PENGARUH AKTIVITAS KOLASE TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS PADA SISWA CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK.

(1)

No. 018/PKh-FIP-UPI-S1/Juni/2013

PENGARUH AKTIVITAS KOLASE TERHADAP

PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS PADA

SISWACEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK

(Penelitian Single Subject Research pada SiswaKelas VII SMPLB-DYPAC Bandung)

SKRIPSI

DiajukanuntukMemenuhiSebagian

dariSyaratuntukMemperolehGelarSarjanaPendidikan Program StudiPendidikanKhusus

Oleh

YENI RACHMAWATI 0901537

JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PENGARUH AKTIVITAS KOLASE TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS PADA SISWA CEREBRAL PALSY

TIPE SPASTIK

(Penelitian Single Subject Research pada Siswa Kelas VII SMPLB-D YPAC Bandung)

Oleh Yeni Rachmawati

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Yeni Rachmawati 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(3)

(4)

Yeni Rachmawati, 2013

ABSTRAK

PENGARUH AKTIVITAS KOLASE TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS PADA SISWA CEREBRAL PALSY TIPE

SPASTIK

OLEH: YENI RACHMAWATI (0901537)

Kesulitan yang dihadapi oleh anak cerebral palsy dengan tipe spastik yaitu ia memiliki kesulitan dalam menggunakan otot-ototnya untuk bergerak, disebabkan adanya kekejangan pada otot, akibatnya gerakan tubuh menjadi terbatas dan lambat. Dampak dari kekejangan atau kekakuan yang dialami anak cerebral palsy tipe spastik diantaranya adalah hambatan dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan kemampuan otot, yaitu kemampuan motorik halus seperti dalam kegiatan bina diri dan belajar. Untuk mengembangkan kemampuan motorik halus pada siswa cerebral

palsy tipe spastik dibutuhkan suatu metode atau aktivitas pembelajaran yang tepat

agar kemampuan motorik halus yang dimiliknya dapat dikembangkan. Salah satunya dengan aktivitas kolase yang dilakukan guna melatih motorik halus anak, koordinasi mata dan tangan melalui sebuah aktivitas yang menyenangkan serta bermanfaat. Kolase merupakan teknik yang kaya akan aktivitas yang memungkinkan untuk mengembangkan keterampilan motorik halus terutama kelenturan dalam menggunakan jari-jarinya seperti merobek dan menempel. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah aktivitas kolase berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan motorik halus pada siswa cerebral palsy tipe spastik kelas VII di SMPLB-D YPAC Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah Single Subject

Research (SSR) dengan desain penelitian A-B-A. Teknik pengumpulan data melalui

tes perbuatan dan teknik analisis data menggunakan persentase, dengan indikator mampu mengambil dan meletakkan benda dalam berbagai posisi, mampu memasang dan melepas resleting celana, serta mampu memasang dan melepas kancing baju. Hasil penelitian diperoleh mean level baseline 1 (A-1) sebesar 50,97%, mean level intervensi (B) sebesar 71,8% dan mean level baseline 2 (A-2) sebesar 85,29%. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa melalui aktivitas kolase dapat meningkatkan kemampuan motorik halus pada siswa cerebral palsy tipe spastik (MBY), terbukti dari kenaikan mean level pada setiap sesi. Hasil penelitian ini sekiranya dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pendidik dalam pemilihan aktivitas pembelajaran pada anak cerebral palsy.


(5)

i

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GRAFIK ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. IDENTIFIKASI MASALAH ... 5

C. BATASAN MASALAH ... 6

D. RUMUSAN MASALAH ... 6

E. PERTANYAAN PENELITIAN ... 6

F. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Kegunaan Penelitian... 7

G. STRUKTUR ORGANISASI ... 7

BAB II AKTIVITAS KOLASE TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS PADA SISWA CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK ... 9

A. DESKRIPSI TEORI ... 9

1. Konsep Dasar Cerebral Palsy ... 9

2. Konsep Dasar Motorik Halus ... 14

3. Konsep Dasar Kolase ... 24


(6)

ii Yeni Rachmawati, 2013

C. KERANGKA BERFIKIR ... 30

BAB III METODE PENELITIAN... 32

A. LOKASI PENELITIAN ... 32

B. SUBJEK PENELITIAN ... 32

C. DESAIN PENELITIAN ... 33

D. METODE PENELITIAN ... 34

E. VARIABEL PENELITIAN ... 34

1. Variabel Bebas (X) ... 34

2. Variabel Terikat (Y) ... 35

F. INSTRUMEN PENELITIAN ... 36

G. TEKNIK PENGUMPULAN DATA... 42

H. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS DATA ... 43

1. Pengolahan Data... 43

2. Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

A. HASIL PENELITIAN ... 47

1. Data Baseline 1 (A-1)... 47

2. Data Intervensi ... 51

3. Data Baseline 2 (A-2)... 55

B. ANALISIS DATA ... 59

1. Analisis Dalam Kondisi ... 59

2. Analisis Antar Kondisi ... 71

C. PEMBAHASAN ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. KESIMPULAN ... 83

B. SARAN ... 85


(7)

iii

LAMPIRAN ... 88 LAMPIRAN I

Surat-Surat Penelitian... 89 LAMPIRAN II

Lembar Bimbingan Skripsi ... 97 LAMPIRAN III

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 99 Instrumen Penelitian... 102 Expert Judgement ... 105 LAMPIRAN IV

Rencana Kegiatan Penelitian... 125 RPP ... 126 LAMPIRAN V

Hasil penelitian... 130 LAMPIRAN VI

Dokumentasi ... 180 Riwayat Hidup ... 183


(8)

iv Yeni Rachmawati, 2013

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perkembangan Motorik Anak Usia 3-5 Tahun ... 15

Tabel 2.2 Perkembangan Motorik Anak Usia 2-5 Tahun ... 16

Tabel 3.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bina Diri dan Bina Gerak SMPLB-D (Tunadaksa Ringan)... 37

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen untuk Mengukur Kemampuan Motorik Halus Siswa Cerebral Palsy tipe spastik ... 38

Tabel 3.3 Kriteria Penilaian Peneletian ... 39

Tabel 3.4 Para Ahli yang Melakukan Expert-Judgement ... 40

Tabel 3.5 Kriteria Penilaian Uji Validasi ... 41

Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Uji Validasi ... 41

Tabel 4.1 Pencatatan Skor Perolehan MBY pada fase Baseline 1 (A-1) ... 47

Tabel 4.2 Data Persentase Baseline (A-1)... 49

Tabel 4.3 Pencatatan Skor Perolehan MBY pada fase Intervensi (B) ... 51

Tabel 4.4 Data Persentase Intervensi (B) ... 53

Tabel 4.5 Pencatatan Skor Perolehan MBY pada fase Baseline 2 (A-2) ... 55

Tabel 4.6 Data Persentase Baseline 2 (A-2)... 57

Tabel 4.7 Panjang Kondisi (Condition Length) ... 60

Tabel 4.8 Estimasi Kecenderungan Arah (Estimate of Trend Direction) MBY ... 61


(9)

v

Tabel 4.9 Jejak Data (Data Path) ... 68

Tabel 4.10 Level Stabilitas dan Rentang (Level Stability and Range) ... 68

Tabel 4.11 Perubahan Level (Level Change) ... 69

Tabel 4.12 Rangkuman Hasil Analisis Visual dalam Kondisi ... 69

Tabel 4.13 Jumlah Variabel yang Diubah (Number of Variabel Changed) ... 71

Tabel 4.14 Perubahan Kecenderungan Arah dan Efeknya (Change in Trend Variable and Effect) ... 72

Tabel 4.15 Kecenderungan Stabilitas (Change in Trend Stability) ... 72

Tabel 4.16 Perubahan Level (Change in Level) ... 73

Tabel 4.17 Presentase Overlap ... 76


(10)

vi Yeni Rachmawati, 2013

DAFTAR GRAFIK

Grafik 3.1. Disain A-B-A ... 33 Grafik 4.1 Perolehan Data Baseline 1 (A1) Kemampuan Motorik Halus MBY 50 Grafik 4.2 Perolehan Data Intervensi (B) Kemampuan Motorik Halus MBY ... 54 Grafik 4.3 Perolehan Data Baseline 2 (A-2) Kemampuan Motorik Halus MBY 58 Grafik 4.4 Perolehan Data Baseline 1 (A1), Intervensi (B), dan Baseline 2 (A2) Kemampuan Motorik Halus MBY ... 59 Grafik 4.5 Estimasi Kecenderungan Arah Kemampuan Motorik Halus MBY .. 61 Grafik 4.6 Trend Stability Kondisi Baseline 1 (A-1) MBY ... 63 Grafik 4.7 Trend Stability Kondisi Intervensi (B) MBY ... 65 Grafik 4.8 Trend Stability Kondisi Baseline 2 (A2) MBY ... 67 Grafik 4.9 Presentase Overlap Kondisi Baseline 1 (A1) dengan Intervensi (B) 74 Grafik 4.10 Presentase Overlap Kondisi Baseline 1 (B) dengan Intervensi (A-2) ... 75 Grafik 4.10 Mean Level MBY ... 77


(11)

vii

DAFTAR BAGAN


(12)

1

Yeni Rachmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Aktivitas kehidupan sehari-hari tidak akan terlepas dari hal-hal yang berkaitan dengan keterampilan tangan, hal itu menunjukkan betapa pentingnya perkembangan dan pertumbuhan anak. Perkembangan motorik anak itu sendiri terkait erat dengan perkembangan fisiknya. Perkembangan motorik ini meliputi motorik kasar dan motorik halus. Gerakan kasar atau gross motor ini meliputi gerakan merangkak, berjalan, berlari, meloncat dan melompat, sedangkan gerakan motorik halus atau fine motor meliputi memegang, membawa, merobek kertas, menggunting, melipat, menempel, mewarnai, membuat garis, menulis dan kegiatan lain yang berkaitan dengan keterampilan tangan.

Hurlock (2007:164) berpendapat dalam bukunya yang berjudul Perkembangan Anak jilid 1 mengenai keterlambatan perkembangan motorik yang dialami oleh anak sebagai berikut:

Perkembangan motorik yang terlambat berarti perkembangan motorik yang berada di bawah norma umur anak. Akibatnya, pada umur tertentu anak tidak menguasai tugas perkembangan yang diharapkan oleh kelompok sosialnya. Sebagai contoh, anak yang berada di bawah norma umur untuk dapat berjalan

dan makan sendiri, akan dipandang sebagai anak yang „terbelakang‟.

Seperti apa yang dikatakan oleh Hurlock, masalah tersebut terjadi pula pada anak berkebutuhan khusus, terutama pada anak tunadaksa. Istilah tunadaksa merupakan istilah lain dari cacat tubuh yaitu berbagai kelainan bentuk tubuh yang mengakibatkan kelainan fungsi dari tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Anak tunadaksa berdasarkan kelompok kelainan fungsi dan jenis serta sebab yang melatarbelakanginya dikelompokkan menjadi dua yaitu anak tunadaksa yang berhubungan dengan kerusakan pada alat gerak tubuh dan sistem persarafan. Kerusakan pada alat gerak tubuh terdiri dari kerusakan tulang dan sendi serta kerusakan otot. Sedangkan, kerusakan pada sistem persarafan


(13)

2

terdiri dari kerusakan otak (cerebral palsy) dan kerusakan sumsum tulang belakang (medulla spinalis).

Soeharso (Muslim dan Sugiarmin, 1996:69) mengemukakan pengertian dari

cerebral palsy sebagaimana berikut:

Menurut arti katanya cerebral palsy terdiri dari dua perkataan, yaitu: perkataan cerebral yang berasal dari cerebrum yang berarti otak dan perkataan

palsy yang berarti kekauan. Jadi menurut arti katanya, cerebral palsy berarti

kekauan yang disebabkan karena sebab-sebab yang terletak di dalam otak.

Cerebral palsy merupakan keadaan yang komplek, tidak hanya menjadi

gangguan gerak, tetapi juga gangguan penyerta pada pendengaran, penglihatan, serta kecerdasan dan bicara, oleh karena itu anak dengan cerebral palsy di anggap sebagai kelainan yang komplek. Hambatan yang paling menonjol terjadi pada anak cerebral palsy ialah pada gangguan geraknya, dimana anak dengan cerebral

palsy mengalami gangguan fungsi motorik. Gangguan motoriknya berupa

kekakuan, kelumpuhan, gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan, gerakan ritmis dan gangguan keseimbangan.

Dilihat dari sudut gangguan pergerakan otot-otot, spastik merupakan jenis cerebral palsy yang paling banyak terjadi. Kesulitan yang dihadapi oleh

kebanyakan anak cerebral palsy dengan tipe spastik yaitu ia memiliki kesulitan dalam menggunakan otot-ototnya untuk bergerak. Hal ini disebabkan adanya kekejangan pada otot, akibatnya gerakan tubuh menjadi terbatas dan lambat. Kekejangan pada anak cerebral palsy tipe spastik akan timbul jika otot digerakan dan kekejangan tersebut akan semakin berat jika anak dalam keadaan takut, kaget atau marah.

Dampak dari kekejangan atau kekakuan yang dialami anak cerebral palsy tipe spastik diantaranya adalah hambatan dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan kemampuan otot, seperti kemampuan motorik halus. Hal tersebut menyebabkan anak sulit melakukan kegiatan yang menggunakan otot-ototnya seperti pada saat mengambil benda, memegang benda, merobek kertas, menggunting, mengancingkan baju, menulis, bermain lempar tangkap bola, menyuapkan makanan dan kegiatan sehari-hari lainnya. Dampak lain dari kekakuan yang dialami anak cerebral palsy tipe spastik sudah barang tentu


(14)

3

Yeni Rachmawati, 2013

menimbulkan berbagai masalah, seperti masalah dalam bina diri dan kegiatan belajar. Kegiatan merawat diri seperti mandi, sikat gigi, makan, minum, menggunakan pakaian dan menggunakan sepatu tentu mengharuskan seseorang untuk menggerakkan anggota gerak dan matanya secara terintegrasi. Melihat kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk melakukan kegiatan bina diri secara mandiri maka mereka membutuhkan bantuan orang lain.

Keterampilan motorik adalah keterampilan alami yang akan digunakan seumur hidup, begitu pula dengan siswa cerebral palsy tipe spastik mereka perlu difasilitasi untuk mengembangkan keterampilan motoriknya, karena pada hakekatnya anak yang memiliki keterampilan motorik yang baik akan mudah mempelajari hal-hal baru yang sangat bermanfaat dalam menjalani pendidikan. Penguasaan keterampilan motorik juga dapat memacu anak untuk menekuni bidang tertentu sejak dini seperti bermain musik, melukis, membuat kerajinan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, untuk mengembangkan kemampuan motorik halus pada siswa cerebral palsy tipe spastik dibutuhkan suatu metode atau aktivitas pembelajaran yang tepat agar kemampuan motorik halus yang dimiliknya dapat dikembangkan. Untuk mengatasi hambatan dalam motorik halus tersebut, hendaknya guru mengetahui metode atau aktivitas yang sesuai dengan keadaan siswa.

Peneliti menemukan siswa cerebral palsy tipe spastik yang duduk di kelas VII SMPLB-D YPAC Bandung dengan inisial MBY. Ia termasuk kedalam cerebral

palsy golongan sedang. Ia memerlukan bantuan dan pendidikan khusus agar dapat

mengurus dirinya sendiri dan memerlukan bantuan khusus seperti kursi roda untuk membantunya melakukan mobilisasi. Kelumpuhan anggota gerak bawah mengakibatkan kemampuannya untuk berjalan mengalami hambatan. Begitu pula kekakuan yang disertai tremor pada anggota gerak atas mengakibatkan kemampuan anak yang berhubungan dengan fungsi tangan mengalami hambatan. Peneliti berkesempatan melakukan observasi terhadap MBY selama melakukan praktek mengajar di SLB-D YPAC Bandung dan didapatkanlah beberapa informasi mengenai kondisinya. Kondisi fisiknya menyebabkan ia kesulitan dalam melakukan kegiatan yang melibatkan kemampuan motorik halus, baik


(15)

4

dalam kegiatan kehidupan sehari-hari ataupun kegiatan akademik di sekolah. Hal tersebut terlihat ketika ia kesulitan mengenakan pakaian seragam sekolah baik kaos oblong ataupun yang berkancing, ketika ia mengenakan celana, mengenakan sepatu, menyuapkan makanan dan minuman ke dalam mulutnya, mewarnai, menulis, meraih benda, memegang benda, menaruh benda, dan melempar bola.

