PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 24 Bandar Lampung T.P. 2013/2014)

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 24 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh

SOVIAN HAKIM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 24 Bandar Lampung T.P. 2013/2014)

Oleh

SOVIAN HAKIM

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa yang mengikuti Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP N 24 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014 yang terdistribusi dalam sepuluh kelas. Sampel penelitian adalah siswa kelas VIIIC dan VIIID yang diambil dengan teknik purposive sampling. Desain yang digunakan adalah pretest posttest control group design. Data penelitian diperoleh melalui tes kemampuan berpikir kritis dan skala disposisi matematis. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, namun tidak dapat meningkatkan disposisi matematis siswa.

Kata kunci: berpikir kritis, disposisi matematis, Pembelajaran Berbasis Masalah


(3)

I i i r

PENETTAPAN

MODEL

PEMBELAJARAN

BERBASIS

MASALAH

UNTUK

MENINGIGTIGN

KEMAMPUAN BERPIKIR

KRITIS

DAN DISPOSISI

MATEMATIS

SISWA

(Studi pada Siswa Kelas

VIII

SMP Negeri 24 Bandar Lampung

Tahun Pelajaran 201312014)

Oleh

$orrion

(Hqftim

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SAzuANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu PengetahuanAlam

FAKULTAS

KEGURUAN DAN

ILMU

PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR

LAMPUNG

2014


(4)

',frfrrlSkipsi

Nea

Mahasiswa

No.

P*ok

Malrasiswa Program Studi

Junrsan

'.,'Fakultas

Ilr.

Sd

E*$tuti

Nser,

M,fd,

NrP

1966fi 18 1991I1 2 00r

PENEAAPAN MODEL PEMBELATAEAN

BERBASIS MASALAII T]NTI]K ME,NINGKATKAIII

KEMAMPUAI{ BERPIKIR KRITIS DAN I}ISPO$SI

MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kc}as

YIII

SMP Negeri 24 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 20l2n0l3)

Smfialr {Hnkim

rcI302W$6

Pendidikan Maternatika

Pendi$ilmn h{ryA

ll

Drs, Pentatits

NIP

19610524

2" Ketua Junrsan Perdidikan MIPA

t9671004 199?83

I

004

M.Fd.

Ilr,

NIP

r

Kegwuas..{pt $nu @giditrgn .,,

:

4 :,,, 'f * * t


(5)

TIUNCESAIIKAN

l.

Tim Penguji

Ke,tua ;

Dr,

Sn

Ilastuti

Nser,

M,fd,

Kpguruan dan Ilmu Psndidikan

Rahman,

M.Si.

g

15 198503

I

003 t

Tmggal Lulus Ujian Skripsi : 18 September 2014

Sekretaris

: Drs. Pentatito Gunowibowo, M,Pd. Penguji


(6)

PERI\TYATAAI\I SKRIP$ MAHASISWA

Ymg bertanda tangan dibawah ini :

lilma

NPM

Progrm studi

fuusan

Sovian Hakim 1013021066

Pendidikan Matematika

Pendidikan MIPA

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang telah dfuftkan untuk memperoleh gelar kesmjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan se-mstaUuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pemah ditulis atau

&ftitkan

oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan

&Ebut dalam daftar

Apabila

di

kemudian hari pernyataan

ini

tidak benar saya bersedia menerima smksi akademik sesuai aturan yang berlaku.

Bandarlampung, September 2014

Sovian Hakim


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di desa Sendangmulyo, Kecamatan Sendangagung, Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 9 April 1992, sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suyanto dan Ibu Sri Hartati.

Penulis mengawali pendidikan formal pada tahun 1998 di SD Negeri 1 Sendangmulyo, Lampung Tengah dan diselesaikan pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pedidikannya di SMP Negeri 1 Kalirejo, diselesaikan pada tahun 2007. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Kalirejo, diselesaikan pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung.

Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pura Jaya, Lampung Barat dan melaksanakan praktek mengajar melalui Program Pengalaman Lapangan (PPL) di MTs Darul Ulum, Lampung Barat.


(8)

Moto

Perjalanan seribu batu bermula dari satu langkah. (Lao-Tze)

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kita telah selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan

yang lain.

(Q. S. Al Insyiraah: 6-7)

Hidup adalah perjuangan. Ikhtiar, ikhlas dan tawakal, karena Kerja keras tidak akan pernah menghianati.


(9)

PERSEMBAHAN

Teriring doa dan rasa syukur kehadirat Allah SWT, penulis persembahkan skripsi ini sebagai tanda cinta dan kasih penulis yang tulus kepada:

1. Bapak Suyanto dan Ibu Sri Hartati yang tercinta dengan ketulusan doa dan kasih sayang tanpa putus yang senantiasa memberikan dorongan untuk keberhasilan penulis

2. Mamas Eko Wahyudi Rais yang penulis banggakan, penulis berharap besar agar kiranya penulis dapat menjadi inspirator bagi keluarga penulis.

3. Teman-teman seperjuangan matematika 2010 4. Almamater tercinta.


(10)

ii

SANWACANA

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah atas manusia yang akhlaknya paling mulia, yang telah membawa perubahan luar biasa, menjadi uswatun hasanah, yaitu Rasulullah Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matemtis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 24 Bandar Lampung T.P. 2013/2014) adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas kepada:

1. Bapak (Suyanto) dan Ibu (Sri Hartati) tercinta, atas perhatian dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini yang tidak pernah lelah untuk selalu mendoakan yang terbaik.

2. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku dosen Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya


(11)

iii

untuk membimbing, memberikan perhatian, dan memotivasi selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan sumbangan pemikiran, kritik, dan saran kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

4. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku pembahas yang telah masukan dan saran-saran kepada penulis.

5. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA yang telah mem-berikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 9. Ibu Helendrasari, S.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 24 Bandar Lampung

beserta Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan kemudahan selama penelitian.

10.Ibu Rosmiati, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam penelitian.


(12)

iv

11.Siswa/siswi kelas VIII SMP Negeri 24 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014, atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin.

12.Kakakku (Eko Wahyudi Rais) serta keluarga besarku yang telah memberikan doa, semangat, dan motivasi kepadaku.

13.Liza Fitri atas bantuan dan dukungannya selama ini. Semoga tali persaudaraan ini tetap terjaga selamanya.

14.Sahabat yang sangat kusayangi, K. A Bernardo S. M, Perdan Khori, Clara Dwi Alfionita, Agustin Ryanti, Gesca Sonarita, Iisy Mayasir Oktarini, Zuma Herdiyanti, Selvi Utami Ningsih yang selama ini memberiku semangat dan doa serta selalu menemani saat suka dan duka. Semoga persahabatan dan kebersamaan kita selalu menjadi kenangan yang indah sampai kapanpun. 15.Sahabat yang sekaligus partner kerja satu tim yang selalu bisa diandalkan K. A

Bernardo S. M dan Intan Permata Sari. Terima kasih untuk kerjasama, bantuan, pengertian dan perjuangan yang telah kita lalui bersama-sama.

16.Teman-teman karibku tersayang, seluruh angkatan 2010 Kelas B Pendidikan Matematika: Mella, Nurul, Heru, Febby, Liza, Novi, Woro, Ira, Sumu, Resti, Suke, Anniya, Desi, Anggi, Engla, Elfira, Imam, Cahya, Tika, Rika, Syafril, Silo atas kebersamaannya selama ini dan semua bantuan yang telah diberikan. Semoga kebersamaan kita selalu menjadi kenangan yang terindah.

17.Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 Kelas A, kakak-kakakku angkatan 2009, 2008, dan 2007 serta adik-adikku angkatan 2011, 2012, dan 2013 terima kasih atas kebersamaannya.

18.Teman-teman KKN di Desa Pura Jaya dan PPL di MTs Nurul Ulum Pura Jaya, (Imam Rasyid Yakhya, Pindo Permana, David Irawan, Dian Nur Pertiwi.


(13)

v

Sumarmi, Noviana Laksmi, Nikmatul Hasanah, Septiana Kurniasih, Aqmarina Ferial, Dwi Fitriani, Diah Nuraini, Mas Trio ) atas kebersamaan yang penuh makna dan kenangan.

19.Almamater tercinta yang telah mendewasakanku.

