PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN INTEGRASI NILAI-NILAI BUDAYA SIRI’ NA PESSE’ (SELF-ESTEEM AND EMPATHY) PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DASAR :Suatu Alternatif Pendidikan Karakter di Kota Makassar Sulawesi Selatan.
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN INTEGRASI NILAI-NILAI BUDAYA SIRI’ NA PESSE’ (SELF-ESTEEM AND EMPATHY)
PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DASAR (Suatu Alternatif Pendidikan Karakter di Kota Makassar Sulawesi Selatan)
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan
Program Studi Pengembangan Kurikulum
NURLAELAH NIM: 1007184
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG, 2014
(2)
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN INTEGRASI NILAI-NILAI BUDAYA SIRI’ NA PESSE’ (SELF-ESTEEM AND EMPATHY)
PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DASAR (Suatu Alternatif Pendidikan Karakter di Kota Makassar Sulawesi Selatan)
Oleh Nurlaelah
Dra. UNHAS Makassar, 1988 M. Hum. in English Languange, 1999
Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Fakultas Agama Islam
© Nurlaelah 2014
Universitas Pendidikan Indonesia Mei 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Disertasi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
(4)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
Nurlaelah, Tittle “The Development of Instructional Model of the Integration of the Cultural Values Siri’ na Pesse’ ( Self Esteem and Empathy) at the instruction of Islamic Elementary School Students” (an Alternative Character-Building Education at Makassar South Sulawesi, 2014).
The research urgency starts from the realistic condition that the instruction at elementary school still focus on rote learning and subject mastery. The learners act as learning objects, not as learning subjects. As a result, the knowledge he or she masters is far from being meaningful to cultural values leading them to live on a moral basis, thereby not regulating for continuous walk of life.The aim of the research is to develop a product of instructional model intended to uplift the students’ appreciation of cultural values siri’ na pesse’ at elementary schools, as nurturant effects and to improve the instructional quality of Islamic teaching and process brought about by the intended instruction administering Research and Development approach. Questionnaire, interview, observation, and test are used to gather data.“The matching pretest posttest control group design” is used to test the validation and Kolmogorov is used to analyze it. The study can result in the change of student behavior to the be better behavior. The change of behavior aspects covered: integrity, discipline, self-confidence, tolerance, empathy, consistency, and responsibility.The behavior or character reflects the principle of way of life of Buginese community, namely: sipakatau’ (mutual respect), sipakalebbi’ (honoring deeply one another), and sipakainge’ (mutually reminding) contained in the cultural value of siri’ na pesse’ precept. The study can also improve the student achievement, that is, the mean score of experimental group and that of control group from each of school categories are significantly different.
Overall, the mean score of experimental group is higher than that of control group. Referring to the research findings, it has brought about a theorem: 1) challenging model of instruction can produce an attitude change and a positive or good behavior to students, 2) the instruction oriented to the uplift of through the improvement of Instructional model development., and 3) warm instructional environment can enhance the achievement of planned objectives as well as to obtain the more meaningful nurturant effect in a continuous walk of life.
Therefore, It can be drawn a conclusion that the research findings indicate the instructional model developed is effective enough to uplift the students’ appreciation to the cultural value of siri' na pesse’ precept at the elementary school as curriculum goal in Islamic instruction as planned.
Key words: instructional model, integration, character-building education, cultural value of siri’ na pesse’, subjects of Islamic education.
(5)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRAK
Nurlaelah. Judul: “ Pengembangan Model Pembelajaran Integrasi Nilai-nilai Budaya Siri’na Pesse’ (Self-Esteem and Empathy) pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar” (Suatu Alternatif Pendidikan Karakter di Kota Makassar Sulawesi Selatan, 2014).
Penelitian ini berawal dari kondisi realitas bahwa pembelajaran di SD saat ini masih bertumpuh pada tataran penghafalan dan penguasaan materi pembelajaran. Posisi peserta didik hanya sebagai objek belajar bukan subjek belajar. Akibatnya, pengetahuan yang diperoleh jauh dari kebermaknaan nilai-nilai budaya yang mengarahkan peserta didik untuk hidup sesuai dengan kaidah-kaidah moral, sehingga tidak berbekas dalam kehidupan yang berkelanjutan. Tujuan penelitian ini untuk mengembangkan suatu produk model pembelajaran yang diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang apresiatif terhadap nilai-nilai budaya siri’ na pesse’ bagi peserta didik di SD, sebagai nurturant effects dan meningkatkan kualitas pembelajaran PAI sebagai dampak pembelajaran, dengan menggunakan pendekatan, Research and Development (R & D). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket, wawancara, observasi, dan tes. Tahap uji validasi menggunakan metode “the matching pre test posttest control group design” dan dianalisis dengan menggunakan Kolmogorov dan hasilnya digunakan untuk memperkuat data kualitatif. Penelitian ini dapat menghasilkan perubahan pola prilaku peserta didik ke arah yang lebih positif. Aspek-aspek perubahan prilaku yang ditunjukkan adalah: kejujuran, kedisiplinan, percaya diri, empati, konsisten, keberanian, dan tanggung jawab. Prilaku atau karakter tersebut telah mencerminkan prinsip masyarakat Bugis Makassar yaitu ; sipakatau’ (saling menghargai), sipakalebbi’ (saling memuliakan), dan sipakainge’ (saling mengingatkan) yang dikemas dalam budaya siri’ na pesse’. Berdasarkan hasil penelitian ini menghasilkan dalil: 1) mampu merubah paradigm pebelajaran dari subject oriented dan teacher centered menjadi student centered, 2) dapat dilakukan pada semua mata pelajaran dan 3) suasana pembelajaran yang hangat dapat menyenangkan dan mempermudah pencapaian tujuan yang direncanakan serta dapat menghasilkan dampak pengiring yang lebih bermakna dalam kehidupan yang berkelanjutan.
Dengan demikian berdasarkan temuan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran yang dikembangkan, secara signifikan cukup efektif dapat meninngkatkan apresiasi terhadap nilai-nilai budaya siri' na pesse’ pada peserta didik di SD sebagaimana tujuan kurikulum pembelajaran PAI yang diharapkan.
Kata Kunci: Model Pembelajaran, Integrasi, Pendidikan Karakter, Budaya siri’ na pesse’, mata Pelajaran PAI.
(6)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN………... i
HALAMAN PERNYATAAN………. ii
KATA PENGANTAR……….. iii
UCAPAN TERIMA KASIH……… v
ABSTRAK……… vii
DAFTAR ISI……… ix
DAFTAR TABEL………. xii
DAFTAR DIAGRAM……….. xiv
DAFTAR GAMBAR……… xv
BAB I PENDAHULUAN………... 1
A. Latar Belakang Masalah……….. 1
B. Rumusan Masalah……… 12
C. Tujuan Penelitian……….. 13
D. Manfaat Penelitian……… 14
BAB II KAJIAN TEORI……….. 15
A. Hakikat Kurikulum……….. 15
B. Hakikat Belajar dan Pembelajaran……….. 23
C. Hakikat Model Pembelajaran………... 24
D. Hal-hal yang Dipertimbangkan dalam Menentukan Model Pembelajaran……… 30
E. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD………… 32
F. Hakikat Integrasi …... 34
G. Hakikat Pendidikan Nilai dan Karakter………. 35
H. Hakikat Kebudayaan……….. 58
I. Hakikat Budaya Siri’ na Pesse‟ dalam Pembentukan Karakter……….. 62
(7)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
J. Beberapa Studi Terdahulu yang Relevan ……….. 79
BABA III METODE PENELITIAN……….. 82
A. Pendekatan Penelitian………. 82
B. Lokasi dan Subjek Penelitian……….. 83
C. Instrumen dan Proses Pengembangan Instrumen ……... 85
D. Prosedur dan Langkah-langkah Penelitian……….. 94
E. Desain Uji Validasi………. 104
F. Definisi Operasional……… 106
G. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data………… 108
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 111
A. Analisis Penelitian Awal……… 111
B. Pengembangan Model Integrasi Nilai-nilai Budaya Siri’ na Pesse’dalam Pembelajaran PAI ……… 123
1. Model Konseptual……….. 123
2. Integrasi Nilai-nila Budaya Siri’ na Pesse‟ ke dalam Pembelajaran PAI……….. 125
