Hasil Diklat Calon Kepala Sekolah SD MI Terbaru

(1)

KOMPETENSI MANAJERIAL

KEPALA SEKOLAH PENDIDIKAN

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PENYUSUNAN RENCANA OPERASIONAL, RAPBS, PROPOSAL

DAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN

DALAM PENGEMBANGAN SEKOLAH DASAR

DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT JENDERAL


(2)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL TAHUN 2007


(3)

KATA PENGANTAR

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Dalam rangka pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah untuk menguasai lima dimensi kompetensi tersebut, Direktorat Tenaga Kependidikan telah berupaya menyusun naskah materi diklat pembinaan kompetensi untuk calon kepala sekolah/kepala sekolah.

Naskah materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan untuk memberikan acuan bagi stakeholder di daerah dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/kepala sekolah agar dapat dihasilkan standar lulusan diklat yang sama di setiap daerah.

Kami mengucapkan terimakasih kepada tim penyusun materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah ini atas dedikasi dan kerja kerasnya sehingga naskah ini dapat diselesaikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita dalam meningkatkan mutu tenaga kependidikan.

Jakarta,

Direktur Tenaga Kependidikan

Surya Dharma, MPA, Ph.D NIP. 130 783 511


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Kompetensi...1

C. Indikator Ketercapaian Kompetensi...2

D. Alokasi Waktu...2

E. Mata Pendidikan dan Pelatihan...3

F. Skenario Pembelajaran...3

BAB II RENCANA OPERASIONAL...4

A. Pengertian Rencana Operasional...4

B. Komponen-Komponen Rencana Operasional...4

C. Jadwal Pelaksanaan...17

BAB III PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA SEKOLAH (RAPBS)...18

A. Sistem Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran (Planning, Programing, and Budgetting System)...19


(5)

B. Masalah-Masalah Terkait Dengan Penyusunan RAPBS...21 C. Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah...28

BAB IV PENYUSUNAN PROPOSAL DAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN 42

A. Penyusunan Proposal Pengembangan Sekolah...42 B. Penyusunan Kerangka Acuan Kegiatan...61


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Contoh Penyajian Indikator Kinerja...11

Tabel 1.2 Contoh Kegiatan dan Investasi...13

Tabel 1.3 Keterkaitan Antara Kegiatan, Sub-Kegiatan, Sumber Daya dan Sumber Dana ...15

Tabel 1.4 Contoh Jadwal Kagiatan dalam Renop...17

Tabel 2.1 Perbandingan PPBS dan Pendekatan Penganggaran Tradisional...20

Tabel 2.2 Sumber Pendapatan Sekolah...29

Tabel 2.3 Perhitungan Anggaran Pendapatan Sekolah...31

Tabel 2.4 Perhitungan Biaya Operasi Sekolah...37

Tabel 2.5 Perhitungan Biaya Investasi...39

Tabel 3.1 Matrik permasalahan, alternatif pemecahaan, dan program yang diusulkan...51

Tabel 3.2 Indikator Keberhasilan...54

Tabel 3.3 Program dan Penjadwalan...56

Tabel 3.4 Rekapitulasi Anggaran Biaya Berdasarkan Program/Sub-Program...58

Tabel 3.5 Rekapitulasi Kebutuhan Anggaran menurut Komponen Anggaran dan Tahun Realisasi...59

Tabel 3.6 Contoh-contoh rumusan tujuan dan hasil yang diharapkan...64 Tabel 3.7 Contoh Uraian Ruang Lingkup Untuk Beberapa Komponen Anggaran


(7)

Tabel 3.8 Contoh Uraian Anggaran Pelatihan Guru...66 Tabel 3.9 Contoh Jadwal Persiapan Pelatihan...68


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Depdiknas merupakan Direktorat Jenderal yang dibentuk melalui PP No. 8 Tahun 2005. Salah satu direktorat di bawahnya adalah Direktorat Tenaga Kependidikan yang mempunyai tugas pokok melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi di bidang pembinaan tenaga kependidikan pada pendidikan formal.

Tenaga kependidikan yang menjadi perhatian UU Sisdiknas dan PP No. 19 Tahun 2005 adalah: Kepala Sekolah, Tenaga Perpustakaan, Tenaga Pengawas Sekolah, Tenaga Laboratorium, dan Tenaga Administrasi Sekolah (TAS). Salah satu upaya meningkatkan kompetensi manajerial kepala sekolah sesuai Permendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah antara lain adalah melalui bimbingan teknis. Salah satu kompetensi manajerial kepala sekolah adalah manajerial dalam konteks pendidikan persekolahan termasuk, khususnya dalam penyusunan Renop, RAPBS dan TOR pengembangan sekolah dasar.

B. Kompetensi

Secara umum, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan ini para peserta akan memiliki kompetensi untuk melakukan perencanaan pengembangan sekolah untuk berbagai tingkatan perencanaan, yang meliputi Rencana Operasional, Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah, Proposal Pengembangan Sekolah, dan Kerangka Acuan atau Term of Reference (TOR) kegiatan.


(9)

C. Indikator Ketercapaian Kompetensi

1. menyusun Rencana Operasional (Renop) pengembangan sekolah berlandaskan kepada keseluruhan rencana strategis yang telah disusun, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan operasional yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencana operasional yang baik.

2. menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) berlandaskan kepada keseluruhan rencana tahunan yang telah disusun, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan RAPBS yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencana RAPBS yang baik.

3. menyusun Proposal melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan Rencana Kegiatan yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan proposal yang baik.

4. menyusun Kerangka Acuan Kegiatan atau Term of Reference (TOR) berlandaskan Renop, RAPBS, atau Proposal Pengembangan yang telah disusun, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan TOR yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencana TOR yang baik.

D. Alokasi Waktu

Alokasi waktu diklat ini adalah 4 hari @ 10 jam, pelajaran @ 45 menit, atau 40 jam pelajaran/45 menit.


(10)

E. Mata Pendidikan dan Pelatihan

1. Rencana Operasional Pengembangan Sekolah Dasar 2. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah

F.Skenario Pembelajaran

Diklat ini harus diselenggarakan dengan pendekatan Andragogi. Selain itu dijelaskan prinsip-prinsip, diskusi kelompok pendalaman, latihan-latihan praktek dan kreativitas berinovasi didorong dan dibimbing oleh Fasilitator, lakukan studi banding terhadap bahan-bahan dari sekolah yang berhasil.


(11)

BAB II

RENCANA OPERASIONAL

A. Pengertian Rencana Operasional

Rencana Operasional (Renop) sekolah merupakan rencana implementasi Rencana Stratejik sekolah dalam kurun waktu satu tahun. Renop sering juga disebut Rencana Tahunan. Renop berisi langkah-langkah operasional yang akan ditempuh selama satu tahun oleh sekolah, unit-unit, dan atau individu-individu staf dalam rangka mencapai tujuan operasional. Tujuan operasional merupakan jabaran dan tahapan-tahapan untuk mencapai tujuan stratejik.

Renop disusun oleh unit-unit atau individu staf yang ada dalam struktur organisasi sekolah dan mengacu pada program yang relevan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Renop pengembangan kegiatan kurikuler, renop pengembangan kegiatan kesiswaan, renop peningkatan kerjasama dengan masyarakat, dan sebagainya merupakan contoh-contoh Renop yang dapat dikembangkan di SD/MI. Renop berfungsi sebagai alat yang digunakan oleh masing-masing unit penyusunnya sebagai: (1) penjamin bahwa program pengembangan akan terealisasi dalam kegiatan operasional sekolah sehari-hari, (2) pedoman pelaksanaan kegiatan semesteran, bulanan, mingguan, dan harian, dan (3) justifikasi rinci penyusunan Rencana Anggaran dan Belanja tahunan.

G. Komponen-Komponen Rencana Operasional

Komponen-komponen Renop sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Program Pengembangan yang dirumuskan dalam dokumen Renstra. Perbedaan pokok antara keduanya terletak pada kurun waktu kegiatan dan


(12)

rincian dari masing-masing komponen itu. Komponen-komponen Renop meliputi:

1. Latar Belakang dan Rasional:

alasan atau argumentasi yang mendasari kegiatan yang diusulkan. 2. Sasaran:

hasil yang akan peroleh pada akhir kegiatan operasional 3. Indikator Kinerja:

tolak ukur kuantitatif pencapaian sasaran 4. Rancangan Kegiatan:

jenis dan tahap-tahap pekerjaan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan operasional selama satu tahun.

5. Sumber Daya dan Dana Yang dibutuhkan:

a. jenis dan kualifikasi sumber daya manusia, sarana-prasarana, dan informasi yang dibutuhkan dalam implementasi kegiatan. b. jumlah dan sumber dana yang dibutuhkan untuk pengadaan,

peningkatan kualitas, pemeliharaan, dan pengoperasian sumber daya yang dibutuhkan.

6. Jadwal Kegiatan:

kapan pekerjaan sesungguhnya dilaksanakan dan batas waktu tugas harus diselesaikan

7. Penanggung Jawab Kegiatan:


(13)

Berikut diuraikan penjelasan rinci masing-masing komponen Renop tersebut. 1. Latar Belakang dan Rasional

Latar Belakang dan Rasional ini menguraikan secara ringkas dan padat mengenai alas atau argumentasi yang mendasari kegiatan yang diusulkan. Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam bagian ini meliputi:

a. Penjelasan mengenai akar permasalahan yang telah berhasil diidentifikasi pada telaah diri saat menyusun Renstra, yang akan diselesaikan dengan melaksanakan Renop ini. Masalah tersebut harus dijelaskan sedemikian rupa, sehingga tergambar permasalahan tersebut secara utuh dan menyeluruh (termasuk cakupannya, berat/ringannya, faktor-faktor yg berpengaruh pada permsalahan tersebut).

b. Kebijakan dan tujuan yang dirumuskan dalam Rencana Tindak dalam dokumen Renstra

c. Apabila Renop yang disusun untuk tahun kedua dan seterusnya dari siklus implementasi Renstra, dalam latar belakang juga perlu dikemukakan:

1) capaian-capaian tujuan jangka panjang yang telah diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya.

2) Masalah dan kendala yang dihadapi yang belum terselesaikan pada tahun sebelumnya.

3) Praktik-praktik baik (good practices) yang diperoleh pada tahun sebelumnya dan perlu dipertahankan pada Renop yang sedang disusun

d. Argumentasi (alasan) tentang mengapa uraian Renop yang akan dilaksanakan adalah pilihan yang paling tepat untuk menyelesaikan akar permasalahan tersebut diatas.


(14)

Argumen/alasan tersebut dapat didasarkan pada pembenahan faktor-faktor yang berpengaruh pada akar permasalahan tersebut atau dapat berdasarkan teori ilmiah dan pengalaman dalam menghadapi akar permasalahan tersebut.