Kemampuan motorik halus MBY masih sangat rendah. Selain itu, koordinasi mata dan tangan yang kurang baik dimana fungsi jari jemari tangan yang tidak luwes membuat ia kesulitan mengendalikan gerakan terutama yang berhubungan dengan benda yang berukuran kecil, tangannya pun masih sering bergetar dan masih kesulitan untuk mengontrol gerak tangannya serta keterbatasan penglihatannya membuat ia kesulitan melihat detail dari suatu benda, mudah terganggu konsentrasinya, cepat bosan dan mudah menyerah. Melihat kondisi yang dialami MBY maka diperlukan suatu pendekatan yang terpadu dalam memberikan aktivitas pembelajaran kepada siswa cerebral palsy tipe spastik. Salah satunya dengan aktivitas yang dilakukan guna melatih motorik halus anak, koordinasi mata dan tangan dengan sebuah aktivitas yang menyenangkan dan

bermanfaat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Muslim (1995:75) “Biasanya

kekejangan akan berkurang atau hilang kalau anak dalam keadaan tenang.” Salah

satu aktivitas tersebut ialah kolase.

Kolase merupakan teknik yang kaya akan aktivitas meremas, melipat, merobek, menempel, serta menggunting yang memungkinkan untuk mengembangkan keterampilan motorik halus terutama kelenturan dalam menggunakan jari-jarinya. Aktivitas kolase jika dilihat dari sisi dana cukup murah, karena bisa dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada dilingkungan sekitar, misalnya kertas, daun, biji-bijian, plastik, botol-botol bekas dan sebagainya. Aktivitas kolase ini merupakan aktivitas yang menyenangkan sehingga dapat membangkitkan minat anak dalam mengembangkan motorik halusnya dan dapat melenturkan tangan khususnya jari jemari anak, sehingga hal tersebut akan berpengaruh terhadap kesiapan anak dalam menulis permulaan.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian terhadap salah satu aktivitas yang kaya akan pengembangan


(16)

5

Yeni Rachmawati, 2013

kemampuan motorik halus seperti kolase. Kegiatan kolase yang akan diterapkan kepada siswa merupakan kolase yang sederhana dan mudah dilakukan oleh anak, yaitu dengan merobek kertas warna menjadi bagian yang lebih kecil kemudian menempelkannya pada kertas dengan pola gambar yang sudah tersedia. Objek yang akan ditempeli oleh sobekan kertas warna berupa gambar berbentuk lingkaran. Lingkaran dipilih karena bentuknya sederhana dan sedikit detail, selain itu kegiatan menempel dipilih untuk mengoptimalkan kemampuan motorik tangannya.

Keuntungan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah peneliti dapat mengetahui pengaruh aktivitas kolase terhadap peningkatan kemampuan motorik halus pada siswa cerebral palsy tipe spastik. Kerugian apabila penelitian ini tidak dilakukan adalah tidak akan pernah diketahui seberapa besar pengaruh aktivitas kolase terhadap peningkatan kemampuan motorik halus pada siswa cerebral palsy tipe spastik.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Adapun indentifikasi masalah pada penelitian ini adalah:

1. Salah satu hambatan yang dialami oleh kebanyakan anak cerebral palsy dengan tipe spastik yaitu ia memiliki kesulitan dalam menggunakan otot-ototnya untuk bergerak. Hal ini disebabkan adanya kekejangan pada otot, akibatnya gerakan tubuh menjadi terbatas dan lambat. Dampak dari kekejangan atau kekakuan yang dialami anak cerebral palsy tipe spastik diantaranya adalah hambatan dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan kemampuan otot, seperti kemampuan motorik halus.

2. Kemampuan motorik halus anak dengan cerebral palsy tipe spastik jelas berbeda dengan kemampuan motorik halus anak pada umumnya. Hal ini menimbulkan berbagai dampak pada kehidupan sehari-harinya, karena banyak sekali kegiatan kehidupan sehari-hari yang melibatkan kemampuan motorik halus.


(17)

6

3. Kemampuan motorik halus seseorang akan lebih baik kualitasnya jika sering dilatih dengan aktivitas atau kegiatan yang melibatkan pergerakan tubuh khususnya pergelangan dan jemari tangannya.

4. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung adanya aktivitas yang kaya akan latihan motorik halus jelas akan semakin memperburuk kondisi kemampuan anak.

C. BATASAN MASALAH

Berdasarkan identifikasi masalah diperoleh informasi bahwa siswa cerebral

palsy tipe spastik yang menjadi subjek peneliti, memiliki masalah motorik yang

berimbas pada kegiatan kehidupan sehari-hari dan kegiatan akademiknya di sekolah. Pada penelitian ini, peneliti hanya terfokus pada permasalahan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan pada aspek ketepatan yaitu dengan menerapkan sebuah aktivitas kolase. Diharapkan dengan diberikannya aktivitas kolase dapat melatih motorik halus siswa menjadi lebih baik.

D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang dan identifikasi masalah,

dapat dikemukakan rumusan masalah pada penelitian ini yaitu “Apakah aktivitas

kolase berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan motorik halus pada siswa

cerebral palsy tipe spastik kelas VII di SMPLB-D YPAC Bandung?”

E. PERTANYAAN PENELITIAN

1. Bagaimana kemampuan motorik halus siswa cerebral palsy tipe spastik sebelum diberikan aktivitas kolase?

2. Bagaimana kemampuan motorik halus siswa cerebral palsy tipe spastik setelah diberikan aktivitas kolase?

F. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum


(18)

7

Yeni Rachmawati, 2013

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah aktivitas kolase dapat meningkatkan kemampuan motorik halus pada siswa cerebral palsy tipe spastik kelas VII di SMPLB-D YPAC Bandung.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui kemampuan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan yang dikhususkan pada aspek ketepatan pada siswa cerebral palsy tipe spastik sebelum diberikan aktivitas kolase.

2) Untuk mengetahui kemampuan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan yang dikhususkan pada aspek ketepatan pada siswa cerebral palsy tipe spastik sesudah diberikan aktivitas kolase.

3) Untuk mengetahui pengaruh aktivitas kolase terhadap peningkatan kemampuan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan yang dikuhusukan pada spek ketepatan pada siswa cerebral palsy tipe spastik.

2. Kegunaan Penelitian

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inovasi terhadap kegiatan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan motorik halus bagi siswa

cerebral palsy tipe spastik.

b. Diharapkan dapat membantu siswa cerebral palsy tipe spastik untuk lebih mudah dalam persiapan menulis permulaan.

G. STRUKTUR ORGANISASI

Rincian struktur organisasi dari setiap bab dan bagian bab dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. BAB I Pendahuluan dalam penelitian ini berisi latar belakang penelitian, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Pertanyaan Penelitian serta Tujuan dan Kegunaan Penelitian.

2. BAB II Kajian Pustaka dalam penelitian ini berisi Deskripsi Teori, Penelitian Sebelumya yang Relevan, dan Kerangka Berfikir.


(19)

8

3. BAB III Metode Penelitian dalam penelitian ini berisi Subjek Penelitian, Desain Penelitian, Metode Penelitian, Variabel Penelitian, Instrumen Peneltian, Teknik Pengumpulan Data, serta Pengolahan dan Analisis Data. 4. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan dalam penelitian ini berisi Hasil

Penelitian, Analisis Data, dan Pembahasan.

5. BAB V Kesimpulan dan Saran dalam penelitian ini berisi Kesimpulan dan Saran.


(20)

32

Yeni Rachmawati, 2013

BAB III

METODE PENELITIAN A. LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di SLB-D YPAC Bandung. Intervensi dilakukan di ruang kelas selama dua jam pelajaran. Berhubung beberapa kali terpotong oleh hari libur, maka peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian di rumah subjek dengan alokasi waktu yang sama seperti melakukan intervensi di sekolah.

