Televisi Dan Budaya Populer (Studi Korelasional Pengaruh Terpaan Tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar terhadap Perilaku Budaya Populer di Kalangan Siswa/i SMAN 1 Medan)

(1)

TELEVISI DAN BUDAYA POPULER

(Studi Korelasional Pengaruh Terpaan Tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar terhadap Perilaku Budaya Populer di Kalangan Siswa/i SMAN 1 Medan)

Disusun Oleh:

YULIYATI JAMILAH 070904045

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jl. Dr. A. Sofyan No. 1 Telp. (061) 8217168

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Yuliyati Jamilah

NIM : 070904045

Judul : TELEVISI DAN BUDAYA POPULER

(Studi Korelasional Pengaruh Terpaan Tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar terhadap Perilaku Budaya Populer di Kalangan Siswa/i SMAN 1 Medan)

Pembimbing Ketua Departemen

(Lusiana A. Lubis, M.A., Ph. D) Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A NIP. 196704051990032002 NIP. 196208281987012001

Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP. 196805251992031002


(3)

Abstraksi

Skripsi ini berjudul “Televisi dan Budaya Populer (Studi Korelasional Pengaruh Terpaan Tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar terhadap Perilaku Budaya Populer di Kalangan Siswa/i SMAN 1 Medan)”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara terpaan tayangan drama Asia (Korea) di Indosiar dalam mempengaruhi perilaku budaya populer siswa/i SMAN 1 Medan. Objek penelitian ini adalah siswa/i SMAN 1 Medan kelas XI dan XII reguler. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 786 orang, sehingga dengan rumus Taro Yamane didapati sampel sebanyak 89 orang.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Metode ini digunakan untuk meneliti hubungan antara variabel-variabel penelitian. Dalam menganalisis data penelitian digunakan tabel tunggal dan tabel silang. Sedangkan untuk menguji hipotesa penelitian digunakan tes statistik Spearman melalui SPSS (Statistical Product Service Solution) 17.00. Hasil pengujian menunjukkan bahwa hipotesa kerja (Ha) diterima, yaitu terdapat hubungan sebesar 0,726. Artinya terdapat hubungan yang tinggi; kuat antara terpaan tayangan drama Asia (Korea) dan perilaku budaya populer siswa/i SMAN 1 Medan.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Televisi dan Budaya Populer (Studi Korelasional Pengaruh Terpaan Tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar terhadap Perilaku Budaya Populer di Kalangan Siswa/i SMAN 1 Medan”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Hal ini juga dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengaplikasikan secara langsung ilmu yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan dan menambah pengalaman, khususnya yang berhubungan dengan ilmu komunikasi.

Penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari pihak-pihak yang membantu sebelum dan selama pengerjaannya. Oleh karena itu, dengan terselesaikannya skripsi ini maka tiada kata yang lebih tepat selain ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih terutama penulis tujukan kepada orang tua penulis yang sangat penulis sayangi: Ayahanda Mustiyono, Ibunda Chikmatunnisa’, dan Almh. Ibunda Sumyatin, atas semua jerih payah, kasih sayang, perhatian, dukungan, serta doa yang membuat penulis selalu bersemangat menyelesaikan skripsi ini. Mudah-mudahan semua yang penulis kerjakan dapat membahagiakan dan membanggakan mereka.


(5)

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku ketua Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Hj. Lusiana Andriani Lubis, M.A, Ph.D, selaku dosen pembimbing yang banyak membantu penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik.

5. Ibu Dra. Hj. Rebekka Girsang selaku kepala sekolah SMAN 1 Medan dan Pak Arsyad selaku Wakil Kepala Sekolah bidang kehumasan SMAN 1 Medan, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMAN 1 Medan.

6. Pak Sumardi Hasibuan selaku guru pembimbing penulis di SMAN 1 Medan, terima kasih atas bantuannya dalam menyebarkan kuesioner kepada murid-murid SMAN 1 Medan.

7. Kak Cut, Kak Maya, dan Kak Ros yang membantu semua proses administrasi hingga terselesaikannya skripsi ini.

8. Saudara kembarku, Kiki, terima kasih untuk waktu, nasihat, motivasi, dan kesabaran yang diberikan kepada penulis setiap saat, selalu disamping penulis untuk menemani tanpa banyak mengeluh.


(6)

9. Abangku, Mas Faiz, yang selalu menyemangati. Kakakku, Mbak Ikka yang juga sedang mengerjakan skripsi. Dan untuk adik-adik yang mbak sayangi, Dimas dan Putri. Terima kasih atas semangat dan keceriaan yang kalian berikan.

10.Untuk teman-teman yang selama empat tahun lebih selalu menemani di masa perkuliahan, Farrah yang telah menjadi S.Sos terlebih dahulu, Eli, Ai, Isma, Wanda, Tri, Iir yang akan menyusul menjadi S.sos terima kasih untuk ‘main-mainnya’ dan segala bantuan serta masukan yang kalian berikan.

11.Teman-teman komunikasi stambuk 2007 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk segala dukungannya.

12.Teman-teman seperjuangan HTI yang membantu dengan doa dan dukungan riil sehingga skripsi ini dikerjakan tidak hanya sebatas tuntutan tamat tapi juga amanah orang tua, khususnya kepada Kak Bibah, Icut, Arum, Indah, Shinta, Kak Reje, Kak Yeli, dan Kak Lia.

13.Semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini yang tidak dapat dituliskan satu per satu.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan menjadi masukan buat pembaca.

Medan, Desember 2011 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAKSI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Perumusan Masalah ... 7

I.3 Pembatasan Masalah ... 7

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

I.4.1 Tujuan Penelitian ... 8

I.4.2 Manfaat Penelitian ... 8

I.5 Kerangka Teori ... 9

I.5.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa... 9

I.5.2 Televisi sebagai Media Massa ... 10

I.5.3 Terpaan Media (Media Exposure) ... 11

I.5.4 Efek Komunikasi Massa... 12

I.5.5 Budaya Populer ... 13


(8)

I.5.7 Perilaku Manusia ... 14

I.6 Kerangka Konsep ... 15

I.7 Model Teoritis ... 16

I.8 Operasional Variabel ... 16

I.9 Defenisi Operasional ... 17

I.10 Hipotesis ... 19

BAB II : URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa ... 21

II.1.1 Pengertian Komunikasi dan Komunikasi Massa ... 21

II.1.2 Karakteristik Komunikasi Massa ... 23

II.1.3 Fungsi Komunikasi Massa ... 24

II.2 Televisi sebagai Media Massa ... 25

II.3 Terpaan Media (Media Exposure) ... 29

II.4 Efek Komunikasi Massa ... 32

II.5 Budaya Populer ... 34

II.6 Imperialisme Media/Budaya... 41

II.7 Perilaku Manusia ... 45

II.7.1 Pengaruh Televisi dalam Perubahan Perilaku Remaja ... 48

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN III.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 50

III.1.1 Sejarah dan Perkembangan SMAN 1 Medan ... 50

III.1.2 Sekilas tentang Indosiar ... 52


(9)

III.3 Lokasi Penelitian ... 54

III.4 Populasi dan Sampel ... 54

III.4.1 Populasi ... 54

III.4.2 Sampel ... 55

III.5 Teknik Penarikan Sampel ... 56

III.5.1 Sampel Stratifikasi Proporsional ... 57

III.5.2 Sampel Bertujuan ... 58

III.6 Teknik Pengumpulan Data ... 58

III.7 Teknik Analisis Data ... 59

III.7.1 Analisis Tabel Tunggal... 59

III.7.2 Analisis Tabel Silang... 59

III.7.3 Uji Hipotesis ... 60

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 62

IV.1.1 Tahap Awal... 62

IV.1.2 Pengumpulan Data ... 63

IV.1.3 Teknik Pengolahan Data ... 64

IV.2 Analisa Tabel Tunggal ... 65

IV.2.1 Karakteristik Responden ... 65

IV.2.2 Terpaan Tayangan Drama Asia (Korea) ... 68

IV.2.3 Perilaku Budaya Populer ... 75

IV.3 Analisa Tabel Silang ... 96


(10)

IV.5 Pembahasan ... 102 BAB V : PENUTUP

V.1 Kesimpulan ... 104 V.2 Saran ... 105 DAFTAR PUSTAKA ... 106 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 ... 17 Operasional Variabel

2. Tabel 2 ... 55 Jumlah siswa/i kelas XI dan XII Reguler SMAN 1 Medan

3. Tabel 3 ... 57 Sampel stratifikasi proporsional

4. Tabel 4 ... 66 Jenis kelamin

5. Tabel 5 ... 67 Umur

6. Tabel 6 ... 68 Kelas

7. Tabel 7 ... 69 Tingkat mengetahui tayangan drama Asia (Korea)

8. Tabel 8 ... 70 Tayangan drama Asia (Korea) yang disiarkan lima kali seminggu

9. Tabel 9 ... 71 Tayangan drama Asia (Korea) disiarkan pada pukul 16.00 WIB

10.Tabel 10 ... 73 Frekuensi menonton tayangan drama Asia (Korea)

11.Tabel 11 ... 74 Durasi menonton tayangan drama Asia (Korea)


(12)

12.Tabel 12 ... 75 Tingkat ketertarikan pada cerita yang disuguhkan dalam tayangan drama Asia (Korea)

13.Tabel 13 ... 76 Tingkat atensi menonton tayangan drama Asia (Korea)

14.Tabel 14 ... 77 Tingkat kesukaan menonton tayangan drama Asia (Korea)

15.Tabel 15 ... 77 Mengikuti alur tayangan drama Asia (Korea)

16.Tabel 16 ... 78 Tingkat keperluan menyaksikan tayangan drama Asia (Korea)

17.Tabel 17 ... 79 Kesukaan terhadap budaya dan gaya hidup Korea

18.Tabel 18 ... 80 Tingkat pengetahuan tentang budaya dan gaya hidup Korea

19.Tabel 19 ... 81 Kecukupan diri dalam mengenal budaya dan gaya hidup Korea

20.Tabel 20 ... 82 Keinginan mengetahui lebih dalam tentang budaya dan gaya hidup Korea

21.Tabel 21 ... 83 Tingkat keseringan mengetahui budaya dan gaya hidup Korea lewat media elektronik


(13)

22.Tabel 22 ... 85 Tingkat keseringan mengetahui budaya dan gaya hidup Korea lewat media cetak

23.Tabel 23 ... 86 Tingkat keseringan mengetahui budaya dan gaya hidup Korea lewat cerita teman

24.Tabel 24 ... 87 Tingkat keseringan mengetahui budaya dan gaya hidup Korea lewat media elektronik, cetak, dan teman

25.Tabel 25 ... 88 Mengetahui budaya dan gaya hidup Korea tidak lewat media elektronik, cetak, ataupun teman

26.Tabel 26 ... 89 Tingkat keseringan meniru gaya berpenampilan orang Korea dari segi model rambut

27.Tabel 27 ... 90 Tingkat keseringan meniru gaya berpenampilan orang Korea dari segi pakaian

28.Tabel 28 ... 92 Tingkat keseringan meniru gaya berpenampilan orang Korea dari segi aksesoris


(14)

29.Tabel 29 ... 93 Tingkat keseringan meniru gaya berpenampilan orang Korea tidak dari segi model rambut, pakaian, maupun aksesoris

30.Tabel 30 ... 94 Tayangan drama Asia (Korea) dalam mempengaruhi perilaku

31.Tabel 31 ... 95 Tingkat kesetujuan ketika mengikuti gaya hidup Korea

32.Tabel 32 ... 96 Tingkat kesetujuan ketika tayangan drama Asia (Korea) sering menampilkan perilaku masyarakat Korea yang tidak baik

33.Tabel 33 ... 98 Hubungan antara durasi menonton tayangan drama Asia (Korea) dengan tingkat pengetahuan tentang budaya dan gaya hidup Korea

34.Tabel 34 ... 99 Hubungan antara tingkat mengetahui tayangan drama Asia (Korea) dengan kesukaan terhadap budaya dan gaya hidup Korea

35.Tabel 35 ... 100 Hubungan antara tingkat ketertarikan pada cerita yang disuguhkan dalam tayangan drama Asia (Korea) dengan tayangan drama Asia (Korea) dalam mempengaruhi perilaku

36.Tabel 36 ... 101 Hasil uji korelasional Spearman


(15)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 ... 16 Model teoritis penelitian

2. Gambar 2 ... 23 Proses komunikasi dalam masyarakat


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar Catatan Bimbingan Skripsi 2. Kuesioner

3. Raw Data 4. Foltron Cobol

5. Surat Izin Penelitian dari FISIP USU

6. Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Medan 7. Biodata


(17)

Abstraksi

Skripsi ini berjudul “Televisi dan Budaya Populer (Studi Korelasional Pengaruh Terpaan Tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar terhadap Perilaku Budaya Populer di Kalangan Siswa/i SMAN 1 Medan)”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara terpaan tayangan drama Asia (Korea) di Indosiar dalam mempengaruhi perilaku budaya populer siswa/i SMAN 1 Medan. Objek penelitian ini adalah siswa/i SMAN 1 Medan kelas XI dan XII reguler. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 786 orang, sehingga dengan rumus Taro Yamane didapati sampel sebanyak 89 orang.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Metode ini digunakan untuk meneliti hubungan antara variabel-variabel penelitian. Dalam menganalisis data penelitian digunakan tabel tunggal dan tabel silang. Sedangkan untuk menguji hipotesa penelitian digunakan tes statistik Spearman melalui SPSS (Statistical Product Service Solution) 17.00. Hasil pengujian menunjukkan bahwa hipotesa kerja (Ha) diterima, yaitu terdapat hubungan sebesar 0,726. Artinya terdapat hubungan yang tinggi; kuat antara terpaan tayangan drama Asia (Korea) dan perilaku budaya populer siswa/i SMAN 1 Medan.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Tidak ada yang tidak melihat televisi. Begitulah gambaran yang ada saat ini ketika teknologi komunikasi dan informatika begitu cepatnya berkembang dan menembus batas ruang dan waktu. Kotak-kotak televisi itu, baik yang berukuran kecil sampai raksasa, telah menyelinap masuk kemana saja, tak peduli apakah itu ruang pribadi, ruang keluarga, ruang publik, desa, atau kota. Pada Agustus 1962, keinginan untuk mendirikan sebuah stasiun televisi di Indonesia terlaksana dengan nama Televisi Republik Indonesia (TVRI). Saat itu, TVRI memulai siaran perdananya dengan siaran langsung Upacara Pembukaan Asian Games IV di Stadion Gelora Bung Karno.

Saat ini TV telah menjangkau lebih dari 90% penduduk di negara berkembang. TV yang dulu mungkin hanya menjadi konsumsi kalangan dan umur tertentu saat ini bisa dinikmati dan sangat mudah dijangkau oleh semua kalangan tanpa batasan usia. Siaran-siaran TV akan memanjakan orang-orang pada saat-saat luang seperti saat-saat liburan, sehabis bekerja bahkan dalam suasana sedang bekerjapun orang-orang masih menyempatkan diri untuk menonton televisi. Suguhan acara yang variatif dan menarik membuat orang tersanjung untuk meluangkan waktunya duduk di depan TV.

Semaraknya acara televisi yang disiarkan bagi masyarakat ditandai dengan munculnya televisi-televisi swasta di Indonesia. Hal ini sesuai dengan langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia yang memberi izin pendirian stasiun televisi


(19)

yang murni komersial dan dimiliki swasta. Sejak saat itulah mulai bermunculan stasiun-stasiun swasta baru dengan berbagai program hiburannya yaitu, RCTI, SCTV, ANTV, Indosiar, Trans TV, Trans 7, Metro TV, Global TV, TV One, dan MNC TV.

Televisi adalah media yang tidak saja potensial untuk menyampaikan informasi tetapi juga membentuk perilaku seseorang, baik ke arah positif maupun negatif, disengaja ataupun tidak. Sebagai media audio visual, TV mampu merebut 94% saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga. Televisi mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar di layar televisi walaupun hanya sekali ditayangkan. Atau, secara umum orang akan ingat 85% dari apa yang mereka lihat di TV setelah 3 jam kemudian dan 65% setelah 3 hari kemudian.

Televisi banyak mempengaruhi pemirsa secara psikologis. Banyak tayangan yang mengajak pemirsanya untuk hidup dalam dunia ilusi atau alam khayalan. Menciptakan kecemburuan yang akhirnya memaksa diri untuk melakukan kejahatan demi memenuhi hasrat. Televisi mengajarkan kepuasan sesaat, seperti iklan yang digunakan untuk menarik anak-anak dan remaja untuk membeli suatu produk yang menipu. Televisi mengajarkan bahwa kebahagiaan berarti memiliki segala sesuatu.

Televisi sebagai salah satu media komunikasi massa memperluas penanaman budaya populer tersebut kepada benak audiensnya. Lewat pengaruh “Amerikanisasi” terhadap industri dan budaya film pada tahun-tahun seusai Perang Dunai I, televisi ‘berhasil’ menstandarisasikan hal-hal yang dinggap


(20)

populer ala Barat. Tetapi dengan pola kehidupan Barat yang jauh lebih bebas dan terbuka membuat budaya khas Asia tidak sekejap bisa berubah melainkan terjadi proses asimilasi atau perkawinan budaya terlebih dahulu. Hasilnya adalah berbagai bentuk budaya baru yang khas anak muda Asia atau disebut Asian Pop Culture (Budaya Populer Asia).

Salah satu acara hiburan yang memiliki penggemar yang cukup besar yaitu sinetron, baik produksi dalam maupun luar negeri. Jenis sinetron Indonesia yang memiliki alur cerita yang gampang ditebak, tokoh antagonis selalu kalah dan protagonis selalu menang, serta jumlah episode yang tak kunjung habis (bahkan hingga beratus-ratus episode) membuat kebanyakan penonton merasa bosan. Hal inilah yang memicu beberapa stasiun televisi memasukkan drama Asia khususnya film Korea di salah satu program acaranya. Tak terkecuali Indosiar. Indosiar sebagai salah satu stasiun televisi swasta nasional Indonesia yang beroperasi dari Daan Mogot, Jakarta Barat ini telah menayangkan sejumlah drama Korea yang cukup populer sejak April 2005. Walaupun tidak mempelopori pemutaran film Korea di televisi, perusahaan yang pada 2011 ini telah berencana untuk merger dengan SCTV, tetap kontinu menayangkan drama-drama Korea yang sedang in di negara asalnya.

Puncak kepopuleran drama Korea di Indonesia terjadi saat serial Winter Sonata diputar di Jepang, Cina, Taiwan, dan Asia Tenggara. Dari tahun 2002-2005, drama-drama Korea yang populer di Asia termasuk Indonesia antara lain Endless Love, Winter Sonata, Love Story from Harvard, Glass Shoes, Stairway to Heaven, All In, Hotelier, Memories in Bali, dan Sorry I Love You yang merupakan


(21)

serial drama melankolis. Drama komedi romantis muncul berikutnya seperti Full House, Sassy Girl Chun Hyang, Lovers in Paris, Princess Hours, My Name is Kim Sam-soon, My Girl, Hello Miss!, dan Coffee Prince. Jenis drama latar belakang sejarah ikut mencetak rating tinggi yaitu drama Dae Jang Geum, Queen Seon Deok, Hwang Jini, Iljimae, hingga Jumong. Dan tahun 2008-2009, drama Korea yang banyak mendapat perhatian adalah Boys Before Flowers (BBF)

Komunikasi sebagai sebuah perilaku interaksi sosial menjadi alat bagi budaya untuk mempertahankan dirinya dan memastikan hal tersebut melalui pewarisan sosial. Namun, komunikasi juga menjadi media bagi pewarisan budaya-tandingan atau counter culture yang diam-diam mengakar dan tumbuh sebagai alternatif dari budaya-tinggi yang dimiliki sebuah masyarakat. Budaya tinggi (high culture) adalah budaya yang bersifat khusus dan tertutup, lahir dari kalangan atas (kaum elite). Budaya ini dianggap bernilai luhur, memiliki standarisasi yang tinggi (selera, kualitas, dan estetika), dan cenderung memiliki kemampuan khusus untuk menerapkannya. Contohnya yaitu musik klasik, alat musik tradisional gamelan, dan pagelaran seni wayang. Saat ini, budaya tinggi telah tergeser oleh kemunculan teknologi yang berakibat pada instanisasi perilaku masyarakat, yang mendapatkan tandingannya berupa budaya populer.

Budaya populer atau budaya massa diartikan oleh McDonald dalam Populer Culture sebagai sebuah kekuatan dinamis, yang menghancurkan batasan kuno, tradisi, selera, dan mengaburkan segala macam perbedaan (Vidyarini, 2008: 30). Budaya massa membaurkan dan mencampuradukkan segala sesuatu,


(22)

menghasilkan apa yang disebut budaya homogen. Budaya tinggi menyesuaikan diri dengan moral dasar yang dianut suatu masyarakat. Bila budaya tinggi adalah sebuah bentuk dukungan terhadap kestabilan dan kemapanan nilai-nilai dalam masyarakat, maka budaya populer pada awalnya bertindak sebagai counter culture yang melawan kemapanan, memberikan alternatif bagi sebuah masyarakat yang berubah, kemudian menjadi ‘pemersatu’ unsur-unsur masyarakat yang terpisahkan kelas dan status sosial ke dalam satu komunitas massa ‘maya’.

