TRADISI BERTANI JAGUNG MASYARAKAT MUNA: Kajian Struktur Kegiatan, Struktur Teks, Konteks Penuturan, Proses Penciptaan dan Fungsi Mantra serta Model Pembelajarannya di SMA.

(1)

Harmin, 2013

TRADISI BERTANI JAGUNG MASYARAKAT MUNA

(Kajian Struktur Kegiatan, Struktur Teks, Konteks Penuturan, Proses Penciptaan dan Fungsi Mantra serta Model Pembelajarannya di SMA)

TESIS

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

oleh

Harmin NIM 1103848

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Mengetahui:

Ketua Pragram Studi Prndidikan Bah*s* Indanesia IJniversit*s Pendidik&n Indonesian

Ilr. Sumiyadi,

M. Hum. NIP 19660320 1991t13

I

004


(3)

PERIYYATAANI

Dengan

ini

saya menyatakan bahwa tesis dengan judul "Tradisi Bertani Jagung

Masyarakat Muna" (Kajian Struktur Kegiatag Struktur Teks, Konteks Penuturan, Proses Penciptaan dan Fungsi Mantra serta Model Pembelajarannya

di SMA)

beserta seluruh isinya adalah benar{enar karya saya sendiri d&n saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlalar dalam rnasyarakat keilmuan. Atas pemyataan

ini

saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila

kemudian ditemukan adanya pelnnggaran terhadap etike keilmuan dalam karya saya ini atau ada Haim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

BanduilS, Mei 2013

Yulryepbuat

pernSrataan,

11t Il.I


(4)

ABSTRAK

Tesis ini berjudul “Tradisi Bertani Jagung Masyarakat Muna (Kajian Struktur Kegiatan Bertani, Sruktur Teks, Konteks Penuturan, Proses Penciptaan dan Fungsi Mantra serta Model Pembelajarannya di SMA)”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran peneliti terhadap keberadaan tradisi bertani jagung masyarakat Muna bergeser dari wujud aslinya yang tidak menutp kemungkinan akan mengalami kepunahan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah tradisi menanam jagung masyarakat Muna?, Bagaimana struktur bertani jagung pada masyarakat Muna?, Bagaimana struktur mantra dalam tradisi bertani jagung masyarakat Muna?, Bagaimana konteks penuturan dalam tradisi bertani jagung oleh masyarakat Muna?, Bagaimana proses penciptaan mantra dalam tradisi bertani jagung masyarakat Muna?, Adakah fungsi mantra dalam tradisi bertani jagung bagi masyarakat Muna?, bagaimana model pembelajaran sastra di SMA dengan memanfaatkan kajian tradisi bertani jagung dalam masyarakat Muna? Tujuannya secara umum adalah untuk melestarikan salah satu budaya daerah dari kepunahan dan secara khusus adalah untuk menjawab masalah-masalah yang telah dirumuskan dengan cara mendeskripsikan setiap pertanyaan penelitian. Teori yang digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh adalah teori kebudayaan, teori folklor dan tradisi setengah lisan yang berupa rangkaian kegiatan bertani beserta mantranya, teori struktural, konteks, proses penciptaan, dan fungsi.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan secara kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, teknik wawancara mendalam, catatan lapangan, dan teknik dokementasi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah peneliti sendiri dan dibantu dengan pedoman wawancara, catatan lapangan, tape recorder, dan

handycam. Sumber datapenelitian adalah rangkaian kegitan bertani jagung mulai

dari pembukaaan lahan sampai pascapanen beserta mantra yang menyertainya. Dalam analisis data dan pembahasan hasil analisis terdapat gambaran umum lokasi penelitian; perihal bertani jagung; struktur bertani jagung, struktur teks mantra bertani jagung, konteks penuturan, proses penciptaan; fungsi; serta model pembelajarannya.

Srtuktur teks mantra bertani jagung memiliki struktur formula sintaksis yang tidak lengkap pada setiap barisnya; formula bunyinya berupa pengulangan bunyi berupa kata, baik dalam baris maupun antarbaris dengan sedikit irama yang monoton; gaya bahasanya menggunakan diksi berupa kata-kata umum dengan beberapa majas (personifikasi, perbandingan, perumpamaan) dan penggunaan paralelisme struktur sintaksis sebagian. Konteks kegiatan bertani jagung terikat oleh ruang, tempat, dan waktu. Fungsi bertani jagung secara umum sebagai bentuk komunikasi dengan yang gaib yang berupa harapan, kesehatan, keselamatan, keberkahan, dan keberhasilan. Upaya yang dilakukan untuk melestarikan tradisi bertani jagung, yaitu melalui pembelajaran di sekolah dengan


(5)

vii

Harmin, 2013

membuat model pembelajaran pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA).

ABSTRACT

This thesis is about “Tradition of Corn Farming in Muna Society” (Analysis of Activity Structure, Speech Context, Creation and Function of Magic Word, Process as well as Teaching Model in Senior High School). This research is grounded by the worriness of the researcher toward the existence in the tradition of corn farming of Muna society which has changed from its origin in which it may have a big chance to be extinct. The problems which are found in this research are how is the tradition of corn farming of Muna society, how the structure of corn farming of Muna society, how the structure of magic word in the corn farming of Muna society, how is the context of speech in the corn farming of Muna society, how is the process creating the magic word in the corn farming of Muna society, is there any function of the magic word in the corn farming of Muna society, how is the model of teaching the literature in the senior high school by using the analysis of corn farming in Muna society. The general aim is to preserve one of regional cultures from being extinct while specifically it aims to answer the problems having been formulated by describing every question detailly. The theory being used to analyze the data are culture theory, folklore theory, structural theory, context, creation process, and function.

This research uses descriptive qualitative method by employing an approach qualitatively. Technic of collecting data are observation, interview, field note, and documentation. The instrument being used in this research is the researcher himself assisted by interview guidance, field note, tape recorder, and handycam. The source of this research is the sequence of corn farming activity starting from opening the field up to post harvesting as well as the magic word accompanying it. In analyzing and discussing the result of this research, we may find general outline of research location; explanation of corn farming; the structure of corn farming; the structure of magic word in the corn farming; speech context, creation process, function, as well as its teaching model.

The structure of magic word in corn farming has syntaxis formula which is not complete in each of its line; the sound formula is like the repetition of word, either in the same line or in different lines with a rather monotonous rhythm; its style uses diction such as general words with some language style (personification, comparison, exemplification) and the usage of paralellism of partial syntaxis structure. The context of corn farming is bounded by space, place, and time. The general function of corn farming is as a communication form with


(6)

the magic one in terms of hope, health, safety, blessing, and the success. The attempt being done to preserve the tradition of corn farming is through teaching it in the school by making teaching model in Indonesian subject in senior high school.


(7)

vii

Harmin, 2013

DAFTAR ISI

Halaman Sampul ... i

Lembar Persetujuan ... ii

Lembar Pengesahan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Abstrak ... viii

Daftar Isi... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Defenisi Operasional ... 6

F. Asumsi Penelitian ... 7

G. Penelitian yang Relevan ... 7

BAB II KAJIAN TEORETIS TRADISI BERTANI JAGUNG A. Pengertian dan Unsur-unsur Kebudayaan ... 9

1. Pengertian Kebudayaan ... 9

2. Unsur-unsur Kebudayaan ... 10

B. Pengertian Tradisi Lisan (Folklor) ... 12

1. Ciri-ciri Folklor ... 13

2. Bentuk-bentuk Folklor ... 14

3. Fungsi Folklor ... 15

C. Sastra Lisan ... 16

1. Ciri-ciri Sastra Lisan ... 17

2. Fungsi Sastra Lisan ... 18

D. Pengertian Puisi Lama ... 20

E. Mantra sebagai Salah Satu Sastra Lisan ... 21

1. Jenis-jenis Mantra ... 24

2. Ciri-ciri Mantra ... 24

3. Fungsi Mantra ... 26

F. Pelestarian Tradisi Lisan ... 27

G. Teori Formula ... 28

1. Formula Sintaksis ... 29


(8)

3. Gaya Bahasa ... 32

4. Tema ... 36

H. Struktur Teks ... 37

I. Konteks Penuturan ... 37

J. Proses Penciptaan Sastra Lisan... 38

K. Asal Usul Tanaman Jagung ... 38

L. Dasar Pemikiran Pelestarian Tradisi Bertani Jagung... 39

M. Model Pembelajaran ... 40

N. Pembelajaran Kontekstual ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 42

B. Teknik Pengumpulan Data ... 42

1. Observasi ... 43

2. Wawancara ... 43

3. Simak ... 45

4. Catat ... 46

5. Dokumentasi ... 46

C. Data dan Sumber Data Penelitian ... 46

D. Teknik Analisis Data ... 46

E. Pedoman Analisis ... 47

F. Alur Penelitian ... 49

BAB IV TRADISI BERTANI JAGUNG MASYARAKAT MUNA A. Pengantar ... 50

B. Deskripsi Data ... 50

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 50

2. Unsur-unsur Budaya Masyarakat Muna ... 52

3. Perihal Bertani Jagung Masyarakat Muna ... 57

4. Proses Pelaksanaan Kegiatan Bertani Jagung ... 59

C. Analisis Data ... 85

1. Letak Kabupaten Muna ... 85

2. Lingkungan Budaya ... 85

3. Proses BertaniJagung Masyarakat Muna ... 91

4. Analisis Struktur Kegiatan Bertani Jagung Masyarakat Muna ... 93

a. Kegiatan Katambori (Pembukaan Lahan) ... 93

b. Kegiatan Dewei (Pembabatan) ... 95

c. Kegiatan Desula (Pembakaran) ... 97


(9)

ix

Harmin, 2013

e. Kegiatan Dekatondo (Pemagaran Kebun) ... 98

f. Kegiatan Kaago-ago (Penyambutan Musim Tanam) ... 101

g. Kegiatan Detisa Kahitela (Penanaman Benih Jagung) ... 104

1) Kegiatan Penanaman Lahan Baru ... 105

2) Kegiatan Penanaman Lahan Lama ... 105

h. Kegiatan Penangkalan Penyakit, Hama, dan Pemantangan Tanaman Jagung... 107

1) Kegiatan Penangkalan Penyakit Tanaman Jagung ... 107

2) Kegiatan Penangkalan Hama Tanaman Jagung ... 109

3) Kegiatan Pemantangan Bertani Jagung ... 109

i. Kegiatan Pemeliharaan Tanaman Jagung ... 110

j. Kegiatan Kapasele (Pemanenan Anak Jagung) ... 111

k Kegiatan Kafongkora-ngkora (Penyajian Anak Jagung) ... 113

l. Kegiatan Pemanenan Jagung Menguning ... 114

m Kegiatan Pemanenan Kasaraka Jagung... 117

n. Kegiatan Pengolahan Pascapanen Jagung ... 124

5. Analisis Struktur Teks Mantra Kegiatan Bertani Jagung Masyarakat Muna ... 126

a. Analisis Struktur Teks Mantra Katambori (Pembukaan Lahan) ... 126

b. Analisis Struktur Teks Mantra Desula (Pembakaran) ... 135

c. Analisis Struktur Teks Mantra Dekatondo (Pemagaran) ... 140

d. Analisis Struktur Teks Mantra Kaago-ago (Penyambutan Musim Tanam) ... 148

e. Analisis Struktur Teks Mantra Detisa Kahitela (Penanaman Benih Jagung) ... 167

f. Analisis Struktur Teks Mantra Penangkalan Penyakit Tanaman Jagung... 176

g. Analisis Struktur Teks Mantra Penangkalan Hama Tanaman Jagung ... 189

h. Analisis Struktur Teks Mantra Pemeliharaan Tanaman Jagung 194 i. Analisis Struktur Teks Mantra Kapasele Tanaman Jagung ... 206

j. Analisis Struktur Teks Mantra Kafongkora-ngkora ... 217

k. Analisis Struktur Teks Mantra Pemanenan Buah Jagung Menguning ... 229

l. Analisis Struktur Teks Mantra Pemaneman Kasaraka Tanaman Jagung... 236

m. Analisis Struktur Teks Mantra Pengolahan Pascapanen Tanaman Jagung... 245 6. Analisis Konteks Penuturan Mantra Bertani Jagung


(10)

Masyarakat Muna ... 252

a. Analisis Konteks Penuturan Mantra Katambori

(Pembukaan Lahan) ... 252 b. Analisis Konteks Penuturan Mantra Desula (Pembakaran) ... 253 c. Analisis Konteks Penuturan Mantra Dekatondo (Pemagaran) .. 255 d. Analisis Konteks Penuturan Mantra Kaago-ago

(Penyambutan Musim Tanam) ... 257

e. Analisis Konteks Penuturan Mantra Detisa

(Penanaman Jagung) ... 259

f. Analisis Konteks Penuturan Mantra Penangkalan Penyakit

Tanaman Jagung ... 261 g. Analisis Konteks Penuturan Mantra Penangkalan Hama

Tanaman Jagung ... 263 h. nalisis Konteks Penuturan Mantra Pemeliharaan

Tanaman Jagung ... 265 i. Analisis Konteks Penuturan Mantra Kapasele Tanaman

Jagung ... 267 j. Analisis Konteks Penuturan Mantra Kafongkora-ngkora ... 269 k. Analisis Konteks Penuturan Mantra Penangkalan Penyakit

Tanaman Jagung ... 271 l. Analisis Konteks Penuturan Mantra Kasaraka Tanaman

Jagung ... 272 m. Analisis Konteks Penuturan Mantra Pascapanenen Tanaman

Jagung ... 274 7. Analisis Proses Penciptaan Mantra Bertani Jagung Masyarakat

Muna ... 276 a. Analisis Proses Penciptaan Mantra Katambori

(Pembukaan Lahan) ... 276

b. Analisis Proses Penciptaan Mantra Desula (Pembakaran) ... 277 c. Analisis Proses Penciptaan Mantra Dekatondo (Pemagaran) . 278 d. Analisis Proses Penciptaan Mantra Kaago-ago

(Penyambutan Musim Tanam) ... 279

e. Analisis Proses Penciptaan Mantra Detisa

(Penanaman Jagung) ... 277

f. Analisis Proses Penciptaan Mantra Penangkalan Penyakit

Tanaman Jagung... 280

g. Analisis Proses Penciptaan Mantra Penangkalan Hama

Tanaman Jagung... 281

h. Analisis Proses Penciptaan Mantra Pemeliharaan Tanaman


(11)

xi

Harmin, 2013

i. Analisis Proses Penciptaan Kapasele Tanaman Jagung ... 284

j. Analisis Proses Penciptaan Kafongkora-ngkora ... 284

k. Analisis Proses Penciptaan Mantra Pemanenan Tanaman Jagung Menguning ... 285

l. Analisis Proses Penciptaan Mantra Kasaraka Tanaman Jagung ... 285

m. Analisis Proses Penciptaan Mantra Pascapanenan Tanaman Jagung ... 286

8. Analisis Fungsi Mantra Kegiatan Bertani Jagung Masyarakat Muna ... 287

a. Anailsis Fungsi Mantra Katambori (Pembukaan Lahan) ... 287

b. Anailsis Fungsi Mantra Desula (Pembakaran) ... 288

c. Anailsis Fungsi Mantra Dekatondo (Pemagaran) ... 288

d. Anailsis Fungsi Mantra Kaago-ago (Penyambutan Musim Tanam) ... 289

e. Anailsis Fungsi Mantra Detisa Kahitela (Penanaman Jagung) ... 290

f. Anailsis Fungsi Mantra Penangkalan Penyakit Tanaman Jagung ... 290

g. Anailsis Fungsi Mantra Penangkalan Hama Tanaman Jagung .. 290

h. Anailsis Fungsi Mantra Pemeliharaan Tanaman Jagung ... 291

i. Anailsis Fungsi Mantra Kapasele Tanaman Jagung ... 292

j. Anailsis Fungsi Mantra Kafongkora-ngkora ... 292

k. Anailsis Fungsi Mantra Pemanenan Tanaman Jagung Saat Menguning ... 292

l. Anailsis Fungsi Mantra Kasaraka Tanaman Jagung ... 293

m. Anailsis Fungsi Mantra Pascapanen Tanaman Jagung ... 293

D. Pembahasan Hasil Analisis ... 294

1. Perihal Tradisi Bertani Jagung Masyarakat Muna ... 294

2. Sruktur Kegiatan Bertani Jagung Masyarakat Muna ... 296

3. Sruktur Teks Mantra Kegiatan Bertani Jagung Masyarakat Muna ... 299

4. Konteks Penuturan Mantra Bertani Jagung... 301

5. Proses Penciptaan Mantra Bertani Jagung ... 303


(12)

BAB V MODEL PEMBELAJARAN TRADISI BERTANI JAGUNG MASYARAKAT MUNA DI SMA

A. Pengantar ... 306

B. Model Pembelajaran Tradisi Bertani Jagung di SMA ... 306

1. Model Pembelajaran Mantra di SMA ... 306

2. Model Pembelajaran Pementasan Drama di SMA ... 315

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 327

B. Saran ... 332

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

Harmin, 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke dengan ribuan etnik. Ribuan etnik tersebut masing-masing mempunyai tradisi lisan tersendiri yang membedakan dengan etnik lainnya. Tradisi lisan tersebut sebagai salah satu unsur budaya yang merupakan kreatifitas manusia sebagai pendukung dan menjadikannya sebagai pedoman hidup. Meskipun terdapat perbedaan tradisi lisan, tidak menjadikan komunikasi sosial antara etnik terputus. Tradisi lisan yang pewarisannya dari generasi ke generasi secara lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat dari mulut ke mulut lambat laun dapat saja mengalami pergeseran dari wujud aslinya. Perubahan dari wujud aslinya tradisi lisan dalam suatu etnik salah satunya dipengaruhi oleh perkembangan zaman.

Kemampuan tradisi lisan untuk melingkupi segala sendi kehidupan manusia membuktikan bahwa nenek moyang kita sebagai bangsa Indonesia pada masa lampau telah mengenal ajaran kehidupan yang terkandung dalam tradisi lisan yang dapat ditemui di seluruh daerah di nusantara. Oleh karena itu, yang menjadi tanggung jawab kita sebagai penikmat sekaligus pewaris adalah bagaimana mendapatkan warisan leluhur itu sebagai salah satu kekayaan yang perlu diwariskan, dipahami, dinikmati, dan dijadikan renungan dalam kehidupan. Upaya tersebut dapat dimaknai sebagai pengungkap tirai kehidupan masa lampau untuk tempat bercermin generasi bangsa pada kehidupan masa sekarang maupun masa yang akan datang. Kegiatan yang demikian dapat mengingatkan kembali kepada generasi muda untuk mengetahui budayanya yang silam.

Tradisi lisan yang ada pada suatu etnik mempunyai bentuk yang berbeda dengan enik yang lainnya. Bruvand dalam Dananjaja (2007: 21) mengemukakan bahwa tradisi lisan mempunyai tiga bentuk yaitu bentuk yang lisan (verbal


(14)

material (non verbal folklore). Secara umum, fungsi dari unsur tradisi lisan adalah untuk memuaskan sebentuk rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri kehidupan masyarakat pendukungnya. Dengan demikian, pemenuhan tujuan akan suatu tradisi lisan sesungguhnya terletak pada kemampuan masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan disepanjang zaman. Tradisi lisan merujuk kepada segala bentuk warisan dan tradisi yang lahir dalam suatu kelompok masyarakat pada masa lampau yang diwariskan secara turun temurun sehingga tidak mengherankan setiap etnik yang masih bersifat tradisional nusantara masih mempunyai tradisi.

Di Provinsi Sulawesi Tenggara terdapat 32 etnik dengan lima etnik yang mayoritas. Kelima etnik yang mayoritas tersebut adalah Muna, Wolio, Bugis, Mornene dan Tolaki dengan ciri budaya masing-masing. Namun sangat disayangkan banyak generasi muda hampir tidak mengenal lagi asal-usul tradisi daerahnya. Hal tersebut terjadi karena pengaruh perkembangan zaman serta pewarisannya dari mulut ke mulut, sehingga lambat laun akan menyimpang dari wujud aslinya bahkan tidak menutup kemungkinan akan punah.

Salah satu tradisi lisan yang masih hidup di dalam etnik Muna adalah tradisi menanam jagung bagi masyarakat yang bermata pencaharian petani yang bersifat tradisional. Di dalam tradisi tersebut, ada mantra tertentu sebagai syarat sah jalannya upacara. Namun, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dengan perkembangan zaman tradisi tersebut mengalami kepunahan. Oleh karena itu, perlu mendapatkan perhatian yang serius dari masyarakat pendukungnya, pemerintah setempat, maupun pemerintah pusat. Salah satu lembaga pusat yang memberikan perhatinnya terhapat tradisi yang ada di nusantara adalah Asosiasi Tradisi Lisan (ATL). Asosiasi Tradisi Lisan lahir atas kekawatiran para budayawan terhadap generasi muda yang seiring akan perkembangan zaman melupakan tradisi daerahnya. Oleh karena itu, upaya tersebut merupakan salah satu upaya untuk menyelematkan tradisi daerah dari kepunahan. Generasi mudalah sebagai penerima dan penerus tongkat estafet yang dapat menyelamatkan budaya daerahnya.


(15)

Harmin, 2013

etnik Muna sangat beragam jenisnya, diantaranya mantra mendirikan rumah, mantra Kaasi (mantra untuk memikat lawan jenis), mantra berdagang, mantra berpergian jauh dan lainnya. Keberagaman jenis mantra tersebut terletak pada fungsi dan penggunaannya. Etnik Muna sebagain besar bermata pencaharian sebagai petani tradisonal sangat berpegang teguh pada warisan nenek moyangnya. Hal tersebut terlihat hampir setiap aktivitas pertanian mulai dari pembukaan lahan sampai dengan pesta panen tidak terlepas kehadiran mantra. Mantra sebagai suatu sistem kepercayaan atau keyakinan sebagai hasil ekspresi kejiwaan yang dilakukan dengan bentuk perbuatan sebagai suatu ungkapan perasaan dan pola hidup yang ada hubungannya dengan kehidupan manusia. Berdasarkan hal tersebut, kebudayaan yang berkepribadian dan berkesadaran nasional perlu ditumbuhkembangkan dalam rangka mendukung proses pembangunan.

Menanam jagung adalah salah satu mata pencaharian masyarakat Muna dalam melangsungkan kehidupannya. Di dalam mata pencaharian tersebut tidak terlepas dari tanggung jawab seorang parika (pawang kebun). Parika adalah orang tua yang dipercayai oleh petani tradisonal masyarakat Muna sebagai petuah dan mengetahui seluk beluk dalam kegiatan membuka lahan, menentukan waktu tanam yang baik serta mantra-mantra yang digunakan dalam setiap aktivitas tersebut.

Mantra dalam menanam jagung maupun mantra lainnya yang hidup dalam etnik Muna tidak diberikan atau diajarkan kepada sembarang orang begitu saja. Orang yang ingin mempelajari atau memiliki mantra wajib memenuhi persyaratan tertentu, namun tidak semua orang mampu memenuhinya. Seseorang dapat dijadikan parika jagung tidaklah mudah. Oleh karena itu, seorang parika Jagung harus memenuhi berbagai syarat tertentu.

Salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi agar seorang dapat diangkat atau dijadikan sebagai parika jagung adalah orang yang mampu menjaga tutur kata dalam setiap pergaulan dalam masyarakat serta dapat menentukan hari yang baik dan tidak baik dalam sebulan, seminggu atau paling tidak selama 24 jam untuk memulai aktivitas pertanian, sehingga parika sering disebut juga pande


(16)

kotika. Pande kutika adalah orang pintar yang dapat menentukan hari yang baik

atau tepat untuk melaksanakan aktivitas pertanian.

Perlu adanya pelestarian sastra daerah terutama mantra bertani jagung dalam tradisi menanam jagung sebagai bentuk kekayan daerah yang bernilai tinggi dalam menunjang kehidupan di masa yang akan datang. Selain sebagai salah satu bentuk pelestarian sastra klasik (puisi lama), dengan adanya penelitian dapat memberikan kontribusi terhadap pembelajaran terutama perkembangan sastra daerah dalam pemenuhan materi pada jenjang pendidikan SMA. Pembelajaran puisi lama di SMA kelas XII berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memuat standar kompetensi mengungkapan tanggapan terhadap pembacaan puisi lama.

Penelitian tentang mantra dalam masyarakat Muna khususnya masyarakat Kecamatan Kabawo pernah dilakukan oleh Harmin (2011) dengan judul Makna, Tujuan dan Fungsi Mantra Bercocok Tanam Jagung Masyarakat Muna di Kecamatan Kabawo. Pada penelitian tersebut, dikemukakan tentang makna mantra bercocok tanam jagung, tujuannya serta fungsinya tanpa mengungkapkan tradisi menanam jagung yang disertai proses pembacaan mantra dan analisis kajian struktur, konteks penuturan, proses penciptaannya serta model pembelajarannya di sekolah yang terutama pada jenjang Sekolah Menegah Atas (SMA). Oleh karena itu, dengan diadakannya penelitian lanjutan ini, dapat diungkapkan secara keseluruhan proses bertani jagung masyarakat Muna yang bermata pencaharian sebagai petani yang masih bersifat tradisonal kepada generasi muda pada masa yang akan datang.

Berdasarkan kenyataan yang ada tersebut, maka dirasa perlu menyelami untuk menyajikan sebuah penelitian sebagai wujud pelestarian sastra daerah dengan judul “Tradisi Bertani Jagung Masyarakat Muna: Kajian Struktur kegiatan bertani, Konteks Penuturan, Proses Penciptaan, Fungsi mantra serta Model Pembelajarannya di SMA”.


(17)

Harmin, 2013

B. Rumusan Masalah Penelitian

Dari uraian latar belakang dan batasan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi masalah penelitian yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana tradisi bertani jagung masyarakat Muna? 2. Bagaimana struktur bertani jagung pada masyarakat Muna?

3. Bagaimana struktur mantra dalam tradisi bertani jagung oleh masyarakat Muna?

4. Bagaimana konteks penuturan dalam tradisi bertani jagung oleh masyarakat Muna?

5. Bagaimana proses penciptaan mantra dalam tradisi bertani jagung oleh masyarakat Muna?

6. Adakah fungsi mantra dalam tradisi bertani jagung bagi masyarakat Muna?

7. Bagaimana model pembelajaran puisi lama di SMA dengan memanfaatkan kajian mantra dalam tradisi bertani jagung?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk melestarikan salah satu budaya daerah yang hampir terlupakan oleh generasi muda, sedangkan tujuan secara khususnya adalah untuk mendeskripsikan:

1. tradisi bertani jagung masyarakat Muna 2. struktur bertani jagung oleh masyarakat Muna

3. struktur mantra dalam tradisi bertani jagung oleh masyarakat Muna

4. konteks penuturan mantra dalam tradisi bertani jagung oleh masyarakat Muna yang bersifat tradisional.

5. proses penciptaan mantra dalam tradisi bertani jagung oleh masyarakat Muna yang bersifat tradisional.

6. fungsi mantra dalam tradisi bertani jagung oleh masyarakat Muna yang bersifat tradisional.


(18)

7. model pembelajaran puisi lama di SMA dengan memanfaatkan kajian mantra dalam tradisi bertani jagung.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat. Manfaat yang diharapkan setelah diadakan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat secara teoretis

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu budaya, khususnya sastra lisan yang salah satu bagiannya adalah mantra. Hal tersebut sangat penting karena dapat dijadikan sebagai referensi penelitian yang relevan dengan penelitin ini maupun penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Manfaat praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. dapat menumbuhkan semangat generasi muda untuk terus melestarikan budaya bangsa yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup di masyarakat.

b. dapat menumbuhkan rasa kepemilikan budaya kepada generasi muda yang masih berjiwa labil dalam menghadapi perkembanagan zaman.

c. bagi para guru sastra, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam proses pembelajaran sastra daerah atau sastra lisan.

E. Defenisi Operasional

Untuk memudahkan pemahaman dalam penelitian, maka di bawah ini akan dipaparkan beberapa defenisi operasional sebagai berikut.

1. Kajian struktur adalah telaah tahapan-tahapan kegiatan dan mantra bertani jagung beserta mantra yang digunakannya.


(19)

Harmin, 2013

2. Konteks penuturan adalah latar tempat situasi atau keadaan yang memungkinkan penuturan mantra dalam tradisi bertani jagung berlangsung oleh parika jagung.

3. Proses penciptaan adalah upaya atau usaha masyarakat Muna terutama

parika jagung dalam melahirkan mantra dalam kegiatan bertani jagung.

4. Fungsi adalah kebermanfaatan mantra dalam tradisi bertani jagung itu sendiri terhadap masyarakat masyarakat Muna yang bermata pencaharian sebagai petani jagung.

5. Model pembelajaran adalah suatu pola atau cara untuk membelajarkan kegiatan bertani jagung beserta mantranya pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).

F. Asumsi Penelitian

Asumsi penelitian yang akan digunakan dan menjadi pedoman dalam peneitian adalah sebagai berikut.

1. Mantra dalam tradisi bertani jagung adalah salah satu unsur budaya dan pula dapat dikatakan sebagai folklor sebagian lisan oleh masyarakat Muna yang ikut memperkaya khazanah kebudayaan nasional.

2. Mantra dalam tradisi bertani jagung mengandung nilai-nilai religi, pendidikan, sejarah, sosial budaya masyarakat Muna yang bermata pencaharian sebagai petani tradisional. Hal tersebut sangat perlu dipertahankan demi menjaga kepunahanya seiring dengan perkembangan zaman.

3. Salah satu upaya dalam melestarikan tradisi yang ada pada etnik Muna khususnya mantra dalam tradisi bertani jagung dengan jalan mendokumentasikan seperti dalam bentuk buku serta mengintegrasikan nilai-nilai religi, pendidikan, sejarah, sosial budaya yang terkandung mantra dalam tradisi menanam jagung ke dalam proses pembelajaran khususnya dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.


(20)

Penelitian yang relevan yang sebelumnya sudah dilakukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Wahidin (2010) dalam bentuk skripsi yang mengambil objek kajiannya pada Mantra Kaasi Masyarakat Muna, yaitu jenis mantra tradisional masyarakat Muna yang memfokuskan kajiannya pada bidang makna, tujuan, dan fungsinya. Di dalam kajian penelitian tersebut dipaparkan beberapa mantra kaasi yang milik masyarakat Muna yang sering dipakai para pejabat, pemuda maupun para orang tua yang sesuai dengan konteks dan situasinya.

Selain itu, ada penelitian lain lagi yaitu, penelitian yang dilakukan oleh Munandar (2011) dalam bentuk skripsi yang mengambil objek kajian penelitiannya Mantra Mendirikan Rumah Masyarakat Muna dengan fokus kajian pada bidang makna, tujuan dan fungsinya pula. Nazriani (2012) dengan judul Mantra dalam Upacara Pesondo: Tradisi Lisan Masyarakat Kulisusu Kabupaten Buton Utara Provinsi Sulawesi Tenggara (Kajian Struktur Teks, Konteks, Proses Penciptaan dan Fungsi) serta Kemungkinan Pemanfaatannya sebagai Bahan Ajar Sastra di Sekolah” yang dalam bentuk tesis.


(21)

(22)

Harmin, 2013

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Ada dua jenis metode penelitian, yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Lebih lanjut lagi bahwa penelitian kualititatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2011: 8-9).

Berangkat dari kedua metode penelitian tersebut, penelitian ini adalah penelitian folkor setengah lisan yaitu tentang tradisi menanam jagung masyarakat Muna beserta segala keperluan yang dibutuhkan dalam kegiatan menanam tersebut, sehingga peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif untuk mendeskripsikan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan penelitian berdasarkan apa adanya.

B. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data penelitian tentang mantra dalam tradisi menanam jagung masyarakat Muna pada bidang kajian struktur, konteks penuturan, proses penciptaan dan fungsinya, peneliti menggunakan sejumlah teknik, yaitu sebagai berikut.


(23)

Harmin, 2013

Tradisi Bertani Jagung Masyarakat Muna 1. Observasi

Nasution (1987: 141) mengemukakan bahwa secara garis besarnya, observasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan partisipasi pengamat jadi partisipan dan tanpa partisipasi pengamat jadi sebagai non-partisipan. Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini, peneliti sebagai partisipan yang artinya bahwa peneliti merupakan bagian dari kelompok yang diteliti yang berupa rangkaian kegiatan bertani jagung.

2. Wawancara

Sebagaimana yang dikemukakan Danandjaja (2007: 195) bahwa untuk memperoleh bahan folklor pada umunmnya ada dua macam yaitu wawancara yang terarah (directed) dan yang tidak terarah (non directed). Wawancara tidak terarah adalah wawancara yang bersifat bebas atau santai dan memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada informan untuk memberikan keterangan yang ditanyakan. Setelah mendapatkan gambaran umum yang diteliti melalui wawancara tidak terarah, langkah selanjutnya adalah melakukan wawancara terarah yaitu wawancara yang dalam bentuk pertanyaan yang diajukan pada informan sudah tersusun sebelumnya dalam bentuk suatu daftar tertulis

Ada pun instrumen wawancara yang akan digunakan peneliti sebagai rujukan pertanyaan awal untuk diajukan terhadap informan adalah sebagai berikut:

INSTRUMEN WAWANCARA

Identitas Informan

Nama : ... 42


(24)

Harmin, 2013

Umur : ... Jenis Kelamin : ... Pekerjaan : ... Jenjang Pendidikan : ... Bahasa Sehari-hari : ... Kedudukan dalam Masyarakat : ... Alamat : ... Tempat dan Waktu : __________, Tanggal___/Jam___

No Daftar Pertanyaan Wawancara

1

Apakah benar Bapak etnik Muna asli? Jawab:

2

Menurut informasi masyarakat di tempat ini, benarkah Bapak seorang parika jagung?

Jawab:

4

Kapan Bapak mulai menjadi parika jagung? Jawab:

5

Siapa saja yang berhak untuk mewariskan mantra tradisi bertani jagung? Jawab:

6

Siapa yang mengajarkan mantra dalam tradisi bertani jagung kepada Bapak? Jawab:

7

Bagaimana proses belajar/diajarkannya mantra dalam tradisi bertani jagung? Jawab:

8

Apakah ada syarat tertentu dalam belajar mantra dalam tradisi bertani jagung?

Jawab:

9

Apakah ada waktu-waktu khusus/sakral yang digunakan dalam kegiatan bertani jagung beserta mantra-mantranya?

Jawab:

10

Bagaimana struktur atau tahapan-tahapan kegiatan bertani jagung masyarakat Muna?


(25)

Harmin, 2013

Tradisi Bertani Jagung Masyarakat Muna 11

Apakah dalam membuka lahan sampai pascapanen membutuhkan bahasa tertentu dalam tradisi bertani jagung?

Jawab:

12

Apakah dalam mengajarkan atau mewariskan mantra dalam tradisi bertani jagung, ada syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi?

Jawab:

13

Apakah ada tingkatan umur tertentu yang harus menggunakan/belajar mantra dalam tradisi bertani jagung?

Jawab:

14

Apakah Bapak pernah mendengar mantra dalam tradisi bertani jagung di tempat atau daerah lain?

Jawab:

15

Apakah penggunan mantra mantra dalam tradisi bertani jagung tidak bertentangan dengan ajaran agama masyarakat setempat?

Jawab:

16

Bagaimana tahapan-tahapan kegiatan dalam bertani jagung masyarakat Muna?

Jawab:

17

Apakah dalam setiap tahapan-tahapan dalam kegiatan tradisi bertani jagung membutuhkan mantra sebagai penyertanya?

Jawab:

18

Apa saja hama dan penyakit yang sering mengganggu tanaman jagung? Jawab:

19

Bagaimana cara mencegah hama dan penyakit yang akan menyerang tanaman jagung?

Jawab:

20

Apa saja pantangan dalam bertani jagung masyarakat Muna? Jawab:

21

Bagaimana bunyi mantra-mantra dalam tradisi bertani jagung pada setiap tahapan penuturannya?


(26)

Harmin, 2013

3. Simak

Teknik simak digunakan ketika proses wawancara berlangsung, sebagai partisipan, peneliti menyimak berbagai hal yang diperlukan dalam persiapan menanan jagung sampai panen beserta mantra yang digunakan masyarakat petani tradisional masyarakat Muna.

4. Teknik Catat

Teknik catat digunakan untuk mencatat hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan bertani jagung beserta mantra-mantranya mulai dari pembukaan lahan, penanaman, penanggulangan penyakit, pemeliharaan dan pemanenan serta data-data pendukung penelitian yang lainnya. Catatan lapangan digunakan untuk mencatat bagian-bagian penting dari observasi dan wawancara yang dianggap mempengaruhi hasil pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian yang dilakukan.

5. Dokumentasi

Data ini diperoleh saat proses observasi dan wawancara yang dilakukan saat penelitian berupa perekaman tuturan mantra yang digunakan parika jagung serta hal lain yang mendukung kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang disertai dengan foto-fotonya. Perekaman digunakan untuk menghindari kekaburan atau kesalahan penulisan mantra-mantra ketika wawancara berlangsung.

C. Data dan Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian ini adalah informan/parika jagung yang berjumlah 5 (lima) orang dan telah dipercayai oleh masyarakat dan mengetahui tentang seluk beluk kegiatan bertani jagung beserta mantranya berdomisili di


(27)

Harmin, 2013

Tradisi Bertani Jagung Masyarakat Muna

Kabupaten Muna. Dalam pemilihan informan menggunakan kriteria sebagai berikut:

1. parika jagung yang sangat berperan atau dipercayai oleh masyarakat,

2. tidak mengalami gangguan kejiwaan,

3. memiliki cukup waktu untuk memberikan informasi yang dibutuhkan, 4. bersifat terbuka dan tidak merasa kaku dalam memberikan informasi yang

dibutuhkan.

D. Teknik Analisis Data

Data dalam penelitian ini dianalisis secara deskripitif kualitatif. Data dideskripsikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat yakni menguraikan struktur kegiatan bertani jagung, struktur teks, konteks penuturan, proses penciptaan, dan fungsi mantra parika jagung masyarakat Muna mulai dari pembukaan lahan, pemeliharaaan tanaman sampai dengan pascapanen serta model pembelajarannya di sekolah terutama pada jenjang SMA (Sekolah Menegah Atas).

Analisis data menggunakan pendekatan struktural yaitu pendekatan yang memandang karya sastra terdiri atas seperangkat struktur yang berkaitan satu sama lainnya dan bersifat otonom. Ada pun prosedurnya adalah sebagai berikut:

1. mengklasifikasikan data;

2. penyajian data yaitu menyajikan data penelitian berdasarkan klasifikasi yang sudah diambil dari informan yang telah menuturkan mantra dalam tradisi bertani jagung;

3. mengubah mantra dalam tradisi bertani jagung yang dari bentuk lisan ke dalam tulisan.

4. Menerjemahkan hasil wawancara dari bahasa daerah Muna ke dalam teks Bahasa Indonesia untuk memudahkan proses analisis;


(28)

Harmin, 2013

5. Analisis struktur bertani jagung, struktur mantra bertani jagung, konteks penuturan mantra bertani jagung, proses penciptaan mantra bertani jagung, dan fungsi mantra bertani jagung;

6. Merancang model pembelajaran kontekstual dalam kegiatan bertani bertani jagung pada jenjang SMA (Sekolah Menengah Atas);

7. Menarik simpulan penelitian.

E. Pedoman Analisis

Pedoman analIsis: Tradisi Bertani Jagung Masyaraat Muna (Kajian Struktur Kegiatan Bertani, Struktur Teks, Konteks Penuturan, Proses penciptaan dan Fungsi Mantra serta Model pembelajarannya di SMA)

No Tujuan penelitian Data temuan Pedoman analisis

1 - Mendeskripsikan struktur kegiatan bertani jagung serta teks mantranya

- Kegiatan bertani jagung - Formula sintaksis,

formula bunyi, dan gaya bahasa.

Teori struktural; Teori struktur Puisi (Siswantoro). 2 - Mendeskripsikan konteks penuturan mantra bertani jagung. - Mendeskripsikan proses penciptaan mantra bertani jagung.

Segala sesuatu yang nonteks yang berkaitan dengan kegiatan bertani jagung, misalnya, berkaitan denganwaktu, suasana, tempat, tujuan penuturan, proses penciptaan mantra serta fungsi penuturan mantra bertani Teori kebudayaan (Koentjaraningrat) 3 Mendeskripsikan fungsi mantra bertani jagung.

Fungsi religi dan fungsi sosial dan sebagai proyeksi angan-angan masyarakat Muna dalam kehidupannya.

Teori Fungsi folklor (Danandjaja)

4

Membuat model pembelajaran kegiatan bertani jagung di SMA

Kegiatan bertani jagung beserta mantranya sebagai materi ajar puisi lama di sekolah.

Pembelajaran puisi lama di sekolah sesuai dengan KTSP.


(29)

Harmin, 2013


(30)

Harmin, 2013

F. Alur Penelitian

Masalah Penelitian

Tujuan Penelitian

Landasan Teoretis

Metodologi Penelitian

Observasi, Simak Catatan Lapangan

Wawancara

Data Penelitian Klasifikasi Data

Analisis Data Penyusunan

Model Pembelajaran

 Struktur

 Konteks

 Proses

 Fungsi

 Pembacaan puisi

 Pementasan drama Simpulan


(31)

Harmin, 2013

BAB V

MODEL PEMBELAJARAN TRADISI BERTANI JAGUNG MASYARAKAT MUNA DI SMA

A. Pengantar

Pada bagian Bab 4 membahas tentang identitas daerah, keadaan masyarakat, kebudayaan dan kepercayaan masyarakat, rangkain kegiatan bertani jagung dan mantranya serta berbagai pantangan yang harus dihindari, maka bagian Bab 5 ini akan dibahas tentang model pembelajaran tradisi bertani jagung masyarakat Muna tersebut pada jenjang pendidikan formal yang terutama pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan pendidikan nonformal.

B. Model Pembelajaran Tradisi Bertani Jagung di SMA

1. Model Pembelajaran Mantra Bertani Jagung sebagai Puisi Lama di SMA Membahas secara jauh istilah sastra terutama dalam mantra sebagai puisi lama, maka kita akan dihadapkan dengan begitu banyaknya batasan sastra yang dikemukakan oleh para ahli. Meskipun batasan-batasan itu tidak sepenuhnya memuaskan karena masing-masing ahli memberi batasan dengan versinya masing-masing, akan tetapi pada umumnya mantra sebagai puisi lama merupakan gambaran kehidupan manusia dalam kurun waktu tertentu. Pendidikan adalah salah satu mata rantai sistem pembangunan nasional yang berorientasi pada usaha pembinaan dan pengembangan manusia yang pada gilirannya akan mempunyai peranan untuk turut serta dalam pembangunan. Sektor pendidikan sebagai bagian tumpuan harapan bangsa dapat diletakan untuk melahirkan manusia yang berkualitas.

Di dalam interaksi belajar sastra terjadi proses yang memungkinkan terjadinya pengenalan, pemahaman, penghayatan, penikmatan terhadap karya sastra, hingga akhirnya siswa mampu menerapkan temuannya dalam kehidupan nyata. Siswa diharapkan dapat memperoleh manfaat dari karya sastra yang diapresiasikannya. Salah satu harapan tersebut adalah agar peserta didik dapat


(32)

mengenal dan melestarikan budaya atau tradisi daerahnya. Upaya pengenalan dan pelestarian tradisi daerah tidak terlepas dari peran guru dan keikutasertaan siswa.

Pendidikan adalah salah satu unsur kebudayaan dan peradaban masyarakat suatu bangsa. Sebagai bagian dari budaya, pendidikan sifatnya selalu dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakatnya. Untuk mengatasi itu, usaha penanaman budaya atau tradisi daerah kepada siswa akan budaya daerahnya perlu ditanamkan sejak dini.

Mantra bertani jagung masyarakat Muna sebagai puisi lama yang merupakan hasil kreasi seni yang imajinatif para leluhur masyarakat Muna sendiri dalam kegiatan bertani jagung. Oleh karena itu, sebagai generasi muda masyarakat Muna sudah sepatutnya mewariskan budaya tersebut kepada generasi selanjutnya terutama melalui bangku pendidikan. Upaya pewarisan budaya tersebut yang salah satunya dapat dilakukan dengan pembuatan model pembelajarannya yang pada gilirannya akan diajarkan pada siswa. Hal tersebut dianggap penting sebagai pintu atau jalan masuk bagi pembelajaran mantra bertani jagung sebagai puisi lama pada jenjang pendidikan.

Pengenalan tradisi bertani dalam tradisi masyarakat Muna melalui pembelajaran penting mengingat sasaran pembelajaran itu sendiri adalah generasi muda sebagai penerus bangsa. Salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah pembuatan model pembejaran. Seorang guru yang bertindak sebagai penunjuk jalan bagi siswanya dalam menemukan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan, dibutuhkan kreativitas untuk mengintegrasikan nilai-nilai budaya bangsa kepada siswa. Pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, terutama pada aspek kesastraan, tradisi-tradisi masyarakat yang berbentuk sastra lisan sudah mendapatkan porsinya dalam pembelajaran dan sudah berbentuk silabus. Bentuk sastra lisan yang telah masuk dalam silabus, misalnya pembelajaran tentang prosa lama dan puisi lama serta jenis-jenisnya. Dalam silabus, baik SMP maupun SMA, pengajaran sastra lisan (sastra lama) telah ada, dalam bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar.


(33)

Harmin, 2013

Mantra bertani jagung dalam masyarakat Muna sebagai salah satu tradisi yang berbentuk sastra lisan yang merupakan salah satu bagian dari puisi lama perlu diperkenalkan dan diajarkan kepada siswa di sekolah melalui mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Oleh karena itu, bentuk bahan ajar untuk mengajarkan mantra bertani jagung perlu dirancang dan diajarkan kepada siswa melalui suatu model pembelajaran sesuai dengan silabus yang ada.

Dalam pembelajaran, mantra bertani jagung diajarkan sebagai bagian dari sastra lisan yang berbentuk puisi lama. Hal tersebut berdasarkan silabus yang ada dalam kurikulum pembelajaran pendidikan bahasa dan sastra Indonesia. Untuk lebih jelasnya, pada bagian berikut ini dipaparkan sebuah bentuk silabus dan bentuk RPP pembelajaran puisi lama pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang diajarkan pada jenjang pendidikan SMA.


(34)

SILABUS PEMBELAJARAN Nama Sekolah : SMA/MA

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas : XII

Semester : Satu Standar Kompetensi : Berbicara

6. Mengungkapkan pendapat tentang pembacaan puisi

Kompetensi Dasar

Materi Pembelajaran

Kegiatan

Pembelajaran Indikator Penilaian

Alokasi Waktu

Sumber/ Bahan/Alat

6.1 Menanggapi pembacaan puisi lama tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.

- Puisi lama

- Menanggapi pembacaan puisi dari segi: lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat - Mendeklamasikan/membacak

an puisi lama di depan teman-teman dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang sesuai.

- Menanggapi pembacaan puisi

lama, tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.

- Memperbaiki cara pembacaan

berdasarkan masukan dari teman atau guru.

- Mampu

mendeklamasikan/membac akan mantra bertani jagung masyarakat Muna sebagai puisi lama di depan teman-teman dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.

- Mampu menentukan

formula bunyi (rima, asonansi dan alitersei serta irama), gaya bahasa dan tema yang terdapat dalam mantra yang dibacakan sebagai puisi lama

Jenis Tagihan: - tugas individu Bentuk Instrumen: - uraian bebas

4 x 45 menit

(2 x pertemuan)

Sumber:

- Teks mantra

bertani jagung masyarakat Muna

- Buku teks kelas

XII SMA mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Media: Rekaman mantra bertani jagung masyarakat Muna


(35)

Harmin, 2013

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Kabawo

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia

Kelas : XII

Semester : 1

Alokasi Waktu : 2 x 45 menit

Aspek Berbicara

1. Standar Kompetensi

6. Mengungkapkan pendapat tentang pembacaan puisi

2. Kompetensi Dasar

6.1 Menanggapi pembacaan puisi lama tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.

Indikator

a. Mampu membacakan mantra bertani jagung sebagai puisi lama di depan teman-teman dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang sesuai.

b. Menanggapi pembacaan mantra bertani jagung sebagai puisi lama tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.

3. Materi Pembelajaran

a. Mantra dalam tradisi bertani jagung masyarakat Muna sebagai salah satu puisi lama puisi lama.

b. Menanggapi pembacaan puisi dari segi: lafal, intonasi, dan ekspresi.

4. Model Pembelajaran

Model pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembacaan mantra bertani jagung masyarakat Muna sebagai puisi lama adalah model tampil dan dinilai dengan kerangka pendekatan pembelajaran CTL (Contextual Teaching


(36)

5. Kegiatan Pembelajaran a. Kegiatan awal (10 menit)

- Salam pembuka dan flash back

- Guru menyampaikan informasi tentang standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) serta tujuan pembelajaran yang hendak dicapai b. Kegiatan inti (30 menit)

- Guru membagikan lembaran wacana (handout) kepada siswa yang berisi tentang konsep umum mantra bertani jagung sebagai puisi lama. Mantra tersebut terdiri dari beberapa bagian berdasarkan tahapan dalam kegiatan bertani jagung. Siswa mempelajari dan bertanya berkaitan dengan isi handout

- siswa membaca dan memahami mantra bertani jagung yang dibagikan oleh guru

- Guru memberikan salah satu contoh rekaman tentang pembacaan puisi mantra kepada yang tepat kepada siswa.

- Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan salah satu diantaranya bertindak sebagai ketua kelompok.

- Perwakilan kelompok dapat tampil membackan puisi mantra bertani jagung di depan kelas dan siswa.

- Siswa secara bergantian untuk tampil di depan kelas untuk mewakilkan kelompoknya.

- Setiap kelompok mendapat satu kali kesempatan untuk memberi tanggapan singkat dan penilaian terhadap setiap tampilan

- Guru juga memberi tanggapan singkat dan penilaian terhadap setiap tampilan siswa, lalu mengapresiasinya

- Siswa mengumpulkan format penilaian yang telah diisi. c. Kegiatan akhir (5 menit)


(37)

Harmin, 2013

- Guru memberikan tugas: setiap siswa mencari dan menulis mantra bertani jagung dalam lingkungan masing-masing, lalu dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya

- Guru menutup pembelajaran.

6. Media dan Sumber Belajar a. Media

- Rekaman mantra bertani jagung - Lembar Kerja Siswa (LKS) - Radio

b. Sumber

- Handout tradisi bertani jagung masyarakat Muna

- Buku teks mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

7. Penilaian

Penilaian dapat dilakukan dengan meberikan lembaran penilaian kepada siswa. Adapun jenis penilaiannya adalah tugas individu dan berbentuk performansi dengan butir soal evaluasinya. Adapun butir soal yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Bacalah salah satu teks mantra bertani jagung sebagai puisi lama salah di depan teman-temanmu/di depan kelas dengan memperhatikan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat!

2. Tanggapi dan berikanlah penilaian mengenai penampilan temanmu yang berkaitan dengan aspek pelafalan, intonasi, dan ekspresinya!

Pedoman penilaian

No Aspek Deskriptor Skor Skor

Maksimal

1 Lafal

a. Siswa dapat membacakan mantra bertani jagung sebagai

pembelajaran puisi lama dengan lafal yang tepat


(38)

b. Siswa dapat membacakan mantra bertani jagung sebagai

pembelajaran puisi lama dengan lafal yang kurang tepat

c. Siswa dapat membacakan mantra bertani jagung sebagai

pembelajaran puisi lama dengan lafal yang tidak tepat

2

1

6

2 Intonasi

a. Siswa dapat membacakan mantra bertani jagung sebagai

pembelajaran puisi lama dengan intonasi yang tepat

b. Siswa dapat membacakan mantra bertani jagung sebagai

pembelajaran puisi lama dengan intonasi yang kurang tepat c. Siswa dapat membacakan mantra

bertani jagung sebagai

pembelajaran puisi lama dengan intonasi yang tidak tepat

3

2

1

3 Ekspresi

a. Siswa dapat membacakan mantra bertani jagung sebagai

pembelajaran puisi lama dengan ekspresi yang tepat

b. Siswa dapat membacakan mantra bertani jagung sebagai

pembelajaran puisi lama dengan ekspresi yang kurang tepat c. Siswa dapat membacakan mantra

3

2


(39)

Harmin, 2013

pembelajaran puisi lama dengan ekspresi yang tidak tepat

Guru dan siswa yang menilai : Aspek yang dinilai :

No Aspek Penilaian Penampilan Skor

1 Lafal 2 Intonasi 3 Ekspresi

Jumlah Skor

Tanggapan siswa:

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...


(40)

... ... ...

2. Model Pembelajaran Pementasan Drama di SMA

Selain model pembelajaran dalam bentuk mantra sebagai puisi lama, tradisi bertani jagung masyarakat Muna dapat pula dilakukan dalam model yang lain. Salah satunya adalah dalam bentuk pementasan drama. Kegiatan tersebut berpedoman pada kurikulum yang berlaku yang diajarkan pada jenjang SMA pula. Di dalam kurikulum tersebut terdapat pembelajaran drama dengan strandar kompetensi memerankan tokoh dalam pementasan drama serta kompetensi dasar menyampaikan dialog disertai gerak-gerik dan mimik, sesuai dengan watak tokoh. Berdasarkan silabus tersebut dapat dibuat suatu skenario model pembelajaran dengan membuat sebuah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan dijarkan. Berdasarkan hal tersebut model pembelajaran yang kontekstual sangat perlu untuk dilakukan.

Model pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Hal pokok dalam pementasan drama adalah menyampaikan sebuah cerita umumnya mengenai kemanusiaan atau lingkungan dengan menggunakan dialog atau gerak sebagai alat untuk diperankan aktor di atas panggung. Dari hal tersebut, maka model pembelajaran dengan pementasan drama ini mengambil suatu latar tentang kegiatan bertani jagung. Adapun silabus dan Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dimaksud adalah sebagai berikut.


(41)

(42)

SILABUS PEMBELAJARAN

Nama Sekolah : SMA/MA ... Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas : XI

Semester : 1

Standar Kompetensi : Berbicara

6. Memerankan tokoh dalam pementasan drama

Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Pencapaian

Kompetensi Penilaian

Alokasi Waktu Sumber/ Alat 6.1 Menyampai-kan dialog disertai gerak-gerik dan mimik, sesuai dengan watak tokoh Naskah drama - gerak (action) - mimik/

pantomimik - tata panggung - tata busana - tata bunyi - tata lampu

- Menyampaikan dialog disertai gerak-gerik dan mimik, sesuai dengan watak tokoh - Mendiskusikan

penyampaian dialog teman

a. Memerankan drama dengan gerak-gerik yang tepat

b. Memerankan drama dengan lafal; intonasi, dan nada yang jelas c. Mengepresikan watak

tokoh bertani jagung dengan mimik yang tepat Jenis Tagihan: - tugas individu - tugas kelompok Bentuk Instrumen: - unjuk kerja - format pengamatan 6 Jam Pelajaran (3 x pertemuan) buku drama


(43)

Harmin, 2013

Berdasarkan silabus tersebut dapat dibuat rancangan Pelaksanaan pembelajaran (RPP). Adapun rancangan rencana pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tradisi bertani jagung masyarakat Muna adalah sebagai berikut:

Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Kabawo

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia Kelas/Semester : XI/I

Alokasi Waktu : 6 x 45 menit (3 x pertemuan)

1. Standar Kompetensi

6. Memerankan tokoh dalam pementasan drama

2. Komptensi Dasar

6.1 Menyampaikan dialog disertai gerak-gerik dan mimik, sesuai dengan watak tokoh

3. Indikator

a. Memerankan drama kegiatan yang bertani jagung dengan gerak-gerik yang tepat

b. Memerankan drama bertani jagung dengan lafal; intonasi, dan nada yang jelas

c. Mengepresikan watak tokoh dalam bertani jagung dengan mimik yang tepat

4. Tujuan pembelajaran

a. Siswa mampu memerankan drama bertani jagung dengan gerak-gerik yang tepat

b. Siswa mampu memerankan drama bertani jagung dengan lafal; intonasi, dan nada yang jelas


(44)

c. Siswa mampu mengepresikan watak tokoh bertani jagung dengan mimik yang tepat

5. Materi Pokok a. Naskah drama b. gerak (action) c. mimik/ pantomimik d. tata panggung e. tata busana f. tata bunyi g. tata lampu

6. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran - Pertemuan Pertama

a. Kagiatan Awal

1) Guru dan siswa saling memberi salam 2) Guru mengecek kehadiran siswa

b. Kegiatan Inti

1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diajarkan

2) Guru bercerita tentang ramgkaian kegiatan bertani jagung masyarakat Muna

3) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok secara acak

4) Guru memberikan kesempatan siswa untuk menamai kelompoknya masing-masing

5) Guru membagikan contoh naskah drama kepada masing-masing kelompok

6) Siswa membaca dan memahami naskah drama yang dibagikan guru secara berkelompok


(45)

Harmin, 2013

7) Guru memberikan tugas kepada siswa secara berkelompok untuk membuat naskah drama dengan topik kegiatan bertani jagung masyarakat Muna.

c. Kegiatan akhir

1) Guru dan siswa bertanya jawab kejelasan tugas yang diberikan 2) Guru menutup pelajaran dan mengucapkan salam

- Pertemuan Kedua a. Kegiatan Awal

1) Guru dan siswa saling memberi salam 2) Guru mengecek kehadiran siswa

3) Guru dan siswa bertanya jawab tentang materi pelajaran yang diajarkan sebelumnya

b. Kegiatan Inti

1) Guru mengecek naskah drama yang dibuat siswa berdasarkan kelompok yang ada

2) Guru dan siswa melakukan cabut lot, yang jatuh pertama nama kelompoknya maka akan tampil untuk yang pertama, begitu seterusnya sampai selesai

3) Kelompok yang mendapat giliran pertama tampil terlebih dahulu salah seorang anggota kelompok membacakan sinopsis drama yang akan dipentaskan dan setelah itu melakukan pementasan

4) Guru kelompok lain menyaksikan pementasan sambil memberikan penilaian.

5) Setelah kelompok yang mendapat giliran pementasan yang pertama, akan dilanjtkan tampilan kelompok berikutnya berdasarkan hasil cabut lot atau undian.


(46)

6) Guru dan kelompok lain serta kelompok yang sudah melakukan pementasan memberikan penilaian.

7) Guru dan siswa membicarakan hal-hal yang harus diperbaiki dalam pementasan drama.

c. Kegiatan Akhir

1) Guru menyampaikan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pementasan drama untuk yang akan tampil pada pertemuan berikutnya 2) Guru melakukan refleksi

3) Guru menutup pelajaran

- Pertemuan Ketiga a. Kegiatan Awal

1) Guru dan siswa saling memberi salam 2) Guru mengecek kehadiran siswa

b. Kegiatan inti

1) Guru mempersilakan kelompok yang belum tampil untuk melakukan pementasan drama berdasarkan hasil cabut lot yang sebelumnya

2) Guru dan kelompok lain melakukan penilaian

3) Guru dan siswa mengevaluasi naskah drama yang dibuat beserta pementasannya yang telah dilakukan siswa secara keleluruhan.

c. Kegiatan Akhir

1) Guru dan siswa melakukan refleksi

2) Guru menyampaikan topik pelajaran untuk pertemuan berikutnya 3) Guru dan siswa saling memberikan salam

7. Media dan Sumber Belajar a. Siswa

b. Naskah Drama

8. Evaluasi


(47)

Harmin, 2013

b. Tampilkan naskah drama tersebut di depan kelas dengan memperhatikan gerak-gerik yang sesuai, lafal, intonasi, dan nada yang jelas, serta ekspresi dan penghayatan watak tokoh!

c. Berikanlah penilaian terhadap kelompok yang mekalukan pementasan drama!

9. Penilaian

a. Jenis Tagihan: 1) Tugas kelompok 2) Tugas individu

b. Bentuk Instrumen: 1) Unjuk kerja

2) Pedoman penilaian

Pedoman Penilaian I Secara Berkelompok

No Kegiatan pembelajaran Skor

1

Siswa menulis sebuah naskah drama tentang kegiatan bertani jagung

2

Siswa mampu mementaskan naskah drama bertani jagung di depan kelas secara berkelompok dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Gerak-gerik yang sesuai

b. lafal, intonasi, dan nada yang jelas c. ekspresi dan penghayatan watak tokoh

3

Kelompok siswa dapat memberikan tanggapan terhadap kelompok yang tampil


(48)

Pedoman Penilaian II Secara Individu

No Nama

Siswa

Aspek yang dinilai

Jum

Gerak Lafal Intonasi Nada Ekspresi Penghayatan

1 ... 2 ... 3 ... 4 ... dst ...

Salah satu upaya untuk tetap menjaga keaslian dari rangkaian kegiatan bertani jagung masyarakat Muna pada masa yang akan datang, dapat dibuat suatu pementasan drama pada suatu sanggar teater. Kegiatan pementasan tersebut ditampilkan secara apa adanya rangkaian dalam kegaitan bertani dengan menggunakan bahasa daerah Muna yang apa adanya dalam kegiatan bertani.

Judul : Katumbu Moghuri Para Pemain :

1. Satu Orang Pawang Kebun

2. Dua Orang Petani Jagung (suami-istri)

Kegiatan pemetasan ini mengambil latar di lokasi kebun jagung dengan umur tanaman jagung sekitar 60 hari sejak waktu tanam, pondok petani ketika menjaga tanaman jagungnya dan rumah atau pondok pawang kebun. Di dalam kebun jagung tersebut terdapat sebuah pondok petani beserta suami dan istri petani serta seorang pawang kebun.

Adegan 1


(49)

Harmin, 2013

tempat untuk kegiatan hari-harinya, bagian yang kedua adalah lokasi kebun jagung yang telah berumur sekitar 60 hari sejak waktu tanam dan bagian yang ketiga adalah rumah atau pondok pawang kebun. Cerita diawali dengan petani jagung menuju rumahnya/pondoknya pawang kebun berada dengan tujuan meminta pawang kebun tersebut menentukan waktu yang tepat sekaligus memanggilnya untuk melakukan kegiatan pemenanen awal pada jagung yang ditanamnya.

Petani jagung:

(Mengucapkan salam kepada pawang kebun) Asalamu alaikum

Pawang kebun:

(Menjawab salam sambil mempersilakan petani jagung naik dan duduk di dalam pondoknya)

Wa alaikum salam

Petani jagung: Netaahi bhara itu ponamisi?

Pawang kebun: Umbe, pedahae bhahi?

Petani jagung:

Okamaihaku ini bhe patudhuku ne itu?

Pawang kebun: Pedahae itu?

Petani jagung:

Kahitela netunggu-tungguku maitu ingka nopatamo umuruno nomofulugha, wakutuno hadae damalae kaghuri-ghurino, maka kamaihaku ini aesalo tulumi ne itu daelentu bhe damai datumandaki kanaue.


(50)

Sebantara deki bharangka

Pawang kebun menghitung waktu baik pada hari itu dengan menggunakan jari-jari tangannya. Setelah melakukan perhitungan, dukun kebun melanjutkan pembicaraanya

Pawang kebun:

Ingka tabea wakutu metahano gheitu ini rambi alumata sebantara itu

Petani jagung:

Umbe, bhe katolala bhara ne itu?

Dukun kebun: Umbe

Petani jagung:

Ane namedamo anagha bhara ingka naembalimo hadae damopansuremo rampahano nomaho rambi alumata

Petani jagung: umbe

Petani dan dukun kebun menuju kebun jagung dan lampu secara perlahan mulai redup

Adengan 2

Sekitar pukul delapan pagi waktu setempat, dukun kebun dan petani telah tiba di kebun jagung dan segera petani jagung tersebut mempersilakan kepada dukun kebun untuk menuju penanaman atau kafematai yang pernah dilakukan. Pawang kebun dibekali dengan parang atau pisau yang tajam untuk memotong batang jagung yang dipanen di tempat penanaman awal serta keranjang berukuran sedang yang digunakan untuk menyimpan jagung yang dipanen.

Pawang kebun:


(51)

Harmin, 2013

Abhelaikomo hintumu mbusango Bhahi totisele, bhahi totikenda

Maka tokampile-mpilei, maka okampunda-punda Konekakala tonuanaomu

Laloomu mpali kema, mpali suana Kapo ne kahitelaku ini

Mpali sauna, mpali kema Kapo ne kahitelaku ini.

Setelah selesai memanen jagung pada pemananan yang pertama atau

kafematai, pawang kebun melanjutkan pemanenan pada bagian yang lainnya

sampai untuk persiapan sesajian atau kafongkora-ngkora dan untuk dikonsumsi pertama dianggap cukup. Setelah itu, dukun kebun menuju pondok petani untuk menyerahkan jagung yang dipanenya. Jagung yang yang telah dipanen tersebut untuk segera dibuka kulitnya dan seteh itu direbus.

Pawang kebun:

Padamo atandaki okahitela maitua, kahitela katandakiku ini dakumulusiemo, pada aitu dakumantinuwuae rampahano damongkora-ngkorae deki, panaembali

kansuru damakea.

Petani dan Istrinya: Umbe

Istri petani membuka kulit jagung telah dipanen dukun kebun dan merebusnya sampai masak. Dalam proses perebusan jagung tersebut, disertakan dengan telur ayam kampung satu, tiga atau lima butir. Ketika masak dan sebelum dikonsumsi yang pemilik kebun, istri petani menyediakan untuk

kafongkora-ngkora dan setelah itu mempersilahkan pawang kebun untuk melakukan kegiatan

pembacaan mantra kafongkora-ngkora.

Pawang kebun:

(menuju tempat jagung dan telur yang disediakan untuk melakukan kegiatan pembacaan mantra kafongora-ngkora)

Afongkorangkomo paseleno Kodasaghono aini

Koteaghono aini Kolongkowaghono aini Tutumuturano lonso aini


(52)

Tumbu-tumbuno longkowa aini

Komelilimu padamo awangkomu paseleno Dhaganiemu

Konokororweo Konoangkafio

Setelah selesai pembacaan mantra kafongkora-ngkora. Jagung dan telur yang telah lengkapi dengan air pencuci tangan dibiarkan atau didiamkan untuk beberapa saat. Setelah itu, dimulailah acara makan bersama jagung yang telah disajikan.

Istri petani:

Aitu datumangkahimu deki, damenani kabubuhano ghantitoomu ini

Pawang kebun dan petani: Umbe

Petani dan pawang kebun menuju makanan yang disediakan dan secara perlahan lampu mulai redup.

Naskah drama tersebut hanya satu babak. Oleh karena itu, naskah drama tersebut dapat diteruskan atau dapat ditulis secara lengkap mulai dari pembukaan lahan sampai dengan pascapanen. Naskah drama yang lengkap kiranya dapat dipentaskan di atas panggung dengan penataan kostum yang lengkap seperti halnya kegiatan bertani jagung yang berlangsung di lapangan dengan artistik lain sebagai pelengkap kegiatan pementasan.


(53)

Harmin, 2013

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian, dan hasil analisis beserta pembahasan dalam tradisi yang telah dilakukan, maka dapat diambil suatu simpulam sebagai berikut

1. Tradisi Bertani Jagung Masyarakat Muna

Sebagai besar masyarakat Muna mempunyai mata pencaharian sebagai petani, terutama petani jagung. Jagung merupakan sumber makanan pokok yang paling utama yang tinggal di pedesaaan. Sistem pertanian yang diterapkan oleh masyarakat Muna adalah dengan sistem pindah. Sistem berpindah-pindah tersebut dikarenakan produktifitas lahan pertanian menurun sehingga mereka meninggalakannya untuk beberapa lama dengan mencari dan mengolah lahan pada di tempat yang lain secara berkelompok yang dianggap subur dibanding dengan yang ditinggalkan. Pola berpindah-pindah diyakini bahwa lahan-lahan pertanian yang ditinggalkan dalam jangka waktu yang lama dapat mengurangi perkembangan tanaman-tanaman pengganggu dan mencegah menurunnya tingkat kesuburan tanah.

Tradisi bertani jagung dengan mengandalkan kekuatan alam dan bertani dengan sistem berpindah-pindah mencari lahan yang subur masih dianggap sesuatu yang utuh dan mengikat dalam kehidupan mereka. Keadaan tanah di lokasi mereka menanam pada umumnya telah dipilh tanah yang baik dalam arti tidak berbatu-batu, rata, dan tidak mengandung kapur. Dalam waktu satu tahun, masyarakat Muna hanya mengenal dua musim tanam jagung, yaitu bhara (musim tanam hujan) yang berlangsung dari bulan November sampai bulan April, sedangkan musim kalangkari (musim tanam kemarau) yang berlangsung dari Mei sampai Oktober. Kedua musim tanam yang demikian disebabkan oleh keadaan iklim yang ada di Kabupaten Muna dengan sistem pertani yang masih mengandalkan air hujan sebagai sumber pengairan yang satu-satunya. Kedua


(54)

musim tanam tersebut dilakukan dengan sistem yang bersifat tradisional. Di dalam kegiatan bertani jagung tersebut memiliki pantangan yang tidak boleh dilanggar. Apabila melanggarnya maka yang bersangkutan akan menerima sanksi dari yang gaib. Sanksi ringan yang didapatkan berupa akan diserang berbagai jenis penyakit tanaman yang ditanamnya dan paling yang berat dapat menelan korban para petani.

2. Struktur Bertani Jagung Masyarakat Muna

Struktu bertani jagung masyarakat Muna merupakan rangkaian kegitan yang dilakukan secara sistematis. Ada pun rangkaian atau struktur kegiatan bertani jagung masyarakat Muna yang dimaksud adalah yang pertama adalah katambori (pembukaan lahan). Kegiatan pembukaan lahan dapat dilakukan oleh pawang kebun yang dianggap mampu berkomunikasi dengan yang gaib yang mendiami suatu area yang akan dijadikan lokasi kebun. Pembukaan lahan dapat dimulai ada hari yang baik dengan dengan membawa perlengkapan berupa parang, dan kotak yang berisi sesajian yang ditujukan untuk yang gaib. Setelah kegitan pembabatan selesai dilanjutkan tahapan yang berikutnya yaitu pembabatan. Kegiatan pembabatan dilakukan oleh oleh petani yang dibantu oleh kerabatnya. Kegiatan pembakaran dapat dilakukan apabila semak-semak yang telah dibabat dianggap kering. Keempat adalah pembersihan sisa pembakaran, yaitu membersihkan sisa-siswa yang tidak habis dibakar pada saat pembakaran. Kelima pemagaran, yaitu memberikan pagar terhadap lokasi yang digarap dengan menggunakan batu atau kayu. Keenam adalah kaago-ago, yaitu mengajak dan memberikan sesajian kepada yang gaib sebagai imbalan dalam mengizinkan area yang mereka tempati. Ketujuh adalah penanaman jagung yaitu kegiatan menaburkan benih jagung ke dalam tugalan. Kegiatan penanaman harus didahului oleh pawang kebun yang dikenal dengan mana kafematai. Kedelapan adalah pemeliharaan tanaman. Kegiatan pemeliharaan tanaman jagung berupa pembersihan gulma, penangkalan hama dan penyakit. Kesembilan adalah pemanenan tanaman jagung. Kegiatan pemanenan dapat dilakukan tiga kali dalam satu kali musim tanam. Kegiatan


(1)

Harmin, 2013

Tradisi Bertani Jagung Masyarakat Muna

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5. Proses Penciptaan Mantra Bertani Jagung Masyarakat Muna

Tradisi bertani jagung masyarakat Muna diciptakan secara bersamaan dengan kegiatan bertani jagung. Tidak ada waktu yang pasti pertama digunakannya tradisi tersebut dalam bertani. Rangkaian kegiatan bertani jagung diturunkan secara turun temurun berdasarkan kebiasaan. Orang yang mewariskan rangkaian kegiatan bertani beserta mantra-mantra sebagai syaratnya disebut pawang kebun. Proses tersebut berlangsung secara terstruktur atau sistematis dengan menggunakan benda atau alat sebagai pengingatnya. Jika salah satu alat sebagai perlengkapan kegiatan, maka rangkaian kegiatan yang dilakukan tidak akan membawakan hasil serta akan berakibat fatal, terutama menyakut keselamatan jiwa.

6. Fungsi Mantra Bertani Jagung Masyarakat Muna

Mantra sebagai syarat sah jalannya dalam tradisi bertani jagung masyarakat Muna memiliki fungsi yang turut menentukan keberhasilan, keberkahan, keselamatan dalam beraktivitas. Salah satu fungsi yang dimaksud adalah fungsi sosial. Fungsi sosial dalam kegiatan bertani merupakan ajang untuk berkumpul bersama dengan sanak saudara. Dalam ajang berkumpul tersebut, banyak hal yang dibicarakan yang menyakut pengalaman dalam kehidupan yang dialami. Selain fungsi sosial, dalam kegiatan bertani jagung masyarakat Muna memiliki fungsi religi yang berupa kepercayaan atau keyakinan kepada yang gaib atau leluhur. Selama kegiatan bertani jagung, masyarakat Muna meyakini bahwa yang gaib atau leluhur turut campur tangan dalam aktivitas manusia terutama dalam memberikan keselamatan, kesehatan, keberkahan, dan kekuatan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sebagai imbalannnya, petani menyediakan sesajian dengan menggunakan mantra tertentu untuk berkomunikasinya.

7. Model Pembelajaran Tradisi Bertani Jagung di SMA

Untuk melestarikan tradisi bertani jagung masyarakat Muna dari kepunahannya, maka seorang guru atau pendidik perlu mengambil suatu tindakan dengan cara memperkenalkan budaya tersebut kepada peserta didik. Salah satu


(2)

yang menjadi sasarannya adalah siswa kelas XI yang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal tersebut sesuai dengan silabus atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memuat tentang strandar komptensi mengungkapkan pendapat tentang pembacaan puisi dengan kompetensi dasar menanggapi pembacaan puisi lama tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat serta memerankan tokoh di dalam pementasan drama dengan kompetensi dasar menyampaikan dialog disertai gerak-gerik dan mimik, sesuai dengan watak tokoh yang diperankan.

Dalam pembelajaran puisi lama, guru dapat membuat suatu model pembelajaran mantra sebagai salah satu puisi lama dalam bertani jagung kepada siswanya, sedangkan dalam pementasan drama, guru dapat memuat model pembelajaran dengan merancang setiap adengan bertani jagung untuk dipentaskan oleh siswa. Dengan demikian, siswa dapat memerankan pembelajaran yang kontekstual yang didapatkan dari lingkungan mereka sendiri. Dalam kegiatan pembuatan model pembelajaran tersebut, kemampuan seorang guru sangat penting untuk dapat membuat model yang tepat.

Selain dalam bentuk pembelajaran sastra lama pada Sekolah Menengah Atas (SMA), tradisi bertani jagung masyarakat Muna dapat dilestarikan dalam bentuk pementasan drama pada berbagai teater pementasan dengan kostum dan artistik yang sesungguhnya. Kegiatan pementasan ini sebagai upaya pembelajaran tradisi bertani jagung yang tidak hanya di dalam lingkungan pendidikan formal, tetapi dapat pula dilakukan pada lingkungan masyarakat yang secara umum. Upaya tersebut sebagai saah satu usaha untuk memperkenalkan kegiatan bertani jagung kepada masyarakat yang luas.

B. Saran

Setelah mengadakan penelitian tradisi bertani jagung masyarakat Muna yang mulai dari pembukaan lahan sampai pascapanen, penulis menyarankan beberapa hal kepada pihak-pihak yang terkait demi menjaga kelangsungan hidup


(3)

Harmin, 2013

Tradisi Bertani Jagung Masyarakat Muna

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

budaya yang seiring dengan perkembangan zaman akan terancam punah. Pihak-pihak yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Kepada pemerintah daerah Kabupaten Muna diharapkan untuk tetap memperhatikan keberadaan budaya tradisi bertani jagung pada khususnya dan budayaan-kebudayaan lainnya pada umumnya karena lambat laun akan bergeser dari wujud aslinya yang tidak menutup kemungkinan akan punah dalam kehidupan manusia sebagai pemilik budaya.

2. Kepada orang tua yang memiliki pengetahuan dan menjadi narasumber tentang budayanya agar dapat memberikan informasi yang sedetail mungkin sesuai dengan yang dibutuhkan.

3. Kepada generasi muda untuk tidak mengabaikan budaya daerahnya sebab di dalam budaya yang ada terdapat nilai atau tujuan yang positif demi kelangsungan hidup di masa yang akan datang.

4. Kepada peneliti-peneliti budaya yang selanjutnya untuk lebih giat lagi dalam menggali informasi tentang keberadaan budaya yang akan diteliti.

5. Khusus dalam bidang pembelajaran, peneliti selanjutnya untuk merumuskan model pembelajaran yang lain yang terutama dengan nonkependidikan atau pendidikan kemasyarakatan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Ali. 2011. Jurnal ATL; Jurnal Pengetahuan dan Komunikasi Peneliti dan Pemerhati Tradisi Lisan. Jakarta: ATL

Atmazaki. 1986. Ilmu Sastra (Teori dan Terapan). Bandung : Angkasa Raya. Badrun, Ahmad. 2003. Patu Mbojo; Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses

Penciptaan, dan Fungsi. Disertasi FIPB UI. Jakarta: Tidak Diterbitkan. Balawa. 1991. Teori Sastra. Kendari: Unhalu Press.

Couvrer, Jules. 1935. Etnografisch Overzicht van Moena. Raha: Tidak diterbitkan. (Terjemahan).

Danandjaja, James. 2007. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: Grafiti.

Daud, Harun. 2001. Mantera Melayu: Analisis Pemikiran. Malaysia: Sains Malaysia.

Djamaris, Edwar. 1990. Menggali Khasanah Sastra Melayu Klasik. Jakarta: Balai Pustaka.

Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Harmin. 2011. Makna, Tujuan dan Fungsi Mantra Bercocok Tanam Jagung Masyarakat Muna di Kecamatan Kabawo. Skripsi FKIP Unhalu. Kendari: tidak diterbitkan.

Hunan, Erna. 1986. Apresiasi Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.

Hutomo, Suripan Hadi. 1991. Mutiara yang Terlupakan: Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: HISKI.

Ikram, Achadiati. 1997. Pendar Pelangi. Jakarta: Djambatan.

Isnaini, Heri. 2007. Mantra Asihan : Kajian Struktur Teks, Konteks Penuturan, Proses Penciptaan, dan Fungsi. Skripsi FPBS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.


(5)

Harmin, 2013

Tradisi Bertani Jagung Masyarakat Muna

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Junus, Umar. 1981. Mitos dan Komunikasi. Jakarta: Sinar Harapan.

Koentjaraningrat. 1985. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembanguan. Jakarta: PT Gramedia.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual; Konsep dan Aplikasi.

Bandung: PT Refika Aditama.

Kridalaksana, Harimuti. 2008. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Liliweri, Alo. 2009. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: LKiS.

Luxemburg, Jan Van, dkk. 1989. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa.

Lord, Albert B. 2000. The Singer of Tales. London: Harvard University Press. (Terjemahan).

Maryaeni. 2005. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara. Mujianto, Yan, dkk. 2010. Pengantar Ilmu Budaya. Yogyakarta: Pelangi

Publishing.

Munandar. 2011. Mantra Mendirikan Rumah Masyarakat Muna; kajian Makna, Tujuan dan fungsi: Skripsi FKIP Unhalu. Kendari: Tidak Diterbitkan. Mulyana, Yayo. dkk. 1997. Sanggar Sastra. Jakarta: Depdikbud.

Nasution. 1978. Metode Reseaech. Bandung: Jemmars.

Nazriani. 2012. Mantra dalam Upacara Pesondo: Tradis Lisan Masyarakat Kulisusu Kabupaten Buton Utara (Kajian struktur Teks, Konteks, Proses Penciptaan dan Fungsi) serta Kemungkinan Pemanfaatannya sebagai Bahan Ajar Sastra di Sekolah. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan. Nukman. 2011. Tale Keberangkatan Haji; Keberlanjutan Sistem Pewarisan. Tesis

FIPB UI. Tidak diterbitkan.

Peursen, Van. 1988. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Pudentia. 2007. Hakikat Kelisanan dalam Tradisi Melayu Mak Yong. Jakarta: FIPB UI.


(6)

Pradopo, Rachmat Djoko. 2010. Pengakajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratnawaty, Atifah., dkk. 2002. Struktur Sastra Lisan Aji. Jakarta: Pusat Bahasa. Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV.

Diponegoro.

Sarjono, Ardina 2009. Asal Usul Tanaman Jagung

http://suherlicentre.blogspot.com/2008/06 Tanaman jagung/Asal.html. Sibarani, Robert. 1990. Memahami Karya Sastra Batak, Makalah Pertemuan Ilmiah

Nasional Himpunan Kesusastraan Indonesia.

Setyana, Agustin. 2006. Buku Pintar Bahasa dan Sastra Indonesia. Semarang: Aneka Ilmu.

Suamardjo, Jakob dan Saini K.M. 1988. Aprsiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Sukatman. 2009. Butir-butir Tradisi Lisan Indonesia Pengantar Teori dan Pembelajarannya. Yogyakarta: LaksBang Pressindo.

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi III. Jakarta: Balasi Pustaka.

Udu, Sumiman. 2009. Perempuan dalam Kabanti: Tinjauan Sosiofeminisme Yogyakarta: Diandra.

Usman, Zuber. 1963. Kesusastraan Lama Indonesia. Jakarta: Gunung Agung. Taum, Yoseph Yapi. 2011. Studi Sastra Lisan. Yogyakarta: Lamalera.

La Ode Wahidin. 2011. Mantra Kaasi. Skripsi FKIP Unhalu. Kendari: Tidak Diterbitkan.

Waluyo, J. Herman. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Wellek, Rene dan Austian Werren, 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Yusuf, Yusri dkk. 2001. Struktur dan Fungsi Mantra Bahasa Aceh. Jakarta:

Depdiknas.


Dokumen yang terkait

STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, SIMBOL, MAKNA, DAN FUNGSI MANTRA PERKAWINAN PADA MASYARAKAT ADAT RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG SERTA UPAYA PELESTARIANNYA.

6 8 38

Kajian Struktur Teks, Konteks Penuturan, Proses Penciptaan, Fungsi, Dan Nilai Dalam Puisi Pupujian Di Kecamatan Cilamaya Wetan Kabupaten Karawang Serta Pelestariannya.

0 3 35

ANALISIS STRUKTUR, PROSES PENCIPTAAN, KONTEKS PENUTURAN,FUNGSI, DAN MAKNA TEKS MITE PELET MARONGGE SERTA PEMANFAATANNYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA.

12 37 62

TRADISI BERCERITA (KAPU-KAPUUNA) MASYARAKAT MUNA SULAWESI TENGGARA :Kajian Struktur, Konteks Penuturan, Fungsi, serta Model dan Alternatif sebagai Bahan Ajar Apresiasi Sastra di SMA.

0 0 63

CARITA MAUNG PADJAJARAN DI KECAMATAN SURADE: Struktur, Proses Penciptaan, Konteks Penuturan, Fungsi, dan Makna.

1 5 40

PUISI SAWÉR TURUN TANAH DI KECAMATAN RAJADESA KABUPATEN CIAMIS: ANALISIS STRUKTUR, PROSES PENCIPTAAN, KONTEKS PENUTURAN, FUNGSI, DAN MAKNA.

0 1 28

DODOY DALAM PENGASUHAN ANAK USIA DINI MASYARAKAT MELAYU SIAK :Kajian Struktur Teks, Konteks Penuturan, Nilai, Fungsi, dan Model Pelestariannya.

1 331 186

LAGU DOLANAN DI HEGARMANAH: STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN, DAN FUNGSI.

0 7 31

MANTRA DALAM UPACARA PESONDO: KAJIAN STRUKTUR TEKS, KONTEKS PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN DAN FUNGSI SERTA KEMUNGKINAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA LISAN DI SMA.

7 34 59

MANTRA RITUAL BABARIT: NILAI BUDAYA, STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN, DAN FUNGSI SERTA PELESTARIANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA.

5 53 75