20.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung, September 2014

Penulis


(14)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

B. Anggapan Dasar... 19

C. Hipotesis Penelitian... 20

III. METODE PENELITIAN... 21

A. Populasi dan Sampel... 21

B. Desain Penelitian ... 21

C. Instrumen Penelitian ... 22

D. Prosedur Penelitian ... 30


(15)

vii

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Hasil Penelitian ... 44

B. Pembahasan ... 57

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Simpulan ... 64

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(16)

DAFTARLAMPIRAN

✂✄☎✄✆✄ ✝ ✞✄✆✟✁✠✄ ✝✡☛☞ ✌✁☎✄✍ ✎✏✑✒✆✍ ✒☎✄✓✄✠✄ ✝ ☛☛ ☛☛☛☛ ☛☛☛☛ ☛☛☛☛ ☛☛☛☛ ☛☛☛☛ ☛☛☛☛ ☛☛☛☛ ☛☛☛☛ ☛☛☛☛ ☛☛☛☛ ☛☛☛☛ ☛☛☛☛ ☛☛☛☛ ☛☛☛☛ ☛☛ ✔✕

✞✄✆✟✁✠✄ ✝✡ ☛✖ ✗✒✝✘✄ ✝✄✑✒☎✄✙✏✄ ✝✄✄ ✝✑✒✆✍ ✒☎✄✓✄✠✄ ✝(RPP) PBM ... 75

Lampiran A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Konvensional ... 97

Lampiran A.4 Lembar Kerja Siswa (LKS)... 116

Lampiran B.1 Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 159

Lampiran B.2 Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 160

Lampiran B.3 Pedoman Pemberian Skor dan Kunci Jawaban Tes Kemampuan Berpikir Kritis... 161

Lampiran B.4 Form Validasi Instrumen ... 167

Lampiran B.5 Kisi-Kisi Skala Disposisi Matematis ... 169

Lampiran B.6 Instrumen Non Tes (Skala Disposisi Matematis)... 172

Lampiran B.7 Pedoman Pemberian Skor Skala Disposisi Matematis... 175

Lampiran C.1 Perhitungan Reliabilitas Tes Hasil Uji Coba ... 177

Lampiran C.2 Perhitungan Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran ... 178

Lampiran C.3 Data Perhitungan Gain Berpikir Kritis Siswa Kelas Eksperimen... 179

Lampiran C.4 Data Perhitungan Gain Berpikir Kritis Siswa Kelas Kontrol ... 180

Lampiran C.5 Analisis Data Skor Awal Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 181


(17)

vii

Lampiran C.6 Analisis Data Skor Akhir Kemampuan Berpikir Kritis

Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 182

Lampiran C.7 Uji Normalitas Skor Awal Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen... 183

Lampiran C.8 Uji Normalitas Skor Awal Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... 184

Lampiran C.9 Uji Homogenitas Skor Awal Kemampuan Berpikir Kritis antara Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 185

Lampiran C.10 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Skor Awal Kemampuan Berpikir Kritis antara Kelas Eksperimendan Kontrol ... 186

Lampiran C.11 Analisis Data Skor Gain Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 188

Lampiran C.12 Uji Normalitas Skor Gain Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen... 189

Lampiran C.13 Uji Normalitas Skor Gain Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... 190

Lampiran C.14 Uji Non Parametrik Skor Gain Kemampuan Berpikir Kritis antara Kelas Eksperimendan Kontrol ... 191

Lampiran C.15 Skor per Indikator Kemampuan Awal Berpikir Kritis Siswa ... 193

Lampiran C.16 Skor per Indikator Kemampuan Akhir Berpikir Kritis Siswa ... 195

Lampiran C.17 Perhitungan Skor Skala Disposisi Matematis ... 200

Lampiran C.18 Data Skor Skala Disposisi Matematis... 205

Lampiran C.19 Data Skor Disposisi Matematis Awal dan Akhir Siswa... 212

Lampiran C. 20 Data Analisis Skor Disposisi Matematis Awal Siswa ... 216

Lampiran C.21 Uji Normalitas Skor Awal Disposisi Matematis Kelas Eksperimen... 217

Lampiran C.22 Uji Normalitas Skor Awal Disposisi Matematis Kelas Kontrol ... 218


(18)

viii

Lampiran C.23 Uji Homogenitas Skor Awal Disposisi Matematis

antara Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 219 Lampiran C.24 Uji Kesamaan Dua Rata-rata Skor Awal Disposisi

Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 221

Lampiran C.25 Analisis Data Skor Akhir Disposisi Matematis Kelas

Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 223

Lampiran C.26 Data Perhitungan Gain Disposisi Matematis Kelas Kontrol.. 224

Lampiran C.27 Data Perhitungan Gain Disposisi Matematis

Kelas Eksperimen... 225 Lampiran C.28 Analisis Data Skor Gain Disposisi Matematis Kelas

Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 226 Lampiran C.29 Uji Normalitas Skor Gain Disposisi Matematis

Kelas Eksperimen... 227 Lampiran C.30 Uji Normalitas Skor Gain Disposisi Matematis

Kelas Kontrol ... 228 Lampiran C.31 Uji Homogenitas Skor Gain Disposisi Matematis

antara Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 229 Lampiran C.32 Uji Kesamaan Dua Rata-rata Skor Gain Disposisi

Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 230

Lampiran C.33 Skor per Indikator Disposisi Matematis Awal Siswa ... 231


(19)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat. Manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan bekerja sama yang efektif. Manusia yang mempunyai kemampuan-kemampuan seperti itu akan dapat memanfaatkan berbagai macam informasi, sehingga informasi yang melimpah ruah dan cepat yang datang dari berbagai sumber dan tempat di dunia, dapat diolah dan dipilih, karena tidak semua informasi tersebut dibutuhkan manusia (Syaban, 2008). Salah satu mata pelajaran yang membekali siswa untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut adalah matematika, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siswa terampil berpikir rasional (Irwan, 2011).

Pembelajaran matematika di sekolah tidak hanya berkaitan dengan penguasaan materi matematika, melainkan juga untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu membangun kemampuan berpikir siswa. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan Depdiknas (2006), pengembangan kemampuan berpikir menjadi fokus pembelajaran dan menjadi salah satu standar kelulusan siswa SMP dan SMA. Dikehendaki, lulusan SMP maupun SMA, mempunyai kemampuan


(20)

2 berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerja sama (Mahmudi, 2009: 1).

Secara umum, kemampuan matematis siswa Indonesia masih belum seperti yang diharapkan. Setidaknya, hal itu ditunjukkan oleh hasil The Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) (Mullis: 2012). TIMSS merupakan studi berskala internasional yang diselenggarakan oleh The International Association for Evaluation of Educational Achievement (IEA). Kerangka kerja TIMSS 2011 terbagi atas dua dimensi, yaitu dimensi konten yang menentukan materi pelajaran dan dimensi kognitif menentukan proses berpikir yang digunakan peserta didik. Studi ini dimaksudkan untuk meneliti kemampuan Matematika dan IPA siswa usia SMP. Pada bidang matematika, Indonesia menempati urutan ke-38 dari 4 2 negara yang diteliti. Standar rata-rata pencapaian yang digunakan TIMSS adalah 500. Dari hasil studi ini diperoleh informasi capaian rata-rata peserta Indonesia adalah. Capaian rata-rata peserta Indonesia mengalami penurunan dari capaian rata-rata pada TIMSS 2007. Kemampuan rata-rata peserta didik Indonesia pada tiap domain masih jauh dibawah negara tetangga Malaysia, Thailand dan Singapura. Rosnawati (2013) menyatakan rata-rata persentase yang paling rendah yang dicapai oleh peserta didik indonesia adalah pada domain kognitif pada level penalaran, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia dalam menyelesaika masalah yang kompleks yang melibatkan proses berpikir tingkat tinggi, seperti berpikir kreatif dan berpikir kritis, masih relatif rendah.


(21)

3 Salah satu faktor tersebut adalah lemahnya proses pembelajaran, seperti pelaksanaan pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek mekanistik dan mengabaikan kemampuan berpikir siswa. Guru menekankan siswa hanya menghafal sejumlah fakta matematis dan kurang menekankan pengembangan kemampuan berpikir siswa. Pembelajaran tersebut tentunya kurang bermakna dan dapat mematikan potensi berpikir siswa (Mahmudi, 2009: 2).

