BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual - PENERAPAN MODEL PBL DENGAN TEKNIK SCAFFOLDING UNTUK MENINGKATKAN KERJASAMA DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 REMBANG - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Problem Based Learning (PBL)

  a. Pengertian

  Problem Based Learning (PBL) dalam istilah bahasa Indonesia sering diartikan dengan pembelajaran berbasis masalah.

  Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2014) Problem adalah model pembelajaran yang dirancang

  Based Learning (PBL)

  agar siswa mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistematik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Problem Based Learning

  (PBL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan

  masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran (Kunandar, 2009 : 354).

  7 Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang diawali dengan pemberian suatu masalah dimana permasalahan tersebut merupakan permasalahan yang nyata sehingga merangsang siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

  b. Tujuan Problem Based Learning (PBL) Tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis masalah ini adalah: 1) Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah

  Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.

  2) Pemodelan peranan orang dewasa Bentuk pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani gap antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah. Aktivitas-aktivitas mental di luar sekolah yang dapat dikembangkan: (a) PBL mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas.

  (b) PBL memliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga secara bertahap dapat memahami peran yang diamati tersebut.

  (c) PBL melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata.

  3) Belajar pengarahan sendiri (Self Directed Learning) Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada siswa. Siswa harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi diperoleh, dibawah bimbingan guru.

  c. Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2014) langkah- langkah yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan pada pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 (lima) langkah utama, yaitu:

Tabel 2.1 Langkah-langkah Problem Based Learning(PBL) Fase-fase Perilaku guru

  Fase 1 Menjelaskan tujuan Orientasi siswa kepada pembelajaran, menjelaskan masalah logistik yang dibutuhkan

  Memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih

  Fase 2 Membantu siswa Mengorganisasikan siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

  Fase 3 Mendorong siswa untuk Membimbing penyelidikan mengumpulkan informasi individu dan kelompok yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah Fase 4 Membantu siswa dalam Mengembangkan dan merencanakan dan menyajikan hasil karya menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman

  Fase 5 Mengevaluasi hasil belajar Menganalisa dan tentang materi yang telah mengevaluasi proses dipelajari/meminta pemecahan masalah kelompok presentasi hasil kerja

  d.

   Kelebihan dan kekurangan Problem Based Learning(PBL)

  Menurut Nata (2009) pembelajaran berbasis masalah dinilai memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut: 1) Kelebihan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

  (a) Dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja. (b) Dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, yang selanjutnya dapat mereka gunakan pada saat menghadapi masalah yang sesungguhnya di masyarakat. (c) Dapat merangsang pengembangan kemampuan berpikir secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses pembelajaran, para siswa banyak melakukan proses mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai aspek. 2) Kekurangan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

  (a) Sering terjadi kesulitan dalam menemukan permasalahan yang sesuai dengan tingkat berpikir para siswa. Hal ini terjadi, karena adanya perbedaan tingkat kemampuan berpikir pada para siswa.

  (b) Sering memerlukan waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan metode konvensional. Hal ini terjadi antara lain karena dalam memcahkan masalah tersebut sering keluar dari konteksnya atau cara pemecahannya yang kurang efisien. (c) Sering mengalami kesulitan dalam perubahan kebiasaan belajar dari yang semula belajar dengan mendengar, mencatat, dan menghafal informasi, yang disampaikan guru, menjadi belajar dengan cara mencari data, menganalisis, menyusun hipotesis dan memecahkannya sendiri.

  2. Teknik Scaffolding

  Scaffolding diartikan kedalam bahasa In

  donesia “perancah” yaitu bambu yang dipasang untuk tumpuan ketika hendak mendirikan rumah, membuat tembok, dan sebagainya (Purwadarminta, 2007).

  Menurut Trianto (2011), Scaffolding merupakan pemberian bantuan kepada siswa selama tahap awal pembelajaran agar memungkinkan siswa menjadi tumbuh mandiri. Bantuan yang diberikan semakin lama semakin dikurangi dan kemudian siswa tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah siswa dapat melakukannya tanpa bantuan orang dewasa (guru). Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah kedalam langkah-langkah pemecahan, maupun pemberian contoh dalam menyelesaikan masalah.

  Menurut Hausafather dalam Bachri (2010), guru berperan sebagai fasilitator yang memberi peluang bagi anak untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Guru harus memperhatikan minat anak, menyederhanakan tugas, mengontrol, dan memotivasi anak. Selanjutnya guru harus mencari solusi atas kemungkinan pertentangan antara usaha anak, dan mengontrol perilaku anak, serta model suatu tindakan yang diidealkan.

  Bruner mendeskripsikan Scaffolding sebagai sebuah proses dari pelajar yang dibantu untuk mengatasi masalah tertentu yang berada di luar kapasitas perkembangannya dengan bantuan (Scaffolding) guru atau orang yang lebih mampu.

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian teknik Scaffolding adalah dimana guru memberikan bantuan kepada siswa pada tahap awal pelajaran kemudian mengurangi bantuan tersebut dan bahkan menghilangkannya sehingga memberikan kesempatan kepada siswa tersebut untuk mengambil alih tanggungjawabnya.

  3. Problem Based Learning(PBL) dengan teknik Scaffolding

  Problem Based Leaning (PBL) dengan teknik Scaffolding

  merupakan salah satu model pembelajaran yang merupakan penggabungan yaitu dalam proses pembelajaran menggunakan sintak

  

Problem Based Learning (PBL) dan dalam proses diskusinya

  menggunakan teknik Scaffolding. Dalam teknik Scaffolding siswa diberikan bantuan sedikit demi sedikit sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggungjawabnya.

  Berikut adalah sintak Problem Based Learning (PBL) dengan teknik Scaffolding.

Tabel 2.2 Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) dengan teknik Scaffolding

  Problem Based Learning Problem Based Learning Fase (PBL) dengan teknik

  (PBL) Scaffolding

  1 Orientasi siswa pada Orientasi siswa pada masalah masalah a) Guru menyampaikan

  a) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran tujuan pembelajaran dan memberikan

  b) Guru memberikan motivasi siswa yang motivasi siswa yang terkait dengan materi terkait dengan materi yang dipelajari. yang dipelajari.

  2 Mengorganisasi siswa Mengorganisasi siswa untuk belajar untuk belajar a) Guru membantu siswa

  a) Guru membantu siswa mendefinisikan dan mendefinisikan masalah mengorganisasikan yang diberikan. tugas belajar yang

  b) Guru membagi siswa berhubungan dengan dalam beberapa masalah tersebut. kelompok heterogen, tiap kelompok terdiri dari 4 - 5 siswa.

  c) Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada setiap kelompok untuk dikerjakan.

  3 Membimbing penyelidikan Membimbing penyelidikan individual maupun individual maupun kelompok kelompok

  a) Guru mendorong siswa

  a) Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, informasi dari melaksanakan permasalahan yang eksperimen untuk diberikan. mendapatkan penjelasan

  b) Guru memberikan dan pemecahan kesempatan kepada masalah. siswa untuk mencari informasi permasalahan yang diberikan di Lembar Kerja Siswa (LKS)

  c) Guru memberikan bantuan yang dapat memancing siswa kearah kemandirian belajar (Scaffolding).

  d) Guru berkeliling mengawasi proses diskusi yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok sambil menilai proses diskusi kelompok.

  4 Mengembangkan dan Mengembangkan dan menyajikan hasil karya menyajikan hasil karya a) Guru membantu siswa

  a) Guru membantu siswa dalam merencanakan dalam merencanakan dan menyiapkan hasil dan menyiapkan karya. karya yang sesuai dan

  b) Guru meminta siswa berbagi tugas dengan untuk berhenti diskusi. teman.

  c) Guru memanggil salah satu siswa dan siswa yang dipanggil tersebut mempresentasikan hasil kerjasama mereka dalam memecahkan masalah.

  5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

  a) Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari.

  Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

  a) Membantu siswa untuk melakukan evaluasi terhadap mereka.

  b) Guru membantu merefleksikan proses dan menyusun kesimpulan hasil investigasi yang telah mereka kerjakan.

4. Kemampuan Berpikir Kritis

  a. Pengertian Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Menurut Achmad (2007) berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan. Menurut Johnson (2002) berpikir kritis merupakan sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri.

  Menurut Glaser (Fisher, 2007) mendefinisikan berpikir kritis sebagai: (1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetehuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut.

  Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan seseorang untuk berpikir secara mendalam untuk mengidentifikasi, manggabungkan informasi, menarapkan konsep, memberikan kesimpulan, dan menilai kebenaran suatu argument dari permasalahan yang dihadapi.

  b. Indikator Menurut Ennis (Afrizon, 2012) mengungkapkan bahwa ada 12 indikator berpikir kritis yang dikelompokkan menjadi lima besar aktivitas sebagai berikut: 1) Memberikan penjelasan sederhana

  Memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan. 2) Membangun keterampilan dasar

  Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi. 3) Menyimpulkan

  Mendekduksi atau mempertimbangkan hasil deduksi, meninduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan. 4) Memberikan penjelasan sederhana

  Mengidentifikasi istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi. 5) Mengatur strategi dan teknik Menentukan tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.

  Menurut Fisher (2008) indikator kemampuan berpikir kritis sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi

  Identifikasi adalah membedakan komponen-komponen yang satu dengan yang lainnya sehingga tidak menimbulkan kebingungan. Mengidentifikasi merupakan pemberian tanda- tanda pada golongan barang-barang atau sesuatu. Dengan identifikasi suau komponen itu dapat dikenal dan diketahui masuk dalam golongan mana. 2) Menilai

  Menilai adalah suatu tindakan mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Menilai merupakan suatu kegiatan memeriksa kebenaran suatu informasi dan suatu kegiatan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan. 3) Menginterpretasi

  Menginterpretasi merupakan kegiatan menjelaskan dan menafsirkan fakta, data, informasi, atau peristiwa dalam tabel, gambar, grafik, diagram, dan dapat juga menerangkan sesuatu dengan grafik atau tabel. 4) Menganalisis

  Menganalisis merupakan kegiatan menguraikan suatu bahan (fenomena atau bahan pelajaran) ke dalam unsur- unsurnya, kemudian menghubungkan bagian dengan bagian dengan cara disusun dan diorganisasikan. Kemampuan ini merupakan tingkat intelektual yang lebih tinggi daripada pemahaman dan penerapan, karena memerlukan pemahaman isi dan bentuk struktural materi yang dipelajari. 5) Mengemukakan pendapat atau berargumen

  Pendapat merupakan suatu pemikiran atau perkiraan tentang suatu hal. Selain itu, pendapat bisa didefinisikan sebagai suatu alasan yang dapat dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu pendirian, atau gagasan. Berpendapat berarti berdebat dengan saling mempertaruhkan atau menolak alasan masing-masing.

  6) Mengevaluasi Mengevaluasi merupakan kegiatan mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan, menyatakan pendapat, memberi penilaian berdasarkan kriteria-kriteria tertentu baik kualitatif maupun kuantitatif. Mengevaluasi merupakan tindak lanjut dari kegiatan menilai. 7) Menyimpulkan atau menginferensi

  Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk menginterpretasikan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta. Membuat kesimpulan berawal dari pengumpulan data, kemudian melalui suatu diskusi dibuat kesimpulan sementara berdasarkan informasi yang dimiliki sampai batas waktu tertentu.

  Sedangkan menurut Angelo (1995) bahwa ada lima indikator dalam berpikir kritis yaitu: 1) Kemampuan menganalisis

  Menurut Suryosubroto (2009) menganalisis adalah menjabarkan sesuatu ke dalam unsur-unsur atau bagian- bagian sedemikian rupa sehingga tampak jelas susunan yang ada di dalamnya. Dalam penelitian ini kemampuan menganalisis yang dimaksud adalah siswa dapat mengidentifikasi dan memberikan alasan yang logis. 2) Kemampuan mensintesis

  Menurut Suryosubroto (2009) mensintesis adalah menyatukan unsur-unsur atau bagian-bagian sedemikian rupa sehingga membentuk suatu keseluruhan yang utuh. Dalam penelitian ini, kemampuan mensintesis yang dimaksud adalah siswa dapat menggabungkan informasi yang diperoleh dari suatu permasalahan.

  3) Kemampuan pemecahan masalah Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut siswa untuk memahami bacaan dengan kritis sehingga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Kemampuan ini bertujuan agar siswa mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru.

  4) Kemampuan menyimpulkan Kemampuan menyimpulkan menurut Afrizon (2012) adalah kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi dan mengamankan informasi yang diperlukan untuk menggambarkan kesimpulan. Dalam penelitian ini, kemampuan menyimpulkan yang dimaksud siswa dapat memberikan kesimpulan atas suatu jawaban.

  5) Kemampuan mengevaluasi Menurut Suryosubroto (2009) mengevaluasi adalah kemampuan untuk menetapkan nilai atau harga dari suatu bahan dan metode komunikasi untuk tujuan-tujuan tertentu. Dalam penelitian ini, kemampuan mengevaluasi yang dimaksud siswa dapat menilai benar atau salah dari suatu argumen.

  Berdasarkan indikator-indikator berpikir kritis di atas beberapa diantaranya yang berhubungan dengan pembelajaran maka indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1) Kemampuan menganalisis 2) Kemampuan mensintesis 3) Kemampuan memecahkan masalah 4) Kemampuan menyimpulkan

  5) Kemampuan mengevaluasi 5.

   Kerjasama

  a. Pengertian Kerjasama adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh beberapa orang mencapai tujuan bersama. Kerjasama adalah salah satu asas didaktik, yaitu salah satu unsur karakter yang dibangun melalui proses pendidikan. Menurut Johnson (2006 : 164) menyatakan bahwa kerjasama adalah sesuatu yang alami dan dengan berkelompok dapat maju dengan baik. Setiap bagian kelompok saling berhubungan sedemikian rupa sehingga pengetahuan yang dimiliki seseorang akan menjadi output bagi yang lain, dan output ini akan menjadi input yang lain lagi.

  Menurut Davidson (dalam Huda, 2011 : 30) kerjasama berarti bekerja bersama dan menghasilkan suatu pengaruh tertentu. Secara sosial kerjasama adalah kegiatan yang dikerjakan secara bersama-sama demi memperoleh suatu manfaat yang juga bisa dirasakan bersama-sama. Menurut Nasution (2010 : 148) kerjasama adalah sikap mau bekerjasama dengan individu lain untuk menyelesaikan suatu kegiatan sehingga dapat mencapai tujuan bersama.

  Lie (2005 : 28) mengemukakan bahwa kerjasama merupakan hal yang sangat penting dan diperlukan dalam kelangsungan hidup manusia. Tanpa adanya kerjasama tidak akan ada keluarga, organisasi, ataupun sekolah, khususnya tidak akan ada proses pembelajaran di sekolah. Lebih jauh pendapat anita lie dapat diartikan, bahwa tanpa adanya kerjasama siswa, maka proses pembelajaran disekolah tidak akan tercapai. Melihat pentingnya kerjasama siswa dalam pembelajaran di kelas maka sikap ini harus dikembangkan.

  Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, sikap kerjasama adalah suatu kegiatan yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama dengan cara menyatukan pikiran dan ide secara bersama.

  b. Indikator Menurut Johnson (2006 : 164) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kerjasama, yaitu:

  1) Menghargai pendapat orang lain Ketika bekerjasama kadang kita tidak bermaksud untuk merendahkan pendapat orang lain. Namun, tanpa sadar kita memotong pembicaraan orang lain. Dalam bekerjasama sangat sering terjadi perbedaan sehingga harus saling menghargai pendapat orang lain. 2) Bertindak mandiri dan dengan penuh tanggungjawab

  Siswa melaksanakan masing-masing tugasnya dengan baik sesuai dengan pembagian kerja masing-masing kelompok tanpa harus diperintah. 3) Mengeluarkan pendapat

  Pendapat dari masing-masing siswa sangat dibutuhkan dalam bekerjasama untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Apabila setiap siswa tidak ada yang menyampaikan pendapatnya maka suatu masalah akan sulit dipecahkan karena tidak adanya pendapat-pendapat yang muncul. Saat mengeluarkan pendapat setiap siswa diharapkan menjelaskan secara rinci dan menguraikan pendapatnya apabila ada teman yang belum jelas. 4) Kemampuan mengambil keputusan

  Kemampuan mengambil keputusan dipengaruhi oleh respon siswa terhadap apa yang ada dan terjadi disekitar kita untuk dijadikan bahan kajian.

  Isjoni (2010: 65) berpendapat bahwa dalam pembelajaran yang menekankan pada prinsip kerjasama siswa harus memiliki keterampilan-keterampilan khusus. Keterampilan khusus tersebut adalah sebagai berikut: 1) Menyamakan pendapat dalam suatu kelompok sehingga mencapai suatu kesepakatan bersama yang berguna untuk meningkatkan hubungan kerja. 2) Menghargai kontribusi setiap anggota dalam suatu kelompok, sehingga tidak ada anggota yang merasa tidak dianggap. 3) Mengambil giliran dan berbagi tugas. Hal ini berarti setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas atau tangging jawab tertentu dalam kelompok. 4) Berada dalam kelompok selama kegiatan kelompok berlangsung. 5) Mengerjakan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya agar tugas dapat diselesaikan tepat waktu. 6) Mendorong siswa lain untuk berpartisipasi terhadap tugas. 7) Meminta orang lain utuk berbicara dan berpartisipasi terhadap tugas. 8) Menyelesaikan tugas tepat waktu. 9) Menghormati perbedaan individu.

  Ada beberapa indikator-indikator kerjasama menurut Davis (2006:1) sebagai berikut: 1) Tanggung jawab

  Secara bersama-sama menyelesaikan pekerjaan, yaitu dengan pemberian tanggung jawab dapat tercipta kerjasama yang baik. 2) Saling berkontribusi

  Yaitu dengan saling berkontribusi baik tenaga maupun pikiran akan terciptanya kerjasama.

  3) Pengerahan kemampuan secara maksimal Yaitu dengan mengerahkan kemampuan atau kekompakkan masing-masing anggota tim secara maksimal.

  Berdasarkan beberapa pendapat yang menjelaskan mengenai indikator kerjasama siswa, maka dapat disimpulkan bahwa indikator kerjasama siswa antara lain: 1) Membantu anggota kelompok yang mengalami kesulitan. 2) Membantu memecahkan masalah dalam kelompok sehingga mencapai kesepakatan. 3) Menghargai kontribusi setiap anggota kelompok. 4) Menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. 5) Berada dalam kelompok kerja saat pembelajaran berlangsung 6.

   Materi Penelitian

  Materi yang saya gunakan untuk uji coba dalam penelitian ini adalah materi tentang sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV). Standar kompetensi:

  2. Memahami sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) dan menggunakannya dalam pemecahan masalah. Kompetensi dasar:

  2.1 Menyelesaikan sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV)

  2.2 Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV)

  2.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) dan penafsirannya

  Indikator:

  2.1.1 Menyebutkan perbedaan persamaan linier dua variabel (PLDV) dengan sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV)

  2.1.2 Menjelaskan sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) dalam berbagai bentuk variabel

  2.1.3 Menentukkan akar sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) dengan substitusi, eliminasi, dan gabungan serta grafik

  2.2.1 Membuat model matematika dari masalah sehari-hari yang berkaitan dengan sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV)

  2.3.1 Menyelesaikan matematika dari masalah sehari-hari yang berkaitan dengan sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) dan penafsirannya

  2.3.2 Menyelesaikan sistem persamaan non linier dua variabel dengan mengubah bentuk sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV)

B. Penelitian Yang Relevan

  Juni Marfiah (2012) menyatakan terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII C Mts Raudlatul Huda melalui pembelajaran PBL dengan nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis pada siklus I sebesar 57,81, siklus II sebesar 64,96, dan pada siklus III sebesar 78,30. Selanjutnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh Winda Eka Wati (2015) bahwa model PBL dengan strategi Problem Posing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII A SMP Negeri

  4 Satu Atap Cimanggu, dengan nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis 54,86 pada siklus I, 69,2 pada siklus II, dan 84,6 pada siklus III.

  Beberapa penelitian di atas relevan untuk dijadikan rujukan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti ingin memadukan antara model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan teknik Scaffolding untuk meningkatkan kerjasama dan kemampuan berpikir kritis.

C. Kerangka Pikir

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII E SMP N 2 Rembang masih kurang baik, maka untuk mengatasi rendahnya kemampuan berpikir kritis maka peneliti memberikan alternatif Problem Based Learning (PBL) dengan teknik Scaffolding. Berdasarkan indikator kemampuan berpikir kritis matematika siswa terlihat pada tahapan Problem Based Learning (PBL) dengan teknik Scaffolding sebagai berikut:

  Pada langkah 1 Problem Based Learning (PBL) dengan teknik Scaffolding yaitu orientasi siswa pada masalah, disini guru pada waktu apersepsi memberikan suatu masalah dan tindakan siswa disini yaitu bertanya tentang masalah tersebut. Pertanyaan tersebut harus beralasan yang sesuai dengan masalah yang diberikan sehingga indikator kemampuan menganalisis dapat ditingkatkan.

  Kemudian langkah ke 2 Problem Based Learning (PBL) dengan teknik Scaffolding yaitu mengorganisasi siswa untuk belajar, guru membagi kelompok dan menugaskan setiap kelompok belajar untuk mengerjakan lembar kerja siswa. Tindakan siswa dalam hal ini yaitu sebelum menyelesaikan permasalahannya setiap kelompok membutuhkan kerjasama dengan baik untuk menyusun strategi bagaimana cara menyelesaikan soaldengan cepat dan tepat sehingga dapat menumbuhkan kemampuan mensintesis.

  Kemudian langkah ke 3 Problem Based Learning (PBL) dengan teknik Scaffolding yaitu membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, disini siswa berdiskusi mengerjakan lembar kerja siswa yang di dalamnya siswa diberikan bantuan yang dapat memancing siswa kearah kemandirian belajar dan melakukan penyelidikan dengan cara mencari sumber lain untuk dapat menyelesaikan masalah sehingga dapat meningkatkan kerjasama dan kemampuan pemecahan masalah.

  Lalu pada langkah ke 4 Problem Based Learning (PBL) dengan teknik Scaffolding yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya, pada langkah ini siswa diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya dan siswa lain diminta untuk menanggapi hal-hal yang masih kurang jelas, sehingga disini siswa dapat merangkum atau menyimpulkan sendiri materi yang diperoleh dari tanggapan atau pertanyaan yang diajukannya atau dari hasil presentasi temannya sehingga kemampuan menyimpulkan dapat ditingkatkan.

  Langkah terakhir atau ke 5 Problem Based Learning (PBL) dengan teknik Scaffolding yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada langkah ini siswa diminta guru untuk mengerjakan soal yang diberikan oleh guru dan tidak boleh saling membantu dan dilanjutkan mengoreksi hasil jawabannya sehingga dapat meningkatkan kemampuan mengevaluasi.

  Selain urain di atas, salah satu tujuan Problem Based Learning (PBL) dengan teknik Scaffolding yaitu membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis, jelas menunjukkan adanya kaitan diantara 4 variabel tersebut. Dengan inovasi ini diharapkan pendekatan saintifiknya lebih terlaksana dengan maksimal, karena selain menggunakan pendekatan saintifik model ini lebih menekankan pada teknik Scaffolding. Oleh karena itu, maka penulis menggunakan Problem Based Learning (PBL) dengan teknik Scaffolding untuk dapat meningkatkan kerjasama dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII E SMP N 2 Rembang.

D. Hipotesis Penelitian

  Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Dengan menggunakan Problem Based Learning (PBL) dengan teknik Scaffolding, kerjasama dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII E SMP N 2 Rembang dapat ditingkatkan”.

Dokumen yang terkait

PENERAPAN PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN ANALISIS ARTIKEL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 6 KOTA MALANG

0 12 28

PEMBELAJARAN IPS DENGAN MODEL INKUIRI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VII SMP

0 16 152

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 24 Bandar Lampung T.P. 2013/2014)

1 19 66

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MEANS-ENDS ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VIII MATERI PRISMA DAN LIMAS DI SMP NEGERI 2 SUMBERGEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN 2017/2018 - Institutional Reposit

1 1 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Model Pembelajaran a. Definisi Model Pembelajaran - PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MEANS-ENDS ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VIII MATERI PRISMA DAN LIMAS DI SMP NEGERI 2 SUMBERGEMPOL

1 1 38

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data - PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MEANS-ENDS ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VIII MATERI PRISMA DAN LIMAS DI SMP NEGERI 2 SUMBERGEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN 2017/2018 - Institutional R

1 1 25

PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 1 SURABAYA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA SKRIPSI

0 0 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Aktivitas Belajar - PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E BERBASIS INKUIRI SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 14 SUR

0 0 25

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TTW(Think Talk Write) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA DAN KEAKTIFAN SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 17 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - UNS Institutional Repository

0 0 19

PENERAPAN MODEL GROUP INVESTIGATION DENGAN MEDIA VISUALISASI SEJARAH KONTROVERSIAL UNTUK MENINGKATKAN KETERBUKAAN DIRI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH PADA SISWA KELAS XII IPS 2 SMA NEGERI 2 MAGELANG TESIS

0 0 17