Apabila melihat sejarah, Jepang mulai mengekspor ‘imperialisme budaya’-nya seiring dengan kuatbudaya’-nya daya saing produk-produk industribudaya’-nya yang merambah Asia pada saat itu. Sepertinya tidak ada negara mana pun yang ‘aman’ dari pengaruh budaya pop Jepang saat itu. Situasi yang hampir mirip kini telah terjadi dengan Korea. Seiring dengan stagnannya ekonomi Jepang, Korea semenjak keluar dari krisis moneter di akhir 90-an lalu, telah bisa dikatakan berhasil kembali ke jalur ekonomi yang ‘mulus’. Didukung dengan mulai gencarnya produk-produk Korea di dunia termasuk Asia, Korea secara disadari atau tidak juga telah mulai ‘mengekspor’ budaya modernnya ke kehidupan ma-syarakat Asia yang terlebih dahulu telah mengenal produk-produk industri Korea. Lewat Hallyu atau Korean Wave (Gelombang Korea) banyak orang berusaha untuk mempelajarHallyu adalah istilah yang diberikan pada budaya pop Korea yang tersebar secara global di berbagai negara dunia. Hallyu bisa berbentuk film, drama, maupun musik Korea. Tetapi, yang dibahas pada penelitian ini hanyalah Hallyu yang berbentuk drama Korea.


(23)

Sebagai makhluk sosial, perilaku kita banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam diri kita (organismic forces) maupun dari luar diri kita (environmental forces). Kita berpikir, merasa, bersikap dan bertindak karena adanya rangsangan dari luar diri kita. Perilaku kita ditentukan oleh otak kita. Dengan 10 trilyun sel syarafnya, otak membantu kita menentukan apa yang kita pikirkan, rasakan, pelajari dan lakukan. Informasi dari luar masuk ke dalam diri kita lewat jalur indrawi (sensory pathways). Lewat mata, telinga, hidung, kulit dan lidah informasi tentang apa-apa yang terjadi di sekitar kita dan di dalam diri kita disampaikan. Sejak lahir hingga mati seseorang secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tingkah laku orang lain atau benda serta peristiwa di sekitarnya. Hanya lewat interaksi inilah seseorang (anak) akan menjadi dewasa dan mendapatkan kepribadiannya.

Pengaruh negatif televisi lewat sikap hidup konsumtif mencengkeram ABG (Anak Baru Gede), yang harus senantiasa mengikuti mode. Tentu saja ini semua menuntut biaya yang tinggi. Sampai-sampai beberapa ABG memaksa diri hidup dengan standar sedemikian tinggi, menghalalkan segala cara untuk mewujudkan keinginannya. Hal-hal itu dapat mereka lihat dan pelajari dari tayangan sinetron dan film, yang mengisahkan gaya hidup mewah tanpa disertai latar belakang memadai tentang kerja keras dan jujur untuk mencapai kesuksesan.

SMAN 1 Medan adalah satu dari banyak sekolah di kota Medan dimana remaja-remajanya masih memiliki emosi yang labil. Keinginan untuk selalu tampil mode in inilah yang ingin dibahas oleh peneliti di SMA ini. Selain itu, juga


(24)

akan dilihat apakah SMAN 1 Medan yang merupakan salah satu sekolah unggulan yang ada di kota Medan juga akan terikut pada terpaan media ini.

Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara terpaan tayangan drama Asia (Korea) di Indosiar terhadap perilaku budaya populer di kalangan siswa/i SMAN 1 Medan.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Adakah pengaruh terpaan tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar terhadap perilaku budaya populer di kalangan siswa/i SMAN 1 Medan?”

I.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah tersebut yakni sebagai berikut:

1. Penelitian ini bersifat korelasional yaitu bersifat mencari atau menjelaskan hubungan dan menguji hipotesis.

2. Penelitian ini difokuskan pada budaya populer Asia yang berbentuk drama Korea di stasiun televisi Indosiar yang ditayangkan setiap hari Senin-Jumat pukul 16.00-17.00 WIB.

3. Penelitian ini difokuskan pada perilaku budaya populer yang bersifat kognitif, afektif, dan behavioral.


(25)

4. Objek dari penelitian adalah siswa/i SMAN 1 Medan khususnya kelas XI dan XII reguler yang menonton tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar (tidak termasuk kelas internasional).

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan arah pelaksanaan penelitian yang akan menguraikan apa yang akan dicapai sesuai dengan kebutuhan peneliti dan pihak lain yang berhubungan dengan penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis pengaruh terpaan tayangan Drama Asia (Korea) Indosiar di kalangan siswa/i SMAN 1 Medan.

b. Untuk menganalisis perilaku siswa/i SMAN 1 Medan mengenai budaya populer.

c. Untuk melihat hubungan terpaan tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar dengan perilaku budaya populer siswa/i SMAN 1 Medan.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian serta menambah bahan referensi dan sumber bacaan di lingkungan Ilmu Komunikasi FISIP USU.


(26)

b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi mengenai Ilmu Komunikasi, khususnya mengenai komunikasi massa dan terpaan media sebagai bagian dari ilmu komunikasi.

c. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pikiran terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.

I.5 Kerangka Teori

Menurut Kerlinger, teori adalah himpunan konstruk (konsep), defenisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004: 6). Menurut defenisi ini, teori mengandung tiga hal. Pertama, teori adalah serangkaian proposisi antar konsep-konsep yang saling berhubungan. Kedua, teori menerangkan secara sistematis suatu fenomena sosial dengan cara menentukan hubungan antar konsep. Ketiga, teori menerangkan fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya (Singarimbun, 1989: 37). Dengan demikian teori berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan, dan memberikan pandangan terhadap sebuah permasalahan. Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

I.5.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau


(27)

communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Menurut Harold Lasswell cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: who (siapa), says what (mengatakan apa), in which channel (dengan saluran apa), to whom (kepada siapa), with what effect (dengan pengaruh bagaimana) (Mulyana, 2005: 62).

Selain komunikasi dilakukan secara langsung atau dikenal dengan komunikasi tatap muka, komunikasi juga bisa berlangsung dengan menggunakan media yang dikenal dengan komunikasi massa. Secara sederhana, definisi komunikasi massa dikemukakan oleh Bittner (Ardianto, 2004: 3) yakni pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people).

I.5.2 Televisi sebagai Media Massa

Televisi (TV) berasal dari kata tele yang artinya jauh dan vision yang artinya tampak. Jadi, televisi adalah suatu alat komunikasi yang tampak atau dapat dilihat dari jarak jauh. Siaran televisi dipahami sebagai siaran dalam bentuk gambar dan suara yang dapat ditangkap oleh umum. Televisi merupakan hasil teknologi tinggi yang menyampaikan isi pesan dalam bentuk audiovisual gerak. Isi pesan memiliki kekuatan sangat tinggi untuk mempengaruhi mental, pola pikir, dan tindakan individu. Ketika pertama kali TVRI mengudara, televisi pemerintah


(28)

ini awalnya menampilkan liputan Asian Games IV. Setelah kurang lebih dua puluh tahun masyarakat Indonesia disuguhi dengan informasi yang disiarkan TVRI. Tiba-tiba mereka disuguhi beragam informasi yang tidak melulu seremonial. Mulailah kebebasan mendapatkan informasi berlaku transparan di Indonesia.

Saat ini kebudayaan audiovisual sudah mulai menjadi realita dalam masyarakat. Menurut Paul Saffo, Direktur Institute for the Future di Menlo Park, California, mengungkapkan bahwa rentang waktu yang dibutuhkan oleh gagasan/teknologi baru agar benar-benar meresap ke dalam sebuah kebudayaan lazimnya rata-rata mencapai tiga dekade, setidak-tidaknya selama lima abad terakhir. Ia menyebut hal ini sebagai hukum 30 tahun (30-year rule) (Fidler, 2000: 12). Jika dipakai patokan untuk televisi di Indonesia yang mulai beroperasi tahun 1962, maka 1992 merupakan titik awal perubahan yang meluas, yang ditandai dengan munculnya televisi swasta.

I.5.3 Terpaan Media (Media Exposure)

Eksposure media diartikan sebagai suatu kondisi dimana orang diterpa oleh isi media atau bagaimana isi media menerpa audiens. Eksposure media adalah perilaku seseorang atau audiens dalam menggunakan media massa. Frank Biocca dalam Littlejohn (Rahayu, 2009: 28) menyatakan bahwa karakteristik eksposure media dapat diukur melalui dimensi-dimensi: selectivity (kemampuan memilih) yaitu kemampuan audiens dalam menetapkan pilihan terhadap media dan isi yang akan dieksposenya, intentionally (kesengajaan) yaitu tingkat


(29)

kesengajaan audiens dalam menggunakan media atau kemampuan dalam mengungkapkan tujuan-tujuan penggunaan media, utilitarianism (pemanfaatan) yaitu kemampuan audiens untuk mendapatkan manfaat dari penggunaan media, involvement (keterlibatan) yaitu keikutsertaan pikiran dan perasaan audiens dalam menggunakan media dan pesan media yang diukur dari frekuensi dan intensitas, dan previous to influence yaitu kemampuan untuk melawan arus pengaruh media.

I.5.4 Efek Komunikasi Massa

Efek komunikasi merupakan setiap perubahan yang terjadi di dalam diri penerima karena menerima pesan-pesan dari suatu sumber. Perubahan ini meliputi perubahan pengetahuan (efek kognitif), perubahan sikap (efek afektif), dan perubahan perilaku nyata (efek behavioral). Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Sedangkan efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku (Rakhmat, 2005: 219). Jadi, komunikasi dikatakan efektif apabila ia menghasilkan efek-efek atau perubahan-perubahan seperti yang diharapkan oleh sumber, seperti pengetahuan, sikap, perilaku, atau ketiganya. Perubahan-perubahan di pihak penerima ini diketahui dari tanggapan-tanggapan sebagai umpan balik (feedback).


(30)

I.5.5 Budaya Populer

Salah satu pendekatan dalam studi media menurut McQuail (1996: 66-67) adalah pendekatan sosial budaya yang memandang bahwa kebudayaan saling berkaitan erat dengan kegiatan sosial termasuk aktivitas media dan semua kegiatan tersebut merupakan bentuk kegiatan manusia yang berlaku dimana-mana. Lukmantoro yang mensarikan pendapat Adorno dan Hoorkheimer (Rahayu, 2009: 26) mengemukakan bahwa media massa memiliki kemampuan untuk menghasilkan industri budaya yaitu budaya yang sudah mengalami komodifikasi serta industrialisasi, diatur dari atas –kalangan teknisi dan industriawan yang bekerja di media massa-, dan secara esensial diproduksi semata-mata untuk memperoleh keuntungan (making profits).

Budaya pop adalah sesuatu yang diproduksi secara massif dan dipandang sebagai komoditi. Menurut Budiman (Rahayu, 2009: 27) budaya pop adalah budaya yang disukai banyak orang, budaya massa yang komersial, dan membodohi banyak orang. Adapun ciri-ciri budaya massa atau budaya pop adalah:

- Institusionalisasi tergantung pada media dan pasar

- Pengorganisasian dan produksi ditujukan untuk pasar massa dan memanfaatkan teknologi secara terencana dan terorganisir.

- Isinya dangkal, tidak bermakna ganda, menyenangkan, universal, tapi bisa punah.


(31)

- Efek yang dihasilkan berupa kesenangan seketika dan pengalihan perhatian.

I.5.6 Imperialisme Budaya/Media

Imperialisme berarti hegemoni politik, ekonomi, budaya yang dijalankan suatu bangsa atas bangsa lain. Kata ini biasanya mengacu pada imperialisme budaya atau imperialisme media. Yang mencerminkan keprihatinan mengenai bagaimana perangkat keras dan perangkat lunak komunikasi digunakan oleh negara-negara adikuasa untuk memaksakan nilai dan agenda politik, ekonomi, budaya mereka pada bangsa dan budaya yang kalah kuat. Imperialisme media merupakan salah satu istilah yang berhubungan dengan imperialisme budaya. Media memainkan peranan penting dalam menghasilkan kebudayaan dan mempunyai peranan yang besar sekali dalam proses imperialisme budaya. Dalam perspektif teori ini, ketika terjadi proses peniruan media negara berkembang dari negara maju, saat itulah terjadi penghancuran budaya asli di negara ketiga (Nurudin, 2004: 165).

I.5.7 Perilaku Manusia

Perilaku (behavior) adalah tindakan-tindakan (actions) atau reaksi-reaksi (reactions) dari suatu objek atau organisma. Perilaku dapat berupa sadar (conscious) atau tidak sadar (unconscious), terus terang (overt) atau diam-diam (covert), sukarela (voluntary) atau tidak sukarela (involuntary). Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia sedangkan dorongan


(32)

merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berperilaku dalam segala aktivitas. Manusia mengevaluasi penerimaan dari perilaku dengan menggunakan suatu standar perbandingan yang disebut dengan norma-norma sosial (social norms) dan meregulasi perilaku dengan menggunakan kontrol sosial (social control).

I.6 Kerangka Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989: 33). Sedangkan menurut Kerlinger (Rakmat, 2004: 12) konsep adalah abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus. Jadi, kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dapat dicapai dan dapat menghantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 1995: 40)

Agar konsep-konsep tersebut dapat diteliti secara empiris maka harus dioperasionalisasikan dengan mengubahnya menjadi variabel. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas merupakan variabel yang diduga sebagai penyebab atau penghulu dari variabel yang lain (Rakhmat, 2004:12). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah terpaan tayangan drama Asia (Korea) di Indosiar.


(33)

2. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah variabel yang diduga sebagai akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya (Rakhmat, 2004: 12). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku budaya populer di kalangan siswa/i SMAN 1 Medan.

I.7 Model Teoritis

Model teoritis merupakan paradigma yang mentransformasikan permasalahan-permasalahan terkait antara satu dengan lainnya. Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep dibentuk menjadi model teoritis sebagai berikut:

Gambar 1

Model Teoritis Penelitian

I.6 Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas maka dapat dibuat operasional variabel untuk membentuk kesatuan dan

Variabel Bebas (X) Terpaan tayangan drama Asia (Korea) di Indosiar

Variabel Terikat (Y) Perilaku budaya populer di

kalangan siswa/i SMAN 1 Medan


(34)

kesesuaian dalam penelitian. Adapun operasionalisasi variabel dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Tabel 1

Operasional Variabel

No Variabel Teoritis Variabel Operasional

1. Variabel Bebas (X)

Terpaan tayangan drama Asia (Korea) di Indosiar

a. Frekuensi b. Durasi

c. Atensi/Perhatian 2. Variabel Terikat (Y)

Perilaku budaya populer di kalangan siswa/i SMAN 1 Medan

a. Kognitif b. Afektif

c. Behavioral/Konatif 3. Karakteristik Responden a. Jenis kelamin

b. Usia c. Kelas

I.9 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1989: 46).


(35)

Definisi operasional variabel pada penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas (Terpaan Tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar)

a. Frekuensi adalah banyaknya seseorang menggunakan media dalam seminggu selama satu bulan.

b. Durasi adalah lamanya khalayak bergabung dengan suatu media (berapa jam sehari); atau berapa lama (menit) khalayak mengikuti suatu program (audience’s share on program)

c. Atensi adalah perhatian yang diberikan komunikan untuk menonton tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar. Apakah komunikan melakukan kegiatan lain sambil menonton, menonton Drama Asia (Korea) tetapi sering berganti-ganti channel, atau hanya menonton Drama Asia (Korea) saja.

2. Variabel Terikat (Perilaku Budaya Populer di Kalangan Siswa/i SMAN 1 Medan)

a. Kognitif yaitu perubahan pengetahuan pada hal-hal yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak.

b. Afektif yaitu perubahan sikap pada hal-hal yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak.

c. Behavioral/Konatif yaitu perubahan perilaku nyata yang dapat diamati; meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku.

3. Karakteristik Responden


(36)

b. Usia : umur responden c. Kelas : kelas responden

I.10 Hipotesis

Hipotesis secara sederhana merupakan dugaan sementara yang diharapkan terjadi dalam penelitian. Penelitian terhadap suatu objek tertentu hendaknya dilakukan dengan berpedoman pada suatu hipotesis sebagai pegangan atau jawaban sementara yang masih harus dibuktikan kebenarannya dalam kenyataan (empirical verification), percobaan (experimentation), atau praktek (implementation). Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian. Hipotesis yang abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian tetapi juga sukar diuji secara empiris. Hipotesis yang abstrak biasanya dibuktikan kebenarannya bukan dengan data yang empiris tetapi dengan interpretasi subjektif.

Goode dan Hatt menjelaskan ciri-ciri hipotesis yang baik adalah harus jelas secara konseptual, mempunyai rujukan empiris, bersifat spesifik, harus dihubungkan dengan teknik penelitian yang ada, dan berkaitan dengan suatu teori (Rakmat, 2004: 14-15). Hipotesis adalah sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak bisa ditinggalkan karena ia merupakan instrumen kerja dari teori (Singarimbun, 1989: 43).


(37)

Ho : Tidak terdapat hubungan terpaan tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar terhadap perilaku budaya populer di kalangan siswa/i SMAN 1 Medan.

Ha : Terdapat hubungan terpaan tayangan tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar terhadap perilaku budaya populer di kalangan siswa/i SMAN 1 Medan.


(38)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa

II.1.1 Pengertian Komunikasi dan Komunikasi Massa

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communications berasal dari bahasa Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama; sama disini artinya sama makna atau sama arti (Effendi, 2007: 9). Menurut Harold Lasswell cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: who (siapa), says what (mengatakan apa), in which channel (dengan saluran apa), to whom (kepada siapa), with what effect (dengan pengaruh bagaimana) (Mulyana, 2005: 62). Jadi berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Jika kita berada dalam situasi komunikasi, maka kita memiliki beberapa kesamaan dengan orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi. Seperti yang dinamakan Wilbur Schramm yaitu frame of reference atau dapat diartikan sebagai kerangka acuan, yaitu paduan pengalaman dan pengertian. Selain itu Schramm juga menyatakan bahwa field of experience atau bidang pengalaman merupakan faktor yang amat penting untuk terjadinya komunikasi. Apabila bidang pengalaman komunikator tidak sama dengan bidang pengalaman komunikan, maka akan


(39)

timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain dan situasi akan menjadi tidak komunikatif.

Studi Joseph A. DeVito, dalam bukunya Communicology, membagi komunikasi menjadi empat macam bagian yaitu komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik, dan komunikasi massa (Cangara, 2006: 29). Komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Rakhmat, 2005: 189). Sedangkan menurut Bittner (Ardianto, 2004: 3) komunikasi massa yakni pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people). Jadi pada dasarnya, komunikasi massa bertujuan untuk mempengaruhi orang lain dengan menggunakan berbagai media yang ada.

Studi tentang komunikasi massa termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan yang lebih luas berkenaan dengan komunikasi manusia. Bidang ilmu pengetahuan yang luas tersebut dapat dibagi menurut beberapa cara pembagian. Salah satunya berdasarkan peringkat organisasi sosial yang merupakan tempat berlangsungnya komunikasi. Dari perspektif tersebut, komunikasi massa berada pada puncak piramid (lihat gambar 2).


(40)

Gambar 2

Proses Komunikasi dalam Masyarakat

Peringkat Proses Komunikasi:

- Masyarakat luas (misalnya komunikasi massa) Sedikit - Institusi/organisasi (misalnya sistem politik atau terjadi

badan usaha)

- Antarkelompok atau asosiasi (misalnya komunitas setempat)

- Dalam kelompok (intragroup) (misalnya keluarga) - Antarpribadi (interpersonal)

(misalnya dua orang, pasangan)

- Dalam pribadi (intrapersonal) Banyak (misalnya proses informasi) terjadi

Sumber: Denis McQuail. 1996

II.1.2 Karakteristik Komunikasi Massa

Orang-orang yang akan menggunakan media massa sebagai alat untuk melakukan kegiatan komunikasi haruslah memahami karakteristik komunikasi massa. Adapun karakteristik komunikasi massa adalah sebagai berikut:

1. Komunikator terlembagakan. Komunikator dalam komunikasi massa bukanlah satu orang melainkan kumpulan orang-orang. Artinya gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga.

2. Pesan bersifat umum. Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu.

3. Komunikannya anonim dan heterogen. Komunikan pada komunikasi massa bersifat anonim dan heterogen.


(41)

kelebihan yang ada pada komunikasi massa. Bahkan, komunikan yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama pula.

5. Komunikasi massa bersifat satu arah. Merupakan salah satu kelemahan yang ada pada komunikasi massa. Ini berarti tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator.

II.1.3 Fungsi Komunikasi Massa

Ada beberapa fungsi komunikasi massa, yaitu: 1. Fungsi pengawasan

Fungsi pengawasan ini bisa berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif. Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan untuk aktivitas preventif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti, pemberitaan bahaya narkoba bagi kehidupan manusia. Sedangkan fungsi persuasif sebagai upaya memberi reward dan punishment kepada masyarakat sesuai dengan apa yang dilakukannya. 2. Fungsi social learning

Fungsi utama dari komunikasi massa melalui media massa adalah melakukan guiding dan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa bertugas memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat dimana komunikasi massa itu berlangsung sehingga proses pencerahan itu berlangsung efektif dan efisien dan menyebar secara bersamaan.


(42)

3. Fungsi penyampaian informasi

Komunikasi massa yang mengandalkan media massa, memiliki fungsi utama, yaitu menjadi proses penyampaian informasi kepada masyarakat luas dalam waktu cepat dan singkat.

4. Fungsi transformasi budaya

Fungsi informatif adalah fungsi yang bersifat statis, namun fungsi-fungsi lain yang lebih dinamis adalah fungsi-fungsi transformasi budaya. Fungsi transformasi budaya ini menjadi sangat penting dan terkait dengan fungsi-fungsi lainnya terutama fungsi-fungsi social learning, akan tetapi fungsi-fungsi tranformasi budaya lebih kepada tugasnya yang besar sebagai bagian dari budaya global.

5. Hiburan

Fungsi lain dari komunikasi adalah hiburan, bahwa seirama dengan fungsi-fungsi lain, komunikasi massa juga digunakan sebagai medium hiburan, terutama karena komunikasi massa menggunakan media massa (Bungin, 2008: 79-81).

II.2 Televisi sebagai Media Massa

Media massa merupakan saluran atau media yang dipergunakan untuk mengadakan komunikasi dengan massa. Yang termasuk media massa disini adalah televisi, surat kabar, majalah, radio, dan film. Media massa dapat digolongkan sebagai media elektronik dan media cetak yang keseluruhannya sering juga disebut pers.


(43)

Televisi berasal dari dua kata yang berbeda asalnya, yaitu tele (Bahasa Yunani) yang berarti jauh, dan visi (Bahasa Latin-videra) berarti penglihatan. Dengan demikian televisi yang dalam Bahasa Inggrisnya television diartikan dengan “melihat jauh”. Pada awalnya televisi lahir karena perkembangan teknologi. Bermula dari ditemukannya electrische teleskop oleh Paul Nipkov untuk mengirim gambar melalui udara dari satu tempat ke tempat lain. Sejak saat itu, televisi mulai dinikmati oleh publik Amerika Serikat (AS) pada tahun 1939 ketika berlangsungnya “World’s Fair” di New York, namun sempat terhenti ketika terjadi Perang Dunia II. Baru setelah tahun 1946 itulah kegiatan dalam bidang TV tersebut tampak dimulai lagi (Kuswandi, 1996: 5-6).

Awalnya di tahun 1945, hanya terdapat delapan stasiun televisi dan 8000 pesawat televisi di seluruh AS. Namun, sepuluh tahun kemudian, jumlah stasiun televisi meningkat menjadi hampir 100 stasiun sedangkan jumlah rumah tangga yang memiliki pesawat televisi mencapai 35 juta rumah tangga atau 67% dari total rumah tangga. Semua program televisi pada awalnya ditayangkan ke dalam siaran langsung (live). Pesawat televisi berwarna mulai diperkenalkan kepada publik pada tahun 1950-an. Siaran televisi berwarna dilaksanakan pertama kali oleh stasiun televisi NBC pada tahun 1960 dengan menayangkan program siaran berwarna selama tiga jam setiap harinya (Morissan, 2008: 6).

Sedangkan di Indonesia, televisi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1962 dengan nama TVRI sebagai satu-satunya stasiun televisi milik pemerintah. Ketika itu akan dilangsungkan pesta olahraga Asian Games di Jakarta. Waktu itu siarannya terbatas hanya 3 jam sehari dengan wilayah liputan Jakarta dan Bogor.


(44)

Tetapi sejak 1976, pemilikan media televisi menanjak sangat tajam ketika digunakannya satelit komunikasi Palapa. Diperkirakan sudah ada 26 juta pesawat TV di Indonesia, dimana dua juta diantaranya memakai antena parabola yang bisa menerima siaran-siaran dari luar negeri (Cangara, 2006: 123-124).

Selama 27 tahun, penduduk Indonesia hanya bisa menyaksikan satu saluran saja. Namun pada tahun 1989, pemerintah akhirnya mengizinkan RCTI (Rajawali Citra Televisi) sebagai stasiun televisi swasta pertama di Indonesia Hal ini sesuai dengan langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia yang memberi izin pendirian stasiun televisi yang murni komersial dan dimiliki swasta. Kemudian kehadiran RCTI diikuti dengan lahirnya Surya Citra Televisi (SCTV) pada 18 Agustus 1990. Sejak itu bermunculan berbagai stasiun televisi swasta baru seperti ANTV, Indosiar, Trans TV, Trans 7, Metro TV, Global TV, TV One, dan MNC TV.

Setelah Undang-Undang Penyiaran disahkan pada tahun 2002, jumlah televisi di Indonesia diperkirakan akan terus bermunculan, khususnya di daerah, yang terbagi dalam empat kategori yaitu, televisi publik, swasta, berlangganan, dan komunitas. Hingga Juli 2002, jumlah orang yang memiliki pesawat televisi di Indonesia mencapai 25 juta (Morissan, 2008: 10).

Menurut Skornis dalam bukunya Television and Society: An Incuest and Agenda (1985), dibandingkan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku, dan sebagainya), televisi tampaknya mempunyai sifat istimewa. Ia merupakan gabungan dari media dengar dan gambar. Bisa bersifat informatif, hiburan, dan pendidikan, bahkan gabungan dari unsur diatas (Kuswandi, 1996:


(45)

15). Dengan layar relatif kecil diletakkan di sudut ruangan rumah, televisi merupakan suasana tertentu dimana para pemirsanya duduk dengan santai tanpa kesengajaan untuk mengikutinya. Penyampaian isi pesan juga seolah-olah langsung antara komunikator (pembawa acara, pembawa berita, atau artis) dengan komunikan (pemirsa). Informasi yang disampaikan mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan jelas terlihat secara visual.

Menurut sosiolog, Marshall McLuhan, kehadiran televisi membuat dunia menjadi “desa global” yaitu suatu masyarakat dunia yang batasnya diterobos oleh media televisi (Kuswandi, 1996: 20). Kemampuan televisi dalam menarik perhatian massa menunjukkan bahwa media tersebut telah menguasai jarak secara geografis dan sosiologis. Fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya. Pada intinya, televisi memiliki tiga fungsi utama:

1. Fungsi penerangan

Masyarakat menaruh perhatian besar kepada televisi karena televisi dianggap sebagai media yang mampu menyiarkan informasi yang amat memuaskan. Hal ini dikarenakan dua faktor yang terdapat pada media massa audiovisual tersebut, yaitu faktor immediacy dan realism. Faktor immediacy mencakup pengertian langsung dan dekat. Peristiwa yang disiarkan oleh stasiun televisi dapat dilihat dan didengar oleh pemirsa pada saat peristiwa berlangsung, seolah-olah pemirsa berada di tempat peristiwa kejadian. Faktor realism mengandung makna kenyataan. Ini berarti bahwa televisi menyiarkan informasinya secara audiovisual dengan perantara


(46)

mikrofon dan kamera apa adanya sesuai dengan kenyataan. Jadi, pemirsa melihat dan mendengar sendiri.

2. Fungsi pendidikan

Sesuai makna pendidikan, yakni meningkatkan pengetahuan dan penalaran masyarakat, televisi menyiarkan acara-acara tertentu secara teratur, misalnya pelajaran bahasa, matematika, dan lain-lain.

3. Fungsi hiburan

Dikebanyakan negara terutama masyarakat agraris, fungsi hiburan yang melekat pada televisi tampak dominan. Sebagian besar dari aplikasi waktu masa siaran diisi oleh acara-acara hiburan. Hal ini dapat dimengerti karena pada layar televisi dapat ditampilkan gambar hidup beserta suara bagaikan kenyataan, dan dapat dinikmati oleh khalayak yang tidak mengerti bahasa asing, bahkan tuna aksara.

II.3 Terpaan Media (Media Exposure)

Terpaan media diartikan sebagai suatu kondisi dimana orang diterpa oleh isi media atau bagaimana isi media menerpa audiens. Terpaan media adalah perilaku seseorang atau audiens dalam menggunakan media massa. Perilaku ini menurut Blumler dalam Littlejohn (Rahayu, 2009: 28) dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti:

1. Surveillance, yaitu kebutuhan individu untuk mengetahui lingkungannya. 2. Curiosity, yaitu kebutuhan individu untuk mengetahui peristiwa-peristiwa


(47)

3. Diversion, yaitu kebutuhan individu untuk lari dari perasaan tertekan, tidak aman, atau untuk melepaskan ketegangan jiwa.

4. Personal identity, yaitu kebutuhan individu untuk mengenal dirinya dan

mengetahui posisi keberadaannya di masyarakat.

Media exposure menurut Jalaluddin Rakhmat (1989) diartikan sebagai terpaan media, sedangkan Masri Singarimbun (1982) mengartikannya dengan sentuhan media. Menurut Rakhmat, media exposure dapat dioperasionalkan sebagai frekuensi individu dalam menonton televisi, film, membaca majalah atau surat kabar, maupun mendengarkan radio. Selain itu, media exposure berusaha mencari data audiens tentang penggunaan media, baik jenis media, frekuensi penggunaan, maupun durasi penggunaan atau longevity (Ayu, 2007: 9).

Sedangkan menurut Rosengren (1974), penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media yang dikonsumsi, dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan (Rakmat, 2004: 66). Pakar lainnya, Shore (1985) memberikan definisi sebagai berikut:

Media exposure is more complicated than access because is ideal not only with what her a person is within pysical (range of the particular mass medium) but also whether person is actually exposed to the message. Exposure is hearing, seeing, reading, or most generally, experiencing with at least a minimal amount of interest the mass media message. The exposure might occure to an individual or group level (Ayu, 2007: 10). Artinya terpaan media adalah lebih lengkap daripada akses. Terpaan tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisik cukup dekat dengan kehadiran media massa akan tetapi apakah seseorang tersebut benar-benar terbuka dengan pesan-pesan media tersebut. Terpaan merupakan kegiatan mendengar, melihat,


(48)

dan membaca pesan-pesan media massa ataupun pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut yang dapat terjadi pada individu maupun kelompok.

Menurut Kenneth E. Andersen (1972), perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Sifat menonjol yang menjadi bahan perhatian oleh stimuli, yaitu:

1. Gerakan. Seperti organisme yang lain, manusia secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak. Kita senang melihat huruf-huruf dalam display yang bergerak menampilkan nama barang yang diiklankan.

2. Intensitas stimuli. Kita akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol dari stimuli yang lain. Warna merah pada latar belakang putih, tubuh jangkung di tengah-tengah orang pendek, sukar lolos dari perhatian kita. 3. Kebaruan (novelty). Hal-hal yang baru, yang luar biasa, yang berbeda,

akan menarik perhatian. Beberapa eksperimen juga membuktikan stimuli yang luar biasa lebih mudah dipelajari atau diingat.

4. Perulangan. Hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan sedikit variasi, akan menarik perhatian. Disini unsur familiarity (yang mudah dikenal) berpadu dengan unsur novelty (yang baru kita kenal. Perulangan juga mengandung unsur sugesti: mempengaruhi bawah sadar kita (Rakhmat, 2007: 52-53).

Frank Biocca dalam Littlejohn (Rahayu, 2009: 28) menyatakan bahwa karakteristik terpaan media dapat diukur melalui dimensi-dimensi seperti:


(49)

1. Selectivity (kemampuan memilih) yaitu kemampuan audiens dalam menetapkan pilihan terhadap media dan isi yang akan dieksposnya.

2. Intentionally (kesengajaan) yaitu tingkat kesengajaan audiens dalam

menggunakan media atau kemampuan dalam mengungkapkan tujuan-tujuan penggunaan media.

3. Utilitarianism (pemanfaatan) yaitu kemampuan audiens untuk

mendapatkan manfaat dari penggunaan media.