Selain itu, disposisi matematis sebagai aspek psikologi juga mempengaruhi rendahnya kemampuan berpikir siswa. Sejalan dengan itu Kilpatrick (2001: 171) menyatakan tingkat disposisi matematis pada siswa harus ditingkatkan karena disposisi matematika siswa merupakan faktor utama dalam menentukan kesuksesan belajar siswa. Kesumawati (2012: 233) menyatakan disposisi siswa terhadap matematika tampak ketika siswa menyelesaikan tugas matematika, apakah dikerjakan dengan percaya diri, tanggung jawab, tekun, pantang putus asa, merasa tertantang, memiliki kemauan untuk mencari cara lain dan melakukan refleksi terhadap cara berpikir yang telah dilakukan. Kemampuan disposisi matematis tentunya sangat mempengaruhi siwa dalam proses pembelajaran. Karena dengan kemampuan disposisi yang baik, siswa akan menjadi lebih percaya diri, gigih, serta ulet dalam menggali kemampuan berpikir kritis matematis yang dimilikinya dan menyelesaikan permasalahan dalam matematika.

Kurang tergalinya kemampuan berpikir kritis dan rendahnya disposisi matematis siswa terjadi di SMP yang berada di Bandar Lampung. Salah satunya di SMPN 24 Bandar Lampung. SMPN 24 Bandar Lampung adalah salah satu SMP yang


(22)

4 memiliki karakteristik seperti SMP lain di Bandar Lampung maupun di Indonesia. Hasil wawancara dengan guru di SMPN 24 Bandar Lampung menunjukkan bahwa guru masih mengajarkan materi kepada siswa dengan metode konvesional dan memberikan soal-soal rutin. Hal ini menyebabkan kemampuan berpikir kritis dan disposisis matematis siswa kurang tergali. Ketika siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal, siswa akan cepat menyerah dan menganggap matematika itu sulit.

Proses pembelajaran setiap jenjang pendidikan seharusnya menitik beratkan pada pembelajaran yang mampu mengembangkan berpikir kritis siswa. Kemampuan tersebut akan sulit dicapai apabila menggunakan pembelajaran konvensional. Karena pembelajaran konvensional tidak memberikan peluang siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan disposisi matematisnya. Salah satu pembelajaran yang memberikan peluang berpikir kritis dan mengembangkan disposisi matematis siswa adalah Pembelajaran Berbasis Masalah.

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu membuat siswa mengembangkan pengetahuannya secara aktif. Hal ini sesuai yang diungkapkan Sudarman (2007: 69) yang menyatakan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan inovasi dalam pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah. Menurut Darmawan (2010: 110) ada 5 fase dalam PBM yaitu 1) orientasi siswa pada masalah, 2) mengorganisasi siswa untuk belajar, 3) membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, 4) mengembangkan dan menyajikan


(23)

5 hasil karya, 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Setiap fase tersebut akan memberikan peluang siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematisnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Apakah

penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa?”

Dari rumusan masalah di atas dijabarkan pertanyaan penelitian:

1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

2. Apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada peningkatan disposisi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.


(24)

6 D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam pendidikan matematika berkaitan dengan model pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional serta hubungannya dengan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis dan disposisi matematis siswa.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi praktisi pendidikan sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu, dapat menjadi masukan dan bahan kajian pada penelitian serupa di masa yang akan datang.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Dengan memperhatikan judul penelitian, ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar tidak terjadi perbedaan persepsi antara peneliti dengan pembaca. 1. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran

yang menghadapkan siswa pada masalah matematis dan dengan kemampuan yang dimiliki siswa, siswa dituntut untuk memecahkan masalah tersebut. Ada 5 fase dalam tahapan pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah, yaitu: 1) orientasi siswa pada masalah, 2) mengorganisasi siswa untuk belajar, 3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, 4)


(25)

7 mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

2. Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud disini adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pengambilan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini dilihat melalui kemampuan siswa dalam menguji, mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada dalam suatu situasi ataupun suatu masalah yang diberikan.

3. Disposisi matematis yang dimaksud disini adalah tingkat rasa percaya diri, fleksibel, gigih, ulet, keingintahuan, cara berpikir dalam pembelajaran matematika, menghargai aplikasi matematika dan mengapresiasi peranan matematika.


(26)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Kemampuan Berpikir Kritis

Banyak para ahli yang mendefinisikan tentang berfikir kritis seperti pengertian yang diberikan oleh Ennis (2002), berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pengambilan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Dengan kata lain, pengambilan keputusan diambil setelah dilakukan refleksi dan evaluasi pada apa yang dipercayai. Sejalan dengan itu Fachrurazi (2011: 81) mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah proses sistematis yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Sementara itu Kusumaningsih (2011: 19) mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan proses berpikir secara tepat, terarah, beralasan, dan reflektif dalam pengambilan keputusan yang dapat dipercaya.

Pentingnya mengajarkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis harus dipandang sebagai sesuatu yang urgen dan tidak bisa disepelekan lagi. Penguasaan kemampuan berpikir kritis tidak cukup dijadikan sebagai tujuan pendidikan semata, tetapi juga sebagai proses fundamental yang memungkinkan siswa untuk mengatasi ketidak tentuan masa mendatang (Cabrera, 1992). Berpikir


(27)

9 kritis memungkinkan siswa untuk menemukan kebenaran ditengah banjir kejadian dan informasi yang mengelilingi mereka setiap hari. Melalui berpikir kritis siswa akan mengalami proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri.

Dalam rangka mengetahui bagaimana mengembangkan berpikir kritis pada diri seseorang, Ennis (2000) menyebutkan bahwa pemikir kritis idealnya mempunyai 12 kemampuan berpikir kritis yang dikelompokkan menjadi 5 aspek kemampuan berpikir kritis, antara lain: 1) Elementary clarification (memberikan penjelasan dasar) yang meliputi, fokus pada pertanyaan (dapat mengidentifikasi pertanyaan/masalah, dapat mengidentifikasi jawaban yang mungkin, dan apa yang dipikirkan tidak keluar dari masalah itu), Menganalisis pendapat (dapat mengidentifikasi kesimpulan dari masalah itu, dapat mengidentifikasi alasan, dapat menangani hal-hal yang tidak relevan dengan masalah itu), berusaha mengklarifikasi suatu penjelasan melalui tanya-jawab. 2) The basis for the decision (menentukan dasar pengambilan keputusan) yang meliputi, mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi. 3) Inference (menarik kesimpulan) yang meliputi, mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan menentukan pertimbangan nilai. 4) Advanced clarification (memberikan penjelasan lanjut) yang meliputi, mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi tersebut, mengidentifikasi asumsi. 5) Supposition and integration (memperkirakan dan menggabungkan) yang meliputi, mempertimbangkan alasan atau asumsi-asumsi


(28)

10 yang diragukan tanpa menyertakannya dalam anggapan pemikiran kita, menggabungkan kemampuan dan karakter yang lain dalam penentuan keputusan.

Berpikir kritis memiliki beberapa karakteristik, Facione (1990) merumuskan beberapa karakteristik berpikir kritis melalui kemampuan kognitif dan disposisi afektif. Kemampuan kognitif terdiri dari kemampuan utama kognitif dan subkemampuan kognitif. Kemampuan utama kognitif terdiri dari: 1) interpretasi (melakukan katagorisasi, menjelaskan arti), 2) analisis (meneliti ide-ide, mengidentifikasi dan menganalisis argumen), 3) evaluasi (menilai pendapat), 4) pengambilan kesimpulan (mencari bukti dan alternatif, membuat kesimpulan), 5) menjelaskan (menyatakan hasil, membenarkan prosedur, dan menyajikan argumen), dan 6) pengaturan diri (pemeriksaan diri dan koreksi diri).

Dari karakteristik dan kemampuan berpikir kritis dapat dirumuskan beberapa indikator kemampuan berpikir kritis matematis, yaitu: 1) interpretasi (melakukan katagorisasi, menjelaskan arti), 2) analisis (meneliti ide-ide, mengidentifikasi dan menganalisis argumen), 3) evaluasi (menilai pendapat), 4) pengambilan kesimpulan (mencari bukti dan alternatif, membuat kesimpulan), 5) menjelaskan (menyatakan hasil, membenarkan prosedur, dan menyajikan argumen), dan 6) pengaturan diri (pemeriksaan diri dan koreksi diri).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan berpikir kritis dalam matematika adalah berpikir yang menguji, mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada dalam suatu situasi ataupun suatu masalah yang diberikan. Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan menggunakan indikator interpretasi (melakukan katagorisasi, menjelaskan arti), analisis (meneliti ide-ide, mengidentifikasi dan


(29)

11 menganalisis argumen), evaluasi (menilai pendapat), dan pengambilan kesimpulan (mencari bukti dan alternatif, membuat kesimpulan).

