A spek teknis per sektor

  A S P E K T E K N IS P E R S E K T O R

  Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi.Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.

  Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

  Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

  BAB

   6

6.1 Pengembangan Permukiman

  6.1.1. Arah Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

  Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

  1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

  2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

  Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

  3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

  4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

  5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

  6.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permassalahan & Tantangan

  A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman Dalam pengembangan kawasan permukiman di Kabupaten Banggai Laut, memiliki beberapa isu yaitu: a. Maish terdapat Kawasan kumuh di wilayah Kabupaten Banggai Laut, khusunya di daerah perkotaan . b. Menurut data hingga kini masih banyak rumah tidak layak huni (RTLH) di kabupaten khususnya di daerah pesisir c. Degradasi Lingkungan Pesisir yang mengakibtakan terjadinya permukiman kumuh di sepanjang pinggir pantai di Kabupaten Banggai Laut Kawasan

  Kumuh

Tabel 6.1 Isu Strategis Pengembangan Permukiman Kabupaten Banggai Laut

  NO

ISU STRATEGIS KETERANGAN

  1 Kawasan Kumuh Yang Masih Banyak Kawasan kumuh berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk pencapaian SPM Pengembangan Permukiman memiliki luas sebesar 292 Ha.

  2 RTLH masih mendominasi di Kabupaten Banggai Laut Menurut data hingga kini jumlah rumah tidak layak huni (RTLH) di kabupaten yang berada di ujung Pulau Banggai Laut itu tercatat 3.883 unit.

  3 Degradasi Lingkungan Degradasi Lingkungan Pesisir yang mengakibtakan terjadinya permukiman kumuh di sepanjang pinggir pantai di Kabupaten Banggai Laut Kawasan Kumuh

  Sumber: hasil Kompilasi, 2015

  B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman Berdasarkan Kondisi yang ada di Kabupaten Banggai Laut memiliki kawasan perumahan yang terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu rumah layak huni dan rumah tidak layak huni. Namun masih belum ada data yang valid terkait berapa jumlah rumah layak huni dan jumlah rumah tidak layak huni tersebut.

  Selain itu berdasarkan hasil identifikasi dokumen sector dan Hasil FGD Kabupaten Banggai Laut menanggapi kawasan kumuh yang ada di Kabupaten Banggai Laut ada pada Kelurahan Lompio, Kelurahan Dodung, dan Kelurahan Tano Bonunungan.

  Lokasi Kawasan Kumuh yang masih belum keluar secara jelas pada dokumen sector yang ada di Kabupaten Banggai Laut, oleh itu diperlukan identifikasi lebih lanjut mengenai profil permukiman kumuh, SPPIP/RP2KP dan RPKPP Kabupaten Banggai Laut. (Mengingat Perkembangan Kawasan Kumuh berkembang secara sporadis). C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Permasalahan Pengembangan Permukiman

  1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.

  2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.

  3. Tantangan yang dihadapai dalam pengembangan permukiman di Kabupaten Banggai Laut lebih diarahkan pada kawasan strategis di Kabupaten Banggai Laut, yaitu Kawasan perkotaan.

  6.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

  Pada analisis kebutuhan perumahan di Kabupaten Banggai Laut, didasarkan pada jumlah penduduk berdasarkan data BPS pada tahun 2012 – 2014. Selain itu juga berdasarkan jumlah rumah yang ada di Kabupaten Banggai Laut. Karena jumlah rumah yang ada di Kabupaten Banggai Laut belum diketahui datanya maka belum dapat diketahui jumlah kebutuhan perumahan yang ada di Kabupaten Banggai Laut.

  6.1.4. Program Sektor Pengembangan Permukiman

  Berdasarkan kondisi eksisting dan disesuaikan dengan isu pengembangan di Kabupaten Banggai Laut. Pengembangan Kabupaten Banggai Laut lebih diarahkan pada pengembangan kawasan strategis Kabupaten yang berada di Kawasan Strategis Kabupaten.

  Berdasarkan kondisi tersebut, maka dalam perencanaan program dan kegiatan pengembangan permukiman terbagi menjadi 2 (dua), yaitu Program pengembangan kawasan Permukiman Perkotaan dan Program dan kegiatan pengembangan kawasan permukiman Perdesaan. Berikut adalah program berikut: Program Pengembangan kawasan Permukiman Perkotaan

  1. Penyusunan Pengembangan Kawasan dan Pengembangan Permukiman

  2. Perencanaan DED Permukiman Kumuh Perkotaan

  3. Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan

  Program Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

  1. Supervisi Konstruksi Kawasan Perdesaan Potensial

  2. Peningkatan Jalan Pros Desa dan Jalan Kawasan Agropolitan

  3. Pengawasan Jalan Poros Desa dan Jalan Kawasan Agropolitan

  4. Penyediaan PSD Kawasan Perdesaan Potensial

6.1.5. Usulan Program dan Kegiatan

  Pada subbab sebelumnya memiliki tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima. Untuk lebih jelasnya mengenai program pengembangan permukiman yang diusulkan dapat dilihat pada table di bawah ini

Tabel 6.2 Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kabupaten Banggai Laut BIAYA KRITERIA

VOLUME/ NO PROGRAM/KEGIATAN

  LOKASI (RPX1.000.000 KESIAPAN SATUAN )

  1 Penyusunan Pengembangan 1 laporan Kab. Banggai Laut 800 Kawasan dan Pengembangan Permukiman (RP2KP)

  2 Perencanaan DED Permukiman

  1 Laporan 50 Kel. Lomio Kec. Kumuh Perkotaan Kel. Lompio Banggai

  3 Perencanaan DED Permukiman 1 Laporan Kel. Dodung Kec.

  50 Kumuh Perkotaan Kel. Dodung Banggai

  4 Perencanaan DED Permukiman

  1 Laporan

  50 Kel. Tano Kumuh Perkotaan Kel. Tano Bonunungan Kec. Bonunungan

  Banggai

  5 Peningkatan Kualitas Permukiman

  1 Kawasan Kec. Banggai 6.000 Kumuh Perkotaan

  6 Rencana Pengembangan Kawasan

  1 Kawasan 1.000 Kab. Banggai Laut Perkotaan dan Perdesaan (RPKPP)

  7 Peningkatan Kualitas Permukiman

  1 Kawasan Kab. Banggai Laut 3.000 Kumuh Perkotaan Kel. Lompio

BIAYA KRITERIA

  LOKASI (RPX1.000.000 KESIAPAN SATUAN ) 8 Peningkatan Kualitas Permukiman 1 kawasan Kel. Dalam Kab.

  3.000 Kumuh Perkotaan Kel. Lompio Banggai Laut

9 Peningkatan Kualitas Permukiman

  1 Kawasan Kel. Telaga Bertong 3.000 Kumuh Perkotaan Kel. Lompio Kab. Banggai Laut

6.1.6. Usulan Pembiayaan Pengembangan Perumahan

  Berdasarkan usulan program dan kegiatan yang ada di atas, maka akan diidentifikasi pembiayaan yang dibutuhkan untuk menjalankan program dan kegiatan tersebut. Berikut adalah usulan pembiayaan yang kiranya dapat dijalankan.

  APBD APBD NO PROGRAM/KEGIATAN APBN Prov Kab/Kota Swasta Masyarakat TOTAL

  • 1 Penyusunan
  • 800 Pengembangan Kawasan dan

  800 Pengembangan Permukiman (RP2KP)

  • 2 Perencanaan DED Permukiman

  50

- - - Kumuh Perkotaan Kel. Lompio

  50

  • 3 Perencanaan DED Permukiman - -

  50 -

  50 Kumuh Perkotaan Kel. Dodung

  4 Perencanaan DED Permukiman

  • 50 - - Kumuh Perkotaan Kel. Tano

  50 Bonunungan

  5 Peningkatan Kualitas

  • 6.000

  6.000 Permukiman Kumuh Perkotaan

  6 Rencana Pengembangan

  • 1.000 Kawasan

  1.000 Perkotaan dan Perdesaan (RPKPP)

  7

  • Peningkatan Kualitas 3.000

  3.000

  • Permukiman Kumuh Perkotaan Kel. Lompio 8 3.000

  Peningkatan Kualitas 3.000 -

  • Permukiman Kumuh Perkotaan Kel. Lompio

  9 Peningkatan Kualitas

  • 3.000

  3.000

  • Permukiman Kumuh Perkotaan Kel. L i

  Sumber: Hasil Kompilasi, 2015

6.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

6.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

  Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

A. Arahan Kebijakan Kegiatan PBL

  Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undangundang dan perat uran antara lain:

