BAB V KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATENMANDAILING NATAL - DOCRPIJM 1492451565BAB 5 (Keterpaduan Strategi Pengembangan Kab. Madina)

BAB V KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATENMANDAILING NATAL

5.1. RTRW KABUPATEN MANDAILING NATAL

5.1.1. Kawasan Strategis Kabupaten Mandailing Natal Kawasan Strategis Ekonomi A.

  Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dijabarkan dalam Permen PU No. 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten bahwa kawasan strategis ekonomi adalah kawasan yang memiliki nilai strategis ekonomi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten yang merupakan aglomerasi berbagai kegiatan ekonomi yang memiliki :

  a. Potensi ekonomi cepat tumbuh;

  b. Sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi;

  c. Potensi ekspor;

  d. Dukungan jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi;

  e. Kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;

  f. Fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan; g. Fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi; atau h. Kawasan yang dapat mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal di dalam wilayah kabupaten.

  Berdasarkan UU tersebut berikut beberapa jenis kawasan strategis ekonomi, antara lain adalah : a. Kawasan metropolitan;

  b. Kawasan ekonomi khusus;

  c. Kawasan pengembangan ekonomi terpadu;

d. Kawasan tertinggal; e. Kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas.

  Rencana Kawasan Strategis Ekonomi di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut :

  Tabel 5.1

Rencana Kawasan Strategis Ekonomi di Kabupaten Mandailing Natal

  No Kawasan Strategis Jenis Tipologi Lokasi Kawasan strategis Kabupaten Mandailing Natal 1 Kawasan Strategis Kawasan Sebagi sentra pertanian tanaman Kec.

  Panyabungan strategis pangan dan hortikultura, Panyabungan ekonomi perdagangan/jasa dan pusat

pemerintahan

  2 Kawasan Strategis Kawasan sebagai sentra produksi pertanian Kec. Natal Natal strategis dan sentra perkebunan, berpotensi ekonomi menjadi pusat pelayanan baru.

  

3 Kawasan Strategis Kawasan Optimalisasi potens SDA yang Kecamatan

Panyabungan Barat strategis berbasis pada perkebunan sebagai Panyabungan ekonomi pusat agrobisnis dan agro indusri Barat

  4 Kawasan Kawasan Optimalisasi potens SDA yang Kec.Ulu

Agropolitan Dataran strategis berbasis pada perkebunan sebagai Pungkut

Tinggi ekonomi pusat agrobisnis dan agro indusri

  

5 Kawasan Kawasan Optimalisasi potens SDA yang Kecamatan

Agropolitan Dataran strategis berbasis pada perkebunan sebagai Pakantan

Tinggi ekonomi pusat agrobisnis dan agro indusri

  6 Kawasan Pelabuhan Kawasan Optimalisasi potensi SDA yang Kec. Natal strategis berbasis pada pemanfaatan potensi ekonomi wilayah pesisir, perikanan dan kelautan.

  7 Kawasan Bandar Kawasan Potensi ekonomi cepat tumbuh Kec. Bukit

Udara strategis sebagai sentra transportasi angkutan Malintang

ekonomi udara

  Sumber : RTRW Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011-2031 Kawasan Strategis Sosial dan Budaya B.

  Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dijabarkan dalam Permen PU No. 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten bahwa kawasan strategis sosial dan budaya adalah kawasan budidaya maupun kawasan lindung yang merupakan : a. Tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya;

  b. Prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya;

  c. Aset yang harus dilindungi dan dilestarikan;

  d. Tempat perlindungan peninggalan budaya;

e. Tempat yang memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau f. Tempat yang memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial.

  Rencana Kawasan Strategis Sosial dan Budaya di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut :

  Tabel 5.2

Rencana Kawasan Strategis Sosial dan Budaya di Kabupaten Mandailing Natal

  Kawasan No Jenis Tipologi Lokasi Strategis

  

1 Kawasan Kawasan Prioritas pemanfaatan lahan untuk kawasan Kecamatan

Pemerintahan Strategis Pusat Pemerintahan dan pusat perkantoran Panyabungan Sosial dan menjadi peluang dalam optimalisasi

  Budaya fungsi kota Panyabungan sebagai ibukota Kab.Madina

  

2 Kawasan Kawasan Prioritas pemanfaatan lahan untuk kawasan Kecamatan

Pendidikan Strategis pendidikan terpadu dari tingkat dasar sampai Panyabungan Sosial Perguruan Tinggi dengan sarana dan

  Budaya prasarana yang mendukung serta berkualitas Sumber : RTRW Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011-2031

  Kawasan Strategis Daya Dukung Lingkungan Hidup C.

  Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dijabarkan dalam Permen PU No. 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten bahwa kawasan strategis lingkungan adalah kawasan yang memiliki nilai strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup yang merupakan : a. Tempat perlindungan keanekaragaman hayati,

  b. Kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan;

  c. Kawasan yang memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian; d. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;

  e. Kawasan yang menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;

  f. Kawasan rawan bencana alam; atau

  g. Kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

  Rencana Kawasan Strategis Lingkungan di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel 5.3berikut :

  Tabel 5.3

Rencana Kawasan Strategis Lingkungandi Kabupaten Mandailing Natal

  Kawasan No Jenis Tipologi Lokasi Strategis

1 Kawasan Rawan Kawasan Daerah berada di kawasan Kec. Muarasipongi,

  

Gerakan Tanah/ strategis rawan bencana gerakan Pakantan, Batang

Longsor lingkungan tanah/longsor Natal

  

2 Kawasan Rawan Kawasan Daerah berada di kawasan Kecamatan Puncak

Gunung Berapi strategis rawanbencana letusan gunung Sorik Marapi, lingkungan merapi Lembah Sorik

  Marapi

  

3 Kawasan Pesisir Kawasan Daerah berada di kawasan Kecamatan Natal,

Pantai Barat strategis rawanbencana tsunami Batahan, Muara

lingkungan Batang Gadis

  Sumber : RTRW Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011-2031

5.1.2. Arahan Pengembangan Pola Ruang Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung A. Rencana Kawasan Hutan Lindung 1.

  Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok melindungi sistem penyangga kehidupan, untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, memelihara kesuburan tanah. Penetapan suatu wilayah sebagai hutan lindung didasarkan kepada kriteria kelayakan fisik hutan lindung berikut: a. Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor)

  175 atau lebih (Keputusan Menteri Pertanian No.837/KPTS/UM/11/1980); dan atau

  b. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1985); dan atau

  c. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih; dan atau d. Guna keperluan khusus, ditetapkan oleh Menteri Kehutanan sebagai hutan lindung.

  Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu. Izin usaha pemanfaatan hutan dibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek kepastian usaha.

  Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan dikenakan ketentuan:

a. Dikenakan iuran izin usaha, provisi, dana reboisasi, dan dana jaminan kinerja; b. Wajib menyediakan dana investasi untuk biaya pelestarian hutan.

  Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 38 menyebutkan penggunaan kawasan hutan lindung untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Pemberian izin pinjam pakai yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis dilakukan oleh Menteri atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

  Pada kawasan hutan lindung dikenakan ketentuan :

  a. Tidak diijinkan melakukan pemanfaatan ruang yang dapat mengubah bentang alam, mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologis serta kelestarian flora dan fauna;

  b. Pemanfaatan diijinkan apabila dilakukan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, penyelidikan serta bagi kepentingan nasional dan hajat hidup orang banyak selama dapat menjaga keaslian bentang alam, kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologis, kelestarian flora dan fauna, serta tidak merubah luasan kawasan lindung; c. Dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka.

  Penggunaan kawasan hutan yang mengakibatkan kerusakan hutan, wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sesuai dengan pola yang ditetapkan Pemerintah. Pemegang izin pertambangan wajib melaksanakan reklamasi pada kawasan hutan bekas areal pertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan. Pihak-pihak yang menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan di luar kegiatan kehutanan yang mengakibatkan perubahan permukaan dan penutupan tanah wajib membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi.

  Pada hutan dan kawasan hutan dilakukan perlindungan hutan, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi tercapai secara optimal dan lestari. Perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk:

  a. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; dan

  b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

  Tujuan perlindungan dari kawasan hutan lindung adalah :

  a. Mencegah terjadinya erosi dan atau sedimentasi khususnya pada kawasan dengan kelerengan yang terjal, dan menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air dan air permukaan; b. Melindungi ekosistem wilayah.

  Kawasan hutan lindung di Kabupaten Mandailing Natal tersebar memanjang mulai dari perbukitan Kecamatan Muara Sipongi, Kecamatan Ulu Pungkut, terus ke arah barat laut pada sisi timur wilayah Mandailing Natal ke perbukitan Kecamatan Panyabungan Timur, Panyabungan Kota (Tor Ulujambumasak) menerus ke arah perbukitan Siabu. Ketinggian elevasi mulai dari 750 m sampai lebih dari 2000 m (dpl) Ulu Langgo (1.879 m), Dolok Malea (2.015 m) Batumarbolang (1.580 m). Litologi penyusun kawasan ini berupa Batolit Panyabungan (Mpip), Formasi Kuantan (Puku), batuan terobosan granitik Mpi, lapisan gunung api tak terbedakan (Tmv), Intrusi Muara Sipongi (Mtims), Formasi Silungkang (Pps) dan Instrusi Rao-Rao (Mpirr). Dilihat dari kedudukannya maka wilayah ini dapat juga menjadi Kawasan Resapan Air Tanah.

  Pada tahun 2009 luas hutan lindung di wilayah Kabupaten Mandailing Natal adalah 120.675,05 ha, hutan konservasi 108.000 ha, dan hutan produksi 174.776,73 ha. Guna mengantisipasi fenomena kerusakan yang bakal terjadi dan mengingat pentingnya fungsi kawasan hutan lindung, maka atas usulan daerah, status kawasan hutan lindung yang merupakan hulu-hulu sungai Batang Gadis ditingkatkan menjadi kawasan Taman Nasional Batang Gadis seluas 108.000 Ha. Luas kawasan hutan di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut.

  Tabel 5.4

Luas Kawasan Hutan di Kabupaten Mandailing NatalMenurut Fungsi Hutan

Tahun 2012

  

No Fungsi Luas(Ha) % LuasDAS

  

1 Hutan Lindung 136.375,05 20,60

  

2 Hutan Konservasi 72.150,00 10,90

  

3 Hutan Produksi 195.238,73 29,49

Jumlah 403.763,78 60,99 Sumber:- Kepmenhut RI No. SK.121/MENHUT-II/2012

  • - BPS, Mandailing Natal Dalam Angka Tahun 2011

  Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 17 ayat 5 mensyaratkan di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas DAS. Hutan lindung dan hutan konservasi di Kabupaten Mandailing Natal sebesar 31,50% dari luas DAS harus dipertahankan keberadaannya.

  Dalam rangka memenuhi luasan hutan seperti yang diamanatkan UU No. 26 Tahun 2007 tersebut, perlu dilakukan upaya terkait penambahan tutupan lahan hutan di wilayah Kabupaten Mandailing Natal, diantaranya: a. Sosialisasi tata batas hutan kepada masyarakat di sekitar hutan lindung oleh Dinas Kehutanan.

  b. Bekerjasama dan berkoordinasi dengan pihak Perkebunan Besar dalam melakukan konservasi lahan di lahan-lahan HGU perkebunan tersebut. Hal ini didasari pemikiran bahwa di dalam lahan-lahan HGU perkebunan tersebut masih terdapat daerah resapan, kawasan dengan kemiringan > 40 %, Daerah Aliran Sungai, dan daerah genangan. Melalui kerjasama ini diharapkan pihak perkebunan melakukan konservasi di lahan-lahan tersebut, agar persentase tutupan lahan menjadi meningkat.

  c. Diharapkan juga dari kerjasama dan koordinasi tersebut pihak perkebunan melakukan penanaman di lahan-lahan tersebut berupa vegetasi kayu ataupun paling tidak tanaman komoditi perkebunan seperti karet, dengan maksud peningkatan persentase tutupan lahan nantinya.

  d. Untuk rencana kedepannya juga diperlukan hutan kota di setiap wilayah ibukota Kecamatan yang lokasi rincinya akan diatur dalam peraturan daerah.

  Berdasarkan data BPN Kabupaten Mandailing Natal, pada kawasan hutan di Kabupaten Mandailing Natal terdapat permukiman penduduk yang sudah ada di sana sejak sebelum ditetapkannya kawasan tersebut sebagai kawasan hutan. Hal ini cukup menimbulkan dilema pada saat di satu sisi adanya keinginan untuk menjaga keutuhan fungsi kawasan, namun di sisi lain adanya ketidaknyamanan masyarakat di kawasan hutan yang mengalami kesulitan dalam memperoleh sertifikat tanah yang didiaminya sejak dulu sebelum lahan tersebut dinyatakan sebagai kawasan hutan.

  Pemanfaatan ruang dari kawasan hutan lindung adalah sebagai berikut:

  a. Hutan lindung yang telah ada berdasarkan peraturan/perundangan yang berlaku tetap dipertahankan.

  b. Penggunaan lahan yang telah ada (permukiman, sawah, tegalan, tanaman tahunan/perkebunan, dan lain-lain) di dalam kawasan ini secara bertahap dialihkan ke arah usaha konservatif dan/atau dibatasi secara ketat, sehingga fungsi lindung yang diemban dapat dilaksanakan.

  c. Penggunaan lahan yang akan mengurangi fungsi konservasi secara bertahap dialihkan fungsinya sebagai lindung sesuai kemampuan dana yang ada.

  d. Penggunaan lahan baru tidak diperkenankan bila tidak menjamin fungsi lindung terhadap hidro-orologis, kecuali jenis penggunaan yang sifatnya tidak bisa dialihkan (menara TVRI, jaringan listrik, telepon, air minum dan lain-lain), hal tersebut tetap memperhatikan azas konservasi.

  e. Adanya potensi pertambangan pada beberapa bagian di kawasan hutan lindung Kabupaten Mandailing Natal perlu mendapatkan perhatian serius. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini wajib memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, terutama terkait dengan tumpang tindih lahan pertambangan dan hutan lindung.

  Kawasan yang Memberi Perlindungan Terhadap Kawasan BawahannyaKawasan 2. Bergambut

  Kawasan bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama. Perlindungan kawasan yang mempunyai ciri ini bertujuan untuk melindungi ekosistem yang khas dari wilayah bergambut dan untuk keperluan cadangan air tanah. Kriteria yang digunakan untuk menentukan kawasan tanah bergambut adalah tanah gambut dengan ketebalan 3 m atau lebih yang terdapat dibagian hulu sungai/rawa. Gambut yang belum menjadi batubara terdapat di Sinunukan.

  Kawasan Resapan Air

  Kawasan Resapan Airadalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.Kriteria dari kawasan resapan air adalah kawasan dengan curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran.Tujuan dari penentuan kawasan resapan air adalah memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah resapan air tanah untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan.

  Topografi wilayah Kabupaten Mandailing Natal yang pada umumnya berbukit- bukit dan pegunungan dengan ketinggian lebih dari 1000 meter (dpl) memungkinkan kawasan Resapan Air Tanah tersebar tidak menerus. Dilihat dari pola aliran sungai yang mengalir di wilayah Mandailing Natal paling tidak terdapat 5 (lima) daerah aliran sungai (DAS) yaitu: DAS Batang Gadis, DAS Batang Batahan, DAS Batang Natal, DAS Batang Bintuan dan DAS Batang Tabuyung. Kelima DAS tersebut mengalirkan airnya ke arah pantai barat Kabupaten Mandailing Natal.

  Daerah resapan air tanah pada umumnya terdapat di daerah hulu dari DAS yang mengalir di wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Berdasarkan kondisi ini maka kawasan resapan air tanah berada pada Kecamatan Muara Sipongi, Kecamatan Kotanopan, perbukitan Kecamatan Batang Natal, daerah hulu (perbukitan) Kecamatan Natal dan daerah hulu (perbukitan) Kecamatan Muara Batang Gadis.

  Dari pengamatan lapangan kawasan resapan air tanah umumnya berada pada daerah hutan lindung maupun Taman Nasional, hal ini sangat baik karena alih fungsi lahan di wilayah tersebut akan sangat sulit sehingga kelestariannya akan mudah terjaga.

  Litologi atau batuan penyusun kawasan ini dominannya berupa batuan gunungapi tua dan muda (Tmv, Pps), sedimen dan meta sedimen (Tmba), retakan, tanah pelapukan dari kelompok batuan tersebut akan mampu menjadi resapan airtanah dan mata air yang berada di bawahnya.Rencana penetapan kawasan resapan air di Kabupaten Mandailing Natal telah disatukan dalam kawasan hutan lindung dan hutan produksi.

  Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan.

  

Rencana Pengembangan Kawasan Perlindungan SetempatSempadan Pantai

3.

  Kawasan sempadan pantai adalah wilayah tertentu sepanjang yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai terhadap daratan dari bahaya abrasi dan intrusi air laut ke darat, juga terhadap keragaman biota yang ada di kawasan pantai.

  Tujuan dari penentuan kawasan sempadan pantai adalah untuk melindungi wilayah pantai dari usikan kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai serta dalam hal Kabupaten Mandailing Natal kawasan sempadan pantai berfungsi sebagai kawasan penyangga bagi ancaman bencana tsunami.

  Rencana sempadan pantai di Kabupaten Mandailing Natal dengan bentuk mengikuti fisik pantai. Lebar sempadan pantai adalah bervariasi, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

  Adapun kawasan lindung berupa sempadan pantai ini di kabupaten Mandailing Natal diarahkan pada kecamatan yang wilayahnya berbatasan langsung dengan pantai Barat Sumatera Utara. Tidak seluruhnya wilayah yang terletak di pinggir pantai merupakan kawasan lindung dengan bentuk kawasan sempadan pantai.

  Pengecualiannya adalah kawasan-kawasan terbangun dalam bentuk kawasan permukiman, pelabuhan, penangkapan ikan, dan lain sebagainya, dikeluarkan dari kawasan sempadan pantai dan merupakan bagian dari kawasan budidaya.

  Pengaturan umum terhadap kawasan sempadan pantai adalah :

  a. Khusus untuk pemanfaatan hutan bakau dan nipah untuk pengembangan perikanan tambak dapat dilakukan secara ketat dengan tetap mengedepankan aspek pelestarian pantai dan sungai, dengan terlebih dahulu mengarahkan pada arahan lokasi yang telah ditetapkan;

b. Batas sempadan pantai yang berhutan bakau/nipah minimal adalah 130 x perbedaan pasang dan surut tertinggi.

  Sempadan Sungai

  Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengamankan aliran sungai.

  Tujuan dari penentuan ini adalah untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik dan dasar sungai, serta mengamankan aliran sungai.

  Kriteria sempadan sungai adalah:

  a. Sekurang-kurangnya 100 meter kiri-kanan sungai besar dan 50 meter di kiri-kanan sungai kecil yang berada di luar permukiman; b. Untuk sungai di kawasan permukiman, berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 meter; c. Pada sungai bertanggul, garis sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul; d. Pada sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah perkotaan dan sepanjang jalan, garis sempadan sungai ditetapkan tersendiri oleh pejabat yang berwenang.

  Kabupaten Mandailing Natal memiliki banyak sungai besar dan kecil. Kawasan sempadan sungai yang ditetapkan/diarahkan sebagai kawasan lindung dapat digunakan untuk kegiatan budidaya sejauh tidak mengganggu fungsi lindungnya, misalnya digunakan untuk kawasan wisata.

  Rencana kawasan sempadan sungai dialokasikan disepanjang aliran sungai yang ada di Kabupaten Mandailing Natal. Pengalokasian dan pengelolaan kawasan ini secara tepat diharapkan dapat tetap menjaga keberadaan sungai di Kabupaten Mandailing Natal, mengingat wilayah ini terbagi menjadi 6 DAS yang sudah tentu terdiri dari banyak sungai dan anak sungai yang membentang.

  Kawasan Sekitar Danau atau Waduk

  Kawasan sekitar bendungan/waduk/situ adalah kawasan tertentu di sekeliling bendungan/waduk/situ yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi bendungan/waduk/situ. Kriteria kawasan sekitar bendungan/waduk/situ adalah daratan sepanjang tepian bendungan/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik bendungan/waduk/situ, yaitu antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

  Berdasarkan kriteria tersebut maka kawasan sekitar bendungan/waduk/situ berada di sekitar Danau.

  Kawasan Rawan Bencana AlamKawasan Rawan Tanah Longsor 4.

  Gerakan tanah/longsoran yang terjadi di Kabupaten Mandailing Natal umumnya disebabkan karena proses pelapukan pada lereng terjal serta daerah lemah akibat pergeseran patahan/sesar. Dari observasi lapangan terlihat bahwa daerah yang banyak mengalami gerakan tanah/longsoran dijumpai di wilayah Kecamatan Muara Sipongi. Gerakan tersebut umumnya terjadi di daerah lereng, punggungan bukit terjal dimana terdapat endapan hasil lapukan yang gembur. Curah hujan yang tinggi akan memacu lebih cepat terjadinya gerakan tanah. Kondisi tersebut diperparah dengan kedudukan Muara Sipongi yang sangat rentan/lemah karena berada pada Zona Patahan.

  Beberapa daerah yang berpotensi mengalami bencana gerakan tanah adalah:

  a. Wilayah berelevasi lebih dari 1000 m pada wilayah Muara Sipongi, Pagargunung, Tanobato, Banjarsipan memiliki potensi bencana gerakan tanah tinggi. barat daya dengan sebaran memanjang berarah barat laut - tenggara. Sebaran yang lain terdapat di bagian tengah utara sebelah selatan Panyabungan. Wilayah ini memiliki potensi bencana gerakan tanah sedang - tinggi.

  c. Wilayah berelevasi lebih dari 500 m dengan penyebaran setempat pada pada bagian barat Mandailing Natal serta pada perbukitan bagian timur Panyabungan.

  Wilayah ini memiliki potensi bencana gerakan tanah sedang - kecil.

  d. Wilayah berelevasi 100 - 500 m dan lebih dari 1000 m dengan penyebaran di sekitar Kecamatan Lembah Sorik Marapi. Wilayah ini memiliki potensi bencana gerakan tanahkecil. e. Wilayah berelevasi kurang dari 100 m dengan penyebaran terdapat pada muara sungai hingga tepi pantai. Lokasi lain terdapat pula dataran antar perbukitan sampai dengan elevasi 100 m. Wilayah ini memiliki potensi bencana gerakan tanah sangat kecil.

  Selain terjadi gempa maka di daerah-daerah dengan kondisi batuan yang kurang kompak, labil dan mempunyai tingkat kelerengan besar akan sangat berpotensi terjadinya lonsoran. Dari pengamatan lapangan daerah yang banyak terjadi longsoran berada di sekitar jalan utama Kecamatan Muarasipongi.

  Kawasan Rawan Banjir

  Banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi yang dialirkan melalui sungai- sungai besar yang mengalir di wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Selain itu juga daerah cekungan-cekungan dapat juga terjadi genangan yang menyebabkan banjir.

  Kawasan yang berpotensi kena banjir berada dalam Kecamatan Siabu. Kawasan ini merupakan pertemuan antara sungai Batang Angkola dengan Sungai Batang Gadis. Kemudian di sekitar muara Sungai Batahan Kecamatan Batahan serta di batas Kecamatan Batang Natal di sekitar sungai Batang Natal. Banjir bandang akan terjadi dan bertambah parah jika di daerah hulu (Kawasan Resapan Air Tanah) terjadi perubahan tataguna lahan ataupun penggundulan hutan.

  Kawasan Bencana Alam Erosi Pantai/ Abrasi

  Bencana alam berupa erosi pantai terjadi pada dua (2) musim, yaitu musim barat dan timur dan dapat digolongkan: yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia.

b. Sedang : Erosi pantainya terletak pada sepanjang pantai bagian selatan dari mulai

  Tabuyung ke Selatan. Hal ini terjadi karena secara natural terdapat beberapa daratan yang menjorok membentuk teluk-teluk, yang secara alami merupakan batas sirkulasi sedimen di pantai.

  Untuk menanggulangi abrasi dapat dilakukan dengan pembuatan tanggul ataupun penanaman mangrove.

  Rencana Pengembangan Kawasan Lindung GeologiKawasan Rawan Bahaya 5. Gunung Api dan Gempa

  Kabupaten Mandailing Natal dijumpai gunung api Sorik Marapi yang masih cukup aktif.Hal ini terlihat dari keberadaan beberapa sumber fumarol di sekitar lereng gunung tersebut. Jika terjadi peningkatan tektonik akibat penunjaman lempeng Samudera Hindia di bawah lempeng Asia di bagian tepian barat/daratan KabupatenMandailing Nataldikhawatirkan akan memicu terjadinya gempa dan peningkatan aktifitas gunung api Sorik Marapi. Gempa akan terjadi sepanjang patahan aktif dengan jalur melalui gunung api tersebut, yang akan memicu terjadinya peningkatan aktifitas gunung api.

  Wilayah bahaya gempa yang akan terkena dampak langsung akibat pergeseran Patahan Sumatera dan gempa vulkanik meliputi:

  a. Kecamatan Lembah Sorik Marapi : Desa Aek Marian MG, Mega Lombang, Pasar Maga dan Desa Maga Dolok. Mengingat jalur gempa yang melintas di Lembah Sorik Marapi melintasi pemukiman yang cukup padat yang mestinya sangat rentan bencana bila terjadi gempa di jalur tersebut.

  b. Kecamatan Panyabungan Selatan : secara geologis kecamatan ini berada di sebelah barat dari jalur struktur atau patahan aktif Sumatera, termasuk dalam segmen patahan Gadis yang menerus ke Pasaman. Pemukiman yang akan terkena dampak langsung jika terjadi gempa bumi pada jalur tersebut seperti pemukiman di Desa Kayu Laut, Roburan Lombang, Lumban Dolok dan Desa Aek Ngali. yang melintasi atau berada di Desa Huta Tinggi, Huta Tonga AB, Angin Barat, Padang Sanggar, Pastap maupun Pastap Hulu.

  Untuk bahaya Gunung api, jika terjadi letusan di gunung api Sorik Marapi, maka zonasi bahaya meliputi: a. Daerah Bahaya (Radius 5 Km) : Terletak pada gunung Sorik Marapi (barat laut) dengan radius 5 Km.

  b. Daerah Waspada (Radius 10 Km) : Terletak melingkar dari Gunung Sorik Marapi dengan radius 10 km, daerah yang termasuk adalah Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Panyabungan Selatan dan kecamatan Tambangan.

  Kawasan Rawan Gempa Bumi dan Gerakan Tanah

  Wilayah Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu kabupaten di Pulau Sumatera yang dilewati Patahan Besar Sumatera atau Patahan Semangko. Struktur geologi yang terbentuk di Kabupaten Mandailing Natal merupakan patahan aktif yang mempunyai jalur barat laut – tenggara, merupakan bagian dari patahan aktif Renun – Toru. Akibat pergerakan patahan tersebut di beberapa daerah di Kabupaten Mandailing Natal membentuk daerah dataran yang menyerupai cekungan atau dikenal dengan nama Graben, yaitu graben Panyabungan dan graben di sekitar Kotanopan.

  Di sebelah barat Sumatera lempeng Samudera Hindia yang terus menunjam di bawah lempeng Asia dengan kecepatan rata-rata 6 – 7 cm/th dapat mengakibatkan terjadinya pelepasan energi baik di di zona penunjaman maupun di jalur patahan aktif dan selanjutnya akan menimbulkan goncangan atau gempa bumi. Oleh karena itu daerah – daerah yang dilalui oleh jalur patahan aktif akan sangat rentan sekali terhadap bahaya gempa. Jalur patahan aktif dan gempa di darat akan menjalar pada zona lemah berupa patahan aktif yang melewati kecamatan-kecamatan antara lain:

  a. Tinggi : Wilayah yang sangat rawan terhadap patahan aktif dan gempa akan melalui wilayah-wilayah Kecamatan Ulu Pungkut, Kotanopan, Panyabungan Barat, Panyabungan Utara dan KecamatanBukit Malintang. Jalur tersebut merupakan jalur utama patahan aktif Sumatera.

  b. Sedang: Kecamatan lain yang terkena imbas jika terjadi pegeseran pada jalur patahan aktif adalah Kecamatan –Kecamatan Muarasipongi, Panyabungan Timur, Panyabungan dan Kecamatan Siabu.

  Kawasan Buffer Gelombang Tsunami

  Kawasan pantai Barat Sumatera secara umum berpotensi terkena bencana tsunami tak terkecuali pantai barat Kabupaten Mandailing Natal yang meliputi Kecamatan Muara Batang Gadis, Kecamatan Natal dan Kecamatan Batahan. Dalam pembagian zona kerentanan tsunami, maka kecamatan-kecamatan tersebut di atas termasuk dalam kawasan pantai barat Sumatera, maka kecamatan tersebut termasuk dlam zona 1, yaitu zona dengan gelombang atau run up 6

  • – 10 m. Gelombang pasang tersebut sangat berpotensi terjadi bila terjadi gempa di laut pantai barat dengan kekuatan > 7 SR dan pada kedalaman dangkal.
Secara umum relief di dataran pantai Kecamatan Muara Batang Gadis cukup landai dengan pemukiman penduduk dekat dengan laut, hal ini memungkinkan terkena bahaya tsunami, terutama di sekitar Desa Tabuyung. Di Kecamatan Natal secara umum pemukiman penduduk sudah memperhatikan garis sempadan pantai (> 200 m) dari garis pantai, kecuali pemukiman di sekitar Desa Bintuas dimana letak pemukiman penduduk berada di tepi muara sungai dan sangat dekat dengan garis pantai (<3 m) dan morfologi dengan relief datar atau relatif sama tinggi antara pemukiman dengan garis pantai. Kecamatan Batahan sudah memperlihatkan kawasan sempadan pantai (> 200 m), kecuali pemukiman di sekitar muara sungai batahan yang letaknya sangat dekat dengan pantai dan merupakan pemukiman yang padat.

  Peletakan pemukiman penduduk sebaiknya berada pada jarak sekitar 500 meter dari garis pantai. Daerah dengan jarak 500 meter dari pantai dijadikan kawasan buffer (penahan) jika terjadi gelombang tsunami. Lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk tanaman bakau, kelapa, perkebunan sawit ataupun tanaman lain yang cocok yang dapat digunakan sebagai peredam gelombang terhadap bahaya saat tsunami.

  Wilayah yang berpotensi kena gempa bumi dan tsunami meliputi :

  a. Tinggi : Pada kawasan ini diperkirakan dapat terjadi sepanjang pantai barat Kabupaten Mandailing Natal karena berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Beberapa wilayah yang terkena gempa bumi dan gelombang tsunami adalah:  Kecamatan Muara Batang Gadis, meliputi Desa Tabuyung dan Singkuang;  Kecamatan Natal meliputi Desa Bintuas dan Kunkun;  Kecamatan Batahan: air laut naik di muara Sungai Batahan.

  b. Sedang :Bencana tsunami dapat pula terjadi di bagian muara sungai menerus ke hulu sampai energi gelombang berhenti. Oleh karena itu daerah yang berpotensi sedang berada pada muara dan sepanjang sempadan sungai.

  Rencana Kawasan Lindung Lainnya 6.

  Kawasan lindung lainnya di Kabupaten Mandailing Natal meliputi :

  a. Kawasan perlindungan ekosistem pulau-pulau kecil (terumbu karang), b. Kawasan lindung hutan mangrove, berlokasi pada pinggir pantai.

  Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya B.

  Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan. Kawasan budidaya merupakan kawasan di luar kawasan lindung. Penetapan kawasan budidaya dititikberatkan pada usaha untuk memberikan arahan pengembangan berbagai kegiatan budidaya sesuai dengan fungsi sumberdaya yang ada dengan memperhatikan optimasi pemanfaatannya. Kawasan budidaya dalam rencana tata ruang wilayah Kabupaten ditujukan untuk :

  1. Memberikan arahan pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara optimal, berdayaguna dan berhasil guna, serasi, seimbang dan berkelanjutan.

  2. Memberikan arahan bagi perubahan jenis pemanfaatan ruang antar kegiatan budidaya yang berbeda.

  3. Memberikan arahan bagi perubahan jenis pemanfaatan ruang dari jenis kegiatan budidaya terutama ke jenis yang lain.

  Proses penentuan kawasan budidaya ini mengacu kepada :

  1. Kawasan lindung yang telah ditetapkan sebelum dan menjadi pembatas bagi penetapan kawasan budidaya.

  2. Rencana Struktur Tata Ruang yang dituju.

  3. Kriteria menurut Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Daerah yang diterbitkan oleh Kelompok Kerja Tim Tata Ruang Nasional.

  4. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJPD).

  5. Hasil masukan analisis fisik, sosial, ekonomi dan struktur tata ruang.

  Berdasarkan pedoman-pedoman di atas, maka kawasan budidaya yang direncanakan di Kabupaten Mandailing Natal adalah:

  1. Kawasan hutan produksi :

  a. Kawasan hutan produksi terbatas

  b. Kawasan hutan produksi tetap

  c. Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi

2. Kawasan pertanian :

a. Kawasan pertanian lahan basah

  b. Kawasan pertanian lahan kering

  c. Hortikultura

  d. Kawasan peternakan

  3. Kawasan tanaman tahunan/perkebunan

  4. Kawasan perikanan

  5. Kawasan pertambangan

  6. Kawasan perindustrian

  7. Kawasan pariwisata

  8. Kawasan permukiman

  9. Kawasan peruntukan lainnya

  Arahan Pengembangan Pola Ruang Kawasan Peruntukan Permukiman C.

  Pemanfaatan ruang kawasan permukiman dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan:

  1. Terciptanya kegiatan permukiman yang memiliki aksesibilitas dan pelayanan infrastruktur yang memadai sehingga perlu disesuaikan dengan rencana struktur tata ruangnya dan tingkat pelayanan wilayah (struktur/hirarki kota);

  2. Menyediakan permukiman untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan perkembangannya;

  3. Menciptakan aktivitas sosial ekonomi yang harmonis dengan seluruh komponen pengembangan wilayah seperti dengan aktivitas perdagangan dan jasa, industri, pertanian, dan lain-lain.

  Kawasan peruntukan permukiman memiliki fungsi antara lain:

  1. Sebagai lingkungan tempat tinggal dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan masyarakat sekaligus menciptakan interaksi sosial;

  2. Sebagai kumpulan tempat hunian dan tempat berteduh keluarga serta sarana bagi pembinaan keluarga.

  Kriteria umum dan kaidah perencanaan kawasan peruntukan permukiman, adalah:

  1. Ketentuan pokok tentang perumahan, permukiman, peran masyarakat, dan pembinaan perumahan dan permukiman nasional mengacu kepada Undang-

  Undang Nomor 1 Tahun 2010 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Surat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP);

  2. Pemanfaatan ruang untuk kawasan peruntukan permukiman harus sesuai dengan daya dukung tanah setempat dan harus dapat menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup;

  3. Kawasan peruntukan permukiman harus memiliki prasarana jalan dan terjangkau oleh sarana tranportasi umum;

  4. Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan peruntukan permukiman harus didukung oleh ketersediaan fasilitas fisik atau utilitas umum (pasar, pusat perdagangan dan jasa, perkantoran, sarana air bersih, persampahan, penanganan limbah dan drainase) dan fasilitas sosial (kesehatan, pendidikan, agama);

  5. Tidak mengganggu fungsi lindung yang ada;

  6. Tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam;

  7. Dalam hal kawasan siap bangun (kasiba) dan lingkungan siap bangun (lisiba), penetapan lokasi dan penyediaan tanah; penyelenggaraan pengelolaan; dan pembinaannya diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri.

  Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan, untuk peruntukan kawasan permukiman adalah :

  1. Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%);

  2. Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah oleh penyelenggara dengan jumlah yang cukup. Untuk air PDAM suplai air antara 60 liter/org/hari - 100 liter/org/hari;

  3. Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi);

  4. Drainase baik sampai sedang;

  5. Tidak berada pada wilayah sempadan sungai/ pantai/ waduk/ danau/ mata air/ saluran pengairan/rel kereta api dan daerah aman penerbangan;

  6. Tidak berada pada kawasan lindung;

  7. Tidak terletak pada kawasan budi daya pertanian/penyangga; 8. Menghindari sawah irigasi teknis.

  Kawasan permukiman dan budidaya lainnya, diarahkan untuk menyediakan ruang bermukim yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan yang sesuai untuk pengembangan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian nilai-nilai budaya adat istiadat, mutu dan keindahan lingkungan alam, untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Pengembangan kawasan permukiman dilakukan dalam kesatuan konsep pengembangan kawasan yang antisipatif terhadap kemungkinan bencana, yaitu berada pada akses kawasan-kawasan penyelamatan.

  Kawasan permukiman perkembangannya diarahkan menyebar terutama mengarah ke bagian barat wilayah Kabupaten Mandailing Natal, dimana pada daerah inilah pengembangan kawasan hunian dapat diintensifkan karena lebih aman dari bahaya bencana alam serta tidak berada pada kawasan lindung. Dalam hal keberadaan kawasan permukiman yang berada di kawasan lindung sebelum adanya arahan rencana tata ruang ini maka terdapat beberapa arahan tambahan yang diperlukan untuk mengakomodasikan hal ini. Kebijakan yang dapat dilakukan dalam rangka mengakomodasikan hal ini adalah dengan merelokasi kawasan permukiman yang telah ada tersebut atau mengajukan usulan kepada instansi yang berwenang dalam melepaskan status kawasan hutan lindung pada kawasan permukiman tersebut.

  Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka rencana pola pemanfaatan ruang untuk kawasan permukiman dapat dikembangkan sebagai berikut:

  Permukiman Perkotaan 1.

  Kawasan permukiman perkotaan dikembangkan pada kota-kota Kecamatan yang mempunyai pertumbuhan cepat dan telah menunjukkan ciri-ciri perkotaan. Pemanfaatan ruang yang diarahkan pada kawasan permukiman perkotaan adalah; permukiman kepadatan sedang sampai dengan tinggi, jasa dan perdagangan, perkantoran, dan industri secara terbatas. Kawasan permukiman perkotaan juga identik dengan keberadaan pedagang kaki lima (pkl), maka dalam pengaturannya perlu penataan dan pembangunan kawasan pedagang kaki lima tersebut. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan terutama diarahkan pada kawasan pusat-pusat pelayanan, yaitu pada setiap ibukota Kecamatan. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan utama direncanakan di Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dalam hal ini adalah ibukota Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Kotanopan dan Kecamatan Natal, serta di pusat-pusat pelayanan kawasan (PPK) yaitu di Kecamatan Bukit Malintang, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Muara Sipongi, Kecamatan Linggga Bayu dan Kecamatan Batahan.

  Pada kawasan permukiman perkotaan berlaku ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau paling sedikit 30% dari luas wilayah kawasan perkotaan.

  Permukiman Perdesaan 2.

  Kawasan permukiman perdesaan dikembangkan pada wilayah Kecamatan di luar kawasan pusat-pusat pelayanan yang masih mengandalkan sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian. Kawasan permukiman perdesaan diarahkan di luar kota kecamatan.

5.1.3. Arahan Pengembangan Struktur Ruang Pusat Kegiatan Nasional (PKN) A.

  Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) ditetapkan dengan kriteria :

  1. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional; industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi;

3. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

  Berdasarkan kriteria diatas di Kabupaten Mandailing Natal belum ada kawasan Pusat Kegiatan Nasional sebagaimana dimaksud.

  Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) B.

  Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) ditetapkan dengan kriteria:

  1. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN;

  2. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.

  3. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.

  Berdasarkan kriteria diatas di Kabupaten Mandailing Natal belum ada kawasan Pusat Kegiatan Wilayah.

  Pusat Kegiatan Lokal (PKL) C.

  Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.Pusat Kegiatan Lokal (PKL) ditetapkan dengan kriteria: