BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tilawah Al Qur’an 1. Pengertian Tilawah Al Qur’an - BAB II TITIN SETIYAWATI PAI'17

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tilawah Al Qur’an 1. Pengertian Tilawah Al Qur’an Tilawah Al Q

  ur‟an adalah membaca ayat suci Al Qur‟an dengan baik dan benar (tartil, menampakkan huruf-hurufnya dan berhati-hati melafadzkannya) (Abdul Aziz, 2011: 11-12), biasanya dimulai dari surat al Fatihah sampai dengan surat an Naas.

  Membaca Al Qur‟an merupakan satu kemuliaan yang diberikan Allah SWT kepada umat manusia, khususnya umat Islam. Karena itu, sudah seharusnya seorang muslim mempunyai kewajiban-kewajiban khusus untuk menjaga keutuhan Al Q ur‟an. Salah satunya yaitu dengan membacanya sesuai dengan tuntunan ilmu tajwid.

  Al Qur‟an adalah kalam Allah SWT, yang merupakan mu‟jizat yang diturunkan atau diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dari permulaan surat al Fatihah sampai akhir surat an Naas dan membacanya adalah ibadah (Nata, 1998:54-55).

  Menurut Al Qattan (2004:15-17), menjelaskan bahwa kata Al Qur‟an berasal dari kata: Qara‟a mempunyai arti mengumpulkan atau menghimpun, dan

  qira‟ah menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu

  dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapi. Al Qur‟an dan

  qira‟ah yaitu masdar dari kata qara‟a, qira‟atan, qur‟anan yang berarti bacaan.

  7 Qur‟anah disini berarti qira‟atuhu (bacaannya atau cara membacanya). Jadi kata itu adalah masdar menurut wazan (tasrif, konjugasi) “fu‟lan” dengan vokal “u” seperti “gufran” dan “syukran”. Kita dapat mengatakan

  qara‟atuhu, qur‟an, qira‟atan wa qur‟anan, artinya

  sama saja. Di sini

  maqru‟ (apa yang dibaca) diberi nama Al Qur‟an (bacaan) yakni penamaan maf‟ul dengan masdar.

  Al Qur‟an dikhususkan sebagai nama bagi kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, sehingga Al Q ur‟an menjadi nama khas kitab itu, sebagai nama diri. Sebagian ulama menyebutkan bahwa penamaan kitab ini dengan nama Al

  Qur‟an diantara kitab-kitab Allah SWT itu karena kitab ini mencakup inti dari kitab-kitab-NYA, bahkan mencakup inti dari semua ilmu. Sebagian ulama juga berpendapat bahwa kata Al

  Qur‟an itu pada mulanya tidak berhamzah sebagai kata jadian, mungkin karena ia dijadikan suatu nama bagi kalam yang diturunkan kepada Nabi saw dan bukan kata jadian dari

  qara‟a atau mungkin ia

  berasal dari kata qarana-asy-

  syai‟a bisy-syai‟i yang berarti

  memperhubungkan sesuatu dengan yang lain, atau juga berasal dari kata qara‟in (saling berpasangan) karena ayat-ayatnya satu dengan yang lain saling menyerupai. Dengan demikian huruf nun itu asli. Namun pendapat ini masih diragukan, yang benar adalah pendapat pertama (Ilyas, 2013:15).

  Al Qur‟an memang sukar diberi batasan dengan definisi-definisi logika yang mengelompokan segala jenis, bagian-bagian serta ketentuan- ketentuannya yang khusus, sehingga definisi Al

  Qur‟an mempunyai batasan yang benar-benar konkrit. Definisi yang konkrit untuk Al Qur‟an adalah menghadirkannya dalam pikiran atau dalam realita seperti misalnya kita menunjuk sebagai Al

  Qur‟an kepada yang tertulis di dalam mushaf atau terbaca dengan lisan. Untuk itu kita katakan juga, Al Qur‟an ialah

  bismillahir rahmannir rahim, al- hamdulillahi rabbil „alamin ...... sampai

  dengan minal jinnati wannas.

  Para ulama menyebutkan definisi Al Qur‟an yang mendekati maknanya dan membedakannya dari yang lain dengan menyebutkan bahwa: “Al Qur‟an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang pembacaannya merupakan suatu ibadah”.

  Dalam definisi, “kalam” merupakan kelompok jenis yang meliputi segala kalam. Dan dengan menghubungkannya kepada Allah SWT (kalamullah) berarti tidak termasuk semua kalam manusia, jin dan malaikat (Al Qattan, 2004:15-17).

  Al Qur‟an mempunyai nama yang bermacam-macam. Ada yang menyebutnya berjumlah 55 nama. Ada pula yang mengatakan 90 nama.

  Namun dari sekian banyak nama tersebut yang termasyhur hanya empat, yaitu Al Qur‟an itu sendiri, al Kitab, al Furqan dan al Dzikr. Disamping nama- nama tersebut tercantum dalam Al Qur‟an sendiri, penamaan itu juga didasarkan atas alas an tertentu. Al Qur‟an dinamai Al Qur‟an karena ia dibaca, pembacaannya adalah ibadah, dan orang yang membacanya mendapat pahala (Nata, 1998:58-59).

  Oleh karena itu, hal terpenting dalam kegiatan membaca Al Qur‟an adalah rutinitas atau keajegan (keistiqamahan), yakni membacanya secara berkesinambungan dan terus menerus (estafet). Allah swt berfirman, akan memberikan penghargaan kepada orang-orang yang giat dan rutin membaca Al Qur‟an.

  بَّآ ِّٔيىا ِدبَٝآ َُُ٘يْتَٝ ٌخََِئآَق ٌخٍَُأ ِةبَتِنْىا ِوَْٕأ ٍِِْ اََ٘س ْاُ٘سَْٞى َُُٗدُجْسَٝ ٌَُْٕٗ ِوَْٞيىا 

  Artinya:

  “Mereka itu tidak sama; di antara ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang)

  ”. (QS. Ali Imran: 113)

  Pada ayat lain disebutkan,

  َُُّٔ٘يْتَٝ َةبَتِنْىا ٌُُٕبََْْٞتآ َِِٝرَىا ٍَِٗ ِِٔث ٍَُُِْْ٘ؤُٝ َلِئَىُْٗأ ِِٔتََٗلاِت َقَح َُُٗسِسبَخْىا ٌُُٕ َلِئَىُْٗؤَف ِِٔث ْسُفْنَٝ

  Artinya:

  “Orang-orang yang Telah kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya[84], mereka itu beriman kepadanya. dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, Maka mereka Itulah orang-orang yang rugi. [84] Maksudnya: tidak merobah dan mentakwilkan Al Kitab sekehendak hatinya.

  (QS Al Baqarah: 121)

  Untuk mengungkapkan kata “membaca” dua buah ayat tersebut menggunakan kata dalam bentuk

  mudhari‟ (present tense), yaitu kata “yatluuna” menunjukan makna terus menerus dan kesinambungan.

  Dengan demikian, kegiatan membaca Al Qur‟an hendaknya dilakukan secara rutin, terus menerus dan berkesinambungan.

  Dengan membaca Al Qur‟an secara rutin, suatu saat orang akan khatam (tamat) Kitab Suci yang terdiri dari 30 juz, 114 surat, dan 6666 ayat tersebut. setelah khatam, berangkat memulai lagi dan seterusnya agar tidak putus. Disaat khatam, orang yang rutin membaca Al Qur‟an memiliki doa yang ampuh

  . Akhirnya membaca Al Qur‟an perlu dijadikan aktifitas dan konsumsi sehari-hari. Membaca adalah jembatan menuju pemahaman, pengalaman, dan penerapan Al Qur‟an dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan membaca Al Qur‟an terdapat syiar agama Islam (Syarifuddin, 2005: 48-49).

  Al Qur‟an hendaklah dibacakan dengan bacaan yang baik, dengan penuh perhatian, dengan memperhatikan adab-adab pada waktu membacanya. Hendaklah sedapat-dapatnya memperhatikan isi ayat yang dibacanya. Oleh karena itu tilawah Al Qur‟an dinamakan seutama- utamanya dzikir, doa yang lebih utama dari segala doa (Aceh, 1996: 295).

  Indikator tilawah Al Qur‟an dalam penelitian ini adalah: 1) memperhatikan ilmu tajwid dalam me mbaca Al Qur‟an, 2) fashohah dalam membaca Al Qur‟an, 3) motivasi dalam membaca Al Qur‟an, 4) pemahaman dalam membaca Al Qur‟an, 5) suara/lagu dalam membaca Al Qur‟an (Bahrudin, 2012).

2. Keutamaan Tilawah Al Qur’an

  Syarifuddin (2004:45), menjelaskan bahwa seorang ulama besar Ibnu Shalah penulis kitab Al Muqaddimah karya terbesar dibidang ilmu hadits, mengatakan, “Membaca Al Qur‟an merupakan suatu kemuliaan yang diberikan Allah SWT kepada umat manusia. Sesungguhnya para malaikat tidak diberikan kemuliaan itu. Mereka amat merindukan diberikan kemuliaan tersebut agar dapat mendengarkannya.”

  Ungkapan Imam Ibnu Shalah menunjukan keutamaan dan nilai lebih membaca Kitab Suci Al Qur‟an, paham artinya atau tidak paham, dalam shalat atau di luar shalat, sendirian atau bersama-sama, di rumah atau di masjid dan sebagainya. Al Qur‟an bagi kaum muslimin adalah bacaan nomor satu dikala susah maupun senang. Ia adalah ibadah yang utama untuk dipersembahkan kepada Allah SWT.

  Al Qur‟anul karim adalah buku undang-undang yang memuat hukum- hukum islam. Dia (Al Qur‟an) merupakan sumber yang melimpahkan kebaikan dan hikmah, pada hati yang beriman. Al Qur‟an merupakan sarana paling utama untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan membacanya. Dalam hadits Abdullah bin Mas‟ud, diriwayatkan dari Nabi SAW beliau bersabda:

  “Sungguh Al Qur‟an ini adalah jamuan Allah, maka kalian terimalah jamuanNYA itu semampu kalian. Sungguh Al Qur‟an itu adalah tali Allah, cahaya terang dan obat yang bermanfaat, merupakan penjaga bagi orang yang membacanya, penyelamat bagi orang yang berpegang kepadanya, penyelamat bagi orang yang mengikutinya, tidak menyimpang menyebabkan tercela, tidak bengkok sehingga menghendaki pembetulan, tak pernah habis keajaiban- keajaibannya, tidak akan lenyap keagungan dan keindahannya lantaran banyak diulang- ulang. Bacalah dia (Al Qur‟an)! Sungguh Allah akan

  membalas kalian atas pembacaannya, setiap huruf dibalas dengan sepuluh kebaikan. Ingat !aku tidak mengatakan kepada kalian alif lam mim sebagai satu huruf, melainkan alif satu huruf, lam satu huruf, mim satu huruf

  (HR Hakim) (Soenarto, 2001: 79).