a. Model desain awal perencanaan MPINBSP…… 125
b. Model desain Implementasi MPINBSP………… 151
c. Model desain evaluasi MPINBSP ………. 157
3. Uji Validasi Isi oleh Para Ahli (Expert Judgement)… 160 4. Uji Coba Terbatas ………. 163
5. Uji Coba Yang Lebih Luas………. 190
6. Uji Validasi Model………. 222
C. Pembahasan ……… 256
1. Kondisi Objektif Pengembangan Model Pembelajaran Integrasi Nilai-nilai Budaya Siri’ na Pesse’ dalam Pembelajaran PAI Saat ini……….. 256 2. Pengembangan Model Pembelajaran Integrasi
(8)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Nilai-nilai Budaya Siri’ na Pesse’ dalam
Pembelajaran PAI ……… 263
3. Efektivitas Pengembangan Model Pembelajaran Integrasi Nilai-nilai Budaya Siri’ na Pesse’………… 280
4. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengembangan Model Pembelajaran Integrasi Nilai-nilai Budaya Siri’ na Pesse’………. 285
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……… 289
A. Kesimpulan……… 289
B. Implikasi Hasil Pengembangan ……… 297
C. Rekomendasi ……… 297
DAFTAR PUSTAKA ……… 299 LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
(9)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian ………. 84
3.2 Subjek Penelitian untuk Uji Coba yang Lebih Luas ………... 85
3.3 Subjek Penelitian untuk Uji Validasi Model ………. 86 3.4 Jenis Instrumen dan Subjek Penelitian ……….. 89 3.5 Kisi-kisi Ruang Lingkup Kegiatan pada Tahap
Studi Lapangan ……….. 95
4.1 Desain Awal Perencanaan Model Pembelajaran Integrasi
Nilai-nilai Budaya Siri’ na Pesse’ pada PAI ……….. 128 4.2 Komponen dan Sistimatika Rencana Pembelajaran ………… 131 4.3 Desain Awal Model Implementasi Pembelaajaran Integrasi
Nilai-nilai Budaya Siri’ na Pesse’………. 151 4.4 Prosedur Penilaian Hasil Belajar ………... 159
4.5 Instrumen Penilaian Hasil Belajar Rubrik Penilaian Sikap…… 160
4.6 Hasil Belajar Peserta didik pada Uji Coba terbatas………….. 175 4.7 Langkah-langkah Pembelajaran ……….. 189 4.8 Hasil Belajar Peserta didik pada Uji Coba Lebih Luas (UCL)
SD Kategori “C” ………. 202
4.9 Hasil Belajar Peserta didik pada Uji Coba Lebih Luas (UCL)
Pada SD Kategori “B” ……….. 211
4.10 Hasil Belajar Peserta didik pada Uji Coba Lebih Luas (UCL)
Pada SD Kategori “A” ………. 219
4.11 Hasil Belajar Peserta didik pada Uji Validasi Model
Kelompok Eksperimen (KE) SD Kategori “C” ………. 226
(10)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kelompok Eksperimen (KE) SD Kategori “B” ………. 230
4.13 Hasil Belajar Peserta didik pada Uji Validasi Model
Kelompok Eksperimen (KE) SD Kategori “A”……….. 234
4.14 Hasil Belajar Peserta didik pada Uji Validasi Model
Kelompok Kontrol (KK) SD Kategori “C” ………. 238
4.15 Hasil Belajar Peserta didik pada Uji Validasi Model
Kelompok Kontrol (KK) SD Kategori “B”……… 241
4.16 Hasil Belajar Peserta didik pada Uji Validasi Model
Kelompok Kontrol (KK) SD Kategori “A” ……… 245
4.17 Hasil Belajar Peserta didik pada Validasi Model KE
dan KK SD Kategori “C” ……… 248
4.18 Hasil Belajar Peserta didik pada Validasi Model KE
dan KK Pada SD kategori “B” ……… 251
4.19 Hasil Belajar Peserta didik pada Validasi Model KE
dan KK SD Kategori “A” ……… 254
4.20 Cra Mengointegrasikan Nilai-nilai Budaya Siri’ na Pesse’
(11)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR DIAGRAM
Diagram Halaman
4.1 Rata-rata Pre test dan Post test Uji Coba Lebih Luas
pada SD Berkategori “C” ……….. 203
4.2 Rata-rata Pre test dan Post test Uji Coba Lebih luas
Pada SD Berkategori “B” ……….. ……... 211
4.3 Rata-rata Pre test dan Post test Uji Coba Lebih Luas
Pada SD Berkategori”A” ……….. 219
4.4 Rata-rata Pre test dan Post test Validasi Model Kelompok
Eksperimen (KE) pada SD Berkategori „C” ……….. 227
4.5 Rata-rata Pre test dan Post test Validasi Model Kelompok
Eksperimen (KE) pada SD Berkategori “B” ………….. ……… 231
4.6 Rata-rata Pre test dan Post test Validasi Model Kelompok
Eksperimen (KE) pada SD Berkategori “A” ……… 235
4.7 Rata-rata Pre test dan Post test Validasi Model Kelompok
Kontrol (KK) pada SD Berkategori “C” ……… 238
4.8 Rata-rata Pre test dan Post test Validasi Model Kelompok
Kontrol (KK) pada SD Berkategori “B” ………. 242
4.9 Rata-rata Pre test dan Post test Validasi Model Kelompok
Kontrol (KK) pada SD Berkategori “A” ………. 246
4.10 Rata-rata Pre test dan Post test Validasi Model Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol (KK)
pada SD Berkategori “C” ………….. 249
4.11 Rata-rata Pre test dan Post test Validasi Model Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol (KK)
pada SD Berkategori “B” ……….. 252
(12)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Eksperimen dan Kelompok Kontrol (KK)
(13)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Hubungan Antar Komponen Kurikulum ……… 17
2.2 Four Pillar of Education ……… 28
2.3 Sinonim Kata Integrasi ……… 35
2.4 Grand Design Pendidikan Karakter ……… 45
2.5 Component of Good Character ……… 52
2.6 Pendekatan yang Komprehensif terhadap Nilai-nilai dan Pendidikan Karakter ……… 56
2.7 Siklus Kepribadian-Kebudayaan ……… 60
2.8 Timpa’ Laja dari Siri’ na Pesse‟ ……… 75
2.9 Siri’ na Pesse’ sebagai Model Manajemen ……… 76
3.1 Langkah-langkah Penelitian ………. 102
3.2 Desain Uji Validasi Model yang dikembangkan…… 105
3.3 Variabel-variabel Penelitian ……… 106
4.1 Model Pembelajaran Integrasi Nilai-nilai Budaya Siri’ na Pesse’ yang Dikembangkan ……….. 127
(14)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam menjalani kehidupan abad ke-21 ini, yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dengan kemajuan pesat dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan terjadinya pergeseran nilai-nilai: nilai sosial budaya dan nilai religi. Kemajuan teknologi tersebut nyaris menghilangkan batas ruang dan waktu, sehingga dunia seakan menyatu dalam suatu kampung global (global village). Pertukaran informasi termasuk nilai antar bangsa berlangsung secara cepat dan penuh dinamika, sehingga mendorong terjadinya proses perpaduan nilai, kekaburan nilai, bahkan terkikisnya nilai-nilai asli yang sebelumnya sakral dan menjadi identitas diri bangsa (Sauri, 2011:1).
Dalam penjelasan tersebut digambarkan bahwa pada saat nilai-nilai advantage dari globalisasi dipopulerkan oleh para pencetus dan pendukungnya, bersamaan dengan itu pula terjadi proses alianasi nilai-nilai budaya asli masyarakat, yang mengakibatkan terjadinya split dan kegamangan nilai. Kegamangan nilai yang dialami masyarakat saat ini merupakan akibat manusia lebih mengutamakan kemampuan intelektualitasnya dan memarginalkan peranan nilai-nilai religi. Akibat lebih jauh, manusia dalam proses menuju kehilangan ruh kemanusian dan kosong dari nilai-nilai spiritual. Kemampuan intelektual dan rasionalitas yang tidak dibarengi dengan kekuatan rohaniah, dapat mengakibatkan hidup menjadi kehilangan makna.
Mengingat tantangan yang dihadapi semakin nyata dan kompleks, maka proses pembentukan karakter yang berbasis nilai menjadi sangat penting.
(15)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tantangan terhadap pendidikan karakter, moralitas datang dari berbagai arah, arus informasi global, dan globalisme dengan segala muatannya, telah membawa efek bola salju yang apabila tidak diantisipasi secara bijak, akan semakin membawa krisis moral dan karakter.
Sifat dasar dan pengalaman empirik telah menunjukkan seseorang sangat memungkinkan mengadopsi nilai-nilai, pengetahuan, dan kebiasaan yang berasal dari luar lingkungan sosiokulturalnya.
Persoalan krusial yang terjadi di lingkungan persekolahan, misalnya, kebocoran soal ujian nasional terjadi di Medan, Bandung, dan Solo (Kompas, 26 Maret 2010). Realita ini menunjukkan bahwa institusi pendidikan belum berhasil menyiapkan lulusan yang memiliki komitmen dan bermoral tinggi. Dalam konteks ini, Doni Kusuma (Kompas, 26 April 2007) menengarai bahwa pendidikan kita sedang menyimpan bom waktu yang akan menghancurkan sendi-sendi tatanan sosial kapan saja. Sementara itu, agar bisa memenangi kompetisi di berbagai bidang kehidupan mensyaratkan tersedianya SDM cerdas, cendekia, dan bermoral.
Kandungan substansi yang tertuang dalam ketentuan pasal 1 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan dengan jelas bahwa penyelenggaraan pendidikan nasional didasarkan pada orientasi dimensi nilai spritual keagamaan, akar budaya nasional, responsif terhadap tuntutan dan tantangan perubahan jaman yang berkembang demikian cepat. Ketentuan lain yang terdapat dalam Bab II Pasal 3 menyebutkan pula Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
(16)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indoneisa yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa dan agama.
Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu, dikatakan oleh Mary (2003:51) yakni: intelligence plus character... that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter ... adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya). Memahami pendidikan karakter adalah budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitif), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona (1992:52), tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Komponen moral knowing, moral feeling, dan moral action, diperlukan untuk membentuk karakter yang baik ( good character).
Hal senada diungkapkan oleh Swami Vivekananda, dan Kilpatrick (1995:110) bahwa:
“:if a man continously hears bad words, thinks bad thoughts, does bad actions, his mind will be full of bad impressions; and they will influence his thought and work without his being conscious of the fact. He will be like a machine in the hands of his impressions, and they will force him to do evil, and that man will be a bad man; he cannot help it. Similarly, if a man thinks good thoughts and does good works, the sum total of these impressions will be good, and they, in similar manner, will force him to do good, even in spite of himself. When such is the case, a man’s good character is said to be established.”
Apabila seorang manusia secara terus menerus mendengarkan kata-kata buruk, berpikir buruk, dan bertindak buruk, pikirannya akan penuh dengan ide-ide buruk; dan ide-ide-ide-ide tersebut akan mempengaruhi pikiran dan kerjanya tanpa ia menyadari keberadaannya. Ia akan menjadi seperti sebuah mesin di tangan
(17)
ide-Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
idenya, dan mereka akan memaksanya untuk berbuat jahat, dan orang tersebut akan menjadi orang jahat; ia tidak dapat menolongnya. Hal yang sama juga terjadi, apabila seorang manusia berpikir baik dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan baik, total keseluruhan ide-idenya akan baik, dan mereka, dengan cara yang sama, akan mendorongnya untuk berbuat baik. Apabila demikian halnya, karakter manusia yang baik telah dibentuk.
Hal yang sama pula diungkapkan oleh Karen E. Bohlin, et all (2001: 120) bahwa membentuk karakter adalah dengan menumbuhkan karakter yang merupakan the habits of mind, heart, and action, yang antara ketiganya (pikiran, hati, dan tindakan) adalah saling terkait.
Penegasan yang menyebutkan bahwa pendidikan berfungsi untuk mengembangkan pembinaan watak sebagai tujuan (output) penyelenggaraan pendidikan tentu akan berkaitan dengan seperangkat acuan nilai dan norma yang berkembang dan dijadikan pegangan oleh masyarakat. Nilai sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan norma yang berfungsi mengatur hak dan kewajiban secara benar dan bertanggungjawab tentu harus menjadi panduan bagi pembinaan peserta didik (Mahmuddin, 2009:2). Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini, karena usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Selain itu, menanamkan moral kepada anak adalah usaha yang strategis. Seperti yang dikatakan oleh Thomas Lickona (Megawangi, 2004:26) bahwa “walaupun jumlah anak-anak hanya 25 % jumlah
penduduk, tetapi menentukan 100% masa depan”.
Sekolah Dasar sebagai salah satu jenjang pendidikan dalam sistem
pendidikan nasional diibaratkan sebagai tiket masuk atau “paspor” untuk
melanjutkan perjalanan berikutnya. Gagalnya pendidikan pada tahap ini terutama dalam pembinaan sikap/nilai diyakini akan berdampak sistemik terhadap pendidikan berikutnya. Orientasi penyelenggaraan pendidikan dasar sangat
(18)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menekankan pada pembinaan kepribadian, watak dan karakter peserta didik. Karena itu, integrasi pendidikan yang sarat dengan nilai dan pembentukan karakter diperlukan untuk membekali peserta didik dalam mengantisipasi tantangan ke depan yang dipastikan akan semakin berat dan kompleks. Guru sebagai pengembang kurikulum selanjutnya dituntut untuk mampu secara terampil menghadirkan suasana dan aktivitas pembelajaran yang berorientasi pada penanaman dan pembinaan kepribadian, watak dan karakter (Mahmuddin,2009: 5).
Thomas Lickona (2004:22) menekankan pentingnya memulai dari masa kanak-kanak tentang penanaman karakter, ia menyatakan bahwa ....”A child is the only known substance from which a responsible adult can be made” Seorang anak adalah satu-satunya bahan bangunan” yang diketahui dapat membentuk seorang dewasa yang bertanggungjawab”.
Dalam (http://www.ourcivilization.com/decline/childd.htm 2013: 3) mengatakan hal yang senada bahwa:
“you must know that there is nothing higher, or stronger, or sounder, or more useful afterwards in life, than some good memory, especially a memory from chidhood, from home. You hear a lot said about education, yet some such beautiful, sacred memory preserved from childhood, is perhaps the best education. If a man stores up many such memories to take into life, then he is saved for his whole life. And even if only one good memory remains with us in our hearts, that alone may serve us one day for our salvation.”
“Kamu harus tahu bahwa tidak ada satupun yang lebih tinggi, atau lebih kuat, atau lebih baik, atau lebih berharga dalam kehidupan nanti, daripada kenangan indah, terutama kenangan manis dari masa kanak-kanak. Kamu mendengar banyak hal tentang pendidikan, namun beberapa yang indah, kenangan berharga yang tersimpan sejak kecil, adalah mungkin pendidikan terbaik. Apabila seseorang menyimpan banyak kenangan-kenangan indah tersebut, maka seluruh kehidupannya akan terselamatkan. Bahkan apabila hanya ada satu kenangan indah yang ada tersimpan dalam hati kita, maka kenangan tersebut dapat memberikan kita satu hari untuk keselamatan kita.
(19)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pembentukan karakter harus dimulai sejak kecil. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Utago, di Dunedin new Zeland pada 1000 anak-anak yang diteliti selama 23 tahun dari tahun 1972. Anak-anak yang menjadi sampel diteliti ketika usia 3 tahun dan diamati kepribadiannya, dan diteliti kembali pada usia 18 tahun dan 21 tahun, dan kemudian ketika mereka berusia 26 tahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang ketika usia 3 tahun telah diagnosa sebagai “uncontrollable toddlers” (anak-anak yang sulit diatur, pemarah, dan pembangkang), ternyata ketika usia 18 tahun menjadi remaja yang bermasalah, agresif, dan mempunyai masalah dalam pergaulan. Pada usia 21 tahun mereka sulit membina hubungan sosial dengan orang lain, dan ada yang terlibat dalam tindakan kriminal. Begitu pula sebaliknya, anak-anak usia 3 tahun yang sehat jiwanya (well-adjusted toddlers), ternyata setelah dewasa menjadi orang-orang yang berhasil dan sehat jiwanya (Otago artikel, 2005: 5).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Tim Utton berkata: “At 3, you’re made for life’ (pada usia 3 tahun, kamu dibentuk untuk seumur hidup”). Hal ini menunjukkan pendapat mengenai pentingnya pendidikan karakter sedini mungkin. Pendidikan moral pada usia dini harus dilakukan sejak anak dilahirkan, dan pada usia di bawah 2 tahun dapat dilakukan hanya dengan memberikan kasih sayang sebesar-besarnya kepada peserta didik. Sebagaimana ungkapan Lickona
(1994: 212) bahwa “love lights the lamp of human development. If we wish to raise good children, we should begin by giving them our love”. Ibaratnya sebuah
bejana kosong, kalau diisi air “cinta dan kasih sayang” maka bejana tersebut
hanya berisi air kesucian. Dalam hal ini, Megawangi (2004:30) memaknai bahwa ketika anak dewasa, bejana (hati) ini hanya akan menebarkan kesucian dan kebajikan dalam perjalanan hidupnya. Apabila yang diterima adalah umpatan, dan contoh-contoh yang buruk, maka sifat-sifat seperti inilah yang akan disebarkan dalam perjalanan hidupnya. Oleh karena itu, orang tua khususnya ibu, perlu sekali
(20)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
untuk mencium, memberikan kata-kata manis, dan mendendangkan cinta kepada bayi-bayi mereka.
Joseph sons, (2003, 45) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan peserta didik di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerjasama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal tersebut, sesuai dengan pendapat Daniel Goleman (2007: 67) tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 % dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Lembaga pendidikan sebagai tempat mendidik peserta didik menjadi manusia utuh tidak lepas dari tindakan kekerasan. Kekerasan di dunia pendidikan masih sering terjadi, seperti di sekolah Satu SDN Pati, seorang ibu guru kelas IV menghukum peserta didik yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah dengan menusukkan paku yang dipanaskan ke tangan peserta didik. Di Surabaya, seorang pendidik Olah Raga menghukum lari seorang peserta didik yang terlambat datang dengan lari beberapa kali putaran, karena fisiknya lemah, peserta didik tersebut meninggal dunia. Dalam periode yang tidak berselang lama, seorang pendidik di SD Lubuk Gaung, Bengkalis, Riau, menghukum peserta didik lari keliling lapangan dalam kondisi telanjang bulat (Assegaf, 2006:3). Kasus-kasus tersebut
(21)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menunjukkan bahwa kekerasan di dunia pendidikan masih “mewarnai”
pendidikan di negeri ini.
Apa yang bisa diperbuat bangsa Indonesia, khususnya para civitas akademika LPTK untuk memecahkan persoalan atau krisis nilai-nilai karakter bangsa yang melanda bangsa Indonesia? Dan tergesernya nilai-nilai warisan budaya leluhur kita khususnya budaya lokal masing-masing daerah, padahal setiap budaya lokal memiliki makna yang luhur yang patut dilestarikan dan ditanamkan pada generasi muda bangsa melalui pendidikan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mengitegrasikan nilai-nilai budaya dalam konteks kekinian ke dalam kurikulum dan model pembelajarannya. Cara ini dipandang relevan digunakan setiap mata pelajaran akan termuati nilai-nilai karakter atau budaya leluhur secara spesifik dan kontekstual. Alasan lainnya, karena pengembangan nilai-nilai tidak secara khusus diberikan pada mata pelajaran tertentu dalam kurikulum. Dengan cara demikian, sekolah diasumsikan mampu menyiapkan SDM kompoten di bidangnya dan sekaligus peserta didik memiliki nilai-nilai karakter dan budaya leluhur sebagaimana yang telah digali dan disepakati pendahulu kita dan tetap masih relevan dalam kehidupan sehari-hari pada saat ini.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Majid (2011: 67-68) bahwa budaya merupakan pilar dan kekayaan. Artinya pendidikan yang diikuti seseorang bisa memperkuat dan sebaliknya bisa melemahkan budayanya. Penguatan budaya lokal dalam pendidikan global dapat diasumsikan budaya lokal nusantara kita sedang kalah saing dan tidak kuat bergumul dengan budaya internasional. Bukan budayanya yang melemah, melainkan manusianya, oleh karena itu;1) tidak kuat terhadap kepercayaan dirinya, 2) malas berkreasi, 3) merasa minder kalau tidak segera mengikuti zaman, 4) dianggapnya zaman yang bagus bila meninggalkan kebiasaan lamanya dan mencerminkan apa yang dianggap asing baginya, dan 5) budaya asing itu terasa lebih unggul dari apa yang selama ini terjadi dalam hidup kesehariannya. Dengan demikian harus ada upaya secara bersama untuk memperkuatnya, antara lain melalui pendidikan juga.
(22)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sebagai bangsa yang memiliki sangat banyak kekayaan dan keragaman budaya lokal, akan terisolasi dengan sendirinya manakala tidak sejak dini ditanamkan dengan tekad kuat bahu membahu untuk memperkuat dan melestarikan budaya lokal yang kaya akan nilai-nilai luhur. Sebab jangan sampai kita maju, tetapi melupakan akar budaya kita yaitu, budaya lokal dan bahkan ada yang dijadikan sebagai budaya nasional.
Sisi geografis dan falsafah bangsa Indonesia menunjukkan sebuah harapan dan cita-cita yang agung yang dapat membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang hidup damai dan sejahtera. Pada kenyataannya, harapan dan cita-cita tersebut belum terwujud dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesama anak-anak bangsa masih senang menabur benih-benih kebencian, permusuhan, dengki, dan dendam. Pelajar, baik peserta didik maupun mahasiswa, masih sering terlibat dalam aksi-aksi kekerasan, pornografi, seks bebas, narkoba, dan aneka macam penyakit sosial lainnya, termasuk komplit antar etnik yang masih sering terjadi.
Penelitian ini memuat tiga hal esensial. Pertama, makna nilai-nilai budaya lokal siri’ na pesse’ . Kedua, pola integrasi (integrity) nilai-nilai budaya lokal dalam kegiatan pembelajaran melalui pengembangan RPP bidang studi Pendidikan Agama Islam di sekolah. Ketiga, implikasi bagi sekolah, pendidik, peserta didik, dan orang tua.
Dinamika kehidupan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa menyimpan begitu banyak warisan dan budaya-budaya sebagai bentuk investasi moral yang di tanamkan nenek moyang dan kemudian menjadi panutan bagi seseorang yang terikat dengan ikatan transendensial sukunya masing-masing (budaya tertentu). Ikatan transendensial ini berarti manusia harus mampu beradaptasi dengan sesama manusia, mampu menjalin harmonisasi kekeluargaan yang baik karena pada hakikatnya manusia diciptakan tidak sendiri melainkan bersama agar mampu bersimbiosis dengan sesama manusia, saling melengkapi kekurangan serta bergotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.
(23)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Indonesia adalah salah-satu negara kepulauan terbesar di dunia serta memiliki suku bangsa yang beragam. Tidak hanya suku bangsa, bahasapun sangat banyak dan hampir disetiap suku mempunyai ciri bahasa tersendiri. Ini mengindikasikan bahwa Indonesia kaya akan kebudayaan. Di Sulawesi Selatan misalnya, pada kehidupan masyarakat Bugis-Makassar terdapat berbagai budaya dan filosofi-filosofi. Keragaman budayanya disebut budaya “Siri’ Na Pesse” sebagai budaya panutan dan menjadi prinsip bagi masyarakat Bugis-Makassar, Mandar dan Toraja Sulawesi Selatan.
Dalam budaya Sulawesi Selatan, siri’ na pesse adalah semacam jargon yang mencerminkan identitas dan watak orang Sulawesi-Selatan. Laica Marsuki (1995:76) menyebut bahwa pacce/pesse adalah prinsip orang Bugis Makassar, menunjuk pada prinsip apa yang dinamakan getteng, lempu, acca na warani (tegas, jujur, pintar dan berani, dan bertanggungjawab) ini adalah ciri utama yang menentukan ada tidaknya siri’. Siri’ na pesse mempunyai pandangan tersendiri. Siri’ berarti malu/ harga diri, dan Pesse berarti perih (keras, kokoh pendirian) pesse adalah bentuk harmonisasi individu dengan individu lainnya dengan turut merasakan kesusahan individu lain (empati dan solidaritas). Keduanya tidak dapat dipisahkan atau bahkan di revisi, karena kedua kata tersebut memiliki kaitan yang sangat erat bagi penganut filosofi ini. Siri’ na pesse sudah jauh sebelumnya tertanam dan kemudian ditanamkan kembali secara turun-temurun kepada keturunan-keturunan masyarakat Bugis-Makassar.
Dalam kehidupan masyarakat Bugis-Makassar hanya berpijak di atas siri’ na pesse sebagai pandangan hidup yang bermetamorfosis menjadi sebuah ideologi tersendiri bagi masyarakat Bugis-Makassar. Dalam bertingkah laku keseharian, masyarakat Bugis Makassar sangat menjunjung tinggi filosofi siri’ na pesse ini. Bahkan bisa dibilang, sebelum melakukan sesuatu, siri’ na pesse adalah pertimbangan utama, di dalamnya terdapat prinsip yang disebut sipakatau saling menghormati/menghargai), sipaklebbi (saling memuliakan), dan sipakainge
(24)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(saling mengingatkan). Dia adalah tolak ukur kebaikan, baik dalam melakukan hubungan sosial maupun ekonomi.
Menurut Mattulada, dkk (1996: 17) bahwa saat ini, perubahan besar-besaran di segala bidang semakin meningkat dan berpengaruh pada seluruh dunia (globalisasi) ditambah lagi economic power yang semakin mendesak bangsa ini. Langkah terbaik yang harus dilakukan adalah dengan meminimalisir efek negatif dari globalisasi. Ini adalah hal yang mutlak yang harus dilakukan. Sebagai generasi muda yang notabene kelak menjadi pemimpin dan meneruskan perjuangan bangsa, tentunya harus memiliki karakter yang mapan. Salah satu caranya dengan memetik kembali nilai-nilai budaya yang telah lama tertidur dan kembali mendekatkan diri ke akar budayanya masing-masing.
Berdasarkan filosofi budaya Bugis Makassar tersebut, maka perlu disadari betapa penting nilai-nilai budaya ini ditumbuhkan, diintegrasikan dan diinternalisasi pada generasi muda khususnya pada peserta didik di tingkat Sekolah Dasar. Sebab berdasarkan bukti dan fenomena sekarang budaya yang mengandung nilai-nilai luhur ini telah bergeser ke arah budaya tawuran, kekerasan, dan terkesan kehilangan rasa respek satu sama lain, dan lain sebagainya.
Solidaritas yang dibangun melalui prinsip kesamaan seharusnya diarahkan pada upaya mempertahankan nilai-nilai luhur budaya lokal. Bukan sebaliknya, solidaritas di kalangan mahasiswa justru dijadikan alat untuk berhadap-hadapan dengan kelompok berbeda.
Solidaritas diterjemahkan dalam arti sempit. Sikap primordial yang tak wajar, kemudian berkembang menjadi lebih besar yang pada akhirnya melibatkan antar fakultas, antar jurusan di kampus. Alhasil, bentrokan mahasiswa kerap terjadi di sejumlah kampus di Makassar. Sebut saja UNHAS, UNM, UMI, dan UNISMUH, dll.
(25)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tawuran yang terjadi selama ini akibat lunturnya kearifan lokal yang diwariskan nenek moyang, (Ungkap Heri Tahir, seorang kriminolog Universitas Negeri Makassar). Menurutnya, bahwa penyelesaain masalah seharusnya diselesaikan secara elegan dan mengedepankan unsur intelektualitas. Apalagi masyarakat kampus seharusnya menjadi teladan dari kelompok masyarakat yang lain. Karena itu, dibutuhkan gerakan penyadaran dari dosen, penasihat akademik, dan pembantu rektor kemasiswaan atau seluruh sivitas akademika.
Hal-hal di atas, yang melatarbelakangi penelitian ini, yakni: pertama, tantangan yang dihadapi lembaga pendidikan dasar di era globalisasi. Kedua, sistem pendidikan di sekolah yang cenderung parsial telah menjadikan manusia-manusia Indonesia kurang mengapresiasi budayanya. Kondisi objektif bahwa pembelajaran di SD saat ini masih bertumpu pada tataran penghafalan dan penguasaan materi pembelajaran, lebih bersifat pendoktrinan, bersifat kognitif dan posisi peserta didik hanya sebagai objek belajar bukan subjek belajar. Akibatnya, pengetahuan yang diperoleh jauh dari kebermaknaan nilai-nilai budaya yang dapat mengarahkan peserta didik untuk hidup sesuai dengan kaidah-kaidah moral, sehingga tidak berbekas dalam kehidupan berkelanjutan.
Globalisasi mengakibatkan pencapaian tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar untuk meletakkan dasar keterampilan hidup mandiri semakin kompleks. Tilaar (1999:136) mengemukakan tiga kekuatan besar yang akan mempengaruhi kehidupan individu Indonesia di era globalisasi, yakni masyarakat madani (civil society), negara bangsa (nation-state), dan globalisasi.
Oleh karena itu, pembelajaran merupakan salah satu cara untuk meningkatkan apresiasi peserta didik terhadap budayanya. Djahiri (1985:6) mengenai pembelajaran bermakna mengemukakan bahwa apa yang dipelajari mempunyai potensi tinggi untuk dimanfaatkan dalam kehidupannya, baik kehidupan pribadi maupun partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Pembelajaran bermakna merupakan pembelajaran yang dikemas sesuai dengan
(26)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
karakteristik peserta didik. Karakteristik peserta didik di SD yang masih berpikir konkrit dan realistik memerlukan pengemasan pembelajaran yang konkrit dan terpadu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan beberapa ulasan latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan inti permasalahannya, yaitu: Model pembelajaran yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan penguasaan materi pelajaran PAI dan nilai-nilai budaya lokal Siri’ na Pesse” pada peserta didik SD di kota Makassar Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan model pembelajaran yang akan menumbuhkan kembali dan mengintegrasikan niali-nilai budaya tersebut khususnya pada peserta didik Sekolah Dasar.
Model pembelajaran yang akan dikembangkan adalah dengan memadukan konsep-konsep pengembangan keterampilan pemahaman tentang nilai-nilai dan karakter dengan konsep-konsep proses dan pendekatan pemahaman nilai-nilai budaya/karakter akan menemukan sebuah model pembelajaran pendidikan karakter di Sekolah Dasar.
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka pertanyaan-pertanyan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kondisi pembelajaran yang dapat mengintegrasikani nilai-nilai budaya siri’ na pesse’ pada pembelajaran PAI yang selama ini dikembangkan di SD kota Makassar?
2. Model pembelajaran yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan integrasi nilai-nilai budaya siri’ na pesse’ pada mata pelajaran PAI di SD Makassar? 3. Bagaimana efektivitas model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya siri’ na
pesse’ yang sedang dikembangkan?
4. Faktor-faktor apakah yang mendukung dan menghambat pelaksanaan model pembelajaran yang dikembangkan di SD kota Makassar?
(27)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini memiliki tujuan utama, yaitu untuk menghasilkan sebuah produk, yang berupa model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya siri’ na pesse’ melalui mata pelajaran PAI di SD kota Makassar. Dengan pengembangan model yang dikembangkan tersebut diharapkan dapat meningkatkan apresiasi peserta didik terhadap nilai-nilai budayanya sendiri untuk menjadi pribadi yang mandiri dan berkarakter kuat. Selain itu, dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar yang diharapkan.
2. Tujuan Khusus:
a. Mengidentifikasi kondisi objektif model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya siri’ na pesse’ melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dikembangkan di SD selama ini.
b. Menghasilkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan kinerja guru dan kualitas proses pembelajaran pada mata pelajaran PAI yang bercirikan nilai-nilai budaya siri’ na pesse’ di SD kota Makassar. c. Membuktikan tingkat efektivitas model pembelajaran sebagai hasil
pengembangan dibandingkan dengan model konvensional.
d. Mengkaji faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya siri’ na pesse’ menuju generasi apresiatif dan berbudi luhur (berkarakter).
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat bersifat teoritik dan praktik: 1. Manfaat Teoritik
(28)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
a. Penelitian ini bermanfaat dalam rangka mengembangkan bidang keilmuan Pengembangan Kurikulum dalam kaitannya dengan model pembelajaran terhadap integrasi nilai-nilai budaya lokal di Sekolah Dasar. Manfaat ini didasarkan pada kenyataan bahwa nilai-nilai budaya yang ditanamkan oleh para pendidik, keluarga dan masyarakat menentukan masa depan anak tersebut.
b. Penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi upaya kajian-kajian akademik terhadap proses pembelajaran terutama dapat melahirkan sebuah konsep terhadap pengembangan teori pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya lokal di Sekolah Dasar.
c. Dapat digunakan peneliti berikutnya sebagai bahan referensi. 2. Manfaat Praktik
a. Mengidentifikasi pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya lokal siri’ na pesse’ pada Sekolah Dasar di Makassar. b. Menciptakan konsep tentang pengembangan model pembelajaran
integrasi nilai-nilai budaya lokal melalui kegiatan pembelajaran PAI. c. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
model pembelajaran pembentukan karakter peserta didik Sekolah Dasar.
Hasil dari kajian permasalahan penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang akurat dari temuan-temuan otentik di lapangan, sehingga dapat mengembangkan bahan-bahan pemikiran yang berguna baik untuk keperluan teoritis maupun praktiks dalam mempersonalisasi nilai-nilai yang esensial ke dalam pribadi peserta didik usia sekolah di Indonesia, khususnya di jenjang Sekolah Dasar.
(29)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan yang dikaji yaitu Model Pembelajaran Integrasi Nilai-nilai Budaya Siri’ na Pesse’ bagi peserta didik Sekolah Dasar, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode Research and Development (R & D). Menurut Borg and Gall (1989: 784-785) “educational and Development is a process used to develop and validate educational product”.
Penelitian dan pengembangan merupakan suatu strategi penelitian dan pengembangan produk pendidikan yang menggunakan beberapa siklus. Setiap siklus diawali dengan melakukan studi pendahuluan untuk menemukan suatu produk pendidikan, kemudian produk tersebut dikembangkan dalam situasi tertentu, diuji, direvisi dan diuji kembali, sampai ditentukan produk akhir yang dianggap sempurna yang selanjutnya produk tersebut diuji validitasnya. Apabila sudah teruji, diharapkan dapat diterapkan untuk memperbaiki proses pendidikan dalam upaya menghasilkan lulusan (out put) yang lebih baik dari lulusan sebelumnya.
Penelitian dan pengembangan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif dengan metode Research and Development yang pada dasarnya dilaksanakan pada dua tahapan. Tahapan pertama melakukan riset dalam bentuk studi kepustakaan, studi dokumentasi, survey dan evaluasi. Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh teori dari konsep-konsep tentang pembelajaran. Studi dokumentasi bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pembelajaran
(30)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang selama ini dilakukan di Sekolah Dasar. Survey awal dan evaluasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kondisi kurikulum, proses pembelajaran, sumber belajar, peserta didik, metodologi pembelajaran, fasilitas dan lingkungan sekolah. Tahapan kedua, kegiatan pengembangan draf konsep model pembelajaran, kemudian dilakukan pengujian konseptual serta pengujian operasional guna mengetahui derajat validitas model untuk kemungkinan implementasi di lapangan. Akhirnya melalui uji coba lebih luas disusun draf finalisasi model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya lokal bagi peserta didik Sekolah Dasar melalui RPP bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI).
Menurut Borg & Gall (1989: 773) bahwa langkah-langkah penelitian Research and Development terdiri dari empat langkah yaitu: pertama; preliminary research (studi pendahuluan), kedua; pengembangan model dan instrumen atau penyusunan model, ketiga; pengujian model, dan keempat, validasi model. Sukmadinata (2012a:184) dengan melakukan modifikasi terhadap sepuluh langkah penelitian dan pengembangan dari Borg dan Gall tersebut, bila disederhanakan secara garis besarnya meliputi tiga tahap pelaksanaan, yaitu: pertama; studi pendahuluan, kedua; pengembangan model, dan ketiga; uji model
Berdasarkan pendekatan dari proses dan langkah-langkah penelitian dan pengembangan pendidikan tersebut di atas, dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi di lapangan. Dengan demikian modifikasi dari strategi penelitian dan pengembangan yang dikembangkan dalam penelitian ini, sebagai produk inovasi model pembelajaran yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan perubahan prilaku baik dan kemampuan hasil belajar akibat dari strategi pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya siri’ na pesse’ ke dalam PAI pada peserta didik SD di Makassar.
(31)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar yang ada di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan yang tersebar di 14 Kecamatan. Lokasi penelitian ini ditetapkan menjadi 4 kelompok, yaitu lokasi penelitian pra-survey. Untuk uji coba terbatas, untuk uji coba lebih luas, dan lokasi penelitian untuk uji validasi model.
Survey dilaksanakan di 4 kecamatan, dari 14 kecamatan yang ada di kota Makassar. Selanjutnya dari 4 Kecamatan di tetapkan 6 SD untuk dijadikan lokasi penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, guru PAI, dan peserta didik kelas V setiap SD yang bersangkutan. Dengan menggunakan random sampling sederhana, sekolah dasar dari 4 kecamatan yang tersebar di kota Makassar dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1
Lokasi dan Subjek Penelitian
No. Kecamatan Seskolah Dasar Keterangan
1 Biringkanaya
SD Inpres Pajjaiang SD Inpres Sudiang SD Mannuruki
Wilayah 1
2 Ujung Tanah
SD Inpres Tabaringan SD Inpres Tabaringan 1
Wilayah 2
3 4
Manggala Panakukang
SD Inpres Puri Taman Sari SD Inpres Tamamau
Wilayah 3 Wilayah 4
1. Lokasi dan Subjek Penelitian Uji Coba Terbatas
Pada tahap uji coba terbatas pengembangan model integrasi nilai-nilai budaya siri’ na pesse’ ditetapkan satu Sekolah (SD Mannuruki) kecamatan Biringkanaya.
(32)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Lokasi dan Subjek Penelitian Kegiatan Uji Coba Model yang Lebih Luas
Sekolah dasar yang ditetapkan untuk uji lebih luas adalah SD Inpres Tamamau, yang berlokasi di Kecamatan Panakukang, SD Inpres Sudiang berlokasi di kecamatan Biringkanaya, dan SD Inpres Tabaringan 1 yang berlokasi di kecamatan Ujung Tanah.
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah guru PAI dan peserta didik kelas V SD sebagai mana terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2
Subjek Penelitian Untuk Uji Coba Lebih Luas
Kategori Sekolah Nama Sekolah Dasar Keterangan A (Baik) SD Inpres Tabaringan 1 Kelas VA B (Sedang) SD Inpres Sudiang Kelas VA C (Kurang) SD Inpres Tamamau Kelas VA
3. Lokasi dan Subjek Penelitian Uji Validasi Pengembangan Model Integrasi Nilai-nilai Budaya Siri’ na Pesse’
Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain dua kelompok, yaitu Kelompok Eksperimen (KE) dan Kelompok Kontrol (KK). Adapun sekolah dasar yang ditetapkan berkategori kurang, sedang dan baik menurut pandangan masyarakat pada umumnya dan juga berdasarkan pengamatan peneliti pada kondisi sekolah tersebut. Indikator yang ditetapkan berdasarkan pada kondisi kelengkapan fasilitas, memiliki guru bidang studi
(33)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PAI. Adapun sekolah-sekolah yang peneliti tetapkan untuk uji validasi model adalah sebagai berikut.
Tabel 3.3
Subjek Penelitian Untuk Uji Validasi Model
Kategori Sekolah
Kelompom Eksperimen (KE)
Kelompok Kontrol (KK) A (Baik) SD Inpres Puri Taman Sari
(Kelas V A)
SD Inpres Tabaringan (Kelas VB)
Sedang SD Inpres Pajjaiang (Kelas V A)
SD Inpres Pajjaiang (Kelas V B)
C (Kurang) SD Inpres Tabaringan (Kelas V A)
SD Inpres Puri Tama Sari ( kelas V B)
C. Instrumen dan Proses Pengembangan Instrumen 1. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, kuisioner dan test yang disusun berdasarkan variable-variabel yang dikaji dalam penelitian ini.
Observasi dilakukan untuk memahami kondisi objektif proses pembelajaran yang sedang dikembangkan dan aspek-aspek pendukung dan penghambatnya. Kuesioner untuk peserta didik digunakan dengan alasan bahwa pertama, sifatnya yang tertulis memungkinkan data yang diperoleh lebih akurat karena responden lebih bebas dalam memilih jawaban sesuai dengan yang dirasakannya. Kedua,
(34)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dapat digunakan untuk mengumpulkan data yang respondennya relatif banyak dengan variabel yang kompleks. Ketiga, data yang diperoleh mudah untuk dianalisis karena pertanyaan atau pernyataan yang diajukan dalam instrumen sama.
Wawancara dilakukan pada kepala sekolah dan guru sebagai penguat data yang diperoleh dari hasil kuesioner.
Kuesioner dilakukan pada peserta didik untuk memperoleh informasi tentang tanggapan peserta didik terhadap kemampuan guru dalam proses pembelajaran. Sesuai dengan masalah yang akan dikaji, instrumen penelitian yang digunakan ditujukan untuk mengungkap data atau informasi tentang; pertama, identitas responden terkait dengan kualifikasi akademik, pengalaman mengajar dan kemampuan mengajar di sekolah. Kedua, penilaian diri guru tentang kemampuan melakukan penyusunan model perencanaan, implementasi dan evaluasi pembelajaran. Ketiga, kualitas implementasi model pembelajaran yang didasarkan pada penilaian peserta didik dan penilaian guru terhadap implementasi pembelajaran.
Pemberian tes dilakukan dengan dua tahapan yakni, pemberian pre test dan post test pada tahap uji coba yang lebih luas dan uji validasi model. Pemberian test ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan hasil belajar peserta didik dan efektivitas hasil belajar peserta didik.
Secara rinci instrumen yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Pedoman wawancara untuk Kepala sekolah ( Format 01)
Wawancara untuk Kepala sekolah meliputi; informasi tentang data kepala sekolah dan sekolah dimana dia mengabdi/mengajar dan informasi tentang evaluasi diri yang terkait dengan upaya merancang kerangka acuan model/pedoman dalam merancang rumusan model pembelajaran, dan upaya menciptakan kultur sekolah dalam rangka penanaman nilai-nilai budaya siri’ na pesse’.
(35)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Wawancara untuk guru (Formt 02)
Wawancara untuk guru sebagai tim pelaksana/pengembang model pembelajaran terdiri dari 3 bagian, yaitu: pertama, informasi umum terkait dengan informasi sekolah tempat mengajar dan informasi diri guru, kedua, penilain diri guru terkait dengan perancangan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran, dan ketiga, penilaian implementasi model pembelajaran dan respon implementasi model pembelajaran PAI yang dikaitkan dengan Integrasi nilai-nilai budaya siri’ na pesse’.
c. Kuesioner untuk Peserta didik (Format 03)
Kuesioner untuk peserta didik meliputi: 1) tanggapan peserta didik terhadap guru PAI, 2) tanggapan peserta didik tentang implementasi pembelajaran PAI, dan 3) tanggapan peserta didik terhadap cara guru dalam melakukan evaluasi pembelajaran.
d. Test untuk peserta didik (Format 04)
Test dilakukan untuk mengukur efektivitas hasil belajar peserta didik melalui pemberian soal pre test dan post test pada tahap uji coba yang lebih luas dan tahap uji validasi model.
Sebelum digunakan sebagai alat pengumpul data, maka instrumen di atas terlebih dahulu dilakukan pengembangan dan pengujian baik validasi isi oleh para ahli maupun validitas dan reliabilitas butir soal pada tahap uji terbatas dengan proses sebagai berikut:
(36)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kisi-kisi disusun untuk membantu memetakan pengukuran tujuan dan variabel dalam penelitian ini dan untuk memudahkan penyusunan instrumen penelitian yang akan digunakan. Kisi-kisi dapat dapat dilihat pada lampiran.
2) Penyususnan Instrumen
Untuk memudahkan penyusunan dan juga pengolahnnya, maka instrumen disusun sesuai dengan responden yang dituju dan variabel-variabel yang akan diukur. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dapat diuraikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.4
Jenis Instrumen dan Subjek Penelitian
No. Jenis Instrumen Responden/ Sumber Data
Kode Instrumen
1 Wawancara Kepala Sekolah Format 01
2 Wawancara Guru PAI Format 02
3 Kuesioner Peserta didik Format 03
4 Test Peserta didik Format 04
5 Observasi Proses pembelajaran Format 05
2. Pengujian Validitas Isi (Expert Judgement) Instrumen
Pengujian validitas isi instrumen dilakukan dengan meminta masukan dan pertimbangan dari ahli (expert judgement). Hal ini dilakukan untuk mengetahui isi/makna item-item instrumen dalam konteks penelitian.
(37)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Penilaian ini dilakukan oleh 3 orang dosen, pertama, Ketua Prodi Pengembangan Kurikulum merangkap sebagai promotor dan ko-promotor dalam penelitian ini, yakni; Prof. Dr. H. Ishak Abdulhak, M. Pd., Prof. Dr. Hj. Mulyani Sumantri, M. Sc., dan Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M. A. dan para kepala sekolah dan guru PAI di SD tempat penelitian ini dilakukan.
Adapun instrumen yang telah dianggap cukup oleh para ahli yaitu; kisi-kisi observasi, pedoman wawancara, kuesioner, dan tes.
Hasil judgement dari promotor dan ko-promotor secara umum instrumen dalam penelitian ini sudah layak dipakai untuk mengambil data ke lapangan.
3. Uji Keterbacaan Instrumen
Pengujian keterbacaan instrumen dilakukan untuk mengetahui apakah pernyataan-pernyataan dalam instrumen dapat dipahami oleh responden, yaitu: kepala sekolah, guru, dan peserta didik. Uji keterbacaan instrumen dilakukan dengan mengunjungi setiap sekolah yang menjadi subjek dalam penelitian ini.
Pada saat uji keterbacaan dilakukan setiap kepala sekolah memberi masukan bahwa guru sebaiknya melakukan implementasi pembelajaran sesuai dengan rancangan yang telah disusun sebelumnya agar tujuan pembelajaran dapat tercapi sesuai harapan. Beberapa guru berkomentar bahwa rancangan pembelajaran yang telah disusun sesuai dengan kondisi dan iklim sekolah, serta karakteristk peserta didik, dapat diakomodir dengan baik, jika setiap stakeholder berkinerja secara baik pula.
(38)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan masukan dan komentar-komentar dari para responden, maka beberapa item dari kuesioner direvisi bahkan ada beberapa item yang dibahas secara bersama seperti kemampuan dan pengalaman guru pada tahap evaluasi dianggap penting untuk dipertimbangkan secara maksimal.
4. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Butir Soal Uji Coba Terbatas
a. Uji Validitas dan Reliabilitas Soal Essay 1) Putaran I
Dari hasil uji validitas menunjukkan bahwa semua butir soal essay dinyatakan valid, karena berdasarkan hasil analisis data membuktikan bahwa nilai r hitung lebih besar dari pada r table, yang mana dibuktikan dengan mencari r table pada signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi dan jumlah data (n) = 32 atau df = 30, maka didapat r table sebesar 0.349. Apabila ada data hasil analisis memiliki nilai kurang dari 0.349 maka item tersebut dinyatakan tidak valid. Seperti yang terlihat pada butir 1 yaitu r hitung > r table (0.508 >0.349), butir 2 yaitu r hitung > r table (0.920 > 0.349), butir 3 yaitu r hitung > r table (0.718 > 0.349) dan seterusnya.
Alat ukur dapat dikatakan reliable jika nilai reliabilitas > 0.600, dimana 0.600 adalah standarisasi nilai reliabilitas menurut para pakar statistic. Berdasarkan hasil analisis data di atas dapat diketahui bahwa nilai reliabilitas (cronbach alpha) sebesar 0.792 yang mana lebih besar dari standar yang telah ditentukan yaitu 0.60. Maka dapat disimpulkan bahwa alat ukur/soal uji coba terbatas adalah memenuhi criteria reliable.
2) Putaran II
Dari hasil uji validitas di atas dapat disimpulkan bahwa semua butir soal dinyatakan valid, karena berdasarkan hasil analisis data membuktikan
(39)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
bahwa nilai r hitung lebih besar dari pada r table, yang mana dibuktikan dengan mencari r table pada signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi dan jumlah data (n) = 32 atau df = 30, maka didapat r table sebesar 0.349. Apabila ada data hasil analisis memiliki nilai kurang dari 0.349 maka item tersebut dinyatakan tidak valid. Seperti yang terlihat pada butir 1 yaitu r hitung > r table (0.573 >0.349), butir 2 yaitu r hitung > r table (0.573 > 0.349), butir 3 yaitu r hitung > r table (0.549 > 0.349) dan seterusnya.
Alat ukur dapat dikatakan reliable jika nilai reliabilitas > 0.600, dimana 0.600 adalah standarisasi nilai reliabilitas menurut para pakar statistic, Berdasarkan hasil analisis data di atas dapat diketahui bahwa nilai reliabilitas (cronbach alpha) sebesar 0.764 yang mana lebih besar dari standar yng telah ditentukan yaitu 0.60. Maka dapat disimpulkan bahwa alat ukur/ soal dalam penelitian ini memenuhi criteria reliable.
3) Putaran III
Dari hasil uji validitas di atas dapat disimpulkan bahwa semua butir soal dinyatakan valid, karena berdasarkan hasil analisis data membuktikan bahwa nilai r hitung lebih besar dari pada r table, yang mana dibuktikan dengan mencari r table pada signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi dan jumlah data (n) = 32 atau df = 30, maka didapat r table sebesar 0.349. Apabila ada data hasil analisis memiliki nilai kurang dari 0.349 maka item tersebut dinyatakan tidak valid. Seperti yang terlihat pada butir 1 yaitu r hitung > r table (0.921 >0.349), butir 2 yaitu r hitung > r table (0.958 > 0.349), dan seterusnya.
Alat ukur dapat dikatakan reliable jika nilai reliabilitas > 0.600, dimana 0.600 adalah standarisasi nilai reliabilitas menurut para pakar statistik, Berdasarkan hasil analisis data di atas dapat diketahui bahwa nilai reliabilitas (cronbach alpha) sebesar 0.953 yang mana lebih besar dari
(40)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
standar yng telah ditentukan yaitu 0.60. Maka dapat disimpulkan bahwa alat ukur/ soal dalam penelitian ini memenuhi criteria reliable.
b. Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Soal Pilihan Ganda 1) Putaran 1
Dari hasil uji validitas di atas dapat disimpulkan bahwa semua butir soal pilihan ganda dinyatakan valid, karena berdasarkan hasil analisis data membuktikan bahwa nilai r hitung lebih besar dari pada r table, yang mana dibuktikan dengan mencari r table pada signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi dan jumlah data (n) = 32 atau df = 30, maka didapat r table sebesar 0.349. Apabila ada data hasil analisis memiliki nilai kurang dari 0.349 maka item tersebut dinyatakan tidak valid. Seperti yang terlihat pada butir 1 yaitu r hitung > r table (0.542 >0.349), butir 2 yaitu r hitung > r table (0.665 > 0.349), butir 3 yaitu r hitung > r table (0.543 > 0.349) dan seterusnya.
Alat ukur dapat dikatakan reliable jika nilai reliabilitas > 0.600, dimana 0.600 adalah standarisasi nilai reliabilitas menurut para pakar statistic, Berdasarkan hasil analisis data di atas dapat diketahui bahwa nilai reliabilitas (cronbach alpha) sebesar 0.684 yang mana lebih besar dari standar yng telah ditentukan yaitu 0.60. Maka dapat disimpulkan bahwa alat ukur/ soal dalam penelitian ini memenuhi criteria reliable.
2) Putaran II
Dari hasil uji validitas di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 1 butir soal yang tidak memenuhi criteria valid yaitu pada butir 21 dengan nilai r hitung (0.264) sementara yang lainnya telah memenuhi criteria valid, karena berdasarkan hasil analisis data membuktikan bahwa nilai r hitung lebih besar dari pada r table, yang dibuktikan dengan mencari r table pada signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi dan jumlah data (n) = 32 atau df = 30, maka didapat r table sebesar 0.349. Apabila ada data hasil analisis memiliki
(1)
296 Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dengan demikian, MPINBSP ini merupakan model yang ideal bagi kebutuhan peserta didik.
d. Faktor Pendukung dan Penghambat
a. Faktor Pendukung
1) Kemampuan dan Kinerja Guru
Berdasarkan hasil studi pendahuluan, terlihat guru memiliki kemauan keras untuk melakukan inovasi pada pembelajaran, sehingga pembelajaran yang pasif bisa menjadi aktif. Para guru dapat mengimplementasikan model pembelajaran baru. Selain itu, guru memiliki potensi beradaptasi dengan cepat dalam mengimplementasikan model pembelajaran yang dikembangkan.
2) Sikap Peserta didik
Model ini cenderung memihak kepada kebutuhan peserta didik untuk menjadi pribadi yang mandiri dan berkarakter kuat, sehingga akan menjadi insan cerdas dan bertanggungjawab serta berakhlak mulia.
3) Fasilitas sarana dan lingkungan
Ruang kelas sangat mendukung dalam proses pembelajaran yang kondusif, meja dan kursi dikondisikan sesuai dengan kenyamanan peserta didik dalam belajar yang dibutuhkan baik secara individu maupun kelompok.
b. Faktor Penghambat 1) Profesionalisasi Guru
(2)
297 Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dari aspek pengalaman guru dalam mengikuti pelatihan dan loka karya di bidang pendidikan dan pegajaran masih terbatas, sehingga guru masih cenderung melakukan model konvensional tanpa disadari. 2) pemahaman guru terhadap pemaknaan budaya siri’ na pesse’ juga masih sangat terbatas, sehingga guru masih merasa kesulitan mengaitkannya dengan materi pelajaran PAI. Hal ini berdampak pada kinerja guru dalam mengimplementasikan MPINBSP ini.
2) Kemampuan Peserta didik
Latar belakang peserta didik (pupil formative experience) yaitu jenis kelamin, tempat kelahiran, tingkat sosial ekonomi, dari keluarga bagaimana peserta didik berasal, dan sifat yang dimiliki peserta didik (pupil properties) meliputi kemampuan, pengetahuan dan sikap. Setiap peserta didik memiliki kemampuan atau tingkat kecerdasan dan jenis kecerdasan yang bervariasi. Perbedaan-perbedaan tersebut menuntut perlakuan yg berbeda pula baik dalam penempatan atau pengelompokan peserta didik maupun dalam perlakuan guru dalam menyesuaikan gaya belajar. Oleh karena itu, perbedaan peserta didik pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis dapat mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.
B.Implikasi Hasil Pengembangan 1. Implikasi Teoritis
Joyce & Weils (2000) menegaskan bahwa agar tingkat efektivitas dan keberhasilan pengembangan model pembelajaran yang dikembangkan dapat dicapai dengan baik, maka perlu diperhatikan sintaxnya, seperti; kegiatan tahap pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
(3)
298 Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Keberhasilan implementasi pengembangan MPINBSP dapat memberi impilkasi terhadap kinerja guru dan kualitas proses pembelajaran serta hasil belajar peserta didik. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran yang dikembangkan ini dapat mendorong berbagai kesiapan guru, mulai dari persiapan, desain perencanaan pembelajaran, implementasi pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
C. Rekomendasi
Berdasarkan hasil pembahasan dan simpulan dari penelitian, dapat direkomendasikan beberapa hal berikut:
1. Pengambilan Kebijakan (Dinas Pendidikan, Sekolah)
Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung pada perangkat lunak yang menjadi acuan pelaksanaannya. Dalam hal ini, kebijakan Dinas Pendidikan terhadap penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan nilai )termasuk nilai budaya) sangat dibutuhkan. Berdasarkan pada pendidikan karakter yang telah dicanangkan Presiden RI pada Tanggal 2 Mei 2010. Kebijakan tersebut tentu harus diikuti oleh pelaksana di bawahnya, abik di tingkat Dinas provinsi, Kota/kabupaten/sekolah dan guru. Ketika semua pihak memiliki komitmen maka pelaksanaan kebijakan itu akan berjalan dengan baik.
2. Kepala Sekolah
Agar dapat lebih mengkondisikan dan memotivasi para guru dalam proses pembelajaran pengintegrasian nilai-nilai budaya siri’ na pesse’ (lokal) dalam rangka melatih dan membiasakan peserta didik berbuat baik.
(4)
299 Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Guru sebagai ujung tombak dalam pembelajaran perlu dibekali dengan pengetahuan tentang nilai-nilai budaya siri’ na pesse’ (budaya local) agar guru mampu mengintegrasikan nilai-nlai tersebut ke dalam pembelajaran mata pelajaran PAI. Program-program dalam rangka peningkatan kompetensi dan kapasitas guru perlu dilakukan melalui pelatihan, seminar, dan workshop baik di tingkat nasional, regional maupun internasional, sehingga dapat mengembangan MPINBSP sebagai model alternatif pendidikan karakter peserta didik di SD.
4. Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini cukup strategis dalam membangun dan membina karakter bangsa. Perilaku bangsa yang sudah melupakan nilai-nilai leluhur, termasuk nilai buda siri’ na pesse’ dalam rangka mencapai kehidupan yang damai dan sejahterra dalam bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu, MPINBSP ini dianjurkan bagi peneliti selanjutnya dan memfokuskan penelitian pada strategi/metode pembelajaran dalam implementasi dan evaluasi pembelajaran yang berbasis nilai-nilai budaya lokal.
(5)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
Nurlaelah, Tittle “The Development of Instructional Model of the Integration of the Cultural Values Siri’ na Pesse’ ( Self Esteem and Empathy) at the instruction of Islamic Elementary School Students” (an Alternative Character-Building Education at Makassar South Sulawesi, 2014).
The research urgency starts from the realistic condition that the instruction at elementary school still focus on rote learning and subject mastery. The learners act as learning objects, not as learning subjects. As a result, the knowledge he or she masters is far from being meaningful to cultural values leading them to live on a moral basis, thereby not regulating for continuous walk of life.The aim of the research is to develop a product of instructional model intended to uplift the students’ appreciation of cultural values siri’ na pesse’ at elementary schools, as nurturant effects and to improve the instructional quality of Islamic teaching and process brought about by the intended instruction administering Research and Development approach. Questionnaire, interview, observation, and test are used to gather data.“The matching pretest posttest control group design” is used to test the validation and Kolmogorov is used to analyze it. The study can result in the change of student behavior to the be better behavior. The change of behavior aspects covered: integrity, discipline, self-confidence, tolerance, empathy, consistency, and responsibility.The behavior or character reflects the principle of way of life of Buginese community, namely: sipakatau’ (mutual respect), sipakalebbi’ (honoring deeply one another), and sipakainge’ (mutually reminding) contained in the cultural value of siri’ na pesse’ precept. The study can also improve the student achievement, that is, the mean score of experimental group and that of control group from each of school categories are significantly different.
Overall, the mean score of experimental group is higher than that of control group. Referring to the research findings, it has brought about a theorem: 1) challenging model of instruction can produce an attitude change and a positive or good behavior to students, 2) the instruction oriented to the uplift of through the improvement of Instructional model development., and 3) warm instructional environment can enhance the achievement of planned objectives as well as to obtain the more meaningful nurturant effect in a continuous walk of life.
Therefore, It can be drawn a conclusion that the research findings indicate the instructional model developed is effective enough to uplift the students’ appreciation to the cultural value of siri' na pesse’ precept at the elementary school as curriculum goal in Islamic instruction as planned.
Key words: instructional model, integration, character-building education, cultural value of
(6)
Nurlaeli, 2014
Pengembangan model pembelajaran integrasi nilai-nilai budaya Siri’na Pesse (Self-Esteem and Empathy) pada pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRAK
Nurlaelah. Judul: “ Pengembangan Model Pembelajaran Integrasi Nilai-nilai Budaya Siri’na
Pesse’ (Self-Esteem and Empathy) pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar” (Suatu Alternatif Pendidikan Karakter di Kota Makassar Sulawesi Selatan, 2014).
Penelitian ini berawal dari kondisi realitas bahwa pembelajaran di SD saat ini masih bertumpuh pada tataran penghafalan dan penguasaan materi pembelajaran. Posisi peserta didik hanya sebagai objek belajar bukan subjek belajar. Akibatnya, pengetahuan yang diperoleh jauh dari kebermaknaan nilai-nilai budaya yang mengarahkan peserta didik untuk hidup sesuai dengan kaidah-kaidah moral, sehingga tidak berbekas dalam kehidupan yang berkelanjutan. Tujuan penelitian ini untuk mengembangkan suatu produk model pembelajaran yang diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang apresiatif terhadap nilai-nilai budaya siri’ na
pesse’ bagi peserta didik di SD, sebagai nurturant effects dan meningkatkan kualitas pembelajaran PAI sebagai dampak pembelajaran, dengan menggunakan pendekatan, Research and Development (R & D). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket, wawancara, observasi, dan tes. Tahap uji validasi menggunakan metode “the matching pre
test posttest control group design” dan dianalisis dengan menggunakan Kolmogorov dan hasilnya digunakan untuk memperkuat data kualitatif. Penelitian ini dapat menghasilkan perubahan pola prilaku peserta didik ke arah yang lebih positif. Aspek-aspek perubahan prilaku yang ditunjukkan adalah: kejujuran, kedisiplinan, percaya diri, empati, konsisten, keberanian, dan tanggung jawab. Prilaku atau karakter tersebut telah mencerminkan prinsip masyarakat Bugis Makassar yaitu ; sipakatau’ (saling menghargai), sipakalebbi’ (saling memuliakan), dan sipakainge’ (saling mengingatkan) yang dikemas dalam budaya siri’ na
pesse’. Berdasarkan hasil penelitian ini menghasilkan dalil: 1) mampu merubah paradigm pebelajaran dari subject oriented dan teacher centered menjadi student centered, 2) dapat dilakukan pada semua mata pelajaran dan 3) suasana pembelajaran yang hangat dapat menyenangkan dan mempermudah pencapaian tujuan yang direncanakan serta dapat menghasilkan dampak pengiring yang lebih bermakna dalam kehidupan yang berkelanjutan.
Dengan demikian berdasarkan temuan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran yang dikembangkan, secara signifikan cukup efektif dapat meninngkatkan apresiasi terhadap nilai-nilai budaya siri' na pesse’ pada peserta didik di SD sebagaimana tujuan kurikulum pembelajaran PAI yang diharapkan.
Kata Kunci: Model Pembelajaran, Integrasi, Pendidikan Karakter, Budaya siri’ na pesse’, mata Pelajaran PAI.