2. Sasaran (Objective)

Sasaran merupakan penjabaran atau diturunkan dari tujuan. Sasaran adalah penggambaran hal yang ingin diwujudkan melalui tindakan-tindakan yang diambil sekolah guna mencapai tujuan (target terukur). Sasaran adalah hasil yang akan dicapai secara nyata oleh sekolah atau unit yang ada di sekolah dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu satu tahun.

Dalam sasaran dirancang pula indikator sasaran, yaitu ukuran tingkat keberhasilan pencapaian sasaran untuk diwujudkan pada tahun bersangkutan. Setiap sasaran disertai target masing-masing. Sasaran diupayakan untuk dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu/tahunan secara berkesinambungan sejalan dengan tujuan yang ditetapkan.

Rumusan sasaran yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut.

a. Sasaran harus sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku setta sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota.

b. Sasaran ditetapkan mengacu pada dan merupakan milestone

pencapaian visi, misi, tujuan sekolah, strategi, serta kebijakan dan tujuan yang dituangkan dalam Renstra Sekolah.

c. Sasaran harus dapat dijabarkan ke dalam sejumlah indikator kinerja.


(15)

d. Sasaran harus mengacu pada masalah-masalah yang teridentifikasi dalam telaah diri dan merupakan upaya yang dikembangkan untuk menjawab isu-isu stratejik.

e. Sasaran harus merupakan tindak lanjut dari pengalaman atau permasalahan yang teridentifikasi pada tahun sebelumnya. f. Spesifik, sasaran menggambarkan hasil spesifik yang

diinginkan, dan bukan cara pencapaiannya.

g. Dapat dinilai dan terukur, sasaran harus terukur dan dapat digunakan untuk memastikan apa dan kapan pencapaiannya. h. Menantang namun dapat dicapai, tetapi tidak boleh

mengandung target yang tidak layak.

i. Berorientasi pada hasil, sasaran harus mensepesifikasikan hasil yang ingin dicapai.

j. Dapat dicapai dalam waktu tahun tertentu. 3. Indikator Kinerja

Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi, serta untuk meyakinkan bahwa kinerja hari demi hari organisasi/unit kerja yang bersangkutan menunjukkan kemajuan dalam rangka dan atau menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tanpa indikator kinerja sulit bagi kita untuk menilai kinerja (keberhasilan atau ketidakberhasilan) sekolah atau unit kerja yang ada di bawahnya. Secara umum indikator kinerja memiliki fungsi:


(16)

a. Memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan.

b. Menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan.

c. Membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja sekolah atau unit kerja yang ada di dalamnya.

Indikator kinerja yang baik hendaknya memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:

a. Spesifik dan jelas, sehingga dapat dipahami dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi

b. Dapat diukur secara obyektif baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

c. Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek-aspek obyektif yang relevan dengan sasaran yang ingin dicapai.

d. Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukan keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat, dampak, dan proses.

e. Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan.

f. Efektif, data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan dan dianalisis.

Terdapat enam jenis indikator kinerja yang sering digunakan dalam pengukuran kinerja sekolah, yaitu :

a. Indikator masukan (input): segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan pendidikan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan. Indikator ini dapat


(17)

berupa kualitas siswa baru, kelekatan persaingan dalam seleksi siswa baru, relevansi kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja, kualitas Renstra yang disusun sekolah, dan sebagainya.

b. Indikator proses (process): merupakan gambaran mengenai perkembangan atau aktivitas yang terjadi atau dilakukan dalam proses pendidikan di sekolah. Contoh indikator ini antara lain, tingkat kehadiran siswa, tingkat keterlibatan siswa dalam pembelajaran, penerapan PAKEM dalam pembelajaran, tingkat pemanfaatan laboratorium, jumlah siswa yang berkunjung ke perpustakaan, dan sebagainya.

c. Indikator keluaran (output): sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari kegiatan pendidikan. Indikator-indikator seperti peningkatan rata NUN, peningkatan peringkat rata-rata NUN di tingkat kabupaten/kota, atau peningkatan jumlah siswa yang lulus UN, dapat digolongkan sebagai indikator output.

d. Indikator dampak (outcome): segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Inikator ini biasanya sulit dicapai dalam kurun waktu Renop (1 tahun), akan tetapi harus sudah terukur setelah masa siklus Renstra (4-5 tahun) selesai atau hampir selesai. Jumlah siswa yang diterima di jurusan favorit di perguruan tinggi ternama, jumlah siswa yang langsung mendapatkan pekerjaan setelah lulus, semakin pendeknya masa tunggu siswa untuk mendapatkan pekerjaan pertama setelah mereka lulus, adalah contoh-contoh indikator outcome. e. Indikator akibat (impact): segala sesutu yang merupakan

akibat dari outcomes. Peningkatan popularitas sekolah akibat banyaknya siswa cepat mendapatkan pekerjaan, meningkatnya


(18)

jumlah siswa yang mendaftar sebagai siswa baru akibat dari banyak nya siswa yang diterima di perguruan tinggi unggulan, cepatnya promosi atau perkembangan karir lulusan di dunia kerja merupakan contoh-contoh indikator akibat tersebut.

Untuk mengukur keberhasilan capaian Indikator Kinerja, maka dalam Renop harus dicantumkan kondisi saat disusunnya Renop dan kondisi yang diharapkan dicapai setelah kegiatan dilaksanakan. Kondisi saat disusunnya Renop digunakan sebagai baseline. Selain itu, jika indikator bersifat spesifik maka perlu dijelaskan bagaimana dan kapan indikator itu akan diukur.

Tabel 1.1 Contoh Penyajian Indikator Kinerja

Sasaran Indikator Base-line Target Metode Pengukuran Meningkatnya

relevansi

kompetensi siswa di bidang TIK dengan

kebutuhan dunia kerja

 Rata-rata nilai hasil Uji Kompetensi yang dilakukan Asosiasi

Profesi (output)

6,75 8,00 Rata-rata nilai semua peserta

uji kompetensi

 Jumlah siswa yang lolos Uji Kompetensi oleh Asosiasi Profesi (output)

65% 100% Jumlah yang

lulus dibagi jumlah peserta uji kompetensi  Jumlah lulusan

yang bekerja di bidang TIK (outcomes)

Tidak diketahui

100% Studi sampling setelah mereka


(19)

4. Rancangan Kegiatan

Rancangan kegiatan menjabarkan rincian, tahapan, dan langkah-langkah kegiatan (sub-kegiatan) yang akan dilaksanakan dalam satu tahun. Pada setiap langkah (sub-kegiatan) harus dijelaskan, maksud dan tujuannya yang ingin dicapai secara ringkas dan jelas. Rancangan kegiatan yang efektif harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut.

a. Kegiatan tersebut bukan merupakan investasi atau pengadaan sumberdaya. Namun harus berupa dampak dari investasi atau upaya pemanfaatan investasi. Kegiatan dapat berlangsung terus-menerus sementara investasi merupakan implikasi dan hanya merupakan tahap paling awal dari sebuah kegiatan. b. Kegiatan tersebut tidak kompleks, sehingga dapat dipahami

dengan mudah dan dapat dilaksanakan dengan baik.

c. Kegiatan tersebut dapat diukur tingkat keberhasilannya. Untuk itu perlu ditetapkan indikator keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang dapat diukur. Indikator keberhasilan kegiatan, umumnya berupa indikator keluaran (output), namun dimungkinkan untuk mencantumkan indikator keberhasilan dampak (impact/ outcomes).

d. Cakupan kegiatan tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit, karena cakupan ini akan berkaitan dengan beban kerja seorang penanggung jawab. Cakupan kegiatan yang terlalu luas akan meningkatkan beban kerja penanggungjawab.

e. Keluaran (output) maupun dampak (impact/outcomes) kegiatan mempunyai kontribusi yang cukup bermakna (significant) terhadap rencana pengembangan sekolah secara keseluruhan.


(20)

f. Keterkaitan antar bagian kegiatan/sub-kegiatan harus terlihat dengan jelas.

g. Keberlangsung kegiatan tergambarkan dengan jelas.

Untuk memudahkan kita dalam merancang kegiatan dan membedakannya dengan investasi, Tabel 1.1 memberikan contoh keduanya.

Tabel 1.2 Contoh Kegiatan dan Investasi

Kegiatan Investasi

Peningkatan kualitas penelitian tindakan kelas (output)

 Pelatian penelitian tindakan kelas untuk guru.

 Penyediaan jumlah referensi penunjang PTK

Peningkatan peringkat dalam kejuaraan Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) di tingkat Kabupaten (outcome)

 Pelatihan pembimbingan LKIR bagi guru.

 Penyediaan karya ilmiah siswa sekolah lain yang telah berhasil memenangi LKIR

Peningkatan keberterimaan siswa dalam Prakerin (impact).

 Penyesuaian peralatan lab dengan standar industri.

 Peningkatan Networking dengan DU/DI

Peningkatan relevansi antara RPP yang disusun guru dengan SKL dan SI (output)

 Lokakarya penyusunan RPP di sekolah;

 Konsultan pengembangan KTSP dan RPP

Peningkatan keefektifan pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi

 Pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru TIK di bidang jaringan.

 Penambahan peralatan laboratorium.


(21)

Kegiatan Investasi  Perluasan daya tampung

laboratorium komputer

5. Sumber daya yang dibutuhkan

Sumber daya yang dicantumkan dalam Renop merupakan uraian rinci mengenai jenis, kualifikasi, dan kuantitas sumber daya yang dibutuhkan agar kegiatan/sub-kegiatan yang direncanakan dapat dilaksanakan dan dijaga keberlangsungannya (sustainability). Sumber daya ini dapat meliputi SDM, pra-sarana dan sarana pendidikan, buku-buku perpustakaan, keahlian, informasi, teknologi, sistem manajemen,

networking, bahan habis pakai untuk kegiatan manajemen.

Pemilihan dan penetapan sumber daya yang dibutuhkan hendaknya memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut.

a. Uraian harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan untuk melaksanakan kegiatan.

b. Harus dijelaskan asal sumber daya tersebut, misal: membeli, menyewa, meminjam, memperbaiki yang telah ada, atau meningkatkan kapasitas.

c. Sumber daya tidak hanya dapat diperoleh melalui siswa atau orang tua siswa, namun juga bisa didapatkan dari sumber lain, termasuk sumber dana yang berasal dari non-pemerintah. d. Setiap kegiatan atau sub-kegiatan dimungkinkan membutuhkan

lebih dari satu sumber daya.

e. Dimungkinkan adanya juga kegiatan yang tidak membutuhkan penambahan sumber daya baru, tetapi menggunakan sumber


(22)

daya yang sudah ada, sehingga pada bagian ini tidak ada sumber daya yang dibutuhkan.

f. Pada bagian ini harus disebutkan secara ringkas, tentang jenis, kualifikasi, spesifikasi, dan jumlah masing-masing sumberdaya yang diperlukan (contoh: komputer dengan spesifikasi tertenu, guru atau staf dengan kompetensi tertentu, alat laboratorium, jenis informasi, peraturan di bidang tertentu, konsultan di bidang tertentu);

g. Mencantumkan jumlah dana yang dibutuhkan untuk mengadakan, perbaikan, peningkatan kapasitas sumber daya tersebut;

h. Apabila sumber daya diusulkan kepada donor atau pemerintah, asal sumber dana yang akan digunakan harus sesuai dengan Komponen Pembiayaan Yang Boleh Diusulkan (Eligible Cost Component).

Keterkaitan antara kegiatan, sub-kegiatan, sumber daya dan sumber dana yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut.

Tabel 1.3 Keterkaitan Antara Kegiatan, Sub-Kegiatan, Sumber Daya dan Sumber Dana

Kegiatan/Sub-kegiatan

Sumber Daya Yang dibutuhkan

Investasi Jumlah Biaya

Sumber Dana Peningkatan

keefektifan pembelajaran TIK

 Peningkata n

Rancangan

2 orang guru yang kompeten dalam


(23)

Kegiatan/Sub-kegiatan Sumber Daya Yang dibutuhkan Investasi Jumlah Biaya Sumber Dana pembelajar an TIK penyusunan Silabus dan RPP TIK yang efektif

Silabus dan RPP

Pembelajaran TIK yang efektif

Supervisi Penyusunan Silabus/RPP - - Peningkata n keefektifan kegiatan praktikum

2 orang guru yang kompeten di bidang Web Master,

Jaringan, dan PC Hardware

Pelatihan Rp.10.000.00 0

DPP

15 Unit Komputer berkecepatan tinggi dan jaringan Perbaikan yang sudah komputer Rp.10.000.00 0 Blockgran t

20 set

Komponen PC untuk kegiatan praktikum Pengadaan Barang Rp.40.000.00 0 Pemkab

H. Jadwal Pelaksanaan

Bagian ini berisi uraian ringkas tentang jadwal pelaksanaan kegiatan selama satu tahun, dalam bentuk tabel (bar diagram). Sub kegiatan atau tahapan kegiatan yang dicantumkan pada bagian ini, harus sama dengan sub kegiatan atau tahapan kegiatan yang diuraikan pada bagian Rancangan


(24)

Kegiatan. Untuk contoh kegiatan “Peningkatan keefektifan pembelajaran TIK” di atas, jadwal pelaksanaannya dapat disajikan sebagai berikut.

Tabel 1.4 Contoh Jadwal Kagiatan dalam Renop

Kegiatan/Sub-kegiatan

Bulan

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Peningkatan

keefektifan pembelajaran TIK  Peningkatan

Rancangan pembelajaran TIK  Peningkatan

keefektifan kegiatan praktikum

 Evaluasi

kompetensi berskala industri


(25)

BAB III

PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA SEKOLAH (RAPBS)

Pembahasan tentang Rencana Anggaran pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) berikut ini didasarkan pada asumsi bahwa sistem penganggaran di sekolah menggunakan pendekatan yang disebut sistem penganggaran berbasis sekolah atau School-based Budgeting System. Dengan sistem ini alokasi anggaran sekolah bersifat lump-sum atau kita kenal juga dengan sistem hibah blok (block grant). Sistem ini memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk menggali, mengalokasikan dan mengelola anggaran sesuai dengan kebutuhan baik untuk operasional sehari-hari maupun untuk pengembangan sebagaimana direncanakan dalam Renstra maupun Renop.

Spear (dalam Gorton dan Schneider, 1991) mengidentifikasi beberapa keunggulan sistem penganggaran berbasis sekolah itu meliputi: (1) sekolah dapat menunjukkan keunikan kebutuhan masing-masing sekolah (2) kajian yang bersifat kooperatif terhadap program-program dan praktik-praktik yang telah berjalan, (3) keterlibatan guru dalam penentuan status finansial sekolah dan pembatasan penggunaan anggaran, (4) hubungan yang lebih akrab antara guru dengan orang tua, dan (5) keputusan yang diambil lebih dekat dengan kebutuhan siswa.

Selain itu, sistem penganggaran berbasis sekolah juga memiliki beberapa kelemahan yang perlu diantisipasi oleh pihak sekolah, komite sekolah, pengurus yayasan, atau dinas pendidikan. Pertama, sekolah akan menjadi semacam “kerajaan-kerajaan” kecil yang dapat berdampak pada terhambatnya kerjasama antar satu sekolah dengan yang lain. Kedua, sekolah memerlukan waktu yang lebih banyak baik untuk menyusun RAPBS maupun untuk keperluan pengawasan dan pemeriksaan keuangan. Ketiga, karena sistem tersebut harus melibatkan semua warga sekolah, guru-guru harus meluangkan waktu khusus


(26)

untuk melibatkan diri dalam penyusunan RAPBS, dan ini dapat berdampak terkuranginya konsentrasi guru terhadap tugas profesionalnya.

A. Sistem Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran (Planning, Programing, and Budgetting System)

Sebuah pendekatan sistematis dalam perencanaan anggaran yang perlu dipahani oleh kepala SD/MI adalah apa yang disebut Sistem Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran (Planning, Programing, and Budgetting System atau PPBS). Secara sederhana PPBS merupakan “pemintaan sumber daya yang didasarkan dengan tujuan, program, dan sasaran organisasi alih-alih dengan barang atau jasa yang akan dibeli, SDM, atau bahan-bahan lainnya. Jika tujuan disetujui oleh pengambil keputusan, maka apapun pengeluaran yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu akan disetujui.” Meskipun pendekatan tradisional dalam penganggaran juga menekankan pada perencanaan dan pemrograman, proses penganggaran ini tidak diorganisasikan pada derajat yang sama untuk semua program dan tujuan sebagaimana diterapkan dalam PPBS. Pendekatan tradisional juga tidak menerapkan derajat evaluasi yang sama untuk semua program maupun tujuan.

Ubben dan Hughes (dalam Gorton dan Schneider, 1991) mengidentifikasi langkah-langkah paling sederhana dalam PPBS:

1. Perumusan tujuan yang harus dicapai.

2. Idetifikasi sasaran untuk mencapai tujuan tersebut.

3. Pengembangan program dan proses yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut.

4. Melakukan praktik-praktik evaluasi formatif dan sumatif.

5. Telaah dan prosedur bersiklus yang menunjukkan apakah, atau sejauh mana, program dan proses berhasil mencapai tujuan dan


(27)

sasaran; dan jika tidak, untuk membantu menentukan prosedur, proses, atau program lain.

Untuk memudahkan memahami PPBS, kita dapat membandingkannya dengan pendekatan tradisional sebagaimana diuraikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbandingan PPBS dan Pendekatan Penganggaran Tradisional

PPBS Tahapan:

Pendekatan Tradisional Tahapan:

1. Menilai (assess) kebutuhan pendidikan

1. Menentukan kebutuhan guru mengenai barang-barang, buku, dan sebagainya.

2. Merumuskan tujuan dan kriteria dan metode yang digunakan untuk mengevaluasi sasaran

2. Menentukan tingkat kepentingan usulan anggaran guru berdasarkan hasil penilaian kebutuhan yang dilakukan oleh pengambil keputusan.

3. Menentukan program dan prioritas untuk mencapai tujuan

3. Melakukan estimasi usulan anggaran guru.

4. Menentukan dan mengestimasi biaya yang diperlukan untuk menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan program

4. Mengorganisasikan anggaran berdasarkan kategori kebutuhan, misalnya: perangkat belajar-mengajar, buku, pelatihan, dan sebagainya.

5. Mengorganisasikan anggaran menurut bidang program dan tujuan

Tampak pada Tabel 2.1 bahwa PPBS memberi penekanan yang sangat besar pada perumusan dan evaluasi tujuan program dan pada keterkaitan pendanaan dengan kebutuhan yang diajukan sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan itu, dari pada mementingkan item-item yang akan didanai.


(28)

Persoalan yang paling sering dihadapi sekolah dalam penerapan PPBS adalah kebutuhan waktu yang cukup panjang. Selain itu, penekanan hubungan antara alokasi anggaran dengan tujuan yang dapat dirumuskan dengan jelas serta penentuan tujuan-tujuan pendidikan terbukti bukan hal yang mudah untuk dilakukan dan bahkan sering mendatangkan keputus-asaan. Persoalan lainnya terkait dengan sulitnya dicapai kesepakatan di antara pihak yang terlibat mengenai data dan proses yang harus dilalui dalam proses pelaksanaannya dan juga keterbatasan kemampuan pimpinan sekolah terkait dengan teknik-teknik pengambilan keputusan yang beorientasi sistem tersebut. Namun demikian, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa PPBS tetap memiliki keunggulan dibandingkan dengan pendekatan tradisonal. Di era yang dilingkupi keterbatasan sumber dana dan tuntutan akuntabilitas yang terus meningkat saat ini, tidak ada pilihan lain bagi sekolah kecuali menerpkan sistem penganggaran yang sistematis seperti ditawarkan dalam PPBS tersebut.

I. Masalah-Masalah Terkait Dengan Penyusunan RAPBS

Salah satu implikasi dari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah sebagaimana diamanatkan dalam perundang-undangan sistem pendidikan kita adalah diharuskannya pimpinan sekolah (terutama Kepala Sekolah) untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar dalam proses pengembangan RAPBS. Oleh karena itu disarankan agar awal sedari para pimpinan itu menyadari berbagai masalah yang harus mereka hadapi untuk melaksanakan tanggung jawab yang besar itu. Berikut ini diuraikan beberapa masalah yang sering muncul dalam proses penyusunan RAPBS dengan menggunkan pendekatan sistematis dalam konteks disentralisasi pendidikan tersebut.

1. Anggaran diusulkan didasarkan uang yang tersedia dan tidak didukung pengetahuan yang memadai

Sekolah yang melibatkan guru atau pihak lain dalam penyusunan anggaran kadang-kadang mendapati usulan anggaran dari orang-orang


(29)

yang tidak benar-benar membutuhkan apa yang mereka minta atau tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai barang-barang itu atau bagaimana mereka akan menggunakannya. Banyak guru, misalnya, mengusulkan produk-produk baru komputer yang mereka ketahui hanya melalui cerita dari mulut ke mulut bahwa produk itu efektif membantu kegiatan belajar siswa.

Untuk mencegah masalah ini disarankan agar kepala sekolah meminta semua pihak yang mengajukan anggaran untuk membuat alasan-alasan tertulis pada setiap butir usulan, bagaimana akan digunakan, dan sejauh mana calon pengguna itu telah memahami pengetahuan yang diperlukan untuk memanfaatkan barang yang diusulkan itu atau pengetahuan atau keterampilan apa yang ia perlukan agar dapat memanfaatkannya dengan baik. Selain itu pengusul juga perlu diminta menunjukkan apakah usulannya tersebut benar-benar dibutuhkan atau bersifat esensial.

6. Kurang lengkapnya penjelasan tentang pentingnya usulan anggaran untuk meningkatkan belajar siswa

Usulan anggaran dapat dimaksudkan untuk penggantian atau penambahan barang yang dimiliki. Masalah yang sering muncul berkaitan dengan ini adalah bahwa ketidakjelasan keterkaitan antara item-item yang diusulkan itu dengan peningkatan kegiatan belajar siswa dan bagaimana peningkatan itu akan diukur. Untuk mencegah hal ini kepala sekolah perlu meminta para pengusul untuk memberikan alasan-alasan yang kuat bagaimana barang-barang yang diusulkan akan membantu meningkatkan belajar siswa dan bagaimana peningkatan belajar itu akan diukur.

7. Penurunan anggaran pendidikan dari tahun ke tahun

Kebijakan wakil rakyat, kondisi perekonomian, pergantian pemimpin politik (bupati, wali kota, gubernur, bahkan presiden) di daerah atau program-program kemasyarakatan lain sering berdampak pada


(30)

pengurangan anggaran pendidikan yang disediakan oleh pemerintah. Selain beberapa kondisi eksternal itu, penurunan anggaran juga sering terjadi karena faktor internal sekolah. Penurunan jumlah siswa merupakan kondisi internal yang paling dominan penurunan anggaran sekolah. Kemungkinan terjadinya pengurangan semacam ini sangat beragam antara satu daerah dengan daerah yang lain, antara satu sekolah dengan sekolah yang lain. Namun demikian tidak ada satu daerahpun yang dapat menjamin terbebas dari hal itu.

Apabila terjadi, penurunan anggaran semacam itu bukan merupakan persoalan yang sederhana. Pengurangan itu dapat berakibat pada modifikasi atau eliminasi program, pengurangan staf, penundaan pemeliharaan dan perbaikan fasilitas, yang dapat berdampak pada timbulnya frustrasi, kekecewaan dan penurunan moral kerja. Meskipun tidak semua dampak pengurangan anggaran itu dapat dihindarkan, namun akibatnya dapat diminimalkan apabila pendekatan panganggaran yang digunakan rasional dan adil. Salah satu pendekatan yang tampaknya dapat membantu mengatasi dampak tersebut adalah pendekatan yang disebut “zero-base budgeting” atau penganggaran tanpa pertumbuhan yang dikenal dengan ZBB (Gorton dan Schneider, 1991).

ZBB berusaha untuk menghindarkan penganggaran yang tidak menentu, dalam mana anggaran yang ada tidak dipersoalkan dan perhatian difokuskan hanya pada anggaran yang baru atau anggaran tambahan yang akan diberikan. Selain itu, ZBB juga mempertimbangkan keseluruhan anggaran dan memerlukan perbandingan antar semua bidang anggaran. Mundt, Olsen, dan Steinberg (dalam Gorton dan Schneider, 1991:163) mendefinisikan ZBB sebagai

a process in which ‘decision packages’ are prepared to describe the funding of existing and new programs at alternative service levels, both lower and higher than current level, and funds are allocated to program based on rankings of these alternatives”


(31)

Dengan kata lain, dalam penerapan ZBB, sekolah harus melakukan justifikasi yang ketat terhadap setiap butir anggaran yang diusulkan setiap tahun. Justifikasi itu harus mencakup rasional, tujuan dan sasaran, kriteria evaluasi, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi level-level alternatif layanan pada masing-masing program. Langkah-langkah umum ZBB meliputi:

a. Identifikasi unit-unit pengambilan keputusan (dibatasi pada program-program yang membutuhkan sumber daya).

b. Analisis paket-paket keputusan (dokumen yang memaparkan tujuan, kegiatan, sumber daya dan anggaran masing-masing keputusan).

c. Membuat peringkat paket keputusan. d. Pengalokasian anggaran.

e. Penyiapan anggaran resmi.

Selain langkah-langkah di atas, Hudson dan Steinberg (dalam Gorton dan Schneider, 1991) menyarankan biang-bidang sebagai berikut sebagai pertimbangan dalam penentuan prioritas.

a. Budget Pad. Pada anggaran yang baik biasanya terdapat marjin pengaman. Jika kondisi memaksa dilakukan pengurangan anggaran, pada alokasi ini yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan penghematan.

b. Pengurangan jumlah kelas. Apabila penurunan jumlah siswa terjadi pada kelas tertentu atau, di SMK, pada program keahlian tertentu hingga mencapai angka kurang dari batas minimal, pelajaran-pelajaran yang bersifat duplikasi dapat dikurangi tanpa mengurangi kualitas atau standar yang ditetapkan dalam KTSP.


(32)

c. Fungsi-fungsi layanan non-pembelajaran. Karena terjadi pengurangan anggaran, perlu dilakukan pengkajian kembali terhadap kegiatan-kegiatan non-pembelajaran seperti pemeliharan, transportasi, premi asuransi, prosedur pengadaan yang lebih efisien, tanpa mengurangi program pembelajaran. d. Rencana bidang prasarana. Jika anggaran tepaksa harus

dikurangi, perlu dilakukan peninjauan kembali rencana-rencana renovasi atau pembangunan gedung atau pengadaan prasarana lainnya.

e. Layanan pendukung pembelajaran. Penurunan jumlah siswa dapat berdampak pada menurunnya kebutuhan bahan, staf layanan khusus seperti bimbingan konseling, media pembelajaran, dan kegiatan administrasi. Oleh karena itu dipertimbangkan pengurangan pada kebutuhan-kebutuhan itu tanpa mengurangi standar kualitas.

f. Program pembelajaran. Pengurangan program ini dapat dilakukan hanya jika pengurangan anggaran tidak teratasi dengan semua usaha yang disebutkan di atas.

8. Kurangnya kemampuan dalam mengevaluasi usulan anggaran Kepala sekolah biasanya seorang generalis yang bekerja bersama sekelompok guru yang merupakan para spesialis mata pelajaran tertentu. Kepala sekolah ada kalanya juga memiliki spesialisasi di bidang-bidang tertentu. Akan tetapi kecil kemungkinannya seorang kepala sekolah mampu menguasai dengan baik semua bidang dalam program pendidikan. Konsekuensinya, selama penyusunan RAPBS, kepala sekolah sering menerima usulan anggaran pada bidang-bidang yang ia hanya memiliki pengetahuan yang sangat terbatas.


(33)

Untuk mengurangi dampak negatif dari keterbatasan tersebut, kepala sekolah dapat melakukan satu atau lebih dari alternatif-alternatif berikut. Pertama, kepala sekolah dapat meminta guru yang memiliki keahlian yang cukup untuk membantu melakukan justifikasi usulan yang kepala skeolah tidak memiliki cukup pengetahuan. Dampak negatif dari alternatif ini adalah kepala sekolah dapat dipandang hanya sebagai tukang stempel atas usulan anggaran yang dibuat guru.

Alternatif kedua adalah kepala sekolah berusaha meningkatkan pengetahuannya tentang hal-hal yang ia belum tahu. Meskipun cara ini fisibel dan harus diusahakan semaksimal mungkin oleh kepala sekolah sebagai bagian dari tanggung jawab yang diembannya, meskipun cara itu tetap tidak akan mampu menjawab semua masalah di atas.

Alternatif ketiga adalah memanfaatkan jasa konsultansi dari orang-orang yang ada di lingkungan sekolah yang dapat membantu kepala sekolah, seperti pengawas mata pelajaran, atau ahli dari universitas untuk mengevaluasi usulan anggaran yang bersifat khusus di atas. Dengan asumsi bahwa konsultan semacam itu dapat diperoleh, kepala sekolah harus tetap hati-hati dalam memilih konsultan agar objektivitas penilaian usulan anggaran benar-benar terjamin.

9. Permintaan untuk membeli barang bermerk tertentu atau ancaman sentralisasi anggaran

Banyak pihak yang mengusulkan anggaran menuntut merek-merek tertentu karena mereka yakin bahwa merek itu memiliki kualitas dan kesesuaian yang tinggi dengan kebutuhan mereka. Terkait dengan usulan semacam ini muncul karena hal itu terlarang dalam proses pengadaan yang menggunakan anggaran pemerintah. Pengadaan melalui tender melarang penyebutan merk tertentu atas barang atau jasa yang akan diadakan dengan maksud agar diperoleh harga terrendah dalam rangka efisiensi penggunaan uang negara.


(34)

Untuk mengatasi hal itu, pengusul anggaran harus berusaha keras agar barang yang diperoleh terjaga kualitas, keawetan, dan kebermanfaatanya dengan cara menyebutkan secara rinci spesifikasi barang atau jasa yang diusulkan. Selain itu keterlibatan para pengguna dalam penentuan usulan anggaran juga merupakan cara yang dapat membantu mengatasi permasalahan merek tersebut. Keterlibatan pengguna ini juga akan mendorong optimalisasi pemanfaatan ketika barang itu telah tersedia.

Selain itu, kecenderungan menggunakan barang dengan merek tertentu juga dapat bermasalah ketika harus terjadi pergantian staf. Staf pengganti akan mengalami kesulitan jika sebelumnya ia tidak pernah mengoperasikan barang dengan merek tertentu itu.

10.Kurangnya pembinaan, komunikasi dan konsultasi dengan pihak-pihak terkait

Oleh karena proses penyusunan RAPBS sangat rumit, maka diperlukan pembinaan dan konsultasi yang intensif dari pihak terkait, misalnya Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten. Konsultansi semacam itu penting untuk semua aspek manajemen sekolah, akan tetapi jauh lebih penting berkaitan dengan proses penganggaran. Namun sayangnya, persoalan kurangnya pembinaan dan konsultasi ini paling sering dijumpai di berbagai tempat.

Kurangnya konsultasi dan komunikasi tersebut dapat terjadi pada dua periode: (a) tahap awal, dan (2) tahap setelah usulan anggaran dikirimkan ke pihak yang lebih atas (Dinas Pendidikan atau Yayasan). Persoalan yang sering terjadi pada tahap awal adalah kurangnya informasi yang diperoleh sekolah mengenai kebijakan anggaran yang berlaku di suatu wilayah dimana sekolah berada. Kebijakan dimaksud dapat mencakup jumlah dan alokasi anggaran, prosedur dan mekanisme perencanaan dan pengusulan anggaran, dan parameter-parameter pengelolaan keuangan lainnya.


(35)

Bahkan sering dialami sampai dengan saat tahun pelajaran telah berlangsung, pihak sekolah belum mendapatkan gambaran yang pasti mengenai informasi-informasi tersebut. Sekolah juga sering menerima informasi yang penuh ketidak-pastian mengenai kebijakan anggaran daerah atau pusat.

Persoalan komunikasi sering juga terjadi saat usulan anggaran sekolah telah diserahkan kepada pengambil keputusan di tingkat yang lebih tinggi. Modifikasi mata anggaran, pemangkasan alokasi anggaran, atau perubahan-perubahan lain sering dilakukan oleh pengambil keputusan itu tanpa dikomunikasikan lebih dahulu dengan sekolah.

Persolan rendahnya derajat komunikasi juga dapat terjadi karena kurangnya inisiatif sekolah untuk berkonsultasi dengan pihak di atasnya. Selain itu berbagai tekanan yang berasal dari pihak-pihak di luar Dinas Pendidikan, seperti Dewan Pendidikan, Kepala Daerah, DPRD, dan pihak-pihak lain juga sering membuat pihak-pihak Dinas Pendidikan terpaksa melakukan perubahan usulan anggaran sekolah tanpa memiliki cukup waktu untuk membahasnya dengan sekolah pengusul. Satu-satunya cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi persoalan komunikasi tersebut adalah pihak sekolah harus selalu proaktif untuk mendapatkan informasi yang cukup mengenai parameter-parameter penganggaran yang harus dijadikan pegangan dalam proses penyusunan RAPBS dan juga terus memantau perkembangan proses penetapan anggaran yang telah diserahkan kepada pengambil keputusan tersebut.

J.Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah

Pendapatan dan belanja sekolah merupakan dua komponen pokok dalam RAPBS. Pendapatan sekolah adalah segala penerimaan yang diperoleh sekolah yang berupa uang atau setara uang (buku, peralatan, bahan-bahan, dan lain-lain) dalam satu tahun anggaran. Sedangkan belanja sekolah adalah


(36)

segala pengeluaran yang dilakukan sekolah dalam bentuk uang atau setara uang dalam satu tahun anggaran.

1. Pendapatan Sekolah a.Sumber Pendapatan

Setiap sekolah memiliki sumber-sumber pendanaan yang berbeda-beda. Untuk sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah (sekolah negeri) sumber pendapatan utama berasal dari pemerintah dan siswa. Sedangkan untuk sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat sumber pendapatan biasanya berasal dari yayasan penyelenggaranya, siswa, dan pemerintah. Pendapatan dari masing-masing sumber tersebut biasanya masih dirinci lagi menjadi beberapa jenis anggaran. Tabel 2.1 menunjukkan beberapa contoh jenis anggaran dari masing-masing sumber pendapatan sekolah.

Tabel 2.2 Sumber Pendapatan Sekolah Sumber Pendapatan

Sekolah* Anggaran

Pemerintah APBN

APBD Propinsi

APBD Kabupaten/Kota Orang Tua Siswa/Komite

Sekolah

Sumbangan Pelaksanaan Pendidikan (SPP) Bantuan Pengembangan Pendidikan (BPP) Biaya Pendaftaran Murid Baru

Biaya Ujian Akhir Semester Biaya Ujian Akhir Sekolah Iuran Ekstra Kurikuler Iuran Perpustakaan

Bantuan-bantuan lain yang ditentukan sekolah Yayasan Penyelenggara Biaya Operasional Sekolah

Biaya Pengembangan Sekolah

Donatur Bantuan sukarela masyarakat umum insidental Bantuan sukarela masyarakat umum rutin Bantuan alumni

Hasil Usaha Sekolah Kantin Sekolah Koperasi Sekolah


(37)

Sumber Pendapatan

Sekolah* Anggaran

Unit Usaha sekolah

Penyewaan gedung dan fasilitas milik sekolah

Lain-lain Bunga tabungan sekolah

Sesuai dengan kebijakan dan ketentuan sekolah maisng-masing

*) Penentuan sumber pendanaan SD/MI harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b.Perhitungan Pendapatan Sekolah

Frekuensi penerimaan selama satu tahun dari masing-masing sumber pendapatan berbeda-beda, sekali dalam satu tahun, rutin setiap bulan, setiap semester, bahkan ada yang tidak dapat dipastikan. Sekolah umumnya tidak banyak kesulitan untuk menghitung perkiraan pendapatan yang bersifat rutin, akan sering mengalami kesulitan dalam memperkirakan pendapatan yang bersifat insidental atau tidak menentu. Tabel 2.3 dapat membantu sekolah menghitung anggaran pendapatan dalam penyusunan RAPBS.

Tabel 2.3 Perhitungan Anggaran Pendapatan Sekolah

No Uraian Penerimaan Besaran Satuan Penerimaa n Jumlah Wajib Bayar (Siswa/ Donatur/dst) Frekwensi Pembayaran per Tahun Jumlah Penerimaan Per Tahun (Kol 3 x 4 x 5)

1 2 3 4 5 6

1. SPP

1.1 SPP Klas A 1.2 SPP Klas B 1.3 dst

2. BPP


(38)

2.2 BPP Klas B dst.

3. Biaya PMB 4. Biaya Ujian

5.1 Ujian Semestar 5.2 Ujian Akhir Klas 6

5. dst.

Petunjuk Pengisian Tabel Perhitungan Angaran Pendapatan Sekolah: Kolom 1: Diisi Nomor Urut

Kolom 2: Diisi Sumber Pendapatan dan diuraikan menurut jenis-jenis anggaran pada masing-masing Sumber Pendapatan Kolom 3: Diisi besaran atau jumlah yang harus dibayar oleh wajib

bayar setiap satu kali pembayaran

Kolom 4: Diisi jumlah pihak-pihak yang wajib membayar pada masing-masing jenis anggaran pendapatan (misal siswa, donatur, alumni, dsb.)

Kolom 5: Disi berapa kali dalam satu tahun masing-masing wajib bayar harus membayar (SPP = 12; Biaya Ujian Semester = 2; BPP = 1)

Kolom 6: Diisi jumlah penerimaan pada masing-masing Jenis Anggaran Pendapatan yang merupakan hasil kali antara kolom 3, 4, dan 5.

11.Belanja Sekolah

a. Jenis Anggaran Belanja Sekolah

Menurut Pasal 62 Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan biaya pendidikan di sekolah meliputi biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya


(39)

investasi meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya operasi sekolah meliputi: (1) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, (2) bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan (3) biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Dari tiga macam biaya tersebut, dua diantaranya harus dicantumkan dalam setiap RAPBS yang disusun sekolah.

1) Biaya Investasi Sekolah

Anggaran investasi dapat juga diartikan sebagai alokasi anggaran yang dibutuhkan sekolah untuk meningkatkan pelaksanaan misinya melalui perbaikan atau peningkatan kinerjanya. Anggaran ini biasanya digunakan untuk meningkatkan kapasitas (kemampuan) sumber daya yang dimiliki sekolah dalam mendukung peningkatan atau perbaikan kegiatan pendidikan. Berikut ini beberapa contoh mata anggaran yang termasuk dalam anggaran pengembangan sekolah.

a) Peningkatan kapasitas dan kompetensi guru dan staf sekolah: pelatihan, MGMP, PKG, magang, seminar. b) Peningkatan sarana dan prasarana sekolah:

pengadaan sarana atau prasarana baru, peningkatan kapasitas sarana-prasarana yang telah ada, renovasi fasilitas fisik untuk merubah atau meningkatkan fungsi atau kapasitasnya.


(40)

c) Pengadaan bahan-bahan referensi untuk siswa maupun guru.

d) Pengembangan sistem atau perangkat lunak sekolah: pengembangan KTSP, penngembangan kebijakan, aturan, atau sistem baru dalam rangka peningkatan kinerja sekolah, pengembangan model-model pembelajaran yang baru melalui PTK atau PTS, dan lain-lain.

e) Biaya operasional manajemen dan bahan habis pakai untuk mendukung kegiatan-kegiatan pengembangan di atas.

2) Biaya Operasi atau Biaya Rutin

Biaya operasi adalah alokasi biaya yang dibutuhkan sekolah agar dapat mempertahankan atau meningkatkan sedikit-demi sedikit pelaksanaan misi utamanya melalui pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sehari-hari. Dalam Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 biaya operasi didefinisikan sebagai bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Anggaran operasional ini dapat mencakup:


(41)

a) Gaji guru dan pegawai tetap

b) Honorarium guru/pegawai tidak tetap atau tenaga pendukung lainnya.

c) Biaya operasional, pemeliharaan, perawatan dan perbaikan sarana-prasarana sekolah sehingga dapat berfungsi secara normal.

d) Biaya pengadaan bahan habis pakai pendukung kegiatan sekolah yang bersifat rutin.

e) Biaya tagihan berlanggaran: listrik, air, telepon, sambungan internet.

f) Biaya operasional pimpinan dan staf sekolah c.Perhitungan Anggaran Belanja Sekolah

Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal bab ini bahwa perhitungan biaya sekolah harus didasarkan pada rencana program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam Rencana Operasional Sekolah (Renop). Namun demikian prinsip fisibilitas implementasi program dan efisiensi penggunaan anggaran harus juga dipertimbangkan pada saat melakukan perhitungan belanja sekolah untuk dituangkan dalam RAPBS. Dalam bahasa yang sederhana, anggaran biaya yang dialokasikan untuk setiap kegiatan yang diusulkan harus cukup namun sama sekali tidak dibenarkan terjadi pemborosan. Ketepatan dan kecermatan perhitungan anggaran dalam RAPBS menjadi pra-syarat terwujudnya prinsip-prinsip itu. Beberapa langkah berikut dapat membantu sekolah untuk mendapatkan hasil perhitungan yang tepat itu.


(42)

1) Volume pekerjaan yang akan dilaksanakan harus telah terdefinisikan dengan jelas. Untuk melaksanakan pelatihan guru, misalnya, harus sudah dipastikan berapa orang yang akan mengikuti pelatihan, berapa lama, dan dimana pelatihan yang akan laksanakan. Dari data ini akan mudah diperhitungkan biaya pelatihan yang harus dibayar ke tempat pelatihan, biaya perjalanan, biaya hidup, dan biaya pendukung lainnya.

2) Spesifikasi dan kualifikasi barang atau jasa yang akan diadakan harus jelas dan rinci.

3) Sekolah harus memiliki informasi yang dapat dipercaya mengenai biaya satuan (unit cost) untuk setiap barang atau jasa yang akan diadakan. Pemanfaatan berbagai media informasi dan komunikasi akan sangat membantu mendapatkan informasi ini.


(43)

4) Biaya-biaya tambahan seperti pajak, kenaikan harga karena inflasi, biaya pengiriman, biaya pemasangan, dan lain-lain harus diperhitungkan dengan cermat. Hal ini penting karena harga yang ditawarkan oleh penyedia barang atau jasa biasanya belum termasuk biaya-biaya ini. 5) Untuk memudahkan proses pengadaan barang atau jasa dengan menggunakan anggaran pemerintah, sekolah harus memahami dengan baik peraturan perundang-undangan mengenai prosedur pengadaan barang dan jasa. Dengan pemahaman ini sekolah akan dapat mencegah terhambatnya implementasi kegiatan yang telah diprogramkan yang diakibatkan oleh prosedur pengadaan barang/jasa itu.

6) Masing-masing sumber pendapatan biasanya telah ditetapkan untuk mendanai kegiatan atau pengadaan barang/jasa tertentu. Penyusun RAPBS harus memahami dengan baik ketentuan-ketentuan tentang komponen-komponen anggaran yang diperbolehkan untuk masing-masing sumber pendapatan itu.

7) Penyusun RAPBS harus memahami dengan baik ketentuan pembiayaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun daerah.


(44)

Tabel 2.4 dapat membantu sekolah menghitung anggaran operasi dalam penyusunan RAPBS, Tabel 2.5 dapat digunakan untuk menyusun anggaran investasi pengembangan sekolah.


(45)

No Uraian Satuan Volume Biaya Satua n Jumla h Sumber Dana Ket.

1 2 3 4 5 6 7 8

1. Biaya Operasi 1.1 Gaji dan

Tunjangan-Tunjangan JB 1.1a Tunjangan Jabatan Kasek OB 1.1b Tunjangan Wakasek OB

1.1c Honor lembur OJ

1.2 Bahan Habis Pakai

1.2a Bahan

Pembelajaran dalam kelas (kapur tulis, spidol, dsb)

Paket-Bulan 12 1.2b Bahan pembelajaran di lab

1.2c ATK OH

-1.2d Minuman harian guru/pegawai

Paket-Bulan

12

1.3 Biaya Tak Langsung (rekening-rekening)

1.3a Listrik Bulan

1.3b Air Bulan

1.3c Telepon Bulan

1.3d Internet Bulan


(46)

No Uraian Satuan Volume

Biaya Satua

n

Jumla h

Sumber

Dana Ket.

1 2 3 4 5 6 7 8

dan perawatan sarana-prasarana 1.4a Pengecatan

Gedung ruang kelas

1.4b Perbaikan komputer dst.

Petunjuk Pengisian Table 2.4 Kolom 1: Diisi Nomor Urut

Kolom 2: Diisi Uraian pengeluaran

Kolom 3: Diisi satuan yang digunakan. Dalam contoh tersebut OB = Orang-Bulan; OH = Orang-Hari; OJ = Orang-Jam.

Kolom 4: Diisi volume yang akan dibayar. Misal, jika jumlah wakasek = 4; maka volume Tunjangan Wakasek = 4 x 12 = 48 OB. Jika sulit menentukan satuan maka kolom ini dapat diisi “Paket”

Kolom 5: Disi besar biaya tiap satu satuan

Kolom 6: Diisi jumlah biaya dalam satu tahun dan merupakan hasil kali dari 4 dan 5

Kolom 7: Diisi Sumber Pendapatan yang dialokasikan. Jika satu kegiatan didanai melalui lebih dari satu sumber pendapatan, maka perlu disebutkan proporsi anggaran untuk masing-masing sumber. Misal Pembangunan Kelas Baru dari APBN Rp. .... dan Komite Sekolah Rp ....

Kolom 8: Diisi penjelasan singkat mengenai anggaran yang bersangkutan. Untuk Biaya Investasi, kolom ini sebaiknya


(47)

diisi Kegiatan atau Kode Kegiatan dalam Renop yang mendasari mata anggaran yang bersangkutan.

Tabel 2.5 Perhitungan Biaya Investasi Program/

Kegiatan dalam Renop

Komponen

Anggaran Satuan Volume

Biaya Satuan Jumlah Biaya (4x5) Sumber Dana

1 2 3 4 5 6 7

Program 1  Pengembangan Staf

OB

 Peralatan Unit

 Bahan ajar Eksp.  Renovasi

Gedung

m2

 Mebelair Unit/paket  Biaya PTK

untuk guru

Judul

 Beasiswa SB

 Promosi sekolah

Paket  Dst

Program 2  Pengembangan Staf

 Peralatan  Bahan ajar  Renovasi

Gedung  Mebelair  Biaya PTK

untuk guru  Beasiswa  Promosi

sekolah  Dst


(48)

Program/ Kegiatan dalam Renop

Komponen

Anggaran Satuan Volume

Biaya Satuan

Jumlah Biaya

(4x5)

Sumber Dana Dst.

Jumlah

Petunjuk Pengisian Table 2.5

Kolom 1: Diisi judul-judul program/kegiatan yang tercantum dalam RENOP

Kolom 2: Diisi komponen anggaran yang digunakan

Kolom 3: Diisi satuan yang digunakan. Dalam contoh tersebut OB = Orang-Bulan; OH = Orang-Hari; OJ = Orang-Jam.

Kolom 4: Diisi volume yang akan dibayar. Kolom 5: Disi besar biaya tiap satu satuan

Kolom 6: Diisi jumlah biaya dalam satu tahun dan merupakan hasil kali dari 4 dan 5

Kolom 7: Diisi Sumber Pendapatan yang dialokasikan. Jika satu kegiatan didanai melalui lebih dari satu sumber pendapatan, maka perlu disebutkan proporsi anggaran untuk masing-masing sumber. Misal Pembangunan Kelas Baru dari APBN Rp. .... dan Komite Sekolah Rp ....

Dari Rencana Belanja yang disajikan dalam Tabel 2.4 dan 2.5 biasanya masih diperlukan beberapa justifikasi atau spesifikasi yang lebih rinci mengenai barang atau jasa yang diadakan. Sebagai contoh, Pelatihan Guru dalam Tabel 2.5 hanya dicantumkan biaya satuan untuk tiap “Paket”. Dalam penentuan biaya per paket ini, penyusun RAPBS harus sudah memperhitungkan juga biaya perjalanan dan biaya hidup peserta selama mengikuti pelatihan. Untuk pembangunan fasilitas fisik, biaya yang dicakup meliputi biaya perencanaan, biaya pengawasan, dan biaya pelaksanaan pembangunan.


(49)

Selain perhitungan Anggaran Belanja tersebut, biasanya Penyusun RAPBS juga masih diharuskan memberikan argumentasi atau justifikasi yang rinci untuk setiap mata anggatan yang diusulkan. Justifikasi ini dapat dibuat secara khusus dalam bentuk Rencana Anggaran dan Belanja (RAB) atau Kerangka Acuan Kegiatan (Term of Reference atau TOR). Bab berikut memberikan beberapa contoh bagaimana membuat TOR yang efektif.


(50)

BAB IV

PENYUSUNAN PROPOSAL DAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN

A. Penyusunan Proposal Pengembangan Sekolah

Proposal berasal dari kata to propose artinya mengusulkan. Proposal pada umumnya berisi rencana yang bersifat sekali pakai (single-use plan) yang dikembangkan untuk mencapai serangkaian tujuan yang tidak mungkin diulang-ulang di masa depan. Usulan kegiatan dalam proposal dapat berupa program atau proyek. Yang dimaksud program dalam hal ini adalah serangkaian sasaran (objectives) dan rencana untuk mencapai satu tujuan yang dipandang penting dan bersifat sekali capai (one-time goal). Program dirancang untuk melaksanakan sejumlah kegiatan untuk kepentingan organisasi sekolah. Program merupakan kegiatan-kegiatan yang bersifat pokok, yang kadang kala memerlukan waktu beberapa tahun untuk menyelesaikannya, serta sering memerlukan dibentuknya organisasi yang terpisah. Program memiliki ruang lingkup yang luas dan terdiri dari atau terkait dengan sejumlah proyek.

Proyek pada prinsipnya sama dengan program, akan tetapi memiliki jangka waktu yang lebih pendek dan ruang lingkup yang lebih spesifik. Dengan kata lain, proyek merupakan serangkaian tujuan jangka pendek dan rencana dalam ruang lingkup yang sempit untuk mencapai satu tujuan yang dipandang penting dan bersifat sekali capai (one-time goal). Proyek seringkali merupakan bagian dari program. Peningkatan pembelajaran berbasis satuan pendidikan merupakan contoh sebuah program. Pengembangan KTSP, pengembangan silabus muatan lokal, dan identifikasi kearifan lokal untuk diadopsi menjadi nilai-nilai yang dikembangkan dalam interaksi belajar-mengajar merupakan proyek-proyek yang menjadi bagian dari program peningkatan pembelajaran berbasis satuan pendidikan tersebut.


(51)

Proposal sebenarnya merupakan dokumen yang berisi paparan tertulis yang dimaksudkan untuk meyakinkan pihak lain sehingga bersedia memberikan dukungan (biasanya berupa dana) terhadap implementasi program atau kegiatan yang diusulkan. Proposal penelitian mahasiswa, misalnya, biasanya diajukan untuk mendapatkan persetujuan dari pimpinan jurusan atau dosen pembimbing untuk kemudian menjadi proyek penelitian dalam rangka menyelesalaikan skripsi, tesis, atau disertasi. Disamping untuk mendapatkan persetjuan, proposal juga diajukan untuk mendapatkan pendanaan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan kegiatan yang diusulkan. Kegiatan untuk pengembangan sekolah biasanya diusulkan kepada pemerintah, komite sekolah, yayasan, atau pihak donor yang lain untuk disetujui dan untuk mendapatkan pendanaan.

Proposal diajukan atas dasar permintaan pihak lain (penyedia dana) atau atas inisiatif dari pembuat proposal itu sendiri. Porposal yang dibuat atas dasar permintaan pihak lain biasanya telah disertai ketentuan mengenai substansi dan format yang harus diikuti oleh sekolah pengusul. Sekolah tidak banyak mengalami kesulitan berkaitan dengan isi dan format yang harus dituangkan dalam proposal.

Persoalan sering muncul apabila sebuah kegiatan yang dituangkan dalam proposal murni atas inisiatif sekolah itu sendiri atau oleh pihak lain akan tetapi tidak disertai panduan yang rinci tentang cara-cara menyusun proposal. Dalam hal yang demikian ini, sekolah harus mampu menuangkan gagasan pengembangannya kedalam sebuah proposal yang mampu meyakinkan pihak lain bahwa kegiatan yang diusulkan benar-benar dibutuhkan oleh sekolah dan layak untuk diberi dukungan. Uraian berikut ini memberikan pemahaman bagaimana menuangkan inisiatif pengembangan sebuah sekolah dituangkan dalam bentuk proposal sehingga dapat meyakinkan pihak lain yang berkepentingan agar bersedia mendukung implementasi kegiatan yang diusulkan itu. Uraian difokuskan pada prinsip-prinsip penyusunan proposal yang baik, sistematika proposal, dan proses penyunanan proposal yang efektif.


(52)

1. Prinsip-Prinsip Penyusunan Proposal

Urgensi, relevansi, dan fisibilitas merupakan tiga prinsip penting yang harus dipegang teguh dalam dalam penyusunan proposal pengembangan sekolah. Kegiatan yang diusulkan dalam sebuah proposal harus bersifat urgen atau mendesak. Kemendesakan ini dapat dilihat dari dua hal.

Pertama, kegiatan dikatakan mendesak untuk dilaksanakan apabila kegiatan itu benar-benar dimaksudkan untuk mengatasi masalah yang sangat penting dan mendesak untuk dipecahkan oleh sekolah. Masalah terjadi ketika sekolah gagal mencapai apa tujuan yang telah dirumuskan. Kinerja sekolah tidak memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan. Ketika sekolah menetapkan sasaran pengembangan adalah untuk mencapai rata-rata NUN sebesar 7,50 namun dalam kenyataannya angka yang dicapai di bawah 7,50, dapat diartikan bahwa sekolah menghadapi masalah.

Kedua, adanya peluang untuk pengembangan. Peluang ada ketika sekolah memandang adanya potensi sekolah untuk mencapai hal-hal yang lebih dari apa yang telah ditetapkan dalam tujuan. Dari contoh tentang NUN di atas, sekolah dapat dikatakan memiliki peluang apabila sekolah berhasil mencapai rata-rata NUN 7,50 akan tetapi dilihat dari potensi yang dimiliki, sebenarnya sekolah itu mampu mencapai rata-rata NUN di atas 7,50.

Prinsip kedua untuk menghasilkan proposal yang baik adalah adanya relevansi eksternal dan internal kegiatan yang diusulkan. Relevansi eksternal adalah relevansi kegiatan yang diusulkan dengan visi, misi, tujuan, kebijakan dan program pengembangan yang tertuang dalam Rencana Stratejik Sekolah. Relevansi internal adalah relevansi antar komponen-komponen dalam proposal itu.

Apapun yang diupayakan dalam rangka pengembangan sekolah harus tetap dalam kerangka pencapaian tujuan stratejik sekolah. Visi, misi,


(53)

tujuan, kebijakan dan program pengembangan yang tertuang dalam Rencana Stratejik Sekolah harus menjadi rujukan utama dalam penyusunan proposal pengembangan sekolah. Tujuan dan kegiatan yang diusulkan dalam sebuah proposal harus mencerminkan kebutuhan sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan stratejik sekolah tersebut. Tujuan-tujuan stratejik sekolah tersebut harus digunakan sebagai pijakan dan tolak ukur (benchmark) utama dalam identifikasi dan analisis masalah atau peluang yang merupakan cikal-bakal disusunnya sebuah proposal pengembangan.

Relevansi internal sebuah proposal pengembangan dapat dilihat dari adanya hubungan fungsional dan sistematis antar komponen yang disajikan dalam proposal. Setiap proposal pengembangan sekolah sekurang-kurangnya harus mencakup komponen-komponen: identifikasi masalah atau peluang, tujuan pengembangan, deskripsi kegiatan, rancangan implementasi, dan rencana anggaran. Dengan demikian sebuah proposal yang memiliki relevansi internal yang baik dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.

a. Tujuan kegiatan harus mencerminkan apa yang ingin dicapai untuk memecahkan masalah atau memanfaatkan peluang yang teridentifikasi. Tujuan harus juga berdampak pada pemberian manfaat yang sebesar-besarnya bagi belajar siswa.

b. Pencapaian tujuan harus terukur. Oleh karena itu, sasaran dan indikator keberhasilan yang dirumuskan harus merupakan penjabaran rinci dari tujuan yang ingin dicapai sehingga keduanya merupakan tolok ukur yang tampak dari pencapaian tujuan.


(54)

c. Deskripsi kegiatan harus sesuai dan terkait dengan tujuan yang akan dicapai dan harus merupakan pilihan terbaik dari sekian alternatif kegiatan yang mungkin dapat dilaksanakan.

d. Organisasi pelaksana kegiatan, jadwal kegiatan, dan rancangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang tertuang dalam rancangan implementasi kegiatan harus terkait dengan deskripsi kegiatan yang diusulkan. Susunan kepanitiaan atau satgas berikut jumlah personalia, waktu yang dialokasikan, dan prosedur serta teknis evaluasi dan monitoring yang akan diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan harus sesuai dengan ruang lingkup cakupan kegiatan yang diusulkan.

e. Anggaran pembiayaan yang diusulkan harus

mempertimbangkan prinsip-prinsip efisiensi. Komponen-komponen pembiayaan yang diusulkan harus sesuai dengan kebutuhan kegiatan yang diusulkan.

Prinsip ketiga dalam penyusunan proposal adalah prinsip keterlaksanaan. Sekolah dapat saja mengusulkan kegiatan untuk mencapai tujuan dalam tingkatan yang paling ideal. Akan tetapi sekolah harus tetap memperhatikan kemampuan sumber daya yang dimiliki baik yang berupa SDM, fasilitas, waktu, informasi maupun dana. Keterbatasan sumber daya yang tersedia akan menentukan keterlaksanaan kegiatan yang diusulkan dan keberhasilan pencapaian tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, sebuah kegiatan yang baik harus terjamin keterlaksanaannya melalui dukungan sumber daya yang mampu disediakan.

12.Struktur Proposal Pengembangan Sekolah

Sebenarnya tidak ada format baku dalam penyusunan proposal pengembangan. Sekolah kegiatan harus mengembangkan sendiri proposal sedemikian rupa sehingga proposal dapat memberikan informasi yang lengkap mengenai mengapa, untuk apa, bagaimana, oleh siapa,


(55)

kapan, dan dengan sumber daya apa sebuah kegiatan akan dilaksanakan. Namun demikian, pada umumnya setiap proposal pengembangan selalu mencakup bagian-bagian pokok sebagai berikut.

a. Informasi umum tentang sekolah

b. Telaah situasi dalam rangka identifikasi masalah yang dihadapi oleh sekolah

c. Rancangan program pengembangan d. Indikator keberhasilan

e. Rencana implementasi program

f. Rangkuman kebutuhan sumber daya dan anggaran biaya g. Lampiran-lampiran

Berikut diuraikan secara singkat ruang lingkup dari komponen-komponen proposal tersebut.

a. Informasi Umum

Bagian ini dimaksudkan untuk menyampaikan informasi kepada pihak ke mana proposal yang diajukan mengenai profil sekolah, rencana pengembangan sekolah, dan perkembangan sekolah selaman beberapa tahun terakhir. Profil sekolah yang dipaparkan dapat mencakup

1) Identitas sekolah, yang meliputi nama, alamat lengkap, nama kepala sekolah, dan lain-lain.

2) Sejarah singkat sekolah; 3) Status akreditasi;


(56)

5) Jumlah guru;

Rencana pengembangan sekolah yang disajikan harus merupakan ringkasan Rencana Stratejik Sekolah. Uraian ini dimaksudkan untuk menunjukkan keterkaitan antara rencana pengembangan yang akan diuraikan dalam proposal yang bersangkutan dengan rencana pengembangan sekolah secara keseluruhan sebagaimana diuraikan dalam Renstra sekolah. Hal-hal yang perlu dipaparkan dalam bagian ini antara lain meliputi:

1) Visi, misi, tujuan dan strategi yang ditetapkan oleh sekolah;

2) Kebijakan dan prioritas yang akan dikembangkan;

3) Kebijakan/rencana operasional yang telah dan akan diambil untuk mewujudkan rencana strategis tersebut. Bagian terakhir dari komponen proposal ini adalah uraian singkat mengenai kemajuan atau prestasi yang dicapai sekolah terkait dengan implementasi Renstra selama kurun waktu tertentu (misal 3 tahun). Hal-hal yang diuraikan dalam bagian ini sekurang-kurangnya harus mencakup:

1) Strategi, program, atau kegiatan yang telah dilaksanakan; 2) Hasil-hasil (output) yang dicapai melalui pelaksanaan

Strategi, program, atau kegiatan tersebut;

3) Dampak dari hasil tersebut terhadap proses dan hasil pembelaran serta terhadap kualitas dan daya saing lulusan untuk melanjutkan studi atau mendapatkan pekerjaan; 4) Praktik-praktik baik (good practices) yang perlu

dipertahankan untuk memelihara kesinambungan pengembangan sekolah;


(57)

5) Kebijakan, program, kegiatan yang belum atau masih harus dilanjutkan, serta masalah-masalah yang timbul dan perlu penanganan dengan segera;

d.Telaah Situasi Sekolah

Telaah Situasi merupakan titik tolak semua kemajuan. Karena itu peningkatan kemampuan dan komitmen untuk melakukan Telaah Situasi secara benar dan terus menerus merupakan budaya yang harus dimiliki oleh setiap organisasi. Tatacara Telaah Situasi yang baik dan benar dapat dilihat dalam Bagian II bahan diklat ini yang pelaksanaannya disesuaikan dengan tingkat kemampuan sekolah dan jenis Program yang diusulkan. Prinsip-prinsip telaah situasi yang baik meliputi:

1) Pelaksanaannya melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan sekolah;

2) Didukung dengan data-data yang akurat, lengkap dan mutakhir;

3) Analisis dilakukan secara mendalam sehingga mampu mengidentifikasi akar penyebab timbulnya berbagai masalah di sekolah; dan

4) Telaah bersifat komprehensif menyangkut semua aspek keberlangsungan sekolah.

Telaah Situasi untuk pengembangan sekolah perlu dimulai dengan mengemukakan secara benar hal-hal sebagai berikut.

1) Latar Belakang

Berisi penjelasan tentang proses pelaksanaan Telaah Situasi, termasuk penjelasan tentang bagaimana berbagai sumber data dan informasi diidentifikasi dan data serta


(58)

informasi yang diperoleh dari sumber-sumber itu digunakan, serta seberapa besar keterlibatan dan kontribusi dari semua warga sekolah dalam penyusunan Telaah Situasi.

2) Kondisi Eksternal

Berisi penjelasan tentang kondisi eksternal (peluang dan tantangan) yang berpengaruh terhadap eksistensi sekolah. Uraian tentang mengapa Sekolah ini harus ada dari sudut pandang stakeholders sangat diharapkan untuk dikemukakan.

3) Kondisi Organisasi dan Kelembagaan

Bagian ini menjelaskan tentang bagaimana sistem organisasi dan tata kerja yang diterapkan di Sekolah serta bagaimana keterkaitannya dengan komite sekolah, yayasan, atau instansi lain yang relevan. Perlu dijelaskan tentang berbagai kelemahan dan keunggulan sistem tata kerja yang diterapkan tersebut.

4) Program Pembelajaran

Penjelasan bagian ini perlu difokuskan pada analisis tentang seberapa besar efisiensi, produktivitas dan efektivitas penyelenggaraan program pembelajaran yang ada, serta kelemahan dan keunggulannya

5) Manajemen Sumberdaya

Bagian ini berisi telaah tentang ketersediaan dan pengelolaan sumberdaya (manusia, finansial/uang, fasilitas fisik) yang ada di Sekolah. Perlu dijelaskan tentang analisis berbagai kelemahan dan keunggulan sistem manajemen sumberdaya yang diterapkan tersebut.


(59)

6) Permasalahan dan Alternatif Penyelesaiannya

Bagian ini harus menjelaskan hubungan antara isu strategis, akar permasalahan yang sudah teridentifikasi, solusi alternatif, pengembangan potensi-potensi yang ada, rencana dan target peningkatan kualitas dan perbaikan kelemahan yang ada, sesuai dengan hasil analisis situasi. Dalam hal ini sekolah harus memilih program yang paling tepat yang akan dilakukan dari berbagai penyelesaian alternatif yang ada.

Pada sisi lain, program yang diusulkan tersebut, harus dapat memanfaatkan potensi dan peluang yang telah di identifikasi, sehingga pada akhirnya dapat memperbaiki kinerja dan kualitas dari program pembelajaran. Dengan demikian, semua program yang sedang berjalan maupun yang sedang diusulkan untuk dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu ke depan harus menyertakan sumber daya yang dibutuhkan. Tiap program dapat ditabulasi seperti terlihat pada Tabel 3.1. dibawah ini dan harus mempunyai hubungan yang jelas antara permasalahan yang diidentifikasi, alternatif penyelesaikan masalah, dan kegiatan perencanaan beberapa tahun ke depan Tabel 3.1 Matrik permasalahan, alternatif pemecahaan, dan program

yang diusulkan

Masalah Alternatif Pemecahan

Program Yang Diusulkan

Sumber

Pembiayaan Keterangan

1 2 3 4 5

Keterangan:


(60)

Kolom 2 diisi kemungkinan solusi yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah;

Kolom 3 diisi solusi yang dipilih untuk mengatasi masalah denan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki oleh sekolah atau yang sedang diusulkan melalui proposal yang disusun.

Kolom 4 diisi sumber pembiyaan untuk mendukung program terpilih, misalnya komite sekolah, SPP, BPP, donor, atau yang lain.

e.Rancangan program pengembangan

Komponen proposal ini sebenarnya merupakan penjabaran lebih rinci dari usulan program yang telah diidentifikasi pada bagian akhir telaah situasi. Penjabaran masing-masing usulan program itu sekurang-kurangnya mencakup: (1) latar belakang dan rasional, (2) tujuan, (3) mekanisme dan rancangan kegiatan, (4) sumber daya dana yang dibutuhkan, (5) jadwal pelaksanaan, (6) indikator keberhasilan, dan (7) rancangan keberlanjutan.

Bagian-bagian proporsal tersebut pada dasarnya tidak berbeda dengan bagian-bagian Renop yang diuraikan pada Bab 1 yang diuraikan pada awal bahan diklat ini. Oleh karena itu, rincian dan ruang lingkup masing-masing bagian tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda dengan penjelasan pada Bab 1 tersebut. Hal yang membedakan keduanya adalah pijakan yang dijadikan rujukan dalam pengembangan program atau kegiatan. Dasar pengembangan Renop adalah hasil telaah yang dilakukan untuk penyusunan Renstra, sedangkan dasar dalam pengembangan proposal adalah hasil telaah situasi yang dilakukan saat proposal itu di kembangkan. Kedua hasil telaah tersebut dimungkinkan berbeda karena dilaksanakan pada waktu dan fokus yang berbeda.


(1)

Uraian Kebutuhan Biaya Satuan Volume Biaya

Satuan Total Biaya Malang-SBY

 Lumpsum OH 1 300.000 300.000

g. Penggandaan Laporan

Paket 1 150.000 150.000

Jumlah 10.700.000

Keterangan: PP = Pergi-pulang OH = Orang Hari

18.Jadwal Kegiatan

Terdapat dua macam jadwal yang disajikan dalam TOR: Persiapan hingga pelaporan dan jadwal pelaksanaan kegiatan. Tabel 3.9 menyajikan contoh Jadwal Kegiatan Pelatihan. Selain jadwal ini, pihak pelaksana pelatihan juga harus memberikan jadwal kegiatan yang harus diikuti peserta selama pelatihan berlangsung.

Tabel 3.9 Contoh Jadwal Persiapan Pelatihan

No Kegiatan

Waktu

Agustus September

1 2 3 4 1 2 3 4

1. Penyusunan TOR

2. Persetujuan TOR oleh Kepala Sekolah

3. Seleksi peserta pelatihan 4. Negosiasi dengan tempat

penyelenggara pelatihan 5. Kontrak

6. Pelaksanaan pelatihan 7. Monitoring pelatihan 8. Pelaporan oleh peserta

9. Pelaporan oleh penangung jawab kepada kepala sekolah


(2)

19.Monitoring dan Evaluasi

Bagian ini memuat prosedur dan teknik monitoring dan evaluasi yang akan dilaksanakan selama dan setelah kegiatan dilaksanakan. Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk menjamin bahwa kegiatan berjalan sebagaimana rencana yang telah dibuat. Monitoring dilakukan untuk mengidentifikasi kemajuan pelaksanaan kegiatan dan kendala-kendala yang timbul mungkin selama berlangsungnya kegiatan. Dengan demikian setiap hambatan yang timbul dapat segera diatasi sehingga tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar.

Kegiatan evaluasi dilakukan terhadap dua hal. Pertama, evaluasi dilakukan terhadap seluruh kegiatan, sejak dari persiapan sampai dengan berakhirnya kegiatan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mengidentifikasi apakah semua target kegiatan telah tercapai sesuai dengan rencana dan juga untuk mengidentifikasi berbagai kendala yang tidak teratasi untuk digunakan sebagai dasar penentuan langkah pada kegiatan serupa di lain waktu. Evaluasi ini dapat dilakukan oleh penanggungjawab kegiatan atau oleh pihak lain yang ditunjuk untuk itu. Kedua, evaluasi terhadap kesesuaian hasil yang dicapai dengan yang direncanakan. Untuk kegiatan pelatihan, misalnya, evaluasi ini dapat dilakukan oleh pihak pelaksana pelatihan. Laporan tertulis merupakan sumber informasi yang efektif untuk kepentingan evaluasi kegiatan.


(3)

DAFTAR RUJUKAN

Arismunandar. 2007. Rencana Strategis Sekolah. Makalah disajikan pada Pendidikan dan pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah yang diselenggarakan oleh Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas di Jakarta, Juli 2007.

Brodjonegoro, S.S. (2003). Higher Education Long Term Strategy 2003-2010. Directorat General of Higher Education, Ministry of National Education Republic of Indonesia.

Bryson, J. M. (1995). Strategic Planning For Public and Nonprofit Organizations. San Francisco: Jossey-Bass Publishers

Canavan, N. & Monahan, L. (2000). School Culture and Ethos: Releasing the Potential. A resource pack to enable schools to access articulate and apply ethos values. Dublin: Marino Institute of Education,

Collins U. (1996). Developing a School Plan: A Step by Step Approach. Dublin: Marino Institute of Education.

Colman H.& Waddington D. (1996). Synergy. Australia: Catholic Education Office.

Daft, Richard L. (1988). Management. Chicago: The Dryden Press.

Directorat General of Higher Education. (2003). Technological and Professional Skills Development Sector Project (TPSDP) Batch III: Guidelines for Sub-Project Proposal Submission. Jakarta: Directorat General of Higher Education, Ministery of National Education.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (2006). Panduan Penyusunan Proposal Program Hibah Kompetisi. Jakarta: Ditjen Dikti, Depdikas


(4)

Duke, Daniel L. & Canady, Robert L. (1991). School Policy. New York: MacGraw-Hill, Inc.

Dwyer, B. 1986. Catholic Schools at the Crossroads.Victoria: Dove Communications,

Furlong, C. & Monahan L. 2000. School Culture and Ethos. Dublin: Marino Institute of Education

Gorton, Richard A. & Schneider, Gail T. (1991). School-Based Leadership: Callenges and Opportunities. Dubuque, IA: Wm. C. Brown Publishers Government of Ireland. (1999). School Development Planning – An

Introduction for Second Level Schools. Dublin: Department of Education & Science,

Hargreaves, A. & Hopkins, D. The Empowered School: the Management and Practice of Developmental Planning. London: Cassell, 1991

Hargreaves, D. and Hopkins, D. (1993). School Effectiveness, School Improvement and Development Planning, in Margaret Preedy (ed.) Managing the Effective School, London: Paul Chapman Publishing.

Hope A., Timmel S. (1999). Training for Transformation. London: The Intermediate Technology Group.

Kavanagh, A. (1993). Secondary Education in Ireland: Aspects of Changing Paradigm. Tullow: Patrician Brothers Generalate.

Lerner, A.L. (1999). A Strategic Planning Primer for Higher Education. Northridge. California: College of Business Administration and Economics, California State University.

Lyddon, J. W. (1999). Strategic Planning In Smaller Nonprofit Organizations: A Practical Guide for the Process. Michigan: W.K.


(5)

Kellogg Foundation Youth Initiative Partnerships (in Website: http://www.wmich.edu/ nonprofit/Resource/index.html)

Mintzberg, H. (1994). The Rise and Fall of Strategic Planning. New York, NY: The Free Press.

Mohrman, S.A., and Wohlstetter, P. (Ed.). (1994). School Based Management: Organizing High Performance. San Francisco: Jossey-Bass Publisher Morrison, James L., Renfro, William L., and Boucher, Wayne I. 1984. Futures

Research And The Strategic Planning Process: Implications for Higher Education. ASHE-ERIC Higher Education Research Reports Nickols, K. and Thirunamachandran, R. (2000). Strategic Planning in Higher

Education: A Guide for Heads of Institutions, Senior Managers and Members of Governing Bodies. In Website: www.hefce.ac.uk.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. 2005. Jakarta: Sekretariat Jenderal Departeman Pendidikan Nasional.

Prayogo, Joko. 2007. Rencana Stratejik. Makalah disajikan pada Pendidikan dan pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah yang diselenggarakan oleh Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas di Jakarta, Juli 2007.

Rowley, D. J., Lujan, H. D., & Dolence, M.G. (1997). Strategic Change in Colleges and Unviversities. San Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers.


(6)

School Development Planning Initiative. (1999). School Development Planning: Draft Guidelines for Second Level Schools. Dublin: SDPI, Tuohy, D. (1997). School Leadership and Strategic Planning. Dublin: A.S.T.I Umaedi. (1999). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Sebuah

Pendekatan Baru Dalam Pengelolaan Sekolah Untuk Peningkatan Mutu. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah, Depdiknas.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.