2. Disposisi Matematis

Menurut Herman (2006) disposisi matematis siswa adalah kecenderungan siswa untuk berpikir dan berbuat dengan cara yang positif. Sementara NCTM (2003) menyatakan disposisi matematis adalah keterkaitan dan apresiasi terhadap matematika yaitu suatu kecenderungan untuk berpikir dan bertindak dengan cara yang positif. Dari definisi tersebut dikatakan disposisi merupakan suatu kecenderungan untuk bersikap, bertindak, atau bertingkah laku terhadap suatu perlakuan tertentu. Sejalan dengan pernyataan tersebut, menurut Sumarmo (2005) disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika.

Menurut Yuanari (2011: 20-21) seorang siswa akan gagal dalam menyelesaikan soal jika siswa tersebut sudah kehilangan kepercayaan dirinya, dan ketika siswa kepercayaan dirinya muncul mereka dapat mengembangkan kemampuan /keterampilan menggunakan prosedur dan penalaran adaptifnya. Dengan demikian disposisi matematis merupakan faktor penting dalam menentukan kesuksesan pendidikan.

Disposisi matematis tampak ketika siswa menyelesaikan tugas matematika, apakah dikerjakan dengan percaya diri, tanggung jawab, tekun, pantang putus asa, merasa tertantang, memiliki kemauan untuk mencari cara lain dan melakukan


(30)

12 refleksi terhadap cara berpikir yang telah dilakukan. Hal ini sejalan dengan NCTM (1989: 233), yang menyatakan bahwa

The assessment of students’ mathematical disposition should seek information about their (1) confidence in using mathematics to solve problems, to communicate ideas, and to reason; (2) flexibility in exploring mathematical ideas and trying alternative methods in solving problems; (3) willingness to persevere in mathematical tasks; (4) interest, curiosity, and inventiveness in doing mathematics; (5) inclination to monitor and reflect on their own thinking and performance; (6) valuing of the application of mathematics to situations arising in other disciplines and everyday experiences; (7) appreciation of the role of mathematics in our culture and its value as a tool and as a language.

Sementara itu disposisi menurut Maxwell (2001), terdiri dari (1) inclination (kecenderungan), yaitu bagaimana sikap siswa terhadap tugas-tugas; (2) sensitivity (kepekaan), yaitu bagaimana kesiapan siswa dalam menghadapi tugas; dan (3) ability (kemampuan), yaitu bagaimana siswa fokus untuk menyelesaikan tugas secara lengkap; dan (4) enjoyment (kesenangan), yaitu bagaimana tingkah laku siswa dalam menyelesaikan tugas.

Ada komponen-komponen disposisi matematis menurut National Council of Teachers of Mathematics (1989), yaitu memuat tujuh komponen (1) percaya diri dalam menggunakan matematika, (2) fleksibel dalam melakukan kerja matematika (bermatematika), (3) gigih dan ulet dalam mengerjakan tugas-tugas matematika, (4) memiliki rasa ingin tahu dalam bermatematika, (5) melakukan refleksi atas cara berpikir, (6) menghargai aplikasi matematika, dan (7) mengapresiasi peranan matematika. Jadi, dapat dikatakan disposisi matematis siswa adalah kecenderungan siswa untuk berpikir dan berbuat dengan cara yang positif. Disposisi siswa terhadap matematika terwujud melalui sikap dan tindakan dalam memilih pendekatan untuk menyelesaikan tugas. Apakah dilakukan


(31)

13 dengan percaya diri, keingintahuan mencari alternatif, tekun, dan tertantang serta kecendrungan siswa merefleksi cara berpikir yang dilakukannya dan disposisi matematis merupakan keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika. Disposisi matematika memuat tujuh komponen indikator yaitu: (1) percaya diri dalam menggunakan matematika, (2) fleksibel dalam melakukan kerja matematika (bermatematika), (3) gigih dan ulet dalam mengerjakan tugas-tugas matematika, (4) memiliki rasa ingin tahu dalam bermatematika, (5) melakukan refleksi terhadap cara berpikir dan kinerja pada diri sendiri dalam belajar matematika, (6) menghargai aplikasi matematika, dan (7) mengapresiasi peranan matematika/ pendapat tentang matematika.

3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita sering menghadapi masalah. Menurut Gorman (Dewanti, 2011) masalah atau problem adalah situasi yang mengandung kesulitan bagi seseorang dan mendorongnya untuk mencari solusi. Dewanti (2011: 32) juga menyatakan bahwa masalah bukanlah latihan-latihan soal rutin yang biasa diberikan dalam kelas melainkan masalah-masalah non rutin yang belum diketahui prosedur pemecahannya. Stanic & Kilpatrick (Dewanti, 2011) menyatakan

Nonrutine problem solving is characterized as a higher level skill to be acquired after skill at solving routine problems (which, in turn, is to be acquired after students learn basic mathematical concepsts and skills). Salah satu pembelajaran yang didasarkan pada masalah adalah pembelajaran berbasis masalah atau problem based learning. Pembelajaran berbasis masalah pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an di Universitas Mc Master


(32)

14 Fakultas Kedokteran Kanada, sebagai upaya yang digunakan untuk menemukan solusi dalam diagnosis dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan situasi yang ada (Rusman, 2010: 242).

Banyak orang yang mendefinisikan pembelajaran berbasis masalah. Sudarman (2007: 69) mengemukakan bahwa

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dalam kegiatan pembelajaran menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah atau materi pelajaran yang diberikan.

Sementara itu menurut Arends (2009: 56) model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Sedangkan Herman (2007: 45) menyatakan bahwa PBM merupakan suatu pendekatan yang diawali dengan menghadapkan siswa pada masalah dan siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan pengetahuan yang dimilikinya, masalah yang disajikan kaya akan konsep matematika.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran diawali dengan menghadapkan siswa pada masalah dan siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan pengetahuan yang dimilikinya. Masalah dalam kegiatan pembelajaran menggunakan masalah dunia nyata dan dalam pembelajaran ini kemampuan berfikir siswa betul-betul


(33)

15 dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, yang dapat mengembangkan kemampuan berfikirnya.

Adapun tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah dikemukakan oleh Darmawan (2010: 110) adalah:

Tabel 2.1 Tahap-Tahap Pelaksanan Pembelajaran Berbasis Masalah

Fase Indikator Perilaku Guru

1 Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan dan memotivasi siswa untuk terlibat pada aktivitas pemecahan masalah

2 Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

3 Membimbing

penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk

mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk

mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam

merencanakan dan menyiapkan karya sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya.

5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.

Pembelajaran berbasis masalah memiliki 5 karakteristik. Seperti yang dikemukakan oleh Herman (2007: 49) 5 karakteristik dalam pembelajaran tersebut yaitu:

a. Memposisikan siswa sebagai self-directed problem solver (pemecah masalah) melalui kegiatan kolaboratif.

b. Mendorong siswa untuk mampu menemukan masalah dan mengelaborasinya dengan mengajukan dugaan-dugaan dan merencanakan penyelesaian


(34)

16 c. Memfasilitasi siswa untuk mengekspolarasi berbagai alternatif penyelesaian

dan impikasinya serta mengumpulkan dan mendistribusikan informasi. d. Melatih siswa untuk terampil menyajikan temuan

e. Membiasakan siswa untuk merefleksikan tentang efektivitas cara berpikir mereka dan menyelesaikan masalah.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah yang digunakan adalah masalah kontekstual yang berkaitan dengan kehidupan nyata. Dalam penerapan PBM guru bertindak sebagai fasilitator sekaligus pembimbing yang mampu menjadi penengah yang dapat merangsang kemampuan berfikir siswa.

B. Kerangka Pikir

Pembelajaran berbasis masalah (PBM) adalah pembelajaran yang didasarkan pada masalah. Siswa akan membangun pengetahuannya melalui masalah kontekstual yang diberikan. Dari masalah yang disajikan, siswa akan memecahkan masalah tersebut berdasarkan pengetahuan yang telah ada, kemudian membentuk pengetahuan-pengetahuan baru hingga terbentuk suatu konsep lengkap matematika.

Pelaksanaan pembelajaran PBM meliputi 5 fase. Fase pertama adalah fase orientasi siswa pada masalah. Pada fase ini, guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan segala sesuatu yang diperlukan selama pembelajaran, dan memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran nantinya. Dalam


(35)

17 fase ini siswa akan mulai melakukan interpretasi (melakukan katagorisasi dan menjelaskan arti).

Fase kedua dalam PBM adalah guru mengorganisasi siswa dalam masalah. Pada fase ini, siswa diminta untuk mendefinisikan tugas yang berkaitan dengan masalah tersebut dengan bimbingan guru. Dalam fase ini siswa dengan rasa ingin tahu, gigih dan ulet akan melakukan interpretasi (melakukan katagorisasi dan menjelaskan arti), menganalisis (meneliti ide-ide, mengidentifikasi dan menganalisis argumen) tugas yang diberikan. Siswa mulai mengembangkan idenya dan mengemukakan pendapat tentang langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Siswa diminta mengungkapkan gagasannya dan melalui diskusi kelompok, terjadi pembentukan ide-ide baru yang relevan dalam diri siswa.

Fase ketiga dalam PBM adalah fase pembimbingan guru terhadap penyelidikan yang dilakukan baik individu maupun kelompok. Pada fase ini guru mendorong siswa untuk mengumpulkan semua informasi yang sesuai untuk memecahkan masalah. Maka diharapkan akan timbul sikap gigih dan ulet serta fleksibel dalam diri siswa yang meliputi mencari ide-ide matematis dan mencoba berbagai alternatif penyelesaian masalah matematis. Bila diperlukan siswa akan melakukan eksperimen untuk mendapat penjelasan. Setiap informasi yang diperoleh siswa akan dituliskan pada lembar kerja secara merinci dan jelas, agar konsep yang diperoleh siswa lengkap. Siswa akan mulai melakukan evaluasi (menilai pendapat). Secara individu berpendapat, kemudian ditampung dalam kelompok. Selanjutnya setiap pendapat tadi didiskusikan dengan bimbingan dari


(36)

18 guru. Dalam mengungkapkan pendapatnya, siswa harus sudah dapat menangkap apa saja informasi yang perlu dicari.

Fase ke-empat dalam PBM adalah siswa mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Pada fase ini, keterlibatan guru mulai berkurang. Diharapkan akan muncul rasa percaya diri siswa pada saat siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, guru bertindak sebagai moderator memandu jalannya diskusi kelas. Pada fase ini siswa akan meneliti ide-ide, mengidentifikasi dan menganalisis argumen dari kelompok lain, serta akan menilai pendapat kelompok lain yang mempresentasikan hasil diskusinya. Pada saat menjalani fase ini, siswa dituntut untuk mampu mengembangkan pola pikirnya, mengamati setiap pernyataan, dan memahaminya dengan baik, agar bisa memberikan tanggapan yang tepat. Selain itu, ketika akan menyampaikan hasil kerjanya, siswa diharapkan mampu menjelaskan dengan baik, terperinci, dan mudah dipahami bagi teman-teman lainnya.

Fase terahir dari model pembelajaran berbasis masalah yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada fase ini, guru bertugas membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan. Dengan bantuan guru diharapkan siswa akan fleksibel dalam menyimpulkan penyelesaian masalah matematis dan memiliki rasa percaya diri dalam memberikan pendapatnya dalam kelas. Dalam fase ini siswa akan meneliti ide-ide, mengidentifikasi dan menganalisis argumen, menilai pendapat, mencari bukti alternatif dan membuat kesimpulan bersama dalam kelas dari masalah matematis yang diberikan. Kegiatan ini dilakukan menjelang akhir


(37)

19 pembelajaran. Harapannya, siswa dpat mengetahui apa kesimpulan yang diperoleh berdasarkan diskusi. Mengklarifikasi kesalahan yang terjadi saat diskusi dan memperbaikinya. Selain itu, siswa juga dapat menguraikan apa-apa saja yang menjadi pokok pembicaraan selama pembelajaran.

Pada setiap fase PBM, mulai dari pemberian motivasi sebelum pembelajaran, mengorganisasikan siswa dalam belajar, melakukan bimbingan individual dan kelompok, memberi kesempatan siswa untuk menyajikan hasil karyanya, kemudian melakukan evaluasi proses pembelajaran bersama siswa, akan merangsang pola pikir siswa tentang kemampuan matematikanya. Dengan masalah yang diberikan, siswa mengemukakan pendapatnya. Dari kegiatan tersebut, kemampuan siswa tereksplorasi dengan baik. Pada akhirnya, siswa tersebut akan dapat menilai kemampuan dalam dirinya mengenai kemampuan matematika yang ia miliki dan siswa akan lebih percaya diri bahwa ia bisa dan memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah matematika.

Fase-fase tersebut tidak ditemukan dalam proses pembelajaran menggunakan model konvensional. Jadi, diduga Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan disposisi matematis siswa.

C. Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut:

1. Semua siswa kelas VIII semester genap SMPN 24 Bandarlampung tahun pelajaran 2013-2014 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kuri-kulum tingkat satuan pendidikan.


(38)

20 2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis matematis dan

dispososi matematis siswa selain model pembelajaran dikontrol, agar pengaruhnya kecil sehingga dapat diabaikan.

D. Hipotesis

Berdasarkan pertanyaan dalam rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Hipotesis Umum

Model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa.

2. Hipotesis Khusus

a. Peningkatan kemampuan berpikir kritis yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

b. Peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.


(39)

21

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Negeri 24 Bandar Lampung. Kelas VIII di SMP Negeri 24 Bandar Lampung terdiri dari sepuluh kelas, terdiri dari kelas VIIIA, sampai kelas VIIIJ dengan rata-rata banyaknya siswa tiap kelas 28 orang. Dari sepuluh kelas tersebut diambil dua kelas sebagai sampel. Sampel yang diambil pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. Teknik ini diambil disebabkan terdapat dua guru yang mengajar di kelas VIII SMP Negeri 24 Bandar Lampung, maka sampel yang akan diambil berasal dari dua kelas yang diajar oleh guru yang sama. Setelah berdiskusi dengan guru mitra, terpilih kelas VIIID sebagai kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah dan kelas VIIIC yang mendapat pembelajaran konvensional.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen (eksperimen semu) dengan desain pretest-posttest control design yang melibatkan dua kelompok sebagaimana menurut Fraenkel dan Wallen (1993:248). Pada penelitian ini, kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum diberi perlakuan masing-masing


(40)

22 diberi pretest untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis dan disposisi matematis awal siswa, kemudian pada kelas eksperimen diberi perlakuan, yaitu pembelajaran berbasis masalah, sedangkan pada kelas kontrol, pembelajaran dilakukan secara konvensional, yaitu dengan metode ceramah. Setelah diberi perlakuan, masing-masing kelas diberi posttest untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa.

Tabel 3.1 Desain penelitian

Treatment group R O X1 O

Control group R O X2 O

Fraenkel dan Wallen (1993:248) Keterangan:

R = Pemilihan kelompok secara acak

O = Perlakuan tes kemampuan berpikir kritis yang diberikan sebelum dan setelah perlakuan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran konvensional (pretest dan posttest)

X1 = Perlakuan (model pembelajaran berbasis masalah) X2 = Perlakuan (model pembelajaran konvensional)

C. Instrumen Penelitian 1. Instrumen Tes

Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat instrumen tes. Tes yang digunakan adalah tes kemampuan berpikir kritis yang terdiri dari pretes dan postes. Tes ini diberikan kepada siswa secara individual, pemberiannya ditujukan untuk mengukur peningkatan kemampuan berpikir kritis. Tes yang digunakan berupa tes tertulis yang dilaksanakan sebelum dan


(41)

23 setelah pembelajaran dilangsungkan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe uraian yang terdiri atas 5 item soal. Materi yang diujikan adalah pokok bahasan lingkaran. Tes yang diberikan pada setiap kelas baik soal-soal untuk pretes dan posttes sama. Sebelum penyusunan tes kemampuan berpikir kritis, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal tes kemampuan berpikir kritis. Tes berpikir kritis ini menuntut siswa memberikan jawaban berupa Interpretasi (melakukan katagorisasi, menjelaskan arti), Analisis (meneliti ide-ide, mengidentifikasi dan menganalisis argumen), Evaluasi (menilai pendapat), dan pengambilan kesimpulan (mencari bukti dan alternatif, membuat kesimpulan) Pemberian skor jawaban siswa disusun berdasarkan empat kemampuan di atas.

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Indikator Berpikir Kritis Reaksi Terhadap Masalah Skor

Interpretasi

Tidak ada usaha memahami soal 0

Salah interpretasi soal 1

Interpretasi soal benar 2

Analisis

Tidak ada analisis jawaban 0

Sudah ada analisis, tetaapi kurang tepat 1

Menganalisis dengan benar 2

Evaluasi

Tidak ada evaluasi 0

Sudah ada evaluasi, tetapi kurang tepat 1

Evaluasi jawaban benar 2

Penarikan Kesimpulan

Tidak ada penarikan kesimpulan 0

Sudah ada penarikan kesimpulan, tetapi kurang tepat

1

Penarikan kesimpulan tepat 2

Sumber: Diadaptasi dari Kusumaningsih (2011: 33)

Soal yang baik harus valid dan reliabel. Validitas yang digunakan adalah validitas isi, yaitu validitas yang ditinjau dari segi isi tes itu sendiri sebagai alat ukur hasil belajar, sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur hasil


(42)

24 belajar peserta didik, isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya diujikan. Validitas isi dari tes kemampuan berpikir kritis ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes kemampuan berpikir kritis dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan.

Tes yang dikategorikan valid adalah yang telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur berdasarkan penilaian guru mitra. Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa dilakukan dengan menggunakan daftar cek lis oleh guru. Soal tes diuji cobakan pada siswa kelas IX SMP Negeri 24 Bandar Lampung dengan pertimbangan bahwa kelas tersebut telah menempuh atau mempelajari materi tes. Setelah diadakan uji coba, langkah selanjutnya yaitu menghitung reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda tes.

2. Reliabilitas

Bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe uraian. Menurut Arikunto (2011: 109) untuk mencari koefisien reliabilitas (r11) soal tipe uraian menggunakan rumus Alpha yang dirumuskan sebagai berikut:

r11 =

1 1− ��2

��2

Keterangan:

r 11 = Koefisien reliabilitas alat evaluasi = Banyaknya butir soal

��2 = Jumlah varians skor tiap soal


(43)

25 Menurut Guilford (Suherman, 1990: 177) koefisien reliabilitas diinterpretasikan seperti yang terlihat pada Tabel 3.3

Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas

Koefisien relibilitas (r11) Kriteria

r11≤ 0,20 sangat rendah

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

0,40 < r11≤ 0,60 Sedang

0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi

0,80 < r11≤ 1,00 sangat tinggi

Setelah dilakukan perhitungan didapatkan reliabilitas soal yang telah diujicobakan disajikan pada Tabel 3.6. Hasil perhitungan reliabilitas soal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.1.

3. Daya Pembeda

Untuk menghitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memeperoleh nial terendah. Kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 27% siswa yang memperoleh niali terendah (disebut kelompok bawah). Karno To dalam Noer (2010) menungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus:

Keterangan :

DP : indeks daya pembeda satu butri soal tertentu

JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)

IA JB JA DP 


(44)

26 Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel berikut :

Tabel 3. 4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

Negatif ≤DP≤ 0,10 Sangat Buruk

0,10 <�� ≤0,20 Buruk

0,20 <�� ≤0,30 Agak baik, perlu revisi

0,30 <�� ≤0,50 Baik

DP > 0,50 Sangat Baik

Soal yang digunakan adalah soal yang memiliki interpretasi agak baik (perlu direvisi), baik dan sangat baik.

Setelah dilakukan perhitungan didapatkan daya pembeda butir item soal yang telah diujicobakan disajikan pada Tabel 3.6. Hasil perhitungan daya pembeda butir item soal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2

4. Tingkat kesukaran

Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal. Sudijono (2008: 372) mengungkapkan untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus berikut.

= Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal. Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) sebagai berikut :


(45)

27 Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

0.00≤ ≤0.15 Sangat Sukar

0.15 < ≤0.30 Sukar

0.30 < ≤0.70 Sedang

0.70 < ≤0.85 Mudah

0.85 < ≤1.00 Sangat Mudah

Soal yang dipakai yaitu soal yang mempunyai interpretasi tingkat kesukaran sukar, sedang dan mudah. Untuk soal dengan interpretasi tingkat kesukaran sukar dan mudah akan direvisi.

Setelah dilakukan perhitungan didapatkan tingkat kesukaran butir soal yang disajikan pada Tabel 3.6. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2. Setelah dilakukan analisis reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal tes kemampuan berpikir kritis, diperoleh rekapitulasi hasil tes uji coba dan kesimpulan yang disajikan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes No

Soa l

Reliabilitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Kesimpulan 1 0,76 (Reliabilitas tinggi)

0,38 (baik) 0,65 (sedang) Dipakai

2 0,46 (baik) 0,69 (sedang) Dipakai

3 0,33 (baik) 0,57 (sedang) Dipakai

4 0,98 (sangat

baik) 0,61 (sedang)

Dipakai

Dari Tabel 3.6 terlihat bahwa koefisien reliabilitas soal adalah 0,76 yang berarti soal memiliki reliabilitas yang tinggi. Daya pembeda untuk soal nomor 1, 2 dan 3 dikategorikan baik dengan tingkat kesukaran sedang dan untuk nomor 4 memiliki daya pembeda yang sangat baik dengan tingkat kesukaran sedang. Karena semua


(46)

28 soal sudah valid dan sudah memenuhi kriteria reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran yang sudah ditentukan maka soal tes kemampuan berpikir kritis sudah layak untuk digunakan mengumpulkan data.

5. Instrumen Nontes

Instrumen nontes yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket skala disposisi matematis yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol pada awal dan akhir kegiatan pembelajaran yang berisi pernyataan-pernyataan. Penyataan yang diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol bertujuan untuk mengetahui disposisi matematis siswa terhadap pembelajaran matematika.

Skala disposisi matematis pada penelitian ini menggunakan skala Likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Skala disposisi matematis dibuat dalam bentuk pernyataan sebanyak 28 pernyataan. Skala disposisi matematis dalam penelitian ini adalah tingkat rasa percaya diri, fleksibel, gigih, ulet, keingintahuan, dan cara berpikir dalam pembelajaran matematika. Disposisi matematis siswa tentang matematika adalah skor total diperoleh siswa setelah memilih pernyataan yang ada pada skala disposisi matematis yang mengukur pengetahuan siswa tentang kemampuan dirinya dan pandangannya terhadap matematika, tingkat rasa percaya diri, fleksibel, gigih, ulet, keingintahuan, dan cara berpikir dalam pembelajaran matematika penilaian terhadap ketertarikannya terhadap matematika dan soal-soal berpikir kritis matematis.


(47)

29 Penskoran skala disposisi matematis dilakukan menggunakan data pretest skala disposisi matematis. Proses perhitungannya menggunakan software Microsoft Excel 2007. Langkah-langkah untuk menghitung skor tiap pilihan jawaban tiap butir soal menurut Azwar (2007) adalah sebagai berikut:

1. Menghitung frekuensi masing-masing kategori tiap butir pernyataan. 2. Menentukan proporsi masing-masing kategori.

3. Menghitung besarnya proporsi kumulatif. 4. Menghitung nilai dari � � ℎ = 1

2 + , dimana = proporsi

kumulatif dalam kategori sebelah kiri.

5. Mencari dalam Tabel distribusi normal standar bilangan baku (z) yang sesuai dengan pktengah.

6. Menjumlahkan nilai z dengan suatu konstanta k sehingga diperoleh nilai terkecil dari z + k = 1 untuk suatu kategori pada satu pernyataan.

7. Membulatkan hasil penjumlahan pada langkah 6.

Perhitungan penentuan skor kategori SS, S, TS dan STS setiap item soal dapat dilihat pada Lampiran C.18. Skor untuk setiap item pernyataan dapat dilihat pada Lampiran B.7. Skor untuk kategori SS, S, TS dan STS setiap pernyataan bervariasi antara 1 sampai dengan 6 dengan skor ideal 112.

Persentase skor tiap indikator kemampuan disposisi matematis awal dan akhir siswa didapat dari jumlah skor per indikator dibagi jumlah skor ideal per indikator dikali 100 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran C. 33 dan C.34


(48)

30 D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur penelitian dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu: 1. Tahap Persiapan

a. Menyusun proposal penelitian

b. Membuat Perangkat Pembelajaran untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol c. Membuat instrumen yang akan digunakan dalam penelitian

d. Mengonsultasikan perangkat pembelajaran dan instrumen dengan dosen pembimbing

e. Melakukan ujicoba instrumen penelitian

2. Tahap Pelaksanaan

a. Mengadakan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

b. Melaksanakan pembelajaran matematika dengan model PBM pada kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol c. Memberikan postes pada kelas eksprimen maupun kontrol

3. Tahap Pengolahan Data

a. Mengumpulkan data dari masing-masing kelas

b. Mengolah dan menganalisis hasil data yang diperoleh dari masing-masing kelas.

c. Membuat kesimpulan.

E. Teknik Analisis Data

Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda diperoleh data kuantitatif yaitu nilai tes kemampuan berpikir kritis matematis dan skor disposisi matematis


(49)

31 kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari tes kemampuan berpikir kritis matematis diperoleh niai pretest, nilai posttest, dan peningkatan kemampuan (N-Gain1). Dari pengisian angket skala disposisi matematis, diperoleh skor awal, skor akhir, dan peningkatan disposisi matematis (N-Gain2).

1. Data Kemampuan Berpikir Kritis

Menurut Melzer dalam Noer (2010: 105) besarnya peningkatan dihitung dengan rumus gain ternormalisasi ( normalized gain) = g, yaitu :

� = � � − � � �

� � � � − � �

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasi-fikasi dari Hake (1999) seperti terdapat pada Tabel berikut

Tabel 3.7 Kriteria Indeks Gain

Indeks Gain (g) Kriteria

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang

g ≤ 0,3 Rendah

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis maka dilakukan uji prasyarat terhadap data kuantitatif kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian prasyarat ini dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari data populasi berdistribusi normal dan memiliki variansi yang homogen.

Pengolahan dan analisis data kemampuan berpikir kritis dilakukan dengan menggunakan uji statistik terhadap skor awal dan peningkatan kemampuan siswa (indeks gain) dari kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan bantuan software SPPS versi 17.0. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut.


(50)

32 a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang didapat berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov Z. Adapun hipotesis uji adalah sebagai berikut:

Ho : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Dalam Russefendi (1998: 405), langkah-langkah pengujiannya adalah:

Pertama, mencari nilai Z untuk masing-masing data sampel dengan rumus sebagai berikut:

= �−

Keterangan:

� = angka pada data

= rata-rata data s = standar deviasi

Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan persamaan Kolmogorov-Smirnov sebagai berikut:

� = |� − � |

Keterangan:

Dn : Nilai hitung Kolmogorov Smirnov Fn(xi) : Peluang harapan data ke i

F(xi) : Luas kurva z data ke i

Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov Z (K-S Z) menggunakan software SPPS versi 17.0 dengan kriteria pengujian yaitu


(51)

33 jika nilai probabilitas (sig) dari Z lebih besar dari �= 0,05, maka hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2005: 113). Setelah dilakukan pengujian normalitas pada skor awal kemampuan berpikir kritis didapat hasil yang disajikan pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8 Uji Normalitas Skor Awal Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok

Penelitian

Banyaknya Siswa K-S (Z) Probabilitas (Sig)

Eksperimen 28 0,139 0,176

Kontrol 28 0,163 0,56

Pada Tabel 3.8 terlihat bahwa probabilitas (Sig) untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis nol diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data skor awal kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti PBM dan kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas data skor awal dapat dilihat pada Lampiran C.6 dan Lampiran C.7.

Uji normalitas juga dilakukan terhadap data indeks gain kemampuan berpikir kritis, setelah dilakukan perhitungan didapatkan hasil yang disajikan pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9 Uji Normalitas Indeks Gain Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok

Penelitian

Banyaknya Siswa K-S (Z) Probabilitas (Sig)

Eksperimen 28 0,101 0,200

Kontrol 28 0,094 0,200

Pada Tabel 3.9 terlihat bahwa probabilitas (Sig) untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol lebih dari 0,05, sehingga hipotesis nol diterima. Hal ini berarti bahwa data kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang


(52)

34 berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas data indeks gain dapat dilihat pada Lampiran C.12 dan Lampiran C.13.

b. Uji Homogenitas Varians

Jika sampel berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas varians. Uji homogenitas variansi dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok data memiliki variansi yang homogen atau tidak. Untuk menguji homogenitas variansi maka dilakukan uji Levene. Adapun hipotesis untuk uji ini adalah:

Ho : �12 = �22 (kedua kelompok populasi memiliki varians yang homogen)

H1 : �12 ≠ �22 (kedua kelompok populasi memiliki varians yang tidak homogen)

Dalam Fathoni (2013: 8), langkah-langkah pengujiannya adalah:

Pertama, menghitung selisih masing-masing skor data dengan rata-rata kelompok, dengan rumus:

=

Keterangan:

� = skor awal

= rata-rata kelompok

Kemudian menghitung nilai F, dengan rumus:


(53)

35 Keterangan:

SSb = Jumlah kuadrat antar kelompok SSw = Jumlah kuadrat dalam kelompok dengan

=

( )2

− 2

−1

dan =

2 ( )2

− −1

Dalam penelitian ini, uji homogenitas menggunakan uji Levene dengan software SPSS versi 17.0 dengan kriteria pengujian adalah jika nilai probabilitas (Sig.) lebih besar dari �= 0,05, maka hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2005: 145). Setelah dilakukan perhitungan diperoleh hasil uji homogenitas yang disajikan pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10 Uji Homogenitas Populasi Skor Awal Kemampuan Berpikir Kritis

Kelompok

Penelitian Varians Statistik Levene

Probabilitas

(Sig.)

Eksperimen 10,995 2,022 0,161

Kontrol 14,249

Pada Tabel 3.10 terlihat bahwa nilai probabilitas (sig) lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesis nol diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa data skor awal kemampuan berpikir kritis siswa dari kedua kelompok populasi memiliki varians yang homogen atau sama. Perhitungan uji homogenitas dapat dilihat pada Lampiran C.9.

Uji homogenitas juga dilakukan terhadap data indeks gain kemampuan berpikir kritis, setelah dilakukan perhitungan didapatkan hasil yang disajikan pada Tabel 3.11.


(54)

36 Tabel 3.11 Uji Homogenitas Indeks Gain Awal Kemampuan Berpikir Kritis

Kelompok

Penelitian Varians Statistik Levene

Probabilitas

(Sig.)

Eksperimen 0,39 0,085 0,772

Kontrol 0,34

Pada Tabel 3.11 terlihat bahwa nilai probabilitas (sig) lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesis nol diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa data gain kemampuan berpikir kritis siswa dari kedua kelompok populasi memiliki varians yang homogen atau sama. Perhitungan uji homogenitas dapat dilihat pada Lampiran C.14.

c. Teknik Pengujian Hipotesis 1) Uji Hipotesis untuk Skor Awal

Setelah melakukan uji normalitas dan homogenitas data, diperoleh bahwa data skor awal dari kedua sampel berdistribusi normal dan memiliki varian yang sama. Menurut Sudjana (2005 : 243), apabila data dari kedua sampel berdistribusi normal dan memiliki varian yang sama maka analisis data dilakukan dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata, yaitu uji t dengan hipotesis uji sebagai berikut.

Ho: μ1 = μ2, (tidak ada perbedaan kemampuan awal berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah dengan kemampuan awal berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional)

H1: μ1 ≠μ2, (ada perbedaan kemampuan awal berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah dengan kemampuan


(55)

37 awal berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional)

Menurut Sudjana ( 2005: 243) untuk menguji hipotesis menggunakan rumus:

= 1− 2

1

1+

1

2

dengan

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s Keterangan:

1 = rata-rata skor awal pada kelas eksperimen 2 = rata-rata skor awal pada kelas kontrol

n1 = banyaknya subyek kelas eksperimen n2 = banyaknya subyek kelas kontrol

12 = varians kelompok eksperimen 22 = varians kelompok kontrol 2 = varians gabungan

Dalam penelitian ini, uji-t menggunakan software SPPS versi 17.0. dengan kriteria pengujian: jika nilai probabilitas (Sig) lebih besar dari � = 0,05, maka hipotesis nol diterima ( Trihendradi, 2005: 146).

