Membaca Budaya Populer di Televisi.

(B. Sosial)
Membaca Budaya Populer di Televisi
Mursito BM.; Anshori, Mahfud; Wijaya, Sri Herwindya Baskara
Fakultas ISIP UNS, Penelitian, BOPTN UNS, Hibah Fundamental, 2012
Tujuan penelitian ini adalah, pertama, menjelaskan komodifikasi budaya populer di televisi. Kedua,
menjelaskan karakteristik budaya populer pada program-program hiburan televisi. Budaya populer
memiliki karakteristik yang sama dengan sifat hiburan televisi, maka budaya populer mendapatkan
tempatnya di televisi karena sifat hiburan melekat pada hampir semua program televisi. Ketiga,
menjelaskan bagaimana televisi mengonstruksi budaya populer melalui program-programnya, dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Perangkat metode yang digunakan bersifat eklektik dan cair. Disamping menggunakan teknik-teknik
analisis media seperti analisis isi dan analisis tekstual, juga dilengkapi dengan pendekatan yang biasa
digunakan dalam cultural studies.
Beberapa hasil bisa dikemukakan di sini. Pertama, hampir semua program televisi berkarakter hiburan.
Untuk memberi karakter hiburan ini digunakan format tontonan. Pada program-program musik dan
lawak, suasana yang dibangun adalah kemeriahan, glamor; pada program talk show, suasana yang
dibangun adalah canda dengan obrolan ringan. Ada sensasi-sensasi – menghadirkan supranatural,
keterampilan spesifik. Televisi telah menjadikan hiburan sebagai “ideologi” berjalan bersama dengan
ideologi ekonomi pasar.
Kedua, budaya populer di televisi adalah hasil konstruksi. Karena yang mengonstruksi televisi, institusi
media yang bersifat komersial, maka pertimbangan-pertimbangan ekonomis menjadi utama. Dalam

perspektif ekonomi media, ada interaksi sigitiga, yakni antara stasiun televisi, audiens, dan pengiklan.
Stasiun televisi akan membuat program yang sesuai dengan selera audiens seluas-luasnya, untuk meraih
penonton sebanyak-banyaknya. Dengan jumlah audiens yang banyak (diukur dari rating), akan banyak
yang memasang iklan pada program tersebut. Jadi budaya populer di televisi dikonstruksi, diproduksi,
dan disiarkan dengan logika ekonomi seperti ini.
Ketiga, dalam hal konstruksi realitas, idealnya realitas media merupakan representasi realitas empirik.
Namun intervensi teknologi media, pemilik modal, pertimbangan politis, ideologi, membuat realitas
televisi sering jauh dari realitas empirik. Artinya, intervensi faktor-faktor di atas menentukan tingkat
representasi realitas media, jadi merupakan fungsi representasi realitas media. Pada ujung ekstrem yang
satu, realitas media sama sekali terputus dari realitas empirik, dan pada ujung ektrem satunya realitas
media menggunakan rujukan empirik.