  1. UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

  UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

  2. UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

  • Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
  • Status kepemilikan bangunan gedung • Izin mendirikan bangunan gedung.
  • Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan
gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

  

3. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahu 2002 tentang

Bangunan Gedung

  Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

  

4. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata

Bangunan dan Lingkungan

  Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut.Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

  

5. Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal

bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

  Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

B. Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL

  Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Di rektorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara. Kemudia n selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

  1. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah Negara

  2. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan

  3. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan

  4. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

  5. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan

  6. Pelaksanaan tata usaha Direktorat. Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan

  Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012

Gambar 6.1 Lingkup Tugas PBL Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baiksehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi: a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

  • Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
  • Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
  • Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;
  • Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.

  b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

  • Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;
  • Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
  • Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur; • Pelatihan teknis.

  c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

  • Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan; • Paket dan Replikasi.

6.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan & Tantangan

A. Isu Strategis PBL

  Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang memengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri), sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

  Agenda internasional yang terkait PBL diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020. Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4°C antara tahun 1990 dan 2010, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10 - 25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya. Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruh i isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei – 11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurus permasalahan perumahan dan permukiman ser ta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 – 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat. Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut. 1) Penataan Lingkungan Permukiman

  a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

  b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

  c. pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan; d. revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

  e. peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM;

  f. pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan. 2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan); b. pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota; c. tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan; d. tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;

  e. peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara. 3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

  a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia; b. realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET; c. keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

  Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b) RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan. Adapun isu strategis sektor PBL Kabupaten Banggai Laut adalah sebagai berikut.

   Masih adanya permukiman kumuh di Kabupaten Banggai Laut, khususnya di daerah perkotaan

   Jumlah KK miskin masih cukup banyak (tahun 2014 sebanyak 5.584 KK atau sekitar 33,83%.

   Prasarana dan sarana sosial ekonomi pertanian, pengairan/irigasi dan energi masih berupa teknologi sederhana dan belum dikelola secara optimal, sehingga belum mampu mengatasi kesenjangan antar wilayah dan antar pelaku pembangunan.

   Adanya kawasan perdagangan dan jasa di pusat perkotaan Banggai yang belum berkembang dengan baik, baik dari sisi infrastruktur maupun sarana serta prasarananya. Hal ini berdampak kepada target skala pelayanan yang akan dilayaninya.

  2. Kondisi Eksisting

  • RTBL Kawasan Perkotaan Banggai, Kabupaten Banggai Laut Perkotaan Banggai ini berada pada wilayah administrasi Kecamatan Banggai, yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Banggai Laut yang memiliki wilayah seluas 754,29 km2, terdiri dari 3 kelurahan dan 7 desa. Adapun uraian nama kelurahan dan desa yang berada di kecamatan Banggai diantaranya Lompio, Dodung, Tano Bonunungan, Lampa, Pasir Putih, Lambako, Tinakin Laut, Dankalan, Kokini, dan Potil Pololoba. Perkotaan Banggai merupakan salah satu Pusat Pengembangan Wilayah Bagian Tengah, sebagai pusat pemerintahan, pusat perkantoran, pusat pendidikan, perdagangan, jasa, keuangan dan perusahaan. Pusat kota Banggai ini juga direncanakan menjadi pusat pelayanan regional yang memiliki fungsi sebagai kawasan permukiman pengembangan baru, perkantoran serta CBD perkotaan.

  3. Permasalahan dan Tantangan

  Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain adalah sebagai berikut. Penataan Lingkungan Permukiman:

  • kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran masih kurang diperhatikan;
  • belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;
  • menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
  • masih rendahnya dukungan Pemerintah Daerah dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.

  Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:

  • masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
  • masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;

  • meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
  • kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan

  Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;

  • prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;
  • lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
  • banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
  • penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien; • masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik. Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
  • masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga.

  Kapasitas Kelembagaan Daerah:

  • masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
  • masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
  • masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

6.2.3 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010.Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi:

   Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.  RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)

  RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:

  • Program Bangunan dan Lingkungan;

  Konsep dasar perencanaan tata bangunan dan lingkungan, yang merupakan hasil tahapan analisis program bangunan dan lingkungan, memuat gambaran dasar penataan pada lahan perencanaan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan penjabaran gagasan desain secara lebih detail dari masing-masing elemen desain. Adapun konsep dasar perancangan kawasan dalam kawasan pengembangan Perkotaan Banggai, Kabupaten Banggai Laut adalah sebagai berikut:

  1. Konsep pengelolaan lahan Konsep pengolahan lahan pada koridor jalan utama perkotaan Banggai, Kabupaten Banggai Laut lebih difokuskan pada pengolahan daerah rawan genangan, hal ini dikarenakan pada kawasan perencanaan merupakan salah satu daerah rawan banjir dikarenakan dampak dari perubahan tata guna lahan dan kondisi tanah yang bertekstur lempung sehingga kawasan resapan air sering mengalami banjir. Beberapa konsep dari pengolahan lahan pada kawasan perencaan diarahkan sebagai berikut:

  • Perbaikan fungsi drainase
  • Mempertahankan dan menambahkan daerah resapan

  2. Konsep Penataan Bangunan Konsep penataan bangunan pada koridor jalan utama perkotaan Banggai, kabupaten Banggai Laut diarahkan sebagai berikut:

  • Pengembangan sistem blok dilakukan bila ada pihak yang membebaskan seluruh area yang dibatasi secara fisik oleh jalan atau saluran
  • Bila dalam area yang akan dibebaskan terdapat bangunan yang mempunyai nilai kesejarahan atau nilai arsitektural yang khas, maka
pengembangan blok harus diarahkan untuk mempertahankan eksistensi bangunan tersebut.

  3. Konsep Tata Masa Bangunan Komposisi tata bangunan ditetapkan dengan pertimbangan :

  • Faktor geografis, lansekap lingkungan, visual dan fungsi bangunan
  • Ketentuan identitas pemanfaatan lahan aksesibilitas, GSB, KLB,

  KDB, KDH ketinggian bangunan, orientasi dan selubung bangunan;

  • Menghindari dominasi massa bangunan terhadap lingkungan dengan memperhatikan human scale dan human proportion melalui dekonstruksi dan rekonstruksi
  • Keberadaan bangunan tradisional yang bernilai yang ada di

  Perkotaan Banggai, Kabupaten Banggai Laut, harus menghindari ekspansi bangunan baru yang mengancam eksistensi bangunan tradisional tersebut. Orientasi Bangunan, dasar pertimbangan dalam penentuan orientasi bangunan adalah:

  • Kondisi fisik kawasan yang mencakup : arah sirkulasi matahari, jarak antara bangunan, estetika, klimatologi dan aksesibilitas.
  • Kondisi non fisik kawasan, mencakup: ideology, nilai-nilai sosial- budaya, aksentuasi, dan makna ruang yang akan diciptakan
  • Berbatasan langsung dengan selat alas pada bagian sebagai focus orientasi kawasan

  4. Konsep Fasade Bangunan Konsep fasade bangunan yang direncanakan di kawasan perencanaan adalah bangunan dengan gaya arsitektural kontemporer. Hal ini didasarkan pada bangunan dengan fungsi pertokoan lebih banyak dibandingkan dengan bangunan dengan fungsi lainnya.

  5. Konsep Penetapan Bangunan Kunci Setelah diketahui konsep penetapan fasade bangunan pada kawasan perencanaan, maka langkah selanjutnya adalah konsep penetapan bangunan kunci. Bangunan kunci merupakan bangunan dengan arsitektural asli yang terdapat pada kawasan perencanaan, dimana pembangunan yang dilakukan di masa mendatang akan berkembang dari bangunan kunci yang ada

  6. Konsep Visual Bangunan Konsep visual bangunan yang terdapat di kawasan perencanaan lebih dititik beratkan pada kawasan kajian vocal point yang merupakan titik atau satu lokasi dari suatu kawasan atau area yang sangat strategis untuk dijadikan sebagai point of interest suatu kawasan.Lokasi-lokasi vocal point biasa pada perempatan, pertigaan dan tikungan.

  7. Konsep Skyline Didalam konsep pengembangan, garis langit dibuatka lebih bervarian dengan cara mengatur ketinggian bangunan di wilayah perencanaan sehingga menghasilkan skyline yang berbentuk harmonis dan sekuensial.

  8. Konsep Penataan Sirkulasi Konsep dirkulasi makro kawasan diarahkan adanya perbedaan antara jalur khusus untuk kendaraan dan pejalan kaki, dan diarahkan untuk mengakomodasi pergerakan menuju daerah di sekitar pelabuhan laut Banggai.

  9. Konsep Penataan RTH Rencana ruang terbuka di luar tapak diantaranya mempertahankan dan lebih meningkatkan jalur hijau yang ada di sepanjang tepi koridor jalan utama perkotaan Banggai, kabupaten Banggai Laut. Pada wilayah perencanaan seluruh jalur utama memiliki jalur hijau pad median jalan. Selain itu, konsep ruang terbuka diarahkan kepada konsep ruang terbuka di dalam tapak, sebagai kontribusi peningkatan ruang terbuka hijau privat kawasan untuk perkotaan.

  10. Konsep Street Furniture Dalam penataan kawasan RTBL Perkotaan Banggai ini beberapa konsep street furniture yang menjadi aspek penataan diantaranya adalah lampu penerangan jalan, tempat sampahpos polisi, hydrant, pedestrian atau trotoar untuk pejalan kaki

  . Permasalahan dan Tantangan

  Berikut ini beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:

  • Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

  Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, • kecil di seluruh Indonesia; Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan • dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

  • Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan

  Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana; Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan • kurang mendapat perhatian; Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta • rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan; Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan • keselamatan, keamanan dan kenyamanan;

  • Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien; • Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

  Kapasitas Kelembagaan Daerah:

  Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam • pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan; Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan • peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

  • Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

  RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

  RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara- cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya. RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.

  Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah

  Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan PermukimanTradisional adalah:

  1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;

  2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;

  3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin kelangsungan kegiatan;

  4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat, 5. selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.

  Standar Pelayanan Minimal (SPM)

  Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL, yang dapat dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan.

Tabel 6.4 SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Target Jenis

  No Sasaran indikator Satuan Tahun Pelayanan

  2019 Dasar

1 Penataan Bangunan Meningkatnya tertib persentase jumlah

  IMB 60% dan Lingkungan pembangunan Izin bangunan Mendirikan Bangunan (IMB) gedung yang diterbitkan

  2 Penangan Berkurangnya persentase berkurangnya Ha 10% Pemukiman kumuh permukiman kumuh di luasan permukiman kumuh Perkotaan perkotaan di kawasan perkotaan

  Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 01/ Prt/M/2014

  6.2.4. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:

  1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belummemenuhi persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan,keamanan, kenyamanan dan kemudahan);

  2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung danRumah Negara; 3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.

  Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung.

  6.2.5 Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

  Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan).P2KP merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat.

  6.2.6 Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Berdasarkan standar PLHN 2015 – 2019 Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Tahun 2015-2019 yang dilakukan Program untuk sector PBL lebih diarahkan kepada kawasan- kawasan yang memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: a. Merupakan kawasan yang apabila tidak diatur lebih detai perkembangannya akan semrawut.

  b. Merupakan Kawasan yang memiliki ciri khas budaya yang kental/memiliki nilai sejarah c. Merupakan Kawasan Strategis dan merupakan kawasan prioritas yang mendesak untuk diatur d. Merupakan Kawasan yang belum tertangani RTBL selama 5 (lima) tahun terakhir. Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:

  a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;

  b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.

  Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangan pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.

  Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah:

  • Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung Kriteria Khusus:

  Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan - Gedung;

  • Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG
    • Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas:

  Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan; -

  • Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM

  Pronangkis- nya;

  • Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;

  Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; - Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. -

  • Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) Kriteria Lokasi :

  Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006; -

  • Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
  • Kawasan yang dilestarikan/heritage;

  Kawasan rawan bencana; - Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/ - budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district); Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota; -

  • Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya; Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat; - Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. -
    • Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DAED/DED.

  Kriteria Umum:

  • Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau; Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm scenario pengembangan wilayah (jika - luas perencanaan < 5 Ha); Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah - daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya; - Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:
  • Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;
  • Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;
  • Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
  • Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat; - Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:
  • Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH

  Publik);

  • Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata ruang);
  • Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH public minimal 20% dari luas wilayah kota;
  • Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat; - Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah:
  • Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);
  • Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis;
  • Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
  • Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; - Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
    • Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK):

  • Ada Perda Bangunan Gedung;
  • Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;
  • Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi
  • Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 ttg Tata Ruang;
  • Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; - Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
    • Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/Ged Bersejarah:
    • Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional-

  Bersejarah;

  • Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;
  • Ada DDUB;
  • Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;
  • Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;
  • Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; - Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
    • Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:

  • Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota);
  • Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan

  DPRD);

  • Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;
  • Ada lahan yg disediakan Pemda;
  • Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; - Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
    • Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan: