABK yang ada di sekolah tersebut. Sekolah juga menghadapi kendala dengan jumlah peserta didik berkebutuhan khusus yang banyak tersebut. Dari kendala tersebut banyak ABK yang tidak didampingi oleh
B T U
Lapangan
gerbang S
Lt.1 Klinik Lt.2 Kelas 6
Lt. 1 Kelas 1,2,3 & 4 Lt.2 Mushola, kelas 5 Perpus & Ruang Guru
Lt. 1Ruang Kepsek, ruang Komputer, UKS Lt.2 Aula & Ruang Kesenian
Toilet & Tempat Wudhu
Kantin Saung
Belajar
Saung Belajar Saung Makan
Kandang Hewan
Tempat bercocok tanam Saung
Belajar U
T B
(18)
guru pembimbing khusus, padahal mereka sangat memerlukan bantuan yang diberikan oleh GPK tersebut dalam membantu perkembangannya baik dalam hal akademik maupun hal perilaku adaptifnya.
Jumlah peserta didik tiap kelasnya rata-rata menampung 20 peserta didik, dengan jumlah tersebut maka dalam satu kelas keadaannya cukup kondusif. Kelas yang dijadikan lokasi penelitian meliputi kelas 3, 4 dan 6. Pada kelas 3 terdapat ATG ringan tiga orang dengan dua GPK, kelas 4 jumlah ATG ringan sebanyak dua orang dengan GPK sebanyak dua orang dan kelas 6 ATG ringan sebanyak tiga orang dan GPK sebanyak dua orang. Berikut adalah formasi kelas yang dijadikan lokasi penelitian :
Gambar 3.3 Formasi Kelas di Kelas 3
Gambar 3.4 Formasi Kelas di Kelas 4
Keterangan: G : Guru S : Siswa ABK: Anak
Berkebutu han Khusus PT :Papan Tulis P : Pintu G PT
P S M A D I N G S S S
ABK GPK K S S S S S S U
GPK : Guru Pembimbing Khusus P : Pintu S
S
S
G PT
ABK M A D I N
S S S
GPK S S S
Keterangan: G : Guru S : Siswa PT :Papan Tulis P : Pintu U
GPK : Guru Pembimbing Khusus
(19)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
Gambar 3.5 Formasi Kelas di Kelas 6
Dalam teknis pembelajaran di tiap kelas peserta didik yang berkebutuhan khusus bersama melakukan proses belajar pembelajaran tanpa ada deskriminasi. Untuk posisi duduk tiap anak telah diatur oleh guru kelas, khusus peserta didik yang berkebutuhan khusus ditempatkan di depan kelas dengan didampingi oleh GPKnya masing-masing. Berikut profil GPK yang menjadi subjek penelitian ini:
b. Subjek Penelitian
Disini dijelaskan mengenai profil guru pembimbing khusus (GPK), mulai dari latar belakang pendidikan, pemahaman mengenai pendidikan khusus, pengalaman menjadi pendidik serta proses yang menjadikannya sebagai GPK. Pada sekolah ini terdapat 6 GPK, tetapi peneliti hanya mengambil sampel GPK hanya 3 orang saja yaitu GPK 1, GPK 2 dan GPK 3 dengan berbagai pertimbangan yang telah dilakukan. Berikut profil GPK yang menjadi subjek penelitian :
a) GPK 1
G PT
P
S M A D I N G S ABK S
S S S S GPK S S S U Keterangan: G : Guru S : Siswa PT :Papan Tulis P : Pintu S
S
S
GPK : Guru Pembimbing Khusus ABK : Anak
Berkebutuhan Khusus
(20)
Pendidikan : S1 PAI
Usia : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Lama menjadi GPK : 1 tahun
Lama menjadi pendidik selain GPK : 1 tahun
Proses menjadi GPK : melamar
Pengetahuan ke-PLB-an dari : sekolah Riwayat singkat :
GPK 1 ini mendampingi peserta didik berkebutuhan khusus di kelas tiga SD. Selama menjadi GPK di sekolah ini, GPK 1 ini bertugas bukan hanya membantu anak dalam aspek akademiknya saja, melainkan dia juga sering melakukan berupa treatment mengenai perilaku sosial yang menyimpang pada anak asuhnya. Proses menjadi GPK yaitu dengan cara melamar langsung ke sekolah, dengan latar pendidikan yang sesuai maka sekolahpun menerima GPK 1 ini menjadi GPK tetap di sekolah ini.
b) GPK 2
Pendidikan : S1 PLB
Usia : 24 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Lama menjadi GPK : 2 tahun
Lama menjadi pendidik selain GPK : -
(21)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
Pengetahuan ke-PLB-an dari : perkuliahan Riwayat singkat :
GPK 1 ini bertugas di kelas 4 SD, memegang salah satu anak tunagrahita ringan di kelas tersebut. Dari latar belakang pendidikan GPK 4 ini berasal dari jurusan PLB, sehingga tidak mengalami hambatan dalam mengemban tugas yang diberikan oleh pihak sekolah. GPK 4 ini telah menjadi GPK di sekolah ini selama 2 tahun, proses dia menjadi GPK yaitu dengan bantuan temannya dalam proses melamarnya. Ketika peneliti melakukan pengamatan terhadap GPK 2 ini, terlihat sangat kooperatif dalam membantu anak, khususnya dalam hal memperbaiki perilaku adaptifnya di kelas maupun di lingkungan sekolah.
c) GPK 3
Pendidikan : S1 PAI
Usia : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Lama menjadi GPK : 2 tahun
Lama menjadi pendidik selain GPK : 7 tahun
Proses menjadi GPK : di rekrut
Pengetahuan ke-PLB-an dari : sharing, dan dari teman Riwayat singkat :
GPK 3 ini merupakan salah satu GPK yang memilki waktu jam kerja yang lebih lama dibandingkan dengan GPK yang lainnya di
(22)
sekolah ini. Di lingkungan sekolah GPK 3 ini sering melakukan
sharing/ berbagi mengenai cara menangani ABK, khususnya ATG
ringan yang ada di sekolah dengan GPK yang lainnya. Proses menjadi GPKnya sendiri GPK 3 ini dengan cara direkrut langsung oleh pihak sekolah, karena kebutuhan yang sangat penting yang dihadapi oleh sekolah tersebut. Dalam keseharian mengerjakan tugasnya, GPK 3 ini memegang dua anak berkebutuhan khusus, tetapi dengan waktu yang berbeda.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bersifat deskriptif, yaitu penilitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat ini (Nana Sudjana, 1997:64).. Pendekatan kualitatif atau kajian kualitatif (qualitative research atau
qualitative study) digunakan dalam penelitian ini, karena penelitian ini
menekankan pada upaya atau peran guru pembimbing khusus dalam membina perilaku adaptif anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi. Penelitian ini menekankan pada upaya investigative untuk mengkaji secara natural (alamiah) fenomena yang tengah terjadi dalam keseluruhan kompleksitasnya (Sastradipoera, 2005:226-227). Penelitian ini bersifat deskriftif karena berusaha mendeskrifsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang dimana peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatiannya untuk kemudian dijabarkan sebagaimana adanya.
(23)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Van Maanen dalam Tarsidi (2002) bahwa „Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang berupaya mendeskrifsikan, mengungkap, mengenalkan dan menafsirkan fenomena social tertentu yang terjadi secara alami dari segi makna bukan frekuensi‟. Tarsidi (2002) mendeskripsikan „pendekatan kualitatif sebagai penyelidikan atas pemikiran kritis, fenomena social tanpa bergantung pada abstrack symbol-simbol numeric. Moleong (2004: 3) mengemukakan lima karakteristik utama penelitian kualitatif, yaitu:
(1)peneliti sendiri sebagai instrument utama untuk mendatangi secara langsung sumber data, (2) mengimplikasikan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini lebih cenderung dalam bentuk kata-kata daripada angka, (3) menjelaskan bahwa hasil penelitian lebih menekankan kepada proses, tidak semata-mata kepada hasil, (4)melalui analisis peneliti mengungkap makna dari keadaan yang diamati, (5) mengungkap makna sebagai hasil yang esensial dari pendekatan kualitatif.
Alasan menggunakan penelitian kualitatif antara lain karena (1) metode ini telah digunakan secara luas dan dapat meliputi lebih banyak segi dibanding dengan metode penyelidikan lain, (2) metode ini banyak memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan melalui pemberian informasi keadaan mutakhir, dan dapat membantu mengidentifikasi factor yang berguna untuk pelaksanaan percobaan, (3) dapat digunakan dalam menggambarkan keadaan yang mungkin terdapat dalam situasi tertentu, (4) data yang terkumpul dianggap sangat bermanfaat dalam membantu untuk menyesuaikan diri, atau dapat memecahkan masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari, (5) membantu mengetahui bagaimana caranya
(24)
mencapai tujuan yang diinginkan, dan (6) dapat diterapkan pada berbagai masalah.
C. Prosedur Penelitian
Seperti yang telah dijelaskan pada metode penelitian, penelitian ini terdiri dari satu tahap. Pada tahap prosedur penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Proses persiapan, pengambilan, dan pengolahan data pada penelitian ini akan digambarkan pada bagan dibawah ini :
Membuat item pedoman wawancara
Melakukan validasi pedoman wawancara
dengan profesional
judgment
Merevisi pedoman wawancara hasil
judgment expert
Mendata subjek (Guru Pembimbing Khusus/
GPK)
Pemilihan subjek sebanyak 3 orang dilihat dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu
Melakukan proses wawancara terhadap 3
orang subjek terpilih Melakukan proses transkrip/ verbatim
data wawancara
Melakukan proses analisis data yang berupa reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan.
TAHAP
(25)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
D. Instrument Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, adapun instrumen dalam penelitian kualitatif yaitu peneliti itu sendiri. Dari pernyataan tersebut peneliti disini sebagai human instrument, yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2008: 222). Selain itu kedudukan peneliti dalam penelitian ini sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. Dalam kondisi ini dapat disimpulkan bahwa peneliti sebagai instrument kunci dalam penelitian.
Agar penelitian ini berjalan dengan baik dan terarah, maka peneliti merancang, membuat dan mengembangkan instrumen penelitian. Dengan adanya instrumen penelitian ini, diharapkan peneliti dapat menemukan berbagai data-data yang terdapat di lapangan. Data yang terkumpul tersebut dapat dijadikan acuan untuk membuat penelitian ini menjadi jelas sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan studi dokumentasi.
1. Wawancara.
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si
(26)
penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara) (Moleong, 2007:193).
Data yang dikumpulkan melalui wawancara bersifat verbal, hasil wawancara direkam agar memudahkan peneliti dalam mendokumentasikan berbagai data dan informasi yang disampaikan responden. Dengan teknik wawancara peneliti akan mengetahui hal-hal lebih mendalam tentang partisipan dalam memandang situasi atau fenomena yang terjadi.
Wawancara dilakukan terhadap guru pembimbing khusus dan guru reguler atau guru kelas serta orang tua dengan pedoman instrumen yang telah disusun. Data yang diperoleh melalui wawancara akan direkam dengan menggunakan alat perekam/ tape
recorder lalu hasil dari wawancara tersebut dicatat ke dalam transkrip
wawancara. Pada saat wawancara berlangsung peneliti membuat beberapa catatan lapangan yang diharapkan mampu membantu dalam melakukan analisis data.
Moleong (2007:190) mengungkapkan wawancara yang dilakukan adalah wawancara yang bersifat terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya (interviewer) menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertnayaan yang diajukan. Dari uaraian tersebut maka dalam melakukan wawancara,
(27)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
peneliti menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis untuk memudahkan pengumpulan data.
2. Observasi
Kegiatan pengamatan dalam penelitian ini yaitu dengan observasi partisipatif. Dalam observasi ini peneliti terlibat dalam kehidupan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagi sumber penelitian. Peneliti mengamati apa yang dilakukan pembimbing khusus (GPK) dalam upaya pembinaan perilaku adaptif pada anak tunagrahita ringan. Dengan observasi partisipan ini data yang diperoleh akan lebih lengkap, spesifik dan mengetahui arti dari setiap perilaku atau peristiwa yang tampak. Kegiatan observasi dilakukan oleh peneliti, dengan menggunakan lembar observasi yang telah disusun. 3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi ini berhubungan dengan dokumen-dokumen yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Hasil penelitian akan lebih kredibel/ dapat dipercaya bila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik yang telah ada. Ada dua kategori foto-foto yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif, yaitu foto yang dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri (Bogdan dan Biken, 1982:102 dalam Moleong 2011:160).
(28)
Fokus Penelitian Rumusan Pertanyaan Penelitian Ruang Lingkup Aspek yang Diteliti Tenik Penelitian Instrumen
Penelitian Informan
Peran Guru Pembimbing Khusus (GPK) terhadap pembinaan perilaku adaptif Anak 1. Keterlibatan GPK dalam persiapan penyusunan program pembinaan perilaku adaptif a.Penyusunan instrumen Asessmen Pemahahan -Konsep -Ruang lingkup Penyusunan Instrumen -Langkah -Ruang lingkup Hambatan Upaya yang
dilakukan Saran Penyelesaian Wawancara Studi dokumentasi Pedoman wawancara Pedoman studi dokumentasi GPK Guru Reguler b.Pelaksanaan Asessmen
Langkah Teknik Hambatan Upaya yang
dilakukan Saran Penyelesaian Wawancara Studi dokumentasi Observasi Pedoman wawancara Pedoman studi dokumentasi Pedoman Observasi GPK Guru Reguler c.Pengolahan Asessmen
Analisis hasil asessmen Hasil Asessmen/ kesimpulan rekomendasi Wawancara Studi dokumentasi Pedoman wawancara Pedoman studi dokumentasi GPK Guru Reguler d.Penyusunan Program
Langkah penyusunan program Pertimbangan dalam penyusunan program Mekanisme penyusunan program Bentuk program Hambatan Upaya yang
dilakukan Saran penyelesaian Wawancara Studi dokumentasi Pedoman wawancara Pedoman studi dokumentasi GPK Guru Reguler
(29)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012 Tunagrahita Ringan di sekolah inklusif koordinasi GPK dengan pihak sekolah dan orang tua siswa
penyusunan program pembinaan perilaku adapftif instrumen penelitian Pelaksanaan asessmen Pengolahan hasil asessmen Penyusunan program pembinaan perilaku adaptif Studi dokumentasi wawancara Pedoman studi dokumentasi Guru Reguler b.Pelaksanaan program pembinaan perilaku adapftif Sistem kerjasama dalam PBM Sistem kerjasama dalam proses bimbingan Penyusunan program Wawancara Studi dokumentasi Pedoman wawancara Pedoman studi dokumentasi GPK Guru Reguler Orang tua siswa
c.Evaluasi Perencanaan evaluasi Koordinasi dengan pihak yang terkai Bentuk evaluasi -Proses -Hasil rekomendasi Wawancara Studi dokumentasi Pedoman wawancara Pedoman studi dokumentasi Guru Reguler
d.Upaya agar sistem koordinasi berjalan baik Hambatan -Dalam persiapanpe nyusunan program -Dalam pelaksanaan program -Dalam evaluasi
Upaya yang dilakukan saran Wawancara Studi dokumentasi Pedoman wawancara Pedoman studi dokumentasi GPK Guru Reguler Orang tua siswa 3. Bimbingan GPK kepada Anak Tunagrahita di a. Bimbingan yang dilakukan Waktu pelaksanaan bimbingan Pertimbangan Wawancara Studi dokumentasi Observasi Pedoman wawancara Pedoman studi GPK Guru Reguler
(30)
E. Pengujian Keabsahan Data
Penelitian kualitatif menghadapai persoalan penting mengenai pengujian keabsahan data hasil penelitian. Banyak hasil penelitian kualitatif yang diragukan kebenerannya karena beberapa hal, antara lain: subjektivitas peneliti, alat penelitian banyak kelemahan, dan akurasi penelitian. Pemeriksaan keabsahan data mempunyai tujuan untuk menetapkan keabsahan
sekolah inklusif diberikannya bimbingan Tempat pelaksanaan bimbingan dokumentasi Pedoman Observasi b.Bentuk bimbingan
Bagaimana bentuk bimbingan Wawancara Studi dokumentasi Observasi Pedoman wawancara Pedoman studi dokumentasi Pedoman Observasi GPK Guru Reguler
4. Bantuan GPK kepada guru reguler agar dapat memberikan layanan pembinaan perilaku adaptif
a. Cara GPK memberikan bantuan kepada guru reguler Sharing Rekomendasi Diskusi Formal Non-Formal Lain-lain Wawancara Studi dokumentasi Observasi Pedoman wawancara Pedoman studi dokumentasi Pedoman Observasi GPK Guru Reguler b.Ruang lingkup bantuan Dalam penyusunan program Pelaksanaan program Evaluasi dan
penilaian Rekomendasi Lain-lain Wawancara Studi dokumentasi Pedoman wawancara Pedoman studi dokumentasi GPK Guru Reguler
c. Jika bantuan diberikan
Waktu pemberian bantuan Tempat Pertimbangan pemberian bantuan Lain-lain Wawancara Studi dokumentasi Pedoman wawancara Pedoman studi dokumentasi GPK Guru Reguler
(31)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
data. Pelaksanaan pemeriksaan keabsahan data itu sendiri didasarkan pada kriteria yang digunakan dalam suatu penelitian.
Pelaksanaan pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi. Moleong (2007:330) menyebutkan bahwa “triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”.
Moleong (2011: 324) pengujian keabsahan data didasarkan empat kriteria, yaitu derajar kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confimability). Moleong membangun teknik pengujian keabsahan data yang diberi nama teknik pemeriksaan, berikut uraiannya:
Tabel 3.1
Pemeriksaan Data Kualitatif Moleong (Moleong dalam Burhan Bungin, 2007: 254)
Kriteria Teknik Pemeriksaan
Kredibilitas
(Derajat Kepercayaan)
1) Perpanjangan keikiutsertaan 2) Ketekunan pengamatan 3) Triangulasi
4) Pengecekan sejawat 5) Kecukupan referensial 6) Kajian kasus negatif 7) Pengecekan anggota
(32)
Kepastian 8) Uraian rinci
Kebergantungan 9) Audit kebergantungan
Kepastian 10)Audit kepastian
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pengujian keabsahan data harus didasarkan empat kriteria tersebut. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi teknik, yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi direduksi. Proses reduksi dalam penelitian ini dengan menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu isi dari data. Selanjutnya yaitu proses pengkodean dengan menggunakan analisis konten, dan diorganisasi dengan cara sedemikian rupa dengan menggunakan analisis domain berdasarkan kategori-kategori yang ditemukan. Kemudian dilakukan analisis komparatif dengan melakukan cek silang diantara kedua data tersebut. Setiap sumber data di crosscheck dengan sumber data lainnya. Dengan demikian validitas data yang ada dapat dipertanggungjawabkan, karena data akhir yang didapat adalah hasil perbandingan dari berbagai metode pengambilan datanya.
F. Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah analisis yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman yang mencakup tiga kegiatan yang bersamaan, yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data
(33)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
1. Reduksi Data ( Data Reduction)
Data yang dihasilkan melalui hasil wawancara, studi dokumentasi dan observasi dalam proses penelitian begitu banyak sehingga perlu dilakukannya reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya (Sugiyono, 2008,: 247). Mereduksi data berfungsi untuk data berfungsi untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi sehingga interpretasi bisa ditarik (Basrowi dan Suwandi, 2008: 209).
Pada tahap ini, reduksi dilakukan setelah proses wawancara ditulis kedalam transkrip wawancara, kemudian peneliti mengidentifikasi satuan-satuan data atau pernyataan-pernyataan subjek yang memiliki makna bila dikaitkan dengan fokus penelitian kali ini. Kemudian dilakukan analisis komparatif dengan melakukan crosscheck atau cek silang di antara kedua data tersebut. Setiap sumber data dicrosscheck dengan sumber data lainnya. Dengan demikian validitas data yang ada dapat dipertanggungjawabkan.
2. Penyajian Data ( Display Data)
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan (Basrowi dan Suwandi, 2008: 209). Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan
(34)
kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut (Sugiyono, 2008: 249). Penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa teks yang bersifat naratif yang telah dipilah-pilah ke dalam bagian-bagian/ aspek yang memiliki kesamaan.
3. Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi (Conclusion Drawing/ Verification)
Setelah data direduksi dan data disajikan maka langkah selanjutnya adalah menarik kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Basrowi dan Suwandi (2008: 210) mengungkapkan :
Dalam tahap ini, peneliti membuat rumusan proposisi yang terkait dengan prinsip logika, mengangkatnya sebagai temuan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji secara berulang-ulang terhadap data yang ada, pengelompokan data yang telah terbentuk, dan proposisi yang telah dirumuskan
Dalam menarik kesimpulan perlu melakukan verifikasi data agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu perlu dilakukan verifikasi yang merupakan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali dengan cepat. Peneliti selain melakukan verifikasi yang telah dijelaskan, juga melakukan verifikasi melalui berdiskusi, atau saling memeriksa antar teman. Hal dilakukan untuk mencegah penilaian yang bersifat subjektif.
(35)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pelayanan bantuan dalam hal perilaku adaptif anak merupakan bagian yang sangat penting, dengan cara memberikan pembinaan perilaku adaptif merupakan salah satu jawabannya. Pada lokasi yang menjadi lokasi penelitian GPK sudah melakukan pembinaan perilaku pada anak tunagrahita ringan yang ada di sekolah tersebut. Fakta yang terjadi belum semua GPK melakukan pembinaan perilaku adaptif ini secara terstruktur dan prosedural. Kinerja GPK masih belum optimal dalam menyusun instrumen, koordinasi dengan pihak lain, memberikan bimbingan kepada anak, dan memberikan bantuan kepada guru reguler/ guru kelas.
Untuk menjalankan perannya secara profesional, GPK harus memiliki pemahaman dan kemampuan yang baik mengenai peran dan tanggung-jawabnya di sekolah inklusi. Dengan pemahaman dan kemampuan tersebut diharapkan GPK mampu menjalankan perannya dengan optimal, dan dirasakan manfaatnya oleh semua pihak, khususnya oleh anak tunagrahita ringan. Aspek kerjasama dan perhatian dari semua pihak yang terlibat juga mutlak diperlukan dalam upaya pembinaan perilaku adaptif bagi siswa berkebutuhan khusus untuk mencapai tujuan yang diharapkan bersama. B. Implikasi
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi refleksi bagi setiap pihak-pihak yang berkaitan untuk dapat lebih maksimal dan optimal dalam
(36)
membantu pesertadidik, khususnya yang memiliki keterbatasan. Berikut saran dan rekomendasi yang dapat diberikan penulis dari hasil penelitian ini, antaralain :
1.Bagi GPK
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian di atas bahwa salah satu syarat sekolah yang inklusi yaitu adanya tenaga Guru Pembimbing Khusus (GPK). Maka disini perlu adanya peningkatan profesionalisme dalam mengemban kinerjanya. Tugas GPK adalah membantu guru reguler dalam melaksanakan kegiatan selama di kelas dan di sekolah umumnya. Menyusun instrumen asesmen, melakukan koordinasi dengan pihak yang terkait, melakukan bimbingan adalah hal yang wajib dilakukan oleh GPK. Dan semoga dari penelitian ini dapat memberikan sedikit bantuan kepada GPK, khususnya dalam hal pembinaan perilaku adaptif.
2.Bagi Guru Reguler
Guru reguler di sekolah inklusi adalah partner dari Guru Pembimbing Khusus (GPK). Jadi diharapkan Guru Reguler dan GPK dapat saling bekerjasama untuk melakukan pembinaan perilaku adaptif pada peserta didik yang memilki kebutuhan khsusu di kelasnya. Koordinasi dengan cara sharing dan diskusi membahas hambatan dan kebutuhan yang dihadapi anak adalah salah satu jalannya.
(37)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
Keluarga sebagai tempat terdekat dengan anak sehingga keluarga harus lebih mengetahui kebutuhan anak dan harus memberikan motivasi dan bimbingan terhadap anak. Bimbingan perilaku adaptif yang lebih intens juga perlu dilakukan orang tua kepada anaknya. Orang tua adalah sosok yang selalu bersama dan lebih lama dalam segi kuantitas waktunya. Hal tersebut perlu dimanfaatkan oleh orang tua secara efektif dan efisien mungkin. Bentuk kasih sayang dan ketulusan adalah hal yang mutlak harus diberikan kepada anak agar anak tersebut merasa nyaman dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.
4.Bagi Peneliti Selanjutnya
Dari hasil penelitian ini, semoga dapat menjadi sebuah acuan dan dapat memberikan gambaran secara umum mengenai bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus (GPK) dalam pembinaan perilaku adaptif pada anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi. Penelitian ini bukan untuk menilai baik atau buruknya kinerja GPK itu, melainkan untuk melihat sejauh mana proses pembinaan perilaku adaptif ini berjalan. Ketika peneliti selanjutnya membaca hasil penelitian ini, semoga penelitan yang berkaitan dengan penelitian ini dapat menjadi masukan agar menjadi lebih baik.
(38)
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A..Latar Belakang Masalah ... 1
B..Fokus Kajian Penelitian dan Pertanyaan Penelitian ... 8
C..Rumusan Masalah ... 8
D..Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9
BAB II LANDASAN TEORI ... 13
A..Pengetian Tunagrahita ... 13
B..Pengertian Tunagrahita Ringan ... 17
C..Pengertian Perilaku Adaptif ... 18
D..Pengertian Guru Pembimbing Khusus ... 26
E..Pengertian Sekolah Inklusi ... 32
F..Penelitian Dahulu yang Relevan ... 40
BAB III METODE PENELITIAN ... 41
A..Tempat dan Subjek Penelitian ... 42
B..Metode Penelitian ... 48
C..Prosedur Penelitian ... 50
(39)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
F..Teknik Analisis Data ... 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61
A..Hasil Penelitian ... 61
a. Keterlibatan GPK dalam Persiapan Penyusunan Program Pembinaan Perilaku Adaptif ... 62
b. Sistem Koordinasi GPK dengan Pihak Sekolah dan Orang Tua Siswa ... 70
c. Bimbingan GPK terhadap ATG Ringan di Sekolah ... 77
d. Bantuan GPK terhadap Guru Reguler agar dapat Memberikan Layanan Pembinaan Perilaku Adaptif ... 80
C..Pembahasan ... 82
a. Keterlibatan GPK dalam Persiapan Penyusunan Program Pembinaan Perilaku Adaptif ... 82
b. Sistem Koordinasi GPK dengan Pihak Sekolah dan Orang Tua Siswa ... 90
c. Bimbingan GPK terhadap ATG Ringan di Sekolah ... 100
d. Bantuan GPK terhadap Guru Reguler agar dapat Memberikan Layanan Pembinaan Perilaku Adaptif ... 104
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKSI ... 108
A..Kesimpulan ... 108
B..Implikasi ... 108
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(40)
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1 ... 14
TABEL 2.2 ... 16
TABEL 2.3 ... 22
(41)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1 ... 29
GAMBAR 3.1 ... 41
GAMBAR 3.2 ... 43
GAMBAR 3.3 ... 44
GAMBAR 3.4 ... 44
GAMBAR 3.5 ... 45
(1)
109
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
Peran Guru Pembimbing Khusus Dalam Pembinaan Perilaku Adaftif Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
membantu pesertadidik, khususnya yang memiliki keterbatasan. Berikut saran dan rekomendasi yang dapat diberikan penulis dari hasil penelitian ini, antaralain :
1.Bagi GPK
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian di atas bahwa salah satu syarat sekolah yang inklusi yaitu adanya tenaga Guru Pembimbing Khusus (GPK). Maka disini perlu adanya peningkatan profesionalisme dalam mengemban kinerjanya. Tugas GPK adalah membantu guru reguler dalam melaksanakan kegiatan selama di kelas dan di sekolah umumnya. Menyusun instrumen asesmen, melakukan koordinasi dengan pihak yang terkait, melakukan bimbingan adalah hal yang wajib dilakukan oleh GPK. Dan semoga dari penelitian ini dapat memberikan sedikit bantuan kepada GPK, khususnya dalam hal pembinaan perilaku adaptif.
2.Bagi Guru Reguler
Guru reguler di sekolah inklusi adalah partner dari Guru Pembimbing Khusus (GPK). Jadi diharapkan Guru Reguler dan GPK dapat saling bekerjasama untuk melakukan pembinaan perilaku adaptif pada peserta didik yang memilki kebutuhan khsusu di kelasnya. Koordinasi dengan cara sharing dan diskusi membahas hambatan dan kebutuhan yang dihadapi anak adalah salah satu jalannya.
(2)
110
Keluarga sebagai tempat terdekat dengan anak sehingga keluarga harus lebih mengetahui kebutuhan anak dan harus memberikan motivasi dan bimbingan terhadap anak. Bimbingan perilaku adaptif yang lebih intens juga perlu dilakukan orang tua kepada anaknya. Orang tua adalah sosok yang selalu bersama dan lebih lama dalam segi kuantitas waktunya. Hal tersebut perlu dimanfaatkan oleh orang tua secara efektif dan efisien mungkin. Bentuk kasih sayang dan ketulusan adalah hal yang mutlak harus diberikan kepada anak agar anak tersebut merasa nyaman dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.
4.Bagi Peneliti Selanjutnya
Dari hasil penelitian ini, semoga dapat menjadi sebuah acuan dan dapat memberikan gambaran secara umum mengenai bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus (GPK) dalam pembinaan perilaku adaptif pada anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi. Penelitian ini bukan untuk menilai baik atau buruknya kinerja GPK itu, melainkan untuk melihat sejauh mana proses pembinaan perilaku adaptif ini berjalan. Ketika peneliti selanjutnya membaca hasil penelitian ini, semoga penelitan yang berkaitan dengan penelitian ini dapat menjadi masukan agar menjadi lebih baik.
(3)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
Peran Guru Pembimbing Khusus Dalam Pembinaan Perilaku Adaftif Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A..Latar Belakang Masalah ... 1
B..Fokus Kajian Penelitian dan Pertanyaan Penelitian ... 8
C..Rumusan Masalah ... 8
D..Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9
BAB II LANDASAN TEORI ... 13
A..Pengetian Tunagrahita ... 13
B..Pengertian Tunagrahita Ringan ... 17
C..Pengertian Perilaku Adaptif ... 18
D..Pengertian Guru Pembimbing Khusus ... 26
E..Pengertian Sekolah Inklusi ... 32
F..Penelitian Dahulu yang Relevan ... 40
BAB III METODE PENELITIAN ... 41
A..Tempat dan Subjek Penelitian ... 42
B..Metode Penelitian ... 48
C..Prosedur Penelitian ... 50
(4)
E..Pengujian Keabsahan Data ... 56
F..Teknik Analisis Data ... 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61
A..Hasil Penelitian ... 61
a. Keterlibatan GPK dalam Persiapan Penyusunan Program Pembinaan Perilaku Adaptif ... 62
b. Sistem Koordinasi GPK dengan Pihak Sekolah dan Orang Tua Siswa ... 70
c. Bimbingan GPK terhadap ATG Ringan di Sekolah ... 77
d. Bantuan GPK terhadap Guru Reguler agar dapat Memberikan Layanan Pembinaan Perilaku Adaptif ... 80
C..Pembahasan ... 82
a. Keterlibatan GPK dalam Persiapan Penyusunan Program Pembinaan Perilaku Adaptif ... 82
b. Sistem Koordinasi GPK dengan Pihak Sekolah dan Orang Tua Siswa ... 90
c. Bimbingan GPK terhadap ATG Ringan di Sekolah ... 100
d. Bantuan GPK terhadap Guru Reguler agar dapat Memberikan Layanan Pembinaan Perilaku Adaptif ... 104
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKSI ... 108
A..Kesimpulan ... 108
B..Implikasi ... 108
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(5)
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
Peran Guru Pembimbing Khusus Dalam Pembinaan Perilaku Adaftif Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1 ... 14
TABEL 2.2 ... 16
TABEL 2.3 ... 22
(6)
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1 ... 29
GAMBAR 3.1 ... 41
GAMBAR 3.2 ... 43
GAMBAR 3.3 ... 44
GAMBAR 3.4 ... 44
GAMBAR 3.5 ... 45