4. Involvement (keterlibatan) yaitu keikutsertaan pikiran dan perasaan audies dalam menggunakan media dan pesan media yang diukur melalui frekuensi maupun intensitas.

5. Previous to influence yaitu kemampuan untuk melawan arus pengaruh

media.

II.4 Efek Komunikasi Massa

Efek komunikasi merupakan setiap perubahan yang terjadi di dalam diri penerima, karena menerima pesan-pesan dari suatu sumber. Perubahan ini meliputi perubahan pengetahuan, perubahan sikap, dan perubahan perilaku nyata. Komunikasi dikatakan efektif apabila ia menghasilkan efek-efek atau perubahan-perubahan sebagai yang diharapkan oleh sumber, seperti pengetahuan, sikap, dan perilaku, atau ketiganya. Perubahan-perubahan di pihak penerima ini diketahui dari tanggapan-tanggapan yang diberikan penerima sebagai umpan balik.

Umpan balik merupakan unsur yang amat penting. Tanpa umpan balik, kita tidak mengetahui komunikan, tidak mengetahui apakah komunikasi berjalan


(50)

efektif atau tidak. Dalam komunikasi massa yang berkomunikasi melalui saluran-saluran media massa, komunikator tidak bertatap muka atau berinteraksi secara langusng dengan khalayaknya. Oleh karena itu, umpan balik juga tidak dapat segera diperoleh. Dengan demikian, efeknya juga tidak segera dapat diketahui. Dalam komunikasi massa, umpan baliknya bersifat delayed dan langka (Wiryanto, 2000: 39-40).

Efek pesan media meliputi efek kognitif, efek afektif, dan efek behaviorial. Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, atau nilai. Efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku (Rakhmat, 2007: 219).

Selain itu, Effendy (1993 : 318) juga menjelaskan mengenai efek komunikasi massa yang meliputi efek kognitif, efek afektif, dan efek konatif sebagai berikut:

a. Efek Kognitif

Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatifnya bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini membahas tentang bagaimana media dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya.


(51)

b. Efek Afektif

Tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah, benci, kesal, kecewa, penasaran, sayang, cemas, sinis, kecut dan sebagainya.

c. Efek Behaviour

Efek behavior merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Behaviour bersangkutan dengan niat, tekad, upaya, usaha, yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan.

II.5 Budaya Populer

Budaya populer (sering juga dikenal sebagai budaya pop) merupakan kumpulan gagasan-gagasan, perspektif-perspektif, sikap-sikap, dan fenomena-fenomena lain yang dianggap sebagai sebuah kesepakatan atau konsensus informal dalam sebuah kebudayaan arus utama pada akhir abad kedua puluh hingga abad kedua puluh satu. Menurut McDonalds dalam Populer Culture (Vidyarini, 2008: 30), budaya populer adalah sebuah kekuatan dinamis yang menghancurkan batasan kuno, tradisi, selera, dan mengaburkan segala macam perbedaan. Budaya popuper ini banyak dipengaruhi oleh media massa dan ia mempengaruhi kehidupan masyarakat sehari-hari.

Istilah “budaya populer” sendiri berasal dari abad ke sembilan belas, yang penggunaan awalnya merujuk kepada pendidikan dan kebudayaan dari kelas-kelas


(52)

masyarakat yang lebih rendah. Istilah tersebut kemudian mengandung arti sebuah kebudayaan dari kelas-kelas masyarakat yang lebih rendah, yang berbeda, dan bertentangan dengan “pendidikan yang sebenarnya” yang ada pada akhir abad tersebut. Makna istilah tersebut saat ini, yaitu budaya konsumsi massa, secara khusus berasal dari Amerika Serikat, yang muncul pada akhir perang dunia kedua. Sedangkan istilah yang lebih singkat “budaya populer” muncul pada tahun 1960 an. Istilah ini juga sering disebut sebagai budaya massa dan sering dikontraskan dengan budaya tinggi (misalnya, musik klasik, lukisan bermutu, novel sastra, dan yang sejenis lainnya).

Menurut Dominic Strinati, budaya populer atau budaya massa berkembang, terutama sejak dasawarsa 1920-an dan 1930-an, bisa dipandang sebagai salah satu sumber historis dari tema-tema maupun perspektif-perspektif yang berkenaan dengan budaya populer. Perkembangan ini ditandai dengan munculnya sinema dan radio, produksi massal dan konsumsi kebudayaan, bangkitnya fasisme dan kematangan demokrasi liberal di sejumlah negara Barat.

Beberapa karakteritik budaya populer yaitu: 1. Relativisme

Budaya populer merelatifkan segala sesuatu sehingga tidak ada yang mutlak benar maupun mutlak salah, termasuk juga tidak ada batasan apapun yang mutlak, misalnya: batasan antara budaya tinggi dan budaya rendah (tidak ada standar mutlak dalam bidang seni, moralitas, dan sebagainya).


(53)

2. Pragmatisme

Budaya populer menerima apa saja yang bermanfaat tanpa memperdulikan benar atau salah hal yang diterima tersebut. Semua hal diukur dari hasilnya atau manfaatnya, bukan dari benar atau salahnya.

3. Sekularisme

Budaya populer mendorong penyebarluasan sekularisme sehingga agama tidak lagi begitu dipentingkan karena agama tidak relevan dan tidak menjawab kebutuhan hidup manusia pada masa ini. Hal yang terutama adalah hidup hanya untuk saat ini (here and now), tanpa harus memikirkan masa lalu dan masa depan.

4. Hedonisme

Budaya populer lebih banyak berfokus kepada emosi dan pemuasannya daripada intelek. Yang harus menjadi tujuan hidup adalah bersenang-senang dan menikmati hidup, sehingga memuaskan segala keinginan hati dan hawa nafsu. Bisnis yang berbau pornografi merupakan sebuah bisnis yang mendapatkan penghasilan yang besar. Diperkirakan sekitar 12, 7 milyar dolar Amerika dihasilkan oleh industri hiburan dewasa yang berbau pornografi (termasuk di dalamnya majalah playboy, penthouse, mainan seks (sex toy), dan industri pornografi di internet).

5. Materialisme

Budaya populer semakin mendorong paham materialisme yang sudah banyak dipegang oleh orang-orang modern sehingga manusia semakin memuja kekayaan materi, dan segala sesuatu diukur berdasarkan hal itu.


(54)

6. Popularitas

Budaya populer mempengaruhi banyak orang dari setiap sub-budaya, tanpa dibatasi latar belakang etnik, keagamaan, status sosial, usia, tingkat pendidikan, dan sebagainya.

7. Kontemporer

Budaya populer merupakan sebuah kebudayaan yang menawarkan nilai-nilai yang bersifat sementara, kontemporer, tidak stabil, yang terus berubah dan berganti (sesuai tuntutan pasar dan arus zaman).

8. Kedangkalan

Kedangkalan (disebut juga banalisme) ini dapat dilihat misalnya dengan muncul dan berkembangnya teknologi memberikan kemudahan hidup, tetapi manusia menjadi kehilangan makna hidup (karena kemudahan tersebut). Pertemanan dalam Friendster maupun Facebook adalah pertemanan yang semu dan hanya sebatas ngobrol (chatting), tanpa dapat menangis dan berjuang bersama sebagaimana layaknya seorang sahabat yang sesungguhnya. Kedangkalan atau banalisme ini juga terlihat dari semakin banyak orang yang tidak mau berpikir, merenung, berefleksi, bersikap kritis. Sifat-sifat seperti keseriusan, autentisitas, realisme, kedalaman intelektual, dan narasi yang kuat cenderung diabaikan. Kita dapat melihat contoh-contoh lainnya seperti koran yang dulu penuh dengan berita luar negeri dan dunia, sekarang banyak diisi dengan gosip-gosip mengenai selebritis, mengenai tren pakaian wanita muda, dapat hal-hal dangkal lainnya. Televisi juga telah menggantikan drama-drama dan


(55)

film-film yang berkualitas tinggi dengan acara masak-memasak, opera sabun dan program-program “gaya hidup” yang lain.

9. Hibrid

Sesuai dengan tujuan teknologi, yaitu mempermudah hidup, muncullah sifat hibrid, yang memadukan semua kemudahan yang ada dalam sebuah produk.

10.Penyeragaman Rasa

Hampir di setiap tempat di seluruh penjuru dunia, monokultur Amerika terlihat semakin mendominasi. Budaya tunggal semakin berkembang, keragaman bergeser ke keseragaman.

11.Budaya Hiburan

Budaya hiburan merupakan ciri yang utama dari budaya populer di mana segala sesuatu harus bersifat menghibur. Pendidikan harus menghibur supaya tidak membosankan, maka muncullah edutainment. Olah raga harus menghibur, maka muncullah sportainment. Informasi dan berita juga harus menghibur, maka muncullah infotainment. Bahkan muncul juga religiotainment, agama sebagai sebuah hiburan, akibat perkawinan agama dan budaya populer. Hal ini dapat dilihat sangat jelas khususnya ketika mendekati hari-hari raya keagamaan tertentu. Bahkan kotbah dan ibadah harus menghibur jemaat supaya jemaat merasa betah.

12.Budaya Konsumerisme

Budaya populer juga berkaitan erat dengan budaya konsumerisme, yaitu sebuah masyarakat yang senantiasa merasa kurang dan tidak puas secara


(56)

terus menerus. Sebuah masyarakat konsumtif dan konsumeris yang membeli bukan berdasarkan kebutuhan maupun keinginan, melainkan gengsi.

13.Budaya Instan

Segala sesuatu yang bersifat instan bermunculan, misalnya: mie instan, kopi instan, makanan cepat saji, sampai sarjana instan. Budaya ini juga dapat dilihat dari semakin banyak orang ingin menjadi kaya dan terkenal secara instan, sehingga banyak orang berlomba-lomba menjadi artis, dengan mengikuti audisi seperti Indonesian Idol, Indonesia Mencari Bakat, Kontes Dangdut Indonesia (KDI), dll.

14.Budaya Massa

Karena pengaruh budaya populer, individu melebur ke dalam massa. Hal ini disebabkan karena segala cara dipakai oleh para produsen untuk mencari pasar baru, mengembangkan pasar yang ada atau paling tidak mempertahankan pasar yang sudah ada sejauh memberikan keuntungan dan memasarkan produk mereka semaksimal mungkin. Sifat kapitalisme ini membawa masyarakat menjadi massa, artinya masyarakat dilebur dari batas-batas tradisionalnya menjadi satu massif konsumsi. Maka muncullah berbagai produk yang diproduksi secara massa.

15.Budaya Visual

Budaya populer juga erat berkaitan dengan budaya visual yang juga sering disebut sebagai budaya gambar atau budaya figural. Pada zaman sekarang


(57)

orang lebih suka melihat gambar, itulah sebabnya industri film, animasi dan kartun serta komik berkembang pesat pada zaman ini.

16.Budaya Ikon

Budaya ikon erat kaitannya dengan budaya visual. Muncul banyak ikon budaya yang berupa manusia sebagai Madonna, Elvis Presley, Marlyn Monroe, Michael Jackson, dan sebagainya; maupun yang berupa artefak seperti Patung Liberty, Menara Eiffel, dan sebagainya, termasuk juga ikon merek seperti Christian Dior, Gucci, Rolex, Blackberry, Apple, Ferrari, Mercedes, dan sebagainya.

17.Budaya Gaya

Budaya visual juga telah menghasilkan budaya gaya, di mana tampilan atau gaya lebih dipentingkan daripada esensi, substansi, dan makna. Maka muncul istilah “Aku bergaya maka aku ada.” Maka pada budaya ini, penampilan (packaging) seseorang atau sebuah barang (branding) sangat dipentingkan.

18.Hiperealitas

Hiperealitas (hyper-reality) atau realitas yang semu (virtual reality), telah menghapuskan perbedaan antara yang nyata dan yang semu/imajiner, bahkan menggantikan realitas yang asli. Menurut seorang kritikus media, Mark Crispin Miller, tujuan televisi adalah membuat anda tetap menatapnya, sehingga media itu dapat bergerak “mengotakkan” para pemirsa, di dalam atau di luar rumah, menggantikan realitas mereka dengan realitas televisi.


(58)

19.Hilangnya Batasan-batasan

Budaya popular menolak segala perbedaan dan batasan yang mutlak antara budaya klasik dan budaya salon, antara seni dan hiburan, yang ada antara budaya tinggi dan budaya rendah, iklan dan hiburan, hal yang bermoral dan yang tidak bermoral, yang bermutu dan tidak bermutu, yang baik dan jahat, batasan antara yang nyata dan semu, batasan waktu, dan sebagainya.

II.6 Imperialisme Media/Budaya

Teori komunikasi massa diklasifikasikan 3 bagian besar, yaitu:

1. Teori mikro, dimana memfokuskan pada kehidupan sehari-hari manusia yang memiliki kemampuan untuk memproses informasi.

2. Teori menengah, dimana teori ini mendukung perspektif efek media yang terbatas.

3. Teori makro, dimana teori ini memberi perhatian pada peranan sosial media dan berpengaruh pada budaya dan masyarakat.

Dalam klasifikasi teori massa ini, imperialisme budaya berada pada kategori teori makro yang memberikan penjelasan tentang peranan media dalam pertukaran informasi antar negara dan pengaruh media terhadap kebudayaan asli masyarakat di setiap negara.

Kita sedang hidup dalam tatanan dunia baru, setelah datangnya dominasi politik, ekonomi, dan kekuatan budaya. Tantangan dunia baru yang sedang kita jalani adalah tatanan dunia baru setelah runtuhnya Soviet, dimana gaya hidup dan simbol peradaban berkiblat pada Barat. Ada tiga hal yang dapat dibedakan untuk


(59)

melihat tatanan dunia baru saat ini. Pertama, munculnya globalisasi (ditandai dengan kemenangan kapitalisme dan pasar bebas). Kedua, revolusi informasi (ditandai dengan lahirnya revolusi TV, internet, dan ponsel). Ketiga, adanya imperialisme media.

Imperialisme media ini merupakan bentuk baru penajajahan melalui media. Imperialisme baru dalam bidang ekonomi, kebudayaan, dan politik adalah “sesuatu yang menyeramkan”, yang kini tengah mengincar jiwa kita. Nilai-nilai hidup, sesuatu yang kita makan, pakaian yang kita pakai, buku yang kita baca, dan tontonan yang kita lihat adalah bukti hadirnya imperialisme.

Imperialisme berarti hegemoni politik, ekonomi, dan budaya yang dijalankan suatu bangsa atas bangsa lain. Kata ini biasanya mengacu pada imperialisme budaya atau imperialisme media yang mencerminkan keprihatinan mengenai bagaimana perangkat keras dan perangkat lunak komunikasi digunakan oleh negara-negara adikuasa untuk memaksakan nilai dan agenda politik, ekonomi, dan budaya mereka pada bangsa dan budaya yang kalah kuat. Imperialisme media merupakan salah satu istilah yang berhubungan dengan imperialisme budaya. Media memainkan peranan penting dalam menghasilkan kebudayaan dan mempunyai peranan yang besar sekali dalam proses imperialisme budaya.

Teori imperialisme budaya ini pertama kali dikemukakan oleh ekonom politik dari Amerika, Herbert Schiller pada tahun 1969. Gagasan yang mendasari teori ini adalah peranan media dalam pembangunan nasional. Media dapat membantu modernisasi dengan memperkenalkan nilai-nilai barat yang dilakukan


(60)

dengan cara mengorbankan nilai-nilai tradisional sehingga mengakibatkan hilangnya keaslian budaya lokal. Nilai-nilai yang diperkenalkan itu adalah nilai-nilai kapitalisme dan karenanya proses imperialistik dilakukan secara sengaja, atau disadari dan sistematis, yang menempatkan negara yang sedang berkembang dan lebih kecil dibawah kepentingan kapitalistik yang lebih dominan khususnya Amerika Serikat (McQuail, 1994: 99).

Beberapa gejala yang menandakan keadaan suatu negara yang telah terkena imperialisme budaya:

1. Pengalaman negara-negara maju dalam bidang ilmu dan teknologi tentang media massa selama puluhan tahun telah menyebabkan anggapan bahwa hanya ada satu macam arus informasi yang sudah dianggap normal dan yang hanya satu-satunya membawa yang tidak pernah berubah yang diproduksi oleh segelintir orang namun diterima oleh semua khalayak, yang dimaksud dengan munculnya upaya-upaya seperti memperbanyak jumlah koran, pesawat televisi, radio, atau bioskop terutama pada negara-negara berkembang tanpa menyadarinya.

2. Adanya arus satu arah dalam komunikasi pada dasarnya adalah pencerminan struktur ekonomi dan politik dunia yang cenderung untuk memelihara dan memperkuat ketergantungan negara miskin kepada negara kaya.

3. Hegemoni dan dominasi tersebut terbukti pada ketidakpedulian media negara maju terutama barat terhadap keluhan dan keinginan negara berkembang. Dasarnya adalah kekuatan teknologi, kultural, industri, dan


(61)

keuangan yang mengakibatkan hampir semua negara berkembang jatuh menjadi konsumen informasi (Purba, Amir, 2006: 88-89).

Berdasarkan garis besar dari dalil Schiller (1976), ada beberapa konsep pokok dari imperialisme budaya, yaitu:

1. Sistem dunia modern

Merupakan konsep sederhana yang menunjukkan kapitalisme. 2. Masyarakat

Konsep sederhana yang menunjukkan beberapa negara atau masyarakat dalam batas geografi tertentu yang akan dikembangkan.

3. Sistem pusat yang mendominasi

Menunjukkan negara-negara maju atau dalam diskursus arus informasi internasional disebut sebagai negara pusat atau kekuatan barat.

4. Struktur dan nilai

Menunjukkan kebudayaan atau organisasi dari negara yang berkuasa ke negara yang sedang berkembang (Yohana, 2009: 36).

Setelah meninjau seluruh penafsiran yang berbeda dari imperialisme budaya. Maka jelas terlihat bahwa intisari dari imperialisme budaya adalah dominasi oleh suatu negara kepada negara lainnya. Hubungannya bisa tak langsung atau langsung berdasarkan pengawasan ekonomi politik. Pertukaran informasi antara bangsa-bangsa merupakan manifestasi dari imperialisme budaya.

Walaupun dari teori-teori dan penjelasan yang telah dipaparkan di atas lebih tampak bahwa Amerika Serikat sebagai negara adidaya melakukan imperialisme budaya ke negara-negara dunia ketiga tetapi tak dapat dipungkiri


(62)

budaya Asia yang saat ini lebih banyak condong ke budaya Korea juga secara langsung dan tidak langsung juga terpengaruh dari budaya barat, tetapi tentu saja dengan pemodofikasian yang sesuai dengan ciri anak muda Asia.

II.7 Perilaku Manusia

Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berperilaku dalam segala aktivitas. Perilaku mempunyai arti yang konkrit daripada jiwa, karena lebih konkrit, perilaku lebih mudah dipelajari daripada jiwa dan melalui perilaku dapat dikenal jiwa seseorang. Karakteristik perilaku ada yang terbuka dan ada yang tertutup. Perilaku terbuka adalah perilaku yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu. Perilaku tertutup adalah perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan menggunakan alat atau metode tertentu misalnya berpikir, sedih, berkhayal, bermimpi, dan takut. Jadi, perilaku timbul karena dorongan dalam rangka pemenuhan kebutuhan. Perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan. Perilaku dikatakan wajar apabila ada penyesuaian diri yang harus diselaraskan manusia sebagai makhluk individu, sosial, dan berketuhanan.

Perilaku manusia tidak terjadi secara sporadis (timbul dan hilang pada saat-saat tertentu), tetapi selalu ada kelangsungan (kontinuitas) antara satu perbuatan dengan perbuatan berikutnya. Perilaku manusia tidak pernah berhenti


(63)

pada suatu saat. Perbuatan yang dulu merupakan persiapan perbuatan yang kemudian merupakan kelanjutan perbuatan sebelumnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia (Dahlius, 2009: 31): 1. Keturunan

Diartikan sebagai pembawaaan yang merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, atau biasa disebut heredity.

2. Lingkungan

Diartikan sebagai miliu, environment, nature. Lingkungan dalam arti psikologi adalah segala apa yang berpengaruh pada individu dalam berperilaku.

Moh. Surya mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu: 1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intentional)

Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar.

2. Perubahan yang berkesinambungan (continue)

Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap, dan keterampilan


(64)

yang telah diperoleh itu akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan berikutnya.

3. Perubahan yang fungsional

Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.

4. Perubahan yang bersifat positif

Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menunjukkan ke arah kemajuan.

5. Perubahan yang bersifat aktif

Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan.

6. Perubahan yang bersifat permanen

Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya.

7. Perubahan yang bertujuan dan terarah

Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. 8. Perubahan perilaku secara keseluruhan

Perubahan perilaku bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya (Dahlius, 2009: 33).


(65)

II.7.1 Pengaruh Televisi dalam Perubahan Perilaku Remaja

Remaja merupakan penggemar film, sinetron, dan drama televisi. Penayangan film, sinetron, maupun acara drama pada siang, sore, dan malam hari membawa perubahan pola kehidupan remaja, terutama menyangkut masalah perilaku yang sudah mapan di masyarakat.

Sebelum pengaruh televisi mengubah tatanan masyarakat, pola kehidupan sehari-hari remaja dapat terlihat jelas yakni pagi sekolah, siang/sore membantu orang tua, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler maupun privat. Sedangkan malam hari belajar. Namun kenyataan ini harus sirna dengan adanya televisi. Keberadaan televisi relatif menjadi dasar bagi perubahan tatanan perilaku remaja. Kegemaran mereka dalam berbagai hal semakin hilang, disebabkan munculnya hal-hal baru dengan melihat tayangan-tayangan yang mereka lihat di televisi. Perubahan pada disiplin tidak bisa dihindari. Sebab mereka mulai berani untuk tidak masuk sekolah dan mengikuti pelajaran di sekolah. Bagi mereka tidak menonton berarti tidak akan cerita dengan teman-temannya. Dan mereka tidak mau jika dikatakan ketinggalan informasi. Salah satu keluhan orang tua terhadap anak-anaknya dengan munculnya acara-acara yang digemari adalah semakin jarangnya mereka membaca.

Budaya pop dalam menonton televisi ini telah mengagungkan, bahkan memuja keluarga-keluarga yang tidak ada dalam kehidupan nyata. Ketika menjabat sebagai presiden, George Bush (Sr) pernah berkata, “Saya menginginkan keluarga-keluarga di Amerika menjadi seperti Keluarga Walton, atau paling tidak seperti Keluarga Simpson”. Presiden Bush menyadari bahwa


(66)

sistem yang dia pimpin telah menciptkan monster yang sangat berbahaya bagi keluarga. Inilah salah satu contoh kontradiksi kapitalisme. Budaya, baik itu bersifat populer atau ilmiah, sangat berpengaruh pada nilai-nilai keluarga. Sementara itu, budaya mendapatkan pengaruh kuat dari sistem pemerintahan yang berjalan saat ini (Fredericks, 2004: 267).


(67)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

III.1.1 Sejarah dan Perkembangan SMAN 1 Medan

Dulunya Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Medan adalah sekolah HBS-VHO yang pada tahun 1949 berada di Jalan Seram. Sekolah ini awalnya adalah sekolah setingkat SMA yang terdiri dari orang-orang Indonesia yang pro Belanda. Sedangkan bagi orang-orang Indonesia yang pro-republiken, mereka memilih sekolah yang bernama Ivoorno yang terletak di Jalan Thamrin. Sekolah ini juga disebut SMA Kesatria dibawah pimpinan Tuan Muhammad Nuh. Kemudian sekolah ini dipinjam oleh SMA yang pro Indonesia, yang setelah itu disebut Sekolah Darurat dengan pimpinan Tuan Ismail Daulay. Disekolah inilah banyak orang Indonesia yang bersekolah.

Pada Agustus 1950, murid SMA Darurat pindah ke gedung HBS-VHO. Disini jenjang sekolah dimulai dari kelas 1. Diawal-awal kepindahan sekolah terdapat dua kepala sekolah yang menjabat yaitu, Kepala Sekolah VHO (nama tidak ingat) dan Kepala Sekolah SMA Darurat (Tuan Ismail Daulay). Pada tahun ini juga, kedua SMA tersebut (termasuk guru-gurunya) bergabung ke dalam satu sekolah yang bernama SMA 1 dengan Syarif sebagai kepala sekolah pertama. Kemudian kepemimpinan beralih kepada Palit D. Harahap dan kemudian dilanjutkan lagi oleh Rondang sebagai kepala sekolah definitifnya.


(68)

Beberapa tahun selanjutnya sekolah ini pecah menjadi dua bagian yaitu bagian A dan bagian B. Bagian B menjadi SMA 2 dan SMA 3 dan bagian A menjadi SMA Teladan, yang selanjutnya pindah ke Jalan Cik Ditiro kemudian berganti nama kembali menjadi SMA 1 Medan.

Setelah melewati puluhan tahun akhirnya SMAN 1 Medan telah terdaftar sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Dengan Kepala Sekolah Dra. Hj. Rebekka Girsang, SMAN 1 Medan telah berkembang mengikuti kemajuan teknologi. Sekarang sekolah ini telah mempunyai beberapa fasilitas seperti:

• Pembelajaran di kelas dengan menggunakan komputer dan proyektor.

• Ruang komputer dengan 50 unit komputer dan fasilitas internet.

• Kelas internasional terdiri dari kelas X yang fasilitas setiap siswa memiliki laptop, kelas XI dan XII masing-masing siswanya memiliki satu komputer yang juga dapat langsung akses internet setiap hari.

• Mushola yang luas sehingga dapat menampung ratusan jamaah untuk shalat.

• Kantin yang luas, lengkap, dan higienis.

• Pembelajaran beberapa bahasa asing seperti bahasa Inggris, bahasa Mandarin, bahasa Jepang, dan bahasa Jerman.

• Pengembangan diri siswa melalui berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti Olahraga Prestasi (OP), bela diri karate, pramuka, paskhas, Sanggar Seni Smansa (SSS), Teater ‘Rawit’ SMANSA, Pecinta Alam dan Lingkungan


(1)

16.Apakah Anda hanya mencukupkan diri untuk mengenal budaya dan gaya hidup Korea dari menonton tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar saja?

1. Sangat mencukupkan diri 2. Mencukupkan diri

3. Kurang mencukupkan diri 18

4. Tidak mencukupkan diri

17.Apakah Anda ingin mengetahui lebih dalam mengenai budaya dan gaya hidup Korea ketika menonton tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar? 1. Sangat ingin

2. Ingin

3. Kurang ingin 19

4. Tidak ingin

18.Jika Anda ingin mengetahui budaya dan gaya hidup Korea, bagaimana cara yang sering Anda lakukan?

No. Media yang Digunakan SS S J TS

1. Lewat media elektronik

(tv, internet, dsb)

20 2. Lewat media cetak

(buku, majalah, dsb) 21

3. Cerita dari teman

22 4. Kombinasi 1, 2, dan 3

23 Lain-lain (sebutkan):


(2)

19.Apakah Anda suka meniru budaya dan gaya hidup orang Korea, khususnya gaya berpenampilan seperti model rambut, gaya berpakaian, aksesoris, dan sebagainya?

No. Gaya Berpenampilan SS S J TS 1. Model rambut

25 2. Gaya berpakaian

26 3. Aksesoris

27 4. Lain-lain (sebutkan):

………... 28

20.Apakah menurut Anda dengan menonton tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar dapat mempengaruhi perilaku Anda dalam hal berpenampilan, gaya hidup, dan sebagainya?

1. Sangat mempengaruhi 2. Mempengaruhi

3. Kurang mempengaruhi 29

4. Tidak mempengaruhi

21.Apakah Anda setuju apabila kita mengikuti gaya hidup Korea yang saat ini sedang trend?

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 30


(3)

22.Setujukah Anda bila tayangan Drama Asia (Korea) sering menampilkan tentang perilaku masyarakat Korea yang tidak baik seperi ngedrugs dan ‘minum-minum’ sebagai suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari gaya hidup?

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 31

4. Tidak setuju

23.Bagaimana pendapat Anda tentang budaya populer Korea (Hallyu) yang telah masuk ke berbagai negeri di dunia khususnya Indonesia?

……… ……… ………

24.Bagaimana menurut Anda penayangan Drama Asia (Korea) yang bagus dan sesuai untuk budaya Indonesia?

……… ……… ………


(4)

Raw Data Terpaan Tayangan Drama Asia (Korea) dan Perilaku Budaya Populer X (Terpaan Tayangan Drama Asia (Korea)) Y (Perilaku Budaya Populer)

15 38

15 39

27 49

21 54

23 59

20 46

13 35

17 41

17 39

22 52

16 43

14 27

13 30

20 39

9 22

9 26

19 34

21 39

9 18

23 57

24 41

26 51

26 57

22 57

15 32

22 36

14 29

13 27

15 26

17 41

12 18

23 42

17 39

20 40

13 21

19 43

14 34

13 40

13 30

13 31

17 43


(5)

14 29

13 43

17 35

19 36

16 40

22 40

22 54

27 47

23 48

15 20

16 27

12 37

14 31

15 38

13 27

17 37

16 32

17 42

17 33

19 25

21 46

25 52

10 20

12 29

14 21

17 34

12 36

17 31

23 32

16 45

14 32

15 24

13 22

20 41

24 38

22 39

19 34

15 25

21 32

18 39

10 22


(6)

BIODATA DATA PRIBADI

Nama : Yuliyati Jamilah

NIM : 070904045

Tempat/Tanggal/Lahir : Medan, 15 Juli 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Kopi Raya II No. 32 Simalingkar, Medan

Agama : Islam

No. HP : 085362555687

Email

Motto : Katakanlah kebenaran itu walaupun pahit dan sulit PENDIDIKAN

TK : TK. BHAYANGKARI, Pekanbaru

SD : KARTIKA 1-9, Pekanbaru

SMP : NEGERI 4, Pekanbaru

SMA : NEGERI 1, Pekanbaru

PERGURUAN TINGGI : Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU KELUARGA

Orang tua : Mustiyono (Bapak) Chikmatunnisa’ (Ibu)

Alamat : Perum Villa Mas Utama Jl. Utama Blok B1 No.7 Pekanbaru, Riau

Anak ke : 4 dari 6 bersaudara Saudara kandung : Ikka Ratri Ningrum

Faiz Dwi Prastowo Yuliyani Rizkiyah

Khusnul Khatimah Syah Putri Dimas Haryono Syah Putra


Dokumen yang terkait

Majalah Hijabella dan Gaya Hidup Dalam Mengimitasi Budaya Populer Berhijab (Studi Korelasi Pada Mahasiswi di Kota Medan)

0 60 167

Televisi Dan Budaya Populer (Studi Korelasional Pengaruh Terpaan Tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar terhadap Perilaku Budaya Populer di Kalangan Siswa/i SMAN 1 Medan)

1 33 137

Pengaruh Tayangan Televisi terhadap Sikap (Studi Korelasional Pengaruh Acara Dahsyat di Stasiun Televisi RCTI Terhadap Sikap Mahasiswa FISIP USU)

2 46 133

Budaya Organisasi Dan Kinerja Karyawan (Studi Korelasional tentang Hubungan Budaya Organisasi Perusahaan terhadap Kinerja Karyawan di PT Indomarco Prismatama Cabang Medan)

20 188 110

Daya Tarik Trend Fashion Korea Sebagai Budaya Populer Di Kalangan Mahasiswa Kota Bandung

0 6 1

Majalah Hijabella dan Gaya Hidup Dalam Mengimitasi Budaya Populer Berhijab (Studi Korelasi Pada Mahasiswi di Kota Medan)

0 0 36

Majalah Hijabella dan Gaya Hidup Dalam Mengimitasi Budaya Populer Berhijab (Studi Korelasi Pada Mahasiswi di Kota Medan)

0 0 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu - Majalah Hijabella dan Gaya Hidup Dalam Mengimitasi Budaya Populer Berhijab (Studi Korelasi Pada Mahasiswi di Kota Medan)

0 0 43

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Majalah Hijabella dan Gaya Hidup Dalam Mengimitasi Budaya Populer Berhijab (Studi Korelasi Pada Mahasiswi di Kota Medan)

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budaya Massa Dan Budaya Populer - Budaya Pop Lagu Korea di Medan Sumatera Utara (Studi Deskriptif : Pada Komunitas Cassiopeia Medan)

0 0 10