POLA PENDIDIKAN AKIDAH DI PESANTREN DALAM MEMBENTUK KARAKTER SANTRI :Studi Kasus Tentang Kegiatan Pendidikan Akidah di Lingkungan Pondok Pesantren Nurussalam Cintaharja Kujang Cikoneng Ciamis.

(1)

POLA PENDIDIKAN AKIDAH DI PESANTREN DALAM

MEMBENTUK KARAKTER SANTRI

(Studi Kasus Tentang Kegiatan Pendidikan Akidah di Lingkungan Pondok Pesantren

Nurussalam Cintaharja Kujang Cikoneng Ciamis )

TESIS

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

(Program Studi Pendidikan Umum)

Disusun oleh:

Suryawan

NIM: 1005040

SEKOLAH PASCASARJANA (SPs)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

TAHUN 2013


(2)

POLA PENDIDIKAN AKIDAH DI PESANTREN DALAM MEMBENTUK KARAKTER

SANTRI

(Studi Kasus Tentang Kegiatan Pendidikan Akidah di Lingkungan Pondok

Pesantren Nurussalam Cintaharja Kujang Cikoneng Ciamis)

Oleh Suryawan

S.Pd.I UPI Bandung, 2013

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Umum

© Suryawan 2013

Universitas Pendidikan Indonesia September 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Prof. Dr. H. Sudardja Adiwikarta, M.A

Pembimbing II,

Prof. Dr. H. Asep Syamsul Bahri, M.Pd

Diketahui oleh

Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Umum,


(4)

vii ABSTRAKSI

Penelitian ini membahas tentang Pola Pendidikan Akidah di Pesantren dalam Membentuk Karakter Santri. Penelitian ini melibatkan beberapa responden di antaranya mudir dan wakil mudir pesantren, kepala madrasah Aliyah, seorang wakil kepala madrasah bagian kurikulum sekaligus juga guru akidah, tiga orang guru akidah, dan enam orang santri. Untuk memahami masalah tersebut digunakan teori pendidikan karakter baik dari Lickona maupun Pedoman Kebijakan Karakter Bangsa, yang menjelaskan bahwa karakter yang bersumber olah hati akan melahirkan keimanan dan ketakwaan, yang pada akhirnya akan membentuk karakter yang tangguh. Adapun pertanyaan penelitiannya adalah; 1). Bagaimana perencanaan pendidikan akidah di Pondok Pesantren Nurussalam, 2) Bagaimana proses pembelajaran pendidikan akidah di pesantren Nurussalam dalam membentuk karakter santri, dan 3) Bagaimana evaluasi pembelajaran pendidikan akidah di Pondok Pesantren Nurussalam.

Data yang digunakan untuk menjawab pertanyaan di atas diklasifikasikan menjadi dua data primer diambil dari subjek penelitian yaitu mudir dan wakil mudir pesantren, asatidz, dan santri. sedangkan data sekunder diperoleh melalui dokumen resmi dan tidak resmi yang berhubungan dengan materi penelitian yang mendukung data primer. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif studi kasus. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka.

Hasil dari pengolahan data yang terkumpul menemukan bahwa; 1) konsep pendidikan akidah yang dilaksanakan di pesantren Nurussalam di samping menggunakan kurikulum Kementrian Agama mereka juga menggunakan kurikulum sendiri yaitu kurikulum Tarbiyah. Penekanan kurikulum Tarbiyah ini difokuskan pada pemahaman makna syahadataian, ma’rifatullah, ma’rifatur rasul, dan ma’rifatul Islam. 2) Proses kegiatan belajar mengajar pendidikan akidah tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar ruangan kelas, baik di masjid atau asrama. Materi pendidikan akidah bersifat aplikatif, dan mudah dipahami santri serta integratif dengan materi pelajaran yang lain. 3) adapun evaluasi pendidikan akidah tidak hanya bersifat teoritis namun juga evaluasi keseharian aktivitas santri. Kesimpulan dari penelitian ini adalah konsep pendidikan akidah yang diberikan di pesantren Nurussalam telah melahirkan karakter santri yang berani, mahabbah yang tinggi kepada Allah, Rasulullah SAW, dan Islam. Temuan penelitian yang diperoleh adalah temuan makna berupa; karakter berani dan loyal terhadap Islam, Mahabatullah melahirkan karakter ihsan, dan mahabatur rasul melahirkan sikap berqudwah kepada Rasulullah, dimana akhlak beliau adalah Al-Quran. Adapun temuan masalah berupa; materi akidah yang berkaitan dengan jihad lebih menfokuskan kepada makna perang, memaknai thagut kurang arif, dan membatasi santri mendapatkan informasi dari luar baik elektronik maupun cetak.

Sebagai akhir penelitian penulis menyampaikan rekomendasi kepada; pihak pesantren Nurussalam hendaklah materi berkaitan makna jihad tidak difokuskan kepada makna perang dalam arti qital., demikian juga dalam memakna thagut supaya lebih arif. Pemerintahan setempat diharapkan untuk sering bersilaturahmi ke pondok pesantren supaya dapat terjalin komunikasi yang baik. Kepada lembaga pendidikan Islam dan para pendidik Islam agar diberikan kesempatan kepada santri mendapatkan informasi seluas-luasnya. Peneliti selanjutnya untuk menemukan model pesantren yang ideal.


(5)

ABSTRACT

This study discusses the education pattern of Aqeedah at boarding school on shaping

stude ts’ hara ter. This study i ol es so e respo de ts, su h as mudir and vice mudir of school, Aliyah principal, a vice principal of curriculum department as well as Aqeedah teacher, three teachers of Aqeedah, andsix students. In order to understand these problem, it is used the theory of character education, both of from Lickona and National Character and Policy Guidelines. These explains character that based on heart, will shape faith and piety, and also the strong character. The research questions are : 1) How is the planning of Aqeedah education at Nurussalam boarding school, 2) How is the learning process at Nurussalam boarding school on

shapi g stude ts’ hara ter, a d 3) Ho is the e aluation of Aqeedah learning at Nurussalam boarding school.

The data used to answer the research questions are classified into primary data from the research subject such as; mudir and vice mudir of school, asatidz, and students and also secondary data from official and unofficial documents that support primary data. The method is descriptive with qualitative case study approach. While data collection techniques are observation, interviews, documentation, and literature study.

The result of data analysis found that 1) Aqeedah education framework conducted in Nurussalam boarding school used both ministry of religious curriculum and Narussalam Tarbiyah curriculum. The emphasizing of Tarbiyah curriculum focus on the understanding of syahadatain, marifatullah, ma’rifatur prophet, and ma’rifatul Islam. 2) The process of learning activity of Aqeedah is not only taught inside the classroom but also outside the classroom either in the mosque or dormitory. Learning material of Aqeedah is applicable and easy to learn by student. It integrated with other learning materials. 3) The evaluation of Aqeedah is not theoretical. It

i ol ed the e aluatio of stude ts’ real life situatio . The o lusio of the result is the

framework of Aqeedah i Nurussala oardi g s hool has reated stude ts’ hara ter su h as brave, mahabbah (which praise to Allah, Rasullah SAW, and Islam).

As the result of research, the writer would deliver some recommendations to Nurussalam boarding school not to be focused on the meaning of jihad in the sense of war meaning and also to sense thagut wisely. In order to build good communication, the government is expected to stay in touch with boarding school. Islamic schools and Islamic teachers have to open opportunity to students on accessing information widely. Finally, writer could find out the model of ideal boarding school.


(6)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………... i

LEMBAR PERNYATAAN……….. ii

KATA PENGANTAR………... iii

UCAPAN TERIMA KASIH………. iv

ABSTRAKSI………. vii

DAFTAR ISI………. viii

DAFTAR TABEL………. xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ………. 1

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian………... 8

C. Tujuan Penelitian………... 9

D. Manfaat Penelitian………. 9

E. Asumsi Penelitian……….. 10

F. Metode Penelitian……….. 10

G. Lokasi dan Subjek Penelitian………. 11

H. Teknik Pengumpulan Data………. 12

I. Instrumen Penelitian……….. 12

BAB II LANDASAN TEORI PENDIDIKAN AKIDAH A. Definisi Pendidikan Islam……….. 13

1. Definisi Pendidikan………. 13

2. Pendidikan Islam……….. 15

3. Tujuan Pendidikan Islam………. 21

4. Pendidikan Akidah……….. 23

5. Nama Lain Akidah……….. 28

6. Macam-macam Tauhid……… 30

7. Objek Pendidikan Akidah……… 32

B. Tinjauan Tentang Pesantren………... 34

1. Sejarah dan Perkembangan Pesantren………. 34

2. Pengertian Pesantren……… 36

3. Pola Pendidikan di Pondok Pesantren………. 41

4. Kedudukan Pesantren dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional……….. 44

C. Tinjauan Tentang Karakter……….. 46

1. Pengertian Karakter……… 46

2. Pendidikan Umum……….. 52

3. Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Umum……….. 53

4. Pendidikan Nilai……….. 55

5. Tahapan Strategi Pengembangan Belajar Nilai……… 57


(7)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian………. 63

1. Metode Penelitian……….. 63

2. Pendekatan Penelitian……… 65

3. Alasan Memilih Metode Deskriptik Analitik Kualitatif……… 66

4. Instrumen Penelitian……….. 67

5. Sampling dan Satuan Kajian……….. 68

B. Tehnik Pengumpulan Data………. 69

1. Tehnik Observasi……….. 69

2. Tehnik Wawancara……… 71

3. Studi Dokumentasi……… 73

4. Tehnik Studi Pustaka………. 74

C. Tahapan-Tahapan Penelitian……… 75

1. Tahapan Orientasi……….. 75

2. Tahapan Eksplorasi……… 75

3. Tahapan Pencatatan Data……….. 76

4. Tahapan Analisis Data……….. 77

5. Tahapan Pelaporan………. 79

D. Validitas dan Reabilitas Data……….. 79

1. Validisasi Data………... 79

a. Triangulasi………... 80

b. Member Cheeks………... 81

c. Metode Parsipatori………... 81

d. Jurnal Reflektif……… 82

e. Catatan Pengambilan Keputusan………. 82

f. Reabilitas Data………. 83

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Pesantren Nurussalam……… 84

1. Gambaran Umum………... 84

2. Sejarah Pondok……….. 85

3. Asas Pondok……….. 87

4. Jenjang Pendidikan……… 87

5. Khittah Pesantren Nurussalam……….. 88

6. Visi dan Misi Pesantren Nurussalam………. 93

7. Tujuan Pesantren Nurussalam……… 93

8. Sasaran Pesantren Nurussalam……….. 94

9. Panca Jiwa Pesantren Nurussalam………. 94

10.Sapta Unggulan………. 95

11.Santri dan Asatidzah……….. 95

12.Kurikulum ……… 98


(8)

x

1. Konsep Pendidikan Akidah……… 103

a. Penanaman Makna Syahadatain ……….. 104

b. Pemahaman Makna Ma’rifatullah………. 133

c. Pemahaman Makna Ma’rifatul Rasul……… 163

d. Pemahaman Makna Ma’rifatul Islam……… 173

2. Pola Pendidikan Akidah……… 191

3. Proses Pembelajaran Akidah……… 202

a. Kegiatan Belajar Mengajar……… 202

b. Halaqah di Masjid dan Asrama……… 205

c. Model………. 206

d. Pembiasaan………. 208

e. Bimbingan ……… 208

f. Slogan Penguat Akidah……… 209

g. Kurikulum ………. 211

h. Sumber Belajar……….. 213

4. Evaluasi Pembelajaran Akidah………. 213

a. Evaluasi Tertulis……… 213

b. Evaluasi Harian/ Sikap……… 214

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan……… 223

B. Rekomendasi ………... 228

Daftar Pustaka Xii


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel. 3. 1 Gambar Alur Analisis Data……... 78

Tabel 4. 1 Daftar Tugas Pokok dan Tambahan Guru……… 96

Tabel 4. 2 Struktur Kurikulum KMI/Aliyah Nurussalam……….. 99

Tabel 4. 3 Bagan Ahammiyatu Syahadatain……… 107

Tabel 4. 4 Bagan Madlulu Syahadatain……… 111

Tabel 4. 5 Bagan Ma’na Ilah……….. 113

Tabel 4. 6 Bagan Al –Wala’ Wal- Bara’………. 117

Tabel 4. 7 Bagan Kalimatullah Hiyal –‘Ulya……… 120

Tabel 4. 8 Bagan Marahil At- Tafa’ul Bisy- Syahadatain……… 121

Tabel 4. 9 Bagan Syuruthu Qubulisy- Syahadatain……….. 123

Tabel 4. 10 Bagan Ar- Ridha……… 125

Tabel 4. 11 Bagan Tahqiiqu Ma’na Asy- Syahadatain……… 127

Tabel 4. 12 Bagan Tahqiiqu Asy-Syahadatain……….. 130

Tabel 4. 13 Bagan Ash- Shibghah wal Inqilab………. 133

Tabel 4. 14 Bagan Ahammiyatu Ma’rifatullah………. 136

Tabel 4. 15 Bagan Ath- Thariiq Ila Ma’rifatullah……… 138

Tabel 4. 16 Bagan Al-Mawani Fi Ma’rifatullah……… 139

Tabel 4. 17 Bagan Al-Adillah ‘Ala Wujudillah……….. 141

Tabel 4. 18 Bagan Tauhidullah……… 148

Tabel 4. 19 Bagan Al-Hayah Fi Zhilali Tauhid……… 151

Tabel 4. 20 Bagan Ma’na La Ilaha Illallah……… 155


(10)

xii

Tabel 4. 22 Bagan Maiyatullah……… 161

Tabel 4. 23 Bagan Al-Ihsan……….. 163

Tabel 4. 24 Bagan Makanatur Rasul……….. 165

Tabel 4. 25 Bagan Sifatur Rasul……….. 167

Tabel 4. 26 Bagan Wajibuna Nahwar Rasul……….. 170

Tabel 4. 27 Bagan Nataiju Ittiba’i Rasul……… 173

Tabel 4. 28 Bagan Ma’na Islam………... 176

Tabel 4. 29 Bagan Syumuliyatul Islam……… 178

Tabel 4. 30 Bagan Minhajul Hayah………. 180

Tabel 4. 31 Bagan Al- Islamu Ahlaqan……….. 182

Tabel 4. 32 Bagan Al-Islam Fikratan………. 184

Tabel 4. 33 Bagan Thabi’ah Dinul Islam……… 188

Tabel 4. 34 Bagan Al-Amal Al- Islami……… 190

Tabel 4. 35 Jadwal Kegiatan Santri Pesantren Nurussalam……… 202

Tabel 4. 36 Slogan-Slogan Pesantren Nurussalam……….. 210


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pesantren sebagai lembaga yang mengiringi dakwah Islamiyah di Indonesia memiliki persepsi yang plural. Pesantren bisa dipandang sebagai lembaga ritual, lembaga pendidikan moral, lembaga dakwah, dan yang paling populer adalah sebagai institusi pendidikan Islam yang mengalami romantika kehidupan dalam menghadapi berbagai tantangan internal maupun eksternal.

Menurut Qamar (2006, xiii), sebagai lembaga pendidikan, pesantren telah eksis di tengah masyarakat selama enam abad (mulai abad ke 15 hingga sekarang) dan sejak awal berdirinya menawarkan pendidikan kepada mereka yang masih buta huruf. Pesantren pernah menjadi satu-satunya institusi pendidikan milik masyarakat pribumi yang memberikan konstribusi sangat besar dalam membentuk masyarakat melek huruf dan melek budaya. Jalaluddin dalam Mujamil Qamar (2006; ix) menambahkan bahwa pesantren telah memberikan sekurang-kurangnya dua macam kontribusi bagi sistem pendidikan di Indonesai. Pertama, adalah melestarikan dan melanjutkan sistem pendidikan rakyat, dan kedua, mengubah sistem pendidikan aristokrasi menjadi sistem pendidikan demokrasi.

Pesantren tumbuh dari bawah, atas kehendak masyarakat yang terdiri atas: kiai, santri, dan masyarakat sekitar, terkadang atas prakarsa perangkat desa. Di antara mereka, kiai memiliki peran paling dominan dalam mewujudkan sekaligus mengembangkannya. Figur kiai sebagai teladan bagi para santrinya. Kiailah yang mewarnai semua bentuk kegiatan pesantren sehingga menimbulkan perbedaan yang


(12)

2

beragam sesuai dengan kehendak para kiai. Ada pesantren yang mengembangkan kajian khusus qira’ah seperti di Bandung ada pesantren Al-Falah, hal itu karena kiainya seorang qa’ri yang diakui kualitas tilawah Qurannya. Demikian pula ada pesantren yang mengfokuskan santrinya kemampuan berbahasa Arab yang baik, karena sang kiai seorang yang ahli dalam bahasa Arab. Bahkan ada pesantren yang kajiannya ilmu falak, karena sang kiai ahli falak. Pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua telah banyak melahirkan cendekiawan-cendekiawan intelektual, agamawan-agamawan yang nasionalis, guru-guru bangsa yang mengabdikan tanpa pamrih dan bahkan pahlawan-pahlawan bangsa yang sangat gigih berjuang mengorbankan segalanya demi kemerdekaan bangsa dari kolonialis dan imperialis yang mencengkram bangsa Indonesia.

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa, seperti pesantren Sidogiri Pasuruan Jawa Timur yang berdiri tahun 1718 yang didirikan oleh seorang Sayyid dari Cirebon Jawa Barat bernama Sayyid Sulaiman (http://www.alkhoirot.net).

Menurut Husaini (2009; 4) cara pandang Islam yang benar di tubuh pesantren terlihat semenjak pendirian pesantren itu sendiri, keuangan, kelembagaan, sampai muatan pendidikan. Pertama, pendirian pesantren, pada umumnya pesantren-


(13)

pesantren di Indonesia didirikan sebagai perluasan dari masjid-masjid yang digunakan sebagai pusat dakwah dan pengajaran Islam. Di masjid yang nantinya menjadi cikal bakal pesantren ini tinggal seorang ulama yang di dalam dirinya tertanam misi yang kuat menyebarkan ajaran dan petunjuk Allah SWT kepada masyarakat. Untuk itu, ia kemudian mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada masyarakat sekitar. Mula-mula muridnya hanya beberapa orang. Lama- kelamaan setelah banyak masyarakat yang tertarik, murid-murid mulai berdatangan dari berbagai tempat sehingga terpaksa mesjid harus diperluas dan dilengkapi dengan pondok-pondok untuk menginap santri yang datang dari jauh.

Kedua, motif dakwah dan ingin menyebarkan agama Alah SWT tercermin semakin kuat bila melihat bagaimana keuangan dikelola. Sejak awal pesantren tidak didirikan sebagai lembaga usaha komersial sehingga pada umumnya tidak ada pesantren yang membebankan kewajiban membayar kepada santrinya (gratis). Semua keperluan santri ditanggung oleh pesantren. Pesantren sendiri mendapat dana dari wakaf umat Islam. Umat Islam secara sukarela mewakafkan sebagian kekayaan mereka karena mereka sadar bahwa pesantren bukanlah lembaga komersil, melainkan lembaga yang tengah mengemban misi mulia menyebarkan agama Allah dan ajaran Nabi SAW. Dengan cara seperti itu selain pesantren dapat tetap hidup tanpa bergantung kepada siapapun, aspek pemerataan pendidikan pun dapat dicapai secara optimal. Semua orang dapat belajar ke pesantren. Sehingga kewajiban setiap muslim menuntut ilmu dapat tercapai. Dengan demikian, menuntut ilmu sebagai kewajiban setiap muslim dapat terwujud tanpa terhalangi oleh kemiskinan.


(14)

4

Ketiga, kelembagaan pesantren pada umumnya terpusat pada kiai. Kiai adalah simbol keilmuan bukan simbol birokrasi. Seorang kiai mendapat pengakuan masyarakat karena kedalaman ilmunya dan keteladanannya bagi masyarakat. Kiai adalah sosok ulama waratsatul- anbiya yang keberadaannya sangat dibutuhkan dan ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Oleh sebab itu, tidak mengherankan bila seringkali kiai tidak hanya menjadi pemimpin di pesantren, tapi juga di masyarakat dalam skala yang paling kecil hingga yang paling luas.

Keempat, kurikulum yang dirancang di pesantren merepresentasikan dengan baik konsep ilmu dalam Islam. Di seluruh pesantren, kurikulum dirancang berdasarkan hieralki ilmu yang mendahulukan ilmu fardhu ‘ain sebelum fardhu kifayah. Setelah itu baru diajarkan llmu-ilmu yang mustahab. Selain itu, adab menuntut ilmu menjadi soko guru kurikulum yang dirancang. Adab-adab dalam Islam dalam menuntut ilmu, baik adab guru maupun murid, dipegang secara konsisten di pesantren. Pelanggaran pendidikan terjadi ketika adab-adab ini dilanggar.

Namun sayang, sisi positif pesantren yang selama ini melekat di hati masyarakat sedikit demi sedikit terkikis habis oleh budaya modernisme dengan paham sekulernya. Bahkan tidak sedikit stigma negatif senantiasa melekat pada pesantren-pesantren tertentu yang hendak mempertahankan eksistensi pemahamannya. Maka berbondong-bondonglah lembaga pendidikan yang asalnya bernuansa pesantren berubah menjadi lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah yang dirancang pemerintah dengan pola pendidikan sekuler. Hal ini seperti digambarkan Husaini (2009; 6) sebagai berikut,

“Amat disayangkan ketika gelombang sekularisme menyerang sendi -sendi kehidupan umat Islam Indonesia, prinsip – prinsip yang benar yang


(15)

dipraktekkan oleh pesantren tidak pernah menjadi referensi serius dalam penyembangan dan perancangan pendidikan di negeri ini. Pendidikan pesantren dianggap pendidikan kolot yang sudah harus ditinggalkan. Kesan pesantren yang kumuh. Ndeso, terbelakang, uninformed, anti- kemajuan, dan semisalnya sering dikampanyekan agar umat Islam di negeri ini tidak pernah mau lagi dekat dengan pesantren. Yang paling menyedihkan, penguasa negeri ini tidak pernah mengakui pesantren sebagai lembaga pendidikan yang sah dan memiliki civil effect seperti halnya sekolah-sekolah sekuler yang disponsori pemerintah. Pemerintah malah sangat bernafsu untuk mengubah pesantren agar mengikuti pola pendidikan yang dirancang pemerintah sekalipun sama sekali tidak mencerminkan konsep pendidikan yang benar menurut Islam”.

Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pertumbuhan dan kemajuan bangsa. Pembentukan karakter masyarakat suatu bangsa tergantung pada sistem pendidikan yang dilaksanakan dalam suatu negara. Tanpa pendidikan, masyarakat dalam suatu bangsa, tidak akan menemukan dan mendapatkan perubahan yang signifikan dalam setiap bidang. Bahkan masyarakat yang tak berpendidikan dalam arti tidak pernah merasakan alam pendidikan akan melahirkan manusia yang bringas dan bebas tanpa batas serta tidak mengenal aturan dan moral. Jika nilai, moral dan keberadaban tidak dijaga melalui sistem pendidikan maka yang ada hanya kebiadaban, pengrusakan tatanan kehidupan dan alam. Disinalah peranan pendidikan menunjukkan begitu pentingnya, sebagaimana tujuan pendidikan nasional dalam Undang- undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.


(16)

6

Di tengah maraknya berita dan kabar kejahatan-kejahatan yang tersembunyi atau terang-terangan yang dilakukan para oknum penduduk, kelompok dan masyarakat Indonesia di setiap tayangan berita televisi atau di surat kabar Indonesia pada saat sekarang, telah memberikan bukti bahwa masyarakat telah jauh menghilangkan pentingnya penanaman moralitas. Budayawan Mochtar Lubis (2001: 20) pernah memberikan deskripsi bangsa Indonesia yang sangat negatif. Dalam ceramahnya di Taman Ismail Marjuki, 6 April 1977, beliau mendeskripsikan ciri-ciri umum manusia Indonesia sebagai berikut,

1) Salah satu ciri manusia Indonesia yang cukup menonjol ialah hipokritis alias munafik. Berpura- pura, lain di muka lain di belakang, merupakan sebuah ciri utama manusia Indonesia sudah sejak lama, sejak mereka dipaksa oleh kekuatan-kekuatan dari luar untuk menyembunyikan apa yang sebernarnya mereka rasakan atau dipikirkannya ataupun yang sebenarnya dikehendakinya, karena takut akan mendapat ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya. 2) Ciri kedua utama manusia Indonesia masa kini adalah segan dan enggan

bertanggung jawab atas perbuatannya, putusannya, kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya. “Bukan saya” adalah kalimat yang cukup populer pula di mulut manusia Indonesia.

3) Ciri ketiga utama manusia Indonesia adalah jiwa feodalnya. Meskipun salah satu tujuan revolusi kemerdekaan Indonesia ialah juga membebaskan manusia Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri dan masyarakat manusia Indonesia.

4) Ciri keempat utama manusia Indonesia adalah manusia Indonesia masih percaya tahayul. Dulu, dan sekarang juga, masih ada yang demikian, manusia


(17)

Indonesia percaya bahwa batu, gunung, pantai, sungai, danau, karang, pohon, patung, bangunan, keris, pisau, pedang, itu punya kekuatan gaib, keramat, dan manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua, kemudian, kita membuat mantra dan semboyan baru, Tritura, Ampera, orde baru, the role of law, pemberantasan korupsi, kemakmuran yang merata dan adil, insan pembangunan. Manusia indonesia cenderung percaya pada menara dan semboyan, dan lambang yang dibuatnya sendiri.

5) Ciri kelima manusia Indonesia punya watak yang lemah. Karakter kurang kuat. Manusia Indonesia kurang kuat mempertahankan atau memperjuangkan keyakinannya. Dia mudah, apalagi dipaksa, dan demi untuk “survive’ bersedia mengubah keyakinan. Makanya kita dapat melihat gejala pelacuran intelektual amat mudah terjadi dengan manusia Indonesia.

6) Dia cenderung boros. Dia senang berpakaian bagus, memakai perhiasan, berpesta-pesta. Hari ini ciri manusia Indonesia menjelma dalam membangun rumah mewah, mobil mewah, pesta besar, hanya memakai barang buatan luar negeri, main golf, singkatnya segala apa yang mahal. Dia lebih suka tidak bekerja keras atau dengan mudah mendapat gelar sarjana, sampai memalsukan atau membeli gelar sarjana, supaya segera dapat pangkat, dan dari kedudukan berpangkat cepat bisa menjadi kaya. Jadi priyayi jadi pegawai negeri adalah idaman utama, karena pangkat demikian merupakan lambang status yang tinggi.

Tidak hanya Mochtar Lubis yang mendeskripsikan karakter bangsa Indonesia dalam Kursus Reguler ke-17 tahun 1984 Lembaga Pertahanan Nasional membahas tentang penilaian akhlak bangsa kita disimpulkan:


(18)

8

1. Bangsa Indonesia sekarang ini memperlihatkan kecenderungan mengagungkan harta, yaitu memperhambakan diri kepadanya.

2. Bangsa Indonesia sekarang ini cenderung melakukan manipulasi, yaitu berbuat curang, tidak jujur, menyalahgunakan kekuasaan dan mengkhianati amanat.

3. Bangsa Indonesia cenderung kepada fragmentasi, yaitu manusia tidak lagi dihormati sebagai “pribadi yang utuh”, tetapi karena keahlian, pangkat, kedudukan, kekayaan, dan sebagainya

4. Bangsa Indonesia sekarang cenderung kepada individualisasi, yaitu mementingkan diri sendiri. (KHM. Rusyad Nurdin, Profil Seorang Muballigh, 1988: 16)

Gambaran manusia Indonesia yang dipaparkan Mochtar Lubis 36 tahun yang lalu dan seminar yang dilakukan Lemhanas begitu jelas tampak sekarang ini. Namun demikian pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mengusung nilai-nilai moral masih dapat mempertahankan para santrinya berahklakul karimah, istiqamah dalam mempertahankan prinsip, dan senantiasa memegang teguh ajaran agama, mandiri, jarang lulusan pesantren yang bercita-cita menjadi pegawai negeri namun mereka dapat mengembangkan ilmu di tengah masyarakat dengan hidup yang layak. Itulah yang menarik penulis untuk membuat tesis yang berjudul “Pola Pendidikan Akidah di Pesantren dalam Membentuk Karakter Santri (Studi kasus terhadap kegiatan pendidikan akidah di lingkungan Pondok Pesantren Nurussalam Cintaharja Kujang Cikoneng Ciamis).


(19)

1. Rumusan Masalah

Rumusan masalah utama yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana pola pendidikan akidah dalam membentuk karakter santri di pondok pesantren Nurussalam Cintaharja Kujang Cikoneng Ciamis?

2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka pertanyaan penelitiannya sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pendidikan akidah di Pondok Pesantren Nurussalam ? 2. Bagaimana proses pembelajaran pendidikan akidah di pesantren Nurussalam dalam membentuk karakter santri?

3. Bagaimana evaluasi pembelajaran pendidikan akidah di Pondok Pesantren Nurussalam?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini berdasarkan pada rumusan masalah dan pertanyaan penelitian di atas adalah;

1. Untuk mengetahui perencanaan pendidikan akidah di Pesantren Nurussalam dalam membentuk karakter santri.

2. Untuk mengetahui proses pembelajaran pendidikan akidah di Pesantren Nurussalam dalam membentuk karakter santri.


(20)

10

3. Untuk mengetahui evaluasi pendidikan akidah di Pesantren Nurussalam dalam membentuk keyakinan dan akhlak santri.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah ;

1. Memahami pendidikan akidah di pesantren Nurussalam Cintaharja Cikoneng Ciamis dalam membentuk karakter santri.

2. Hasil dari penelitian pembelajaran pendidikan akidah ini dapat diaplikasikan tidak hanya oleh penulis tetapi juga bagi peserta didik dan lembaga pendidikan lainnya dalam membentuk karakter santri.

3. Meningkatkan pendidikan akidah yang telah ada di dalam membentuk karakter santri agar tercipta generasi-generasi berakhlakul karimah dan istiqamah dengan keyakinannya.

E. Asumsi

Anggapan dasar atau asumsi yang digunakan sebagai landasan berpikir penelitian ini adalah:

1. Lembaga pendidikan pesantren menjadi alternatif utama dalam pendidikan generasi bangsa.

2. Pendidikan akidah yang benar dapat membentuk akhlak santri yang mulia. 3. Dalam menghadapi tantangan zaman di era globalisasi dituntut adanya upaya

dalam membentengi diri dari pengaruh-pengaruh negatif.


(21)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode ini dipilih karena masalah yang dikaji mengangkut hal yang sedang terjadi di lingkungan masyarakat, khususnya fenomena yang berlangsung di suatu pesantren. Dalam penelitian kualitatif maka fenomena yang terjadi di lapangan dapat diinterpretasikan dan dianalisis maknanya lebih mendalam.

Penelitian dengan pendekatan kualitatif ini dipilih karena data dapat diperoleh dari lapangan lebih banyak menyangkut perbuatan dan kata-kata dari subjek penelitian, bersifat alami, apa adanya dan tidak dipengaruhi oleh unsur dari luar. Hal itu dikuatkan Alwasilah dalam bukunya “Pokoknya Kualitatif” dengan mengutip pendapat Maxwell lima keistimewaan penelitian kualitatif,

- Pemahaman makna. Makna disini dirujuk pada kognisi, afeksi, intensi, dan apa saja yang dipayungi dengan istilah perspektif partisipan.

- Pemahaman konteks tertentu. Dalam penelitian kualitatif perilaku responden dilihat dalam konteks tertentu dan pengaruh konteks terhadap tingkah laku itu.

- Identifikasi fenomena dan pengaruh yang tidak terduga; bagi peneliti kualitatif setiap informasi, kejadian, perilaku, suasana, dan pengaruh baru adalah terhormat dan berpotensi sebagai data untuk membeking hipotesis kerja.

- Kemunculan teori berbasis data (grounded theory) teori yang sudah jadi atau pesanan tidaklah mengesankan karena teori-teori ini akan kewalahan

manakala disergap oleh informasi, kejadian, perilaku, suasana, dan pengaruh baru dalam konteks baru.


(22)

12

proses kejadian atau kegiatan yang dialami.

G. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian adalah Pondok Pesantren Nurussalam adalah lembaga pendidikan yang berciri khas pada pendidikan agama Islam. Beralamat di Guling Samil Dusun Cintaharja Desa Kujang Kecamatan Cikoneng Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Sedang subjek penelitian adalah masyarakat santri yang terdiri dari

Kiyai (pimpinan pondok), Asatidzah (pengajar), dan para santri yang belajar di Pondok Pesantren Nurussalam Cintaharja Cikoneng Ciamis.

Adapun alasan peneliti memilih lokasi dan subjek penelitian di Pondok Pesantren Nurussalam karena salah satu pesantren yang setiap tahun dipilih oleh orang tua santri untuk menyekolahkan anak-anaknya, diduga setiap santri di pesantren ini memiliki karakteristik istiqamah dalam akhlak Islami dimana saja mereka berada.

H. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan teknik observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka. Sedangkan sumber data yang diperlukan dapat diklasifikasikan menjadi data primer dan data sekunder.

Data primer diambil dari subjek penelitian, yaitu pimpinan pondok pesantren, asatidzah, dan para santri. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen resmi maupun tidak resmi yang berhubungan dengan materi penelitian yang mendukung data primer.


(23)

I. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri, maksudnya bahwa peneliti langsung menjadi pengamat dan pembaca situasi pendidikan yang berlangsung di Pondok Pesantren Nurussalam Cintaharja Cikoneng Ciamis. Yang dimaksud peneliti sebagai pengamat adalah peneliti tidak sekedar melihat berbagai peristiwa dalam situasi pendidikan, melainkan memberikan interpretasi terhadap situasi tersebut. Sedangkan yang dimaksud peneliti sebagai pembaca situasi adalah peneliti mengadakan analisis terhadap berbagai peristiwa yang terjadi dalam situasi tersebut, selanjutnya menyimpulkan hingga dapat digali maknanya.


(24)

63 BAB III

METODE PENELITIAN

A. METODE DAN PENDEKATAN PENELITIAN 1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriftip analitik kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sedangkan David William (Maleong, 2007: 5) menyebutkan bahwa istilah kualitatif adalah pengumpulan data pada satu latar ilmiah, dengan menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara ilmiyah.

Dengan demikian metode deskriptif analitik kualitatif merupakan metode penelitian yang menekankan kepada usaha untuk memperoleh informasi mengenai status atau gejala pada saat penelitian, memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena, dan lebih jauh menerangkan hubungan, serta menarik makna dari suatu masalah yang diinginkan. Kemudian dalam penelitian deskriptif analitik kualitatif, fenomenologilah yang dijadikan landasan teoritis utama. Sedangkan yang lainnya dijadikan sebagai tambahan untuk melatar belakangi teoritis penelitian kualitatif.

Dalam proses pelaksanaannya, metode-metode deskriftif tidak terbatas hanya sampai kepada interpretasi dan penyusunan data, akan tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data itu. Sebab itulah, maka dapat terjadi dilakukan sebuah penelitian kualitatif.


(25)

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Creswell (1998: 15) bahwa:

Qualitative research in an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds of informants, and conducts the study in a natural setting”.

Pada umumnya persamaan sifat dari segala bentuk penyelidikan deskriptif digunakan karena masalah yang sedang diteliti merupakan masalah yang sedang berlangsung sekarang. Selanjutnya Surakhmad (1990: 140) mengemukakan bahwa untuk memperoleh hasil sebesar-besarnya, maka seorang peneliti pada umumnya berusaha untuk sebagai berikut:

a) Menjelaskan setiap langkah penyelidikan deskriptif itu dengan teliti dan terperinci, baik mengenai dasar-dasar metodologi maupun mengenai detail teknik secara khusus.

b)Menjelaskan prosedur pengumpulan data, serta pengawasan dan penilaian terhadap data itu.

c) Memberikan alasan yang kuat mengapa dalam metode deskriptif tersebut penyelidik mempergunakan teknik tertentu dan bukan teknik lainnya.

Adapun penelitian kualitatif menurut Denzim dan Lincoln (Maleong, 2007: 5) adalah ―penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsikan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada‖. Sedangkan Kirk dan Miller mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun istilahnya (Maleong, 2007: 4).

Dari berbagai penjelasan di atas, Saodah (2009: 147) menarik kesimpulan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang langsung dilakukan oleh seseorang melalui pengamatan terhadap manusia dan lingkungan dengan


(26)

65

melibatkan berbagi metode penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian.

Sesuai dengan kekhasannya, pendekatan studi kasus dilakukan pada objek yang terbatas. Sehingga persoalan pemilihan sampel yang mengunakan pendekatan tersebut tidak sama dengan persoalan yang dihadapi oleh peneliti kuantitatif. Dan sebagai implikasinya, peneliti yang menggunakan pendekatan studi kasus hasilnya tidak dapat digenaralisasikan, dengan kata lain hanya berlaku pada kasus itu saja.

Peneliti membangun sebuah gambaran yang kompleks dan menyeluruh, menganalisa kata-kata, laporan yang mendetail berdasarkan sudut pandang informan, serta melakukan penelitian pada latar ilmiah (natural setting).

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan kualitatif dipilih, karena dianggap sangat cocok dengan masalah yang menjadi fokus penelitian. Selain itu, pendekatan ini juga memiliki karakteristik yang menjadi kelebihannya sendiri. Dan penelitian kualitatif memiliki karakter atau ciri-ciri tersendiri dibanding dengan jenis penelitian lainnya. Guba dan Lincoln dalam Al Wasilah (2009: 104-107) mengemukakan bahwa, dalam pendekatan kualitatif terdapat 14 karakteristik yakni:

a) Latar alamiah; b) Manusia sebagai alat (instrument); c) Pemanpaatan pengetahuan non-proporsional; d) Metode-metode kualitatif; e) Sampel purposif; f) Analisis data secara induktif; g) Teori dilandaskan pada data di lapangan; h) Desain penelitian mencuat secara alamiah; i) Hasil penelitian berdasarkan negosiasi; j) Cara pelaporan kasus; k) Interpretasi idiografik; l) Aplikasi tentatif; m) Batas penelitian ditentukan fokus; n) Kepercayaan dengan kriteria khusus.


(27)

Pada umumnya persamaan sifat dari segala bentuk penyelidikan deskriptif digunakan karena masalah yang sedang diteliti merupakan masalah yang sedang berlangsung sekarang.

Dengan berbagai pengalaman dan penelitiannya, selanjutnya Guba dan Loncoln (Moleong, 2007: 8) mengkaji kembali serta menggabungkan ciri-ciri penelitian kualitatif yang dilakukannya dengan hasil penelaahan yang ditemukan Bogdan dan Biklen (1982). Dan dalam versi ini merka mengupas 11 macam karkteristik kualitatif yakni sebagai berikut:

a) latar alamiah; b) manusia sebagai alat (instrument); c) metode kualitatif; d) analisis data secara induktif; e) teori dari dasar (grounded theory); f) deskriptif; g) lebih mementingkan proses dari pada hasil; h) adanya batas yang ditentukan oleh fokus; i) adanya kriteria khusus untuk keabsahan data; j) desain yang bersifat sementara; k) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.

Dari kedua pendekatan di atas, dalam hal penelitian ini penulis lebih cenderung untuk mengikuti karekteristik yang baru yakni, yang sebelas macam karakteristik.

3. Alasan Memilih Metode Deskriptik Analitik Kualitatif

Dalam melaksanakan penelitian, peneliti menggunakan metode deskriptik analitik dengan beberapa alasan sebagi berikut: a) Peneliti menggunakan metode kualitatif melalui pengamatan (observasi), wawancara (intervieu), atau penelaahan (studi) dokumen; b) penyesuaian metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak; c) metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden; d) metode ini lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap


(28)

67

pola-pola nilai yang dihadapi; e) menggunakan analisis induktif; f) proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan jamak sebagaimana yang terdapat dalam data; g) analisis induktif lebih membuat hubungan peneliti-responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan akuntabel; h) analisis lebih menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang dapat-tidaknya pengalihan pada suatu latar lainnya; i) analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan; j) analisis demikian dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik.

B. INSTRUMEN PENELITIAN

Dalam penelitian deskriptif-kualitatif peneliti merupakan instrument utama yang terjun langsung ke lapangan serta berusaha mengumpulkan data dan informasi melalui pengamatan langsung (observasi), wawancara, maupun penelaahan dokumen. Instrument penelitian yang dimaksud, bahwa peneliti langsung menjadi pengamat dan pembaca situasi serta kondisi pendidikan yang berlangsung di pesantren Nurussalam, serta bagaimana proses pembentukan karakter santri melalui pendidikan akidah berlangsung.

Yang dimaksud peneliti sebagai pengamat adalah peneliti tidak sekedar melihat peristiwa dalam situasi pendidikan, melainkan memberikan interpretasi terhadap situasi tersebut. Sedangkan peneliti sebagai pembaca situasi adalah peneliti melakukan analisa terhadap berbagai peristiwa yang terjadi dalam situasi tersebut, dan selanjutnya menyimpulkan sehingga dapat digali maknanya.


(29)

Maleong (2007: 196-172) menjelaskan ciri-ciri manusia sebagai instrument yaitu sebagai berikut:

Responsif, Dapat menyesuaikan diri, Menekankan kebutuhan, Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan, Memproses data secepatnya, Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan, Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respons yang tidak lazim dan idiosinkratik.

Untuk memperlancar penelitian, peneliti sebagai instrument harus memiliki ciri-ciri tersebut sebagai usaha untuk mempermudah pelaksanaan penelitian.

C. SAMPLING DAN SATUAN KAJIAN

Teknik sampling dalam penelitian kualitatif jelas berbeda dengan penelitian kauantitatif. Pada penelitian kuantitatif, sampel dipilih dari suatu populasi sehingga dapat digunakan untuk mengadakan generalisasi. Jadi, sampel benar-benar mewakili ciri-ciri suatu populasi.

Menurut Guba dan Loncoln peneliti memulai dengan asumsi bahwa konteks itu kritis sehingga masing-masing konteks itu ditangani dari segi konteksnya sendiri (Moleong, 2007: 23).

Selain itu, penelitian kualitatif erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual. Sedangkan yang dimaksud sampling dalam hal ini adalah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya (contructions).

Dengan demikian, tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik. Selain dari itu maksud sampling adalah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample).


(30)

69

Menurut Moleong (2007: 224-225) sampel bertujuan dapat diketahui dari ciri-cirinya sebagai berikut:

1. Rancangan sample yang muncul, yaitu sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.

2. Pemilihan sampel secara berurutan. Tujuan memperoleh variasi sebanyak-banyaknya hanya dapat dicapai apabila pemilihan satuan sampel dilakukan jika satuannya sebelumnya sudah dijaring dan dianalisis. Setiap sampel berikutnya dapat dipilih untuk memperluas informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat dipertentangkan atau diisi adanya kesenjangan informasi yang ditemui. Dari mana dan dari siapa ia mulai tidak menjadi persoalan, tetapi bila hal itu sudah berjalan, pemilihan berikutnya bergantung pada apa keperluan peneliti. Teknik sampling bola salju bermanfaat dalam hal ini, yaitu mulai dari satu menjadi makin banyak. 3. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel. Pada mulanya, setiap sampel dapat sama kegunaannya. Namun, sesudah makin banyak informasi yang masuk dan makin mengembangkan hipotesis kerja maka sampel akan dipilih atas dasar fokus penelitian.

4. Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan. Pada sampel bertujuan seperti ini, jumlah sampel ditentukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan informasi yang diperlukan. Jika maksudnya memperluas informasi yang dapat dijaring, penarikan sampel pun sudah dapat diakhiri. Jadi, kuncinya disini adalah jika sudah terjadi pengulangan informasi, penarikan sampel sudah harus dihentikan‖.

Dengan demikian, satuan kajian biasanya ditetapkan juga rancangan penelitian berupa sampel. Adapun keputusan tentang penentuan sampel, besarnya, dan strategi sampling pada dasarnya bergantung pada penetapan satuan kajian. Kadang-kadang satuan kajian itu bersifat perseorangan, seperti santri/siswa, klien, atau pasien yang menjadi satuan kajian.

Bila perseorangan itu sudah ditentukan sebagai satuan kajian maka pengumpulan data dipusatkan disekitarnya. Hal yang dikumpulkan adalah apa yang terjadi dalam kegiatannya, apa yang mempengaruhinya, bagaimana sikapnya, dan seterusnya. Dalam konteks penelitian ini, satuan kajiannya adalah asatidzah Pendidikan Akidah dan santri yang ada di Pondok Pesantren Nurussalam sedangkan


(31)

sampelnya asatidzah Pendidikan Akidah berjumlah tiga orang dan santri berjumlah 12 orang.

D. TEHNIK PENGUMPULAN DATA

Peneliti menggunakan empat teknik dalam melakukan pengumpulan data yakni observasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka.

1. Tehnik Observasi

Melalui teknik ini, peneliti ikut berperaan serat dalam pembelajaran di kelas yang dilakukan atau diikuti oleh responden. Peneliti berpartisipasi dalam kegiatan responden namun tidak sepenuhnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antara kedudukan peneliti sebagai orang luar (pengamat) dan sebagai orang yang ikut berpartisipasi dalam lingkungan responden. Selain sambil berpartisipasi, observasipun dilakukan secara terbuka, artinya diketahui oleh responden karena sebelumnya telah mengadakan survey terhadap responden.

Apa yang dilakukan peneliti di atas, relevan dengan yang diungkapkan Moleong (2007: 163) bahwa ciri khas penelitian kualitatif tidak bisa dipisahkan dari pengamatan berperan serta, namun peran penelitilah yang menentukan keseluruh skenarionya.

Bogdan dalam Moleong (2007: 164) menjelaskan bahwa pengamatan berperan serta sebagai penelitian yang bercirikan interaksi sosial, yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematik dan berlaku tanpa gangguan.


(32)

71

Agar hasil observasi dapat membantu menjawab tujuan penelitian yang sudah digariskan, maka dalam penelitian ini peneliti memperhatikan apa yang diungkapkan oleh Alwasilah, yakni dalam observasi harus ada lima unsur penting sebagai berikut: 1). Latar (setting); 2). Pelibat (participant); 3). Kegiatan dan interkasi (activity and interaction); 4). Frekuensi dan durasi (frequency and duration); dan 5). Faktor substil (subtle factors), Alwasilah (2009: 215-216).

Guba dan Lincoln dalam Moleong (2007: 174-175) mengemukakan beberapa alasan, mengapa dalam penelitian ini pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya. Hal ini karena memberikan bantuan sebagai berikut:

Pertama, teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung. Pengalaman langsung merupakan alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran. Jika suatu data yang diperoleh kurang meyakinkan, biasanya peneliti ingin menanyakan kepada subjek, tetapi karena ia hendak memperoleh keyakinan tentang keabsahan data tersebut; jalan yang ditempuhnya adalah mengamati sendiri yang berarti mengalami langsung peristiwanya.

Kedua, teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.

Ketiga, pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.

Keempat, sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang keliru atau bias. Kemungkinan keliru itu terjadi karena kurang dapat mengingat peristiwa atau hasil wawacara, adanya jarak antara peneliti dan yang diwawancarai, ataupun karena reaksi peneliti yang emosional pada suatu saat. Jalan yang terbaik untuk mengecek kepercayaan data tersebut ialah dengan jalan memanfaatkan pengamatan.

Kelima, teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus. Jadi, pengamatan dapat menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan untuk perilaku yang kompleks.

Keenam, dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat‖.


(33)

Selama melakukan pengamatan, peneliti mencatat setiap fenomena yang ditemukan. Dan sesampainya di rumah catatan yang dibuat pada saat di lapangan, langsung ditranskif ke dalam catatan lapangan.

Dalam rangka mengkonfirmasi dan menindaklanjuti temuan-temuan di lapangan pada saat observasi yang sudah dituangkan ke dalam catatan lapangan, selanjutnya peneliti melakukan proses wawancara terhadap asatidzah bersangkutan dan santri di pesantren tersebut.

2. Tehnik Wawancara

Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada instrumen yang telah disusun (pedoman wawancara), berupa rangkaian pertanyaan yang tidak berstruktur yang dapat dikembangkan terus, baik terhadap guru maupun terhadap siswanya. Sehingga memperoleh data atau informasi yang valid dan akurat. Selain lembar pertanyaan sebagai pedoman wawancara, peneliti juga menggunakan tape recorder serta kamera sebagai alat bantu.

Adapun maksud mengadakan wawancara, seperti yang diungkapkan oleh Guba dan Lincoln dalam Moleong (2007: 186) antara lain sebagai berikut:

―Mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekontruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah, dan memperluas kontruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota‖.

Selain itu Guba dan Lincoln (Alwasilah, 2009: 195) mengungkapkan ada lima langkah penting dalam melakukan intervieu, yakni: 1) Menentukan siapa


(34)

73

yang diinterviu; 2) Menyiapkan bahan-bahan intervieu; 3) Langkah-langkah pendahuluan; 4) Mengatur kecepatan mengintervieu dan mengupayakan agar tetap produktif; dan 5) Mengakhiri intervieu.

Berdasarkan langkah-langkah yang diungkapkan oleh Guba dan Lincoln di atas, maka langkah awal yang dilakukan oleh peneliti adalah menetukan siapa yang akan diintervieu.

Setelah orang yang akan diintervieu jelas, selanjutnya peneliti menyusun pedoman wawancara sebagai kompas dalam praktek wawancara agar senantiasa terarah kepada fokus penelitian, dalam prakteknya terlontar secara sistematis sesuai dengan pedoman, namun tidak jarang ditambahkan beberapa pertanyaan tambahan atas fenomena baru yang mencuat.

Pedoman wawancara isinya mengacu kepada rumusan masalah, hasil observasi dan hasil wawancara sebelumnya, ruang lingkup pedoman wawancara berbeda setiap sasaran responden yang diwawancarai.

Asatidzah Pendidikan Akidah, merupakan sumber pertama yang diintervieu oleh peneliti. Selanjutnya, santri-santri yang telah mengikuti pembelajaran Pendidikan Akidah, kemudian mudir pesantren dan beberapa warga pesantren yang terkait dengan penelitian.

Tempat dan waktu secara kebetulan tidak ditentukan terlebih dahulu. Hal ini disebabkan karena kesibukan yang dihadapi para guru/ ustadz tersebut. Selain itu juga kesempatan yang dimiliki peneliti tidak menentu. Oleh karena itu wawancara yang dilakukan terhadap para ustadz tersebut dilaksanakan pada waktu dan tempat yang berbeda-beda. Begitu juga wawancara dengan para santri


(35)

dilakukan setelah selesai pembelajaran, serta pada waktu senggang di luar jam pelajaran.

3. Studi Dokumentasi

Yang dimaksud studi dokumentasi dalam hal ini yakni dengan mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Sebagaimana menurut Guba dan Lincoln dalam Alwasilah (2009: 156) menyatakan bahwa:

 Dokumen merupakan sumber informasi yang lestari, sekali pun dokumen tidak lagi berlaku.

 Dokumen merupakan bukti yang dapat dijadikan dasar untuk mempertahankan diri terhadap tuduhan dan kekeliruan interpretasi.  Dokumen itu merupakan sumber data yang relatif mudah dan murah

dan terkadang dapat diperoleh dengan cuma-cuma.

 Dokumen merupakan sumber data yang non reaktif dan alami.

 Dokumen berperan sebagai sumber pelengkap dan memperkaya bagi informasi yang diperoleh lewat intervieu atau observasi‖.

Dalam penelitian ini, teknik dokumentasi dilakukan untuk mengetahui dokumen tentang bagaimana kurikulum dan proses pembelajaran Pendidikan Akidah di Pesantren Nurussalam sebelum penelitian. Dan dokumen tersebut diperoleh dari asatidzah Pendidikan Akidah berbentuk silabus. Selain itu dokumen yang berhubungan dengan pembinaan akidah dan akhlak santri berupa tata tertib diperoleh oleh peneliti dari bagian tata usaha pesantren dan kesiswaan/kesantrian. Dan dokumen lain berasal dari unsur-unsur pesantren yang


(36)

75

dianggap mendukung pada pembinaan akidah dan pembelajaran pendidikan akidah, serta kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penanaman akhlak.

4. Tehnik Studi Pustaka

Studi pustaka dilaksanakan untuk mengumpulkan data ilmiah dari berbagai literatur yang berhubungan dengan konsep pendidikan karakter, pendidikan akidah, dan Pendidikan Umum, kegiatan pembelajaran serta metode penelitian pendidikan.

Untuk memperoleh data-data ilmiah ini, penulis mengkaji referensi-referensi kepustakaan dari perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Perpustakaan Program Studi Pendidikan Umum SPs UPI, perpustakaan Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, perpustakaan Pondok Pesantren Nurussalam, perpustakaan penulis sendiri, internet dan sumber lain yang mendukung terhadap penulisan penelitian tesis ini.

E. TAHAPAN-TAHAPAN PENELITIAN

Untuk mendapatkan data secara maksimal, penulis melakukan penelitian dengan beberapa tahapan yaitu melalui: orientasi, eksplorasi, pencatatan data, dan analisis data.


(37)

Pada tahapan orientasi, awalnya peneliti mengadakan survey ke alumnus pesantren Nurussalam yang ada di Bandung dan asatidzah serta para santri di pesantren Nurussalam yang diawali dialog dengan mudir, wakil mudir, asatidzah, dan semua pihak yang ada di pesantren Nurussalam Cintaharja Cikoneng Ciamis.

Setelah mendapatkan informasi dan izin dari pimpinan pesantren tersebut, penulis selanjutnya mengadakan wawancara sederhana tentang pembelajaran yang berkaitan dengan pembinaan karakter santri melalui pendidikan akidah di pesantren sebagai wujud internalisasi nilai-nilai karakter dalam pendidikan umum/ nilai.

Dari hasil pendekatan tersebut peneliti mengambil dua unsur responden yaitu asatidzah pendidikan akidah dan para santri yang sedang menempuh pendidikan di pesantren tersebut.

2. Tahapan Eksplorasi

Pada tahapan ini peneliti mulai melakukan kunjungan pada pesantren dan responden, serta mulai mengenal dekat dengan responden. Selanjutnya meningkat dengan mengamati sekaligus berpartisipasi bersama responden. Sehingga penulis dapat melaksanakan wawancara dengan para ustadz.

Untuk mendukung kelengkapan data, peneliti pun mencari informasi dari responden yang berasal dari santri yang mewakilinya.

Peroses pengamatan dilakukan dengan membuat janji terlebih dahulu dengan asatidzah bersangkutan sehingga proses pengamatan diketahui oleh asatidzah tersebut. Sedangkan dalam menentukan santri yang akan diwawancara,


(38)

77

selain peneliti mencari sendiri, juga atas masukan dari asatidzah yang bersangkutan.

Pengamatan selanjutnya dilakukan di dalam kelas pada saat kegiatan pembelajaran Pendidikan Akidah dilaksanakan, maupun diluar kelas ketika santri sedang beristirahat, melaksanakan ibadah ataupun ketika para santri sedang melakukan kegiatan ekstra kulikuler.

3. Tahapan Pencatatan Data

Catatan merupakan rekaman hasil observasi dan wawancara, yang dilakukan pada saat terjun di lapangan berupa catatan singkat atau catatan kunci. Selanjutnya pada saat ingatan masih segar, pencatatan data di lapangan segera dilakukan.

Adapun langkah-langkah penulisan catatan lapangan yang dilakukan oleh peneliti, sebagaimana yang diungkapkan oleh Moleong (2007: 216-217) sebagai berikut:

1. Pencatatan awal. Pencatatan ini dilakukan sewaktu berada di latar penelitian dengan jalan hanya menuliskan kata-kata kunci pada buku nota.

2. Pembuatan catatan lapangan lengkap setelah kembali ke tempat tinggal. Pembuatan catatan ini dilakukan dalam suasana yang tenang dan tidak ada gangguan. Hasilnya sudah berupa catatan lapangan lengkap.

3. Apabila sewaktu ke lapangan penelitian kemudian teringat bahwa masih ada yang belum dicatat dan dimasukan dalam catatan lapangan, dan hal itu dimasukan.

4. Tahapan Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan


(39)

apa yang penting dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dituangkan ke dalam catatan lapangan, selanjutnya data tersebut diolah dan dianalisa. Adapun pengolahan dan penganalisaan data merupakan upaya menata data secara sistematis. Maksudnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti terhadap masalah yang sedang diteliti dan upaya memahami maknanya.

Diungkapkan oleh Seiddel dalam Moleong (2007: 248) bahwa dalam proses berjalannya analisis data kualitatif, peneliti harus memperhatikan hal-hal sebagi berikut:

a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mengsintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeknya.

c. Berfikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makan, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, serta membuat temuan-temuan umum.

Selanjutnya tahapan analisis data tersebut menurut Janice Mc Drury dalam Moleong (2007: 248) harus dilanjutkan ke tahap berikutnya yakni:

a) Membaca/ mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data; b) Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data; c) Menuliskan model yang ditemukan; dan d) Koding yang telah dilakukan.

Berdasarkan pendapat di atas, maka proses analisis data dalam penelitian ini dikembangkan berdasarkan hasil observasi dan wawancara. Dan dituangkan dalam catatan lapangan untuk dikategorikan berdasarkan pengkodean yang telah dibuat oleh peneliti. Selanjutnya peneliti memilih kategori yang terdapat


(40)

79

hubungan dengan fokus penelitian untuk kemudian dianalisis dan diberi makna sehingga menghasilkan sebuah teori.

Untuk memudahkan alur analisis data dalam penelitian ini, dapat dilihat dalam bagan 3.1 sebagai berikut:

Gambar 3.1 Alur Analisis Data

(Moleong, Lexy. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif) 5. Tahapan Pelaporan

Data yang sudah dianalisa kemudian dipadukan dengan teori-teori yang relevan dengan konsepsi penulis tentang permasalahan yang menjadi fokus

Wawancara Observasi Studi Kepustakaan

Catatan Lapangan

Koding

Kategorisasi

Display (Diagram Terpadu)

General Strategi Analytic Induction Constant Comparation Kategorisasi

Properti

Hipotesis Pengembangan Teori


(41)

penelitian. Proses pemaduan konsepsi penelitian dituangkan dalam laporan penelitian yang sistematikanya mengacu pada pedoman penulisan karya tulis ilmiah dari Universitas Pendidikan Indonesia edisi 2011.

Selain itu, dalam rangka menyempurnakan laporan penelitian dilakukan proses bimbingan secara berkelanjutan dengan dosen pembimbing, baik pembimbing I maupun pembimbing II.

F. VALIDISASI DAN RELIABILITAS DATA

Agar nilai kebenaran secara ilmiahnya dapat teruji serta memiliki nilai keajegan, maka dalam penelitian ini dilakukan uji validitas dan reliabilitas atas data yang ditemukan di lapangan.

1. Validisasi Data

Sebagaimana dinyatakan Alwasilah (2009: 169) bahwa ―validitas adalah kebenaran dan kejujuran sebuah deskripsi, kesimpulan, penjelasan, tafsiran dan segala jenis laporan‖. Dan apabila ada ancaman terhadap validitas, hanya dapat ditangkis dengan bukti, bukan dengan metode. Karena metode hanyalah alat untuk mendapatkan bukti.

Dalam menguji validitas ini, dapat dilakukan dengan beberapa teknik. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik-teknik yang disarankan oleh Alwasilah (2009: 175-184) yang mengemukakan 14 teknik dalam menguji validitas penelitian sebagai berikut:

1) Pendekatan Modus Operandi (MO); 2) Mencari bukti yang menyimpang dan kasus negatif; 3) Triangulasi; 4) Masukan, asupan atau feedback; 5) Mengecek ulang atau member checks; 6) ―Rich data‖ atau data yang melimpah; 7) Quasi-statistics; 8) Perbandingan; 9) Audit; 10)


(42)

81

Observasi jangka panjang (long-term observation); 11) Metode partisipatori (participatory mode of research); 12) Bias penelitian; 13) Jurnal reflektif (reflective Journal); dan 14) Catatan pengambilan keputusan.

Dari keempat belas teknik tersebut, dalam penelitian ini hanya menggunakan 5 (lima) teknik yang dianggap dapat mewakili teknik-teknik tersebut yakni: triangulasi, member checks, metode partisipatori, jurnal reflektif dan catatan pengambilan keputusan.

a. Triangulasi

Menurut Alwasilah (2009: 175) menyebutkan bahwa ―Triangulasi merupakan teknik yang merujuk pada informasi atau data dari individu dan latar dengan menggunakan berbagai metode‖ . Sejalan dengan hal itu Moleong (2007: 330) mengungkapkan bahwa ―Triangulasi adalah sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain‖. Selain itu Patton dalam Moleong (2007: 330) menyatakan bahwa triangulasi dapat dicapai dengan jalan sebagai berikut:

(1) membandingkan data pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang di depan umum dengan apa yang dikatakan orang-orang secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitiaan dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dengan persfektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan menengah dan tinggi, orang berada, orang pemerintahan; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.


(43)

Member checks yaitu ―masukan yang diberikan individu yang menjadi responden kita‖ (Alwasilah, 2009: 178). Sedangkan Moleong (2007: 335) menjelaskan bahwa ―pengecekan dilakukan dengan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan derajat kepercayaan, yang dicek meliputi data, kategori analisis, penafsiran dan kesimpulan‖.

Member checks tersebut digunakan untuk menghidari salah tafsir terhadap jawaban responden sewaktu diintervieu, kemudian untuk menghindari salah tafsir terhadap prilaku responden sewaktu diobservasi, serta untuk mengkonfirmasi perspektif emik responden terhadap suatu proses yang sedang berlangsung.

c. Metode Partisipatori

Menurut Alwasilah (2009: 182) menyebutkan bahwa dalam metode partisipatori (participatory mode of research) ―Peneliti sejak dini melibatkan partisipan peneliti dalam segala fase penelitian dari konseptualisasi penelitian sampai dengan penulisan pelaporan‖. Artinya bahwa peneliti berpartisipasi langsung sekaligus melibatkan partisipan-partisipan lain yang mendukung dalam setiap fase-fase penelitian.

Dalam hal ini peneliti terjun langsung ke lapangan, larut dan berbaur dengan lingkungan penelitian yaitu pesantren Nurussalam, serta meminta beberapa partisipan seperti asatidzah, santri-santri, mudir dan Wakil mudir atau partisipan lain yang dianggap mendukung terhadap penelitian untuk


(44)

83

melibatkan diri dan larut dalam setiap fase-fase penelitian agar hasil dan laporan penelitian mempunyai validitas yang tinggi.

d. Jurnal Reflektif

Jurnal reflektif adalah sebagimana yang diungkapkan Alwasilah (2009: 183) bahwa:

ini merujuk pada jurnal yang disiapkan peneliti dan diisi setiap saat selama melakukan penelitian. Ini merupakan rekaman pengalaman peneliti yang merupakan bukti otentik bagi yang penasaran dengan hasil-hasil yang dikemukakan peneliti.

Artinya bahwa peneliti harus membuat jurnal yang disiapkan untuk penelitian dan diisi setiap saat selama melaksanakan penelitian dilapangan.

Jurnal refleksi ini sebagai bukti otentik penelitian, hal ini diungkapkan Alwasilah (2009: 183) bahwa jurnal refleksi ―ini merupakan rekaman pengalaman peneliti yang merupakan bukti otentik bagi yang penasaran dengan hasil-hasil yang dikemukakan peneliti‖. Peneliti merekam semua pengalamannya dalam sebuah jurnal sebagai bukti fisik yang otentik dan ini merupakan bukti bahwa penelitian tersebut benar-benar dilakukan.

e. Catatan pengambilan keputusan

Alwasilah (2009: 184) mengungkapkan bahwa ―paradigma kualitaif tidak mengenal keputusan a priori, melainkan membiarkan keputusan-keputusan itu mencuat dengan sendirinya dari data secara alami. Namun demikian peneliti boleh memulai penelitian dengan keputusan-keputusan pendahuluan‖. Dalam hal ini peneliti membuat keputusan-keputusan dalam


(45)

tahapan-tahapan dan langkah-langkah penelitian dan hal itu dicatat dengan tertib dan rapi dalam sebuah catatan pengambilan keputusan (Decision Trail).

Ada tiga alasan dalam pengambilan keputusan ini, sebagaimana yang dikemukakan Alwasilah (2009: 184) sebagai berikut:

Pertama, firasat, intuisi, insting, reaksi seketika sebagi faktor internal yang terus menerus mendorong saya segera mengambil keputusan, Misalnya saya merasa seorang responden yang sombong, menggurui, dan sok tahu yang tidak mungkin dapat diajak bekerja sama. Saya juga merasa bahwa beberapa pertanyaan tidak selayaknya diajukan pada responden tertentu. Kedua, informasi yang muncul dari interviu dan observasi mempengaruhi pengambilan keputusan. Manakala keteraturan dan konsistensi berakumulasi dalam kategori-kategori, saya berkeyakinan bahwa saya harus mengakhiri interviu dan observasi. Proses debriefing dengan semua debriefer dan konsultasi dengan pembimbing disertasi memberi saya ilham dan sudut pandang dan menumbuhkan revitalisasi kesadaran saya sebagai peneliti. Ketiga, faktor eksternal seperti jangka beasiswa dan keterbatasan dana membatasi saya untuk melakukan penelitian yang –sebenarnya bisa— lebih ekstensif.

2. Realibilitas Data

Suatu alat dikatakan reliable, bila alat itu dalam mengukur suatu gejala pada waktu yang berlainan senantiasa menunjukan hasil yang sama (Nasution, 1996: 77). Adapun ―konsep reliabilitas (reliability) mempunyai pengertian sejauh mana temuan-temuan penelitian dapat direplikasi‖ (Alwasilah, 2009: 186).

Guba dan Lincoln (Alwasilah, 2009: 187) mengungkapkan ―tidak perlu untuk mengeksplisitkan persyaratan reliabilitas. Namun menyarankan penggunaan istilah dependedability atau consistenscy, atau keterhandalan‖.

Selanjutnya pada penelitian kualitatif reliabilitas ini sulit dipenuhi karena perilaku manusia senantiasa berubah-ubah. Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang berasumsi bahwa reliabilitas dilandaskan pada adanya realitas esa (single reality).


(46)

(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

1. Kesimpulan Umum

Secara umum penelitian ini menyimpulkan bahwa pesantren Nurussalam telah melakukan pembinaan karakter santri melalui pendidikan akidah. Berdasarkan sejumlah temuan di lapangan, pendidikan akidah yang dilaksanakan di pesantren Nurussalam sebagai besar dibentuk dari Kurikulum Tarbiyah yang disampaikan kepada setiap santri. Landasan pokok Kurikulum Tarbiyah yang berkaitan dengan pembentukan karakter santri berpedoman pada penekanan; penanaman makna syahadatain, pemahaman makna ma’rifatullah, pemahaman makna ma’rifatul Rasul, pemahaman makna ma’rifatul Islam.

Proses belajar mengajar pendidikan akidah disampaikan tidak hanya di ruang kelas tetapi yang lebih utama adalah aplikasi sehari-hari, baik itu di masjid, asrama, ruang makan, maupun di lingkungan pesantren. Di samping itu proses pembentukan karakter santri dilaksanakan secara komprehensif menyentuh semua ranah dan potensi santri, diantaranya; pertama, slogan-slogan yang ditempel hampir di setiap sudut dapat berpengaruh di dalam mengingatkan para santri untuk berakhlak Islami, adanya pembiasaan dari


(48)

224

mulai salat berjamaah, saum Senin – Kamis, dan salat malam meningkatkan karakter mahabatullah santri.

Kedua, proses kegiatan belajar mengajar di asrama dan masjid yang membentuk halaqah-halaqah didampingi oleh seorang ustadz disertai juga santri senior yang telah mengabdikan diri ke pesantren sebelum mereka mendapatkan ijazah. Sehingga dirasakan sekali proses kaderisasi penanaman nilai-nilai keimanan dan akhlak Islami kepada setiap santri.

Ketiga, materi-materi pelajaran disampaikan kepada para santri bersifat integral, dengan tidak adanya dikotomi antara pendidikan umum dan pendidikan agama, sehingga semua materi mengarah kepada penekanan pemahaman akidah yang benar sebagaimana sasaran pertama pesantren membentuk generasi yang berciri khas, salimul Aqidah.

Keempat, adanya keteladanan dari asatidzah, pengurus pondok, dan lingkungan sekitar, dan dengan dibatasinya akses informasi dari luar menambah mudah pembentukkan karakter santri.

Proses evaluasi pendidikan akidah tidak hanya dalam bentuk teori namun yang lebih utama adalah evaluasi sikap santri sehari-hari. Setiap santri dinilai dari mulai bab akidah, ibadah, akhlak, pembelajaran, kebersihan dan keindahan, oleh raga dan kesehatan, keamanan, muamalah, pinjam meminjam, jual beli, temuan, pencurian, dan bab keorganisasian. Penilaian tidak hanya dilakukan oleh ustadz namun juga oleh santri senior.


(49)

1) Temuan Makna; pertama, keteladanan yang ditunjukan oleh asatidzah berupa kemandirian, kebersahajaan (qanaah), dan kesederhanaan dapat melahirkan para santri yang berkarakter mandiri, qanaah dan sederhana, hal ini dapat dilihat dari lulusan pesantren yang berdikari.

Kedua, pendidikan akidah yang disampaikan kepada para santri telah membentuk karakter berani dan loyalitas terhadap Islam. Loyalitas kepada Islam (al- wala wal- bara’). Berkeyakinan bahwa hanya ajaran Islamlah yang benar, selain dari Islam akan mendatangkan kehancuran dan kebinasaan. Kecintaan kepada Allah (mahabatullah) akan melahirkan karakter berani (asy- syaja’ahakru) dalam amar makruf nahi mungkar , tenang (ithmi’nan/tumaninah), dan optimis (at-tafaul) akan pertolongan Allah. Yang pada akhirnya akan mendatangkan karakter ikhlas terhadap semua yang telah Allah tetapkan.

Ketiga, dengan mencintai Allah (mahabatullah) setiap muslim akan berusaha menghindari dari perbuatan-perbutan yang menghalangi cinta Allah (al-mawani fi ma’rifatillah) yaitu sikap fasiq, sombong, zalim, dusta, banyak dosa, jahil, ragu-ragu, menyimpang, dan perbuatan lalai atau sia-sia.

Keempat, kecintaan kepada Allah (mahabatullah) akan senantiasa berbuat ihsan karena berkeyakinan Allah senantiasa mengawasinya (Muhāfadzatullah). Meluruskan niat dan


(50)

226

menyempurnakan amal berharap mendapatkan balasan pahala dari Allah.

Kelima, buah dari cinta kepada Rasulullah SAW (nataiju ittiba’u rasul) melalui konsep marifatul Rasul akan melahirkan karakter berqudwah kepada Rasulullah SAW. Dimana akhlak beliau adalah manifestasi Al-Quran.

Keenam, dengan memahami Islam yang benar melalui makrifatul Islamakan melahirkan karakter Islami. Baik akhlak kepada Allah, kepada Rasulullah, kepada diri sendiri dan kepada sesama. 2) Temuan Masalah; Pertama, materi pendidikan akidah berkaitan makna

jihad terlalu mengarah kepada makna perang.

Kedua, dibatasinya akses komunikasi dan informasi dari luar baik itu media elektronik maupun cetak di sisi lain memudahkan asatidzah dalam membentuk karakter santri, namun ada sisi negatif yang dapat membuat santri kehilangan haknya mendapat informasi dari luar.

Ketiga, dalam memaknai thagut kurang begitu arif, sehingga setiap pemerintahan yang tidak berlandaskan hukum Allah dinamai thagut.

2. Kesimpulan Khusus

Adapun kesimpulan khusus dari hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut:


(51)

a. Jika konsep dan pembentukan karakter santri di pesantren Nurussalam melalui Kurikulum Tarbiyah dengan penekanan berpedoman kepada penanaman makna syahadatain, pemahaman makna ma’rifatullah, ma’rifatur Rasul, dan ma’rifatul Islam, maka santri akan tumbuh kecintaannya kepada Allah dengan siap menjalankan tuntutan-tuntutan syariat sebagai konsekwensi dari keempat konsep pokok materi akidah pada kurikulum Tarbiyah tadi. Dengan tumbuhnya karakter berani, setia kepada Islam, qanaah (bersahaja), ikhlas, tenang, dan optimis adalah buah dari salimul aqidah (akidah yang lurus).

b. Apabila proses pendidikan akidah diselenggarakan secara komprehensif dan integratif menyentuh semua ranah dan potensi santri, tidak hanya di ruangan kelas tetapi juga semua sudut menjadi proses pembelajaran, maka akan memudahkan di dalam pembentukan karakter santri.

c. Semakin baik evaluasi proses pendidikan akidah tidak hanya menyentuh ranah kognitif melalui tes tulis atau lisan tetapi juga ranah afektif dan psikomotorik melalui aktivitas sehari – hari, maka semakin kuat penanaman akhlak santri yang pengaruhkan akan terus melekat tidak hanya selama di pesantren tetapi juga ketika mereka kembali ke keluarga dan masyarakat.


(1)

229 Suryawan, 2013

Pola Pendidikan Akidah Di Pesantren Dalam Membentuk Karakter Santri (Studi Kasus Tentang Pendidikan Akidah Di Pondok Pesantren Nurussalam Cintaharja Kujang Cikoneng Ciamis Jawa Barat)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menjadi bahan kajian dan pijakan bagi yang berminat, sehingga memungkinkan untuk melakukan penelitian di lokasi lain serta untuk menemukan satu model pesantren yang ideal seperti halnya Rasulullah SAW, beliau berhasil menciptakan para sahabat yang sukses tidak hanya kehidupan dunia tetapi juga akhirat.


(2)

Suryawan, 2013

Pola Pendidikan Akidah Di Pesantren Dalam Membentuk Karakter Santri (Studi Kasus Tentang Pendidikan Akidah Di Pondok Pesantren Nurussalam Cintaharja Kujang Cikoneng Ciamis Jawa Barat)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DARTAR PUSTAKA

Armai, Arief (2002). Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.

An Nahlawi, A. (1989). Prinsip- Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam. Bandung: Dipenogoro Alwasilah, Ch. (2006), Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya

Al- Asfahani, R. (tanpa tahun). Mu’ja Murfadhat Al-Fazil Quran. Bairut: Darul Fikr Al-Qahthani, Muhammad Sa’id, (2001). Memurnikan Laa Illaaha Illallah. Jakarta: Gema

Insani Press (terjemahan)

Al-Qahthani, Said bin Musfir (2005). ‘Aqidatu Ahli Sunnah wal Jama’ah ‘Ala Dhaui Al-

Kitab wa Al-Sunnah, Makkah: Dar At- Thaibah al-Khadhra

Al-Ragib, Abu al-Qasim bin Muhammad bin al-Mufadhdhol. (2007) al-Dzari’ah ila Makarim al-Syari’ah, Dar al-Salam: Kairo

Abdurrahman, Ibn Hasan (1992). Fathul Majid Syarhu Kitab At-Tauhid, Bairut: Dar Al-Fikr

Abduh, Muhammad, (1963). Risalah Tauhid. Jakarta: Bulan Bintang (terjemahan)

Abdul Karim Al-Aql, Nashir (TT), “Aqidatu Ahli Sunnah Wal Jamaah, Riyadl: Bi Kuliyyati Ushuluddin

Budimansyah, Dasim (2010), Model Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi, Bandung Dhofier, Z. (1982), Tradisi Pesantren. Studi tentang Pandangan Hidup Kiai. LP3ES Jakarta Dewantara, K.H. (1977), Pendidikan, Yogyakarta: Jogjakarta: Majlis Luhur Persatuan Taman


(3)

Suryawan, 2013

Pola Pendidikan Akidah Di Pesantren Dalam Membentuk Karakter Santri (Studi Kasus Tentang Pendidikan Akidah Di Pondok Pesantren Nurussalam Cintaharja Kujang Cikoneng Ciamis Jawa Barat)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Djahiri, A. Kosasih (1985), Strategi Pengajaran Afektif Nilai Moral dan Pendidikan Nilai Moral, Labolaturium Pengajaran PMP- KN IKIP Bandung

---(1990), Konsep Nilai, Bandung: IKIP

---(2004). Hand Out: Dimensi Nilai Moral dan Norma (NMNr) Bandung: PPS UPI

El-Mubarak. Z (2004), Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung, Alfabeta Fraenkel, Jack R (1977). How to Teach About Values. USA: Prentice – Hal, Inc

Husaini, Adian. (2009), Islamic Worldview. Bahan-Bahan Kuliah Program Kaderisasi Ulama Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII).

Hamalik Oemar, (1995). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta, Bumi Aksara

Ibn Miskawaih (1994), Menuju Kesempurnaan Akhlak, Bandung: Mizan Ismail, Faisal. (1984), Percikan Pemikiran Islam, Yogyakarta: Bina Usaha

Jalaluddin, (1997). Psikologi Agama, Jakarta, Raja Grafindo

Katsir, Ibn (1997). Tafsir Al-Quranul Adzim, Beirut, Darul Fikr

Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010 – 2025, Pemerintah Republik Indonesia 2010

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1989). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Balai Pustaka

Lubis, Mochtar (2001). Manusia Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

Makalah seminar (2010), Urge si Pe didika Karakter dala Me ba gu Ba gsa oleh Prof. Dr. Arief Rachman, M. Pd


(4)

Suryawan, 2013

Pola Pendidikan Akidah Di Pesantren Dalam Membentuk Karakter Santri (Studi Kasus Tentang Pendidikan Akidah Di Pondok Pesantren Nurussalam Cintaharja Kujang Cikoneng Ciamis Jawa Barat)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter. Solusi yang tepat untuk membangun bangsa. Jakarta: BP. Migas

Mastuhu, (1994), Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS

---, (1999), Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu Madjid, Nurcholish. (1997), Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta

Paramadina

Moleong, Lexy. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Remaja Rosda Karya.

Munawwir, A.W. (1984), Al-Munawir Kamus Arab – Indonesia, Surabaya, Pustaka Progresif

Mulyana, Rohmat (1999), Some Reading Material about General Education, Complication

from Internet, Bandung, PPs IKIP Bandung

Mulyana, Rohmat (2004), Mengartikulasi Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta Natsir, M (2000), Fiqhud Da’wah, Jakarta: Media Dakwah

Phenix, Philip H (1964), Realms of Meaning, Toronto London: McGraw-Hill Book Company Qomar, Mujamil. (2006), Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi

Institusi, Erlangga Jakarta

Soepriyadi, ES. (2003), Ngruki dan Jaringan Terorisme, Al-Mawardi Prima Jakarta Sadulloh, U. (2010). Pengantar Filsafat Pendidikan. Alfabeta. Bandung

Saodah, Tati. (2008). Internalisasi Nilai-Nilai Hukum dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Di Pesekolahan (Tesis). Bandung: UPI


(5)

Suryawan, 2013

Pola Pendidikan Akidah Di Pesantren Dalam Membentuk Karakter Santri (Studi Kasus Tentang Pendidikan Akidah Di Pondok Pesantren Nurussalam Cintaharja Kujang Cikoneng Ciamis Jawa Barat)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sumaatmaja, Nursid (2002), Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi, Alfabeta Bandung

Sumantri, Endang (2009), Pendidikan Umum, Bandung: PPs Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

Syahidin, (2004). Kajian Pedagogis Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat. ISBD di Perguruan Tinggi. Bandung: Kopertis Wilayah IV Jabar.

Steenbrink, Karel. (1994), Pesantren, Madrasah, dan Sekolah, Jakarta: BP3ES

Sauri, S., Firmansyah, H., dan Rizal, A.S. (2010). Filsafat Ilmu Pendidikan Agama. Bandung: Arvino Raya

--- (2011). Filsafat dan Teosofat Akhlak. Bandung: Rizqi Press ---(2010). Meretas Pendidikan Nilai. Bandung: CV. Arfino Raya Soebahar Abdul Halim, (2002). Wawasan Baru Pendidikan Islam. Jakarta, Kalam Mulia

Syahidin, (2005). Aplikasi Metode Pendidikan Qur’ani dalam Pelajaran Agama di Sekolah,

Tasikmalaya, IAILM Suryalaya

Sutisna, Oteng. (1985), Administrasi Pendidikan, Bandung, Aksara.

Sujana, N. dan Ibrahim. (1998). Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung: Dipenogoro

Shalih bin Fauzan (2001). Kitab Tauhid. Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia

Shalih bin Fauzan (tt). Aqidatu At-Tauhid, Riyadh: Dar Al-Qasim

Tafsir, A. (2001). Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya Tafsir, A. (1994). Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya


(6)

Suryawan, 2013

Pola Pendidikan Akidah Di Pesantren Dalam Membentuk Karakter Santri (Studi Kasus Tentang Pendidikan Akidah Di Pondok Pesantren Nurussalam Cintaharja Kujang Cikoneng Ciamis Jawa Barat)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Taher, tarmizi, (2002). Menyegarkan Akidah Tauhid Insani Mati di Era Klenik. Jakarta:

Gema Insani Press.

Thaha, Chabib. (2001), Mencari Format Pesantren Salaf, dalam Majalah Bulanan Rindang

No. 9 Th. XXVI April 2001

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional). Bandung Wahana Anak Bangsa Bandung

Wan Mohd. Nor Wan Daud, (2003). Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al- Attas. Bandung: Mizan

Yayasan Corps Muballigh Bandung, (1988). KHM Rusyad Nurdin Profil Seorang Muballigh.

Bandung: CMB

Yunus, Mahmud. (1980), Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Bimbaga

Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter: Konsep dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana.

http://www. Angelfire.com, Judul makalah Akidah Isla http://www.alkhoirot.net, Pondok Pesantren Tertua di Indonesia