PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASISPOTENSI PESISIR SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK, KOMUNIKASI MATEMATIK, DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SMP.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PENGESAHAN ………... ii

PERNYATAAN ………. iii

PERSEMBAHAN ………. iv

KATA PENGANTAR ………. v

ABSTRAK ………. ix

ABSTRACT ………. x

DAFTAR ISI ………. xi

DAFTAR TABEL ………. xiii

DAFTAR GAMBAR ………. xxi

DAFTAR LAMPIRAN ………. xxiii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Rumusan Masalah ………... 18

C. Tujuan Penelitian ………... 21

D. Manfaat Penelitian ………... 23

E. Definisi Operasional Istilah ………. 24

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……… 27

A. Potensi Wilayah Pesisir dan Permasalahannya ……... 27

B. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ………. 33

C. Kemampuan Komunikasi Matematik ……… 43

D. Keterampilan Sosial ……… 49

E. Pembelajaran Kontekstual Berbasis Potensi Pesisir (PKBPP) dan Karakteristiknya … 56 F. Keterkaitan PKBPP dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik, Komunikasi Matematik, dan Keterampilan Sosial Siswa ... 72

G. Pendekatan Pembelajaran Konvensional ……... 76

H. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan ……….. 77

I. Hipotesis Penelitian ……… 82

BAB III METODE PENELITIAN ……… 87

A. Desain Penelitian ……… 87


(2)

ii

C. Pengembangan Instrumen dan Teknik

Pengumpulan Data ………... 99

D. Teknik Analisis Data ……… 135

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ……….. 140

F. Waktu Pelaksanaan Penelitian ……….. 141

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 142

A. Analisis Data Pengetahuan Awal Matematika (PAM) …. 144 B. Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik (KPMM) ……... 151

C. Analisis Data Kemampuan Komunikasi Matematik (KKM) ………... 174

D. Analisis Data Keterampilan Sosial ………... 197

E. Analisis Hasil Kerja Siswa ………... 227

F. Pembahasan Hasil Penelitian ……… 250

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI …….. 303

A. Kesimpulan ……….. 303

B. Implikasi ……….. 311

C. Keterbatasan ……….. 314

D. Rekomendasi ……….. 315

DAFTAR PUSTAKA ……….. 318


(3)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

3.1. Keterkaitan antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah,

dan Pengetahuan Awal Matematika ……... 88

3.2. Keterkaitan antara Kemampuan Komunikasi Matematik, Kelompok Pembelajaran, Level

Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika ……... 89 3.3. Keterkaitan antara Keterampilan Sosial, Kelompok

Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal

Matematika ……... 90

3.4. Uji Normalitas Data Pengetahuan Awal Matematika

Siswa Kelas VIII SMPN 1 Kapontori ……... 94 3.5. Uji Homogenitas Varians Data Pengetahuan Awal

Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 1 Kapontori ……... 94 3.6. Uji Kesetaraan Data Pengetahuan Awal Matematika

Siswa Ketiga Kelas VIII SMPN 1 Kapontori ……... 95 3.7. Uji Normalitas Data Pengetahuan Awal

Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 1 Batauga ……... 96 3.8. Uji Homogenitas Varians Data Pengetahuan Awal

Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 1 Kapontori ……... 96 3.9. Uji Kesetaraan Data Pengetahuan Awal Matematika

Siswa Kelima Kelas VIII SMPN 1 Batauga ……... 97 3.10. Uji Perbedaan Data Pengetahuan Awal Matematika

Siswa Berdasarkan Level Sekolah ……... 98 3.11. Uji Keragaman Data Validitas Muka Setiap Butir

Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ……... 101 3.12. Uji Keragaman Data Validitas Isi Setiap Butir Pretes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ……... 101 3.13. Uji Keragaman Data Validitas Muka Setiap Butir

Postes Pemecahan Masalah Matematik ……... 104 3.14. Uji Keragaman Data Validitas Isi Setiap Butir Postes


(4)

iv

Tabel Judul Halaman

3.15 Pedoman Penskoran Butir Soal Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik ……... 108 3.16. Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi rxy ……... 110

3.17. Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Pretes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ……... 110 3.18. Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Postes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ……... 111 3.19. Interpretasi Koefisien Reliabilitas ……... 112 3.20. Rekapitulasi Hasil Ujicoba Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik ……... 113 3.21. Uji Keragaman Data Validitas Muka Setiap Butir

Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 115 3.22. Uji Keragaman Data Validitas Isi Setiap Butir Pretes

Kemampuan Komunikasi Matematik ……... 116

3.23. Uji Keragaman Data Validitas Muka Setiap Butir

Postes Kemampuan Komunikasi Matematik ……... 120 3.24. Uji Keragaman Data Validitas Isi Setiap Butir Postes

Kemampuan Komunikasi Matematik ……... 121

3.25 Pedoman Penskoran Butir Soal Tes Kemampuan

Komunikasi Matematik ……... 124

3.26. Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Pretes

Kemampuan Komunikasi Matematik ……... 125 3.27. Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Postes

Kemampuan Komunikasi Matematik ……... 125 3.28. Rekapitulasi Hasil Ujicoba Tes Kemampuan

Komunikasi Matematik ……... 126 3.29. Distribusi Respon Siswa pada Skala Keterampilan Sosial

Siswa untuk Pernyataan Positif dan Pernyataan Negatif …… 129 3.30. Proses Perhitungan Skor Skala Keterampilan Sosial

Siswa untuk Pernyataan Positif Nomor 1 ……... 130 3.31. Proses Perhitungan Skor Skala Keterampilan Sosial


(5)

v

Tabel Judul Halaman

3.32. Skor Setiap Item Skala Keterampilan Sosial Siswa ……... 131 3.33. Keterkaitan antara Rumusan Masalah, Hipotesis

Penelitian, dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan

dalam Analisis Data ……... 137

3.34. Waktu Pelaksanaan Penelitian ……... 141 4.1. Sebaran Sampel Penelitian ……... 143 4.2. Deskripsi Data PAM Siswa Kedua Pendekatan

Pembela-jaran untuk Setiap Level Sekolah dan Gabungannya …… 144 4.3. Deskripsi Data PAM Siswa Kedua Pendekatan

Pembelajaran untuk Setiap Kategori PAM ……... 145 4.4. Uji Normalitas Data PAM Siswa Kedua Level

Sekolah Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ……... 147 4.5. Uji Perbedaan Data PAM Siswa antar Kedua Level Sekolah .... 148 4.6. Uji Kesetaraan Data PAM Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran ……... 149

4.7. Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data PAM Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk

Setiap Level Sekolah …….. 149

4.8. Uji Kesetaraan Data PAM Kedua Keolmpok

Pembelajaran untuk Setiap Sekolah ……... 150 4.9. Deskripsi Data KPMM Siswa Kedua Kelompok

Pembelajaran ... 151

4.10 Uji Normalitas Data N-Gain KPMM Siswa

Kelompok Pembelajaran ……... 152

4.11. Uji Signifikansi Peningkatan KPMM Siswa Kedua

Kelompok Pembelajaran ……... 153

4.12. Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data

N-Gain KPMM Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran ... 154 4.13. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KPMM Siswa

antara Kedua Kelompok Pembelajaran …… 154

4.14. Deskripsi Data KPMM Siswa Kedua Kelompok


(6)

vi

Tabel Judul Halaman

4.15. Uji Normalitas Data N-Gain KPMM Siswa Kedua

Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ……... 156 4.16. Uji Signifikansi Peningkatan KPMM Siswa Kedua

Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ……... 157 4.17. Uji Homogenitas Varians Data N-Gain KPMM Siswa Kedua

Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ... 157 4.18 Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KPMM Siswa

Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ... 158 4.19. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KPMM Siswa Kedua

Level Sekolah Setelah Mendapat Pendekatan PKBPP .... 159 4.20. Deskripsi Data KPMM Siswa Kedua Kelompok

Pembelajaran untuk Setiap Kategori PAM ……... 161 4.21. Uji Normalitas Data N-Gain KPMM Siswa

Kedua Pembelajaran untuk Setiap Kategori PAM ……... 162 4.22. Uji Signifikansi Peningkatan KPMM Siswa Kedua

Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kategori PAM ……... 163 4.23. Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data

N-Gain KPMM Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran

untuk Setiap Kategori PAM ……... 164

4.24. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KPMM Siswa

Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kategori PAM .... 165 4.25. Uji Homogenitas Varians Data N-Gain KPMM Siswa antar

Kategori PAM Setelah Mendapat Pendekatan PKBPP ….. 166 4.26. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KPMM Siswa antar

Kategori PAM Setelah Mendapat Pendekatan PKBPP ... 166 4.27. Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan KPMM

Siswa Ditinjau dari Interaksi antara Pembelajaran

dengan Level Sekolah ……... 167

4.28 Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level

Sekolah dalam Peningkatan KPMM ... 168

4.29. Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan KPMM Siswa


(7)

vii

Tabel Judul Halaman

4.30. Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan PAM

dalam Peningkatan KPMM ... 171

4.31. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KPMM Siswa

antar Kategori PAM ... 173

4.32. Deskripsi Data KKM Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran ... 175 4.33. Uji Normalitas Data N-Gain KKM Siswa Kedua

Kelompok Pembelajaran …... 175 4.34. Uji Signifikansi Peningkatan KKM Siswa Kedua

Kelompok Pembelajaran ……... 176

4.35. Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data

N-Gain KKM Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran ... 177 4.36. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KKM Siswa

antara Kedua Kelompok Pembelajaran ……... 178 4.37. Deskripsi Data KKM Siswa Kedua Kelompok

Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ……... 178 4.38. Uji Normalitas Data N-Gain KKM Siswa Kedua

Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ……... 179 4.39. Uji Signifikansi Peningkatan KKM Siswa Kedua

Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ……... 180 4.40 Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data

N-Gain KKM Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran

untuk Setiap Level Sekolah ……... 181

4.41. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KKM Siswa Kedua

Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ... 182 4.42. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KKM Siswa Kedua

Level Sekolah Setelah Mendapat Pendekatan PKBPP …. 183 4.43. Deskripsi Data KKM Siswa Kedua Kelompok

Pembelajaran untuk Setiap Kategori PAM ……... 184 4.44. Uji Normalitas Data N-Gain KKM Siswa Kedua

Pembelajaran untuk Setiap Kategori PAM ……... 185 4.45. Uji Signifikansi Peningkatan KKM Siswa Kedua


(8)

viii

Tabel Judul Halaman

4.46. Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data N-Gain KKM Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk

Setiap Kategori PAM …… 187

4.47. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KKM Siswa Kedua

Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kategori PAM …. 188 4.48 Uji Homogenitas Varians Data N-Gain KKM Siswa antar

Kategori PAM Setelah Mendapat Pendekatan PKBPP …… 189 4.49. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KKM Siswa antar

Kategori PAM Setelah Mendapat Pendekatan PKBPP …… 190 4.50. Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan KKM Siswa

Berdasarkan Interaksi Pembelajaran dengan Level Sekolah ... 191 4.51. Uji Interaksi Pendekatan Pembelajaran dengan Level

Sekolah dalam Peningkatan KKM Siswa ……... 192 4.52. Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan KKM Siswa

Berdasarkan Interaksi Pembelajaran dengan PAM …….. 194 4.53. Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan

PAM dalam Peningkatan KKM Siswa ……... 195

4.54. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa Kedua

Kelompok Pembelajaran ……... 198

4.55. Uji Normalitas Data N-Gain Keterampilan Sosial Siswa

Kedua Kelompok Pembelajaran …… 198

4.56. Uji Signifikansi Peningkatan Keterampilan Sosial Siswa

Kedua Kelompok Pembelajaran …… 199

4.57. Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data

N-Gain KS Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran ……... 200 4.58 Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan Keterampilan

Sosial Siswa antara Kedua Kelompok Pembelajaran ……... 201 4.59. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa Kedua

Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ……... 202 4.60. Uji Normalitas Data N-Gain Keterampilan Sosial

Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk

Setiap Level Sekolah ……... 203

4.61. Uji Signifikansi Peningkatan Keterampilan Sosial Siswa


(9)

ix

Tabel Judul Halaman

4.62. Uji Homogenitas Varians Data N-Gain Keterampilan Sosial Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk

Setiap Level Sekolah ……... 205

4.63. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan Keterampilan Sosial Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk

Setiap Level Sekolah ……... 206

4.64. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan Keterampilan Sosial Siswa Kedua Level Sekolah Setelah Mendapat

Pendekatan PKBPP ……... 207

4.65. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa Kedua

Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kategori PAM ……... 209 4.66. Uji Normalitas Data N-Gain Keterampilan Sosial

Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk

Setiap Kategori PAM ……... 210

4.67. Uji Signifikansi Peningkatan Keterampilan Sosial

Siswa pada Ketiga Kategori PAM ……... 211 4.68. Uji Homogenitas Varians Data N-Gain Keterampilan

Sosial Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk

Setiap Kategori PAM ……... 212

4.69. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan Keterampilan Sosial Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk

Setiap Kategori PAM ……... 213

4.70 Uji Homogenitas Varians Data N-Gain Keterampilan Sosial Siswa antar Kategori PAM Setelah Mendapat

Pendekatan PKBPP ……... 215

4.71. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan Keterampilan Sosial Siswa antar Kategori PAM Setelah Mendapat

Pendekatan PKBPP ……... 215

4.72. Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan Keterampilan Sosial Siswa Ditinjau dari Interaksi antara Pembelajaran

dengan Level Sekolah …… 216

4.73. Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level Sekolah dalam Peningkatan

Keterampilan Sosial Siswa ……... 217 4.74. Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan Keterampilan

Sosial Siswa Ditinjau dari Interaksi antara Pembelajaran


(10)

x

Tabel Judul Halaman

4.75. Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan

PAM dalam Peningkatan Keterampilan Sosial Siswa ……... 221

4.76. Rangkuman Pengujian Hipotesis Penelitian ……... 223

4.77. Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Ditinjau dari Pendekatan Pembelajaran ……... 228

4.78 Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Ditinjau dari Pendekatan Pembelajaran …… 238

4.79. Rata-rata Setiap Aspek Keterampilan Sosial Siswa Ditinjau dari Pendekatan Pembelajaran ……... 249

4.80. Jumlah Siswa Berdasarkan Kelompok PAM ……... 266

4.81. Jumlah Siswa Berdasarkan Kategori KPMM ……... 269

4.82. Jumlah Siswa Berdasarkan Kategori KKM ……... 281


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1. Model Proses Pemecahan Masalah ……… 42

3.1. Prosedur Pengambilan Sampel ……… 93

4.1. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level Sekolah dalam Peningkatan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik …………. 169 4.2. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran

dengan PAM dalam Peningkatan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik …………. 172

4.3. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level Sekolah dalam Peningkatan

Kemampuan Komunikasi Matematik …………... 193 4.4. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran

dengan PAM dalam Peningkatan Kemampuan

Komunikasi Matematik …………. 196

4.5. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level Sekolah dalam Peningkatan

Keterampilan Sosial …………... 218

4.6. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan

PAM dalam Peningkatan Keterampilan Sosial ... 222 4.7. Jawaban Siswa pada Soal Nomor 1 Postes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 230 4.8. Jawaban Siswa pada Soal Nomor 2 Postes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 232 4.9. Jawaban Siswa pada Soal Nomor 3 Postes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 233 4.10. Jawaban Siswa pada Soal Nomor 4 Postes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 234 4.11. Jawaban Siswa pada Soal Nomor 5 Postes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 237 4.12. Jawaban Siswa pada Soal Nomor 1 Postes

Kemampuan Komunikasi Matematik

…………


(12)

xii

Gambar Judul Halaman

4.13. Jawaban Siswa pada Soal Nomor 2 Postes

Kemampuan Komunikasi Matematik …………. 242 4.14. Jawaban Siswa pada Soal Nomor 3 Postes

Kemampuan Komunikasi Matematik: (a) Kesalahan dalam Menentukan Titik Potong Kedua Persamaan; (b) Kesalahan

Menggambar Grafik; dan (c) Kesalahan

Membuat Soal Cerita Sehari-hari dari Model. …………. 244 4.15. Jawaban Siswa pada Soal Nomor 4 Postes

Kemampuan Komunikasi Matematik ………... 246 4.16. Jawaban Siswa pada Soal Nomor 5 Postes

Kemampuan Komunikasi Matematik ………... 248 4.17. Perbandingan Data PAM Siswa Sekolah


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

A-1. Lembar Pertimbangan ... 327 A-2. Hasil Pertimbangan Tes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematik ……… 330

A-3. Hasil Pertimbangan Tes Kemampuan

Komunikasi Matematik ………... 332 A-4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Data Ujicoba

Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ……… 334 A-5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Data Ujicoba

Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ……… 338 A-6. Kisi-Kisi dan Skala Keterampilan Sosial Siswa ……… 342 A-7. Data Hasil Ujicoba Skala Keterampilan Sosial Siswa …… 348 A-8. Pemberian Skor Tiap Item Skala Keterampilan

Sosial Siswa ………... 350

A-9. Rekapitulasi Data Ujicoba Skala Keterampilan

Sosial Siswa Setelah Pembobotan ………... 353 A-10. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala

Keterampilan Sosial Siswa ………... 355 B-1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Eksperimen) …. 358 B-2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Kontrol) ….... 363 B-3. Lembar Kerja Siswa (LKS) ………... 367 B-4. Lembar Observasi ………... 394 B-5. Pedoman Wawancara dengan Siswa,

Guru, dan Tokoh Masyarakat ………... 398

B-6. Angket Profil Siswa 401

B-7. Kisi-kisi dan Tes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematik ………... 402

B-8. Kunci Jawaban Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik ... 408 B-9. Kisi-kisi dan Tes Kemampuan

Komunikasi Matematik (TKKM) ... 413 B-10. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 421


(14)

xiv

Lampiran Judul Halaman

B-11. Skala Keterampilan Sosial Siswa ... 426

C-1. Data Pengetahuan Awal Matematika Siswa (Populasi) ... 432

C-2. Data Pengetahuan Awal Matematika Siswa Sampel …… 433

C-3. Sebaran Data Pengetahuan Awal Matematika Siswa …… 437

C-4. Nilai Kemampuan Pemecahan Masaah Matematik Siswa ... 441

C-5. Nilai Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa …… 448

C-6. Skor Keterampilan Sosial Siswa ... 455

C-7. Data Hasil Penelitian: PAM, Pretes, dan N-Gain (Keseluruhan) ………... 462

C-8. Korelasi Data PAM dengan Data Pretes KPMM, KKM, dan KS ... 465

D-1. Hasil Analisis Data Pengetahuan Awal Matematika Siswa Kelas 8 SMPNegeri 1 Kapontori ……... 466

D-2. Hasil Analisis Data Pengetahuan Awal Matematika Siswa Kelas 8 SMPNegeri 1 Batauga ……... 468

D-3. Uji Kesetaraan Sampel Penelitian ... 470

D-4. Uji ANAVA Satu Jalur Data Pengelompokan PAM …… 476

E-1. Hasil Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik (KPMM) ... 478

E-2. Hasil Analisis Data Kemampuan Komunikasi Matematik (KKM) ... 493

E-3. Hasil Analisis Data Keterampilan Sosial Siswa (KS) ... 508

E-4. Hasil Analisis Data Pelengkap ... 523

E-5. Hasil Uji Statistik Non Parametrik ... 534

F. Daftar Total Nilai UN Provinsi, Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Level SMP di Kabupaten Buton ... 539

G. Dokumentasi Penelitian ... 542

H. Data Populasi dan Ukuran Sampel ... 545

I. Surat Izin Penelitian dan Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian ... 546


(15)

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia (Dahuri et al., 1998) dan memiliki kekayaan sumberdaya pesisir yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan hidup masyarakat khususnya masyarakat pesisir. Kondisi Indonesia yang dua pertiga dari seluruh wilayahnya ditutupi oleh laut menjadi kendala bagi perluasan dan pemerataan pendidikan untuk seluruh masyarakat. Sampai tahun 2008, ketersediaan fasilitas pendidikan untuk jenjang SMP/MTs ke atas di daerah pedesaan, daerah terpencil, dan kepulauan masih terbatas (Depdiknas, 2009: 2). Sebagian besar masyarakat Indonesia juga adalah masyarakat pesisir dan masih dalam kondisi miskin dengan berbagai keterbatasan aksesibilitas, rendahnya tingkat pendidikan, kesadaran masyarakat, dan budaya masyarakat itu sendiri (Majalah Demersial, 2007). Rendahnya kesadaran dan tingkat pendidikan masyarakat pesisir dapat dilihat dari perilaku destruktif yang dilakukannya seperti pemanfaatan perluasan daratan untuk reklamasi pantai, penebangan pohon bakau, pencemaran perairan oleh lumpur, penambatan jangkar perahu, pencemaran limbah, tumpahan minyak, dan lain-lain (Majalah Demersial, 2007). Perilaku seperti ini telah mempercepat laju kerusakan potensi wilayah pesisir Indonesia.

Potensi dan permasalahan pembangunan wilayah pesisir secara garis besar terdiri dari tiga kelompok, yaitu sumberdaya dapat pulih, sumberdaya tak dapat pulih, dan jasa-jasa lingkungan (Dahuri et al., 2001). Sumberdaya dapat pulih berupa hutan mangrove (bakau), terumbu karang, rumput laut, dan sumberdaya


(17)

perikanan laut. Sumber daya tak dapat pulih terdiri dari seluruh mineral dan geologi seperti minyak gas, batu bara, emas, timah, nikel, biji besi, batu bara, granit, tanah liat, pasir, kaolin, pasir kuarsa, pasir bangunan, kerikil, dan batu pondasi. Sedangkan jasa-jasa lingkungan meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan parawisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim, kawasan lindung, dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi fisiologis lainnya.

Pemerintah melalui Kemendiknas dan Kementerian Kelautan dan Perikanan telah meletakkan sandaran utama pembangunan masyarakat pesisir yang menyeimbangkan pembangunan ekonomi dengan daya dukung lingkungan menuju pembangunan pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan. Sandaran tersebut sejalan dengan sasaran program UNESCO dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (Education for Sustainable Development, ESD) yang ditujukan untuk menjaga kelestarian lingkungan, keberlanjutan ekonomi, dan kesejahteraan sosial. Perhatian ini didasarkan pada rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) pesisir untuk berpartisipasi dalam memecahkan permasalahan pembangunan pesisir. Dalam program tersebut, UNESCO menitikberatkan pembangunan pendidikan pada siswa jenjang pendidikan SMP (secondary level). UNESCO berpandangan bahwa siswa SMP merupakan generasi muda yang disiapkan sejak dini untuk keberlanjutan pembangunan. Hal ini perlu diupayakan agar perubahan fisiologis dan psikologis siswa dapat berdampak positif pada tata cara mereka mengakses pelajaran dan memiliki prilaku serta gaya hidup yang diperlukan untuk menyiapkan dan memperoleh masa depan yang lebih baik.


(18)

Untuk membentuk SDM pesisir yang berkualitas, perlu dirancang suatu pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Pembelajaran tersebut dapat dibuat dengan memanfaatkan segala potensi sumberdaya pesisir dan permasalahannya. Potensi sumberdaya pesisir tersebut menarik dan dibutuhkan karena terkait dengan kehidupan siswa sehari-hari.

Potensi pesisir yang menjadi perhatian utama penelitian ini adalah sumberdaya dapat pulih untuk dibuat menjadi suatu masalah kontekstual dalam pembelajaran matematika di SMP. Hal ini disebabkan oleh pemanfaatan potensi sumberdaya dapat pulih ini belum maksimal untuk kesejahteraan hidup masyarakat pesisir. Pada sisi lain, sumberdaya ini telah dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab sehingga telah mengalami kerusakan dengan laju yang sangat memprihatinkan. Kondisi ini perlu segera mendapatkan penanganan karena jika sikap destruktif masyarakat tidak diubah, maka pada masa mendatang, segala potensi pesisir yang dapat pulih tersebut akan punah.

Melalui pembelajaran kontekstual yang memanfaatkan potensi pesisir sebagai titik awal pembelajaran matematika di SMP, siswa dapat mengenal, memahami, menyadari, dan menjadi seorang pemecah masalah yang baik sehingga dapat berpartisipasi secara aktif dalam segala kegiatan pelestarian lingkungan pesisir. Dalam penelitian ini, pembelajaran kontekstual yang memanfaatkan potensi pesisir sebagai titik awal pembelajaran matematika diperkenalkan dengan nama pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir (PKBPP) atau pembelajaran kontekstual pesisir (PKP).

Pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dirancang dengan memanfaatkan potensi pesisir sebagai titik awal pembelajaran matematika.


(19)

Potensi pesisir dimaksud disusun menjadi suatu masalah kontekstual dalam bahan ajar matematika yang digunakan siswa sebagai lembar kerja selama mengikuti proses pembelajaran matematika. Di dalam bahan ajar ini termuat masalah-masalah kontekstual matematika yang dikaitkan dengan potensi pesisir.

Nilai-nilai matematika dan pentingnya pemahaman terhadap masalah pesisir sangat ditekankan dalam lembar kerja siswa (LKS). Hal ini diupayakan agar siswa dapat dilatih melalui kegiatan pemecahan masalah pesisir dan berkomunikasi matematik secara interaktif terkait masalah yang diberikan baik secara verbal maupun secara non verbal dengan menggunakan simbol atau bahasa matematika. Kegiatan seperti ini dapat melibatkan siswa ke dalam suatu pembelajaran matematika yang bermakna sehingga dapat melatih siswa menjadi pemecah masalah dan mampu berkomunikasi matematik dengan baik.

Pemecahan masalah dan komunikasi matematik merupakan dua dari lima standar proses yang dikemukakan the National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), selain penalaran dan bukti, koneksi, dan representasi matematik. Pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang paling kompleks (Gagne dalam Ruseffendi, 2006: 166) dan merupakan fokus sentral dari kurikulum matematika (NCTM, 1989 dalam Kirkley, 2003: 1). Kemampuan siswa mengkomunikasikan ide-ide matematiknya ketika memecahkan masalah atau ketika menyampaikan proses dan hasil pemecahan masalah juga merupakan kemampuan yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematik tingkat tinggi siswa seperti logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan produktif. Proses pembelajaran matematika yang memfasilitasi pengembangan kedua kemampuan ini dapat melatih siswa mengembangkan potensi berpikirnya secara maksimal.


(20)

Dalam pemecahan masalah matematik terbentuk juga kemampuan matematika lainnya seperti penalaran dan bukti, koneksi matematik, komunikasi matematik, dan representasi matematik. Hal ini dapat diketahui ketika siswa menyelesaikan soal non rutin, misalnya dalam bentuk soal cerita (world problem). Untuk dapat menyelesaikan soal ini, siswa terlebih dahulu harus dapat memahami masalah yang ditunjukkan dengan menyusun persamaan atau model matematika (representasi dan komunikasi matematik). Model ideal yang terbentuk kemudian diselesaikan dengan menggunakan prosedur matematika dan mengaitkan antar konsep matematika yang ada (koneksi matematik). Kemampuan siswa menganalisis ketersediaan informasi atau data dari masalah non rutin yang diberikan untuk menghasilkan kesimpulan yang strategis dalam menyelesaikan masalah tersebut merupakan kemampuan penalaran. Solusi dari masalah non rutin yang diperoleh hanya dapat dipahami secara baik oleh orang lain jika dapat dikomunikasikan secara baik pula, baik dengan bahasa matematika maupun penjelasan verbal. Ilustrasi ini memperjelas posisi pemecahan masalah sebagai sentral pembelajaran matematika.

Jika dikaitkan dengan matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dipelajari dan sulit diajarkan, maka seharusnya siswa dibiasakan belajar pemecahan masalah dan komunikasi matematik. Melalui kedua kegiatan ini, siswa dapat mempelajari dan mengkomunikasikan konsep matematika secara bertahap sehingga memperoleh kesiapan yang baik dalam mempelajari konsep matematika yang lebih tinggi. Sayangnya, proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan pada semua jenjang pendidikan formal belum maksimal mengupayakan terbentuknya kedua kemampuan ini pada diri setiap siswa. Menurut Shadiq (2007: 2), proses


(21)

pembelajaran (matematika) di kelas kurang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high-order thinking skills) dan kurang berkait langsung dengan kehidupan nyata sehari-hari (kurang penerapan, kurang membumi, kurang realistik, ataupun kurang kontekstual). Penekanan pembelajaran di Indonesia lebih banyak pada penguasaan keterampilan dasar (basic skills), namun sedikit atau sama sekali tidak ada penekanan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari, berkomunikasi matematik, dan bernalar secara matematik.

Menurut Ashari, wakil dari Himpunan Matematikawan Indonesia (HMI atau IndoMS), karakteristik pembelajaran matematika saat ini lebih mengacu pada tujuan jangka pendek (lulus ujian sekolah, kabupaten/kota, atau nasional), materi kurang membumi, lebih fokus pada kemampuan prosedural, komunikasi satu arah, pengaturan ruang kelas monoton, low-order thinking skills, bergantung kepada buku paket, lebih dominan soal rutin, dan pertanyaan tingkat rendah (Shadiq, 2007: 2). Pembelajaran matematika seperti ini dikenal dengan pembelajaran konvensional.

Dalam pembelajaran konvensional, proses pembelajaran dilaksanakan dengan langkah-langkah: menjelaskan materi, memberikan contoh, dan memberikan latihan soal, dan kurang memfasilitasi terjadinya diskusi terhadap hasil kerja siswa. Contoh dan soal latihan yang dikerjakan siswa berupa contoh soal rutin dan sedikit sekali menggunakan soal-soal non rutin. Penggunaan berbagai model pembelajaran yang ada masih kurang variatif. Materi matematika yang diberikan juga masih kurang terkait dengan kegiatan siswa sehari-hari atau situasi yang dapat dibayangkan siswa. Fokus utama pembelajaran adalah menjelaskan secara total materi matematika yang ada di buku paket. Proses pembelajaran seperti ini terlalu mekanistik sehingga berdampak, antara lain, pada kurang aktifnya siswa dalam proses pembelajaran, retensi tidak tersimpan lama


(22)

dalam benak siswa, keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah dan potensi berpikir mereka tidak berkembang, kesadaran akan kegunaan matematika dalam memecahkan masalah kehidupan tidak dapat ditanamkan, dan keterampilan sosial siswa tidak terbina. Hasil belajar matematika siswa juga rendah, tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Rendahnya kemampuan matematika siswa SMP dapat dilihat dari hasil studi Kadir tahun 2008 dan 2009 terhadap kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa kelas VIII dan kelas IX SMP di provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian awal tersebut menyimpulkan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa sebesar 2,72 (Kadir, 2008a; 2009a: 120), 3,48 (Kadir, 2009b: 5), dan 4,113 (Kadir et al., 2009: 12). Sedangkan rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa sebesar 3,88 (Kadir, 2008a) dan hasil ujicoba tes kemampuan komunikasi matematik dengan reliabilitas yang cukup tinggi pada tahun 2009 menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa sebesar 4,303 (skor maksimal ideal masing-masing adalah 10). Berbagai hasil tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran SMP belum berhasil meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dan komunikasi matematik sesuai tuntutan kurikulum.

Dalam kurikulum pendidikan yang sekarang ini diberlakukan, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), disebutkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi merupakan dua kemampuan yang senantiasa harus diupayakan dalam pembelajaran matematika di setiap jenjang pendidikan seperti pada pendidikan dasar SMP/MTs. Dalam Tim Pustaka Yustisia (2007: 86) disebutkan bahwa Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Satuan Pendidikan Dasar


(23)

dikembangkan berdasarkan tujuan satuan pendidikan dasar, yaitu meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Beberapa butir dari SKL Satuan Pendidikan SMP adalah: menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari; berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun; dan menghargai adanya perbedaan pendapat (Tim Pustaka Yustisia, 2007: 87).

Kedalaman muatan kurikulum mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan di SMP/MTs dituangkan dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar diberikannya mata pelajaran matematika di SMP/MTs sebagaimana tertuang dalam Lampiran 2 Permen 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Pada bagian B Lampiran 2 tersebut disebutkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan matematika di atas, terlihat pentingnya kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik dalam pembelajaran matematika. Melalui pemberian masalah matematik, siswa dapat berlatih memahami masalah dan merancang berbagai strategi untuk memecahkan masalah tersebut. Kegiatan ini dapat menanamkan keyakinan pada diri siswa tentang pentingnya mempelajari


(24)

matematika dan dapat melatih siswa menerapkan pengetahuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah di luar matematika. Melalui kemampuan komunikasi matematik, siswa dapat mengemukakan berbagai idenya dengan menggunakan simbol atau model matematika, grafik, maupun tabel dalam menyelesaikan masalah matematik. Oleh karena itu, kedua kemampuan ini perlu senantiasa mendapat perhatian guru dengan merancang suatu pembelajaran matematika yang berkualitas.

Pembelajaran matematika yang berkualitas dapat diwujudkan melalui penyajian masalah matematika yang menarik dan menantang kepada siswa. Masalah yang menarik dan menantang dapat berupa masalah kontekstual yang berkaitan dengan kehidupan siswa. Penggunaan masalah seperti ini dapat mendorong siswa menggunakan berbagai pengetahuan dan ide yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah. Siswa dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan berbagai strategi informal atau formal yang ditemukannya sendiri berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya atau berdasarkan bimbingan guru.

Penggunaan masalah kontekstual akan menyenangkan bagi siswa dan guru selama proses pembelajaran serta dapat mengatasi berbagai faktor penyebab rendahnya hasil belajar belajar kognitif maupun non kognitif siswa, seperti sikap siswa yang tidak menyenangi matematika dan rendahnya motivasi, pengetahuan awal (prior knowledge), dan kemampuan siswa (Munkacsy, 2007). Proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan seperti ini dapat mempermudah siswa untuk memahami masalah dan mendorong keinginan siswa untuk memecahkan masalah yang diberikan.

Melalui pemberian masalah konteksual dalam pembelajaran matematika, siswa menjadi terbiasa mempelajari konsep-konsep matematika yang sulit dan


(25)

menerapkannya untuk menyelesaikan masalah sehingga pola pikir matematika yang logis, sistematis, dan konsisten dapat memberi warna dalam kehidupan sosial siswa. Kegiatan pembelajaran seperti ini juga dapat mendorong partisipasi aktif siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dan dapat berinteraksi secara maksimal dengan guru, dengan siswa lainnya, dan dengan materi matematika yang dipelajari. Proses interaksi antar berbagai komponen tersebut dapat dimaksimalkan melalui penggunaan strategi diskusi.

Kegiatan diskusi terhadap masalah kontekstual dapat melatih siswa untuk saling berkomunikasi, berbagi, dan memberikan solusi atau sanggahan terhadap proses atau hasil pemecahan suatu masalah. Kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk berinteraksi dan beradaptasi secara harmonis dengan orang lain di sekitarnya. Kemampuan ini dikenal dengan istilah keterampilan sosial (social skill). Keterampilan sosial ini sangat penting dikembangkan pada siswa SMP agar mereka dapat membina hubungan yang menyenangkan dengan orang lain, tidak menyakiti atau mengecewakan orang lain dalam setiap pembicaraan, dan berprestasi akademik yang tinggi. Menurut Muijs dan Reynolds (2008: 203), kurangnya keterampilan sosial siswa akan berdampak pada rendahnya prestasi akademik siswa tersebut, cenderung kesepian dan menampakkan self-esteem yang rendah, dan ada kemungkinan akan drop-out dari sekolah.

Keterampilan sosial ini semakin penting ketika siswa memasuki usia remaja. Pada usia ini, siswa memasuki masa transisi dalam pergaulan sosialnya dan mulai bersaing dalam berbagai kegiatan untuk mencapai prestasi akademik yang tinggi. Siswa lebih cenderung menyendiri dan kurang bersosialisasi dengan orang lain. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan keterampilan sosialnya


(26)

dan dapat mengganggu perkembangan sosial dan emosinya. Ketika berinteraksi dengan orang lain, siswa seperti ini cenderung kaku dan menunjukkan beberapa perilaku sosial yang menyimpang, seperti pemaksaan kehendak, kekerasan, kenakalan remaja, merusak, tawuran, berbuat kriminal, dan putus sekolah. Menurut Syaodih (2007: 6), gejala masalah pribadi dan sosial juga tampak pada prilaku siswa sekolah dasar dan menengah, seperti individualitas, egosistis, acuh tak acuh, kurangnya rasa tanggung jawab, malas berkomunikasi dan berinteraksi, atau rendahnya empati merupakan fenomena yang menunjukkan adanya kehampaan nilai sosial dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk mengurangi gejala perilaku sosial yang menyimpang tersebut, para siswa perlu dilatih melalui suatu pembelajaran kooperatif yang memanfaatkan masalah sehari-hari di lingkungannya. Pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir merupakan pembelajaran matematika yang menyenangkan dan dapat melatih keterampilan sosial siswa sehingga dapat mengurangi angka putus sekolah dan kenakalan remaja di daerah pesisir.

Berdasarkan data Depdiknas tahun 2002, di tingkat nasional, angka putus sekolah SMP/MTs tahun 2001/2002 sebesar 3,50 persen. Data tersebut juga mengungkapkan bahwa anak usia 13-15 tahun yang belum mendapatkan pelayanan pendidikan SMP/MTs masih cukup tinggi (25,66 persen). Beberapa faktor penyebabnya antara lain adalah: (1) daerah tempat tinggal mereka yang masih terisolasi; (2) alasan ekonomi; (3) budaya masyarakat yang belum mengganggap pentingnya pendidikan; dan (4) mereka sudah bekerja mencari nafkah. Jika dilihat dari keempat faktor tersebut, maka daerah pesisir termasuk daerah yang memenuhi kesemua faktor di atas. Oleh karena itu, penting untuk


(27)

mengembangkan keterampilan sosial bagi siswa SMP di daerah pesisir melalui pembelajaran matematika yang memanfaatkan masalah yang berkonteks pesisir.

Guru dapat merancang suatu proses pembelajaran matematika yang dapat melibatkan siswa secara aktif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik serta keterampilan sosial siswa. Pembelajaran tersebut menyenangkan dan bermakna bagi siswa ketika masalah yang diberikan berkaitan langsung dengan kehidupannya sehari-hari sehingga mendorong mereka untuk memecahkannya. Ketiga kemampuan tersebut menjadi modal utama bagi setiap siswa pada usia remaja yang sedang berkembang dan mengalami proses perubahan fisiologis dan psikologis serta menjalani situasi transisi dan pencarian identitas diri.

Dalam menjalani masa transisi ini, berbagai pengaruh dari luar diri siswa dapat merubah sikapnya. Ketika siswa tidak memperoleh pembelajaran yang tepat, mereka dapat melakukan penyimpangan perilaku sosial seperti kekerasan, pemaksaan kehendak, pengrusakan, konflik antar kelompok, dan tawuran sebagaimana yang selama ini terjadi dan kita saksikan setiap hari dalam kehidupan. Pembelajaran matematika yang hanya mementingkan penguasaan materi tanpa menanamkan karakteristik matematika yang memiliki nilai-nilai penting dalam kehidupan seperti konsisten dan sistematis menyebabkan pembelajaran tersebut kurang bermakna bagi peningkatan keterampilan sosial siswa dalam berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang inovatif terhadap materi matematika yang diajarkan perlu dirancang agar dapat menanamkan karakteristik matematika pada diri siswa dengan melibatkan mereka berinteraksi secara aktif dengan berbagai komponen pembelajaran di kelas.


(28)

Model pembelajaran dan buku-buku matematika yang beredar seharusnya tidak menjadi satu-satunya acuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Beberapa buku matematika yang digunakan di sekolah tersebut masih kurang memperhatikan potensi daerah dan lingkungan siswa dengan berbagai latar belakang dan karakter khususnya di daerah pesisir. Buku-buku matematika tersebut kurang memuat masalah kontekstual terkait keseharian siswa di daerah pesisir. Padahal, banyak masalah terkait potensi pesisir yang dapat dijadikan masalah kontekstual dalam pembelajaran matematika untuk berbagai keperluan seperti penanaman konsep-konsep matematika dan pengenalan siswa terhadap masalah-masalah pesisir dan berbagai potensi ekonomis yang dikandungnya. Kondisi ini menjadi salah satu pendorong dilaksanakannya penelitian ini dengan merancang materi pembelajaran matematika yang memuat permasalahan pesisir untuk dilatihkan pada siswa SMP. Potensi dan permasalahan pesisir tersebut dituangkan dalam LKS untuk melatih kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, berkomunikasi matematik, dan terampil berinteraksi dengan orang lain. Hal ini penting dilakukan karena setiap orang memiliki potensi untuk mengembangkan kemampuannya dan potensi daerahnya untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

Potensi-potensi tersebut merupakan kekayaan permasalahan yang dapat dibuat menjadi masalah kontekstual untuk digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Pembelajaran seperti ini di samping menarik bagi siswa untuk belajar matematika, juga dapat mengembangkan pemahaman siswa tentang manfaat matematika dalam hidupnya (tools of problem solving). Jika siswa pesisir tidak mempelajari matematika secara baik, maka materi matematika yang diperolehnya tidak akan bermanfaat dalam kehidupannya sehari-hari.


(29)

Tujuan siswa pesisir mengikuti pendidikan adalah agar dapat menggunakan ilmu yang mereka peroleh bagi kehidupannya. Sekolah dipandang sebagai sesuatu yang positif untuk mempersiapkan diri mencapai kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, proses pembelajaran sebaiknya dirancang sedemikian rupa agar siswa pesisir dapat belajar matematika dengan sebaik-baiknya sehingga memiliki kemampuan pemecahan masalah yang dapat digunakan dalam kehidupannya. Potensi daerah dan permasalahannya yang terkait dengan kehidupan siswa sehari-hari dapat dijadikan rujukan masalah dalam pembelajaran matematika.

Selama ini, potensi daerah kurang mendapatkan perhatian dalam pembelajaran matematika. Secara umum, proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah lebih banyak mengajarkan siswa tentang prosedur penyelesaian soal. Pembelajaran matematika yang demikian berimplikasi pada bertambah jauhnya matematika dari kehidupan. Pembelajaran seperti ini kurang memberi manfaat bagi siswa untuk mengaitkan matematika dengan kehidupan mereka. Tujuan siswa pesisir bersekolah dan mempelajari matematika adalah agar mereka dapat membaca dan menghitung yang dapat digunakannya dalam kehidupannya sehari-hari. Mereka semakin bertambah tertinggal jika materi matematika yang dipelajari tidak terkait dengan keinginan mereka untuk bersekolah. Seolah-olah bersekolah hanya menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya. Hal ini berdampak pada banyaknya siswa pesisir yang putus sekolah. Rata-rata Angka Partisipasi Sekolah (APS) penduduk perdesaan usia 13 – 15 tahun pada tahun 2003 adalah 75,6 persen (Depdiknas, 2009: 2).

Pola pikir seperti di atas seharusnya diubah. Hal ini bisa dilakukan melalui pembelajaran matematika yang memanfaatkan potensi daerah tempat siswa berada.


(30)

Pembelajaran matematika seperti ini bermakna bagi siswa karena mereka dapat melihat manfaat mempelajari matematika bagi hidupnya. Kebermaknaan tersebut dapat menjadi modal utama bagi mereka untuk terus belajar dan bersekolah agar dapat memperoleh pengetahuan yang lebih tinggi. Siswa perlu diberi kesadaran bahwa semakin banyak pengetahuan yang diperoleh di sekolah maka semakin meningkatkan kesiapan mereka menghadapi berbagai permasalahan hidup untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Hal ini berarti, pembelajaran matematika kontekstual berbasis potensi pesisir perlu diupayakan agar dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik serta keterampilan sosial siswa di daerah pesisir.

Di samping ketiga kemampuan tersebut, dalam mengimplementasikan pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir ini juga perlu memperhatikan level sekolah. Hal ini disebabkan oleh keberadaan sekolah-sekolah pesisir dengan beberapa kondisi seperti: secara umum berada pada level sekolah sedang dan rendah, terdiri dari 1 – 3 kelas, dan jumlah siswa pada setiap kelas hanya sekitar 30 orang. Kondisi seperti ini merupakan peluang bagi guru untuk merancang pembelajaran matematika yang memungkinkan partisipasi aktif siswa secara maksimal pada kegiatan kelompok diskusi terhadap masalah kontekstual yang diberikan. Dengan jumlah siswa yang sedikit tersebut, guru dapat menggunakan segala kemampuannya untuk meningkatkan kualitas proses pembelajarannya agar prestasi belajar siswa pada berbagai keterampilan berpikir matematika dapat ditingkatkan. Di samping itu, selain untuk memecahkan masalah di atas, informasi tentang ketepatan penerapan pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir untuk suatu level sekolah pesisir penting diperoleh. Hal ini dapat menjadi


(31)

informasi berharga bagi guru, orang tua siswa, peneliti dan pemerhati pendidikan, dan instansi terkait khususnya pihak dinas pendidikan setempat atau di atasnya dalam rangka pengambilan kebijakan pelaksanaan pendidikan di daerah pesisir.

Di samping level sekolah, pengetahuan awal matematika siswa juga penting diperhatikan dalam menerapkan pembelajaran kontekstual. Hal ini sejalan dengan pendapat Arends (2008a: 268), bahwa kemampuan awal siswa untuk mempelajari ide-ide baru bergantung pada pengetahuan awal mereka sebelumnya dan struktur kognitif yang sudah ada. Dalam penelitian ini, informasi tentang pengetahuan awal matematika siswa digunakan untuk menentukan tingkat kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Informasi ini digunakan dalam pembentukan kelompok ketika melaksanakan pembelajaran kontekstual.

Pembagian kelompok yang tidak tepat, berdampak pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Oleh karena itu, kelompok dalam pembelajaran kontekstual perlu dirancang sedemikian rupa agar keheterogenan siswa baik tingkat kemampuan matematika, jenis kelamin, dan berbagai informasi lainnya yang membedakan seorang siswa dengan siswa lainnya diperhatikan. Kelompok yang heterogen dengan tingkat kemampuan matematika yang bervariasi dapat lebih mengarah pada proses belajar yang diinginkan. Karena perbedaan kemampuan matematika itu juga, pemberian masalah kontekstual berbasis potensi pesisir dapat lebih menggairahkan motivasi siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar. Melalui kegiatan menggali dan memecahkan berbagai masalah kontekstual yang diberikan, siswa dalam berbagai tingkat kemampuan tersebut dapat saling membantu dan menyadari pentingnya mempelajari matematika bagi kehidupannya sebagaimana hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan.


(32)

Penelitian pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran matematika telah banyak dilaksanakan. Di antara penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual: dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa SD, sikap positif terhadap matematika, senang belajar baik secara berkelompok maupun perorangan, percaya diri dan tidak mudah putus asa (Heruman, 2003); meningkatkan pemahaman konsep dan koneksi matematika siswa SLTP (Rauf, 2004); meningkatkan kualitas komunikasi yang baik bagi mahasiswa calon guru (Darta, 2004); sesuai untuk diterapkan pada pembelajaran pada siswa SMP di negara-negara berkembang (Sauian, 2004); menghasilkan siswa SMA dengan kemampuan kritis, kreatif, dan kemandirian belajar dalam matematika yang lebih baik dibandingkan dengan jika siswa diberikan pembelajaran konvensional (Ratnaningsih, 2007); dan siswa SMP yang mendapat pendekatan pembelajaran kontekstual (tersendiri atau dikombinasi dengan metakognitif) memperoleh kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematik yang lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Nanang, 2009).

Berdasarkan analisis penulis, masalah kontekstual yang dijadikan titik awal pembelajaran matematika pada setiap penelitian tersebut belum memanfaatkan potensi pesisir khususnya dalam upaya peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik serta keterampilan sosial siswa. Oleh karena itu, untuk mewujudkan masyarakat pesisir yang tangguh dan peka serta mewarisi nilai-nilai matematika dan kearifan lokal pesisir, dan tersedianya literatur matematika SMP yang terkait langsung dengan konteks potensi pesisir dalam menanamkan konsep-konsep matematika, maka dilaksanakan penelitian ini.


(33)

Penelitian ini diberi judul “Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Potensi Pesisir sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik, Komunikasi Matematik, dan Keterampilan Sosial Siswa SMP”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka fokus kajian penelitian ini adalah pemanfaatan potensi pesisir dalam pembelajaran matematika, pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir, kemampuan pemecahan masalah matematik, kemampuan komunikasi matematik, dan keterampilan sosial siswa. Di samping itu juga memperhatikan level SMP di daerah pesisir (sedang dan rendah) dan pengetahuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Oleh karena itu, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimana kualitas kemampuan pemecahan masalah matematik, komunikasi

matematik, dan keterampilan sosial siswa yang mendapat pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) level sekolah (sedang dan rendah); dan (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah)? 2. Apakah terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik

siswa setelah mendapat pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) level sekolah (sedang dan rendah); dan (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah)?

3. Apakah siswa yang mendapat pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir memperoleh peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik


(34)

yang lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) level sekolah (sedang dan rendah); dan (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah)?

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa sebagai akibat interaksi: (a) pendekatan pembelajaran (pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional) dengan level sekolah (sedang dan rendah); dan (b) pendekatan pembelajaran (pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional) dengan pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah)?

5. Apakah terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa setelah mendapat pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) level sekolah (sedang dan rendah); dan (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah)?

6. Apakah siswa yang mendapat pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir memperoleh peningkatan kemampuan komunikasi matematik yang lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) level sekolah (sedang dan rendah); dan (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah)?

7. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa sebagai akibat interaksi: (a) pendekatan pembelajaran (pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional) dengan level sekolah (sedang dan rendah); dan (b) pendekatan pembelajaran


(35)

(pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional) dengan pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah)?

8. Apakah terdapat peningkatan keterampilan sosial siswa setelah mendapat pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) level sekolah (sedang dan rendah); dan (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah)?

9. Apakah siswa yang mendapat pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir memperoleh peningkatan keterampilan sosial yang lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) level sekolah (sedang dan rendah); dan (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah)?

10.Apakah terdapat perbedaan peningkatan keterampilan sosial siswa sebagai akibat interaksi: (a) pendekatan pembelajaran (pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional) dengan level sekolah (sedang dan rendah); dan (b) pendekatan pembelajaran (pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional) dengan pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah)?

11.Bagaimanakah tingkat ketercapaian aspek-aspek kemampuan pemecahan masalah matematik, kemampuan komunikasi matematik, dan keterampilan sosial siswa yang mendapat pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan yang mendapat pembelajaran konvensional?


(36)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai hal-hal berikut.

1. Menganalisis secara komprehensif kualitas kemampuan pemecahan masalah matematik, komunikasi matematik, dan keterampilan sosial siswa antara yang mendapat pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari faktor: (a) keseluruhan siswa; (b) level sekolah (sedang dan rendah); dan (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah).

2. Menganalisis secara komprehensif peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa setelah mendapat pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) level sekolah (sedang dan rendah); dan (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah).

3. Menganalisis secara komprehensif perbedaan kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa antara yang mendapat pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) level sekolah (sedang dan rendah); dan (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah). 4. Menganalisis secara komprehensif perbedaan peningkatan kemampuan

pemecahan masalah matematik siswa akibat interaksi: (a) pendekatan pembelajaran (pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional) dengan level sekolah (sedang dan rendah); dan (b) pendekatan pembelajaran (pembelajaran kontekstual berbasis potensi


(37)

pesisir dan pembelajaran konvensional) dengan pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah).

5. Menganalisis secara komprehensif peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa setelah mendapat pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) level sekolah (sedang dan rendah); dan (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah).

6. Menganalisis secara komprehensif perbedaan kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa antara yang mendapat pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) level sekolah (sedang dan rendah); dan (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah).

7. Menganalisis secara komprehensif perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa akibat interaksi: (a) pendekatan pembelajaran (pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional) dengan level sekolah (sedang dan rendah); dan (b) pendekatan pembelajaran (pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional) dengan pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah).

8. Menganalisis secara komprehensif peningkatan keterampilan sosial siswa setelah mendapat pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) level sekolah (sedang dan rendah); dan (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah).


(38)

9. Menganalisis secara komprehensif perbedaan kualitas peningkatan keterampilan sosial siswa antara yang mendapat pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) level sekolah (sedang dan rendah); dan (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah).

10.Menganalisis secara komprehensif perbedaan peningkatan keterampilan sosial siswa akibat interaksi: (a) pendekatan pembelajaran (pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional) dengan level sekolah (sedang dan rendah); dan (b) pendekatan pembelajaran (pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan pembelajaran konvensional) dengan pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah).

11.Menganalisis secara komprehensif tingkat ketercapaian aspek-aspek kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik serta keterampilan sosial siswa yang mendapat pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dan yang mendapat pembelajaran konvensional.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi guru, siswa, peneliti, dan lembaga terkait.

1. Bagi guru: dapat menjadi model pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik serta keterampilan sosial siswa; dan dapat memotivasi guru untuk menyusun masalah kontekstual yang sesuai dengan potensi lokal di sekitarnya untuk digunakan dalam pembelajaran matematika.


(39)

2. Bagi siswa: dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik, komunikasi matematik, keterampilan sosial, dan pengetahuan siswa tentang potensi serta permasalahan pesisir yang perlu mendapat perhatian.

3. Bagi peneliti: dapat menjadi sarana bagi pengembangan diri peneliti dan dapat dijadikan sebagai acuan/referensi untuk peneliti lain dan pada penelitian yang sejenis khususnya tentang pemanfaatan potensi pesisir dan penanaman keterampilan sosial siswa SMP dalam pembelajaran matematika. Hal ini dapat membuka suatu wawasan baru penelitian pendidikan matematika.

4. Pembuat kebijakan: agar lebih memahami bahwa peningkatan kualitas kemampuan matematik siswa harus dilakukan secara merata di seluruh wilayah Indonesia sehingga kesenjangan dalam berbagai standar hidup khususnya pendidikan dapat diminimalisir. Penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat menjadi rujukan pembelajaran matematika pada daerah pesisir yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. E. Definisi Operasional Istilah

Untuk menghindari kesalahan penafsiran, maka berikut ini dituliskan definisi operasional istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa adalah kemampuan siswa memahami masalah (mengidentifikasi kecukupan data untuk memecahkan masalah dan membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya); menyelesaikan masalah (memilih dan menerapkan strategi penyelesaian masalah matematika dan atau di luar


(40)

matematika); dan menjawab masalah (menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal).

2. Kemampuan komunikasi matematik siswa adalah kemampuan siswa dalam menggambar (menyatakan situasi atau ide-ide matematik dalam bentuk gambar, diagram, atau grafik); membuat ekspresi matematik (menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika); dan menuliskan jawaban dengan bahasa sendiri (menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik secara tertulis; mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri; dan kemampuan menyusun argumen atau mengungkapkan pendapat dan memberikan penjelasan secara tertulis atas jawaban yang diberikan). 3. Keterampilan sosial siswa adalah keterampilan atau kemampuan yang dimiliki

siswa untuk berinteraksi secara efektif dalam setting sosial dan kelompok selama pembelajaran matematika dilaksanakan di kelas.

4. Pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir adalah suatu pembelajaran yang memiliki karakteristik utama, yaitu: berbasis masalah kontekstual pesisir, berpandangan konstruktivisme, mengajukan pertanyaan, menemukan, komunitas belajar, menggunakan model, dan melaksanakan refleksi. Langkah-langkah pembelajaran ini: (1) pemberian masalah kontekstual berbasis potensi pesisir; (2) siswa memecahkan masalah yang diberikan secara mandiri di kelompoknya; (3) siswa berdiskusi di kelompoknya; (4) penyajian hasil pekerjaan kelompok di kelas; (5) diskusi kelas terhadap hasil pekerjaan tiap kelompok; dan (6) penyimpulan dan refeksi.


(41)

5. Pembelajaran konvensional atau pembelajaran klasikal adalah model pembelajaran yang biasa dilakukan guru sehari-hari yang diawali dengan guru menjelaskan materi pelajaran, memberi contoh soal dan cara menyelesaikannya, memberi kesempatan bertanya kepada siswa, kemudian guru memberi soal untuk dikerjakan siswa sebagai latihan (drill).

6. Pengetahuan awal matematika adalah pengetahuan matematika yang telah dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung yang diperoleh dari data hasil ulangan sumatif siswa pada semester 1 dan semester 2 di kelas VII. 7. Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan daratan dan lautan (wilayah pantai)

dan berada relatif jauh dari ibu kota kabupaten/kota dan/atau provinsi.

8. Potensi pesisir adalah segala sumberdaya alam dan masyarakat pesisir yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan bagi kesejahteraan hidup masyarakat pesisir.

9. Penerapan pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir adalah penggunaan pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dalam pembelajaran matematika di kelas eksperimen siswa kelas VIII SMP di wilayah pesisir.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan gabungan metode kuantitatif dan metode kualitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah a two-phase design (Creswell (1994: 185). Pada fase pertama dilaksanakan penelitian eksperimen dengan menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir (PKBPP) pada pembelajaran matematika di kelas VIII SMP. Desain penelitian yang digunakan pada fase pertama ini adalah desain faktorial 2 × 2 × 3, yaitu dua pendekatan pembelajaran (PKBPP dan pembelajaran konvensional), dua level sekolah (sedang dan rendah), dan tiga kelompok pengetahuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Di samping itu juga digunakan desain pretest-posttest control group design:

O X O

O – O

Keterangan:

O = pemberian tes kemampuan pemecahan masalah, tes kemampuan komunikasi matematik (kedua tes pretes dan postes adalah setara), dan skala keterampilan sosial

X = pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir (PKBPP).

Siswa kelas eksperimen memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PKBPP dan siswa kelas kontrol memperoleh pembelajaran konvensional (PKV).


(43)

Penelitian ini melibatkan variabel bebas dan variabel tak bebas. Variabel bebasnya adalah pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir. Variabel tak bebasnya adalah kemampuan pemecahan masalah matematik, kemampuan komunikasi matematik, dan keterampilan sosial siswa. Penelitian ini juga menggunakan level sekolah (sedang dan rendah) dan pengetahuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, dan rendah) sebagai variabel kontrol. Level sekolah yang dipilih adalah sedang dan rendah karena secara umum sekolah yang berada di wilayah pesisir adalah sekolah dengan level sedang dan level rendah yang masih perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran matematika. Keterkaitan antara variabel bebas, variabel tak bebas, dan variabel kontrol disajikan pada Tabel 3.1, Tabel 3.2, dan Tabel 3.3.

Tabel 3.1

Keterkaitan antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika

Pemecahan Masalah Matematika (PM)

Pembelajaran PKBPP PKV

Level sekolah (LS) Sedang (S) Rendah (R) Total (T) Sedang (S) Rendah (R) Total (T) Pengetahuan Awal Matematika (P) Tinggi (T) PMST-PKBPP PMRT-PKBPP PMPT-PKBPP PMST-PKV PMRT-PKV PMPT -PKV Sedang (S) PMSS-PKBPP PMRS-PKBPP PMPS-PKBPP PMSS-PKV PMRS-PKV PMPS-PKV Rendah (R) PMSR-PKBPP PMRR-PKBPP PMPR-PKBPP PMSR-PKV PMRR-PKV PMPR -PKV PMS-PKBPP PMR-PKBPP PMT-PKBPP PMS-PKV PMR-PKV PMT-PKV

PM-PKBPP PM-PKV

Keterangan (contoh):

PM-PKBPP : Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pendekatan PKBPP

PMS-PKV : Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada level sekolah sedang yang memperoleh pendekatan PKV


(44)

PMPT-PKBPP : Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dengan PAM tinggi yang memperoleh pendekatan PKBPP

PMST-PKBPP : Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dengan PAM tinggi pada level sekolah sedang yang memperoleh pendekatan PKBPP

PMRT-PKV : Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dengan PAM tinggi pada level sekolah rendah yang memperoleh pendekatan PKV

Tabel 3.2

Keterkaitan antara Kemampuan Komunikasi Matematik,

Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika Komunikasi Matematik (KM)

Pembelajaran PKBPP PKV

Level sekolah (LS) Sedang (S) Rendah (R) Total (T) Sedang (S) Rendah (R) Total (T) Pengetahuan Awal Matematika (P) Tinggi (T) KMST-PKBPP KMRT-PKBPP KMPT-PKBPP KMST-PKV KMRT-PKV KMPT -PKV Sedang (S) KMSS-PKBPP KMRS-PKBPP KMPS-PKBPP KMSS-PKV KMRS-PKV KMPS -PKV Rendah (R) KMSR-PKBPP KMRR-PKBPP KMPR-PKBPP KMSR-PKV KMRR-PKV KMPR -PKV KMS-PKBPP KMR-PKBPP KMT-PKBPP KMS-PKV KMR-PKV KMT-PKV

KM-PKBPP KM-PKV

Keterangan (contoh):

KM-PKBPP : Kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pendekatan PKBPP

KMS-PKV : Kemampuan komunikasi matematik siswa pada level sekolah sedang yang memperoleh pendekatan PKV

KMPT-PKBPP : Kemampuan komunikasi matematik siswa dengan PAM tinggi yang memperoleh pendekatan PKBPP

KMST-PKBPP : Kemampuan komunikasi matematik siswa dengan PAM tinggi pada level sekolah sedang yang memperoleh pendekatan PKBPP

KMRT-PKV : Kemampuan komunikasi matematik siswa dengan PAM tinggi pada level sekolah rendah yang memperoleh pendekatan PKV


(45)

Tabel 3.3

Keterkaitan antara Keterampilan Sosial, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika

Keterampilan Sosial (KS)

Pembelajaran PKBPP PKV

Level sekolah (LS) Sedang (S) Rendah (R) Total (T) Sedang (S) Rendah (R) Total (T) Pengetahuan Awal Matematika (P) Tinggi (T) KSST-PKBPP KSRT-PKBPP KSPT-PKBPP KSST-PKV KSRT-PKV KSPT-PKV Sedang (S) KSSS-PKBPP KSRS-PKBPP KSPS-PKBPP KSSS-PKV KSRS-PKV KSPS-PKV Rendah (R) KSSR-PKBPP KSRR-PKBPP KSPR-PKBPP KSSR-PKV KSRR-PKV KSPR-PKV KSS-PKBPP KSR-PKBPP KST-PKBPP KSS-PKV KSR-PKV KST-PKV

KS-PKBPP KS-PKV

Keterangan (contoh):

KS-PKBPP : Kemampuan keterampilan sosial siswa yang memperoleh pendekatan PKBPP

KSS-PKV : Kemampuan keterampilan sosial siswa pada level sekolah sedang yang memperoleh pendekatan PKV

KSPT-PKBPP : Kemampuan keterampilan sosial siswa dengan PAM tinggi yang memperoleh pendekatan PKBPP

KSST-PKBPP : Kemampuan keterampilan sosial siswa dengan PAM tinggi pada level sekolah sedang yang memperoleh pendekatan PKBPP KSRT-PKV : Kemampuan keterampilan sosial siswa dengan PAM tinggi pada

level sekolah rendah yang memperoleh pendekatan PKV

Desain penelitian kualitatif digunakan untuk mengeksplorasi lebih jauh keterlaksanaan pendekatan PKBPP dalam upaya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik, komunikasi matematik, dan keterampilan sosial siswa SMP yang diteliti. Data diperoleh berdasarkan informasi dari guru dan siswa yang mendapat pendekatan PKBPP. Untuk menganalisis lebih dalam keterhubungan berbagai informasi yang diperoleh, maka dilakukan triangulasi. Triangulasi dilakukan dengan mengaitkan berbagai informasi yang diperoleh,


(46)

seperti hasil kerja siswa terhadap tes yang diberikan, observasi, dan wawancara dengan siswa, guru, dan tokoh masyarakat.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP di daerah pesisir Indonesia, yaitu suatu daerah pertemuan air laut dan daratan atau biasa disebut daerah pantai. Secara umum, karakteristik masyarakat pesisir, lingkungan, dan kemampuan matematik siswa SMP di daerah pesisir di Indonesia relatif sama. Oleh karena itu, pemilihan SMP di Kabupaten Buton, salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), yang memiliki banyak pulau dan secara umum penduduknya berdomisili di daerah pesisir, sebagai lokasi penelitian, dipandang dapat mewakili SMP pesisir di seluruh Indonesia. Sedangkan pemilihan siswa SMP sebagai subyek penelitian ini didasarkan pada pertimbangan keragaman kemampuan akademik, tingkatan berpikir siswa, dan kondisi perkembangan fisik dan psikologis mereka yang masih berada pada jalur transisi agar mereka memiliki kesiapan terhadap permasalahan pesisir yang menjadi fokus kajian penelitian ini.

Sampel penelitian ditentukan berdasarkan gabungan teknik strata (stratified random sampling) dan teknik kelompok (cluster random sampling). Melalui teknik strata, peneliti mengambil secara acak masing-masing satu sekolah dari setiap level SMP pesisir yang diteliti, yaitu sekolah level sedang dan level sekolah rendah. Sedangkan melalui teknik sampel kelompok, peneliti mengambil secara acak dua kelas VIII pada setiap level sekolah yang terpilih. Jadi, pada setiap level sekolah terdapat satu kelas eksperimen yang mendapat pendekatan PKBPP dan satu kelas kontrol yang mendapat pendekatan PKV.


(1)

Hake, R. R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Woodland Hills: Dept. of Physics, Indiana University. [Online]. Tersedia: http://www.physics. ndiana.du/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [19 Maret 2009].

Helmaheri. (2004). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SLTP melalui Strategi Think-Talk-Write dalam Kelompok Kecil. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Heruman. (2003). Pembelajaran Kontekstual terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika di Kelas IV SD. Tesis Magister pada PPs UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Ho Geok Lan. (2007). A Cooperative Learning Programme to Enhance Mathematical Problem Solving Performance among Secondary Three Students. The Mathematics Educator, 2007, Vol. 10, No. 1, 59 – 80. Huang, Hsin-Mei E. (2004). The impact of context on children's performance in

solving everyday mathematical problems with real-world settings. Journal of Research in Childhood Education. [Online]. Tersedia: http://goliath.ecnext.com/coms2/gi_0199-270803/The-impact-of-context-on.html [4 Februari 2008]

Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP melalui Pembelajaran Generatif. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Johnson, E. B. (2007). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Cetakan Kedua. Penerjemah: Ibnu Setiawan. Bandung: Mizan Learning Center.

Kadir. (2007). Penggunaan Sociomathematical Norms dalam Pembelajaran Matematika. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta pada tanggal 24 November 2007.

Kadir. (2008a). Laporan Hasil Analisis Instrumen Tes Uji Coba: Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Komunikasi Matematik Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Kendari. FKIP Unhalu Kendari. Tidak Dipublikasikan. Kadir. (2008b). Kemampuan Komunikasi Matematik dan Keterampilan Sosial

Siswa dalam Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, Yogyakarta, 28 November 2008, ISBN 978-979-16353-1-8, hal. 339 -350.

Kadir. (2009a). Evaluasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelas VIII SMP. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan II-2009, Lembaga Penelitian Universitas Lampung, FKIP Universitas Lampung, 24 Januari 2009, ISBN 978-979-18755-1-6, hal. 113-122.


(2)

Kadir. (2009b). Kemampuan Siswa SMP Menyelesaikan Soal-Soal Pemecahan Masalah Matematik Berbasis Potensi Pesisir. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan di FKIP Universitas Sriwijaya Palembang, 14 Mei 2009.

Kadir. (2009c). Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa SMP melalui Penggunaan Masalah Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA, FMIPA UNY, 16 Mei 2009, ISBN 978-979-96880-5-7, hal. 439-446.

Kadir. (2009d). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP melalui Penerapan Pembelajaran Kontekstual Pesisir. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Jurusan Pend. Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009, ISBN 978-979-16353-3-2, hal. 428-440.

Kadir. (2009e). Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP di Daerah Pesisir Kabupaten Buton Setelah Mendapat Pembelajaran Kontekstual Pesisir. Prosiding Seminar Nasional Pembelajaran Matematika Sekolah, Jurusan Pend. Matematika FMIPA UNY, 6 Desember 2009, ISBN 978-979-16353-4-9, hal. 255-266.

Kadir et al. (2009). Telaah Pengembangan Model Pembelajaran Kontekstual Pesisir untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP. Makalah yang Disampaikan pada Konferensi Nasional Penddikan Matematika KNPM-3, Universitas Negeri Medan, 23 – 25 Juli 2009.

Kirkley, J. (2003). Principles for Teaching Problem Solving. Technical Paper #4. Indiana University: Plato Learning Inc.

Kusumah, D. (2008). 9 Keterampilan Sosial. [Online] Tersedia: http:// pembelajaran-anak.blogspot.com/2008/08/9-ketrampilan-sosial.html [20 November 2008]

Latama, G. et al. (2002). Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat di Indonesia. [Online]. Tersedia: http://tumoutou.net/702_05123/group2_ 123.htm [19 Mei 2008]

Lester, F. K. (1980). Research on Mathematical Problem Solving. (pp. 286 – 323). Reston Virginia: National Council of Teacher of Mathematics. Majalah Demersial. (2007). Pentingnya Tata Ruang dalam Pembangunan Wilayah

Pesisir. Berita: Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 14 Juni 2007.

Maryland State Department of Education. (1991). Sample Activities, Students’ Responses and Maryland Teachers' Comments on a Sample Task: Mathematics Grade 8, February 1991. [Online]. Tersedia:


(3)

http://www.intranet.cps.k12.il.us/Assessments/Ideas_and_Rubrics/Rubric_ Bank/MathRubrics.pdf [5 Juni 2008]

Matlin, M. W. (2003). Cognition. Fifth Edition. Rosewood Drive, Danvers, MA: John Wiley & Sons, Inc.

McIntosh, R. & Jarret, D. (2000). Teaching Mathematical Problem Solving: Implementing The Vision. [Online]. Tersedia: http://www.nwrel.org/ msec/images/mpm/pdf/monograph.pdf [12 Mei 2008]

Meltzer, D. E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: a Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores. Ames, Iowa: Department of Physics and Astronomy. [Online]. Tersedia: http://www.physics.iastate.edu/per/ docs/Addendum_on_normalized_gain.pdf [19 Maret 2009].

Miles, M.B. & Huberan, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Moleong, L.J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Muijs, D. & Reynolds, D. (2008). Effective Teaching Teori dan Aplikasi, Edisi Kedua. Terjemah oleh: Drs. Helly Prajitno Soetjipto, M.A. dan Dra. Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Munkacsy, K. (2007). Social Skills and Mathematics Learning. Budapest: Eotoys University. [Online]. Tersedia: http://people.exeter.ac.uk/PErnest/pome21/ Munkacsy%20%20Social%20Skills%20and%20Mathematics%20Learnin g.doc [20 November 2008]

Nanang. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematik pada Kelompok Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Pendekatan Kontekstual dan Metakognitif serta Konvensional. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung. Tidak Diterbitkan. Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Drive, Reston,

VA: The NCTM.

Newell, A. & Simon, H. (1972). Human Problem Solving. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Noer, S. H. (2007). Pembelajaran Open-Ended untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Kemampuan Berpikir Kreatif (Penelitian Eksperimen pada Siswa Salah Satu SMP N di Bandar Lampung). Tesis Magister pada SPs UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.


(4)

Nurhadi. (2002). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Orey, D. C. & Rosa, M. (2006). Ethnomathematics: Cultural Assertions and

Challenges Towards Pedagogical Action. Journal of Mathematics and Culture, May 2006, VI(1), 57-78. [Online]. Tersedia: http://www.ccd.rpi. edu/Eglash/nasgem/jmc/Challenges%20and%20Assertions%20Orey%20R osa%20Final%20v1%20(1).pdf [12 Mei 2008]

Polya, G. (1985). How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Method. Second Edition. New Jersey: Princeton University Press.

Putri, H. E. (2006). Pembelajaran Kontekstual dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematik Siswa SMP (Penelitian Eksperimen di SMP Negeri 3 Tanjungpandan Kabupaten Belitung Propinsi Kepulauan Bangka Belitung). Tesis Magister pada SPs UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Ratnaningsih, N. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Rauf, S.A. (2004). Pembelajaran Kontekstual dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Koneksi Matematka Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Tolitoli-Sulawesi Tengah. Tesis Magister pada PPs UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sasongko, R.N. (2001). Model Pembelajaran Aksi Sosial untuk Pengembangan Nilai-nilai dan Keterampilan Sosial. Disertasi Doktor pada PPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sauian, M. S. (2002). Mathematics education: The relevance of “contextual teaching” in developing countries. Proceedings of the 3rd International MES Conference. Copenhagen: Centre for Research in Learning Mathematics, pp. 1-7. [Online]. Tersedia: http:// www.mes3.learning. aau.dk/Papers/Sauian.pdf [12 Februari 2009]

Searsh, S. J. & Hersh, S.B. (2001). Contextual Teaching and Learning: An Overview of the Project. Dalam K.R.Howey et al. (Eds). Contextual Teaching and Learning: Preparing Teacher to Enhance Student Success I The Workplace and Beyond. USA: ERIC Clearinghouse on Teaching and Teacher Education.


(5)

Shadiq, F. (2007). Laporan Hasil Seminar dan Lokakarya Pembelajaran Matematika dengan tema “Inovasi Pembelajaran Matematika dalam Rangka Menyongsong Sertifikasi Guru dan Persaingan Global”, yang dilaksanakan pada tanggal 15 – 16 Maret 2007 di P4TK (PPPG) Matematika Yogyakarta.,

Sisttems. (2008). Buku Petunjuk Guru untuk Pembelajaran yang Lebih Baik. Edisi Pertama. Jakarta: Dirjen Pengembangan Mutu PTK, JICA, & IDCJ.

Siswono, et al. (2004). Materi Pelatihan Terintegrasi Mata Pelajaran Matematika. Cetakan Pertama. MTK-23. Pendekatan Pembelajaran Matematika. Jakarta: Bagian Proyek Pengembangan Sistem dan Pengendalian Program SLTP, Depdiknas.

Slavin, R. E. (2008). Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Penterjemah: Nurulita. Bandung: Nusa Media.

Soedjadi, R. (2007). Masalah Kontekstual sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. Pusat Sains dan Matematika Sekolah, UNESA, Surabaya.

Sternberg, R.J. & Ben-Zeev, T. (1996). The Nature of Mathematical Thinking. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Sudijono, A. (2005). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Suhendri. (2006). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA melalui Problem-Centered Learning (PCL) (Studi Eksperimen di SMA Negeri 1 Ukui Kab. Pelalawan). Tesis Magister pada SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pengajaran Matematika. Bandung: UPI.

Sumarmo, U. (2000). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Dasar. Laporan Hibah Bersaing. Bandung: FPMIPA IKIP Bandung. Sukmadinata, N.S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja

Rosdakrya

Syaodih, E. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa. (Studi pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar). Disertasi Doktor pada SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Szetela, W. & Nicol, C. (1992). Evaluating Problem Solving in Mathematics. Educational Leadership, May 1992, pp. 42-45. [Online]. Tersedia: http://www.intranet.cps.k12.il.us/Assessments/Ideas_and_Rubrics/Rubric_ Bank/MathRubrics.pdf [5 Juni 2008]


(6)

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Depdiknas.

Tim Pustaka Yustisia. (2007). Panduan Lengkap KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) SD, SMP, dan SMA. Seri Perundangan. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Usman, M.U. & Setiawati, L. (2001). Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wikipedia. (2008). Mathematical Problem. U.S: Wikimedia Foundation, Inc. [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Mathematical_Problem [7 April 2008].