  Al Qur‟an adalah kitab suci yang merupakan sumber utama dan pertama ajaran agama Islam, menjadi petunjuk kehidupan umat manusia diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu rahmat yang tak ada taranya bagi alam.

  Di dalamnya terkumpul wahyu Illahi yang menjadi petunjuk, pedoman dan pelajaran bagi siapa yang mempercayainya serta mengamalkannya. Al Qur‟an adalah kitab suci yang terakhir diturunkan Allah SWT, yang isinya mencakup segala pokok- pokok syari‟at yang terdapat dalam kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya. Karena itu setiap orang yang mempercayai Al Qur‟an akan bertambah cinta kepadanya, cinta untuk membacanya, untuk mempelajari dan memahaminya serta pula untuk mengamalkannya sampai merata rahmatnya dirasai dan dikecap oleh penghuni alam semesta.

  Keutamaan orang yang membaca Al Qur‟an berbeda-beda sesuai dengan perbedaan pemahaman dan kemampuan mengambil manfaat mereka dengan Al Qur‟an. Setiap mukmin yakin, bahwa membaca Al Qur‟an saja, sudah termasuk amal yang sangat mulia dan akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, sebab yang dibacanya itu adalah kitab suci Al Qur‟an adalah sebaik-baik bacaan bagi seorang mukmin, baik dikala senang maupun dikala susah, dikala gembira ataupun dikala sedih. Membaca Al Qur‟an tidak hanya menjadi amal ibadah tetapi juga obat dan penawar bagi yang gelisah jiwanya.

  Tentang keutamaan dan kelebihan membaca Al Qur‟an, Allah swt berfirman:

  بٍََِ اُ٘قَفَّأَٗ َحبَيَصّىا اٍُ٘بَقَأَٗ َِٔيىا َةبَتِم َُُ٘يْتَٝ َِِٝرَىا َُِإ َزُ٘جَت َِى ًحَزبَج ِت َُُ٘جْسَٝ ًخَِّٞبَيَعَٗ اًسِس ٌُْٕبَْْقَشَز

  Artinya:

  “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.”(QS Fathir: 29)

  Dalam sebuah hadits Rasulullah juga menerangkan bagaimana besarnya rahmat Allah SWT terhadap orang-orang yang membaca Al Qur‟an di rumah-rumah ibadah (masjid, mushola, surau dan lain-lain). Hal ini dikuatkan oleh sebuah hadits shahih yang artinya sebagai berikut:

  “Kepada kaum yang suka berjama‟ah di rumah-rumah ibadah, membaca Al Qur‟an secara bergiliran dan ajar mengajarkannya terhadap sesamanya, akan turunlah kepadanya ketenangan dan ketenteraman, akan berlimpah kepadanya rahmat dan mereka akan di jaga oleh malaikat, juga Allah akan selalu mengingat mereka” (HR Muslim dan Abu Hurairah).

  Dengan hadits di atas nyatalah, bahwa membaca Al Qur‟an baik mengerti artinya atau tidak, akan termasuk ibadah, amal sholeh dan memberi rahmat serta manfaat bagi yang melakukannya, memberi cahaya kepada hati yang membacanya sehingga terang benderang, juga memberi cahaya kepada keluarga rumah ta ngga tempat Al Qur‟an itu dibaca (Umar As Sunaidi, 2010:216-218).

  Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Annas, Rasulullah SAW bersabda:

  “Hendaklah kamu beri nur (cahaya) rumah tanggamu dengan sem bahyang dan dengan membaca Al Qur‟an!. “ Di dalam hadits yang lain lagi, Rasulullah saw menyatakan tentang memberi cahaya rumah tangga Al Qur‟an itu. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Darul Quthni dari Annas Rasulullah memerintahkan: “Perbanyaklah membaca Al Qur‟an di rumahmu, sesungguhnya di rumah yang tidak ada orang membaca Al Qur‟an, akan sedikit sekali dijumpai kebaikan di rumah itu dan akan banyak sekali kejahatan, serta penghuninya selalu merasa sempit dan susah”.

  Karena keutamaan membaca Al Qur‟an Rasulullah SAW memberikan apresiasi, motivasi, dan sugesti untuk giat membacanya berikut ini nilai keuntungan yang akan didapatkan dengan kegiatan membaca Kitab Suci itu: a.

  Nilai pahala. Kegiatan membaca Al Qur‟an per satu hurufnya dinilai satu kebaikan dan satu kebaikan ini dapat dilipat gandakan hingga sepuluh kebaikan.

  b.

  Obat (terapi) jiwa yang gundah. Membaca Al Qur‟an buka saja amal ibadah, namun juga bisa menjadi obat dan penawar jiwa yang gelisah, pikiran kacau, nurani tidak tenang dan sebagainya. Allah SWT berfirman,

  ُدِٝصَٝ َلاَٗ ٍَِِِْْٞؤَُْيِى ٌخََْحَزَٗ بَفِش َُٕ٘ بٍَ ُِآْسُقْىا ٍَِِ ُهِصََُّْٗ اًزبَسَخ َلاَإ ََِِِٞىبَظّىا Artinya:

  “Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi

penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran

itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain

kerugian.

   (QS Al Israa:82).

  Hal ini sesuai dengan pernyataan para ulama ahli terapi. Mereka menyebutkan salah satu obat hati yang utama adalah membaca Al Qur‟an dengan khusyu‟ seraya merenungkan makna kandungannya.

  Dalam ilmu jiwa (psikologi) modern dinyatakan bahwa berkomunikasi dengan orang lain sangat efektif untuk mengurangi beban berat yang ditanggung jiwa. Para psikolog menyarankan orang-orang yang jiwanya tengah menanggung beban berat untuk berkmunikasi dengan orang lain, bicara dari hati kehati agar terkurangi bebannya.

  Sementara membaca Al Qur‟an ibarat komunikasi dengan Allah SWT

  , dengan komunikasi itu orang yang membaca Al Qur‟an jiwanya akan menjadi tenang dan tenteram.

  c.

  Memberikan syafa‟at. Disaat umat manusia diliputi kegelisahan pada hari kiamat , Al Qur‟an bisa hadir memberikan pertolongan bagi orang- orang yang senantiasa membacanya di dunia. Sabda Rasulullah SAW,

  

“Bacalah Al Qur‟an karena sesungguhnya ia pada hari kiamat akan

hadir memberikan pertolongan kepada orang-orang yang

membacanya” (HR Muslim).

d. Menjadi nur di dunia sekaligus menjadi simpanan di akhirat. Dengan membaca Al Qur‟an, muka seorang muslim akan ceria dan berseri-seri.

  Ia tampak anggun dan bersahaja karena akrab bergaul dengan Kalam Tuhannya. Lebih jauh ia akan dibimbing oleh Kitab Suci itu dalam meniti jalan kehidupan yang lurus. Selain itu diakhirat, orang yang membaca Al Qur‟an akan bisa menjadi deposito besar yang membahagiakan.

  e. Malaikat turun me mberikan rahmat dan ketenangan. Jika Al Qur‟an dibaca, malaikat akan turun memberikan si pembaca itu rahmat dan ketenangan. Seperti diketahui, ada segolongan malaikat yang khusus ditugaskan untuk mencari majelis atau forum zikir dan membaca Al Qur‟an. Jika malaikat menurunkan rahmat otomatis orang yang membaca Al Qur‟an hidupnya akan selalu tenang, tenteram dan lain sebagainya (Syarifudin, 2004: 46-48).

3. Fashohah (Ilmu Tajwid) Dalam Tilawah Al Qur’an

  Pada umumnya fashohah diartikan kesempurnaan membaca dari seseorang akan cara melafaklan seluruh huruf hijaiyah yang ada di dalam Al Qur‟an. Jika seseorang itu mampu membaca Al Qur‟an dengan benar sesuai pelafalannya maka orang tersebut dapat dikatakan fasih membaca Al Qur‟an.

  Sedangkan pengertian secara lebih luas adalah fashohah juga meliputi penguasaan di bidang

  Al Waqfu wal Ibtida‟ dalam hal ini yang

  terpenting adalah ketelitian akan harakat dan penguasaan kalimat serta ayat- ayat yang ada di dalam Al Qur‟an.

  Dalam membaca A l Qur‟an agar dapat mempelajari membaca dengan baik dan benar serta mampu memahami isi dan makna dari tiap ayat Al Qur‟an yang kita baca, tentunya kita perlu mengenal, mempelajari ilmu tajwid yakni tanda- tanda baca dalam tiap huruf ayat Al Qur‟an. Guna tajwid ialah sebagai alat untuk mempermudah mengetahui panjang pendek, melafazkan dan hukum membaca Al Qur‟an.

  Hukum mempelajari ilmu tajwid secara teori adalah fardhu kifayah, sedangkan hukum membaca Al Qur‟an sesuai dengan kaidah ilmu tajwid adalah fardhu

  „ain. Tujuannya agar menjaga lidah terhindar dari kesalahan dalam membaca Al Qur‟an (Abdur Rauf, 2011: 11-14).

  Oleh karena itu agar fasih (menampakan yang jelas dan terang) ketika membaca Al Qur‟an harus memperhatikan beberapa istilah yang dikenal dalam ilmu tajwid, diantaranya: a. Makhorijul huruf, yakni tempat-tempat keluar masuknya huruf.

  Dengan mengetahui makhorijul huruf dan ditopang dengan latihan secara terus-menerus dalam mengucapkannya, maka akan dapat memperlancar lidah dalam mengucapkan huruf dengan baik dan benar.

  b. Shifatul huruf, yakni cara melafalkan atau mengucapkan huruf, agar huruf yang keluar dari mulut semakin sesuai dengan keaslian huruf- huruf Al Qur‟an itu sendiri.

  c. Ahkamul huruf, yakni hubungan antar huruf diantaranya: 1) Hukum lam jalalah 2)

  Hukum lam ta‟rif

  3) Hukum bacaan ro‟

  4) Hukum nun sukun dan tanwin 5) Hukum nun dan mim bertasydid 6) Hukum mim sukun 7) Hukum lam kerja 8) Hukum lam untuk huruf 9) Hukum idgham 10) Hukum qalqalah

  d. Ahkamul mad wal qasr, yakni panjang dan pendeknya dalam melafazkan ucapan da lam tiap ayat Al Qur‟an.

  e.

  Ahkamul waqaf wal ibtida‟, yakni mengetahui huruf yang harus mulai dibaca dan berhenti pada bacaan bila ada tanda huruf tajwid.

  f. Istilah- istilah dalam Al Qur‟an, yakni istilah atau ayat-ayatyang hanya ada di surat-surat tertentu yang harus dikuasai, dengan mengkaji secara khusus dalam rangka lebih menyempurnakan tilawah Al Qur‟an (Kurnaedi, 2015: 18-90).

4. Fungsi dan Peranan Al Qur’an

  Banyak ayat yang menjelaskan tentang fungsi dan peranan dirinya bagi kehidupan umat manusia di dunia ini. Untuk mengetahui fungsi dan peranan tersebut, seorang muslim dan mukmin dituntut memahami isi kandungan Al Qur‟an.

  Ketika Allah SWT menghendaki sesuatu, pasti memiliki makna. Begitu juga dengan di turunkannya Al Qur‟an kepada manusia juga memiliki fung si dan peranan. Al Qur‟an mempunyai beberapa nama yang sekaligus menunjukan fungsinya, diantaranya ada empat hal (Khusnaeni dkk, 2011): a. Al

  Qur‟an sebagai pedoman hidup manusia Firman Allah Ta‟ala:

  َِِٞقَتَُْيِى ًٙدُٕ ِِٔٞف َتَْٝز َلا ُةبَتِنْىا َلِىَذ

  Artinya: Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk

  

bagi mereka yang bertaqwa”(QS Al Baqarah:2)

  Al Kitab secara bahasa berarti al-

  jam‟u (mengumpulkan),

  menurut as Suyuthi (Ilyas, 2013:4), dinamai Al Kitab karena Al Qur‟an mengumpulkan berbagai macam ilmu, kisah dan berita. Al Qur‟an di samping dipelihara melalui lisan, juga dipelihara dengan tulisan. Penamaannya dengan Al Qur‟an dan Al Kitab, dua nama yang paling populer mengisyaratkan bahwa kitab suci Al Qur‟an haruslah dipelihara melalui dua cara secara bersama yaitu melalui hafalan dan tulisan.

  Oleh karena itu, d ari ayat tersebut sudah jelas bahwa Al Qur‟an sebagai pedoman hidup manusia dan tidak ada keraguan padanya, maka manusia tidak akan tersesat selamanya. Al Qur‟an merupakan petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa agar selamat di dunia maupun di akhirat.

  Al Qur‟an sebagai penjelas, pembeda, sumber inspirasi bagi manusia dan lain-lain sebagaimana disebutkan sendiri oleh Al Qur‟an. b.

  Al Qur‟an adalah ruh bagi orang-orang yang beriman. Allah SWT menjelaskan dalam QS Asy Syuro 52 yang artinya:

  

“Dan Demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran)

dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah

Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi

kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang kami tunjuki dengan dia

siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan

Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan

yang lurus.

  

  Dari ayat tersebut bahwa orang yang di dalam hatinya tidak ada Al Qur‟an maka hatinya akan kosong. Sebagaimana tubuh kita membutuhkan nutrisi, jika tubuh tidak ada asupan nutrisi maka akan sakit. Begitu juga dengan ruh kita yang membutuhkan asupan nutrisi, yaitu Al Qur‟an. Jika ruh kita tidak di beri asupan nutrisi maka akan sakit dan manusia yang ruhnya sakit akan sulit di ajak melakukan kebaikan dan sulit menerima nasehat.

  c.

  Al Qur‟an sebagai peringatan Allah SWT menurunkan Al Qur‟an untuk memberi peringatan kepada manusia agar manusia senantiasa berada pada jalan yang benar dan lurus.

  Firman Allah Ta‟ala:

  َُُٗسِنٍُْ َُٔى ٌُْتَّؤَفَأ ُٓبَْْىَصَّأ ٌكَزبَجٍُ ٌسْمِذ اَرََٕٗ

  Artinya:

  “Dan Al Quran Ini adalah suatu Kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang Telah kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya? (QS Al Anbiya:50) d.

  Al Qur‟an sebagai mukjizat Al Qur‟an merupakan mukjizat terbesar yang Allah SWT turunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang berlaku untuk seluruh zaman dan umat manusia. Dari zaman Nabi Muhammad SAW sampai nanti hari kiamat. Mukjizat Al Qur‟an terletak pada fashahah dan balaghahnya, keindahan susunan dan gaya bahasanya serta isinya yang tiada tara bandingannya. Al Qur‟an merupakan kitab penyempurna bagi kitab-kitab terdahulu, yaitu Taurat, Zabur dan Injil. Jadi Al Qur‟an merupakan kitab yang paling lengkap dan sempurna.

  F irman Allah Ta‟ala yang artinya: “Dan kami Telah turunkan

  

kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa

yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan

batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah

perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah

kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran

yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu,

kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah

menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi

Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu,

Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah

kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang

Telah kamu perselisihkan

  

(QS Al Maidah:48)  Menurut Nata (1998:58-59), menjelaskan bahwa adapun nama- nama Al Qur‟an yang juga menujukan fungsinya ada lima macam, yaitu: a.

  Al Qur‟an

  َِِٝرَىا ٍَِِِْْٞؤَُْىا ُسِشَّجَُٝٗ ًَُْ٘قَأ َِٜٕ ِٜتَيِى ِٛدِْٖٝ َُآْسُقْىا اَرَٕ َُِإ اًسِٞجَم اًسْجَأ ٌَُْٖى ََُأ ِدبَحِىبَصّىا َُُ٘يََْعَٝ

  Artinya:

  “Sesungguhnya Al Quran Ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh

bahwa bagi mereka ada pahala yang besar

  ” (QS Al Israa:9)

  Dinamai Al Qur‟an, karena kitab suci terakhir yang diturunkan Allah SWT ini berfungsi sebagai bacaan sesuai dengan arti kata Qur‟an itu sendiri.

  b. Al Kitab

  َِِٞقَتَُْيِى ًٙدُٕ ِِٔٞف َتَْٝز َلا ُةبَتِنْىا َلِىَذ

  Artinya:

  “Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bag

i mereka yang bertaqwa”(QS Al Baqarah: 2)

  Al Kitab secara bahasa berarti al-

  jam‟u (mengumpulkan),

  menurut as Suyuthi (Ilyas, 2013:4), dinamai Al Kitab karena Al Qur‟an mengumpulkan berbagai macam ilmu, kisah dan berita. Al Qur‟an di samping dipelihara melalui lisan, juga dipelihara dengan tulisan. Penamaannya dengan Al Qur‟an dan Al Kitab, dua nama yang paling populer mengisyaratkan bahwa kitab suci Al Qur‟an haruslah dipelihara melalui dua cara secara bersama yaitu melalui hafalan dan tulisan. c. Al Furqan

  اًسٝ ِرَّ َََِِٞىبَعْيِى َُُ٘نَِٞى ِِٓدْجَع َٚيَع َُبَقْسُفْىا َهَصَّ ِٛرَىا َكَزبَجَت

  Artinya:

  “Maha Suci Allah yang Telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (QS Al Furqan:1)

  Al Furqan mashdar dari kata faraqa, dalam

  wazan fu‟lan,

  mengambil bentuk shifat musyabahah dengan arti „yang sangat memisahkan‟. Dinamai demikian karena Al Qur‟an memisahkan dengan tegas antara haq dan bathil, antara benar dan salah dan antara baik dan buruk.

  d. Adz Dzikr

  َُُ٘ظِّفبَحَى َُٔى بَِّإَٗ َسْمِرىا بَْْىَصَّ ُِْحَّ بَِّإ

  Artinya:

  “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar- benar memeliharanya” (QS Al

  Hijr:9) Adz Dzikr artinya ingat, mengingatkan. Dinamai Adz Dzikr karena kitab suci ini terdapat pelajaran dan nasehat dan kisah umat yang masa lalu.

  e. At Tanzil

  َََِِٞىبَعْىا ِةَز ُوِٝصَْتَى َُِّٔإَٗ

  Artinya:

  “Dan Sesungguhnya Al Quran Ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta Alam”(QS Asy Syu‟ara: 192)

  At Tanzil artinya yang benar-benar diturunkan. Dinamai demikian karena Al Qur‟an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril (Ilyas, 2013:20-22).

  Nama-nama tersebut setelah dijelaskan di atas, ternyata menggambarkan keluaran fungsi, kandungan dan kedudukan Al Qur‟an, yaitu sebagai bacaan pemisah antara yang hak dan bathil, tulisan dan peringatan bagi manusia. Nama-nama tersebut tidak dijumpai sebagai mana pada kitab lainnya.

5. Adab Ketika Membaca Al Qur’an

  Al Qur‟an sebagai kitab suci, wahyu Ilahi mempunyai adab tersendiri bagi orang yang membacanya. Adab itu sudah diatur dengan sangat baik, untuk penghormatan dan keagungan Al Qur‟an tiap-tiap orang harus berpedoman kepadanya dalam mengerjakannya.

  Siapa yang berkata dengan ayat-a yat Al Qur‟an berarti ia telah berkata benar, siapa yang memutuskan hukum dengannya berarti ia telah berlaku adil, serta yakin bahwa para pembaca Al Qur‟an adalah keluarga Allah SWT dan orang-orang khusus-NYA. Iman seorang muslim akan bertambah dengan keagungan, kesucian dan kemuliaan kitab Allah SWT yang terdapat dalam keutamaanya. Oleh karena itu, seorang muslim harus menghalalkan apa yang dihalalkan dan mengharamkan apa yang telah diharamkan Al Qur‟an, serta berpegang terhadap adab-adabya dan berakhlak dengan akhlaknya (Jabir, 2009:135). Dengan demikian, ketika membacanya ia akan berpegang dengan adab-adab berikut: a. Membacanya dalam keadaan yang paling sempurna, bersih setelah berwudhu, menghadap kiblat, duduk dengan sopan dan tenang serta berada di tempat yang bersih.

  Rasulullah SAW ketika sedang memenuhi hajat dan seseorang mengucapkan salam kepadanya, beliau tidak menjawab salam itu.

  Beliau baru menjawab ketika keluar dari tempat memenuhi hajat itu. Alasan beliau, salam adalah dzikir yang tidak sepatutnya dilakukan di tempat yang tidak bersih. Sedangkan sebaik-baik dzikir adalah membaca Al Qur‟an, otomatis tempatnya menuntut harus lebih bersih.

  b. Membacanya dengan tartil, tidak terburu-buru Membaca Al Qur‟an termasuk ibadah dan karenanya harus sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Sikap memperbaiki bacaan

  Al Qur‟an dengan menata huruf sesuai dengan tempatnya merupakan suatu ibadah, sama halnya meresapi, mamahami, dan mengamalkan isi kan dungan Al Qur‟an merupakan suatu ibadah. Tidak terburu-buru ketika membacanya, karena Rasulullah bersabda:

  “Barang siapa yang

membaca Al Qur‟an (sampai khatam) dalam waktu kurang dari tiga

malam ia tidak dapat memahaminya”(HR Tirmidzi) (Jabir, 2009:137).

  c. Senantiasa khusyu‟ saat membacanya, menampakan rasa sedih, menangis atau berusaha untuk menangis jika tidak bisa menangis.

  d. Memperbagus suaranya. Sebagaimana sabda Nabi SAW:

  “Hiasilah Al Qur‟an dengan suaramu” (HR Bukhari) (Jabir, 2009:137).

  Agar rasa keagun gan Al Qur‟an lebih dapat merasuk ke dalam jiwa, ditekankan membaca Al Qur‟an dengan suara yang bagus, indah, dan enak yang dimiliki masing-masing orang. Rasulullah bersabda:

“Hiasilah Al Qur‟an itu dengan suaramu” (HR Ibnu Hibban).

  Melagukan Al Qur‟an dengan suara yang bagus hukumnya dianjurkan, selama tidak melanggar ketentuan-ketentuan dan tatacara membaca sebagaimana telah ditetapkan dalam ilmu qiraat dan tajwid, seperti menjaga panjang pendeknya, harakatnya, dan sebagainya. Pola lagu seperti inilah yang dikehendaki dalam kandungan hadits (Syarifuddin, 2004: 90).

  e.

  Melirihkan bacaannya jika khawatir dirinya berbuat riya atau sum‟ah atau mengganggu orang yang sedang sholat, karena telah diriwayatkan dari Nabi:

  “Orang yang membaca Al Qur‟an dengan suara yang keras itu seperti orang yang memberikan sedekah secara terang- terangan” (Jabir, 2009: 138).

  f. Bagi orang yang sudah mengerti arti dan maksud ayat- ayat Al Qur‟an, disunatkan membacanya dengan penuh perhatian dan pemikiran tentang ayat-ayat dibacanya serta tidak melalaikannya.

  َََُُ٘حْسُت ٌُْنَيَعَى ْاُ٘تِصَّّأَٗ َُٔى ْاُ٘عََِتْسبَف ُُآْسُقْىا َئِسُق اَذِإَٗ

  Artinya:

  “Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah

baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat

rahmat.”(QS Al A‟raf:204).

  g. Bersungguh-sungguh dalam menerapkan sifat- sifat ahli Al Qur‟an yang merupakan ahli Allah SWT dan orang-orang khusus-NYA, berusaha untuk memiliki ciri-ciri mereka.

  Sebagaimana perkataan Abdullah bin Mas‟ud, “Sudah selayaknya

  

bagi pembaca Al Qur‟an untuk mengenal malam harinya ketika orang-

orang sedang tidur, dan siangnya ketika orang-orang sedang tidak

berpuasa, dan tangisannya ketika orang- orang tertawa, dn wara‟nya

ketika orang-orang mencampur adukkan antara kebaikan dan keburukan,

dan sikap diamnya ketika orang-orang berbicara panjang lebar, dan

kekhusyukannya ketika orang-orang bersikap pura-pura, serta perasaan

sedihnya ketika orang-orang merasa senang dan gembira

   (Jabir, 2009: 136-139).

6. Pengaruh Al Qur’an Terhadap Jiwa Manusia

  Shihab (2003:231-238), menjelaskan bahwa dalam literatur keagamaan dan sejarah ditemukan riwayat-riwayat yang dapat menjadi bukti adanya pengaruh tersebut, seperti kisahnya sahabat Umar bin Khathab dan Al Walid bin Mughiroh, yang bergetar jiwanya ketika dibacakan ayat suci Al Qur‟an.

  Beberapa ulama menjadikan kasus dua sahabat tersebut dan yang semacamnya sebagai bukti adanya pengaruh psikologis bagi pendengar dan pembaca ayat- ayat Al Qur‟an, bahkan menjadikan hal tersebut sebagai salah satu aspek kemukjizatannya. Memang, tidak disangkal bahwa ayat- ayat Al Qur‟an mempunyai pengaruh psikologis terhadap orang yang beriman.

  Banyak sekali faedah yang akan didapat ketika membaca Al Qur‟an, salah satunya adalah Al Qur‟an dapat dijadikan sebagai obat (asy- syifa). Banyak orang mencari ketenangan diluar sana untuk menenangkan jiwanya. Gangguan kepribadian ini disebabkan adanya serangkaian tingkah laku yang menyimpang dari fitrah manusia yang telah ditetapkan Allah SWT. Penyimpangan tersebut yang menyebabkan penyakit dalam jiwa seseorang, yang apabila mencapai puncaknya maka akan mengakibatkan terkuncinya atau kematian hati (qalbu). Banyak orang yang lupa akan adanya obat yang sangat mujarab bagi penyakitnya itu. Al Qur‟an dapat dijadikan obat dengan cara membacanya dengan disertai pemaknaan. Ia dapat memberi ketenangan terhadap jiwa.

  Al Qur‟an sebagai mukjizat dapat memberikan ketenangan tersendiri bagi jiwa yang dilanda kesedihan dan penyakit-penyakit lainnya.

  Dengan membaca dan memaknai, ketenangan itu akan hadir di dalam jiwa. Al Qur‟an dapat membawa manusia kepada jiwa yang terang, dan Al Qur‟an juga merupakan cakupan makanan bagi hati dan jiwa. Segala penyakit datangnya dari hati manusia. Dan penyakit hati dapat disembuhkan melalui terapi Al Qur‟an. Dengan jalan menjadikan Al Qur‟an sebagai bacaan ritun setiap hari, hati akan terasa lebih tenang.

  Al Lahim (2015: 53-55), menjelaskan bahwa kondisi jiwa dan hati seseorang yang telah tumbuh di dalamnya rasa cinta terhadap Al Qur‟an: a.

  Tidak merasa jemu dan bosan apabila dekat dengan Al Qur‟an dengan intensitas yang panjang. b.

  Rindu akan Al Qur‟an, terutama jika telah sekian waktu berpisah dengannya.

  c.

  Mentaati Al Qur‟an, baik itu perintah maupun larangannya.

  d.

  Merasa tenang, karena Al Qur‟an dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan sehari-hari, senantiasa merujuk kepadanya tatkala menghadapi berbagai persoalaan yang kecil maupun yang besar.

B. Kesiapan Belajar 1. Pengertian Kesiapan Belajar

  Dalam aktivitas kegiatan manusia sehari-hari hampir tidak pernah terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri, maupun di dalam suatu kelompok tertentu. Dipahami ataupun tidak dipahami, sesungguhnya sebagian besar aktivitas di dalam kehidupan sehari-hari kita merupakan kegiatan belajar. Dengan demikian dapat kita katakan, tidak ada ruang dan waktu dimana manusia dapat melepaskan dirinya dari kegiatan belajar, dan itu berarti pula bahwa belajar tidak dibatasi usia, tempat maupun waktu, karena perubahan yang menuntut terjadinya aktivitas belajar itu juga tidak pernah terhenti.

  Kesiapan belajar atau readiness menurut Jamies Drever (Slameto, 2013:59) adalah: Preparedness to respond or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi response atau bereaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.

  Menurut Slameto (2013:113), kesiapan belajar adalah kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respons/jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian kondisi pada suatu saat akan berpengaruh pada atau kecenderungan untuk memberi repons.

  Kondisi mencakup setidak-tidaknya 3 aspek, yaitu:

  a) Kondisi fisik, mental dan emosional

  b) Kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan

  c) Keterampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah dipelajari Ketiga aspek tersebut (yang dimiliki seseorang) akan mempengaruhinya untuk memenuhi/berbuat sesuatu atau jadi kecenderungan untuk berbuat sesuatu. Dalam kondisi fisik tersebut tidak termasuk kematangan, walau kematangan termasuk kondisi fisik. Kondisi fisik yang dimaksud misal kondisi fisik yang temporer (lelah, keadaan, alat indera daln lain-lain) dan yang permanen (cacat tubuh). Kondisi mental mencakup kecerdasan. Anak yang berbakat (yang diatas normal) mmungkinkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang lebih tinggi. Kondisi emosional juga mempengaruhi kesiapan untuk berbuat sesuatu, hal ini karena ada hubungannya dengan motif (insentif positif, insentif negatif, hadiah, hukuman) dan itu akan berpengaruh terhadap kesiapan untuk belajar. Hubungan antara kebutuhan, motif, tujuan dan readiness, adalah sebagai berikut ini: a) Kebutuhan ada yang disadari dan ada yang tidak disadari

  b) Kebutuhan yang tidak disadari akan mengakibatkan tidak adanya dorongan untuk berusaha c) Kebutuhan mendorong usaha, dengan kata lain timbul motif

  d) Motif tersebut diarahkan ke pencapaian tujuan Kebutuhan yang disadari mendorong usaha/membuat seseorang siap untuk berbuat, sehingga jelas ada hubungannya dengan kesiapan.

  Kebutuhan akan sangat menentukan kesiapan belajar. Anak sebelum mempelajari permulaan ia belum siap untuk belajar yang berikutnya, sehingga ada prasyarat dan kosyarat dalam belajar.

2. Prinsip-Prinsip Kesiapan Belajar

  Aunurrahman (2010:113), menjelaskan bahwa dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk untuk mampu mengembangkan potensi- potensi peserta didik secara optimal. Upaya untuk mendorong terwujudnya perkembangan potensi peserta didik tersebut tentunya merupakan suatu proses panjang yang tidak dapat diukur dalam periode tertentu, apalagi dalam waktu yang singkat. Meskipun demikian, indikator terjadinya perubahan kearah perkembangan peserta didik dapat dicermati melalui instrumen-instrumen pembelajaran yang dapat digunakan guru. Oleh karena itu seluruh proses dan tahapan pembelajaran harus mengarah pada upaya mencapai perkembangan potensi-potensi anak tersebut.

  Agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran terarah pada upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensip, maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar, yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar.

  a. Semua aspek perkembangan berinteraksi saling pengaruh- mempengaruhi.

  b. Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk memperoleh manfaat dari pengalaman.

  c. Pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang positif terhadap kesiapan.

  d. Kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam periode tertentu selama masa pembentukan dalam masa perkembangan (Slameto, 2010: 115).

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Belajar

  Kesiapan pada dasarnya merupakan kemampuan fisik maupun mental untuk belajar disertai harapan keterampilan yang dimiliki dan latar belakang untuk mengerjakan sesuatu, keberhasilan belajar siswa ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ada dua faktor yang mempengaruhi kesiapan belajar siswa, yaitu faktor fisik dan psikis. Kesiapan fisik itu sama halnya dengan kesiapan secara jasmani, (Slameto 2013:54) faktor jasmaniah terdapat dua faktor yaitu:

  a. Faktor Fisik 1) Kesehatan

  Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah ataupun ada gangguan-gangguan lainnya.

  Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, makan, tidur, olahraga dan ibadah.

  2) Cacat tubuh Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh atau badan. Cacat itu dapat berupa buta, setengah buta, tuli, setengah tuli, patah kaki, patah tangan dan lain sebagainya. Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat belajarnya juga terganggu, jika hal ini terjadi hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu.

  Kesiapan fisik yang dimaksud dalam penelitian ini hanya ditinjau dari sisi kesehatan karena diasumsikan semua siswa memiliki tubuh atau badan yang normal.

  b. Faktor Psikis Kesiapan psikis sama halnya dengan kesiapan mental.

  Sedangkan kesiapan mental dapat dilihat dari segi psikologi siswanya. Menurut Slameto (2013:55-61), dalam faktor psikologi sekurang- kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologi yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan. Faktor- faktornya adalah sebagai berikut: 1) Intelegensi

  Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Inteligensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat inteligensi yang rendah. 2) Perhatian

  Perhatian menurut Ghazali (dalam Slameto, 2013:56) adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu obyek (benda atau hal) atau sekumpulan obyek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar.