NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI.
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia secara geologis berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif, lempeng Indo-Australia di bagian selatan, lempeng Eurasia di bagian Utara, dan lempeng Pasifik di sebelah Timur. Aktivitas antar lempeng tersebut menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang memiliki aktifitas kegunungapian dan kegempabumian yang cukup tinggi. Indonesia tidak mungkin lepas dari gempa bumi. Gempa dapat terjadi di semua daerah yang di lalui jalur lempeng tersebut. Lempeng bumi bertemu dan berbenturan mengakibatkan banyak daerah rawan terhadap bencana gempa dan tsunami.
Sejarah mencatat, dalam waktu setengah abad terakhir ini puluhan gempa serta tsunami melanda kawasan pesisir Indonesia. Data menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai tingkat kegempaan yang tinggi. Berdasarkan sejarah penelitian geologi dalam Kompas (2005: 3) menyatakan catatan siklus seismik gempa berskala 9,0 skala ritcher sekitar zona subduksi di lepas pantai barat. Gempa yang terjadi akibat interaksi antar lempeng ini nantinya dapat menimbulkan gelombang tsunami. Ditegaskan oleh Budiman dan Subandono (2007: 7) tsunami yang terjadi di Indonesia, sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif yang memanjang dari Papua sampai Pulau Sumatra. Tsunami sendiri mulai banyak dibicarakan masyarakat setelah tsunami terjadi di Aceh. Bencana tsunami yang terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan sebagian Sumatra Utara disebabkan adanya gempa bumi tektonik. Gempa dahsyat tahun 2004 bukanlah gempa pertama yang melanda Aceh. Sejarah mencatat pada tahun 1381, tahun 1603, dan tahun 1833 terjadi gempa bumi dengan kekuatan besar di Aceh. Berikut tabel 1.1 berkenaan bencana gempa dan tsunami di Indonesia.
(2)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
TABEL 1.1: Bencana gempa dan tsunami di Indonesia
Tanggal Lokasi
Kekuatan
(skala Richter) Korban Jiwa 23 Februari 1969 Pantai Barat
sulawesi
- 64 orang tewas, 97 luka-luka
19 Agustus 1977 Sumba - 150 orang tewas
12 Desember 1992 Pulau Flores 7,5 1000 orang tewas 2 Juni 1994 Banyuwangi,
Jawa Timur
7,2 238 jiwa tewas dan 400 lainnya luka-luka
17 Februari 1996 Pulau Biak, Irian Jaya
8,2 100 orang
luka-luka dan 10.000 lainnya mengungsi 3 November 2002 Kabupaten
Simeulu, Aceh
5,3 7743 jiwa
mengungsi 26 Desember 2004 Aceh dan
Sumatra Utara
9,0 Hingga 30
Desember korban tewas tercatat sedikitnya 53.518 jiwa
Sumber: Kompas (2005: 15)
Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki kerentanan yang tinggi terhadap bencana gempa dan tsunami. Pola tektonik wilayah Aceh dikontrol oleh pola tektonik di Samudera Hindia. Menurut Danny dalam Kompas (2005: 9):
Samudera Hindia berada di atas lempeng samudera (Indian – Australian Plate), yang bergerak ke utara dengan kecepatan 6–8 cm per tahun. Pergerakan ini menyebabkan Lempeng India – Australia menabrak lempeng benua Eropa – Asia. Di bagian barat, tabrakan ini menghasilkan Pegunungan Himalaya; sedangkan di bagian timur menghasilkan penunjaman (subduction), yang ditandai dengan palung laut Java Trench membentang dari Teluk Benggala, Laut Andaman, selatan Pulau Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara, hingga Laut Banda di Maluku.
(3)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Permasalahan yang terjadi dengan kompleksnya kondisi geologis ini masyarakat Aceh belum siap terhadap setiap ancaman bencana yang akan dihadapi. Melihat pada bencana gempa dan tsunami yang menerjang Aceh pada tahun 2004 lebih dari 200.0000 orang tewas dan puluhan ribu jiwa dinyatakan hilang. Jika dilihat kembali sebelum gempa dan tsunami tahun 2004 melanda kawasan pesisir Aceh, masyarakat belum mengenal apa itu tsunami, sehingga ketika air mulai surut masyarakat mulai memungut ikan, tanpa mengetahui bahaya yang akan dihadapi selanjutnya. Belum lagi rumah-rumah yang tidak dapat dijadikan tempat berlindung dari dahsyatnya gempa dan tsunami yang menerjang. Hal ini memunculkan fakta betapa ketidakkokohan keamanan bangunan rumah tinggal dan bangunan publik di tanah Rencong ini. Hal ini ditegaskan oleh Sri Mulyani dalam Budiman dan Subandono (2007: 126) menuliskan rumah dan gedung yang rusak akibat gempa dan tsunami mencapai 1,3 juta unit. Angka ini menunjukkan kerusakan yang sangat fantastis pada suatu daerah yang memang memiliki kerentanan wilayah yang tinggi terhadap bencana gempa dan tsunami. Nasution. S (2006: 44) mengungkapkan pengabaian terhadap bahaya gempa sering merupakan penyebab besarnya kerugian yang dialami pada suatu bencana gempa. Padahal suatu konstruksi tahan gempa hanya memerlukan biaya 2%-7% lebih besar dibandingkan dengan konstruksi biasa.
Masyarakat Aceh sendiri sebenarnya telah memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang jika dikaji dan dimaknai telah mengajarkan masyarakat untuk siap dalam menghadapi bencana. Jika dikaji dan dimaknai beberapa kearifan lokal tersebut sebetulnya telah mengajarkan masyarakat untuk siap dalam menghadapi bencana. Salah satu buktinya adalah konsep arsitektur tradisional rumah adat Aceh yang disebut Rumoh Aceh. Rumoh Aceh dilihat secara kasat mata telah memiliki nilai-nilai dalam menghadapi mitigasi bencan gempa dan tsunami. Rumah berbentuk panggung ini dibangun di atas tiang-tiang setinggi 2,50 sampai lima (5,00) meter dari tanah sehingga jarak antara tanah ke lantai rata-rata mencapai dua sampai tiga meter. Konstruksi ini mengingatkan kita akan arsitektur
(4)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
mesjid, serupa denga Rumoh Aceh mesjid dibuat mengikuti desain bangunan yang ramah bencana. Tiang-tiang mesjid terbuat dari kolom silinder yang lebih hidrodinamis dan memiliki bidang benturan yang lebih kecil sehingga mengurangi resiko kerusakan akibat tekanan. Selain itu, bangunan mesjid tersebut juga dibuat sedemikian rupa sehingga kondisinya terbuka sama sekali. Hal ini membuat energi laut yang sangat besar itu tidak tertahan oleh bangunan. Artinya tsunami dapat lewat secara lebih leluasa. Dengan demikian dapat megurangi beban horizontal pada struktur yang menjadikan bangunan secara keseluruhan tidak mengalami gangguan.
Weuraya merupakan salah satu wilayah di Aceh yang mengalami dampak tsunami sangat parah. Menurut penuturan salah seorang saksi mata yang merupakan salah satu korban tsunami mengemukakan Rumoh Aceh yang berjarak kira-kira dua kilometer dari bibir pantai masih berdiri dengan kokoh, dibandingkan dengan rumah-rumah lainnya yang mengalami kerusakan. Namun yang disayangkan terdapat suatu gambaran yang menyedihkan, dimana Rumoh Aceh yang selamat dari terjangan tsunami dibongkar dan dijadikan rumah beton standar. Hal ini menunjukkan spirit dan ruh ke-Acehan-an Aneuk Nanggroe semakin lama semakin memudar. Sehingga nilai-nilai tradisional telah dilupakan dimana keseharian masyarakat semakin diwarnai oleh nilai-nilai asing.
Kearifan lokal telah mengajarkan banyak hal tentang memitigasi diri dalam menghadapi bencana. Hal ini ditegaskan oleh Watson dalam ISDR (2009:32) bahwa ketika yang tradisional digeser oleh yang modern, masyarakat dapat menjadi lebih rentan terhadap bencana. Modernisasi merupakan faktor penyebab semakin berkurangnya arsitektur tradisional. Syamsidar (1991:1) menegaskan arsitektur tradisional adalah suatu unsur kebudayaan yang bertumbuh dan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan suatu suku bangsa. Karena itu arsitektur tradisional merupakan merupakan salah satu dari suatu pendukung kebudayaan, setiap daerah akan memiliki kebudayaan sendiri yang menjadi identitas daerah tersebut. Setiap daerah memiliki bentuk arsitektur yang berbeda
(5)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Hal ini ditegaskan dalam pemaparan ISDR (Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana), ada empat argumen dasar yang mendukung pentingnya kearifan lokal yaitu:
1. Berbagai praktik dan strategi spesifik masyarakat asli yang terkandung di dalam kearifan lokal, yang telah terbukti sangat berharga dalam menghadapi bencana-bencana alam, dapat ditransfer dan diadaptasi oleh komunitas-komunitas lain yang menghadapi situasi serupa.
2. Pemaduan kearifan lokal ke dalam praktik-praktik dan kebijakan yang ada akan mendorong partisipasi masyarakat yang terkena bencana dan memberdayakan para anggota masyarakat untuk mengambil peran utama dalam semua kegiatan pengurangan risiko bencana.
3. Informasi yang terkandung di dalam kearifan lokal dapat membantu meningkatkan pelaksanaan proyek dengan memberikan informasi yang berharga tentang konteks setempat.
4. Cara penyebarluasan kearifan lokal yang bersifat non-formal memberi sebuah contoh yang baik untuk upaya pendidikan lain dalam hal pengurangan risiko bencana.
Hal di atas menjelaskan jika nilai-nilai budaya dalam kearifan lokal tetap dipertahankan maka program pendidikan mitigasi bencana akan berjalan dengan sendirinya karena telah menjadi budaya dalam masyarakat. Mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan pada semua tindakan yang bertujuan mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang. Mitigasi bencana mencakup perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko yang terkait dengan bahaya karena ulah manusia dan bahaya alam yang sudah diketahui, dan proses perencanaan untuk respon yang efektif terhadap bencana yang benar-benar terjadi.
Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri RI No. 131 Tahun 2003, mitigasi adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi dan memperkecil akibat akibat yang ditimbulkan oleh bencana, yang meliputi kesiapsiagaan serta penyiapan kesiapan fisik, ataupun non fisik kewaspadaan dan kemampuan. Kegiatan kesiapsiagaan antara lain berupa pelatihan atau pembelajaran untuk menyiapkan diri pada saat bencana terjadi. Sejalan dengan tujuan strategis Badan
(6)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Nasional Penanggulangan Bencana (2010:11) dalam meningkatan kemampuan penanggulangan bencana dapat melalui:
1. Penguatan kapasitas aparatur pemerintah dan masyarakat dalam usaha mitigasi risiko bencana serta penanganan bencana
2. Pembentukan tim gerak cepat (unit khusus penanganan bencana) dengan dukungan
3. Peralatan dan alat transportasi yang memadai dengan basis di dua lokasi strategis (Jakarta dan Malang) yang dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Mitigasi ibarat payung sebelum hujan. Budaya mitigasi berbasis kearifan lokal seharusnya dibangun sejak dini dalam diri setiap elemen masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang berbudaya sehingga dapat meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi dibangun bukan hanya sebagai sistem peringatan dini tetapi menjadi sebuah budaya yang melekat dalam perilaku masyarakat. Salah satu cara yang dapat dilakukan antara lain adalah melalui pembekalan kepada masyarakat baik melalui pendidikan di bangku sekolah maupun pelatihan kepada masyarakat umum
Untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai budaya serta kearifan lokal yang terdapat di setiap daerah salah satu caranya adalah melalui pendidikan. John A. Laska dalam Knight. C (2007:15) merumuskan pendidikan sebagai upaya sengaja yang dilakukan pelajar yang disertai orang lainnya untuk mengontrol atau memandu, mengarahkan, mempengaruhi dan mengelola situasi belajar agar dapat meraih hasil belajar yang diinginkan. Senada dengan Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab I, mendefinisikan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan kiranya dapat dilihat sebagai bagian dari suatu rangkaian belajar. Proses pembelajaran itu sendiri harus memberi kesan mendalam bagi
(7)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
siswa agar siswa dapat mengaplikasikan hasil proses belajar dalam kehidupannya. Untuk memberi kesan tersebut diperlukan media, model, metode dan sumber belajar yang sesuai. Sumber belajar merupakan alat yang memfasilitasi peserta didik untuk belajar, namun kenyataannya pendidikan dewasa ini tidak memanfaatkan benda-benda pada lingkungan sekitar sebagai sumber pengetahuan. Para pendidik sering memberikan contoh hal-hal yang sifatnya tidak dapat dilihat langsung oleh peserta didik, sedangkan idealnya peserta didik seharusnya mengetahui secara mendalam berkenaan dengan lingkungan terdekatnya kemudian baru meluas. Kearifan lokal arsitektur Rumoh Aceh ini dapat dijadikan salah satu sumber belajar mitigasi bencana gempa dan tsunami pada siswa yang dapat dilihat langsung di lingkungan sekitar oleh peserta didik.
Pada penelitian ini akan dikaji secara lebih jauh nilai-nilai yang terkandung dalam arsitektur Rumoh Aceh dan memanfaatkannya sebagai sumber belajar dalam sebuah penelitian yang berjudul “Nilai-Nilai Kearifan Lokal Arsitektur Rumoh Aceh sebagai Sumber Belajar Mitigasi Bencana pada Mata Pelajaran Geografi“.
B. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada nilai-nilai kearifan lokal arsitektur Rumoh Aceh ditinjau dari mitigasi bencana gempabumi dan tsunami serta perannya sebagai sumber belajar geografi di SMA dengan judul “Nilai-Nilai Kearifan Lokal Arsitektur Rumoh Aceh sebagai Sumber Belajar Mitigasi Bencana pada Mata Pelajaran Geografi”. Aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian ini adalah : 1. Deskripsi nilai-nilai kearifan lokal pada arsitektur Rumoh Aceh dalam
mitigasi gempa dan tsunami.
2. Tingkat pemahaman masyarakat Aceh tentang kearifan lokal dalam arsitektur Rumoh Aceh pada mitigasi bencana gempa dan tsunami.
(8)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
3. Merumuskan satuan sumber pembelajaran mitigasi bencana gempab dan tsunami pada mata pelajaran geografi yang memanfaatkan nilai-nilai kearifan lokal arsitektur Rumoh Aceh.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian maka permasalahan umum pada penelitian ini adalah “Apa saja nilai-nilai yang terdapat dalam kearifan lokal arsitektur Rumoh Aceh sebagai sumber belajar mitigasi bencana pada mata pelajaran geografi”. Rumusan masalah tersebut dijabarkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimanakah nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung pada arsitektur Rumoh Aceh dalam mitigasi bencana gempa dan tsunami?
2. Bagaimanakah pandangan masyarakat terhadap nilai-nilai kearifan lokal arsitektur Rumoh Aceh dalam mitigasi bencana bencana gempa dan tsunami ? 3. Bagaimanakah pemanfaatan nilai-nilai kearifan lokal arsitektur Rumoh Aceh
pada pengembangan sumber belajar mitigasi bencana ?
D.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan arsitektur Rumoh Aceh dalam kesiapan menghadapi bencana gempa dan tsunami.
2. Mendeskripsikan nilai-nilai arsitektur Rumoh Aceh sebagai kearifan lokal dalam mitigasi bencana bencana gempa dan tsunami.
3. Mengidentifikasi sejauh mana peran kearifan arsitektur Rumoh Aceh dalam menghadapi bencana gempa dan tsunami.
4. Menganalisis pandangan masyarakat terhadap nilai-nilai kearifan arsitektur Rumoh Aceh dalam mitigasi bencana gempa dan tsunami.
5. Mengidentifikasi nilai-nilai kearifan arsitektur Rumoh Aceh untuk pengembangan sumber belajar mitigasi bencana gempa dan tsunami.
(9)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
E. Klarifikasi Konsep 1. Kearifan Lokal
Pengertian Kearifan Lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia, terdiri dari 2 kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat dan wisdom sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain maka kearifan lokal dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai pandangan-pandangan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Hal ini ditegaskan oleh Suyami dkk (2005: 23) yang menjelaskan kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan yang melahirkan perilaku hasil dari adaptasi mereka terhadap lingkungan.
2. Sumber Belajar
Sumber belajar adalah salah satu komponen dalam penyususunan desain instruksional. Rohani (1997: 101) mengungkapkan sumber belajar memerlukan fasilitas alat dan bahan yang memungkin guru dapat menyusun dan mengembangkan program sesuai dengan keadaan strategi yang diciptakannya Paparan tersebut menjelaskan segala macam sumber yang ada di luar diri peserta didik yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar.
3. Mitigasi Bencana
Mitigasi adalah suatu bentuk tindakan dalam mengurangi pengaruh bahaya. Coburn dkk (1994:14) menekankan bahwa“bahaya-bahaya dari bencana harus dipahami”, pemahaman bahaya-bahaya mencakup memahami tentang bagaimana bahaya itu muncul, kemungkinan terjadinya dan besarnya, mekanisme fisik kerusakan, elemen-elemen dan aktivitas-aktivitas yang paling rentan terhadap konsekuensi kerusakan.
(10)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Dapat memberikan masukan bagi peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai mitigasi dan masukan bagi upaya penguatan lembaga adat agar tetap melestarikan kearifan lokal untuk menanamkan kesiapan dalam menghadapi bencana.
2. Dapat memberikan masukan kepada pemegang kebijakan agar dapat menjaga dan melestarikan nilai-nilai kearifan lokal untuk mensinergikan dengan peraturan daerah, agar memiliki kekhasaan tersendiri dalam menghadapi bencana.
3. Dapat menjadi bahan masukan bagi dunia pendidikan, terutama para pendidik geografi untuk memanfaatkan kearifan arsitektur Rumoh Aceh sebagai sumber belajar mitigasi bencana gempa dan di Kota Banda Aceh. Dengan demikian pembelajaran geografi akan lebih kontekstual yaitu lebih mendahulukan lingkungan terdekat sebagai sumber dan materi pembelajaran dapat dilaksanakan.
4. Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pendidik kelas khususnya pada pelajaran geografi pada Sekolah Menengah Atas di Aceh, untuk lebih mengembangkan materi pembelajaran untuk pendidikan dalam geografi. Dan mendorong motivasi peserta didik untuk terus memanfaatkan kearifan lokal arsitektur Rumoh Aceh dalam meningkatkan pemahaman mitigasi bencana agar selalu hidup dan bermaknn dengan tidak kehilangan kekhasan daerah Aceh sendiri.
(11)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Mulyana (2006: 145) menjelaskan metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban terhadap topik penelitian yang. Sedangkan penelitian menurut Surakhmad (2004: 53) dapaat dipandang sebagai alat bagi setiap orang yang bermaksud untuk mencari kebenaran yang bersifat objektif dalam ukuran ilmiah. Hal tersebut menjelaskan metode penelitian adalah suatu proses ataupun prosedur yang digunakan untuk mendapatkan kebenaran terhadap suatu permasalahan yang ada. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Menurut Sugiyono (2012: 283) penggunaan metode ini dikarenakan dalam penelitian kualitatif masalah masih bersifat sementara tentatif, dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan. Penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Hal tersebut menjelaskan permasalahan dalam penelitian kualitatif kompleks dan dinamis sehingga tidak mungkin data pada situasi tersebut dianalisis dengan kuantitatif. Hal ini ditegaskan oleh Creswell (2009:4) :
Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan.
Pengkajian data dalam penelitian ini bersifat kualitatif verifikatif yang akan dituangkan dalam bentuk uraian. Penelitian kulitatif verifikatif merupakan sebuah upaya pendekatan induktif terhadap seluruh proses penelitian yang akan dilakukan. Menurut Bungin (2007: 70) format penelitian kualitatif verifikatif lebih
(12)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
banyak mengkonstruksi format penelitian dan strategi memperoleh data di lapangan sehingga format penelitiannya menganut model induktif.
Inti dari metode ini masih menurut Bungin (2007: 71) adalah sebagai berikut: 1. Secara ontologis, postpositivisme bersifat critical realism yang
memandang realitas sosial memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetap suatu hal yang mustahil apabila suatu realitas sosial dapat dilihat oleh manusia
2. Secara metodologis, pendekatan eksperimental melalui observasi tidaklah cukup untuk menemukan kebenaran data, tetapi sumber data, peneliti dan teori.
3. Secara epistemologis, hubungan antara pengamat atau peneliti dengan objek atau realitas sosial yang diteliti tidaklah dapat dipisahkan.
Penenelitian ini tentunya akan mengkaji dan menggali nilai-nilai yang terdapat dalam kearifan arsitektur Rumoh Aceh. Pada prakteknya peneliti akan mencari informasi pada para petua dan para pemilik Rumoh Aceh yang berkenaan dengan nilai-nilai yang terdapat pada Rumoh Aceh. Sebagai proses penelitian kebudayaan maka berbaurnya peneliti dengan masyarakat yang diteliti adalah hal yang tidak bisa dihindarkan, sehingga kakuratan data yang diperoleh bisa relatif terjaga.
B. Jenis Data Penelitian
Data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian. Bungin (2010:103) menjelaskan data kualitatif diungkapkan dalam bentuk kalimat serta uraian-uraian bahkan dapat berupa cerita pendek. Merujuk dari pandangan Holbrook dan Atkinson dalam Maryani (2005: 60) berbicara tentang data tidak dapat mengabaikan languange, knowledge and power. Konsep languange terkait dengan tekstualisasi, knowledge dengan perspektif, dan power dengan kebermaknaan data penelitian sebagai landasan empiris dalam usaha memanfaatkan hasil penelitian bagi peningkatan kualitas kehidupan. Surakhmad (2004: 163) menjelaskan data di dapat melalui 2 sumber yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumbre primer adalah data di dapat dari sumber asli, sumber
(13)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
tangan penyidik dan sumber sekunder berisi data dari tangan kedua yang tidak mungkin berisi data yang seasli sumber primer.
C. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
1. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang ada pada obyek penelitian. Nasution dalam Sugiyono (2012: 310) menyatakan bahwa obervasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. sebuah penelitian hanya dapat dilakukan jika ada data dan data diperoleh dari hasil observasi. Bungin (2010: 115) mengungkapkan metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk mrnghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan. Hal menjelaskan observasi merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indera, metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data melalui pengamatan dan penginderaan. Selanjutnya Bungin (2010: 115) menyebutkan suatu kegiatan pengumpulan data penelitian apabila memiliki kriteria sebagai berikut:
a) Pengamatan digunakan dalam penelitian dan telah direncanakan secara serius.
b) Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.
c) Pengamatan dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan proporsi umum dan bukan dipaparkan sebagai suatu yang hanya menarik perhatian. d) Pengamatan dapat dicek dan dikontrol mengenai keabsahannya.
Penelitian ini menggunakan observasi langsung dan tidak langsung. Di mana peneliti akan mengamati serta menggali nilai-nilai yang terdapat pada kearifan arsitektur Rumoh Aceh dan merumuskannya sebagai sumber belajar mitigasi bencana gempa dan tsunami pada mata pelajaran geografi pada siswa.
(14)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Sejalan dengan yang diungkapkan Tika (2005: 68) Observasi langsung adalah observasi yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa, sehingga observer berada bersama objek yang diteliti, sedangkan observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya peristiwa yang akan diselidiki atau objek yang diteliti pengamatan dapat dilakukan melalui film, foto, slide dan lain-lain.
2. Wawancara
Wawancara menghendaki komunikasi langsung antara peneliti dengan subjek atau sampel penelitian. Wawancara adalah mencakup cara yang digunakan oleh seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu. Satori dan Komariah (2010:130) mendefinisikan wawancara sebagai teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya jawab.
Penelitian ini akan melaksanakan wawancara secara tak terstruktur atau terbuka serta wawancara semiterstruktur. Mulyana (2006: 181) menjelaskan wawancara tidak tersruktur mirip dengan percakapan informal. Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk informasi tertentu dari semua responden, tetapi susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap responden. Sedangkan wawancara semiterstruktur menurut Bungin (2010: 108) merupakan jenis wawancara mendalam, secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan yang atau orang yang akan diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman, di mana pewawancara dan informan yang terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama, sehingga kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan. Wawancara dalam penelitian ini nantinya akan dilakukan utuk mendapatkan sumber data secara informal untuk mendapatkan informasi secara lebih mendalam berkenaan dengan
(15)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
nilai-nilai arsitektur yang terdapat dalam kearifan arsitektur Rumoh Aceh. Sumber data dalam penelitian ini adalah diperoleh dari data utama (primer) yaitu data penelitian yang diperoleh secara langsung dari tokoh masyarakat dan pihak sekolah melalui wawancara mendalam. Kata-kata atau ucapan lisan dan perilaku manusia merupakan data utama, data primer suatu penelitian.
3. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi menurut Bungin (2006:121) adalah metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial yang digunakan untuk menelusuri data historis yang berbentuk surat, catatan harian, laporan dan lain sebagainya. Pada penelitian ini studi dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan nilai-nilai kearifan lokal arsitektur Rumoh Aceh, data tersebut lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian.
4. Studi Literatur
Dilakukan untuk mencari informasi atau data-data yang berhubungan dengan penelitian, baik sebelum, selama dan setelah penelitian berlangsung. Informasi atau data-data tersebut diperoleh melalui internet, buku- buku yang terkait, jurnal-jurnal kebudayaan, dan penelitian sebelumnya baik yang diterbitkan ataupun tidak sehingga diharapkan penelitian ini memperoleh hasil yang dapat dipertanggung jawabkan.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil penelitian, Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri atau anggota tim peneliti. Sugiyono (2012: 306) menjeskan manusia sebagai instrumen berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informasi sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Penjelasan tersebut menjelaskan instrumen dalam penelitian ini adalah pengamat sendiri di mana
(16)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
pengamat akan berperan penting dalam megumpulkan data dan memaparkannya kembali. Menurut Nasution dalam Sugiyono (20120: 307) peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk penelitian kualitatif karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrument berupa test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.
5. Peneliti sebagai instrument dapat segera menganalisis data yang diperoleh.
Pada penelitian ini, yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, dimana peneliti akan turun langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang diperlukan berkenaan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan arsitektur Rumoh Aceh dalam menghadapi bencana gempa dan tsunami. Namun instrumen ini juga dapat berubah dan dapat dikembangkan secara sederhana sesuai kebutuhan di lapangan.
E. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah sesuatu, baik orang, benda ataupun lembaga yang sifat atau keadaannya akan diteliti. Subjek penelitian terdiri dari pihak-pihak yang berdasarkan pertimbangan peneliti dinilai memiliki kapasitas yang tepat dalam arti subjek penelitian atas bertindak sebagai informan penelitian memiliki kualitas dan ketepatan sebagai subjek penelitian yang representatif sesuai dengan tuntutan karakteristik masalah. Subjek dalam penelitian ini adalah para petua atau tuha peut gampong, tokoh adat, para pemiliki Rumoh Aceh, pejabat pemerintah yang bergerak pada bidang kebudayaan, arsitek dan pekerja bangunan. Perihal
(17)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
jumlahnya dalam tradisi kualitatif tidak ada standar banyaknya partisipan yang dibutuhkan, karena yang terpenting kekayaan informasi yang dimilikinya untuk digali dan dipahami sehingga ada penjelasan yang utuh dalam memahami konteks data yang dibutuhkan peneliti. Berikut gambaran informan pangkal dan informan pokok yang akan dijadikan sumber data dalam penelitian ini.
TABEL 3.1: Daftar Informan Pokok Dan Informan Pangkal
Informan Pokok Informan Pangkal
Kepala Museum Aceh - Pegawai museum Aceh
- Kepala perpustakaan Museum Aceh
Utoh Desa Lubuk Sukon - Mahasiswa
- Ketua pemuda Gampong Lubuk Sukon
- Tuha Peut Gampong Lubuk Sukon Pejabat Tinggi MAA (Majelis Adat
Aceh)
- Kasubag penelitian Logica
- Kasubag penelitian dan pengembangan
Pejabat pemerintah balai pelestarian budaya dan sejarah
- Kasubag penelitian
Arsitektur - Dosen arsitektur
- Dosen pendidikan sejarah Sumber: Survey Penulis
Berdasarkan tabel di atas, informan pokok adalah orang yang mempunyai pengetahuan lebih sehingga menjadi sumber informan utama yang dapat memberikan data atau keterangan pada penelitian ini, sedangkan informan pangkal adalah terdiri dari orang yang sering berinteraksi dengan informan pokok sehingga dapat memberikan informasi kepada peneliti tentang informan pokok serta beberapa informasi yang diketahui informan pangkal yang pernah didengar
(18)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
dari informan pokok. Kedua kategori ini baik informan pokok ataupun informan pangkal diharapkan dapat memberikan sumber data yang valid tentang nilai-nilai kearifan lokal arsitektur Rumoh Aceh. beerikut diagram informan dalam penelitian ini:
Informan Pangkal 1
Informan Pangkal 5 Informan Pangkal 2
Informan pangkal 3
Informan Pangkal 9
Informan Pokok C
Informan Pokok A Informan Pokok B
Informan Pokok D
Informan Pangkal 8 Informan Pangkal 6
Informan Pangkal 7
Peneliti
(19)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.1
Diagram Penggalian Data Informan Pokok Dan Informan Pangkal Sumber: Peneliti
Diagram tersebut menjelaskan proses dalam menemukan informan sebagai subjek penelitian pada penelitian ini. Informan pangkal akan merekomendasikan informan lain yang dianggap lebih memahami serta diyakini memliki banyak informasi yang dibutuhkan berkenaan dengan arsitektur Rumoh Aceh. sebagai contoh Informan Pokok A yaitu Kepala Museum Aceh. informan pokok ini dapat ditemui setelah mendapatkan informasi dari informan pangkal yaitu pegawai museum yang merekomendasikan untuk bertemu dengan petugas perpustakaan lalu petugas perpustakaan merekomendasikan untuk menemui Kepala Museum yang dianggap lebih berkompeten untuk menjelaskan hal yang peneliti cari.
F. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini dipilih sesuai dengan keinginan peneliti, sejalan dengan yang diungkapkan Kuntjara (2006: 53) pada penelitian kebudayaan sampel tidak dicari secara acak, karena tujuan utamanya bukan untuk mengeneralisasi hasil penemuan, akan tetapi lebih ditujukan untuk memaksimalkan penemuan dari masalah-masalah yang sifatnya heterogen kompleks. Hal ni ditegaskan oleh Sugiyono (2012: 400) sampel sumber data pada penelitian kualitatif, dipilih secara purposive dan bersifat snowball sampling. Arti purposive di sini menurut Tika (2005:41) adalah sampel yang dipilih secara cermat dengan mengambil orang atau objek penelitian yang selektif dan mempunyai ciri-ciri yang spesifik. Teori tersebut memaparkan pada penelitian ini peneliti perlu menyeleseksi sampel yang dibutuhkan sesuai dengan batas permasalahan yang telah dibuat. Dalam hal ini sumber-sumber yang mengerti tentang nilai-nilai kearifan arsitektur Rumoh Aceh secara mendalam. Selanjutnya juga menggunakan metode snowball atau bola salju yaitu mencari sampel lain
(20)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
berdasarkan rekomendasi sampel sebelumnya, sehingga nantinya akan didapat sampel sebagai sumber data yang dapat memberikan informasi kepada peneliti berkenaan dengan nilai-nilai kearifan arsitektur Rumoh Aceh.
G. Lokasi Penelitian
Penelitian berkenaan dengan nilai-nilai kearifan arsitektur Rumoh Aceh akan dilaksanakan di Banda dan seputaran Aceh Besar di mana terdapat Rumoh Aceh yang akan di teliti. Keberadaan wilayah geografis Kota Banda Aceh terletak antara 05 16' 15" - 05 36' 16" Lintang Utara dan 95 16' 15" - 95 22' 35" Bujur Timur dengan tinggi rata-rata 0,80 meter diatas permukaan laut. Kota Banda Aceh terdiri dari 9 Kecamatan dan 90 Desa. Luas wilayah administratif Kota Banda Aceh sebesar 61.359 Ha atau kisaran 61, 36 Km2 dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Darul Imarah Dan Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh besar
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Barona Jaya Dan Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamaan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar.
Pemilihan Banda Aceh sebagai lokasi penelitian adalah seperti yang telah di paparkan sebelumnya dalam latar belakang masalah berkaca dari tsunami yang terjadi pada tahun 2004. Banda Aceh merupakan salah satu daerah yang memiliki kerusakan sangat parah dan korban yang banyak berjatuhan. Karena hal tersebut penelitian ini di lakukan di kota Banda Aceh yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran terhadap mitigasi bencana gempa dan tsunami dengan membudayakan kearifan arsitektur Rumoh Aceh.
H. Teknis Analisis Data
Setelah mendapatkan data yang diperlukan bagi penelitian ini, data yang diperoleh akan di analisis terlebih dahulu agar bisa dimanfaatkan secara
(21)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
maksimal. Pada bagian analisis data diuraikan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkip-transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan hasil temuannya. Analisis ini melibatkan pengerjaan, pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola, pengungkapan hal yang penting, dan penentuan apa yang dilaporkan. Analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data, dalam hal ini menggunakan analisis data induktif yang merujuk pada proses Bungin (2007: 145) menyebutkan tahapan dalam analisis induktif adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pengamatan terhadap fenomena sosial, melakukan identifikasi, revisi-revisi, dan pengecekan ulang terhadap data yang ada.
2. Melakukan kategorisasi terhadap data yang diperoleh. 3. Menelusuri dan menjelaskan kategorisasi.
4. Menarik kesimpulan-kesimpulan umum. 5. Membangun atau menjelaskan teori.
Model interaktif dalam analisis data adalah sebagai berikut: 1. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Untuk itu perlu dilakukan analisis data dengan menggunakan reduksi data. Sugiyono (2012: 339) menjelaskan mereduksi data berarti merangkum memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting. Jadi setelah nanti data terkumpul berkenaan dengan nilai-nilai kearifan arsitektur Rumoh Aceh data akan dipilih sesuai kebutuhan penelitian ini, yaitu berkenaan dengan nilai-nilai mitigasi yang terdapat dalam kearifan arsitektur Rumoh Aceh.
2. Display Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data atau menyajikan data yang didapat. Menurut Sugiyono (2012: 341) dalam
(22)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, chart dan sejenisnya. Penelitian ini menyajikan data yang dipaparkan dalam bentuk uraian, tabel, identitas subjek serta pertanyaan penelitian. Dengan mendisplay data maka akan mempermudah peneliti untuk memahami apa yang terjadi merencana kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
3. Conclusion Drawing/Verification
Selanjutnya mengambil kesimpulan dari penelitian yang dilakukan sehingga diharapkan dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan di awal, tetapi mungkin juga tidak, sejalan dengan Sugiyono (2012: 345) menjelaskan karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.
I. Rencana Pengujian Keabsahan Data
Validasi data penelitian merupakan tahapan penting dalam penelitian kualitatif dengan tujuan untuk membuktikan bahwa apa yang diteliti dan apa yang dijelaskan oleh peneliti sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Untuk tujuan tersebut, dalam penelitian ini dilakukan pengujian keabsahan data. Berikut rencana pengujian keabsahan data:
1. Triangulasi
Menurut Kuntjara (2006:96) triangulasi adalah pengumpulan informasi dari berbagai tempat dan individu dengan menggunakan berbagai cara, hal ini dapat mengurangi resiko. Teknik triangulasi adalah teknik untuk memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu diluar data itu dengan keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang diperolehnya. Menurut Bungin (2010: 256) pelaksanaan teknik dari pengujian keabsahan data ini meliputi:
a) Triangulasi kejujuran hati
Cara ini dilakukan untuk menguji kejujuran, subjektivitas peneliti di lapangan, dan kemampuan merekam data oleh peneliti di lapangan.
(23)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu b) Triangulasi dengan sumber data
Dilakukan dengan membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara yang berbeda.
c) Triangulasi dengan metode
Triangulasi ini dilakukan untuk melakukan pengecekan terhadap penggunaan metode pengumpulan data apakah informasi yang didapat dengan interview sama dengan metode observasi atau apakah hasil observasi sesuai dengan informasi ketika interview.
d) Triangulasi dengan teori
Teknik triangulasi yang direncanakan dalam penelitian ini adalah membandingkan hasil wawancara dengan hasil observasi, studi dokumentasi dan rekaman dan foto seerta mengklarisifikasi pada sumber lain sampai nantinya didapat data jenuh. Data dikatakan jenuh jika setiap informan telah mengatakan hal yang sama.
2. Meningkatkan Ketekunan
Penelitian ini juga melakukan peningkatan ketekunan yang berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan untuk mendapatkan kepastian.
3. Mengadakan Member Cek
Sugiyono (202: 375) menjelaskan member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Pengecekan terhadap hasil-hasil yang diperoleh guna perbaikan dan tambahan dengan kemungkinan kekeliruan atau kesalahan dalam memberikan data yang dibutuhkan. Caranya dengan memberikan laporan tertulis mengenai wawancara yang telah dilakukan untuk dibaca oleh responden agar diperbaiki yang salah atau menambahkan data yang belum lengkap.
4. Menggunakan Bahan Referensi
Bahan referensi di sini berperan sebagai pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Nantinya setelah hasil penelitian berkenaan dengan nilai-nilai kearifan arsitektur Rumoh Aceh akan dibandingkan dengan referensi yang ada.
(24)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
J. Alur Penelitian
Latar Belakang Masalah Pemahaman mitigasi dalam
nilai-nilai kearifan lokal Rumoh Aceh
Rumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat
Pengembangan hasil pembelajaran berupa Kompetensi Dasar dan
Indikator
Penarikan Kesimpulan dan Rekomendasi
(25)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu Gambar 2.3: Alur penelitian
Sumber: Penulis Kajian pustaka
Penggalian Data Secara mendalam: Observasi, wawancara,
studi dokumentasi
Pengecekan Data Penelitian
Uji Keabsahan Data:
Triangulasi Meningkatkan ketekunan Member cek Menggunakan bahan
referensi Penentuan Metode
penelitian
Penelusuran Informan Menemukan data awal
Pembahasan berkenaan dengan nilai-nilai kearifan lokal arsitektur
(26)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Daftar Pustaka
Ahmadi, Dkk. 2012. Mengembangkan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal Dalam KTSP. Jakarta: Prestasi Pustaka
Anonim, Keputusan menteri dalam negeri Nomor 131 Tahun 2003Tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi Di Daerah.Jakarta: Menteri Dalam Negeri
Anonim, Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun 2003Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Badruzzaman, Ismail. 2007. Masjid Dan Adat Meunasah Sebagai Sumber Energi Budaya Aceh. Banda Aceh: Majelis Adat Aceh.
Boyce dan Mary Pope. 2007. Tsunami dan Bencana lainnya. Bandung: Nuansa Budiharjo, Eko. 2004. Arsitektur dan Kota di Indonesia. Bandung: Alumni.
Budiman. Subandono Diposaptono. 2007. Hidup Akrab dengan Gempa dan Tsunami. Bogor: Buku Ilmiah Populer.
Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group. Daljoeni. 2002. Pengantar Geografi untuk mahasiswa dan guru sekolah. Bandung:
Alumni.
Hadjad, Abdul. Dkk. 1984. Arsitektur Tradisional Propinsi Daerah Aceh. Banda Aceh: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah Dan Budaya.
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Handayani, Sri. 2009. Arsitektur dan Lingkungan. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia
Hurgronje, Snouck. 1985. Aceh di Mata Kolonials. Jakarta: Yayasan Suko Guru. Knight. George. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Gama Media.
Koentjaraningrat. 1994. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia PustakaUtama.
(27)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Kompas. 2005. Bencana Gempa dan Tsunami. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
Kuntjara, Esther. 2006. Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Graha.
Kusumawati, Lili. Dkk. 2007. Jejak Megalitik Arsitektur Tradisional Sumba. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Leigh, Barbara. 1989. Tangan-Tangan Terampil, Seni Kerajinan Aceh. Jakarta: Djambatan.
Marburn, MA. 2000. Kamus Geografi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Meutia, Erna. Dkk. 2008. Kajian elemen pembentuk struktur rumah tradisional aceh dalam merespon gempa. Banda Aceh: Fakultas Teknik Unsyiah. Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta:
Prenada Media.
Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mutakin, Awan. 2008. Individu, Masyarakat Dan Perubahan Sosial. Bandung. Universita Pendidikan Indonesia press.
Nasution, Syahmir. 2006. Bangunan Tropis. Jakarta: Erlangga.
Nimgrum, Epon. 2009. Kompetensi Professional Guru Dalam Konteks Strategi Pembelajaran. Bandung: Buana Nusantara
Nurdin, AR. 1999. Buletin Rumoh Aceh Informasi Dan Komunikasi Museum. Banda Aceh: Museum Negeri Provinsi Daerah Istimewa Aceh
Parsudi, Suparlan. 2003. Hubungan Antar Sukubangsa. Jakarta: YIK
Rohani, Ahmad. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
(28)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Alfabeta.
Sauri, Sofyan dan Achmad Hufad. 2007. Ilmu Aplikasi Pendidikan bagian 3: Pendidikan Nilai. Bandung. Impherial Bhakti Utama.
Siregar, Eveline. Dkk. 2011. Teori Belajar Dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Sugiyanto. Endarto, Danang. 2008. Mengkaji ilmu geografi 1. Solo: Platinum Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukandarrumidi. 2010. Bencana Alam Petunjuk Praktis Untuk Menyelamaykan Diri Dan Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius.
Sumaatmadja, Nursid. 1988. Studi Geografi. Bandung: Alumni.
Sumaatmadja, Nursid. 1997. Metodologi Pengajaran Geografi. Bandung: Bumi Aksara.
Sumaatmadja, Nursid. 2010. Manusia. Bandung: Alfabeta
Surakhmad, Winarno. 2004. Pengatar Penelitian Ilmiah. Bandung: TarsitoIlmu. Suyami. Dkk. 2005. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Nelayan Jepara
Jawa Tengah. Yogyakarta: Kementerian Kebudayaan Dan Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian Dan Pengembangan Kebudayaan Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional.
Syamsidar. 1991. Arsitektur Tradisional Daerah Sulawesi Utara. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi Dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.
Syarif, Sanusi. 2008. Pengalaman Belajar Di Mukim Lampanah Leungah Belajar Dari Lembah Seulawah. Banda Aceh: Rumpun Bambu Aceh dengan CEPF.
Thobrani, Muhammad dan Musthofa, Arif. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
(29)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Tika, Moh.Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Tim Penelitian dan pencatatan kebudayaan daerah. 1995. Adat Istiadat Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Banda Aceh: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Propinsi Aceh.
Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Yusri, Yusuf. 2008. Peutu Beuna: Kearifan Lokal Masyarakat Aceh. Banda Aceh: Majelis Adat Aceh.
Sumber Jurnal dan Makalah:
BNBP (Badan nasional penanggulangan bencana). 2010. Rencana strategis badan nasional penanggulangan bencana Tahun 2010-2014. Jakarta.
Coburn. dkk. 1994. Mitigasi Bencana, Program Pelatihan Manajemen Bencana. Edisi Kedua. Cambridge: Cambridge Architecture Reserch Limited an UNDP.
Ditjen Cipta Karya DPU. 2006. Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung TahanGempa Dilengkapi dengan Metode dan Cara Perbaikan Konstruksi. Departemen Pekerjaan Umum.
Ernawi, Imam. 2010. Harmonisasi Kearifan Lokal Dalam Regulasi Penataan RuangMakalah Pada Seminar Nasional “Urban Culture, Urban Future: HarmonisasiPenataan Ruang Dan Budaya Untuk Mengoptimalkan Potensi Kota”. Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum.
ISDR (Strategi Internasional untuk pengurangan bencana). 2008. Kearifan Lokal dalam Pengurangan resiko Bencana: Praktik-praktik yang baik dan pelajaran yang dapat di petik dari pengalaman di Kawasan Asia pasifik. Universitas Kyoto-Universitas Eropa.
Iswanto, Danoe. 2007. Kajian Terhadap Struktur Bangunan Rangka Atap Kayu Rumah Tahan Gempa Bantuan P2kp.Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman.
Maryani, E. Model Sosialisasi Mitigasi Pada Masyarakat Daerah Rawan Bencana Di Jawa Barat. (online) tersedia http://file.upi.edu/direktori /FPIPS/JUR.PEND._GEOGRAFI/196001211985032ENOK_MARYANI/ MitigasiArtikel.pdf.
(30)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Meutia, Erna. 2011. Tectonic Exspression In The Acehnese Tradisional House. Banda Aceh: the 1st internasuonal conferebce on rebuilding.
Mukti, Abdul. 2010. Beberapa Kearifan Lokal Suku Dayak Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam.Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Program Doktor Ilmu Pertanian Universitas Brawijaya Malang 2010. Nurdin, Ar. 1999. Ragam Hias tradisional aceh. Banda Aceh: Museum Negeri
Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Oktaradi, Oki. 2009. Penentuan Peringkat Bahaya Tsunami dengan MetodeAnalytical Hierarchy Process.
Pamadhi dan Wagiran. 2009. Pengembangan Model Pendidikan Kearifan Lokal di Wilayah Provinsi DIY dalam Mendukung Perwujudan Visi Pembangunan DIY Menuju Tahun 2025. Pemerintah Provinsi Daerah IstimewaYogyakartaSekretariat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Biro Administrasi Pembangunan.
Pegantar Tentang Bahaya. 1992. Edisi ke 2. Program pelatihan manajemen bencana. http: //www. Geocities.com/kliping media.
Pegantar Tentang Bahaya. 1995. Edisi ke 3. Program pelatihan manajemen bencana. http: //www. Geocities.com/kliping media.
Rahmat, Agus. 2008. Manajemen Dan Mitigasi Bencana. UPI.
Sabaruddin, Arif. 2008. Membangun Rumah Sederhana Tahan Gempa Pada Konstruksi Bangunan Rumah Tembok ½ Bata. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum Sartini. 2004. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafat.
FilsafatJilid 37, Nomor 2 , 111.
Surasmi, Asrining. 2013. Menggugah Kesadaran Guru Dalam Pelestarian Kearifan Lokal Pada Era Globalisasi. Surabaya: UPBJJ.
Sumber Internet:
(31)
Ruliani, 2014
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR RUMOH ACEH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MITIGASI BENCANA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
http://www.its-berry.com/2011/05/menurut-kamus-google-mitigasi-adalah.html, diakses 14 Oktober 2012.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/08/07/m8dwnf-sby-ekayaan-indonesia-banyak-diincar, diakses 14 Oktober 2012.
Museum.acehprov.go.id/kategori/pameran/ruang-pamer-rumoh-atjeh, diakses 24 April 2014
Nur’aini, Eka. Program Pembelajaran. (online) tersedia. (online) tersedia
http://amaeka.files.wordpree.com/2012/11/Program.pdf, diakses Desember 2012
http://puskim.pu.go.id/produk-litbang/teknologi-terapan/persyaratan-bangunan-sederhana-tahan-gempa, diakses 11 Januari 2014
(1)
Daftar Pustaka
Ahmadi, Dkk. 2012. Mengembangkan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal
Dalam KTSP. Jakarta: Prestasi Pustaka
Anonim, Keputusan menteri dalam negeri Nomor 131 Tahun 2003Tentang
Pedoman Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi Di Daerah.Jakarta: Menteri Dalam Negeri
Anonim, Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun 2003Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Badruzzaman, Ismail. 2007. Masjid Dan Adat Meunasah Sebagai Sumber Energi
Budaya Aceh. Banda Aceh: Majelis Adat Aceh.
Boyce dan Mary Pope. 2007. Tsunami dan Bencana lainnya. Bandung: Nuansa Budiharjo, Eko. 2004. Arsitektur dan Kota di Indonesia. Bandung: Alumni.
Budiman. Subandono Diposaptono. 2007. Hidup Akrab dengan Gempa dan
Tsunami. Bogor: Buku Ilmiah Populer.
Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group. Daljoeni. 2002. Pengantar Geografi untuk mahasiswa dan guru sekolah. Bandung:
Alumni.
Hadjad, Abdul. Dkk. 1984. Arsitektur Tradisional Propinsi Daerah Aceh. Banda Aceh: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah Dan Budaya.
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Handayani, Sri. 2009. Arsitektur dan Lingkungan. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia
Hurgronje, Snouck. 1985. Aceh di Mata Kolonials. Jakarta: Yayasan Suko Guru. Knight. George. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Gama Media.
Koentjaraningrat. 1994. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia PustakaUtama.
(2)
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Kompas. 2005. Bencana Gempa dan Tsunami. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
Kuntjara, Esther. 2006. Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Graha.
Kusumawati, Lili. Dkk. 2007. Jejak Megalitik Arsitektur Tradisional Sumba. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Leigh, Barbara. 1989. Tangan-Tangan Terampil, Seni Kerajinan Aceh. Jakarta: Djambatan.
Marburn, MA. 2000. Kamus Geografi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Meutia, Erna. Dkk. 2008. Kajian elemen pembentuk struktur rumah tradisional
aceh dalam merespon gempa. Banda Aceh: Fakultas Teknik Unsyiah.
Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.
Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mutakin, Awan. 2008. Individu, Masyarakat Dan Perubahan Sosial. Bandung. Universita Pendidikan Indonesia press.
Nasution, Syahmir. 2006. Bangunan Tropis. Jakarta: Erlangga.
Nimgrum, Epon. 2009. Kompetensi Professional Guru Dalam Konteks Strategi
Pembelajaran. Bandung: Buana Nusantara
Nurdin, AR. 1999. Buletin Rumoh Aceh Informasi Dan Komunikasi Museum. Banda Aceh: Museum Negeri Provinsi Daerah Istimewa Aceh
Parsudi, Suparlan. 2003. Hubungan Antar Sukubangsa. Jakarta: YIK
Rohani, Ahmad. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
(3)
Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Alfabeta.
Sauri, Sofyan dan Achmad Hufad. 2007. Ilmu Aplikasi Pendidikan bagian 3:
Pendidikan Nilai. Bandung. Impherial Bhakti Utama.
Siregar, Eveline. Dkk. 2011. Teori Belajar Dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Sugiyanto. Endarto, Danang. 2008. Mengkaji ilmu geografi 1. Solo: Platinum Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukandarrumidi. 2010. Bencana Alam Petunjuk Praktis Untuk Menyelamaykan
Diri Dan Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius.
Sumaatmadja, Nursid. 1988. Studi Geografi. Bandung: Alumni.
Sumaatmadja, Nursid. 1997. Metodologi Pengajaran Geografi. Bandung: Bumi Aksara.
Sumaatmadja, Nursid. 2010. Manusia. Bandung: Alfabeta
Surakhmad, Winarno. 2004. Pengatar Penelitian Ilmiah. Bandung: TarsitoIlmu. Suyami. Dkk. 2005. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Nelayan Jepara
Jawa Tengah. Yogyakarta: Kementerian Kebudayaan Dan Pariwisata
Deputi Bidang Pelestarian Dan Pengembangan Kebudayaan Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional.
Syamsidar. 1991. Arsitektur Tradisional Daerah Sulawesi Utara. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi Dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.
Syarif, Sanusi. 2008. Pengalaman Belajar Di Mukim Lampanah Leungah Belajar
Dari Lembah Seulawah. Banda Aceh: Rumpun Bambu Aceh dengan
CEPF.
Thobrani, Muhammad dan Musthofa, Arif. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
(4)
Tika, Moh.Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Tim Penelitian dan pencatatan kebudayaan daerah. 1995. Adat Istiadat Propinsi
Daerah Istimewa Aceh. Banda Aceh: Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan Propinsi Aceh.
Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Yusri, Yusuf. 2008. Peutu Beuna: Kearifan Lokal Masyarakat Aceh. Banda Aceh: Majelis Adat Aceh.
Sumber Jurnal dan Makalah:
BNBP (Badan nasional penanggulangan bencana). 2010. Rencana strategis badan
nasional penanggulangan bencana Tahun 2010-2014. Jakarta.
Coburn. dkk. 1994. Mitigasi Bencana, Program Pelatihan Manajemen Bencana. Edisi Kedua. Cambridge: Cambridge Architecture Reserch Limited an UNDP.
Ditjen Cipta Karya DPU. 2006. Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung
TahanGempa Dilengkapi dengan Metode dan Cara Perbaikan Konstruksi.
Departemen Pekerjaan Umum.
Ernawi, Imam. 2010. Harmonisasi Kearifan Lokal Dalam Regulasi Penataan RuangMakalah Pada Seminar Nasional “Urban Culture, Urban Future: HarmonisasiPenataan Ruang Dan Budaya Untuk Mengoptimalkan Potensi Kota”. Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum.
ISDR (Strategi Internasional untuk pengurangan bencana). 2008. Kearifan Lokal
dalam Pengurangan resiko Bencana: Praktik-praktik yang baik dan pelajaran yang dapat di petik dari pengalaman di Kawasan Asia pasifik.
Universitas Kyoto-Universitas Eropa.
Iswanto, Danoe. 2007. Kajian Terhadap Struktur Bangunan Rangka Atap Kayu
Rumah Tahan Gempa Bantuan P2kp.Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman.
Maryani, E. Model Sosialisasi Mitigasi Pada Masyarakat Daerah Rawan
(5)
Meutia, Erna. 2011. Tectonic Exspression In The Acehnese Tradisional House. Banda Aceh: the 1st internasuonal conferebce on rebuilding.
Mukti, Abdul. 2010. Beberapa Kearifan Lokal Suku Dayak Dalam Pengelolaan
Sumberdaya Alam.Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan
Program Doktor Ilmu Pertanian Universitas Brawijaya Malang 2010. Nurdin, Ar. 1999. Ragam Hias tradisional aceh. Banda Aceh: Museum Negeri
Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Oktaradi, Oki. 2009. Penentuan Peringkat Bahaya Tsunami dengan MetodeAnalytical Hierarchy Process.
Pamadhi dan Wagiran. 2009. Pengembangan Model Pendidikan Kearifan Lokal
di Wilayah Provinsi DIY dalam Mendukung Perwujudan Visi Pembangunan DIY Menuju Tahun 2025. Pemerintah Provinsi Daerah
IstimewaYogyakartaSekretariat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Biro Administrasi Pembangunan.
Pegantar Tentang Bahaya. 1992. Edisi ke 2. Program pelatihan manajemen
bencana. http: //www. Geocities.com/kliping media.
Pegantar Tentang Bahaya. 1995. Edisi ke 3. Program pelatihan manajemen
bencana. http: //www. Geocities.com/kliping media. Rahmat, Agus. 2008. Manajemen Dan Mitigasi Bencana. UPI.
Sabaruddin, Arif. 2008. Membangun Rumah Sederhana Tahan Gempa Pada
Konstruksi Bangunan Rumah Tembok ½ Bata. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Permukiman, Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum Sartini. 2004. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafat.
FilsafatJilid 37, Nomor 2 , 111.
Surasmi, Asrining. 2013. Menggugah Kesadaran Guru Dalam Pelestarian
Kearifan Lokal Pada Era Globalisasi. Surabaya: UPBJJ.
Sumber Internet:
(6)
http://www.its-berry.com/2011/05/menurut-kamus-google-mitigasi-adalah.html, diakses 14 Oktober 2012.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/08/07/m8dwnf-sby-ekayaan-indonesia-banyak-diincar, diakses 14 Oktober 2012.
Museum.acehprov.go.id/kategori/pameran/ruang-pamer-rumoh-atjeh, diakses 24 April 2014
Nur’aini, Eka. Program Pembelajaran. (online) tersedia. (online) tersedia http://amaeka.files.wordpree.com/2012/11/Program.pdf, diakses Desember 2012
http://puskim.pu.go.id/produk-litbang/teknologi-terapan/persyaratan-bangunan-sederhana-tahan-gempa, diakses 11 Januari 2014