B. SUBJEK PENELITIAN

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan satu subjek yaitu seorang siswa

cerebral palsy tipe spastik. Subjek yang diambil didasarkan karena rendahnya

kemampuan subjek dalam motorik halus khususnya gerak koordinasi mata dan tangan. Fungsi jari jemari tangan yang tidak luwes membuat ia kesulitan mengendalikan gerakan terutama yang berhubungan dengan benda yang berukuran kecil, tangannya pun masih sering bergetar dan masih kesulitan untuk mengontrol gerak tangannya. Keterbatasan penglihatan karena minus yang dimilikinya membuat ia kesulitan melihat detail dari suatu benda. Hal tersebut berdampak pada kemampuan menulis permulaan dan aktivitas sehari-hari lainnya dimana pada proses menulis dan aktivitas kehidupan sehari-hari dibutuhkan koordinasi mata dan tangan serta keluwesan jemari tangan yang baik. Adapun identitas subjek sebagai berikut:

Nama : MBY

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Sariwates II Rt/Rw 002/014 Kelurahan Antapani Kidul Kondisi : Cerebral Palsy tipe spastik


(21)

33

Yeni Rachmawati, 2013

Sekolah : SLB-D YPAC Bandung

C. DESAIN PENELITIAN

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain A-B-A. “Desain A -B-A ini menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara variabel terikat dan variabel bebas yang lebih kuat dibandingkan dengan desain A-B, hanya saja ada pengulangan kondisi baseline” (Sunanto, 2006: 44). Desain A-B-A dimaksudkan untuk menarik kesimpulan tentang hubungan fungsional antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Terdapat tiga tahapan dalam desain A-B-A antara lain:

Baseline-1 (1), Intervensi/treatment (B), Baseline-2 (2). Prosedur desain

A-B-A adalah seperti yang terlihat pada grafik berikut ini:

Grafik 3.1 Desain ABA

Pola desain eksperimen subjek tunggal yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain A-B-A dimana:

1. A-1 adalah lambang dari data garis datar (baseline dasar). Baseline merupakan suatu kondisi awal kemampuan subjek dalam motorik halus sebelum diberikan perlakuan atau intervensi.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Ord

inat

(Y

)

Absis (X)

Disain A-B-A

Baseline 1

(A-1) Intervensi (B)

Baseline 2 (A-2)


(22)

34

Yeni Rachmawati, 2013

Pengaruh Aktivitas Kolase Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Pad Siswa Cerebral

2. B (intervensi) adalah untuk data perlakuan atau intervensi, kondisi kemampuan subjek dalam motorik halus dengan permasalahan pembentukan selama intervensi. Pada tahap ini subjek diberikan perlakuan dengan menggunakan aktivitas kolase secara berulang-ulang.

3. A-2 (baseline 2) merupakan pengulangan kondisi baseline sebagai evaluasi bagaimana hasil intervensi yang diberikan berpengaruh pada subjek.

D. METODE PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan yang diteliti yaitu “Pengaruh aktivitas kolase terhadap peningkatan kemampuan motorik halus pada siswa cerebral palsy tipe spastik” maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen. Metode eksperimen merupakan bagian dari metode kuantitatif yang dimaksudkan untuk menguji hubungan sebab dan akibat. Menurut Sugiyono (2008:11) “Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh treatment (perlakuan) tertentu”. Sedangkan Arikunto (2006:14) berpedapat bahwa “… jika penelitian ingin mengetahui gambaran tentang data yang secara sengaja ditimbulkan, maka

penelitiannya berbentuk eksperimen”.

Disimpulkan bahwa penelitian dengan metode eksperimen dimaksudkan untuk mengetahui gambaran tentang pengaruh perlakukan yang diberikan secara sengaja. Penelitian yang bersifat eksperimen ini memiliki subjek tunggal dengan pendekatan Single Subject Research (SSR). Penelitian SSR dilakukan untuk mendokumentasikan perubahan tingkah laku subjek yang diteliti setelah diberi

treatment (perlakuan).

E. VARIABEL PENELITIAN 1. Variabel Bebas (X)

Menurut Sugiyono (2011:61) variable bebas adalah “Variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel


(23)

35

Yeni Rachmawati, 2013

dependen (terikat).” Pada penelitian dengan subjek tunggal variable bebas disebut

juga dengan intervensi, variable bebas atau intervensi pada penelitian ini yaitu Aktivitas Kolase.

Kolase dipahami sebagai suatu teknik seni menempel berbagai macam materi selain cat, seperti kertas, kain, kaca, logam dan lain sebagainya, yang dikombinasi dengan penggunaan cat minyak atau teknik lainnya. Sedangkan, bagi seorang anak, kolase merupakan jenis permainan keterampilan tangan yang mengasyikan, berupa gambar yang dapat direkatkan pada bidang datar untuk melengkapi sebuah gambar. (Nurjatnika, 2002:63)

Aktivitas kolase ini akan diberikan saat intervensi, dimana siswa akan dilatih membuat kolase melalui kegiatan merobek dan menempel kertas pada pola gambar yang telah disediakan. Dalam membuat kolase ini subjek penelitian terlebih dahulu memilih kertas warna yang disediakan oleh guru, kemudian ia membuka tutup lem dengan tangan kanannya dan tangan kirinya menahan tempat lem, setelah tutup lem terbuka siswa mengoleskan lem tersebut ke atas kertas dan meratakannya sesuai dengan pola yang akan ia tempeli kertas terlebih dahulu, setelah itu siswa mulai mengambil kertas dan merobek kertas warna tersebut menjadi bagian kecil dan menempelkannya sesuai pada pola gambar yang tersedia. Siswa dianjurkan untuk menyesuaikan ukuran robekan kertas sesuai dengan pola gambar yang disediakan. Pola gambar yang disediakan yaitu gambar bangun datar lingkaran, karena lingkaran merupakan bangun datar yang disukai anak dan memiliki sedikit detail. Pola gambar lingkaran yang disediakan setiap sesinya berbeda-beda, mulai dari yang terbesar hingga terkecil, dengan begitu subjek akan belajar menyesuaikan ukuran robekan kertas. Untuk pola gambar lingkaran dengan ukuran yang besar anak dianjurkan untuk merobek kertas lebih besar daripada pola gambar lingkaran yang lebih kecil, semakin kecil robekan kertas maka akan semakin melatih koordinasi mata dan tangannya.

2. Variabel Terikat (Y)

Menurut Sugiyono (2011:61) ”Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”. Target


(24)

36

Yeni Rachmawati, 2013

Pengaruh Aktivitas Kolase Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Pad Siswa Cerebral

motorik halus, dimana terdapat salah seorang siswa cerebral palsy tipe spastik yang duduk di kelas VII SMPLB-D YPAC Bandung dan ia mengalami permasalahan dalam kemampuan motorik halusnya. Adapun satuan ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan tes untuk mengetahui bagaimana kemampuan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan pada aspek ketetapan yang difokuskan pada kegiatan mengambil dan meletakkan benda dengan berbagai macam posisi, melepas dan memasangkan resleting, serta melepas dan memasangkan kancing.

F. INSTRUMEN PENELITIAN

1. Alat ukur

Alat ukur dalam suatu penelitian adalah instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur nilai variabel yang akan diteliti. Menurut Sugiyono (2008:108),

“instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”. Penggunaan instrumen dalam penelitian ini

bertujuan untuk mengukur kemampuan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan pada aspek ketepatan siswa cerebral palsy tipe spastik.

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan berupa tes. Penggunaan instrumen dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data pencapaian hasil belajar pada ranah kemampuan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan pada aspek ketepatan siswa cerebral palsy.

Tes yang diberikan yaitu tes perbuatan pada kondisi baseline-1 (A-1) untuk mengetahui kemampuan awal anak dalam kemampuan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan pada aspek ketepatan. Tes perbuatan pada kondisi intervensi (B) diberikan ketika proses evaluasi yaitu proses terakhir pada pelaksanaan intervensi. Tes perbuatan terakhir diberikan pada kondisi baseline-2 (A-2) untuk mengetahui apakah intervensi yang dilakukan memberikan perubahan terhadap kemampuan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan pada aspek ketepatan pada subjek.


(25)

37

Yeni Rachmawati, 2013

Prosedur yang dilakukan untuk mempermudah jalannya penelitian agar mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu:

a) Melakukan asesmen awal untuk mengetahui kemampuan motorik halus subjek sehingga dapat memberikan intervensi yang disesuaikan dengan kebutuhannya.

b) Membuat kisi-kisi yang merupakan rancangan penyusunan instrumen agar peneliti memiliki pedoman dan gambaran yang jelas tentang isi dan butir-butir yang akan disusun. Kisi-kisi instrument dibuat berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dan Model Silabus Pendidikan Khusus (Depdiknas Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SLB, 2007:7) dalam program khusus Bina Diri dan Bina Gerak di SMPLB-D dan berdasarkan tahapan perkembangan motorik halus yang tercantum dalam Developmentally

Appropriate Practice menurut Konstelnik yang dipaparkan pada Bab II.

Adapun keterangan lebih lengkapnya disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini:

Tabel 3.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bina Diri dan Bina Gerak SMPLB-D (Tunadaksa Ringan)

Standar

Kompetensi Kompetensi Dasar

5. Kemampuan melakukan gerak pernapasan, gerak pundak diri dan gerak koordinasi.

5.5 Melakukan gerak koordinasi motorik halus:

 Mewarnai gambar

 Menggunting kertas/kain

 Menempel kertas/kain

 Melipat kertas

 Membuka jari dan menempelkan anatar ujung jari

 Meremas kertas

 Meronce manic-manik

 Menulis

5.6 Melakukan gerak koordinasi mata dan tangan:

 Meletakkan/mengambil benda dalam berbagai posisi.

 Menyusun urutan dari yang tinggi ke yang rendah.

 Menyusun benda dari besar ke kecil.

 Menyusun bermacam-macam balok.


(26)

38

Yeni Rachmawati, 2013

Pengaruh Aktivitas Kolase Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Pad Siswa Cerebral

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen untuk Mengukur Kemampuan Motorik Halus Siswa

Cerebral Palsy tipe spastik

Variabel Sub Variabel Aspek Indikator

Variabel pada penelitian ini adalah kemampuan motorik halus. Berdasarkan pendapat Rahyubi (2012:222), “Aktivitas motorik halus (fine motor activity) didefinisikan sebagai keterampilan yang memerlukan kemampuan Aktivitas motorik halus diantaranya adalah yang berkaitan dengan gerakan mata dan tangan yang efisien, tepat, dan adaptif.

Pada penelitian ini yang menjadi sub variabelnya adalah gerak koordinasi mata dan tangan. Koordinasi adalah kemampuan seseorang dalam menjaga keselarasan antara aspek kekuatan, ketahanan, kecepatan, ketepatan, ketahanan, power, kelincahan, keseimbangan, dan fleksibilitas. Aspek koordinasi yang akan dikaji dan diteliti dibatasi hanya pada aspek ketepatan. Ketepatan di a. Mampu mengambil dan meletakkan benda dalam berbagai posisi. b. Mampu memasang dan melepas resleting celana. c. Mampu memasang dan melepas kancing baju.


(27)

39

Yeni Rachmawati, 2013

untuk mengoordinasik an atau mengatur otot-otot kecil/halus.” anggap sangat penting dan dibutuhkan dalam aktivitas gerak pada kehidupan siswa

cerebral palsy tipe

spastik.

c) Membuat butir-butir soal yang disesuaikan berdasarkan indikator yang ada pada kisi-kisi sebelumnya. Butir-butir soal yang dibuat sebanyak 17 soal. d) Membuat sistem penilaian pada setiap butir soal untuk mengetahui skor pada

tahap baseline 1, intervensi, dan baseline 2. Adapun penilaian dalam penilitian ini sebagai berikut:

Tabel 3.3

Kriteria Penilaian Peneletian

Indikator Kriteria Penilaian

a. Mampu

mengambil dan meletakkan benda dalam berbagai posisi.

 Skor 1: belum mampu mengambil benda dan meletakkan pada tempat yang sesuai.

 Skor 2: mampu mengambil benda namun tidak meletakkan benda tersebut pada lubang yang sesuai.

 Skor 3: mampu mengambil benda dan meletakkan benda tersebut pada lubang yang sesuai.

b.Mampu

memasang dan melepas resleting celana.

 Skor 1: belum mampu memasang dan melepaskan resleting.

 Skor 2: mampu memasang namun belum mampu melepaskan resleting ataupun sebaliknya.

 Skor 3: mampu memasang dan melepaskan resleting.

c. Mampu

memasang dan

 Skor 1: belum mampu memasang dan melepaskan kancing.


(28)

40

Yeni Rachmawati, 2013

Pengaruh Aktivitas Kolase Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Pad Siswa Cerebral

melepas kancing baju.

 Skor 2: mampu memasang namun belum mampu melepaskan kancing ataupun sebaliknya.

 Skor 3: mampu memasang dan melepaskan kancing. Skor akhir:

Persentase = ℎ �

× 100

2. Validitas

“Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen” (Arikunto, 2006: 168). Instrumen yang valid atau sahih berarti memiliki validitas tinggi yang menunjukkan data tidak menyimpang dari gambaran validitas yang dimaksud. Instrumen yang sudah teruji validitasnya maka hasil penelitiannya valid sehingga mampu mengukur apa yang akan diukur. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Sugiyono

(2011: 182) menyatakan bahwa “Untuk instumen yang berbentuk test, pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah diajarkan”. Menguji validitas butir-butir instrumen lebih lanjut, setelah dikonsultasikan dengan ahli, maka selanjutnya diujicobakan, dan dianalisis. Uji validitas isi ini menggunakan teknik penilaian para ahli

(expert-judgement). Penilaian dari para ahli terhadap butir-butir instrument dilakukan

dengan memberikan tanda (√) pada kolom cocok atau kolom tidak cocok.

Setelah hasil penilaian terhadap butir-butir instrument diketahui, maka tindakan selanjutnya menghitung presentase menggunakan rumus:

� = �

�× 100%

Keterangan:

P = Skor/persentase F = Jumlah sesuai N = Jumlah penilaian


(29)

41

Yeni Rachmawati, 2013

Para ahli yang melakukan expert-judgement diantaranya dua dosen PLB dan satu guru SLB seperti penjelasan yang ada pada tebel berikut ini:

Tabel 3.4

Para Ahli yang Melakukan Expert-Judgement

No Dosen Pendidikan Khusus Guru SLB

1 Dr. HM. Sugiarmin, M.Pd. Elly Sumiarti S.Pd. 2 Dra. Mimin Tjasmini, M.Pd

Tabel 3.5

Kriteria Penilaian Uji Validasi

No Kriteria Presentase

1 Valid 80% - 100 %

2 Kurang Valid 50% - 80 %

3 Tidak Valid 0% - 50 %

Tabel 3.6

Hasil Perhitungan Uji Validasi

Butir Soal Bobot Penilaian Persentase (%) Keterangan Cocok Tidak Cocok

1 3 - 3/3 ×100% = 100% Valid

2 3 - 3/3 ×100% = 100% Valid

3 3 - 3/3 ×100% = 100% Valid

4 3 - 3/3 ×100% = 100% Valid

5 3 - 3/3 ×100% = 100% Valid

6 3 - 3/3 ×100% = 100% Valid

7 3 - 3/3 ×100% = 100% Valid

8 3 - 3/3 ×100% = 100% Valid


(30)

42

Yeni Rachmawati, 2013

Pengaruh Aktivitas Kolase Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Pad Siswa Cerebral

10 3 - 3/3 ×100% = 100% Valid

11 3 - 3/3 ×100% = 100% Valid

12 3 - 3/3 ×100% = 100% Valid

13 3 - 3/3 ×100% = 100% Valid

14 3 - 3/3 ×100% = 100% Valid

15 3 - 3/3 ×100% = 100% Valid

16 3 - 3/3 ×100% = 100% Valid

17 3 - 3/3 ×100% = 100% Valid

Hasil uji validasi instrument melalui judgement para ahli di atas dapat diperoleh hasil 100%. Maka dari itu instrument yang digunakan dapat dikatakan valid.

G. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data dilakukan guna mengumpulkan informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian. Alat pengumpulan data yang bersifat kuantitatif adalah dengan teknik pengukuran salah satunya yaitu tes. Tes ialah seperangkat rangsangan stimulus yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka.

Tes yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu tes perbuatan. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa tes tindakan pada fase baseline 1 (A-1), Intervensi (B), dan baseline 2 (A-2). Tes yang diberikan menggunakan soal-soal yang dibuat berdasarkan kemampuan motorik halus.

Pada baseline 1 anak diberikan tes yaitu, mengambil benda dengan kedua tangan, mengambil benda dengan 5 jari, mengambil benda dengan 3 jari, mengambil benda dengan 2 jari, meletakkan benda pada lubang yang sesuai, melepas dan memasangkan resleting pada papan media ajar, melepas dan memasangkan resleting celana, melepas dan memasangkan kancing jepret magnet


(31)

43

Yeni Rachmawati, 2013

pada papan media ajar, melepas dan memasangkan kancing jepret plastik ukuran sedang pada papan media ajar, melepas dan memasangkan kancing jepret besi ukuran kecil pada papan media ajar, melepas dan memasangkan kancing bermata besar pada papan media ajar, melepas dan memasangkan kancing bermata sedang pada papan media ajar, melepas dan memasangkan kancing bermata kecil pada papan media ajar, melepas dan memasangkan kancing baju.

Hal itu dilakukan kembali pada saat fase intervensi, hanya saja diberikan dahulu aktivitas kolase sebelum melakukan tesnya. Pada fase ini anak diberikan bantuan pada tes yang anak belum mampu lakukan. Saat baseline 2 dilaksanakan, tes kembali diberikan tanpa intervensi apapun.

Untuk aspek kemampuan motorik halus anak akan diberi skor dengan rentan nilai 1-3 dengan kriteria yang telah disebutkan pada alat ukur.

H. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

1. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah data terkumpul sebelum adanya kesimpulan. Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pengukuran persentase (%) dihitung dengan cara jumlah soal yang benar dibagi soal, dikalikan seratus:

Persentase = Σ � � � �

Σ ℎ

× 100%

2. Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian data dianalisis untuk mengetahui pengaruh intervensi terhadap perilaku sasaran yang ingin diubah. Analisis data yang digunakan untuk subjek tunggal adalah statistik deskriptif yang berbentuk grafik dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang hasil intervensi dalam jangka waktu yang ditentukan. Sunanto (2006: 30) menjelaskan beberapa komponen dalam membuat grafik, yaitu:


(32)

44

Yeni Rachmawati, 2013

Pengaruh Aktivitas Kolase Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Pad Siswa Cerebral

a. Absis adalah sumbu X yang merupakan sumbu mendatar yang menunjukkan satuan untuk waktu (misalnya, sesi, hari, dan tanggal).

b. Ordinat adalah sumbu Y merpakan sumbu vertical yang menunjukkan satuan untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (misalnya, persen, frekuensi, dan durasi).

c. Titik awal merupakan pertemuan anatara sumbu X dengan sumbu Y sebagai titik awal skala.

d. Skala, garis-garis pendek pada sumbu X dan sumbu Y yang menunjukkan ukuran (misalnya, 0%, 25%, 50%, dan 75%).

e. Label kondisi, yaitu keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen, misalnya baseline atau intervensi.

f. Garis perubahan kondisi, yaitu garis vertical yang menunjukkan adanya perubahan dari kondisi ke kondisi lainnya, biasanya dalam bentuk garis putus-putus.

g. Judul grafik, judul yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera diketahui hubungan antara variabel bebas dan terikat.

“Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya, tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi” (Sugiyono, 2011: 208).

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data dari kondisi

baseline-1 (A-1), kondisi intervensi (B), dan kondisi baseline-2 (A-2) adalah

sebagai berikut:

a. Menskor hasil penilaian pada kondisi baseline-1 (A-1) b. Menskor hasil penilaian pada kondisi intervensi (B) c. Menskor hasil penilaian pada kondisi baseline-2 (A-2)

d. Membuat tabel penilaian untuk skor yang telah diperoleh pada kondisi

baseline-1 (A-1), kondisi intervensi (B), dan kondisi baseline-2 (A-2)

e. Membandingkan hasil skor pada kondisi baseline-1 (A-1), skor kondisi intervensi (B), dan skor kondisi baseline-2 (A-2)

f. Membuat analisis dalam bentuk grafik garis sehingga dapat dilihat perubahan yang terjadi dari setiap kondisi


(33)

45

Yeni Rachmawati, 2013

Analisis perubahan dalam kondisi adalah menganalisis perubahan data dalam suatu kondisi misalnya kondisi baseline atau kondisi intervensi, sedangkan komponen yang akan dianalisis adalah sebagai berikut:

a. Panjang kondisi (Condition length), adalah banyaknya data point dalam kondisi yang menggambarkan banyaknya sesi pada tiap kondisi (baseline dan intervensi).

b. Estimasi kecenderungan arah (Estimate of trend direction), digambarkan oleh garis lurus yang melintasi semua data dalam suatu kondisi. Terdapat dua cara untuk menentukan kecenderungan arah grafik, yaitu dengan metode freehand dan metode split-middle. Metode tangan bebas (freehand) adalah mengamati secara langsung terhadap data poin pada suatu kondisi kemudian menarik garis lurus yang membagi data poin menjadi dua bagian. Metode belah tengah (split-middle) adalah menentukan kecenderungan arah grafik berdasarkan median data poin nilai ordinatnya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode belah tengah (Split-Middle). Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

a) Membagi data menjadi dua bagian yaitu bagian kanan dan bagian kiri. b)Membagi data bagian kanan dan bagian kiri masing-masing menjadi dua

bagian.

c) Menentukan posisi median dari masing-masing belahan.

d)Menarik garis sejajar dengan absis yang menghubungkan titik temu antara median data bagian kanan dan data bagian kiri.

c. Kecenderungan stabilitas (Trend stability), menunjukkan tingkat homogenitas data dalam suatu kondisi. Tingkat kestabilan data dapat ditentukan dengan menghitung banyaknya data poin yang berada di dalam rentang, kemudian dibagi banyaknya data poin, dikalikan 100%.

d. Jejak data (Data path), yaitu perubahan data satu ke data lain dalam suatu kondisi, yang dapat terjadi dalam tiga kemungkinan yaitu: menaik, menurun, dan mendatar. Menentukan kecenderungan jejak data sama dengan menentukan estimasi kecenderungan arah.


(34)

46

Yeni Rachmawati, 2013

Pengaruh Aktivitas Kolase Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Pad Siswa Cerebral

e. Rentang (Range), yaitu selisih nilai terendah dan nilai tertinggi pada setiap fase.

f. Perubahan level (Level change), menunjukkan besarnya perubahan data dalam suatu kondisi dan dapat dilihat dari selisih antara data terakhir dan data pertama pada setiap fase.

Analisis antar kondisi adalah perubahan data antar kondisi, misalnya dari kondisi baseline ke kondisi intervensi. Komponen-komponen analisis antar kondisi meliputi:

a. Jumlah variabel yang diubah, sebaiknya difokuskan pada satu variabel terikat.

b. Perubahan kecenderungan dan efeknya, menunjukkan makna perubahan target behavior yang disebabkan oleh intervensi.

c. Perubahan stabilitas, menunjukkan tingkat stabilitas perubahan dari serentetan data.

d. Perubahan level data, menunjukkan seberapa besar data berubah yang ditunjukkan oleh selisih antara data terakhir pada kondisi pertama (baseline) dengan data pertama pada kondisi berikutnya (intervensi).

e. Data overlap (tumpang tindih), yaitu terjadi data yang sama pada kedua kondisi, baseline dengan intervensi. Hal ini menunjukkan tidak adanya perubahan pada kedua kondisi dan semakin banyak data yang tumpang tindih, semakin menguatkan dugaan tidak adanya perubahan pada kedua kondisi.


(35)

83 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa aktivitas kolase berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan pada aspek ketepatan dengan indikator mampu memasang dan melepas resleting celana, mampu mengambil dan meletakkan benda dalam berbagai posisi, dan mampu memasang dan melepas kancing baju. Kesimpulan tersebut didasarkan dengan adanya peningkatan pada mean

level pada setiap kondisi sebagai berikut:

1. Kemampuan awal motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan pada aspek ketepatan siswa cerebral palsy tipe spastik (MBY) sebelum diberikan intervensi terbilang cukup dimana persentase mean level pada kondisi baseline 1 (A-1) sebesar 50,97%.

2. Kemampuan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan pada aspek ketepatan siswa cerebral palsy tipe spastik (MBY) setelah diberikan interevensi menggunakan aktivitas kolase mengalami peningkatan, dimana perolehan persentase mean level sebelumnya pada kondisi baseline 1 (A-1) sebesar 50,97% menjadi sebesar 85,29% pada kondisi baseline 2 (A-2).

3. Aktivitas kolase dapat meningakatkan kemampuan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan pada aspek ketepatan siswa cerebral palsy tipe spastik (MBY) yang dibuktikan dengan adanya peningkatan mean level pada setiap kondisi, yaitu mean level pada kondisi baseline 1 (A-1) sebesar 50,97%,

mean level pada kondisi intervensi (B) sebesar 71,80%, dan mean level pada

kondisi baseline 2 (A-2) sebesar 85,29%. Hal ini mengindikasikan mean level dari kondisi baseline 1 (A-1) ke kondisi baseline 2 (A-2) meningkat sebesar 34,32%.


(36)

84

Yeni Rachmawati, 2013

Merajuk pada pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas kolase dapat meningkatkan kemampuan motorik halus pada aspek ketepatan bagi siswa cerebral

palsy tipe spastik, hal itu terlihat dari peningkatan kemampuan pada saat sebelum

diberikan aktivitas kolase, saat diberikan aktivitas kolase dan sesudah diberikan aktivitas kolase kemampuan motorik halus subjek terus meningkat secara stabil. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Mayesky (2011:2) “Tujuan dari keterampilan kolase adalah untuk mengembangkan kreativitas, mengembangkan motorik kecil dan koordinasi tangan dan mata” dan “saraf motorik halus bisa dilatih dan dikembangkan melalui kegiatan dan rangsangan yang dilakukan secara rutindan terus-menerus.” (Decaprio, 2013:20)

Peningkatan kemampuan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan pada aspek ketepatan yang sangat baik pada subjek (MBY), tidak luput dari kendala. Kendala yang terjadi selama penelitian diantaranya adalah kondisi fisik subjek, aspek psikologi, motivasi yang lemah, dan lingkungan yang tidak kondusif. Jika subjek sedang dalam keadaan tegang dan tidak nyaman maka spastik atau kekakuannya akan meningkat sehingga semakin menyulitkan anak untuk melakukan tugas yang peneliti perintahkan. Kesulitan ataupun kegagalan yang ia hadapi ketika pelaksanaan instrumen menyebabkan ia menjadi mudah menyerah, hal tersebut sering terjadi ketika subjek kesulitan membuka kancing bermata subjek merasa kesal, menyerah dan terkadang memukul media papan ajar atau mencoba melepaskan kancing dengan cara menggigitnya. Kondisi yang tidak kondusif seperti teman sekelas yang kerap mengganggu pekerjaan subjek serta sarana dan prasarana yang kurang menunjang menjadi salah satu kendala saat pelaksanaan penelitian, namun demikian kendala yang muncul dapat teratasi dengan baik.


(37)

85

B. SARAN

Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian, maka peneliti mengajukan saran yaitu kepada:

1. Pihak guru

Dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti mengenai pengaruh aktivitas kolase untuk meningkatkan kemampuan motorik halus pada siswa cerebral pasly tipe spastik ini berhasil, maka peneliti menyarankan agar aktivitas kolase dapat digunakan sebagai salah satu aktivitas pembelajaran di kelas untuk membantu siswa meningkatkan kemampuan motorik halus. Jenis dan bahan yang digunakan dalam pembuatan kolase bisa disesuaikan dengan kebutuhan agar dapat mengembangkan kemampuan motorik halus siswa dengan lebih baik.

2. Bagi orang tua

Kolase dapat menjadi pilihan aktivitas pembelajaran di rumah. Aktivitas ini tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan motorik halus, tetapi juga untuk meningkatkan kreativitas, melatih konsentrasi, mengenal warna, mengenal bentuk, melatih memecahkan masalah, melatih kepercayaan diri, dan melatih kesabaran. Orangtua dapat membimbing anaknya saat membuat karya kolase di rumah, disamping anak akan menyukainya anakpun tanpa sadar sedang berlatih motorik halus.

3. Penelitian selanjutnya

Penelitian ini mengungkapkan pengaruh aktivitas kolase terhadap peningkatan kemampuan motorik halus pada siswa cerebral palsy tipe spastik kelas VII SMPLB. Untuk peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian pada subjek yang lainnya


(38)

86

Yeni Rachmawati, 2013

dengan karakteristik dan permasalahan yang beragam, karena penelitian ini hanya berlaku untuk subjek dalam penelitian ini yang didasarkan dengan kondisi subjek.


(39)

86

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Ariyanti, F et al. (2006). Diary Tumbuh Kembang Anak usia 0-6 tahun. Bandung: Read! Publishing House.

Decaprio, R. (2013). Aplikasi Teori Pembelajaran Motorik di Sekolah. Jogjakarta: DIVA Press.

Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: PT Refika Aditama.

Depdiknas Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SLB. (2007). Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar dan Model Silabus Pendidikan Khusus.

Jakarta: Badan Standar nasional Pendidikan.

Esherick, J. (2009). Mendobrak Hambatan Pemuda dengan Keterbatasan Fisik. Klaten: PT Intan Sejati.

Fatmawati, A. (2013). Implementasi Playdough dalam Menstimulasi Kemampuan

Motorik Halus. Skripsi FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Hamid, M. S. (2011). Metode Edutainment. Jogjakarta: DIVA Press.

Hidayati, Z. (2010). Anak Saya Tidak Nakal, Kok. Yogtakarta: PT Bentang Pustaka. Hurlock, E. B. (2007). Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Alih Bahasa:

Tjandrasa, M dan Zarkasih, M.

Karli, H dan Yuliariatiningsih, M. S. (2007). Panduan Belajar Tematik SD untuk

Kelas III Semester 2. Jakarta: Erlangga.

Mayesky, M. (2011). Aktivitas-aktivitas Kreatif. Jakarta: PT Indeks.

Mulyani, Y dan Gracinia, J. (2007). Kemampuan Fisik, Seni,dan Manajemen Diri. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.


(40)

87

Yeni Rachmawati, 2013

Muslim, A. T. Dan Sugiarmin, M. (1996). Ortopedi Dalam Pendidikan Anak Tuna

Daksa. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru. Nicholson, S. (2007). Membuat Kolase. Solo: PT Tiga Serangkai.

Nurjatmika, Y. (2012). Ragam Aktivitas Harian untuk TK. Jogjakarta: Diva Press. Rahyubi, H. (2012). Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik.

Bandung: Nusa Media.

Riva, I. (2012). Koleksi Games Edukatif di Dalam dan di Luar Sekolah. Jogjakarta: Flashbooks.

S, Solich et al. (2007). Seni Budaya dan Keterampilam untuk Sekolah Dasar Kelas I. Jakarta: Erlangga.

Simanjuntak, F. R. (2009). Pengaruh Permainan Kolase Terhadap Peningkatan

Konsentrasi Pada Anak Tunagrahita Ringan. Skripsi FIP UPI Bandung:

Tidak diterbitkan.

Somantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sunanto, J et al. (2006). Penelitian dengan Subyek Tunggal. Bandung: UPI Press. Tn. (2013). Latih Konsentrasi dengan Koordinasi Mata-Tangan. [Online]. Available

at: http:// Sentra Tumbuh Kembang Anak - Latih Konsentrasi dengan Koordinasi Mata - Tangan.html [Juni 4, 2013]

Tn. (2011). Latihan Koordinasi Mata-Tangan. [Online]. Available at: http://mari-berkawand.blogspot.com/2011/02/latihan-koordinasi-mata-tangan.html [Juni 4, 2013]


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa aktivitas kolase berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan pada aspek ketepatan dengan indikator mampu memasang dan melepas resleting celana, mampu mengambil dan meletakkan benda dalam berbagai posisi, dan mampu memasang dan melepas kancing baju. Kesimpulan tersebut didasarkan dengan adanya peningkatan pada mean level pada setiap kondisi sebagai berikut:

1. Kemampuan awal motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan pada aspek ketepatan siswa cerebral palsy tipe spastik (MBY) sebelum diberikan intervensi terbilang cukup dimana persentase mean level pada kondisi baseline 1 (A-1) sebesar 50,97%.

2. Kemampuan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan pada aspek ketepatan siswa cerebral palsy tipe spastik (MBY) setelah diberikan interevensi menggunakan aktivitas kolase mengalami peningkatan, dimana perolehan persentase mean level sebelumnya pada kondisi baseline 1 (A-1) sebesar 50,97% menjadi sebesar 85,29% pada kondisi baseline 2 (A-2).

3. Aktivitas kolase dapat meningakatkan kemampuan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan pada aspek ketepatan siswa cerebral palsy tipe spastik (MBY) yang dibuktikan dengan adanya peningkatan mean level pada setiap kondisi, yaitu mean level pada kondisi baseline 1 (A-1) sebesar 50,97%, mean level pada kondisi intervensi (B) sebesar 71,80%, dan mean level pada


(2)

84

Yeni Rachmawati, 2013

Merajuk pada pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas kolase dapat meningkatkan kemampuan motorik halus pada aspek ketepatan bagi siswa cerebral palsy tipe spastik, hal itu terlihat dari peningkatan kemampuan pada saat sebelum diberikan aktivitas kolase, saat diberikan aktivitas kolase dan sesudah diberikan aktivitas kolase kemampuan motorik halus subjek terus meningkat secara stabil. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Mayesky (2011:2) “Tujuan dari keterampilan kolase adalah untuk mengembangkan kreativitas, mengembangkan motorik kecil dan koordinasi tangan dan mata” dan “saraf motorik halus bisa dilatih dan dikembangkan melalui kegiatan dan rangsangan yang dilakukan secara rutindan terus-menerus.” (Decaprio, 2013:20)

Peningkatan kemampuan motorik halus gerak koordinasi mata dan tangan pada aspek ketepatan yang sangat baik pada subjek (MBY), tidak luput dari kendala. Kendala yang terjadi selama penelitian diantaranya adalah kondisi fisik subjek, aspek psikologi, motivasi yang lemah, dan lingkungan yang tidak kondusif. Jika subjek sedang dalam keadaan tegang dan tidak nyaman maka spastik atau kekakuannya akan meningkat sehingga semakin menyulitkan anak untuk melakukan tugas yang peneliti perintahkan. Kesulitan ataupun kegagalan yang ia hadapi ketika pelaksanaan instrumen menyebabkan ia menjadi mudah menyerah, hal tersebut sering terjadi ketika subjek kesulitan membuka kancing bermata subjek merasa kesal, menyerah dan terkadang memukul media papan ajar atau mencoba melepaskan kancing dengan cara menggigitnya. Kondisi yang tidak kondusif seperti teman sekelas yang kerap mengganggu pekerjaan subjek serta sarana dan prasarana yang kurang menunjang menjadi salah satu kendala saat pelaksanaan penelitian, namun demikian kendala yang muncul dapat teratasi dengan baik.


(3)

B. SARAN

Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian, maka peneliti mengajukan saran yaitu kepada:

1. Pihak guru

Dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti mengenai pengaruh aktivitas kolase untuk meningkatkan kemampuan motorik halus pada siswa cerebral pasly tipe spastik ini berhasil, maka peneliti menyarankan agar aktivitas kolase dapat digunakan sebagai salah satu aktivitas pembelajaran di kelas untuk membantu siswa meningkatkan kemampuan motorik halus. Jenis dan bahan yang digunakan dalam pembuatan kolase bisa disesuaikan dengan kebutuhan agar dapat mengembangkan kemampuan motorik halus siswa dengan lebih baik.

2. Bagi orang tua

Kolase dapat menjadi pilihan aktivitas pembelajaran di rumah. Aktivitas ini tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan motorik halus, tetapi juga untuk meningkatkan kreativitas, melatih konsentrasi, mengenal warna, mengenal bentuk, melatih memecahkan masalah, melatih kepercayaan diri, dan melatih kesabaran. Orangtua dapat membimbing anaknya saat membuat karya kolase di rumah, disamping anak akan menyukainya anakpun tanpa sadar sedang berlatih motorik halus.

3. Penelitian selanjutnya


(4)

86

Yeni Rachmawati, 2013

dengan karakteristik dan permasalahan yang beragam, karena penelitian ini hanya berlaku untuk subjek dalam penelitian ini yang didasarkan dengan kondisi subjek.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Ariyanti, F et al. (2006). Diary Tumbuh Kembang Anak usia 0-6 tahun. Bandung: Read! Publishing House.

Decaprio, R. (2013). Aplikasi Teori Pembelajaran Motorik di Sekolah. Jogjakarta: DIVA Press.

Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: PT Refika Aditama.

Depdiknas Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SLB. (2007). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dan Model Silabus Pendidikan Khusus. Jakarta: Badan Standar nasional Pendidikan.

Esherick, J. (2009). Mendobrak Hambatan Pemuda dengan Keterbatasan Fisik. Klaten: PT Intan Sejati.

Fatmawati, A. (2013). Implementasi Playdough dalam Menstimulasi Kemampuan Motorik Halus. Skripsi FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Hamid, M. S. (2011). Metode Edutainment. Jogjakarta: DIVA Press.

Hidayati, Z. (2010). Anak Saya Tidak Nakal, Kok. Yogtakarta: PT Bentang Pustaka. Hurlock, E. B. (2007). Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Alih Bahasa:

Tjandrasa, M dan Zarkasih, M.

Karli, H dan Yuliariatiningsih, M. S. (2007). Panduan Belajar Tematik SD untuk Kelas III Semester 2. Jakarta: Erlangga.

Mayesky, M. (2011). Aktivitas-aktivitas Kreatif. Jakarta: PT Indeks.


(6)

87

Yeni Rachmawati, 2013

Muslim, A. T. Dan Sugiarmin, M. (1996). Ortopedi Dalam Pendidikan Anak Tuna Daksa. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru.

Nicholson, S. (2007). Membuat Kolase. Solo: PT Tiga Serangkai.

Nurjatmika, Y. (2012). Ragam Aktivitas Harian untuk TK. Jogjakarta: Diva Press. Rahyubi, H. (2012). Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik.

Bandung: Nusa Media.

Riva, I. (2012). Koleksi Games Edukatif di Dalam dan di Luar Sekolah. Jogjakarta: Flashbooks.

S, Solich et al. (2007). Seni Budaya dan Keterampilam untuk Sekolah Dasar Kelas I. Jakarta: Erlangga.

Simanjuntak, F. R. (2009). Pengaruh Permainan Kolase Terhadap Peningkatan Konsentrasi Pada Anak Tunagrahita Ringan. Skripsi FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Somantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sunanto, J et al. (2006). Penelitian dengan Subyek Tunggal. Bandung: UPI Press. Tn. (2013). Latih Konsentrasi dengan Koordinasi Mata-Tangan. [Online]. Available

at: http:// Sentra Tumbuh Kembang Anak - Latih Konsentrasi dengan Koordinasi Mata - Tangan.html [Juni 4, 2013]

Tn. (2011). Latihan Koordinasi Mata-Tangan. [Online]. Available at: http://mari-berkawand.blogspot.com/2011/02/latihan-koordinasi-mata-tangan.html [Juni 4, 2013]


Dokumen yang terkait

PENGARUH NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT TERHADAP KEMAMPUAN GROSS MOTOR BERDIRI ANAK CEREBRAL PALSY Pengaruh Neuro Developmental Treatment Terhadap Kemampuan Gross Motor Berdiri Anak Cerebral Palsy Spastik Diplegi.

0 4 12

PENDAHULUAN Pengaruh Neuro Developmental Treatment Terhadap Kemampuan Gross Motor Berdiri Anak Cerebral Palsy Spastik Diplegi.

0 2 6

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIK QUADRIPLEGI TIPE EKSTENSI DI YAYASAN SAYAB IBU Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Tipe Ekstensi Di Yayasan Sayab Ibu Yogyakarta.

0 8 15

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIK QUADRIPLEGI TIPE EKSTENSI DI YAYASAN SAYAB IBU Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Tipe Ekstensi Di Yayasan Sayab Ibu Yogyakarta.

0 3 17

PENGARUH MOBILISASI TRUNK TERHADAP PENURUNAN SPASTISITAS PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGI.

0 1 9

PENGARUH PERMAINAN ALAT MUSIK DRUM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK ANAK CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK DI SLB AZ-ZAKIYAH.

0 1 39

PENINGKATAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS MELALUI KIRIGAMI PADA SISWA CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK DI SLB RELA BHAKTI I GAMPING.

1 1 211

this PDF file PENGARUH AKTIVITAS KOLASE TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS PADA SISWA CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK | Sutisna | PEDAGOGIA 1 PB

0 1 8

PENGARUH KEGIATAN KOLASE TERHADAP KETERAMPILAN MOTORIK HALUS ANAK

1 3 6

Pengaruh Keterampilan Kolase Biji-bijian Terhadap Peningkatan Kemampuan Koordinasi Motorik Halus Siswa Cerebral Palsy Kelas II di SLB Negeri Sukoharjo Tahun Ajaran 2017/2018 - UNS Institutional Repository

0 0 19