T2 942011065 BAB III
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Lokasi Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif
komparatif dengan pendekatan kuantitatif. Menurut
Sugiyono
(2014;
463)
penelitian
deskriptif
adalah
penelitian yang bersifat menggambarkan suatu fenomena, peristiwa, gejala. Arikunto (2005) mengatakan
pula bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian
yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi
mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan
gejala menurut apa adanya pada saat penelitian
dilakukan. Sedangkan komparatif yaitu jenis penelitian
yang digunakan untuk membandingkan antara dua
kelompok atau lebih dari suatu variabel yang akan
diteliti (Sugiyono, 2014). Pendekatan kuantitatif adalah
pengukuran yang objektif melalui pengumpulan data
yang bersifat angka-angka untuk menjawab pertanyaan
atau menguji hipotesis (Ary, et. al. 2010; 22).
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMA yang
berada di Kabupaten Semarang yaitu:
1.
SMA NEGERI 1 AMBARAWA yang beralamat di Jl.
Yos Sudarso Ambarawa
2.
SMA
ISLAM
SUDIRMAN
AMBARAWA
yang
beralamat di Jl. Jendral Sudirman No. 2A
3.
SMA KARTIKA III-1 BANYUBIRU yang beralamat di
Jl. Raya Muncul Km 4 Banyubiru
45
4.
SMA NEGERI 1 SURUH yang beralamat di Jl.
Jatirejo 17
5.
SMA NEGERI 1 BRINGIN yang beralamat di Jl.
Wibisono II/3
6.
SMA NEGERI 1 TUNTANG yang beralamat di Jl.
Raya Tuntang-Bringin Km 1
Dimana keenam sekolah tersebut di atas mewakili
sekolah yang terakreditasi A,
7.
SMA WIRA USAHA yang beralamat di Jl. Tegal
Panas Jimbaran Km 1
8.
SMA ISLAM SUDIRMAN BRINGIN yang beralamat
di Jl. Diponegoro 8 Bringin
9.
SMA ISLAM PLUS BINA INSANI yang beralamat di
Jl. Baran, Ds. Ketapang, Susukan
Ketiga
sekolah
di
atas
mewakili
sekolah
yang
terakreditasi B.
Adapun
alasan
memilih
SMA
di
Kabupaten
Semarang sebagai tempat penelitian, karena adanya
keterwakilan SMA yang terakreditasi A dan B, lokasi
penelitian yang strategis, mudah dijangkau dan sekolah
tersebut di atas juga sama-sama bukan sekolah yang
berada
di
Ibu
Kota
tetapi
di
Kecamatan,
serta
karakteristik kelayakan obyek yang sangat memungkinkan
untuk
mendapatkan
data
informasi
yang
mendukung tercapainya tujuan penelitian.
3.2 Subyek Penelitian
Penelitian ini menggunakan sekolah sebagai unit
analisis. Unit analisis menurut Arikunto (2010; 187)
46
adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai
subyek penelitian. Dalam pengertian yang lain, unit
analisis diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan
dengan fokus/komponen yang diteliti. Sehingga selain
sekolah sebagai unit analisis juga merupakan subjek
penelitian, dalam hal ini adalah SMA Terakreditasi A
dan B yang berada di wilayah Kabupaten Semarang.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
dari obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan
(Sugiyono, 2009). Sedangkan Arikunto (2005) mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi subjek penelitian dalam penelitian ini
adalah 12 SMA Terakreditasi A dan 6 SMA Terakreditasi B di Kabupaten Semarang.
Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik
yang dimiliki oleh populasi. Teknik pengambilan sample
berfokus pada teknik purposive sampling. Menurut
Sugiyono (2012:68) “Purposive sampling adalah teknik
penentuan sample dengan pertimbangan tertentu”.
Selain itu menurut Arikunto (2010: 183) purposive
sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek
bukan diataskan strata, random, atau daerah tetapi
didasarkan
adanya
tujuan
tertentu.
Teknik
ini
dilakukan karena beberapa pertimbangan keterbatasan
waktu, tenaga dan dana sehingga tidak mengambil
sample yang besar dan jauh. Sample dalam penelitian
ini adalah 6 SMA Terakreditasi A dan 3 SMA Terakreditasi B di Kabupaten Semarang.
47
Data atau informasi diperoleh dari “informan
(responden) penelitian” yaitu Kepala Sekolah, Wakil
Kepala Sekolah dan Guru. Informan/responden dalam
penelitian ini bersifat kolektif (satu kesatuan) tidak
individual. Setiap sekolah diambil sebanyak 5 orang
narasumber yang terdiri dari 1 kepala sekolah, 3 wakil
kepala sekolah dan 1 guru. Alasan pengambilan 5 narasumber setiap sekolah karena pertimbangan jumlah
perimbangan yang dijadikan narasumber adalah Kepala
Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah, kemudian guru
yang dilibatkan adalah guru dengan jumlah yang tidak
jauh berbeda dengan kepala sekolah.
Alasan kepala sekolah dijadikan sebagai narasumber dalam penelitian karena menurut Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010, tentang Penugasan Guru
sebagai Kepala Sekolah, menyebutkan “Kepala sekolah/madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan
untuk memimpin” sehingga kepala sekolah secara
intensif terlibat dalam akreditasi sekolah dan mengalami sebagai pelaksana Standar Pengelolaan Pendidikan. Namun agar mendapatkan data secara obyektif
dari setiap sekolah selain Kepala Sekolah juga akan diwakili Wakil Kepala Sekolah dan Guru. Untuk memilih
guru sebagai narasumber, ditentukan melalui kepala
sekolah. Peneliti meminta bantuan Kepala Sekolah
karena peneliti tidak tahu pasti guru-guru yang berperan dan terlibat intensif dalam akreditasi atau dalam
pengisian borang akreditasi. Dengan harapan Kepala
sekolah menunjukkan guru yang layak untuk menjadi
narasumber/informan. Maka secara umum kriteria
narasumber/informan adalah guru yang paham dan
48
berperan aktif dalam akreditasi sekolah. Yang dinilai
oleh kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru
adalah sekolah, jadi sekolah sebagai subjek penelitian
menjadi unit analisis penelitian.
3.3 Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2014, 148) Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.
Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel
penelitian. Dari variabel-variabel tersebut diberikan definisi operasionalnya, dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Dari indikator ini kemudian
dijabarkan menjadi butir instrumen atau pertanyaan.
Dalam penelitian ini variabel penelitiannya ialah
Standar Pengelolaan Pendidikan. Definisi operasional
keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan adalah
terlaksananya keseluruhan standar pengelolaan pendidikan yang mencakup perencanaan program; sistem
informasi
meliputi:
manajemen;
Pedoman
pelaksanaan
Pengelolaan,
rencana
Aspek
kerja
pendukung
dalam penyusunan Pedoman pengelolaan dan Struktur
organisasi; Kepemimpinan Sekolah; dan pengawasan
dan evaluasi yang diukur melalui angket pemantauan
dan evaluasi standar pengelolaan pendidikan yang
dikembangkan oleh BSNP 2012.
Dari definisi operasional di atas dapat ditetapkan
kisi-kisi intrumen seperti tabel 3.1.
49
Tabel 3. 1
Kisi-kisi Intrumen untuk mengukur
keterlaksanaan Standar Pengelolaan Pendidikan
Variabel
Penelitian
Standar
Pengelolaan
Pendidikan
Indikator
Komponen 1 (K1)
Keterlaksanaan perencanaan
program,
Komponen 2 (K2)
Keterlaksanaan sistem
informasi manajemen,
Komponen 3 (K3)
Keterlaksanaan rencana kerja,
(Rencana Kerja, Pedoman
Pengelolaan,
Aspek pendukung dalam
penyusunan Pedoman
pengelolaan, Struktur
organisasi)
Komponen 4 (K4)
Keterlaksanaan
Kepemimpinan Sekolah
Komponen 5 (K5)
Keterlaksanaan pengawasan
dan evaluasi,
No. item Jumlah
Instrumen Peryataan
1-27
27
28-31
4
32-35
36-48
69-73
74-78
27
49-68
20
79-103
25
Dari indikator yang terdapat dalam kisi-kisi
kemudian diturunkan instrumen dalam bentuk angket.
Angket keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan
yang akan diberikan kepada responden, diambil dari
instrumen penelitian kepala sekolah dan guru yang
disusun oleh BNSP 2012 disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Angket keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan disusun berdasarkan: komponen perencanaan program sekolah terdiri dari 27 butir pernyataan; sistem informasi manajemen sekolah terdiri
dari 4 butir pernyataan; rencana kerja sekolah terdiri
dari 27 butir pernyataan; Kepemimpinan Sekolah
terdiri dari 20 butir pernyataan; pengawasan dan
50
evaluasi sekolah terdiri dari 20 butir pernyataan
(Lampiran 1). Jumlah seluruh pernyataan dalam angket
keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan terdiri
dari 103 butir pernyataan dan disusun dengan empat
alternatif pilihan jawaban, dari skala 1 hingga 4. 1
untuk pilihan jawaban “tidak baik”, 2 untuk pilihan
jawaban “kurang baik”, 3 untuk pilihan jawaban “baik”,
dan 4 untuk pilihan jawaban “sangat baik”. Jawaban
terhadap pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan jawaban seberapa keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan di sekolah.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data yang digunakan adalah
dengan menggunakan pengisian angket. Adapun yang
mengisi angket keterlaksanaan standar pengelolaan
pendidikan ini melibatkan 9 (sembilan) kepala sekolah
dan 36 (tiga puluh enam) guru dari sembilan SMA di
Kabupaten Semarang. Untuk menentukan empat guru
dari setiap sekolah yang akan mengisi angket peneliti
melakukan
koordinasi
dengan
memohon
petunjuk
kepala sekolah untuk menunjukkan guru-guru yang
mengetahui
tentang
akreditasi
sekolah
atau
yang
terlibat aktif dalam akreditasi sekolah sebanyak 1 (satu)
guru dan 3 (tiga) guru yang lain adalah dari wakil
kepala sekolah. Maka secara umum kriteria pengisi
angket adalah guru yang paham dan berperan aktif
dalam akreditasi sekolah. Selanjutnya peneliti menyerahkan langsung angket yang telah disiapkan kepada
pengisi angket yang telah ditentukan, serta membuat
51
janji untuk bertemu guna mendapatkan kembali angket
yang telah diisi. Apabila angket dari satu sekolah telah
terkumpul, maka peneliti segera mengolah hasil isian
dalam SPSS for Window versi 16.0. Apabila ada pernyataan yang belum terjawab pada salah satu lembar jawab
peneliti akan kembali menghubungi narasumber agar
data yang diperoleh menjadi valid. Dengan terkumpulnya angket dari 9 (sembilan) sekolah maka analisis
data telah siap untuk dilakukan dilakukan.
3.5 Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul akan dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis statistik, yakni analisis
deskriptif,
uji
validitas
instrumen
penelitian,
uji
item
dan
normalitas
uji
reliabilitas
dan
analisis
perbedaan.
Untuk menguji validitas instrumen, instrumen
yang telah diisi oleh Guru dan Kepala Sekolah akan di
uji validitas dan reliabilitasnya. Dengan menggunakan
program SPSS for Window versi 16.0 uji validitas dan
reliabilitas digunakan untuk memastikan data yang
diperoleh adalah data yang benar-benar mencerminkan
dari apa yang hendak diukur. Untuk mengetahui
apakah setiap butir dalam instrumen valid atau tidak
dapat diketahui dengan cara mengkorelasikan antara
skor butir dengan skor total. Apabila harga korelasi di
bawah 0,30 maka dapat disimpulkan bahwa butir
instrumen tersebut tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau di buang (Sugiyono, 2014:174). Dalam Azwar
(2012:164) Kriteria seleksi item dilakukan berdasarkan
52
koefisien
korelasi
correlation)
yang
item
total
item-total
(corrected
menjelaskan
bahwa
Instrumen
penelitian dikategorikan valid jika koefisian korelasinya
0,30.
Kaplan
(2012)
menyatakan
bahwa
pada
praktiknya sulit untuk mencapai koefisian korelasi
yang tinggi (lebih dari 0,60). Oleh karena itu, apabila
terdapat item yang memiliki skor dibawah 0,30, maka
item tersebut tidak digunakan dalam penelitian.
Uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu
hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran
dilakukan terhadap aspek yang sama di waktu yang
berbeda-beda.
Azwar
(2012:7)
menyatakan
bahwa
suatu alat ukur pada prinsipnya dikatakan reliabel
apabila mampu menunjukkan sejauh mana alat ukur
tersebut dapat memberi hasil yang relatif tidak berbeda
bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subyek
yang sama. Rumus Alpha Cronbach seperti yang dikutip
dari Arikunto (2010), dipakai untuk menguji reliabilitas
instrumen
penelitian.
reliabilitas
dengan
Penentuan
koefisien
kategori
Alpha
tingkat
Cronbach,
didasarkan pada pendapat George & Mallery (1995)
sebagai berikut:
> 0.9
= Sangat Tinggi
0.8 - 0.9
= Tinggi
0.7 - 0.8
= Cukup
0.6 - 0.7
= Rendah
0.5 - 0.6
= Rendah Sekali
< 0.5
= Tidak dapat diterima
53
Analisis
deskriptif
bertujuan
mendeskripsikan
hasil pengukuran dari variabel keterlaksanaan standar
pengelolaan pendidikan. Selanjutnya data keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan yang terkumpul dibagi ke dalam 5 kelas interval yang diperoleh
berdasakan aturan Sturges (Arikunto, 2010:294) yakni:
k (banyaknya kelas) = 1 + (3,3) x log n
dengan demikian maka
k
= 1 + 3,3 x log 30
= 1 + 3,3 x 1,4771212
= 5,874 dibulatkan 5
Masing-masing
kelas
selanjutnya
akan
diberi
kategori yaitu: Sangat Tinggi; Tinggi; Sedang; Rendah;
Sangat Rendah yang berlaku pada tiap komponen.
Interval untuk masing-masing komponen dalam konsep
ialah:
Interval
Skor max Skor min
Jumlah kategori
Mengingat jumlah pernyataan dalam angket pada
setiap komponen memiliki jumlah yang berbeda-beda
sehingga diperoleh interval seperti yang terdapat pada
Tabel 3.2 berikut ini:
Tabel 3.2
Perhitungan Interval masing-masing Komponen
Komponen
1.
2.
3.
4.
5.
54
Perencanaan Program
Sistem Informasi Manajemen
Rencana Kerja
Kepemimpinan Sekolah
Pengawasan dan Evaluasi
Jumlah Skor
Soal
Min
27
27
4
4
27
27
20
20
25
25
Skor
Max
108
16
108
80
100
Interval
16
2
16
12
15
Dari tabel perhitungan interval selanjutnya di susun
kelas interval untuk setiap komponen. Adapun hasil
kelas interval diperoleh dengan cara datum terkecil
sebagai
batas
bawah
kelas
pertama,
untuk
menentukan batas atas kelas pertama yaitu dengan
cara: menjumlahkan datum terkecil dengan panjang
interval kelas kemudian dikurangi satu (1). Begitu juga
dengan batas bawah kelas kedua dengan melanjutkan
batas atas kelas pertama dijumlahkan dengan panjang
interval kelas kemudian kurangi satu (1). Begitu
seterusnya, sehingga diperoleh kelas interval sebagai
berikut:
Tabel 3.3
Kelas Interval masing-masing komponen
No. Kls
1
2
3
4
5
Kategori
1
Sangat Rendah 27-42
Rendah
43-58
Sedang
59-74
Tinggi
75-90
Sangat Tinggi 91-108
Komponen
2
3
4
4-6
27-42 20-31
7-9
43-58 32-43
10-12 59-74 44-55
13-14 75-90 56-67
15-16 91-108 68-80
5
25-39
40-54
55-69
70-84
85-100
Untuk melengkapi data-data yang diperlukan,
peneliti juga melakukan pengumpulan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kebutuhan penelitian
yang dimiliki sekolah melalui Kepala Sekolah, Wakil
Kepala Sekolah, Guru dan Kepala Tata Usaha.
Untuk melihat apakah ada signifikansi perbedaan
keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan SMA
Terakreditasi A dan SMA Terakreditasi B, digunakan uji
beda rata-rata yang juga dikenal dengan nama t-test.
Untuk mendapatkan hasil yang signifikan (mendekati
kebenaran) maka peneliti menggunakan derajat/tingkat
keyakinan 95% (α = 5%). Namun demikian, penulis
55
memperhitungkan dan mempertimbangkan hasil uji t
yang termasuk dalam derajat/tingkat keyakinan 90%
atau signifikan 10%. Sugiyono (2014) menyatakan
bahwa untuk melakukan uji signifikansi komparasi
data dua sampel dengan data interval atau ratio
digunakan teknik statistik t-test, untuk menunjukkan
bahwa dua sampel yang tidak berhubungan tersebut
memiliki nilai rerata yang berbeda. Syarat atau asumsi
utama yang harus dipenuhi dalam menggunakan t-test
adalah
data
harus
berdistribusi
normal.
Untuk
menentukan apakah data yang telah dikumpulkan
berdistribusi normal maka diperlukan uji normalitas.
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan
kolmogorov-smirnov.
