PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN ASKHABUL KAHFI SEMARANG
i
PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN ASKHABUL KAHFI SEMARANG
SKRIPSI
Diajukan dalam Rangka Menyelesaikan Program Studi Strata I
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Oleh
Rizky Dwi Kusumawati 3301411107
JURUSAN POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015
(2)
ii
(3)
(4)
(5)
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
“Jika Anda tidak bisa berjalan cepat, maka berjalanlah perlahan, lihatlah sekeliling dan nikmati perjalanan Anda”
Persembahan
Bismillaahir-rahmaanir-rahiim. Dengan ketulusan hati serta rasa terima kasih kupersembahkan sebuah karya sederhana ini untuk:
۞ Kedua orangtua saya, Bapak Tujarna dan Ibu Sukarni yang senantiasa mendoakan dan mendukung saya setiap waktu.
۞ Kakak dan adik saya tercinta, Piza Anjarnawati, S.Pd. dan Apriansyah Nursyam Albirra.
۞ Keluarga besar BEM FIS UNNES periode 2013/2014 dan periode 2014/2015.
۞ Teman seperjuangan, Civic ‟11. ۞ Almamaterku.
(6)
vi SARI
Kusumawati, Rizky Dwi. 2015. Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang. Skripsi. Jurusan Politik dan Kewarganegaraan. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. Drs. At. Sugeng Priyanto, M.Si dan Drs. Sumarno, M.A. 100 halaman.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Pondok Pesantren.
Penelitian ini dilatarbelakangi karena semakin banyaknya perilaku negatif masyarakat yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari terutama dikalangan anak usia sekolah seperti penggunaan obat terlarang, pelecehan seksual, sikap agresif, tawuran, bullying, kemerosotan toleransi umat beragama dan lain-lain. Perilaku-perilaku negatif tersebut menjadi tanda bahwa Indonesia sedang menuju jurang kehancuran. Dibutuhkannya sebuah pendidikan yang dapat mengubah perilaku buruk tersebut menjadi lebih baik. Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang merupakan lembaga pendidikan yang di dalamnya mengutamakan pembentukan kepribadian dan sikap mental peserta didik sehingga memiliki karakter yang baik dan menjadi generasi penerus bangsa yang cemerlang dengan menanamkan nilai-nilai religius dan karakter keagamaan,
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu (1) apa saja kegiatan yang dilaksanakan dalam penerapan nilai-nilai karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, (2) bagaimana metode pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, (3) bagaimana peran Kyai dalam pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, (4) apa saja kendala yang dihadapi dalam penerapan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang.
Tujuan dalam penelitian ini adalah (1) mengetahui kegiatan yang dilaksanakan dalam penerapan nilai-nilai karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, (2) mengetahui metode pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, (3) mengetahui peran Kyai dalam pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, (4) mengetahui kendala yang dihadapi dalam penerapan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian adalah Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang yang terletak di Jalan Cangkiran-Gunungpati km. 3 Polaman, Mijen, Kota Semarang. Fokus penelitian ini adalah (1) penanaman nilai-nilai karakter, (2) peran kyai dalam pendidikan karakter, (3) kendala pendidikan karakter. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara terhadap orang-orang yang dianggap berhubungan erat dengan permasalahan yang diteliti, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan metode interaktif dengan langkah meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pendidikan karakter diajarkan pada santri dalam setiap kegiatan. Pendidikan karakter di pondok pesantren bertujuan untuk memperbaiki karakter dan sikap santri dalam kehidupan
(7)
vii
bermasyarakat. Nilai-nilai karakter yang ditanamkan oleh pondok pesantren pun beragam, diantaranya yaitu nilai religius, nilai kemandirian, serta nilai tanggung jawab. Untuk mencapai keberhasilan pendidikan karakter, maka setiap kegiatan dan peraturan yang ada di pondok pesantren diwajibkan bagi seluruh santri. Bagi santri yang melanggar akan dikenakan sanksi, (2) pelaksanaan pendidikan karakter dapat berjalan dengan efektif dengan menggunakan metode dialog dalam beberapa kegiatan seperti mengaji dan madrasah, metode praktik dalam kegiatan belajar dan bermasyarakat, serta metode keteladanan dalam kegiatan hafalan atau tahfidz Al-Qur‟an, (3) peran kyai dalam pendidikan karakter tidak hanya sebagai ulama, akan tetapi juga sebagai pemilik, pembina, pembimbing serta dianggap sebagai tokoh sentral di pondok pesantren. Keterlibatan kyai dalam meningkatkan wawasan dan pengetahuan santri juga bertujuan agar santri dapat menjadi generasi penerus bangsa yang cemerlang, (4) kendala yang dihadapi dalam penerapan pendidikan karakter di pondok pesantren, meliputi: sering kali santri kelelahan dan mengantuk dalam mengikuti kegiatan pondok pesantren sehingga tidak sedikit santri yang pernah menerima hukuman, serta karakter dan kebiasaan santri yang baru memasuki semester awal di pondok pesantren masih sulit untuk diatasi.
Saran yang diberikan penulis guna meningkatkan keberhasilan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang adalah (1) santri diharapkan dapat bersungguh-sungguh mengikuti setiap kegiatan agar penanaman nilai-nilai karakter dapat diserap secara maksimal sehingga santri dapat memperbaiki sikap-sikap buruk mereka menjadi lebih baik, (2) pondok pesantren sebagai wadah dalam mengembangkan nilai-nilai karakter pada santri diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan baik dari segi kegiatan yang diajarkan kepada santri ataupun dari segi mutu tenaga pendidik sehingga dapat tercapainya keberhasilan pendidikan karakter.
(8)
viii PRAKATA
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang”. Selama penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan untuk menyelesaikan studi di Universitas Negeri Semarang.
2. Drs. Moh. Solehatul Mustofa, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan kemudahan administrasi dalam penyusunan skripsi ini.
3. Drs. Slamet Sumarto, M.Pd., Ketua Jurusan Politik dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian.
4. Drs. At. Sugeng Priyanto, M.Si., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Drs. Sumarno, M.A., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
(9)
ix
6. Bapak K.H. Masruchan Bisri, Tenaga Pendidik, Pengurus, dan Santri Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang yang telah memberikan informasi serta membantu penulis selama melakukan penelitian.
7. Kedua orang tua saya yang tak pernah putus mendoakan dan mendukung saya. 8. Sahabat-sahabat saya yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini (Nanda, Wildan, Helen, Nurhidayat, Fitri, Rani, Ibnu, Ratih, Novi, Indi, Aryanti, Fatma).
9. Fungsionaris Departemen Komunikasi dan Informasi BEM FIS UNNES 2013 serta rekan-rekan Kost Esthibrata Cempakasari yang selalu memberikan semangat dan motivasi.
10.Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.
Semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis berharap agar penelitian ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Semarang, 28 September 2015
(10)
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
SARI ... vi
PRAKATA ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR BAGAN ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 5
C.Tujuan Penelitian ... 6
D.Manfaat Penelitian ... 6
E. Batasan Istilah ... 7
BAB II LANDASAN TEORI ... 9
A.Pendidikan Karakter ... 9
1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 9
2. Nilai Pendidikan Karakter ... 12
3. Metode Pendidikan Karakter ... 16
4. Bentuk Pendidikan Karakter ... 21
5. Penilaian Pendidikan Karakter ... 23
B.Pendidikan di Pondok Pesantren ... 25
1. Pengertian Pondok Pesantren ... 25
2. Metode Pendidikan di Pondok Pesantren ... 29
(11)
xi
C.Peran Kyai dalam Pendidikan di Pondok Pesantren ... 32
1. Pengertian Kyai ... 32
2. Peranan Kyai ... 34
D.Kerangka Berpikir ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 39
A.Jenis Penelitian ... 39
B.Lokasi Penelitian ... 40
C.Fokus Penelitian ... 40
D.Sumber Data Penelitian ... 42
E. Metode Pengumpulan Data ... 43
F. Keabsahan Data ... 46
G.Teknik Analisis Data ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50
A.Deskripsi Lokasi Penelitian ... 50
1. Profil Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ... 50
2. Visi dan Misi Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ... 50
3. Data Sarana dan Prasarana ... 52
4. Daftar Ekstrakurikuler ... 53
B.Hasil Penelitian ... 54
1. Kegiatan yang Dilaksanakan dalam Penerapan Nilai-Nilai Karakter Di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ... 54
2. Metode Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ... 67
3. Peran Kyai dalam Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ... 71
4. Kendala yang Dihadapi dalam Penerapan Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ... 74
C.Pembahasan ... 77
1. Kegiatan yang Dilaksanakan dalam Penerapan Nilai-Nilai Karakter Di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ... 78
(12)
xii
2. Metode Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul
Kahfi Semarang ... 86
3. Peran Kyai dalam Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ... 91
4. Kendala yang Dihadapi dalam Penerapan Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ... 93
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 96
A. Simpulan ... 96
B. Saran ... 97
DAFTAR PUSTAKA ... 99 LAMPIRAN-LAMPIRAN
(13)
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir ... 38 Bagan 3.1 Bagan Analisis Data Kualitatif ... 49
(14)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Gedung Pondok Pesantren ... 51
Gambar 4.2 Pengajian Putri ... 56
Gambar 4.3 Pengajian Putra ... 57
Gambar 4.4 Pengajian Putra-Putri ... 57
Gambar 4.5 Sholat Tarawih Berjamaah ... 58
Gambar 4.6 Kegiatan Olahraga Santri ... 60
Gambar 4.7 Pembelajaran Sekolah ... 62
Gambar 4.8 Ekstrakurikuler Rebana Modern ... 64
Gambar 4.9 Ekstrakurikuler Bela Diri/Silat ... 65
Gambar 4.10 Ekstrakurikuler Kepramukaan ... 65
Gambar 4.11 Penyiaran Radio ... 66
Gambar 4.12 Pertemuan Tahunan Wali Santri ... 70
(15)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 3 Instrumen Penelitian Lampiran 4 Pedoman Observasi Lampiran 5 Pedoman Wawancara Lampiran 6 Hasil Observasi Lampiran 7 Hasil Wawancara
Lampiran 8 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Lampiran 9 Daftar Informan
Lampiran 10 Jadwal Kegiatan Harian Santri Tahun 2014/2015 Lampiran 11 Jadwal Madrasah MISHM 3 Putra Tahun 2014/2015 Lampiran 12 Jadwal Madrasah MISHM 3 Putri Tahun 2014/2015 Lampiran 13 Jadwal Piket Harian ISPA Putri Tahun 2014/2015 Lampiran 14 Jadwal Binadhor Aula Putri Tahun 2014/2015 Lampiran 15 Jadwal Binadhor Mushola Utara Tahun 2014/2015 Lampiran 16 Jadwal Binadhor Mushola Selatan Tahun 2014/2015
(16)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas pulau besar dan kecil yang berjumlah sekitar 17.500 pulau. Penduduk Indonesia berdasarkan pada sensus penduduk tahun 2010 berjumlah lebih dari 237 juta jiwa. Setiap penduduk memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda. Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas (2011) mengungkapkan fenomena keseharian menunjukkan perilaku masyarakat belum sejalan dengan karakter bangsa yang dijiwai oleh falsafah Pancasila (religius, humanis, nasionalis, demokratis, keadilan dan kesejahteraan rakyat). Berbagai perilaku menyimpang masyarakat terjadi dalam kehidupan sehari-hari seperti penggunaan obat terlarang, pelecehan seksual, sikap agresif, tawuran, bullying, kemerosotan toleransi umat beragama dan lain-lain. Selain itu, pemberitaan di televisipun menyuguhkan tayangan tentang tindakan amoral di kalangan pelajar, seperti pemerkosaan yang korban dan pelakunya siswa sekolah, pencurian, perampokan, serta geng motor yang berakhir dengan perkelahian dengan senjata tajam.
Lickona (1992:20-31) menuturkan bahwa terdapat 10 tanda-tanda sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran, yaitu; (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja; (2) membudayanya ketidakjujuran; (3) sikap fanatik terhadap kelompok/peer group; (4) rendahnya rasa hormat kepada orang tua & guru; (5) semakin kaburnya moral baik & buruk; (6) penggunaan bahasa yang memburuk;
(17)
(7) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol, & seks bebas; (8) rendahnya rasa tanggung jawab sebagai individu & sebagai warga negara; (9) menurunnya etos kerja & adanya rasa saling curiga; (10) kurangnya kepedulian di antara sesama. Oleh karena itu, Indonesia gencar menggelorakan pembangunan karakter dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pembangunan karakter dilatarbelakangi dari cita-cita luhur pendiri bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Berbagai usaha dilakukan pemerintah untuk menanamkan karakter pada diri masyarakat. Salah satu strateginya adalah melalui pendidikan. Sasarannya yakni mulai dari anak usia dini hingga orang dewasa. Tujuan pendidikan tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi untuk meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, serta menyiapkan para murid diajar mengenai etika agama di atas etika-etika yang lain (Dhofier, 2011:45).
Memiliki karakter yang baik adalah tidak secara otomatis dimiliki setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan. Dalam istilah bahasa Arab karakter ini mirip dengan akhlak (akar kata khuluk), yaitu menggambarkan bahwa akhlak adalah tingkah laku seseorang yang berasal dari hati yang baik (Megawangi, 2009:5). Megawangi (2004:102) menuturkan bahwa terdapat sembilan pilar karakter yang penting ditanamkan pada anak. Pilar-pilar tersebut antara lain; (1) cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya; (2) tanggungjawab, kedisiplinan, dan kemandirian; (3)
(18)
kejujuran; (4) hormat dan santun; (5) kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama; (6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; (7) keadilan dan kepemimpinan; (8) baik dan rendah hati; dan (9) toleransi, cinta damai, dan persatuan. Dalam mewujudkan pengembangan karakter tersebut pemerintah mulai meningkatkan mutu dan kualitas diri masyarakat itu sendiri melalui pendidikan karakter.
Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat berperilaku dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-anak adalah nilai universal, yang mana seluruh agama, tradisi, dan budaya pasti menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai universal ini harus dapat menjadi perekat bagi seluruh anggota masyarakat walaupun berbeda latar belakang budaya, suku, dan agama (Megawangi, 2004:95). Oleh karena itu, pendidikan karakter bukan hanya sekadar mengajarkan tentang mana yang benar dan mana yang salah. Pendidikan karakter menanamkan suatu kebiasaan tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi mengerti dan memahami tentang mana yang baik dan yang buruk, serta mampu merasakan nilai-nilai yang baik dan akan terbiasa melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Tidak terlepas dari hal tersebut, peran sekolah sebagai communities of character dalam pendidikan karakter sangat penting. Sekolah mengembangkan proses pendidikan karakter melalui proses pembelajaran, pembiasaan, kegiatan ekstrakurikuler serta bekerjasama dengan keluarga dan masyarakat dalam pengembangannya. Sekolah
(19)
menjadi jembatan penghubung pendidikan karakter di satuan pendidikan dengan keluarga dan masyarakat melalui kontekstualisasi nilai kehidupan sehari-hari siswa dalam pembelajaran, serta pemberdayaan lembaga komite sekolah sebagai wahana partisipasi orangtua dan masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan karakter. Di satu sisi, untuk membentuk kepribadian yang baik pada diri siswa, sekolah formal saja tidaklah cukup. Sekolah tidak dapat mengontrol kehidupan pergaulan mereka baik dengan teman sebaya ataupun dalam kehidupan bermasyarakat. Terdapat solusi alternatif untuk membentuk kepribadian siswa secara lebih maksimal yaitu melalui pondok pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral agama sebagai pedoman hidup dalam bermasyarakat sehari-hari (Mastuhu, 1994:6). Pada umumnya pondok pesantren memiliki asrama sebagai tempat tinggal siswa sehingga siswa dapat lebih mengembangkan kepribadiannya terutama dalam meningkatkan pengetahuan tentang moral dengan kontrol dan pengawasan dari guru dan kyai.
Pondok Pesantren Askhabul Kahfi merupakan pondok pesantren salaf (salafiyah) modern di Kota Semarang dan terpadu dengan pendidikan sekolah. Pondok Pesantren Askhabul Kahfi terletak di sebuah desa di Jalan Cangkiran-Gunungpati. Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang merupakan salah satu lembaga pendidikan yang menanamkan nilai-nilai religius, karakter keagamaan, konteks mendidik dan mencegah hal-hal negatif yang terjadi seiring berkembangnya zaman. Oleh sebab itu, Pondok Pesantren Askhabul Kahfi menjadi salah satu solusi untuk mengembangkan kepribadian siswa diusia remaja
(20)
tersebut. Pondok Pesantren Askhabul Kahfi merupakan lembaga pendidikan yang di dalamnya mengutamakan pembentukan kepribadian dan sikap mental. Dalam pembelajaran akademik santri diajarkan untuk disiplin dan patuh pada aturan, sedangkan dalam kegiatan non-akademik santri dibentuk kepribadiannya dalam berbagai kegiatan seperti kegiatan ekstrakurikuler, memasak dan mengaji. Setiap kegiatan santri dengan bimbingan dewan guru dijadikan sebagai sarana menumbuhkan jiwa mandiri, disiplin, toleransi, bertanggungjawab, dan sebagainya. Dengan demikian, setiap kegiatan santri menjadi sarana strategis kondusif untuk menanamkan nilai filsafat dan hidup yang terpancang dalam jiwa meliputi keikhlasan, kesederhanaan, berdikari ukhuwah islamiyah dan jiwa kebebasan yang mengacu pada nilai kehidupan islami dengan disiplin dan tanggungjawab sebagai alatnya.
Berdasarkan uraian diatas, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul: ”PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN ASKHABUL KAHFI SEMARANG”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apa saja kegiatan yang dilaksanakan dalam penerapan nilai-nilai karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang?
2. Bagaimana metode pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang?
(21)
3. Bagaimana peran kyai dalam pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang?
4. Apa saja kendala yang dihadapi dalam penerapan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kegiatan yang dilaksanakan dalam penerapan nilai-nilai karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang.
2. Untuk mengetahui metode pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang.
3. Untuk mengetahui peran kyai dalam pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang.
4. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam penerapan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, diantaranya:
(22)
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian yang selanjutnya secara lebih luas dan lebih mendalam tentang pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wawasan dan masukan bagi santri dalam meningkatkan pendidikan karakter yang diterapkan Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang.
b. Manfaat penelitian ini bagi pondok pesantren adalah menambah dan memperbaiki kualitas yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan karakter di dalam pondok pesantren.
F. BATASAN ISTILAH
Untuk menghindari agar tidak terjadi salah pengertian dalam mengartikan dan menafsirkan skripsi ini, maka penulis merasa perlu membuat batasan yang mempelajari dan mempertegas istilah yang digunakan tersebut, yaitu:
1. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter didefinisikan sebagai setiap program lembaga sekolah, dirancang dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga masyakarat lainnya, untuk membentuk secara langsung dan secara sistematis perilaku kaum muda dengan mempengaruhi secara jelas nilai-nilai non-relativistik yang diyakini secara langsung menghasilkan perilaku tersebut (Anne Lockwood dalam Nucci dan Narvaez, 2014:131).
(23)
2. Pondok Pesantren
Pondok pesantren adalah suatu Lembaga Pendidikan Agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kampus) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang Kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatis serta independen dalam segala hal (Arifin, 2003:229).
3. Kyai
Pengertian kyai adalah hierarki kekuasaan satu-satunya yang ditegakkan di atas kewibawaan moral sebagai penyelamat para santri dari kemungkinan melangkah ke arah kesesatan, kekuasaan ini memiliki perwatakan absolut sehingga santri senantiasa terikat dengan kyainya seumur hidupnya, minimal sebagai sumber inspirasi dan sebagai penunjang moral dalam kehidupan pribadinya (Wahid, 2001:6-7).
(24)
9 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerjasama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara, dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan (Khan, 2010:1). Sedangkan menurut Thomas Lickona, pendidikan karakter merupakan suatu ikhtiar yang secara sengaja untuk membuat seseorang memahami, peduli dan akan bertindak atas dasar nilai-nilai yang etis. Pendidikan karakter merupakan pendidikan budi pekerti plus yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action) (Lickona, 2012:82). Lickona menyatakan bahwa karakter berkaitan dengan pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling) dan tindakan moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen tersebut dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan melakukan perbuatan kebaikan. Dengan kata lain, komponen-komponen moral tersebut akan membentuk karakter yang baik, tangguh serta unggul.
Pendapat lain dikemukakan oleh Anne Lockwood (dalam Nucci dan Narvaez, 2014:131) yang mengembangkan definisi „sementara‟ tentang pendidikan karakter. Ia mendefinisikan tentang pendidikan karakter sebagai
(25)
kegiatan berbasis sekolah yang bertujuan untuk secara sistematis membentuk perilaku siswa sebagaimana ia mengatakan: “Pendidikan karakter didefinisikan sebagai setiap program lembaga sekolah, dirancang dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga masyakarat lainnya, untuk membentuk secara langsung dan secara sistematis perilaku kaum muda dengan mempengaruhi secara jelas nilai-nilai non-relativistik yang diyakini secara langsung menghasilkan perilaku tersebut”. Ia merinci tiga proposisi utama: pertama, tujuan pendidikan moral dapat dikejar, bukan hanya diserahkan kepada kurikulum tersembunyi yang tidak terkendali dan bahwa tujuan tersebut harus memiliki dukungan dan konsensus publik pada tingkat yang wajar; kedua, tujuan perilaku adalah bagian dari pendidikan karakter; ketiga, perilaku antisosial pada pihak anak adalah akibat dari tidak adanya nilai-nilai yang mana di sini terdapat anggapan hubungan nilai dengan perilaku.
Larry P. Nucci menambahkan proposisi keempat, bahwa banyak pendidik karakter tidak hanya berusaha untuk mengubah perilaku, tetapi benar-benar berusaha untuk menghasilkan jenis karakter tertentu, untuk membantu membentuknya dalam berbagai cara. Penggunaan istilah „bentuk‟ dan „pembentukan‟ di sini tidak dipahami secara pasif, melainkan sebagai partisipasi aktif dan sadar individu dalam membentuk diri mereka sendiri. Pendidikan karakter menumbuhkan harapan dapat menjadi dapat menjadi pribadi seperti apa seseorang bukannya seperti apa mereka sekarang. Pendidikan karakter tidak sama dengan pengendalian perilaku, disiplin, pelatihan, atau indoktrinasi, melainkan jauh lebih luas lingkupnya dan memiliki tujuan yang jauh lebih ambisius.
(26)
Meskipun karakter yang baik dan perilaku yang baik adalah sama (Nucci dan Narvaez, 2014:131-132).
Karakter merupakan hal yang penting untuk membangun sumber daya manusia (SDM) yang kuat, maka perlunya pendidikan karakter harus dilakukan dengan tepat dan dapat dikatakan bahwa pembentukan karakter tidak bisa dipisahkan dari kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan kepedulian dari berbagai pihak baik oleh pemerintah, sekolah, masyarakat, maupun keluarga (Hidayatullah, 2010:2-3). Russel Williams (dalam Q-Anees dan Hambali, 2008:99) menggambarkan bahwa karakter adalah ibarat “otot”, dimana “otot-otot” karakter akan menjadi lembek apabila tidak pernah dilatih, dan akan kuat dan kokoh apabila sering dipakai. Sama halnya dengan seorang binaragawan yang terus-menerus berlatih membentuk ototnya, “otot-otot” karakter akan terbentuk dengan praktik latihan yang akhirnya akan menjadi sebuah kebiasaan.
Pendidikan karakter memiliki sifat dua arah, dimana arahannya adalah setiap manusia mampu memiliki ketajaman intelektual dan integritas diri sebagai pribadi yang memiliki karakter kuat (Koesoema, 2007:112). Kilpatrick dan Lickona sebagai pencetus utama pendidikan karakter percaya adanya keberadaan moral absolut yang perlu diajarkan kepada generasi muda agar paham betul mana yang baik dan benar. Kilpatrick dan Lickona menyadari bahwa sesungguhnya terdapat nilai moral universal yang bersifat absolut yang bersumber dari agama-agama di dunia, yang disebutnya sebagai “the golden rule”, seperti berkata jujur, menolong orang, hormat orang tua dan bertanggungjawab.
(27)
2. Nilai Pendidikan Karakter
Dirjen Dikdasmen Kemendiknas (dalam Mahbubi, 2012:44-48) mengungkapkan bahwa berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, hukum, etika akademik dan prinsip-prinsip HAM telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai utama, antara lain;
a) Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan 1) Religius
Pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai Ketuhanan.
b) Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri 1) Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. 2) Bertanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk merealisasikan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri dan masyarakat.
3) Bergaya hidup sehat
Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
(28)
4) Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5) Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6) Percaya diri
Sikap yakin akan potensi diri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.
7) Berjiwa wirausaha
Sikap dan perilaku mandiri dan pandai mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya serta mengatur permodalan operasinya. 8) Berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif
Berpikir dan melakukan sesuatu secara logis untuk menghasilkan cara baru dari apa yang telah dimiliki.
9) Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
10) Ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih dalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.
(29)
11) Cinta ilmu
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
c) Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama 1) Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
Sikap tahu dan mengerti serta merealisasikan apa yang menjadi milik atau hak diri sendiri dan orang lain serta tugas dan kewajiban diri sendiri serta orang lain.
2) Patuh pada norma sosial
Sikap menurut dan taat terhadap aturan yang berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.
3) Menghargai karya dan prestasi orang lain
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
4) Santun
Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.
5) Demokratis
Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
(30)
d) Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan 1) Peduli sosial dan lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekitarnya, dan mengembangkan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
e) Nilai kebangsaan 1) Nasionalis
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, kultur, ekonomi dan politik bangsanya.
2) Menghargai keberagaman
Sikap memberikan rasa hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, kultur, suku dan agama.
Pendapat lain diungkapkan oleh Indonesia Heritage Foundation (dalam Megawangi, 2004:95) yang menyatakan bahwa terdapat sembilan nilai-nilai karakter yang penting ditanamkan pada anak, antara lain:
a. Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya (love Allah, trust, reverence, loyalty). b. Tanggungjawab, kedisiplinan, dan kemandirian (responsibility, excellence,
self reliance, discipline, orderliness).
c. Kejujuran/amanah, bijaksana (trustworthiness, reliability, honesty). d. Hormat dan santun (respect, courtesy, obedience).
(31)
e. Kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama (love, compassion, caring, empathy, generousity, moderation, cooperation).
f. Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah (confidence, assertiveness, creativity, resourcarefulness, courage, determination and enthusiasm).
g. Keadilan dan kepemimpinan (justice, fairness, mercy, leadership). h. Baik dan rendah hati (kindness, friendliness, humility, modesty).
i. Toleransi, cinta damai, dan persatuan (tolerance, flexibility, peacefulness, unity).
3. Metode Pendidikan Karaker
Metode berasal dari bahasa Latin “meta” yang berarti melalui, dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Sedangkan dalam bahasa Arab metode disebut “tariqah” yang artinya jalan, cara sistem, atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Metode menurut istilahnya ialah suatu sistem atau cara yang mengatur suatu cita-cita atau tujuan (Wiyani, 2013:38). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa metode pendidikan karakter adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan dalam pembentukan karakter. Pendidikan karakter di sekolah lebih banyak berurusan dengan penanaman nilai. Dengan adanya metode pendidikan karakter maka pendidikan karakter dapat dilaksanakan secara integral dan utuh, sehingga tujuan pendidikan karakter akan semakin terarah dan efektif (Wiyani, 2013:38).
(32)
Metode yang digunakan untuk pendidikan anak harus dapat mengoptimalkan kemampuan anak. Proses pendidikan anak juga harus disesuaikan dengan tingkat usia anak, dari mulai perkembangan awal anak sampai dewasa. Dalam proses pendidikan, kesalahan pendidikan anak usia awal akan berdampak negatif terhadap perkembangan anak di masa yang akan datang. Untuk memperoleh kualifikasi metode yang tepat guna, pemilihan metode harus didasarkan pada karakteristik anak yang sesuai dengan periodesasi anak itu. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pendidikan karakter khususnya pendidikan yang mengutamakan karakter pribadi muslim maka diperlukan metode yang mampu membentuk pribadi anak menjadi manusia yang cerdas secara spiritual, cerdas secara emosional dan sosial, cerdas secara intelektual, cerdas secara kinestetik, baik dan bermoral, menjadi warga negara dan masyarakat yang baik serta bertanggungjawab (Adisusilo, 2012:132).
Pada dasarnya, pendidikan karakter berkaitan dengan pendidikan moral. Terdapat pertimbangan model bagi pendidikan moral dalam arti mengembangkan pemahaman moral pada siswa. Model yang didasarkan pada etika kepedulian terdiri dari empat komponen, yaitu:
a. Keteladanan
Hampir semua pendekatan pada pendidikan moral menyadari pentingnya keteladanan. Jika kita ingin mengajarkan kaum muda untuk menjadi orang yang bemoral, kita harus menunjukkan perilaku yang bermoral pada mereka. Dari perspektif kepedulian, kita harus menunjukkan kepada mereka apa artinya peduli.
(33)
b. Dialog
Dialog adalah unsur yang paling mendasar dari pendidikan moral dari perspektif kepedulian. Semua bentuk pendidikan moral menggunakan jenis pembicaraan seperti ini biasanya pernyataan pengetahuan, perintah, kekesalan, pujian, peringatan, nasehat. Tetapi dialog melibatkan pencarian pemahaman secara bersama-sama.
c. Praktik
Kita belajar untuk peduli, pertama dengan menjadi orang yang diperhatikan. Kita mengamati ketika kepedulian dicontohkan, dan kita menjelajahi kehidupan moral melalui dialog. Kemudian kita membutuhkan kesempatan untuk memperaktikkan kepedulian.
d. Konfirmasi
Konfirmasi mengacu pada tindakan sadar pemberi perhatian berupa menyetujui atau meyakinkan hal-hal yang secara moral paling baik pada orang lain. Dalam tindakan konfirmasi, kita membangun motivasi terbaik yang mungkin pada orang yang diperhatikan yang sesuai dengan kenyataan (Nucci dan Narvaez, 2014:246-252).
Pendidikan yang mengakarkan pada konteks sekolah akan mampu menjiwai dan mengarahkan sekolah pada penghayatan pendidikan karakter yang realistis, konsisten, dan integral. Terdapat beberapa unsur yang dapat dipertimbangkan, antara lain:
(34)
a. Mengajarkan
Untuk dapat melakukan yang baik, adil dan bernilai harus mengetahui dengan jernih apa yang dinamakan kebaikan, keadilan dan nilai. Pendidikan yang mengandalkan pendidikan karakter akan dapat mengantarkan pada nilai-nilai perilaku yang bisa dikembangkan dalam mengembangkan karakter pribadinya.
b. Keteladanan
Keteladanan menjadi hal klasik bagi berhasilnya tujuan pendidikan karakter, anak akan belajar dari apa yang dilihat. Kata-kata yang disampaikan kepada anak akan mampu menggerakkan, tetapi keteladanan menjadi metode dalam pendidikan karater yang menarik hati.
c. Menentukan prioritas
Pendidikan memiliki prioritas dan tuntutan dasar akan karakter yang ingin diterapkan, demikian pula dalam penggunaan metode sebagai sarana efektif tercapainya tujuan. Dengan adanya pemilihan dan prioritas yang jelas, akan didapat proses evaluasi atas keberhasilan pendidikan karakter. Hal ini ditandai dengan terlihatnya kemajuan dan kemunduran dalam perilaku anak. d. Praksis prioritas
Praksis prioritas merupakan unsur lain yang sangat penting bagi pendidikan karakter adalah bukti dilaksanakannya prioritas nilai pendidikan karakter tersebut.
(35)
e. Refleksi
Refleksi merupakan kemampuan sadar khas manusiawi melalui kemampuan ini, manusia mampu mengatasi diri dan meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih baik. Jadi, setelah tindakan dan praksis pendidikan karakter terjadi, perlu diadakan semacam pendalaman, refleksi, untuk melihat sejauh mana lembaga pendidikan telah berhasil atau gagal dalam melaksanakan pendidikan karakter (Koesoema, 2007:212-217).
Megawangi (dalam Wiyani, 2013:44) mengatakan perlu adanya metode 4M dalam pendidikan karakter, yaitu mengetahui, mencintai, menginginkan dan mengerjakan kebaikan (knowing the good, loving the good, desiring the good, and acting the good) secara stimulan dan berkesinambungan. Metode pendidikan karakter ini menunjukkan bahwa karakter adalah sesuatu yang dikerjakan berdasarkan kesadaran yang utuh, yaitu sesuatu yang diketahui secara sadar, mencintainya dan diinginkannya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pendidikan karakter yang dicetuskan oleh Koesoema tidak jauh berbeda dengan pendapat Nucci dan Narvaez. Keduanya mencetuskan dua unsur yang sama dalam metode pendidikan karakter yakni keteladanan dan konfirmasi. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keteladanan dan konfirmasi merupakan aspek penting dalam metode pendidikan karakter, dimana kedua unsur tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan pendidikan karater.
(36)
4. Bentuk Pendidikan Karakter
Karakter adalah istilah inklusif bagi individu sebagai totalitas, sehingga bagi banyak pendidik pendidikan karakter memiliki lebih banyak hubungan dengan pembentukan dan perubahan seseorang yang meliputi pendidikan di sekolah, keluarga, dan melalui partisipasi seseorang dalam jaringan sosial masyarakat (Nucci dan Narvaez, 2014:132). Perlu ditekankan bahwa hanya sebagian kecil orang di Amerika atau Inggris menganggap sekolah tempat paling penting untuk pendidikan karakter, sekalipun ia tetap lembaga publik utama untuk pendidikan moral formal anak-anak. Media massa, komunitas agama, budaya pemuda, kelompok sebaya, organisasi sukarela, dan terutama orangtua dan saudara memberi pengaruh signifikan pada pendidikan karakter (Nucci dan Narvaez, 2014:130-131).
Mansur Munir berpendapat bahwa terdapat 3 bentuk desain dalam pemrograman pendidikan karakter yang efektif dan utuh, antara lain:
a. Berbasis sekolah
Desain ini berbasis pada relasi guru sebagai pendidik dan murid sebagai pembelajar. Yang dimaksud dengan relasi guru pembelajar ialah bukan menolong, melainkan dialog dengan banyak arah sebab komunitas kelas terdiri dari guru dan murid yang saling berinteraksi dengan media materi. b. Berbasis kultur sekolah
Desain ini mencoba membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter murid dengan bantuan pranata sekolah agar nilai itu terbentuk dalam diri murid. Misalnya untuk menanamkan nilai kejujuran tidak hanya
(37)
memberikan pesan moral, namun ditambah dengan peraturan tegas serta sanksi bagi pelaku ketidakjujuran.
c. Berbasis komunitas
Dalam mendidik, komunitas sekolah tidak berjuang sendirian. Keluarga, masyarakat dan negara juga memiliki tanggungjawab moral untuk mengintegrasikan pendidikan karakter di luar sekolah (Mahbubi, 2012:49).
Pendapat lain diungkapkan oleh Yahya Khan tentang bentuk pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang dapat dilaksanakan dalam proses pendidikan terbagi atas empat bentuk, antara lain:
a. Pendidikan karakter berbasis nilai religius yaitu pendidikan karakter yang berlandaskan kebenaran wahyu (konversi moral).
b. Pendidikan karakter berbasis nilai kultur yang berupa budi pekerti pancasila, apresiasi, sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa. c. Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konversi lingkungan).
d. Pendidikan karakter berbasis potensi diri yaitu sikap pribadi, hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konversi humanis). Proses aktivitas ini dilakukan dengan segala upaya secara sadar dan terencana, untuk mengarahkan murid agar mereka mampu mengatasi diri melalui kebebasan dan penalaran serta mampu mengembangkan segala potensi diri (Mahbubi, 2012:48).
Berdasarkan pendapat dari Yahya Khan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter yang diterapkan di pondok pesantren merupakan bentuk pendidikan karakter yang berbasis nilai religius (konversi moral) serta berbasis
(38)
potensi diri (konversi humanis), dimana para peserta didik atau santri tidak hanya diajarkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan karakter dalam Islam tetapi juga meningkatkan kualitas pendidikan karakter secara lebih luas.
5. Penilaian Pendidikan Karakter
Penilaian pendidikan karakter pada hakikatnya adalah evaluasi atas proses pembelajaran secara terus menerus dari individu untuk menghayati peran dan kebebasannya bersama dengan orang lain dalam sebuah lingkungan sekolah demi pertumbuhan integritas moralnya sebagai manusia. Penilaian pendidikan karakter berkaitan erat dengan adanya unsur pemahaman, motivasi, kehendak, dan praksis dari individu (Koesoema, 2010:281).
Penilaian terhadap pendidikan karakter juga dapat dilakukan terhadap kinerja pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik. Kinerja pendidik atau tenaga kependidikan dapat dilihat dari berbagai hal terkait dengan berbagai aturan yang melekat pada diri pegawai, antara lain;
a. Hasil kerja; kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu penyelesaian kerja, kesesuaian dengan prosedur.
b. Komitmen kerja; inisiatif, kualitas kehadiran, kontribusi terhadap keberhasilan kerja, kesediaan melaksanakan tugas dari pimpinan.
c. Hubungan kerja; kerja sama, integritas, pengendalian diri, kemampuan mengarahkan, dan memberikan inspirasi bagi orang lain (Mahbubi, 2012:127).
(39)
Selain penilaian untuk pendidik dan tenaga kependidikan, penilaian pencapaian nilai-nilai budaya dan karakter juga dapat ditujukan kepada murid yang didasarkan pada beberapa indikator (Mahbubi, 2012:128). Koesoema menuturkan beberapa bahan penilaian pendidikan karakter apakah pendidikan karakter yang diterapkan di dalam lingkungan sekolah itu telah berhasil atau tidak, antara lain;
a. Kuantitas kehadiran individu di dalam lembaga pendidikan, bisa menjadi salah satu kriteria objektif untuk menentukan apakah sekolah itu telah membantu mengembangkan individu di dalam lingkungan sekolah sebagai pribadi yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tugas-tugasnya, dan terhadap orang lain
b. Penilaian pendidikan karakter bisa juga dilihat dari jumlah siswa yang secara tepat waktu menyerahkan tugas yang diembankan kepadanya.
c. Jika pendidikan karakter itu diterapkan di dalam lingkungan sekolah, di mana sekolah mencoba menanamkan nilai kerja sama, rasa saling menghormati satu sama lain, menghargai perbedaan, fenomena tawuran pelajar, kekerasan dan tindak kejahatan bisa menjadi salah satu indikasi keberhasilan pendidikan karakter di sekolah.
d. Tawuran pelajar bisa disembuhkan dengan memberikan sebanyak mungkin program kerja sama antar sekolah sehingga dampak tawuran pelajar itu dapat diminimalisir.
(40)
e. Jika sekolah mengalami persoalan dalam keterlibatan anak-anak didik dalam jebakan narkoba, pendidikan karakter yang berhasil akan menurunkan jumlah mereka yang terlibat dalam narkoba.
f. Prestasi akademis siswa bisa dilihat dari keberhasilan mereka dalam menguasai materi dari mata pelajaran yang mesti mereka kuasai. Penilaian pendidikan karakter bisa dilihat berapa jumlah mereka yang tinggal kelas dan yang naik kelas.
g. Tidak dihargainya nilai kerja keras dan kejujuran tampil dalam fenomena mencontek yang telah membudaya. Untuk ini, kriteria sejauh mana para siswa itu telah mempraktikkan nilai-nilai kejujuran dapat dilihat melalui data-data tentang jumlah anak yang ketahuan mencontek (Koesoema, 2010:285-288).
B. Pendidikan di Pondok Pesantren 1. Pengertian Pondok Pesantren
Sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok berasal dari pengertian asrama-asrama para santri atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau berasal dari kata Arab, funduq, yang artinya hotel atau asrama. Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. Profesor Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedangkan C.C. Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab
(41)
suci Agama Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. Dari asal-usul kata santri pula banyak sarjana berpendapat bahwa lembaga pesantren pada dasarnya adalah lembaga pendidikan keagamaan bangsa Indonesia pada masa menganut agama Hindu Buddha yang bernama “mandala” yang diislamkan oleh para kyai (Dhofier, 2011:41).
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral agama sebagai pedoman hidup dalam bermasyarakat sehari-hari (Mastuhu dalam Hasbullah, 1999:40). Sedangkan menurut Arifin (2003:229), pondok pesantren adalah suatu Lembaga Pendidikan Agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kampus) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatis serta independen dalam segala hal. Pengertian pesantren yang populer pada saat ini yaitu bahwa pesantren atau pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bertujuan untuk mendalami ilmu agama Islam, dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian, atau disebut tafaqquh fi addin, dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat.
Pondok pesantren memiliki 5 unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu pondok, masjid, kitab-kitab, santri dan kyai. Selain kelima unsur tersebut, pada umumnya pondok pesantren memiliki prinsip-prinsip yang berlaku pada
(42)
penyelenggaraan pendidikan. Mastuhu (dalam Tafsir, 1992:201-202) menuturkan terdapat 8 prinsip yang berlaku pada pendidikan di pondok pesantren, antara lain sebagai berikut:
a. Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran islam
Yaitu peserta didik dibantu agar mampu memahami makna hidup, keberadaan, peranan, serta tanggungjawabnya dalam kehidupan di masyarakat.
b. Memiliki kebebasan yang terpimpin
Yaitu setiap manusia memiliki kebebasan dalam menetapkan aturan hidup tetapi dalam berbagai hal manusia menerima saja aturan yang datang dari Tuhan.
c. Berkemampuan mengatur diri sendiri
Yaitu di pesantren, santri mengatur sendiri kehidupannya menurut batasan yang diajarkan agama. Ada unsur kebebasan dan kemandirian disini. Masing-masing pesantren memiliki otonomi. Setiap pesantren mengatur kurikulumnya sendiri, mengatur kegiatan santrinya, tidak harus sama antara satu pesantren dengan pesantren yang lainnya.
d. Memiliki rasa kebersamaan yang tinggi
Yaitu dalam hal kewajiban individu harus menunaikan kewajiban terlebih dahulu sedangkan dalam hak, individu harus mementingkan kepentingan orang lain sebelum kepentingan diri sendiri. Kolektivisme ini ditanamkan melalui pembuatan tata tertib, baik tentang tata tertib belajar maupun kegiatan lainnya.
(43)
e. Menghormati orangtua dan guru
Yaitu tujuan ini dicapai antara lain melalui penegakan berbagai pranata di pesantren seperti mencium tangan guru, tidak membantah guru dan bertutur kata yang sopan.
f. Cinta kepada ilmu
Yaitu banyaknya hadist yang mengajarkan pentingnya menuntut ilmu dan menjaganya.
g. Mandiri
Yaitu sejak awal santri dilatih untuk mandiri. Mereka kebanyakan memasak, mengatur uang, mencuci pakaian sendiri dan lain-lain.
h. Kesederhanaan
Yaitu sikap memandang sesuatu, terutama materi secara wajar, proporsional dan fungsional.
Secara luas, kekuatan pendidikan Islam di Indonesia masih berada pada sistem pesantren. Posisi dominan yang dipegang oleh pesantren ini menghasilkan sejumlah besar ulama yang tinggi mutunya, dijiwai oleh semangat dan ketekunan dalam membimbing, menyebarluaskan dan memantapkan keimanan umat Islam melalui kegiatan pengajian umum yang digemari oleh masyarakat luas. Keberhasilan para pemimpin pesantren dalam melahirkan sejumlah besar ”ulama” yag berkualitas tinggi adalah karena metode pendidikan yang dikembangkan oleh para kyai berupa bimbingan pribadi yang menerapkan penguasaan kualitatif (Dhofier, 2011: 45).
(44)
2. Metode Pendidikan di Pondok Pesantren
Pengajian dasar di rumah, langgar dan masjid diberikan secara individual. Seorang murid mendatangi seorang guru yang membacakan beberapa baris Qur‟an atau kitab-kitab bahasa Arab dan menerjemahkannya ke dalam bahasa daerah masing-masing di seluruh wilayah Indonesia. Pada gilirannya, murid mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata persis seperti yang dilakukan oleh gurunya. Sistem individual dalam sistem pendidikan pesantren ini disebut sistem sorogan yang diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan Qur‟an (Dhofier, 2011:53-54).
Metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau seringkali juga disebut sistem weton. Dalam sistem ini sekelompok murid (antara 5 sampai 500 murid) mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan bahkan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Tentu ulasan dalam bahasa Arab buku-buku tingkat tinggi diberikan kepada kelompok mahasiswa senior yang diketahui oleh seorang guru besar dapat dipahami oleh para mahasiswa. Kelompok mahasiswa khusus ini disebut “kelas musyawarah” (kelompok seminar).
Setiap murid menyimak bukunya sendiri dan membuat catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Kelompok kelas sistem bandongan ini disebut halaqah yang arti bahasanya lingkaran murid, atau kelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seseorang guru. Semua pesantren tentu memberikan juga sistem sorogan tetapi hanya diberikan kepada santri-santri yang baru yang masih memerlukan bimbingan individual. Sistem
(45)
sorogan dalam pengajian ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan sistem pendidikan pesantren, sebab sistem sorogan menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi guru pembimbing dan murid (Dhofier 2011:54).
Kebanyakan pesantren, terutama pesantren-pesantren besar biasanya menyelenggarakan bermacam-macam halaqah (kelas bandongan), yang mengajarkan mulai dari kitab-kitab elementer sampai tingkatan tinggi, yang diselenggarakan setiap hari (kecuali hari Jumat), dari pagi-pagi buta setelah sembahyang subuh sampai larut malam. Selain itu ada pula sistem pengajaran kelas musyawarah. Dalam kelas musyawarah, sistem pengajarannya sangat berbeda dari sistem sorogan dan bandongan. Para siswa harus mempelajari sendiri kitab-kitab yang ditunjuk dan dirujuk. Kyai memimpin kelas musyawarah seperti dalam suatu seminar dan lebih banyak dalam bentuk tanya-jawab, biasanya hampir seluruhnya diselenggarakan dalam bahasa Arab, dan merupakan latihan bagi para siswa untuk menguji keterampilannya dalam menyadap sumber-sumber argumentasi dalam kitab-kitab klasik (Dhofier, 2011:56-57).
Setiap pondok pesantren dapat menggunakan metode pendidikan yang berbeda-beda, sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai serta kebijakan yang diterapkan di pondok pesantren tersebut. Namun alangkah lebih baik jika metode yang digunakan juga disesuaikan dengan tahap dan kemampuan peserta didik atau santri agar penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
(46)
3. Bentuk Pendidikan di Pondok Pesantren
Abuddin Nata (2001:120-121) menyatakan pendapatnya tentang pondok pesantren di mana bila dilihat dari segi komponen pranata membentuk suatu pondok pesantren, maka pondok pesantren ada lima jenis, yakni:
a. Pola pertama, ialah pesantren yang hanya terdiri dari masjid dan rumah kyai. Pesantren ini masih bersifat sederhana di mana kyai menggunakan masjid atau rumahnya sendiri untuk tempat mengajar.
b. Pola kedua, ialah pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok atau asrama. Dalam pola ini pesantren telah memiliki pondok atau asrama yang disediakan bagi para santri yang datang dari daerah lain.
c. Pola ketiga, ialah pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok, dan madrasah. Pesantren ini telah memakai sistem klasikal di mana santri mendapat pendidikan di madrasah.
d. Pola keempat, ialah pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok, madrasah dan tempat keterampilan. Pesantren pola ini di samping ada madrasah juga terdapat tempat-tempat untuk latihan keterampilan.
e. Pola kelima, ialah pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok pesantren, madrasah, tempat keterampilan, universitas, gedung pertemuan, tempat olahraga dan sekolah umum.
Berdasarkan pendapat Abuddin Nata di atas, maka pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan dapat menyelenggarakan pendidikan formal dan pendidikan non-formal yang secara khusus mengajarkan agama yang sangat kuat dengan dipengaruhi oleh pikiran-pikiran ulama (kyai). Tujuan pendidikan yang
(47)
hendak dicapai di pondok pesantren terpusat pada pendalaman ilmu-ilmu agama lewat pengajian kitab-kitab klasik dan sikap hidup beragama. Bentuk-bentuk pendidikan di pondok pesantren kini sangat bervariasi. Sedikitnya bentuk-bentuk pendidikan di pondok pesantren dapat diklasifikasikan menjadi 5 tipe, yakni a. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan
kurikulum nasional.
b. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional.
c. Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk maddin. d. Pesantren yang hanya sekadar menjadi tempat pengajian (majelis ta‟lim). e. Pesantren untuk asrama pelajar sekolah umum dan mahasiswa.
C. Peran Kyai dalam Pendidikan di Pondok Pesantren 1. Pengertian Kyai
Istilah kyai yang lekat dengan masalah agama Islam pada dasarnya bukan berasal dari bahasa Arab melainkan berasal dari bahasa Jawa. Zamakhsyari Dhofier (2011:93) berpendapat bahwa istilah kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda, yaitu:
a. Kyai dipakai sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat. Kyai Garuda Kencana dipakai untuk sebutan ”kereta emas” yang abadi di Keraton Yogyakarta.
(48)
b. Kyai dipakai sebagai gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
c. Kyai sebagai gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab klasik kepada para santrinya.
Berdasarkan ketiga pemakaian istilah tersebut, yang paling banyak dipakai oleh masyarakat adalah yang terakhir yaitu seseorang yang menjadi pimpinan pesantren. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Dr. Manfred Ziemek (1986:131), yang mengatakan bahwa pengertian kyai yang paling luas dalam Indonesia modern adalah pendiri dan pimpinan sebuah pesantren, yang sebagai muslim terpelajar telah membaktikan hidupnya demi Allah serta menyebarkan dan memperdalam ajaran-ajaran dan pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan. Kedudukan seorang kyai sebagai pimpinan sentral yang berkuasa penuh di dalam pesantren memiliki otoritas, wewenang yang menentukan semua aspek kegiatan pendidikan dan kehidupan agama atas tanggungjawabnya sendiri (Ziemek, 1986:138).
Abdurrahman Wahid (2001:6-7) mendefinisikan pengertian kyai sebagai hierarki kekuasaan satu-satunya yang ditegakkan di atas kewibawaan moral sebagai penyelamat para santri dari kemungkinan melangkah ke arah kesesatan, kekuasaan ini memiliki perwatakan absolut sehingga santri senantiasa terikat dengan kyainya seumur hidupnya, minimal sebagai sumber inspirasi dan sebagai penunjang moral dalam kehidupan pribadinya. Pada sisi lain, Horikoshi menguraikan bahwa istilah “ulama” dan “kyai” tak dapat dipisahkan dari “ahli
(49)
agama”. Kendati demikian, peran keduanya dapat dibedakan; ulama sebagai kepemimpinan “administratif”, sedangkan kyai sebagai kepemimpinan “simbolik”. Eksistensi kyai dalam pesantren merupakan “lambang kewahyuan” yang selalu disegani, dipatuhi dan dihormati secara ikhlas, jauh dari hipokrit. Para santri dan masyarakat sekitar selalu berusaha agar dapat dekat dengan para kyai/ulama untuk memperoleh “berkah” dari mereka. Tegasnya, kyai adalah tempat bertanya, sumber referensi, dan tempat meminta nasihat dan fatwa (Nata, 2001:143).
2. Peranan Kyai
Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang kyai sebagai kelompok elit dalam struktur sosial, politik, ekonomi dan lebih-lebih di kalangan kelompok agama Islam mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu:
a. Sebagai ulama
Kyai sebagai ulama artinya ia harus mengetahui, menguasai ilmu tentang agama Islam, kemudian menafsirkan ke dalam tatanan kehidupan masyarakat, menyampaikan dan memberi contoh dalam pengamalan dan memutuskan perkara yang dihadapi oleh masyarakat. Ulama adalah seseorang yang ahli dalam ilmu agama Islam dan ia mempunyai integritas kepribadian yang tinggi dan mulia, serta berakhlakul karimah dan ia sangat berpengaruh di tengah-tengah masyarakat.
(50)
b. Sebagai pengendali sosial
Para kyai khususnya di daerah Jawa merupakan kepemimpinan Islam yang dianggap paling dominan dan selama berabad-abad telah memainkan peranan yang menentukan dalam proses perkembangan sosial, kultur, dan politik. Berkat pengaruhnya yang besar di masyarakat, seorang kyai mampu membawa masyarakat ke mana ia kehendaki. Dengan demikian, seorang kyai mampu mengendalikan keadaan sosial masyarakat yang penuh dengan perkembangan dan perubahan zaman. Kyai mengendalikan masyarakat akibat dari perubahan yang terjadi dengan cara memberikan solusi yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah ajaran Islam.
c. Sebagai penggerak perjuangan
Kyai sebagai pimpinan tradisional di masyarakat sudah tidak diragukan lagi fungsinya sebagai penggerak perjuangan masyarakat setempat untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh masyarakatnya. Sejak zaman kolonial Belanda, para kyai sudah banyak yang memimpin rakyat untuk mengusir penjajah. Islam pada zaman penjajahan Belanda merupakan faktor nomor satu bagi kelompok-kelompok suku bangsa yang tinggal berpencar-pencar diberbagai kepulauan itu semua tidak lepas dari gerakan perjuangan para kyai (Dhofier, 2011:94-97).
Kewibawaan kyai dan kedalaman ilmunya adalah modal utama bagi berlangsungnya semua wewenang yang diajarkannya. Kyai juga dikenal sebagai tokoh kunci. Kata-kata dan keputusannya dipegang teguh oleh para santri dan
(51)
masyarakat. Meskipun demikian, kyai lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mendidik santri daripada hal-hal lainnya (Masdar, 1999:62-64).
Keberadaan kyai dalam lingkungan pesantren laksana jantung bagi kehidupan manusia. Intensitas kyai memperlihatkan perannya yang otoriter, disebabkan karena kyailah perintis, pendiri, pengelola, pengasuh, pemimpin, penanggungjawab, dan bahkan sebagai pemilik tunggal. Banyak pesantren yang mengalami kemunduran karena meninggalnya sang kyai, sementara ia tidak memiliki keturunan atau penerus untuk melanjutkan kepemimpinannya. Selain peranan-peranan tersebut, kyai juga memiliki peran penting dalam menjadikan pondok pesantren yang sesuai dengan fungsi pesantren itu sendiri, yakni sebagai transfer ilmu dan nilai agama seperti yang diterapkan oleh kebanyakan pondok pesantren pada umumnya.
D. KERANGKA BERPIKIR
Pendidikan karakter merupakan wadah pengembangan karakter dan kepribadian yang dapat dilaksanakan di mana saja, baik sekolah formal ataupun non-formal termasuk di pondok pesantren. Di pondok pesantren, pembentukan kepribadian yang baik dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kegiatan akademik ataupun kegiatan non-akademik. Sasaran utama dalam pendidikan karakter di pondok pesantren ialah peserta didik yang biasa disebut dengan santri.
(52)
Pelaksanaan pendidikan karakter di pondok pesantren terdiri dari beberapa komponen, yaitu media pendidikan karakter, materi pendidikan karakter, metode atau model pendidikan karakter dan evaluasi pendidikan karakter. Media pendidikan karakter pada pondok pesantren yakni sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan santri berbagai materi pendidikan karakter. Materi pendidikan karakter yang diteliti antara lain materi yang terkait dengan cinta kepada Tuhan, kemandirian dan tanggung jawab. Selain materi pendidikan, metode pendidikan yang digunakanpun bermacam-macam, yakni metode keteladanan, dialog, praktik dan konfirmasi. Sebagai bagian dalam metode konfirmasi, evaluasi juga harus dilaksanakan dalam pendidikan karakter guna mengetahui kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Keempat komponen tersebut berkaitan erat dalam meningkatkan keberhasilan pendidikan karakter di pondok pesantren. Pelaksanaan pendidikan karakter di pondok pesantren juga tidak terlepas dari peran kyai di dalam pondok pesantren, yakni sebagai tenaga pendidik, pengasuh dan sebagai ulama.
Pendidikan karakter di pondok pesantren diberikan kepada santri dengan tujuan dapat membentuk kepribadian santri mandiri, bertanggungjawab, dan taat pada ajaran Islam. Santri yang memiliki karakter-karakter tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan karakter di pondok pesantren berhasil dan berjalan dengan baik. Berdasarkan uraian diatas, maka disusunlah kerangka berfikir yang terkait dengan pendidikan karakter di pondok pesantren sebagai berikut:
(53)
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir Santri
Tujuannya membentuk kepribadian santri yang mandiri, bertanggungjawab, dan taat pada ajaran Islam
Evaluasi pendidikan karakter: - Kendala yang dihadapi Model pendidikan karakter: 1) Keteladanan 2) Dialog 3) Praktik 4) Konfirmasi Materi pendidikan karakter:
1) Cinta kepada Tuhan 2) Kemandirian 3) Tanggung jawab Media pendidikan karakter: - Lembaga pendidikan Pendidikan karakter di pondok pesantren
Kyai
1) Sebagai tenaga pendidik 2) Sebagai pengasuh 3) Sebagai ulama
(54)
39 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian memerlukan suatu cara pendekatan yang tepat untuk memperoleh data-data yang akurat. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu metodologi penelitian yang harus ada relevansi antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi (Moleong, 2009:6). Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2009:4) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahnya. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif, artinya data yang dianalisis bersifat deskriptif fenomena, tidak berupa angka-angka. Data kualitatif ialah data yang berbentuk kata, kalimat, skema dan gambar.
Penelitian kualitatif pengumpulan data tidak dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh fakta yang ditemukan pada saat penelitian di lapangan. Konsekuensinya, analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta yang ditemukan dan kemudian dapat dikontruksikan menjadi hipotesis atau teori (Rachman, 2011:149).
(55)
Alasan menggunakan metode ini adalah peneliti melihat kenyataan yang ada di lapangan, dengan melihat perilaku-perilaku yang diamati. Penelitian ini mencoba menjelaskan, menyelidiki, dan memahami pelaksanaan pendidikan karakter di pondok pesantren, metode pendidikan karakter di pondok pesantren, peran kyai dalam pendidikan karakter di pondok pesantren dan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan karakter di pondok pesantren.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang yang berlokasi di Jalan Cangkiran-Gunungpati km. 3 Polaman, Mijen, Kota Semarang dengan alasan pondok pesantren tersebut merupakan pondok pesantren salafiyah modern dan terpadu dengan pendidikan sekolah. Alasan menggunakan Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang karena merupakan salah satu lembaga pendidikan agama Islam yang mengajarkan pendidikan karakter kepada santri dalam kegiatan sehari-hari. Kegiatan di pondok pesantren tersebut mengutamakan pembentukan kepribadian dan sikap mental yang menjadi penunjang dalam pendidikan karakter santri.
C. Fokus Penelitian
Penentuan fokus dapat didasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh dari situasi sosial (lapangan) (Rachman, 2011:155). Fokus penelitian ini sangat membantu penelitian kualitatif dalam membuat keputusan
(56)
untuk membuang dan menyimpan informasi yang diperolehnya. Berdasarkan konsep diatas, maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah:
a. Penanaman nilai-nilai karakter a. Nilai pendidikan karakter
1) Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya 2) Kemandirian
3) Tanggung jawab
b. Metode pendidikan karakter 1) Keteladanan
2) Dialog 3) Praktik 4) Konfirmasi
c. Penilaian pendidikan karakter
1) Kuantitas kehadiran individu di dalam lembaga pendidikan
2) Jumlah siswa yang secara tepat waktu menyerahkan tugas yang diembankan kepadanya
3) Sekolah mencoba penanamkan nilai kerja sama, rasa saling menghormati satu sama lain, menghargai perbedaan, fenomena tawuran pelajar, kekerasan dan tindak kejahatan
4) Prestasi akademis siswa bisa dilihat dari keberhasilan mereka dalam menguasai materi dari mata pelajaran yang mesti mereka kuasai
5) Para siswa itu telah mempraktikkan nilai-nilai kejujuran dapat dilihat melalui data-data tentang jumlah anak yang ketahuan mencontek
(57)
b. Peran kyai dalam pendidikan karakter 1) Sebagai ulama
2) Sebagai pembimbing 3) Sebagai tenaga pendidik
c. Kendala pendidikan karakter di dalam kelembagaan, proses pembelajaran, santri dan kyai.
D. Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto, 2002:107). Sumber data dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber data primer
Sumber data yang utama dalam penelitian adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan berperan serta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya (Moleong, 2009:157).
Sumber data primer diperoleh peneliti melalui wawancara dengan informan. Informan adalah orang yang dimintai keterangan tentang suatu fakta atau pendapat melalui wawancara. Informan dalam penelitian ini adalah ustadz/ustadzah (pengajar) dan santri dengan jumlah sembilan orang, baik santri lama ataupun santri baru di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang. Dalam penelitian ini data primer yang digunakan adalah hasil observasi dan wawancara langsung dengan para informan.
(58)
b. Sumber data sekunder
Sumber di luar kata dan tindakan merupakan sumber selain sumber data primer. Sumber data, bahan tambahan yang berasal tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber arsip, dokumen pribadi, dokumen resmi (Moleong, 2009:159).
Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku literatur mengenai pendidikan karakter di pondok pesantren, arsip atau dokumen dari Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, dan dokumentasi kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter di pondok pesantren yang menunjang data penelitian.
E. Metode Pengumpulan Data 1. Metode observasi
Metode observasi ialah cara pengumpulan data melalui pengamatan dan catatan dengan sistematik tentang fenomena-fenomena yang diselidiki baik secara langsung maupun tidak langsung (Hadi dalam Mahbubi, 2012:9-10). Menurut Sutopo (dalam Suprayogo dan Tobroni, 2001:167) metode observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat, lokasi dan benda serta rekaman gambar. Teknik observasi sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik hendaknya dilakukan pada subyek yang secara aktif mereaksi terhadap obyek. Pada dasarnya, metode observasi digunakan untuk melihat dan mengamati perubahan fenomena-fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat
(59)
dilakukan perubahan atas penilaian tersebut bagi pelaksana observasi untuk melihat obyek moment tertentu, sehingga mampu memisahkan antara yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan (Margono, 2007:159).
Dalam penelitian ini, observasi dilaksanakan secara langsung saat proses pelaksanaan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang. Cara yang digunakan adalah dengan peneliti terjun langsung ke tempat lokasi penelitian untuk melakukan pengamatan langsung terhadap objek kajian penelitian guna memperoleh informasi mengenai nilai-nilai karakter yang terkandung dalam pendidikan karakter, metode pendidikan karakter yang digunakan, peran kyai di pondok pesantren, serta hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan karakter.
2. Metode wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, dimana dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut (Moleong, 2009:186). Ada beberapa kelebihan pengumpulan data melalui wawancara, diantaranya pewawancara dapat melakukan kontak langsung dengan terwawancara, data diperoleh secara mendalam, terwawancara dapat mengungkapkan isi hatinya secara lebih luas, dan pertanyaan yang tidak jelas dapat diulang dan diarahkan yang lebih bermakna (Sudijono, 1996:82).
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur atau terbuka, dimana para subjek mengetahui apa maksud
(60)
wawancara yang dilakukan. Hal ini agar sesuai dengan penelitian kualitatif yang biasanya berpandangan terbuka. Subjek wawancara dalam penelitian ini adalah ustadz (pengajar) dan para santri yang menetap di pondok pesantren. Wawancara dilakukan untuk menggali dan memperoleh informasi yang dibutuhkan peneliti, antara lain mengenai pelaksanaan pendidikan karakter, metode pendidikan karakter yang digunakan, peran kyai di pondok pesantren, serta hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan karakter.
3. Metode dokumentasi
Metode dokumentasi ialah metode pengumpulan data dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan permasalahan riset. Metode dokumentasi dapat digunakan sebagai bahan acuan dan data awal dalam melakukan wawancara dengan mengadakan penelusuran lebih jauh tentang fenomena yang terjadi dalam data yang ada melalui observasi dan wawancara sekaligus dapat dijadikan sebagai bahan pembanding dari informasi yang diperoleh dari observasi dan wawancara (Arikunto dalam Mahbubi, 2012:12).
Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengumpulan profil pondok pesantren, data-data santri, kegiatan santri di pondok pesantren, dan dokumentasi kegiatan selama pelaksanaan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang yang dianggap penting dan berhubungan dengan permasalahan penelitian.
(61)
F. Keabsahan Data
Penelitian kualitatif harus menggunakan kebenaran yang objektif. Oleh karena itu, keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting. Melalui keabsahan data, kredibilitas penelitian kualitatif dapat tercapai. Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemerikaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2009:330).
Dalam memenuhi keabsahan data penelitian ini menggunakan metode triangulasi sumber data. Sebagaimana dikemukakan Yin (dalam Suprayogo dan Tobroni, 2001:187), triangulasi sumber data dimaksudkan agar dalam pengumpulan data peneliti menggunakan multi sumber data, yakni dapat dilakukan dengan menggunakan sumber data seperti melalui informan, fenomena-fenomena yang terjadi, dan dokumen bila ada. Hal tersebut disesuaikan dengan metode penelitian yang menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Peneliti menggunakan metode wawancara dan observasi untuk mengecek kebenaran data. Selain itu, peneliti juga menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut.
G. Teknik Analisis Data
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan disertai uraian dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serat diuraikan dalam bentuk deskriptif. Menurut Patton (dalam
(1)
JADWAL BINADHOR AULA PUTRI TAHUN 2014/2015
Bu Mila Bu Mardiyah Bu Nurul Qo‟imah Bu Nurul M Naurah M. Vicky Fitrotun Nisa Laily Mar‟atus Iin Elva Andani Fadhilah Erose Kholifatus Saniah Niswatul Islamiyah Faridhatul M.
Putri Sisca Umi Khalifah Fina Zakiyatul Intan Apriyana Tika Nugrahaeni Arina Manasikana Oktavia Febri Rosi Nur R.
Dwi Nurul Laily Nadhifatul Ana Khabibatur R. Brilian Olinda Lita Fitri Via Azzahra Lailatun Nurul I Liana Yumna L. Fatkhul Ahyali Tiara Ramadhani Vina Avivatun
Fiqria M. Aulia Syifa Era Rismatika Fiki Nur Aini
Anisa Ekowati Sri Heni M. Elina H.
Afni Ike Siti Choiriyah Diyah Ayu
Nur Aisyah Furaidah Atha Vitta Emillya A. Anisa Dina N. Tasya Dwi A. Rima Putri W. Fidalia Afiani Pipit Amanda K. Selvia Dewi S. Faradisa R. Filsi Hasivah Indriyan Putri S.
Tara Ayu Siti Fatikhah Priyanti Afilia Lailatul Zahro Fatkiyatul A. Nabila Risqi Dwi Risma M. Indria Indira Larasati Naurah Fadhilatul Cici Yuni Alfiah Aulia Mubita
Yunita Ika Karima Nailul M. Indriana Widiastu Intan Evi Gita Puji L. Ika Ryan O. Dwi Putri Putri Zuniarti
Evi Nining
Desi Sulistyowati Chelsi Sabrina Putri Maulinda Fathikha Farha S. Ananda Tri R. F. Alifia Askania
Hania Amalia Syarifatus S. Ade Yudistiya Aliyatul
Devia Wahyu Deyanti
Ami Fitri Astuti Nailul Muna Manis Dwi Lestari Defi Hidayatan N.
(2)
JADWAL BINADHOR MUSHOLA UTARA
TAHUN 2014/2015Nurul L. Ninin Nailul Faza Khoir (SMK)
Della Setiana Syikania Wildan Aulia Rahmawati Putri Ghufroh R. Rudini Rindhi Lusi Oktaviani Nur Fadhilah Mia Novitasari
Ulfa Qurrotul Dwi Fadhila S. Fatima Devia N. Dewi Fortuna Istatik Dewi Julia F. Erwinda Wahyu Ria (SMP)
Kurniasih Livia Mufarokhah Nurohmah
Lailatul A. Linda Ayu A. Maulina Dwi A. Aulia Chindy
Safa‟atul K. Lusi Vontanela Maya Lailatul M. Siti Sarah
Shobahuz Zahro Sinta Fiyana Siti Nur Azizah Ulfa Dewi S.
Atul Ani Nisa‟ul Mia Uswatun Arfika Candra Nela Muna Indrian Putri S. Ulfa Dwi Santika Anju Ananta S. Azza Shoa Hoiriyah Eka Purwati Sekar Indah I. Febby Styaning Titis Asna Yusi Mistiasari Tuti Qorhotul A.
Siviyana Gita Shella Nidya A. Wina Alfiana N. Niviana Siti Maesaroh Siti Maeta Zulfa Nadhif Puji W. Ananda Isti Vera Anggraeni Zuni Arifah Tri Arum W. Maulida H. Wahyuni Nur Devita Nur A.
Salsabila Qori
Maya Fadhila Robi‟ah
Neneng Tiara A.P. Maya Wafia Sekar Aulia Hayu Riski Ayu S.
Veilyta Apta S. Hanik Dwi Rafika
Ainun Silvia Musrofah
Winda Ayu Rindi Hariyanti Amoy Happy C. Roudlotul Aniyah
Devita Purna Mufti
Yung Poni Vega Ayu
(3)
JADWAL BINADHOR MUSHOLA SELATAN
TAHUN 2014/2015
Masichah Rapinah Chaula Hanik
Laila Naimatul Diah Islamiyati Erika Yulias T. Siti Admia M. Anisa Soraya Lusia Evi A. Frinda Dewi M. Silvi Fatma P. Septi Iftitakhul Hanik M. Nida Choirotun Laila Nur Hanisa Maulida Umi N. Indah Ainur R. Sri Wahyuni Vika Pratiwi
Anisa Yulia Febbyanti Ika S. Leni Dewi N. Isna Febri Regita C. Fitriyana A. Lailatul Fasechah Amalia
Putri Uswatun Salwa Wahyu C. Nita Fatmala Eko Sulistyo Rosita Fifit Nur Istilaiah Afiq A. Anif Siska C.A.
Ade Dwi M. Yulia Nailil Izzah
Dewi Zulfa Icha Ayu P Mustika Nushatul
Arizadatul K. Amanda Putri A. Qoidatul Maulida Marisa Fidia W. Ita Putri S. Azmi Rahmawati Uji Bella Viani Sekar Indah A. Lisa Affifani Diva Tri Ardiana Fariqotus S. Chintia Zulia A.
Abela Dina Septi Munarsih Dian Fatma Latif Nafiatul K. Wulan Fitriani Ika Lutfia Nuranisa F. Imas
Lailatul M. Dwi Selviana Nur Khasanah Hikmah Tasya K. Fitri Ariska N. Zaneba M. Ika Widya Eni Khariroh Nunuk Parwati Nur Hidayah Nur Khasanah
Nuzula Chamidah Badal
Herliana Ayu A. Rosa Ferinda S. Retno Faiqotul Suluki Ikmalia Aminatur Nur Azizah Diah Kusumawati Lutfiana Siti Nur K. Anis Wulan Paramita Evi Ainur Rohmah
Ilma Siti Nurul Faizah Hidayah
Irma Dewi Oktaviani Kurnia Qilma Fatkiya Riska Safitri
(4)
JADWAL PIKET RO’UN PUTRI (BERSIH-BERSIH HARI MINGGU) TAHUN 2014/2015
GRUP A
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5
Arfika c.r. Fifit nur. i. Firda nuzula Icha ayu p. Maulidya r.f. Ami fitri Naill muna Anisa ekowati Anni nisaul Astin faiqoh Mia uswatun Anis ilma f. Nunuk parwati Nur hidayah Nur khasanah Pranita evi y. Diah kusuma w. Nafiatul karimah Dian fatmawati Septi munarsih Maulida umi Lisa afifatul h. Fina zakiatul Kholifatus saniah Sri meli y.
Faradisa r. Farikotus saadah Lutfiana Ulfa maulida Ade dewi m. Inna f. Istatik ulya n. Linggar dwi d. Livia r.a. Mufarrohah
Leni dewi n. Munihal Maula indah t Nala r.a. Nila nadia l.
Ananda isti Anif siska c. Aulia mubita Devita nur a Devia wahyu Mufti r. Nur rohmah Aulia cindy Puji wahyuni Putri yuniarti Dwi nurul h. Fatkiyatul azmi Febri regita Fitriana a.m. Karrima nailul Salwa wahyu Sobatuz zahro Tasya kumaysari Tiara r. Via az-zahra
Diva tri a. Alevia askania Ananda tri r. Indrian putri Filsi seviana Aulia rahma w. Lusi oktaviani Siska nia w. Della setyana Viona seviana
Siti admiya Ji bella Rima putri w. Tasya dwi a. Ikmalis a.r. Iin elva Vicky fitrotun N. Laili mar‟atus Azizadatul k.n. Izatul khasanah
GRUP B
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5
Maya f.z. Mustika a. Nita fatmala Nurul latifatul Nur azizah Cici yuni a. Devi hidayatan Diah khoerotun n. Eko sulistio Eni khariroh
Kilma r. iska safitri Safa‟atul k. Sinta fiana Siti n.a. Saryatus s. Ana khoerun n. Hania amalia Lailatul zahro Priyanti avrilia Intan apriana Nadia pangesti Lia ainur r. Silviana a. Sofiatul maunnah
Ade yudistia Aliyatul afifah Anis wulan p. Avriliyanisa s. Awwalina dina a. Nur laili q. Noviana mugi Novilia wulandari Silvia musrofah Siti lailatul q. Nur oktavi a. Oky l.s. Ratna novita s. Safitri dian n. Sandra l. Devita purnama Deyanti puspita Dwi putri c. Dwi silviana Fitria riska n.
Rindi harianti Roudotul a. Sella nidya Siti maesaroh Siti maita sukma Lailatul f. Lailatul m. Lailatun nurul Laeli nadhifatul Indira larasati Fina avivatun Yumna lutfiyah Yunita ika w. Tuti quratul a. Vailita apta s. Laila nur h. Sekar indah i. Ahju ananta s. Sekar aulia h. Neneng tiara a. Riski ayu s. Astriana agil s. Herliana ayu Sekar indah Marisa fidia
Fajrianti Septia iftitahul Fadhilah erose Faridatul m. Ana bariroh Diah islamiati Laila naimatul Nida khoerotun Laili almar‟atus Alif h. aulia
(5)
GRUP C
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5 Nur Chamidah Nailul Aza Nuzhatul F. Siti Amanatul Siti Hikmanatun
Era Rismatika Fatkul Aliyati Vicky Nur Aini Fikria Gita Kusmiatus
Siti Sarah Tri Arum W. Vega Ayu Yani R. Dewi Fortuna
Siti Fatichah Aulis Syifa Tika Nugrahaini Rosi Nur R. Umi Khalifah Fadilah Dwi A. Tata Ayu M. Irma Indriyani Umi Laila K. Siti Umiaton
Dina Fitriana Diska Ristiana Dwi Risma M. Firda Fauziah Ifah Pratista Titis Asna K. Wina Rahmatul Yuli R Anisa Yulia Febbianty Ika S.
Sekar Agem Tisna A‟la Tiwi Fatmawati Wulan Fitriani Nova Nur K. Hikmah Ika Widya A. Ilma Siti F. Irma Dewi Kurniasih Vera Anggraini Wahyuni Nur Winda Ayu Yung Poni A. Zulfa Nadifatul
Liana Lita Fitri A. Mutiara A. Nabila Riski N. Naurah Fadhilatul Yuli Mistia Vicky Sepria W. Hanik Dwi R. Febby Setya N. Pipit Amanda K. Ika Purwanti Kulfa Dwi S. Hosriyah Chelsi Sabrina Maya Wafiq A.N. Asni Rahman W. Amanda Putri Fatika Fasha S. Lusia Evi Putri Maulinda
Niswatul I. Ita Putri S. Frinda Dewi Erika Yulias T. Anisa Soraya
GRUP D
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5 Siti Khoiriyah Siti Nur K. Siti Rosita Tri Retno A. Manis Dwi L.
Gita Puji L. Ika Riyan Indriana A.W. Intan Evi Maya Z.S. Silviana Gita Erwinda Wahyu Dewi Julia F. Ulfa Wahyuni Indah Ainur R. Oktavia Febri Abella Dina Fika Pratiwi Sri Wahyuni Hanik M. Elis Mufarrihah Iis Wahyuni Ika Lutfia Imas Fiani I.A. Indria Riski R. Fitri Khoerun N. Ika Rismila D. Khafidhotul A. Khafidhotul U.M. Khoirun Nikmah
Ainun Azizah Alfiana Nihlatul Almaida Ulum Amalia Solihati Amey Happy C. Lailatul Alfiyah Linda Ayu A. Lusi Vontanela Maulina Dwi A. Maya Lailatul M.
Yuni Arifah Zaneba M. Ana Chabibatur Anna Manasika Brilian Olinda Nur Anisa F. Nur Khasanah Nurul Faszah Faiqotus Suluki Sintia Yuka A. Fatma Deviana Dwi Fadhillah S. Rudini Rindi S. Putri Ghufroh Nur Fadhilah
Azza Syaffa Nayla Muna U. Nisa Novita S. F. Toyyibah Selvia Dewi S. Desi Sulistiowati Anisah Dina Fidatia Aviani Fita Emmilya Silvi Salma P. Rosa Trinda Qoidatul M. Kuraidah Aiha Nur Aisyah Naura Makrisa
(6)