YANYIAN RAKYAT KAU-KAUDARA DALAM MASYARAKAT MUNA KAJIAN STRUKTUR TEKS, KONTEKS, DAN FUNGSI SERTA UPAYA PELESTARIANNYA DI SEKOLAH.
Maliudin, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………..…... i
LEMBAR PERSETUJUAN……… ii
LEMBAR PENGESAHAN………. iii
LEMBAR PERNYATAAN………. iv
KATA PENGANTAR……….. v
UCAPAN TERIMA KASIH………... viii
DAFTAR SINGKATAN……….. xiii
DAFTAR GAMBAR………..………. xiv
DAFTAR TABEL……… xv
ABSTRAK……… xvii
DAFTAR ISI……… xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian………... 1
B. Batasan Masalah Penelitian………... 10
C. Rumusan Masalah Penelitian………. 11
D. Tujuan Penelitian……….…………... 11
E. Manfaat Penelitian……….……... 12
F. Definisi Operasional...……...………...… 12
G. Asumsi Penelitian………... 13
H. Penelitian yang Relevan………... 13
BAB II KAJIAN TEORETIS NYANYIAN RAKYAT KAU- KAUDARA A. Kebudayaan………...15
1. Pengertian kebudayaan……….... 15
2. Wujud Kebudayaan………... 16
(2)
Maliudin, 2012
B. Folklor dan Tradisi Lisan……….………... 18
1. Folklor………... 18
2. Tradisi Lisan………... 21
a. Fungsi Tradisi Lisan……….. 23
b. Dimensi Kelisanan dalam Tradisi Lisan………….... 24
c. Pelestarian Tradisi Lisan……….... 25
C. Sastra Lisan………... 26
D. Nyanyian Rakyat dan Sajak Rakyat..……… 30
a. Nyanyian Rakyat………...……... 30
1) Jenis-jenis Nyanyian Rakyat………... 32
2) Fungsi Nyanyian Rakyat……….………...…. 34
b. Sajak Rakyat………... 35
E. Struktur Teks Puisi……….………... 35
a. Formula Sintaksis………….…………..…………... 39
b. Formula Bunyi………..………... 40
1) Rima………..…... 41
2) Aliterasi dan Asonansi………...…... 42
3) Irama………….………... 43
c. Gaya bahasa……….………... 44
1) Pilihan Kata (Diksi)……….…………... 44
2) Paralelisme………...…... 46
3) Majas………....………... 47
F. Konteks………... 49
G. Fungsi………... 51
H. Pendekatan Struktural………... 53
I. Upaya Pelestarian Nyanyian Rakyat Melalui Penggunaannya sebagai Bahan Ajar di Sekolah....………... 59
BAB III METODE PENELITIAN A. Pengantar………... 71
B. Metode Penelitian……….. 71
C. Lokasi Penelitian………... 72
D. Teknik Pengumpulan Data……… 72
E. Instrumen Penelitian……….. 73
F. Sumber Data Penelitian………. 77
G. Teknik Analisis Data………... 77
(3)
Maliudin, 2012
BAB IV NYANYIAN RAKYAT KAU-KAUDARA DALAM MASYARAKAT MUNA
A. Letak dan Keadaan Lingkungan Budaya Penelitian....…… 79
1. Letak Kabupaten Muna……… 79
2. Lingkungan Budaya Penelitian……… 80
a. Alam Fisik………. 80
b. Alam Hayati………..……... 82
c. Kondisi Masyarakat……….. 83
d. Unsur-unsur Budaya….……… 85
B. Data dan Analisis Data………..……...………... 95
1. Teks dan Hasil Analisis Teks..………. 95
a. Hasil Analisis Teks NRK 1………..………….…. 95
1) Formula Sintaksis……… 96
2) Formula Bunyi……….. 105
3) Gaya Bahasa………. 109
b. Analisis Teks NRK 2……..……… 111
1) Formula Sintaksis………. 112
2) Formula Bunyi……….. 115
3) Gaya Bahasa………. 118
c. Analisis Teks NRK 3….….……… 119
1) Formula Sintaksis………. 120
2) Formula Bunyi……….. 125
3) Gaya Bahasa………. 128
d. Analisis Teks NRK 4………….………. 130
1) Formula Sintaksis………. 131
2) Formula Bunyi……….. 135
3) Gaya Bahasa………. 138
2. Konteks dan Hasil Analisis Konteks………... 139
a. Konteks………. 139
b. Hasil Analisis Konteks………... 159
1) Konteks Situasi………... 159
2) Konteks Budaya……… 161
3. Hasil Analisis Fungsi……...……...……….. 162
C. Pembahasan Hasil Analisis………..…... 166
(4)
Maliudin, 2012
2. Pembahasan Hasil Analisis Konteks…….……..……. 169
3. Pembahasan Hasil Analisis Fungsi……….……..….... 171
BAB V UPAYA PELESTARIAN NYANYIAN RAKYAT KAU-KAUDARA DALAM MASYARAKAT MUNA A. Pengantar………. 175
B. Nyanyian Rakyat Kau-kaudara Digunakan dalam Pembelajaran di TK………...………... 175
C. Nyanyian Rakyat digunakan sebagai Bahan Ajar pada Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA……. 179
1. Silabus……….... 181
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran………... 182
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan……… 187
1. Struktur Nyanyian Rakyat Kau-kaudara……… 187
2. Konteks Nyanyian Rakyat Kau-kaudara………... 191
3. Fungsi Nyanyian Rakyat Kau-kaudara……….. 193
4. Upaya Pelestarian Nyanyian Rakyat Kau-kaudara di Sekolah………... 195
B. Saran……….. 197
DAFTAR PUSTAKA………... 200
RIWAYAT PENULIS………. 204
(5)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara geografis, negara Indonesia merupakan negara kepulauan. Kondisi itu menyebabkan masyarakatnya pun umumnya dipisahkan oleh kepulauan-kepulauan. Sebelum menjadi masyarakat modern seperti sekarang ini, masyarakat Indonesia pernah melewati masa kuno yang serba tradisional. Akses kehidupan luar sangat terbatas. Dalam keadaan yang sangat tradisional demikian tidak memungkinkan untuk terjadi interaksi manusia antarpulau (secara mudah), sehingga dalam kurun waktu yang lama hidup dan berinteraksi dengan pola yang dikembangkan sendiri. Akhirnya, masyarakatnya pun terbentuk berdasarkan kelompok-kelompok geografis yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat berkesinambungan dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Dampak interaksi yang dibatasi oleh pulau ini adalah keanekaragaman adat-istiadat dan budaya masyarakat bangsa Indonesia.
Menyimpulkan budaya negara sendiri jauh lebih sulit daripada menyimpulkan budaya negara lain. Ketika seorang ahli antropologi ingin meneliti kehidupan sosial masyarakat Birma, Muangthai, Laos, Kamboja, Vietnam, maupun negara Asia Tenggara lainnya, kecuali Indonesia, dengan mudah mereka akan mengenal secara luas dan mendalam tentang kehidupan dan kebudayaan yang ada di negara-negara tersebut secara konvensional. Kekonvensionalan tersebut tidak berlaku untuk peneliti antropologi yang akan meneliti di Indonesia
(6)
Indonesia masih terpisah lagi oleh pulau-pulau besar yang setiap pulau kurang lebih luasnya setara dengan luas satu wilayah negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti pulau Sulawesi, Irian Jaya, Kalimantan, Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan sebagainya. Setiap pulau pun memiliki karakteristik kehidupan dan tradisi yang berbeda-beda satu sama lainnya. Bila demikian, maka tidak salah lalu muncul asumsi bahwa salah satu penyebab keanekaragaman adat-istiadat, tradisi, maupun bahasa yang digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah karena keadaan geografisnya yang berbentuk kepulauan.
Di samping apa yang telah dikemukakan di atas, perbedaan adat-istiadat, tradisi, bahasa maupun sistem-sistem interaksi lain dalam masyarakat juga disebabkan oleh sikap/karakter manusia itu sendiri yang cenderung hidup secara berkelompok (Koentjaraningrat, 2002: 154). Manusia itu hidup berkelompok dalam kesatuan interaksi dengan adat-istiadat dan tradisi, serta dengan adanya rasa identitas yang sama, di antaranya meliputi proses pemenuhan kebutuhan hidup mereka sebagai makhluk sosial.
Para ahli telah mengemukakan bahwa ukuran sebuah kebudayaan secara universal dapat dilihat dalam tujuh unsur kebudayaan atau biasa disebut
“kebudayaan universal” atau universal culture. Kluckhohn (Koentjaraningrat,
2002: 203) mengemukakan bahwa universal culture itu terdiri dari tujuh unsur kebudayaan, yaitu: (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata pencaharian hidup, (6) sistem religi, dan (7) kesenian. Kata universal culture tersebut mengandung
(7)
pengertian bahwa ketujuh unsur yang telah disebutkan itu memang selalu ada dan bisa didapatkan dalam setiap kebudayaan di manapun di dunia.
Masih banyak aspek lain yang menyebabkan keanekaragaman adat-istiadat, tradisi, bahasa, dan sebagainya yang membentuk budaya bangsa Indonesia, namun pada kesempatan ini tidak akan diulas lebih jauh karena dari beberapa yang sempat disebutkan di atas tadi hanya untuk mengantarkan kita pada gambaran atau simpulan bahwa kebudayaan Indonesia seutuhnya terdiri dari kebudayaan-kebudayaan besar yang ada di kepulauan nusantara, ditambah dengan kebudayaan-kebudayaan kecil yang tersebar di pelosok-pelosok nusantara dari Sabang sampai Merauke.
Pada awalnya, adat-istiadat atau tradisi yang ada dalam suatu masyarakat bentuk interaksi dan peredarannya adalah secara lisan. Tradisi tulis pada saat itu belum ada, sehingga penyebaran ilmu berupa tradisi mengenai pola kehidupan secara turun-temurun dilakukan secara lisan. Dalam hal ini, unsur kelisanan menjadi ciri khas yang menandai tradisi ini, sehingga kemudian muncul istilah folklor atau tradisi lisan.
Tradisi lisan itu perlu dikaji, dipelihara dan dilestarikan karena dengan tradisi lisan kita bisa melihat gambaran sejarah paradigma berpikir masyarakat pemilik tradisi bersangkutan pada masa itu. Masyarakat masa kini bukan masyarakat yang terlahir bersama tradisinya sendiri, namun tradisi yang dimiliki itu adalah tradisi yang telah lama lahir. Tradisi atau kebudayaan yang dimiliki suatu masyarakat masa kini merupakan kelanjutan budaya atau tradisi lama yang berkembang maju sesuai dengan perkembangan masyarakatnya.
(8)
Kekhawatiran kita sekarang adalah pergeseran nilai-nilai budaya karena masuknya budaya asing bersamaan teknologi dan informasi tanpa batas kontrol yang akan menimpa tradisi lokal yang akan berujung fatal pada nilai-nilai budaya bangsa secara menyeluruh. Kita lihat, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dunia tidak hanya melahirkan dampak positif, melainkan juga menyertakan dampak negatif bagi keberadaan tradisi lisan sebagai wujud dari pola pikir lama atau pengetahuan tradisional masyarakat. Dampaknya, pengetahuan baru akan mendominasi, bahkan akan menekan dan menghancurkan pengetahuan yang lama, termasuk adat-istiadat dan tradisi lisan masyarakat. Padahal, banyak nilai-nilai penting yang terdapat dalam tradisi lisan, di mana bila tidak segera diselamatkan, maka akan ikut hilang atau punah bersama yang lainnya yang memang sudah tidak diperlukan. Oleh karena itu, sudah saatnya kita sebagai pemilik tradisi masing-masing secara bersama menjaga kelestarian budaya dengan berbagai bentuk upaya sesuai kemampuan. Minimal dengan cara tetap menanamkan nilai-nilai budaya asli bangsa dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam melestarikan tradisi lisan masyarakat Indonesia. Misalnya, melalui suatu lembaga organisasi, yaitu lembaga Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) dan secara khusus peneliti terlibat dalam upaya pemerhatian terhadap tradisi lisan nusantara. Lembaga ATL secara umum
bertujuan untuk menyelamatkan tradisi lisan yang hampir punah,
mendokumentasikan, dan menciptakan formula pelestariannya dalam kehidupan sehari-hari, baik melalui pendidikan nonformal maupun melalui pendidikan formal.
(9)
Tiga bentuk tradisi lisan yang mengisi kebudayaan suatu masyarakat (Danandjaja, 2007: 21-21; Hutomo, 1991: 8-9), yaitu (1) tradisi lisan yang lisan; (2) tradisi lisan yang sebagian lisan; dan (3) tradisi lisan yang bukan lisan. Misalnya nyanyian rakyat dan sajak rakyat. Dilihat dari bentuknya, kedua jenis tradisi itu, termasuk dalam bentuk tradisi lisan yang pertama, yakni tradisi lisan yang lisan. Hal ini disebabkan karena nyanyian rakyat dan sajak/puisi rakyat merupakan tradisi yang menggunakan media lisan secara utuh.
Menurut Jan Harold Brunvand (Danandjaja, 2009: 141), nyanyian rakyat adalah salah satu genre atau bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan di antara kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian. Sebagai salah satu bagian dari tradisi lisan, nyanyian rakyat juga dikhawatirkan kebertahanannya di tengah-tengah masyarakat pemiliknya, lebih-lebih dalam keberadaannya sebagai bagian dari bentuk tradisi lisan Indonesia. Tampak sekali posisi nyanyian rakyat sekarang ini sudah diambang kepunahan. Nyanyian rakyat, misalnya nyanyian anak, pada masa lalu sangat marak digunakan anak-anak dalam mengiringi permainan mereka. Sedangkan sekarang, anak sudah tidak menggunakan bahkan tidak mengenal lagi nyanyian-nyanyian rakyat terebut.
Dulu, nyanyian atau istilah sekarang ”lagu”, kehadirannya bukan hanya
semata-mata sebagai seni, tapi lebih dari itu, nyanyian (tradisional) pada saat itu memiliki banyak fungsi. Salah satu fungsi yang menonjol adalah bahwa nyanyian tradisonal atau nyanyian rakyat, misalnya nyanyian anak berisi tentang nasihat. Sekarang situasi sangat berbeda, nyanyian yang dibawakan anak pada masa ini
(10)
adalah nyanyian-nyanyian yang seharusnya bukan untuk mereka. Nyanyian yang dinyanyikan oleh anak-anak umumnya tidak relevan dengan kebutuhan mereka, terutama.
Dalam nyanyian rakyat, dapat ditemukan gambaran kehidupan sosial masyarakat tertentu. Nyanyian rakyat sebagaimana tradisi-tradisi lainnya merupakan media interaksi kehidupan sosial pemiliknya. Seperti yang dikemukakan Danandjaja (2007: 152-153), nyanyian rakyat memiliki banyak fungsi, antara lain, nyanyian rakyat mengandung fungsi kreatif, yaitu untuk merenggut kita dari kebosanan hidup sehari-hari walaupun untuk sementara waktu, atau untuk menghibur diri dari kesukaran hidup, sehingga dapat pula menjadi semacam pelipur lara, atau untuk melepaskan diri dari segala ketegangan perasaan, sehingga dapat memperoleh kedamaian jiwa. Fungsi kedua adalah sebagai pembangkit semangat. Fungsi ketiga adalah untuk memelihara sejarah setempat, klen, dan sebagainya. Fungsi yang keempat adalah sebagai protes sosial, protes mengenai ketidakadilan dalam masyarakat atau negara bahkan dunia.
Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia, Sulawesi juga merupakan daerah yang memiliki banyak tradisi lisan yang tersebar disepanjang wilayah daerah ini. Salah satu bagian Provinsinya adalah Provinsi Sulawesi Tenggara,
dengan ibu kotanya “Kendari”. Provinsi Sulawesi Tenggara didiami oleh tiga
etnis utama, yaitu etnis Muna, Buton, dan Tolaki. Adapun penduduk tambahannya, seperti masyarakat Jawa, Bugis, Bali, Padang, dan yang lainnya hanya sebagai penduduk minoritas.
(11)
Sejauh ini, Provinsi Sulawesi Tenggara masih kurang mendapatkan perhatian dari para antropolog, sosiolog, maupun para peneliti sosial lainnya. Padahal, dilihat dari kemajemukan etnisnya saja, daerah Sulawesi Tenggara sudah mengindikasikan tentang keberagaman budaya dan tradisinya. Apa lagi bila telah diketahui bahwa dalam tiap etnis tersebut masih terdapat banyak tradisi yang dimiliki yang membedakannya dengan etnis lain. Ketiga etnis mayoritas sebagai penduduk pribumi daerah ini memiliki tradisi lisan yang berbeda-beda. Tahun 2011, beberapa peneliti daerah sudah melakukan kajian terhadap tradisi lisan yang ada, antara lain (1) La Ode Taalami (2011), dengan judul kajian “Hikayat Negeri Buton: Analisis Jalinan Fakta dan Fiksi dalam Struktur Hikayat dan Fungsinya serta Edisi Teks, dalam bentuk disertasi; (2) Iman, yaitu mengkaji mengenai
“Upacara Karia” dalam masyarakat Muna; (3) Wa Ode Halfian, yaitu mengkaji
mengenai cerita rakyat dalam masyarakat Muna; dan sebagainya.
Melanjutkan upaya dari para peneliti terdahulu tersebut, peneliti bermaksud mengkaji nyanyian rakyat yang dimiliki oleh masyrakat etnis Muna. Kita ketahui bersama, bahwa pada umumnya, tradisi lisan yang dimiliki oleh masing-masing daerah memiliki banyak kesamaan. Misalnya dalam bentuk cerita
rakyat “dongeng”, di beberapa daerah di Indonesia, mengenal dongeng “Si
Kancil”. Pembeda dari cerita ini sesungguhnya adalah hanya varian-variannya
atau dengan kata lain hanya berbeda dalam versi ceritanya sesuai dengan daerah masing-masing. Hal yang sangat jelas membedakan dari cerita “Si Kancil” dari masing-masing daerah adalah bahasa yang digunakan, yaitu dengan bahasa daerah masing-masing pemilik cerita.
(12)
Dalam hal tradisi lisan, etnis Muna juga memiliki banyak tradisi lisan. Ada sebuah tradisi lisan milik masyarakat Muna yang menurut peneliti sangat menarik untuk diteliti atau diketahui secara ilmiah. Nama tradisi ini adalah kau-kaudara, berupa deretan kata-kata, sedikit menekankan irama dalam melafadkannya dan penyebarannya diwariskan secara lisan. Kau-kaudara merupakan sejenis nyanyian rakyat masyarakat Muna. Biasanya nyanyian rakyat kau-kaudara dinyanyikan oleh siapa saja dalam suasana santai sehari-hari, biasanya awalnya dinyanyikan oleh orang tua untuk anak-anaknya. Sayangnya, keberadaan nyanyian rakyat kau-kaudara ini sekarang sudah sangat jarang ditemukan penggunaannya dalam masyarakat Muna.
Sebagai salah satu bentuk tradisi masyarakat Muna yang hampir punah, maka perlu dilakukan upaya penyelamatan dan pelestarian terhadap nyanyian rakyat kau-kaudara. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara pengkajian ilmiah untuk menentukan identitas ilmiah nyanyian rakyat kau-kaudara. Setelah itu, bentuk pelestarian dilanjutkan dengan upaya penerapannya dalam masyarakat, baik dalam lingkungan pendidikan formal maupun nonformal.
Nyanyian rakyat kau-kaudara sebagai bentuk sastra lisan memiliki struktur tertentu. Struktur yang membangun nyanyian rakyat tersebut. Di samping memiliki struktur, nyanyian rakyat kau-kaudara tentu juga memiliki latar belakang penciptaannya. Artinya, nyanyian rakyat kau-kaudara, bukan hanya sebagai struktur yang otonom, melainkan sebuah karya masyarakat yang juga diciptakan berdasarkan latar belakang tertentu (Foulkes dalam Teeuw, 2003: 124). Sederhananya, nyanyian rakyat kau-kaudara juga merupakan sebuah struktur
(13)
yang berfungsi dan bermakna, terutama bagi masyarakat Muna sebagai pemiliknya.
Struktur yang dihubungkan dengan fungsi menganggap bahwa sastra bukan semata-mata karya yang otonom, melainkan sebuah ciptaan yang holistik yang juga dipengaruhi oleh unsur pencipta, pembaca, dan latar belakang lingkungan sosial tempat penciptaan karya tersebut. Pemikiran semacam ini pertama kali dinyatakan oleh Foulkes (Teuuw, 2003:124) sebagai bentuk penolakannya terhadap teori struktural yang diterapkan oleh kaum formalis yang menganggap bahwa karya sastra itu suatu kesatuan yang otonom atau berdiri sendiri. Nyanyian rakyat termasuk bentuk sastra lisan dari segi liriknya tidak cukup bila kajiannya hanya diarahkan pada strukturnya saja, melainkan juga perlu diarahkan pada penelusuran fungsi sebagai bentuk dari relevansi sosialnya. Ini kaitannya dengan kedudukan sastra di samping sebagai karya imajinatif, juga merupakan gambaran dari kenyataan. Pemaduan antara aspek imajinatif dan mimesis dipandang perlu karena kedua unsur itu bersama-sama membentuk karya sastra atau tradisi tertentu.
Setiap nyanyian rakyat memiliki fungsi (Danandjaja, 2007: 152). Begitu juga dengan nyanyian rakyat kau-kaudara, tentu memiliki fungsi, minimal nyanyian rakyat kau-kaudara berfungsi bagi masyarakat Muna, sebagai pemiliknya. Secara struktur, nyanyian rakyat kau-kaudara juga merupakan jenis
tradisi atau karya yang memiliki struktur tertentu. Jadi, “bagaimana strukturnya dan apa fungsinya” merupakan dua sasaran yang dapat memberi banyak
(14)
keterangan perihal nyanyian rakyat kau-kaudara itu telah diperoleh, maka upaya pelestarian berikutnya pun dapat dilanjutkan.
Nyanyian rakyat kau-kaudara merupakan salah satu tradisi masyarakat Muna yang terancam punah. Penggunaannya dalam masyarakat Muna sudah jarang ditemukan. Oleh karena itu, nyanyian rakyat kau-kaudara ini perlu dikaji secara ilmiah sebagai upaya pemeliharaan, dan pelestarian tradisi lisan nasional. Upaya pelestarian dilanjutkan dalam bentuk upaya pemanfaatan nyanyian rakyat kau-kaudara dalam pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul penelitian “Nyanyian Rakyat Kau-kaudara dalam Masyarakat Muna
(Kajian Struktur Teks, Konteks, dan Fungsi serta Upaya Pelestariannya di Sekolah)”.
B. Batasan Masalah Penelitian
Adapun masalah dalam penelitian ini adalah mengenai nyanyian rakyat kau-kaudara dalam masyarakat Muna, antara lain melihat struktur dan fungsi serta upaya pelestariannya di sekolah.
Dari segi lirik atau teksnya, tradisi lisan kau-kaudara dapat dikategorikan sebagai puisi (sastra) lisan. Unsur lagunya bersifat monoton, sedangkan unsur liriknya yang dominan menjadi salah satu alasan peneliti untuk memasukan nyanyian ini ke dalam bentuk puisi lisan. Jadi, struktur nyanyian kau-kaudara yang dianalisis dan dibahas dalam penelitian ini adalah struktur teks yang meliputi formula sintaksis, formula bunyi, dan gaya bahasa nyanyian rakyat kau-kaudara. Selain struktur teks nyanyian rakyat kau-kaudara, sesuai dengan konsep judul
(15)
dalam latar belakang masalah di atas, penelitian ini juga menganalisis konteks, dan fungsi serta upaya pelestariannya di sekolah.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah di atas, maka masalah dapat dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan berikut.
1) Bagaimanakah struktur teks nyanyian rakyat kau-kaudara?
2) Bagaimanakah konteks nyanyian rakyat kau-kaudara?
3) Apa sajakah fungsi nyanyian rakyat kau-kaudara?
4) Bagaimanakah upaya pelestarian nyanyian rakyat kau-kaudara di sekolah?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini meliputi (1) tujuan umum, yakni untuk melestarikan nyanyian rakyat kau-kaudara, (2) tujuan khusus, yaitu untuk memperoleh deskripsi tentang
1) struktur teks nyanyian rakyat kau-kaudara; 2) konteks nyanyian rakyatkau-kaudara; 3) fungsi nyanyian rakyatkau-kaudara; dan
(16)
E. Manfaat Peneltian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis.
1) Manfaat teoretis: hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih terhadap perkembangan ilmu budaya, khususnya yang berkaitan dengan nyanyian rakyat nusantara.
2) Manfaat praktis: hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut.
a) Pelestarian nyanyian rakyat kau-kaudara dalam masyarakat Muna
sebagai salah satu bagian dari tradisi lisan nusantara.
b) Pemanfaatan nyanyian rakyat kau-kaudara sebagai bahan pembelajaran
di sekolah..
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari perbedaan interpretasi dan penafsiran pengertian dalam penelitian ini, maka berikut ini beberapa definisi operasional.
1) Nyanyian rakyat adalah bentuk tradisi lisan yang yang terdiri dari kata-kata dan lagu yang berbentuk tradisional.
2) Kau-kadara adalah salah satu bentuk tradisi lisan berupa nyanyian rakyat yang dimiliki oleh masyarakat Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara.
3) Masyarakat Muna adalah salah satu masyarakat yang menempati wilayah tenggara pulau Sulawesi.
4) Sturktur adalah susunan unsur-unsur yang bersistem, di mana unsur-unsur tersebut satu sama lainnya saling berkaitan. Teks adalah satuan makna
(17)
yang dihasilkan melalui bahasa. Struktur teks adalah satu kesatuan unsur-unsur yang saling berkaitan dan bersama-sama dalam membangun teks.
5) Konteks adalah unsur nonteks yang digunakan untuk membantu
memahami makna keseluruhan.
6) Upaya diartikan sebagai usaha untuk mencapai suatu maksud. Pelestarian diartikan sebagai penyelamatan dari kepunahan atau kemusnahan. Jadi, upaya pelestarian adalah usaha untuk menyelamatkan sesuatu dari kepunahan atau kemusnahan.
G. Asumsi Penelitian
Penelitian ini dibangun oleh bahwa nyanyian rakyat kau-kaudara merupakan media yang digunakan masyarakat Muna dalam mendidik dan menghibur anaknya (secara tradisional) sebelum ada lembaga pendidikan formal. Mengingat media tulis pada masa tradisional itu belum ada, sedangkan tuntutan pewarisan pengetahuan dari generasi ke generasi sangat besar.
H. Penelitian yang Relevan
Nyanyian rakyat kau-kaudara merupakan jenis sastra lisan milik masyarakat yang hampir punah. Sastra lisan ini berbentuk nyanyian rakyat yang proses penciptaannya telah berhenti. Dalam penelitian awal diketahui bahwa kau-kaudara sebagai salah satu nyanyian rakyat masyarakat Muna belum pernah diangkat dalam sebuah penelitian ilmiah. Kerelevanan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya sama-sama sebagai jenis nyanyian rakyat masyarakat Muna, yaitu penelitian mengenai nyanyian rakyat kantola yang dilakukan oleh
(18)
Darwan Sari (2011) dalam bentuk tesis dan penelitian mengenai nyanyian rakyat kabhanti yang dilakukan oleh La Sudu (2011) dalam bentuk skripsi. Dalam penelitiannya, La Sudu mengkaji tentang makna dan fungsi nyanyian rakyat kabhanti.
Peneliti lain yang juga meneliti tentang nyanyian rakyat adalah Ahada Wahyusari (2011). Menggunakan pendekatan psikologi sastra, Wahyusari mengfokuskan lingkup kajiannya pada dimensi emosional dan spiritual nyanyian kanak masyarakat Tambelan serta implikasinya pada pendidikan anak usia dini.
Tradisi lisan kantola merupakan nyanyian yang diwariskan anak ketika berusia 10 tahun ke atas, sedangkan nyanyian rakyat kau-kaudara biasanya dinyanyikan dan digunakan oleh anak pada usia ketika mulai dapat berbicara (kurang lebih 2 tahun) hingga berumur 10 tahun. Artinya, tradisi kantola merupakan nyanyian anak dalam masyarakat Muna yang digunakan sesudah anak tidak lagi suka menggunakan nyanyian kau-kaudara. Oleh karena itu, peneliti bermaksud mendeskripsikan tradisi kau-kaudara sehingga dapat diperoleh informasi yang memadai dan ilmiah mengenai tradisi ini; sebagai upaya pelestarian budaya Muna khususnya dan untuk budaya Indonesia umumnya.
(19)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pengantar
Bab III ini mencakup perihal pemerolehan data dalam rangka menjaring data yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan sampai pada perencanaan langkah-langkah analisis data yang akan digunakan.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Menggunakan metode kualitatif dengan alasan karena permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini belum jelas, holistik, kompleks, dinamis dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut dapat dijaring secara kuantitatif. Di samping itu, peneliti bermaksud memahami situasi sosial secara mendalam, menemukan pola dan teori, bahkan sampai menemukan hipotesis (Sugiyono, 2011: 381).
Pendekatanyang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan naturalistik, yakni suatu pendekatan yang sering digunakan dalam peneltitian kualitatif yang berusaha mengungkap fenomena sebagaimana adanya (Endraswara, 2009: 85). Penelitian dengan pendekatan ini merupakan sebuah upaya memahami fenomena sosial budaya dari sisi si pelaku sendiri. Selanjutnya Kuntjara (2006: 4) mengemukakan beberapa konsep mengenai pendekatan naturalistikantara lain: realitas pada dasarnya bersifat jamak yang hanya dapat dipelajari secara holistik, peneliti dan yang diteliti saling berinteraksi dan tidak
(20)
bisa dipisahkan satu dengan yang lain, tujuan penelitian adalah untuk menelaah suatu kasus dan memahaminya secara mendalam.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara spesifik, lokasi utama penelitian ini adalah Kecamatan Batalaiworu. Guna memperoleh data tambahan, peneliti juga memperluas wilayah penelitian pada beberapa kecamatan lain yang ada dalam lingkup Kabupaten Muna, seperti Kecamatan Parigi, dan Kecamatan Tongkuno.
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian nyanyian rakyat adalah penelitian suatu tradisi masyarakat, yaitu penelitian yang bermaksud memahami situasi sosialnya, di mana untuk memperoleh hasilnya secara menyeluruh membutuhkan penelusuran yang secara mendalam. Penelitian ini merupakan penelitian yang berusaha untuk mengungkap fenomena sebagaimana adanya yang dilihat dari sisi si pelakunya sendiri. Oleh karena itu teknik pengumpulan data yang diperlukan untuk itu adalah teknik pengumpulan data yang lengkap, meliputi teknik, wawancara, teknik observasi, dan dokumentasi atau biasa dikenal dengan istilah triangulasi (Sugiyono, 2011: 383).
(21)
E. InstrumenPenelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2011: 305). Di sini, peneliti sendirilah yang akan menjadi instrumen kunci. Hal ini didasarkan atas pandangan Nasution (Satori dan Komariah, 2009:63) bahwa
1) peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian; 2) peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan
dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus;
3) tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia; 4) suatu situasi yang melibatkan manusia, tidak dapat dipahami dengan
pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita;
5) peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk mengetes hipotesis yang timbul seketika;
6) hanya manusia sebagai instrumendapat mengambil kesimpulan berdasarkan
data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan.
Dalam melakukan penelitian, penelititentu saja menggunakan perangkat penelitian yang membantu, karena keterbatasan daya ingat. Perangkat-perangkat yang dimaksudkan antara lain: pedoman wawancara, pedoman observasi, catatan
(22)
lapangan, tape recorder, dan handycam. Masing-masing perangkat tersebut memiliki fungsi sebagai berikut.
1) Pedoman wawancara yakni digunakan sebagai rujukan pertanyaan awal yang akan diajukan terhadap responden dalam melakukan wawancara.
INSTRUMEN WAWANCARA Identitas Informan
Nama : ... Umur : ... Jenis Kelamin : ... Pekerjaan : ... Pendidikan : ... Bahasa sehari-hari : ... Kedudukan dalam masyarakat : ... Alamat : ... ...
Tempat dan waktu : __________, Tanggal___/Jam___
NO. DAFTAR PERTANYAAN
1. Apakah benar Bapak/Ibu suku Muna asli?
Jawab:
2. Menurut informasi masyarakat desa ini, benarkah Bapak banyak
mengetahui dan mampu menyanyikan kau-kaudara? Jawab:
3. Apakah selain mampu menyanyikan, Bapak/Ibu juga dapat menciptakan kau-kaudara?
Jawab:
4. Kapan Bapak/Ibu mulai bisa berkau-kaudara?
Jawab:
5. Siapa yang mengajarkan kau-kaudara kepada Bapak/Ibu?
Jawab:
6 Bagaimana proses belajar/diajarkannya?
(23)
7. Apakah ada syarat tertentu dalam belajar kau-kaudara? Jawab:
8. Apakah ada waktu-waktu khusus/sakral yang digunakan untuk berkaudara? Biasanya, kapan saja orang tua Bapak/Ibu menyanyikan kau-kaudara tersebut?
Jawab:
9. Apakah dalam mengajarkan atau mewariskan kau-kaudara, ada syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi?
Jawab:
10. Apakah Bapak/Ibu masih sering berkau-kaudara pada saat sekarang ini?
Jawab:
11. Saat-saat kapan Bapak/Ibu biasanya berkau-kaudara?
Jawab:
12. Biasanya, siapa yang suka mendengarkan kau-kaudara Bapak/Ibu?
Jawab:
13. Apakah sekarang anak-anak Bapak/Ibu masih sering menyanyikan kau-kaudara?
Jawab:
14. Sampai umur berapa anak-anak suka menyanyikan kau-kaudara?
Jawab:
15. Apakah anak-anak di rumah masih suka berkau-kaudara?
Jawab:
16. Apakah dalam lingkungan masyarakat Bapak/ibu, kau-kaudara masih
digunakan? Jawab:
17. Apakah ada tingkatan umur tertentu yang harus menyanyikan
kau-kaudara? Jawab:
18. Apakah Bapak/Ibu pernah mendengar kau-kaudara di tempat atau daerah
lain, di luar masyarakat Muna? Jawab:
19. Apakah kau-kaudara berisi ajaran tentang ajaran agama? Jawab:
20. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu ketika saat kau-kaudara untuk anak-anak
Bapak/Ibu? Jawab:
Tabel 2: Instrumen Wawancara
2) Pedoman observasi yakni digunakan sebagai patokan awal dalam melakukan observasi ketika berada di lapangan penelitian.
(24)
Pedoman Observasi
Fokus observasi : Konteks Penggunaan Kau-kaudara
Tempat observasi : ___________
Waktu observasi : Tanggal____/Jam____
Orang yang terlibat : ___________
No. Kegiatan Deskripsi
1. Hubungan kekeluargaan informan
a. Kedekatan informan dan anak-anaknya
b. Hubungan informan dengan cucunya
2. Proses pewarisan/penurunan kau-kaudara kepada
anak
a. Suasana mengajar
b. Waktu yang digunakan
c. Suasana orang tua ketika bernyanyi
d. Suasana anak ketika mendengarkan
e. Frekuensi orang tua mengulang nyanyian
f. Proses anak menerima sampai akhirnya
menguasai nyanyian
g. Kesulitan yang dialami anak secara tampak
3. Suasana pemakaian kau-kaudara sehari-hari
a. Oleh orang tua
Ruang, waktu, dan suasana pemakaian
b. Oleh anak
Ruang, waktu, dan suasana pemakaian Tabel 3: Instrumen Observasi
3) Catatan lapangan digunakan untuk mencatat bagian-bagian penting dari observasi dan wawancara yang kira-kira mempengaruhi hasil pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian yang dilakukan.
4) Tape recorder digunakan untuk merekam proses wawancara yang dilakukan oleh peneliti dan responden.
(25)
F. Sumber Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah teks kau-kaudara yang berasal dari data lisan yang diperoleh melalui perekaman (tape recorder) yang kemudian ditranskripkan.
Sumber data dalam penelitian ini pada awalnya adalah informan yang dianggap memiliki power dan otoritas pada situasi sosial atau obyek yang diteliti, sehingga mampu “membukakan pintu” ke mana saja peneliti akan melakukan pengumpulan data Selanjutnya sumber data bisa ditambah dengan beberapa informan lain yang memiliki pengetahuan tentang obyek yang diteliti. Teknik yang digunakan ini disebut teknik purposive dan snowball sampling (Sugiyono, 2011: 382).
G. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif ada yang dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian yang sifatnya masih sementara, dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan (Sugiyono: 2010: 336). Namun demikian, yang perlu ditentukan di sini adalah tahap-tahap analisis untuk data primer atau data tetap dalam penelitian, yaitu data yang telah terkumpulkan selama penelitian berlangsung (bukan data studi sementara).
(26)
Menurut Mile and Huberman (Sugiyono, 2011: 334) dalam kegiatan analisis, ada tiga langkah yang dilakukan oleh seorang peneliti, yaitu:
1) Reduksi, yaitu memilih data mengenai mana yang penting, membuat kategori (huruf besar, huruf kecil, angka), dan membuang yang tidak dipakai,
2) Data display, yakni menyajikan data ke dalam pola, dan
3) Conclusion/verification, yakni membuat simpulan yang berupa temuan baru yang telah teruji yang selanjutnya dikonstruksikan dalam tema/judul penelitian.
H. Pedoman Analisis Data
Tabel 4: Pedoman analisis: Nyanyian Rakyat Kau-kaudara dalam Masyarakat Muna Kajian Struktur Teks, Konteks, dan Fungsi serta Upaya Pelestariannya
No Tujuan penelitian
Data temuan Pedoman analisis
1. Mendeskripsikan
struktur teks nyanyian rakyat kau-kaudara
Formula sintaksis, formula bunyi, dan gaya bahasa.
Teori struktural; Teori struktur Puisi (Siswantoro).
2. Mendeskripsikan
konteks nyanyian rakyat kau-kaudara
Segala sesuatu yang nonteks yang berkaitan dengan nyanyian rakyat kau-kaudara, misalnya, berkaitan denganwaktu, suasana, tempat, tujuan penuturan, penutur , dan pendengar kau-kaudara.
Teori kebudayaan (Koentjaraningrat); dan teori fungsionalis Struktural (Teeuw dan Endraswara).
3. Mendeskripsikan
fungsi nyanyian rakyat kau-kaudara.
Fungsi menghibur dan mendidik.
Teori fungsi dan fungsionalis struktural (Teeuw dan
Endraswara); Teori Fungsi folklor (Danandjaja)
4. Merumuskan
contoh upaya pelestarian
Nyanyian rakyat kau-kaudara sebagai bahan ajar di sekolah
Pembelajaran puisi lama di sekolah sesuai dengan KTSP.
(27)
(28)
BAB V
UPAYA PELESTARIAN NYANYIAN RAKYAT KAU-KAUDARA DI SEKOLAH
A. Pengantar
Pada bagian ini membahas tentang upaya pelestarian kau kaudara yang dapat dilakukan di sekolah, antara lain (1) nyanyian rakyat kau-kaudara digunakan sebagai kegiatan awal pembelajaran di TK; dan (2) nyanyian rakyat kau-kaudara digunakan sebagai bahan ajar pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.
B. Nyanyian Rakyat Kau-kaudara Digunakan sebagai Kegiatan Awal dalam Pembelajaran di TK
Tidak dapat dipungkiri, kemajuan teknologi dan informasi tidak hanya mendatangkan dampak positif bagi masyarakat Indonesia; namun juga dampak negatif. Perkembangan teknologi dan informasi menyebabkan nilai-nilai budaya yang dimiliki masyarakat semakin terlupakan, terutama oleh generasi muda pemiliknya. Misalnya, Tradisi lisan nyanyian rakyat kau-kaudara, yakni sebuah tradisi lisan milik masyarakat Muna, provinsi Sulawesi Tenggara; kini tidak lagi dikenal oleh masyarakatnya, kurang lebih dalam tiga puluh tahun terakhir ini. Tradisi ini merupakan sejenis tradisi nyanyian yang sering digunakan orang tua untuk menghibur dan mendidik anaknya. Dalam penelitian diperoleh hasil bahwa tradisi ini sangat bermanfaat bagi masyarakat Muna pada saat itu. Salah satunya manfaat yang tampak sekali adalah tradisi ini merupakan media belajar anak (yang berusia dini) dalam latihan berbahasa dan latihan mengingat (menghafal
(29)
nyanyian). Di samping fungsi itu, masih banyak fungsi lain yang dimiliki oleh tradisi lisan ini, terutama fungsi sosialnya bagi masyarakat Muna itu sendiri.
Tanpa disadari, jauh sebelum ada lembaga pendidikan; bahkan sebelum masa tradisi tulis pun dalam masyarakat Muna ini meski secara tradisional telah melaksanakan praktik pembelajaran dengan strategi yang demikian baik. Dalam pembahasan Joyce (2009: 223), peningkatan kemampuan kognitif dengan menggunakan kekuatan hafalan pernah menjadi model pembelajaran yang unggul; meskipun pada akhirnya banyak model baru, seperti model mnemonik, metode kata-hubung dan sebagainya yang membuat model ini ditinggalkan. Meskipun demikian, Joyce (2009) mengemukakan bahwa model hafalan semacam ini masih justru menjadi model yang lebih efektif untuk diajarkan di TK atau kelas satu daripada model mnemonik. Hal ini diakui para ahli bahwa anak pada usia TK atau SD kelas 1, masih berada pada kemampuan praoperasional konsep, artinya anak masih lebih kuat menghafal daripada kemampuan menghubungkan makna konsep.
Dari dua dua fungsi yang dikemukakan di atas (fungsi belajar dan fungsi sosialnya), dapat dilakukan langkah positif untuk mempertahankan dan melestarikan tradisi ini dengan cara dilibatkannya dalam pembelajaran di sekolah, misalnya di TK, khususnya sekolah/TK yang ada di daerah Kabupaten Muna itu sendiri. Usaha ini memiliki dua kontribusi positif yang bisa dicapai, yakni pertama, dari segi pelestarian. Tradisi lisan nyanyian rakyat kau-kaudara ini dapat terjaga kelestariannya, dalam artian terus digunakan dan bahkan dibudayakan lagi seperti sedia kala dalam kehidupan masyarakat Muna sehari-hari. Kedua, dalam
(30)
kontribusinya terhadap pendidikan, penerapan pembelajaran dengan membudayakan tradisi ini, akan bisa membantu meningkatkan kemampuan berbahasa dan kognitif anak didik yang memang salah satu tujuan pembelajarannya adalah untuk meningkatkan kemampuan berbahasa dan kognitif sebagai bekal dasar dalam memperoleh pengetahuan-pengetahuan yang lebih kompleks.
Berdasarkan latar belakang tersebut kemudian peneliti berminat untuk memperkenalkan kembali tradisi lisan nyanyian rakyat kau-kaudara pada anak-anak usia dini, yakni lewat jalur lembaga-lembaga pendidikan anak-anak usia dini/TK yang ada di daerah Kabupaten Muna. Langkah yang akan peneliti tempuh adalah dengan melakukan penyuluhan dalam bentuk seminar-seminar lokal dengan melibatkan pihak pemerintah setempat, misalnya misalnya melibatkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Muna.
Penerapan nyanyian rakyat kau-kaudara di TK yang dimaksud di sini bukan berupa sebagai bahan ajar dengan model tertentu, melainkan hanya sebagai bagian kegiatan harian ketika memulai pembelajaran di kelas, mulai dari kegiatan awal sampai akhir.
1) Kegiatan awalmerupakan kegiatan untuk pemanasan dan dilaksanakan secara
klasikal. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain, misalnya
berdoa/mengucap salam, mengajak anak-anak bernyanyi (berkau-kaudara), membicarakan tema atau subtema, dan sebagainya.
2) Kegiatan inti merupakan kegiatan yang dapat mengaktifkan perhatian, kemampuan, sosial dan emosional anak. Kegiatan ini dapat dicapai melalui
(31)
kegiatan yang kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi dan bereksperimen sehingga dapat memunculkan inisiatif, kemandirian dan kreativitas anak, serta kegiatan yang dapat meningkatkan pengertian-pengertian, konsentrasi dan mengembangkan kebiasaan bekerja yang baik. Kegiatan inti merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara individual/ kelompok.
3) Istirahat/Makan merupakan kegiatan yang digunakan untuk mengisi
kemampuan anak yang berkaitan dengan makan, misalnya mengenalkan kesehatan, makanan yang bergizi, tata tertib makan yang diawali dengan cuci tangan kemudian makan dan berdoa sebelum dan sesudah makan. Setelah kegiatan makan selesai, anak melakukan kegiatan bermain dengan alat permainan di luar kelas dengan maksud untuk mengembangkan motorik kasar anak dan bersosialisasi. Kegiatan ini disesuaikan dengan kemauan anak, anak makan kemudian bermain atau sebaliknya anak bermain terlebih dahulu kemudian makan.
4) Kegiatan akhir merupakan kegiatan penenangan yang dilaksanakan secara klasikal. Kegiatan yang dapat diberikan pada kegiatan akhir, misalnya membacakan cerita dari buku, mendramatisasikan suatu cerita, mendiskusikan tentang kegiatan satu hari atau menginformasikan kegiatan esok hari, menyanyi (berkau-kaudara), berdoa, dan sebagainya.
Jadi, dalam pembelajaran di TK, nyanyian rakyat kau-kaudara dapat dinyanyikan pada saat memulai pembelajaran (kegiatan awal) dan mengakhiri
(32)
pembelajaran (kegiatan akhir). Dengan demikian, anak akan terbiasa kembali menggunakan nyanyian rakyat kau-kaudara dalam kehidupan sehari-hari.
C. Nyanyian Rakyat Kau-kaudara Digunakan sebagai Bahan Ajar pada Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Di SMA
Pendidikan merupakan salah satu unsur kebudayaan dan peradaban masyarakat suatu bangsa. Sebagai bagian dari budaya, pendidikan sifatnya selalu dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakatnya. Oleh karena itu, dunia pendidikan juga perlu memiliki ketahanan yang fleksibel dan adaptif dalam menerima segala bentuk perkembangan dan perubahan masyarakat.
Perkembangan pengetahuan di segala bidang yang merupakan aspek penting dalam memajukan suatu bangsa tidak bisa dipungkiri (bila tanpa kontrol) dapat mengikis nilai-nilai budaya bangsa dan budaya daerah yang telah lama ada selama ini. Oleh karena itu, untuk membendung efek negatif dari perkembangan dunia tersebut perlu ada usaha pencegahan. Menutup diri dari masuknya budaya asing bukan jalan yang tepat, namun membuka sebebas-bebasnya pintu untuk masuknya budaya asing juga merupakan hal yang keliru. Artinya, dalam mengatasi masalah ini, kita mesti berada di tengah, dengan tujuan agar efek positifnya tetap diperoleh, sedangkan efek negatifnya dapat dihindari.
Melalui pintu pendidikan merupakan strategi yang tepat untuk mengatasi persoalan ini. Penyelenggaran pembelajaran yang dicanangkan dalam pembelajaran sebaiknya mengintegrasikan pembelajaran yang berkaitan dengan nilai-nilai kebudayaan bangsa. Pengenalan berbagai tradisi masyarakat melalui pembelajaran itu penting mengingat sasaran pembelajaran itu sendiri adalah
(33)
generasi muda, penerus bangsa. Salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah melalui penyusunan bahan ajar yang digunakan. Guru sebagai penunjuk jalan bagi siswanya dalam menemukan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan, dibutuhkan kreativitasnya untuk mengintegrasikan nilai-nilai budaya bangsa kepada siswa. Misalnyabentuk-bentuktradisi (folklor/tradisi lisan/sastra lisan) milik masyarakat tertentu, dapat diperkenalkan melalui mata pelajaran muatan local atau mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, terutama pada aspek kesastraan, tradisi-tradisi masyarakat yang berbentuk sastra lisan sudah mendapatkan porsinya dalam pembelajaran dan sudah berbentuk silabus. Bentuksastralisan yang telah masuk dalam silabus, misalnya pembelajaran tentang prosa lama dan puisi lama serta jenis-jenisnya. Dalam silabus, baik SMP maupun SMA, pengajaran sastra lisan (sastra lama) telah ada, dalam bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Nyanyian rakyat kau-kaudara sebagai salah satu tradisi yang berbentuk sastra lisan (sastra lama) perludi perkenalkan dan diajarkan kepada siswa di sekolah melalui mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai bentuk puisi lama. Oleh karena itu, bentuk bahan ajar untuk mengajarkan NRK ini perlu dirancang sesuai dengan silabus yang ada.
Berdasarkan ciri-cirinya, nyanyian rakyat kau-kaudara dalam kesastraan dapat dikelompokkan dalam puisi lama. Nyanyian rakyat kau-kaudara merupakan jenis tradisi lisan (sastra lisan) milik masyarakat Muna, berupa nyanyian tradisional. Dilihat dari bentuknya, nyanyian rakyat kau-kaudara termasuk puisi
(34)
kanak-kanak, karena tradisi ini selalu dinyanyikan oleh anak-anak dalam masyarakat Muna. Dengan demikian untuk mencari relevansinya dalam pembelajaran, maka tradisi lisan nyanyian rakyat kau-kaudara dapat digunakan sebagai bahan ajar dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia berkaitan dengan puisi lama.
Dalampembelajaran, nyanyian rakyat kau-kaudara diajarkan sebagai bagian dari sastra lisan yang berbentuk puisi lama. Berikut bentuk silabus dan bentuk RPP pembelajaran puisi lama mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang diajarkan di SMA.
1. Silabus
Nama Sekolah : SMA/MA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas : XII
Semester : 1
Standar Kompetensi : Berbicara
6. Mengungkapkan pendapat tentang pembacaan puisi Kompetensi
Dasar
Materi Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran 6.1 menanggapi
pembacaan
puisi lama
tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.
Puisi lama
Menanggapi
pembacaan puisi dari segi: lafal, intonasi, dan ekspresi.
Mendeklamasikan/membacakan
puisi lama di depan teman-teman dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang sesuai.
Menanggapi pembacaan puisi lama, tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.
Memperbaiki cara pembacaan
berdasarkan masukan dari teman atau guru.
(35)
Indikator Alokasi Waktu
Sumber/Media
Mampu
mendeklamasikan/membacakan nyanyian rakyat di depan teman-teman dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.
Menanggapi nyanyian rakyat tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang sesuai.
Menerapkan isi nyanyian rakyat
dalam kehidupan sehari-hari.
2 x 45 menit
Sumber: Teks
kau-kaudara
Buku teks mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Media:
Rekaman (audio)
kau-kaudara Tape Recorder 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Raha
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia
Kelas : XII
Semester : 1
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
Aspek Berbicara
1. Standar Kompetensi
Mengungkapkan pendapat tentang pembacaan puisi.
2. Kompetensi Dasar
Menanggapi pembacaan puisi lama tentang lafal, intonasi, dan ekspresi. 3. Indikator
a. Mampu menyanyikan kau-kaudara di depan teman-teman dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang sesuai.
(36)
b. Menanggapi pembacaan puisi lama (kau-kaudara) tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang sesuai.
c. Menerapkan kau-kaudara dalam kehidupan sehari-hari.
4. Materi Pembelajaran
a. Sastra lisan adalah semua cerita yang sejak awalnya disampaikan secara lisan, tidak ada naskah tertulis yang dijadikan pegangan (Zaimar dalam Pudentia, 2008:231). Pendapat ini menyiratkan bahwa meskipun pada akhirnya suatu karya sastra lisan dapat ditemukan dalam bentuk naskah tertulis, tetap tidak akan mengubah kedudukannya sebagai sastra lisan. b. Menurut Jan Harold Brunvand (Danandjaja, 2007: 141), nyanyian rakyat
adalah salah satu genre atau bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan di antara kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian.
c. Sajak atau puisi rakyat adalah kesusasteraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya, biasanya terjadi dari beberapa deret kalimat, ada yang berdasarkan mantra, ada yang berdasarkan panjang pendek suku kata, lemah tekanan suara, atau hanya berdasarkan irama (Danandjaja, 2007: 46).
d. Kau-kaudara adalah bentuk sastra lisan yang ada dalam masyarakat Muna yang terdiri atas lirik dan lagu yang biasanya dinyanyikan oleh orang tua untuk anak-anaknya.
(37)
5. Model Pembelajaran
Model pembelajaran yang digunakan adalah model Tampil dan Dinilai dengan kerangka pendekatan pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning) dengan salah satu basisnya, yaitu penilaian yang sebenarnya.
6. Kegiatan Pembelajaran
a. Kegiatan awal
- salam pembuka dan flash back(5 menit).
- guru menyampaikan informasi tentang standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) serta tujuan pembelajaran yang hendak dicapai (5 menit).
b. Kegiatan inti
- guru membagikan lembaran wacana (handout) yang berisi tentang konsep umum kau-kaudara, beberapa judul kau-kaudara (sama dengan teks yang ada dalam rekaman), indikator, dan format penilaian siswa (2 menit).
- Siswa mempelajari dan bertanya berkaitan dengan isi handout (10 menit).
- siswa menyimak rekaman pembacaan kau-kaudara (sama dengan
lembaran yang sudah dibagikan sebelumnya) (10 menit).
- siswa secara bergantian tampil dan menyanyikan (teks tulis) satu kau-kaudara yang dipilihnya (2 menit/orang).
- setiap siswa mendapat satu kali kesempatan untuk memberi tanggapan
(38)
- guru juga memberi tanggapan singkat dan penilaian terhadap setiap tampilan siswa, lalu mengapresiasinya (2 menit).
- Siswa mengumpulkan format penilaian yang telah diisi. c. Kegiatan akhir
- Guru bersama siswa memberi kesimpulan pembelajaran(5 menit).
- Guru memberikan tugas: setiap siswa mencari dan menulis
kau-kaudara dalam lingkungan masyarakat, lalu dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya (3 menit).
- Guru menutup pembelajaran.
7. Media dan Sumber Belajar
a. Media
- Rekaman kau-kaudara
- Radio/laptop
b. Sumber
- Handout
- Buku teks mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. 8. Penilaian
Berbentuk lembaran penilaian yang telah dibagikansaat pelaksanaan kegiatan inti pembelajaran. Adapun jenis penilaiannya adalah tugas individu dan berbentuk performansi dengan butir soal evaluasinya sebagai berikut.
1. Nyanyikanlah salah satu teks kau-kaudara di depan teman-temanmu dengan memperhatikan lafal, intonasi, dan ekspresi!
(39)
2. Tanggapi dan berikanlah penilaian mengenai penampilan temanmu yang berkaitan dengan aspek pelafalan, intonasi, dan ekspresinya!
Contoh pedoman penilaian
Juri/Siswa yang menilai :
Kontestan/Siswa yang dinilai :
Penampilan Nilai (0-100) Skor Total
Lafal
Intonasi/Irama Ekspresi
Tanggapan/saran juri:
... ... ... ...
(40)
Ahimsa-Putra, H. S. (2001). Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Galang Press.
Alwi, H. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Aminuddin. (2008). Semantik: Pengantar Studi tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Badrun, A. (2003). ‟Patu Mbojo‟:Struktur, Konteks Pertunjukkan, Proses Penciptaan, dan Fungsi (Disertasi). Jakarta: Universitas Indonesia.
Berg, R. V. D., dan Sidu, L. O. (2000). Kamus Muna-Indonesia. Kupang: Artha Wacana Press.
Couvreur, J. (2001). Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna. (Rene van den Berg, penerjemah). Kupang: ArtaWacana Press.
Danandjaja, J. (2007). Folklor Indonesia. Jakarta: Grafiti. Depdiknas. 2009. Materi Pelatihan KTSP. Jakarta: Depdiknas.
Endaswara, S. (2006). Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Endraswara, S. (2009). Metodologi Penelitian Folklor: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: IKAPI.
Fox, J. J. (1986). Bahasa, Sastra dan Sejarah Kumpulan Karangan Mengenai Masyarakat Pulau Roti. Jakarta: Djambatan.
Hutomo, S. S. (1991). Mutiara yang Terlupakan. Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: HISKI.
Iman, W. O. N. (2011). Pola Pengasupan Anak Perempuan dalam Upacara
„Karya‟ pada Masyarakat Muna serta Model Pelestariannya (Tesis).
Bandung: Tidak diterbitkan.
Isnaini, H. (2007). Mantra Asihan: Kajian Struktur Teks, Konteks Penuturan, Proses Penciptaan, dan Fungsi. Skripsi pada FPBS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
(41)
Koentjaraningrat. (2002). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Koentjaraningrat, dkk. (1984). Kamus Istilah Antropologi. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Kuntjara, E. (2006). Penelitian Kebudayaan, Sebuah Panduan
Praktis.Jayogyakarta: Graha Ilmu.
La Oba. (2005). Muna dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Sinyo MP.
La Ode Taalami. (2012). Hikayat Negeri Buton (Analisis Jalinan Fakta dan Fiksi dalam Struktur Hikayat dan Fungsinya serta Edisi Teks). Bandung: Tidak diterbitkan.
Luxemburg. (1989). TentangSastra. Jakarta: Intermesa.
Nurjamin, A. (1998). Kajian Struktural dan Sosiologis terhadap Tradisi Lisan Cigawiran: Studi Deskriptif-analitis mengenai Struktur, Pertunjukkan, dan Fungsi Sosiologis Tembang Cigawiran (Tesis). Bandung: Tidak diterbitkan. Ong, W. J. (1983). Orality and Literacy: The Technologizing of the Word.
London, New York: Methuen.
Peursen, V. (1988). Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.
Pradopo, R. Dj. (2011). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah mada University Press.
Prastowo, A. (2012). Panduan Kreatif Membuat bahan ajar Inovatif (Menciptakan Metode Pembelajaran yang Menarik dan Menyenangkan). Jogjakarta: DIVA Press.
Priyadi, A. T. (2009). Samanisme Suku Dayak Bukit di Kabupaten Landak Propinsi Kalimantan Barat (Jurnal: Kajian Sastra dalam Perpektif Teori Kontemporer). Bandung: Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI.
Pudentia MPSS. (1999). Makyong: Transformasi Seni Melayu Riau. Jakarta: ATL.
Pudentia MPSS. (2008). Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: ATL. Ramlan. 2005). Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.
(42)
Rattu, A. B.G. (2010). Metode Kajian Oral Tradition Nusantara (Materi Kuliah S2 Kajian Budaya. Menado: Unima.
Rusyana, Y. (1982). Metode Pengajaran Sastra. Bandung: Gunung Larang. Rusyana, Y. (2006). Peranan Tradisi Lisan dalam Ketahanan Budaya (makalah).
Bandung.
Salleh, M. H. (1995). Menyurat pada Dengung: Lipatan Lisan pada Sastra Tertulis (Warta ATL Edisi Perdana). Jakarta: ATL.
Satori, D. dan Komariah. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sedyawati, E. (2008). Keindonesiaan DalamBudaya (Buku 2). Jakarta: WedatamaWidya Sastra.
Siswantoro. (2011). Metode Penelitian Sastra. Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Spradley, J. (2010). Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sudikan, S. Y. (2007). Antropologi Sastra. Surabaya: Unesa University Press. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:
IKAPI.
Sukatman. (2009). Butir-butir Tradisi Lisan Indonesia Pengantar Teori dan Pembelajarannya. Yogyakarta: LaksBang Pressindo.
Tarigan, H.G. (2009). Pengkajian Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Taslim, N. (2010). Lisan dan Tulisan Teks dan Budaya. Kuala Lumpur: Dawama Sdn. Bhd.
Taum, Y. Y. (2011). Strudi Sastra Lisan. Yogyakarta: Lamalera.
Tengah, B. A. H. (2006). Fungsi Sastra. Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan Pustaka Brunai.
Tilaar, H.A.R. (2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi III. Jakarta: Balasi Pustaka.
(43)
Wahyono, P. (2008).“Hakikat dan Fungsi Permainan Nini Thowok bagi Masyarakat Pendukungnya: Sebuah Studi Kasus di Desa Banyumudal
Gombong” dalam Pudentia MPPS (Editor). Metodologi Kajian Tradisi
Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.
Wahyusari, A. (2011). Kajian Psikologi Sastra terhadap Dimensi Emosional dan Spritual Nyanyian Kanak Masyarakat Tambelan Kepulauan Riau dan Implikasinya pada Pendidikan Anak Usia Dini (Tesis). Bandung: Tidak diterbitkan.
Wellek dan Werren. (1989). Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Zaidan, A. R., dkk. (2007). Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.
(1)
185
- guru juga memberi tanggapan singkat dan penilaian terhadap setiap tampilan siswa, lalu mengapresiasinya (2 menit).
- Siswa mengumpulkan format penilaian yang telah diisi. c. Kegiatan akhir
- Guru bersama siswa memberi kesimpulan pembelajaran(5 menit).
- Guru memberikan tugas: setiap siswa mencari dan menulis
kau-kaudara dalam lingkungan masyarakat, lalu dikumpulkan pada
pertemuan selanjutnya (3 menit).
- Guru menutup pembelajaran.
7. Media dan Sumber Belajar
a. Media
- Rekaman kau-kaudara
- Radio/laptop
b. Sumber
- Handout
- Buku teks mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. 8. Penilaian
Berbentuk lembaran penilaian yang telah dibagikansaat pelaksanaan kegiatan inti pembelajaran. Adapun jenis penilaiannya adalah tugas individu dan berbentuk performansi dengan butir soal evaluasinya sebagai berikut.
1. Nyanyikanlah salah satu teks kau-kaudara di depan teman-temanmu dengan memperhatikan lafal, intonasi, dan ekspresi!
(2)
186
Maliudin, 2012
2. Tanggapi dan berikanlah penilaian mengenai penampilan temanmu yang
berkaitan dengan aspek pelafalan, intonasi, dan ekspresinya!
Contoh pedoman penilaian
Juri/Siswa yang menilai :
Kontestan/Siswa yang dinilai :
Penampilan Nilai (0-100) Skor Total
Lafal
Intonasi/Irama Ekspresi
Tanggapan/saran juri:
... ... ... ...
(3)
200
DAFTAR PUSTAKA
Ahimsa-Putra, H. S. (2001). Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya
Sastra. Yogyakarta: Galang Press.
Alwi, H. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Aminuddin. (2008). Semantik: Pengantar Studi tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Badrun, A. (2003). ‟Patu Mbojo‟:Struktur, Konteks Pertunjukkan, Proses
Penciptaan, dan Fungsi (Disertasi). Jakarta: Universitas Indonesia.
Berg, R. V. D., dan Sidu, L. O. (2000). Kamus Muna-Indonesia. Kupang: Artha Wacana Press.
Couvreur, J. (2001). Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna. (Rene van den Berg, penerjemah). Kupang: ArtaWacana Press.
Danandjaja, J. (2007). Folklor Indonesia. Jakarta: Grafiti. Depdiknas. 2009. Materi Pelatihan KTSP. Jakarta: Depdiknas.
Endaswara, S. (2006). Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Endraswara, S. (2009). Metodologi Penelitian Folklor: Konsep, Teori, dan
Aplikasi. Yogyakarta: IKAPI.
Fox, J. J. (1986). Bahasa, Sastra dan Sejarah Kumpulan Karangan Mengenai
Masyarakat Pulau Roti. Jakarta: Djambatan.
Hutomo, S. S. (1991). Mutiara yang Terlupakan. Pengantar Studi Sastra
Lisan. Surabaya: HISKI.
Iman, W. O. N. (2011). Pola Pengasupan Anak Perempuan dalam Upacara
„Karya‟ pada Masyarakat Muna serta Model Pelestariannya (Tesis).
Bandung: Tidak diterbitkan.
Isnaini, H. (2007). Mantra Asihan: Kajian Struktur Teks, Konteks Penuturan,
Proses Penciptaan, dan Fungsi. Skripsi pada FPBS UPI Bandung: Tidak
(4)
201
Maliudin, 2012
Joyce, B., dkk. (2009). Model-model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Koentjaraningrat. (2002). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Koentjaraningrat, dkk. (1984). Kamus Istilah Antropologi. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Kuntjara, E. (2006). Penelitian Kebudayaan, Sebuah Panduan
Praktis.Jayogyakarta: Graha Ilmu.
La Oba. (2005). Muna dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Sinyo MP.
La Ode Taalami. (2012). Hikayat Negeri Buton (Analisis Jalinan Fakta dan Fiksi
dalam Struktur Hikayat dan Fungsinya serta Edisi Teks). Bandung: Tidak
diterbitkan.
Luxemburg. (1989). TentangSastra. Jakarta: Intermesa.
Nurjamin, A. (1998). Kajian Struktural dan Sosiologis terhadap Tradisi Lisan
Cigawiran: Studi Deskriptif-analitis mengenai Struktur, Pertunjukkan, dan Fungsi Sosiologis Tembang Cigawiran (Tesis). Bandung: Tidak diterbitkan.
Ong, W. J. (1983). Orality and Literacy: The Technologizing of the Word. London, New York: Methuen.
Peursen, V. (1988). Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.
Pradopo, R. Dj. (2011). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah mada University Press.
Prastowo, A. (2012). Panduan Kreatif Membuat bahan ajar Inovatif
(Menciptakan Metode Pembelajaran yang Menarik dan Menyenangkan).
Jogjakarta: DIVA Press.
Priyadi, A. T. (2009). Samanisme Suku Dayak Bukit di Kabupaten Landak
Propinsi Kalimantan Barat (Jurnal: Kajian Sastra dalam Perpektif Teori Kontemporer). Bandung: Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FPBS UPI.
Pudentia MPSS. (1999). Makyong: Transformasi Seni Melayu Riau. Jakarta: ATL.
Pudentia MPSS. (2008). Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: ATL. Ramlan. 2005). Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.
(5)
202 Ratna, N. K. (2009). Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rattu, A. B.G. (2010). Metode Kajian Oral Tradition Nusantara (Materi Kuliah
S2 Kajian Budaya. Menado: Unima.
Rusyana, Y. (1982). Metode Pengajaran Sastra. Bandung: Gunung Larang. Rusyana, Y. (2006). Peranan Tradisi Lisan dalam Ketahanan Budaya (makalah).
Bandung.
Salleh, M. H. (1995). Menyurat pada Dengung: Lipatan Lisan pada Sastra
Tertulis (Warta ATL Edisi Perdana). Jakarta: ATL.
Satori, D. dan Komariah. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sedyawati, E. (2008). Keindonesiaan DalamBudaya (Buku 2). Jakarta: WedatamaWidya Sastra.
Siswantoro. (2011). Metode Penelitian Sastra. Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Spradley, J. (2010). Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sudikan, S. Y. (2007). Antropologi Sastra. Surabaya: Unesa University Press. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:
IKAPI.
Sukatman. (2009). Butir-butir Tradisi Lisan Indonesia Pengantar Teori dan
Pembelajarannya. Yogyakarta: LaksBang Pressindo.
Tarigan, H.G. (2009). Pengkajian Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Taslim, N. (2010). Lisan dan Tulisan Teks dan Budaya. Kuala Lumpur: Dawama Sdn. Bhd.
Taum, Y. Y. (2011). Strudi Sastra Lisan. Yogyakarta: Lamalera.
Tengah, B. A. H. (2006). Fungsi Sastra. Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan Pustaka Brunai.
Tilaar, H.A.R. (2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2008). Kamus Besar Bahasa
(6)
203
Maliudin, 2012
Wahid, S. (2004). Kapita Selekta Kritik Sastra. Makassar: Berkah Utami.
Wahyono, P. (2008).“Hakikat dan Fungsi Permainan Nini Thowok bagi
Masyarakat Pendukungnya: Sebuah Studi Kasus di Desa Banyumudal
Gombong” dalam Pudentia MPPS (Editor). Metodologi Kajian Tradisi
Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.
Wahyusari, A. (2011). Kajian Psikologi Sastra terhadap Dimensi Emosional dan
Spritual Nyanyian Kanak Masyarakat Tambelan Kepulauan Riau dan Implikasinya pada Pendidikan Anak Usia Dini (Tesis). Bandung: Tidak
diterbitkan.
Wellek dan Werren. (1989). Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Zaidan, A. R., dkk. (2007). Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.