56
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Lokasi Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif
komparatif dengan pendekatan kuantitatif. Menurut
Sugiyono
(2014;
463)
penelitian
deskriptif
adalah
penelitian yang bersifat menggambarkan suatu fenomena, peristiwa, gejala. Arikunto (2005) mengatakan
pula bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian
yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi
mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan
gejala menurut apa adanya pada saat penelitian
dilakukan. Sedangkan komparatif yaitu jenis penelitian
yang digunakan untuk membandingkan antara dua
kelompok atau lebih dari suatu variabel yang akan
diteliti (Sugiyono, 2014). Pendekatan kuantitatif adalah
pengukuran yang objektif melalui pengumpulan data
yang bersifat angka-angka untuk menjawab pertanyaan
atau menguji hipotesis (Ary, et. al. 2010; 22).
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMA yang
berada di Kabupaten Semarang yaitu:
1.
SMA NEGERI 1 AMBARAWA yang beralamat di Jl.
Yos Sudarso Ambarawa
2.
SMA
ISLAM
SUDIRMAN
AMBARAWA
yang
beralamat di Jl. Jendral Sudirman No. 2A
3.
SMA KARTIKA III-1 BANYUBIRU yang beralamat di
Jl. Raya Muncul Km 4 Banyubiru
45
4.
SMA NEGERI 1 SURUH yang beralamat di Jl.
Jatirejo 17
5.
SMA NEGERI 1 BRINGIN yang beralamat di Jl.
Wibisono II/3
6.
SMA NEGERI 1 TUNTANG yang beralamat di Jl.
Raya Tuntang-Bringin Km 1
Dimana keenam sekolah tersebut di atas mewakili
sekolah yang terakreditasi A,
7.
SMA WIRA USAHA yang beralamat di Jl. Tegal
Panas Jimbaran Km 1
8.
SMA ISLAM SUDIRMAN BRINGIN yang beralamat
di Jl. Diponegoro 8 Bringin
9.
SMA ISLAM PLUS BINA INSANI yang beralamat di
Jl. Baran, Ds. Ketapang, Susukan
Ketiga
sekolah
di
atas
mewakili
sekolah
yang
terakreditasi B.
Adapun
alasan
memilih
SMA
di
Kabupaten
Semarang sebagai tempat penelitian, karena adanya
keterwakilan SMA yang terakreditasi A dan B, lokasi
penelitian yang strategis, mudah dijangkau dan sekolah
tersebut di atas juga sama-sama bukan sekolah yang
berada
di
Ibu
Kota
tetapi
di
Kecamatan,
serta
karakteristik kelayakan obyek yang sangat memungkinkan
untuk
mendapatkan
data
informasi
yang
mendukung tercapainya tujuan penelitian.
3.2 Subyek Penelitian
Penelitian ini menggunakan sekolah sebagai unit
analisis. Unit analisis menurut Arikunto (2010; 187)
46
adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai
subyek penelitian. Dalam pengertian yang lain, unit
analisis diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan
dengan fokus/komponen yang diteliti. Sehingga selain
sekolah sebagai unit analisis juga merupakan subjek
penelitian, dalam hal ini adalah SMA Terakreditasi A
dan B yang berada di wilayah Kabupaten Semarang.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
dari obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan
(Sugiyono, 2009). Sedangkan Arikunto (2005) mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi subjek penelitian dalam penelitian ini
adalah 12 SMA Terakreditasi A dan 6 SMA Terakreditasi B di Kabupaten Semarang.
Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik
yang dimiliki oleh populasi. Teknik pengambilan sample
berfokus pada teknik purposive sampling. Menurut
Sugiyono (2012:68) “Purposive sampling adalah teknik
penentuan sample dengan pertimbangan tertentu”.
Selain itu menurut Arikunto (2010: 183) purposive
sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek
bukan diataskan strata, random, atau daerah tetapi
didasarkan
adanya
tujuan
tertentu.
Teknik
ini
dilakukan karena beberapa pertimbangan keterbatasan
waktu, tenaga dan dana sehingga tidak mengambil
sample yang besar dan jauh. Sample dalam penelitian
ini adalah 6 SMA Terakreditasi A dan 3 SMA Terakreditasi B di Kabupaten Semarang.
47
Data atau informasi diperoleh dari “informan
(responden) penelitian” yaitu Kepala Sekolah, Wakil
Kepala Sekolah dan Guru. Informan/responden dalam
penelitian ini bersifat kolektif (satu kesatuan) tidak
individual. Setiap sekolah diambil sebanyak 5 orang
narasumber yang terdiri dari 1 kepala sekolah, 3 wakil
kepala sekolah dan 1 guru. Alasan pengambilan 5 narasumber setiap sekolah karena pertimbangan jumlah
perimbangan yang dijadikan narasumber adalah Kepala
Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah, kemudian guru
yang dilibatkan adalah guru dengan jumlah yang tidak
jauh berbeda dengan kepala sekolah.
Alasan kepala sekolah dijadikan sebagai narasumber dalam penelitian karena menurut Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010, tentang Penugasan Guru
sebagai Kepala Sekolah, menyebutkan “Kepala sekolah/madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan
untuk memimpin” sehingga kepala sekolah secara
intensif terlibat dalam akreditasi sekolah dan mengalami sebagai pelaksana Standar Pengelolaan Pendidikan. Namun agar mendapatkan data secara obyektif
dari setiap sekolah selain Kepala Sekolah juga akan diwakili Wakil Kepala Sekolah dan Guru. Untuk memilih
guru sebagai narasumber, ditentukan melalui kepala
sekolah. Peneliti meminta bantuan Kepala Sekolah
karena peneliti tidak tahu pasti guru-guru yang berperan dan terlibat intensif dalam akreditasi atau dalam
pengisian borang akreditasi. Dengan harapan Kepala
sekolah menunjukkan guru yang layak untuk menjadi
narasumber/informan. Maka secara umum kriteria
narasumber/informan adalah guru yang paham dan
48
berperan aktif dalam akreditasi sekolah. Yang dinilai
oleh kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru
adalah sekolah, jadi sekolah sebagai subjek penelitian
menjadi unit analisis penelitian.
3.3 Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2014, 148) Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.
Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel
penelitian. Dari variabel-variabel tersebut diberikan definisi operasionalnya, dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Dari indikator ini kemudian
dijabarkan menjadi butir instrumen atau pertanyaan.
Dalam penelitian ini variabel penelitiannya ialah
Standar Pengelolaan Pendidikan. Definisi operasional
keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan adalah
terlaksananya keseluruhan standar pengelolaan pendidikan yang mencakup perencanaan program; sistem
informasi
meliputi:
manajemen;
Pedoman
pelaksanaan
Pengelolaan,
rencana
Aspek
kerja
pendukung
dalam penyusunan Pedoman pengelolaan dan Struktur
organisasi; Kepemimpinan Sekolah; dan pengawasan
dan evaluasi yang diukur melalui angket pemantauan
dan evaluasi standar pengelolaan pendidikan yang
dikembangkan oleh BSNP 2012.
Dari definisi operasional di atas dapat ditetapkan
kisi-kisi intrumen seperti tabel 3.1.
49
Tabel 3. 1
Kisi-kisi Intrumen untuk mengukur
keterlaksanaan Standar Pengelolaan Pendidikan
Variabel
Penelitian
Standar
Pengelolaan
Pendidikan
Indikator
Komponen 1 (K1)
Keterlaksanaan perencanaan
program,
Komponen 2 (K2)
Keterlaksanaan sistem
informasi manajemen,
Komponen 3 (K3)
Keterlaksanaan rencana kerja,
(Rencana Kerja, Pedoman
Pengelolaan,
Aspek pendukung dalam
penyusunan Pedoman
pengelolaan, Struktur
organisasi)
Komponen 4 (K4)
Keterlaksanaan
Kepemimpinan Sekolah
Komponen 5 (K5)
Keterlaksanaan pengawasan
dan evaluasi,
No. item Jumlah
Instrumen Peryataan
1-27
27
28-31
4
32-35
36-48
69-73
74-78
27
49-68
20
79-103
25
Dari indikator yang terdapat dalam kisi-kisi
kemudian diturunkan instrumen dalam bentuk angket.
Angket keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan
yang akan diberikan kepada responden, diambil dari
instrumen penelitian kepala sekolah dan guru yang
disusun oleh BNSP 2012 disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Angket keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan disusun berdasarkan: komponen perencanaan program sekolah terdiri dari 27 butir pernyataan; sistem informasi manajemen sekolah terdiri
dari 4 butir pernyataan; rencana kerja sekolah terdiri
dari 27 butir pernyataan; Kepemimpinan Sekolah
terdiri dari 20 butir pernyataan; pengawasan dan
50
evaluasi sekolah terdiri dari 20 butir pernyataan
(Lampiran 1). Jumlah seluruh pernyataan dalam angket
keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan terdiri
dari 103 butir pernyataan dan disusun dengan empat
alternatif pilihan jawaban, dari skala 1 hingga 4. 1
untuk pilihan jawaban “tidak baik”, 2 untuk pilihan
jawaban “kurang baik”, 3 untuk pilihan jawaban “baik”,
dan 4 untuk pilihan jawaban “sangat baik”. Jawaban
terhadap pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan jawaban seberapa keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan di sekolah.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data yang digunakan adalah
dengan menggunakan pengisian angket. Adapun yang
mengisi angket keterlaksanaan standar pengelolaan
pendidikan ini melibatkan 9 (sembilan) kepala sekolah
dan 36 (tiga puluh enam) guru dari sembilan SMA di
Kabupaten Semarang. Untuk menentukan empat guru
dari setiap sekolah yang akan mengisi angket peneliti
melakukan
koordinasi
dengan
memohon
petunjuk
kepala sekolah untuk menunjukkan guru-guru yang
mengetahui
tentang
akreditasi
sekolah
atau
yang
terlibat aktif dalam akreditasi sekolah sebanyak 1 (satu)
guru dan 3 (tiga) guru yang lain adalah dari wakil
kepala sekolah. Maka secara umum kriteria pengisi
angket adalah guru yang paham dan berperan aktif
dalam akreditasi sekolah. Selanjutnya peneliti menyerahkan langsung angket yang telah disiapkan kepada
pengisi angket yang telah ditentukan, serta membuat
51
janji untuk bertemu guna mendapatkan kembali angket
yang telah diisi. Apabila angket dari satu sekolah telah
terkumpul, maka peneliti segera mengolah hasil isian
dalam SPSS for Window versi 16.0. Apabila ada pernyataan yang belum terjawab pada salah satu lembar jawab
peneliti akan kembali menghubungi narasumber agar
data yang diperoleh menjadi valid. Dengan terkumpulnya angket dari 9 (sembilan) sekolah maka analisis
data telah siap untuk dilakukan dilakukan.
3.5 Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul akan dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis statistik, yakni analisis
deskriptif,
uji
validitas
instrumen
penelitian,
uji
item
dan
normalitas
uji
reliabilitas
dan
analisis
perbedaan.
Untuk menguji validitas instrumen, instrumen
yang telah diisi oleh Guru dan Kepala Sekolah akan di
uji validitas dan reliabilitasnya. Dengan menggunakan
program SPSS for Window versi 16.0 uji validitas dan
reliabilitas digunakan untuk memastikan data yang
diperoleh adalah data yang benar-benar mencerminkan
dari apa yang hendak diukur. Untuk mengetahui
apakah setiap butir dalam instrumen valid atau tidak
dapat diketahui dengan cara mengkorelasikan antara
skor butir dengan skor total. Apabila harga korelasi di
bawah 0,30 maka dapat disimpulkan bahwa butir
instrumen tersebut tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau di buang (Sugiyono, 2014:174). Dalam Azwar
(2012:164) Kriteria seleksi item dilakukan berdasarkan
52
koefisien
korelasi
correlation)
yang
item
total
item-total
(corrected
menjelaskan
bahwa
Instrumen
penelitian dikategorikan valid jika koefisian korelasinya
0,30.
Kaplan
(2012)
menyatakan
bahwa
pada
praktiknya sulit untuk mencapai koefisian korelasi
yang tinggi (lebih dari 0,60). Oleh karena itu, apabila
terdapat item yang memiliki skor dibawah 0,30, maka
item tersebut tidak digunakan dalam penelitian.
Uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu
hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran
dilakukan terhadap aspek yang sama di waktu yang
berbeda-beda.
Azwar
(2012:7)
menyatakan
bahwa
suatu alat ukur pada prinsipnya dikatakan reliabel
apabila mampu menunjukkan sejauh mana alat ukur
tersebut dapat memberi hasil yang relatif tidak berbeda
bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subyek
yang sama. Rumus Alpha Cronbach seperti yang dikutip
dari Arikunto (2010), dipakai untuk menguji reliabilitas
instrumen
penelitian.
reliabilitas
dengan
Penentuan
koefisien
kategori
Alpha
tingkat
Cronbach,
didasarkan pada pendapat George & Mallery (1995)
sebagai berikut:
> 0.9
= Sangat Tinggi
0.8 - 0.9
= Tinggi
0.7 - 0.8
= Cukup
0.6 - 0.7
= Rendah
0.5 - 0.6
= Rendah Sekali
< 0.5
= Tidak dapat diterima
53
Analisis
deskriptif
bertujuan
mendeskripsikan
hasil pengukuran dari variabel keterlaksanaan standar
pengelolaan pendidikan. Selanjutnya data keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan yang terkumpul dibagi ke dalam 5 kelas interval yang diperoleh
berdasakan aturan Sturges (Arikunto, 2010:294) yakni:
k (banyaknya kelas) = 1 + (3,3) x log n
dengan demikian maka
k
= 1 + 3,3 x log 30
= 1 + 3,3 x 1,4771212
= 5,874 dibulatkan 5
Masing-masing
kelas
selanjutnya
akan
diberi
kategori yaitu: Sangat Tinggi; Tinggi; Sedang; Rendah;
Sangat Rendah yang berlaku pada tiap komponen.
Interval untuk masing-masing komponen dalam konsep
ialah:
Interval
Skor max Skor min
Jumlah kategori
Mengingat jumlah pernyataan dalam angket pada
setiap komponen memiliki jumlah yang berbeda-beda
sehingga diperoleh interval seperti yang terdapat pada
Tabel 3.2 berikut ini:
Tabel 3.2
Perhitungan Interval masing-masing Komponen
Komponen
1.
2.
3.
4.
5.
54
Perencanaan Program
Sistem Informasi Manajemen
Rencana Kerja
Kepemimpinan Sekolah
Pengawasan dan Evaluasi
Jumlah Skor
Soal
Min
27
27
4
4
27
27
20
20
25
25
Skor
Max
108
16
108
80
100
Interval
16
2
16
12
15
Dari tabel perhitungan interval selanjutnya di susun
kelas interval untuk setiap komponen. Adapun hasil
kelas interval diperoleh dengan cara datum terkecil
sebagai
batas
bawah
kelas
pertama,
untuk
menentukan batas atas kelas pertama yaitu dengan
cara: menjumlahkan datum terkecil dengan panjang
interval kelas kemudian dikurangi satu (1). Begitu juga
dengan batas bawah kelas kedua dengan melanjutkan
batas atas kelas pertama dijumlahkan dengan panjang
interval kelas kemudian kurangi satu (1). Begitu
seterusnya, sehingga diperoleh kelas interval sebagai
berikut:
Tabel 3.3
Kelas Interval masing-masing komponen
No. Kls
1
2
3
4
5
Kategori
1
Sangat Rendah 27-42
Rendah
43-58
Sedang
59-74
Tinggi
75-90
Sangat Tinggi 91-108
Komponen
2
3
4
4-6
27-42 20-31
7-9
43-58 32-43
10-12 59-74 44-55
13-14 75-90 56-67
15-16 91-108 68-80
5
25-39
40-54
55-69
70-84
85-100
Untuk melengkapi data-data yang diperlukan,
peneliti juga melakukan pengumpulan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kebutuhan penelitian
yang dimiliki sekolah melalui Kepala Sekolah, Wakil
Kepala Sekolah, Guru dan Kepala Tata Usaha.
Untuk melihat apakah ada signifikansi perbedaan
keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan SMA
Terakreditasi A dan SMA Terakreditasi B, digunakan uji
beda rata-rata yang juga dikenal dengan nama t-test.
Untuk mendapatkan hasil yang signifikan (mendekati
kebenaran) maka peneliti menggunakan derajat/tingkat
keyakinan 95% (α = 5%). Namun demikian, penulis
55
memperhitungkan dan mempertimbangkan hasil uji t
yang termasuk dalam derajat/tingkat keyakinan 90%
atau signifikan 10%. Sugiyono (2014) menyatakan
bahwa untuk melakukan uji signifikansi komparasi
data dua sampel dengan data interval atau ratio
digunakan teknik statistik t-test, untuk menunjukkan
bahwa dua sampel yang tidak berhubungan tersebut
memiliki nilai rerata yang berbeda. Syarat atau asumsi
utama yang harus dipenuhi dalam menggunakan t-test
adalah
data
harus
berdistribusi
normal.
Untuk
menentukan apakah data yang telah dikumpulkan
berdistribusi normal maka diperlukan uji normalitas.
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan
kolmogorov-smirnov.
56