2) Uji Hipotesis untuk Indeks Gain

Setelah melakukan uji normalitas dan homogenitas data, diperoleh bahwa data indeks gain dari kedua sampel berdistribusi normal dan memiliki varian yang sama. Menurut Sudjana (2005 : 243), apabila data dari kedua sampel berdistribusi normal dan memiliki varian yang sama maka analisis data dilakukan


(56)

38 dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata, yaitu uji t dengan hipotesis uji sebagai berikut.

Ho: μ1 = μ2, (tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah dengan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional)

H1: μ1 ≠μ2, (ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah dengan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional)

Untuk rumus uji homogenitas serta kriteria uji sama seperti yang telah dikemukakan pada uji hipotesis untuk skor awal kemampuan berpikir kritis. Jika hipotesis nol ditolak maka perlu dianalisis lanjutan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti PBM lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Adapun analisis lanjutan tersebut melihat data sampel mana yang rata-ratanya lebih tinggi.

2. Data Disposisi Matematis Siswa

Data yang diperoleh dari hasil pengisian skala disposisi matematis sebelum pembelajaran dan setelah pembelajaran kemudian dianalisis untuk mengetahui besarnya peningkatan disposisi matematis siswa pada kelas yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Rumus gain dan kriteria indeks gain seperti telah dikemukan pada


(57)

39 analisis data kemampuan berpikir kritis di atas. Pengolahan dan analisis data disposisi matematis dilakukan dengan menggunakan uji statistik terhadap skor awal dan peningkatan disposisi siswa (indeks gain) dari kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan bantuan software SPPS versi 17.0. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang didapat berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Rumus uji normalitas, hipotesis dan kriteria uji seperti yang telah dikemukan pada teknik analisis data kemampuan berpikir kritis di atas. Setelah dilakukan pengujian normalitas pada skor awal disposisi matematis siswa didapat hasil yang disajikan pada Tabel 3.12.

Tabel 3.12 Uji Normalitas Skor Awal Kemampuan Disposisi Matematis Kelompok

Penelitian

Banyaknya Siswa K-S (Z) Probabilitas (Sig)

Eksperimen 28 0,134 0,200

Kontrol 28 0,138 0,183

Pada Tabel 3.12 terlihat bahwa probabilitas (Sig) untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis nol diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data skor awal disposisi matematis siswa yang mengikuti PBM dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas data skor awal disposisi matematis dapat dilihat pada Lampiran C.21 dan C.22. Uji normalitas juga dilakukan terhadap data indeks gain disposisi matematis, setelah dilakukan perhitungan didapatkan hasil yang disajikan pada Tabel 3.13.


(58)

40 Tabel 3.13 Uji Normalitas Indeks Gain Disposisi Matematis

Kelompok Penelitian

Banyaknya Siswa K-S (Z) Probabilitas (Sig)

Eksperimen 28 0,109 0,200

Kontrol 28 0,138 0,183

Pada Tabel 3.13 terlihat bahwa probabilitas (Sig) untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis nol diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data indeks gain disposisi matematis siswa yang mengikuti PBM dan kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas data indeks gain disposisi matematis dapat dilihat pada Lampiran C.29 dan C.30.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas variansi dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok data memiliki variansi yang homogen atau tidak. Untuk menguji homogenitas variansi maka dilakukan uji Levene. Rumus uji normalitas, hipotesis dan kriteria uji seperti yang telah dikemukan pada teknik analisis data kemampuan berpikir kritis di atas. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh hasil uji homogenitas yang disajikan pada Tabel 3.14.

Tabel 3.14 Uji Homogenitas Populasi Skor Awal Disposisi Matematis Kelompok

Penelitian Varians Statistik Levene Sig

Eksperimen 41,164 3,542 0,065

Kontrol 77,284

Pada Tabel 3.14 terlihat bahwa nilai probabilitas (sig) lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesis nol diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa data skor awal


(1)

43 Rumus uji statistik serta kriteria uji sama seperti yang telah dikemukan pada teknik analisis data kemampuan berpikir kritis di atas. Jika hipotesis nol ditolak maka perlu dianalisis lanjutan untuk mengetahui apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang mengikuti PBM lebih tinggi daripada peningkatan disposisi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Adapun analisis lanjutan tersebut menurut Ruseffendi (1998: 314) menyatakan bahwa jika H1 diterima maka cukup melihat data sampel mana yang rata-ratanya lebih tinggi.


(2)

64

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan bahwa penerapan model PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa namun tidak dapat meningkatkan disposisi matematis siswa. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti PBM lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional, sedangkan disposisi matematis pada kedua kelas mengalami peningkatan, namun tidak ada perbedaan peningkatan.

B.Saran

Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, saran-saran yang dapat dikemukan yaitu: 1. Kepada guru, dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis,

disarankan untuk menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran matematika di kelas.

2. Kepada peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang pengaruh PBM terhadap aspek psikologis siswa khususnya disposisi matematis disarankan melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama dan disarankan untuk mengkaji aspek afektif yaitu karakter dan ketrampilan sosial dengan mengembangkan instrumen untuk mengukurnya.


(3)

65

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2011. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arends, R. (2008), Learning to Teach. New York: McGraw Hill Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Dalam Seminar Sehari 5 Nopember 2001, Medan.

Azwar, Saifuddin.2007. Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Cabrera, G.A. (1992). A Framework for Evaluating the Teaching of Critical Thinking. Dalam R.N Cassel (ed). Education. 113 (1). 59-63.

Darmawan. 2010. Penggunaan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran IPS di MI Darussaadah Pandeglang. Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No. 2. [online]. Tersedia: http://jurnal.upi.edu/file/3_darmawan.pdf. [19 November 2013].

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. Dewanti, Sintha Sih. 2011. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis

Mahasiswa Pendidikan Matematika Sebagai Calon Pendidik Karakter Bangsa Melalui Pemecahan Masalah. Prosiding Seminar Nasional Matematika Prodi Pendidikan Matematika, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 24 Juli 2011. [online]. Tersedia:

http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/591/MAK-SINTA-(29-37).pdf?sequence=1 [9 Februari 2014]

Ennis, Robert. H (2002). An Outline of Goal a Critical Thinking Curriculum and Its Assessment. [online]. Tersedia:

http://faculty.ed.uiuc.edu/rhennis/outlinegoalsctcurassess3.html. [9 Januari 2014].


(4)

66 Ennis, R.H. (2000). An Outline of Goals for a Critical Thinking Curriculum and

Its Assessment. This is a revised version of a presentation at the Sixth International Conference on Thinking at MIT, Cambridge, MA, July, 1994. [online]. Tersedia: http://www.criticalthinking.net/goals.html. [9 Januari 2014].

Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. [online]. Tersedia: http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf. [19 November 2013].

Facione, Peter A. 1990. The Delphi Report. [online]. Tersedia:

http://assessment.aas.duke.edu/documents/Delphi_Report.pdf. [9 Januari 2014].

Fraenkel, Jack R dan Norman E Wallen. 1993. How to Design and Evaluate Research in Education. Singapura: McGraw-Hill.

Hake, R. 1999. Analizing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http : // www. Physics.Indiana.edu/-Sdi/AnalizingChange-Gain.Pdf. [diakses 10 November 2013].

Herman, Tatang. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Dalam Educationist Vol. 01 No.01. [online]. Tersedia: http://103.23.244.11/Direktori/JURNAL/EDUCATIONIST/Vol._I_No._1-Januari_2007/6._Tatang_Herman.pdf. [19 November 2013].

Husnidar, dkk. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa.

Jurnal Didaktik Matematika ISSN: 2355-4185. [Online]. Tersedia: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/DM/article/download/1340/1221. [15 Juni 2014].

Irawan. 2011. Pengaruh Pendekatan Problem Posing Model Search, Solve, Creat, and Share dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Mahasiswa Matematika. Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 12 No. 1 April 2011. [online]. Tersedia: http://jurnal.upi.edu/file/irwan.pdf. [1 Januari 2014].

Kesumawati, Nila. 2012.______________. Artikel Jurusan Pendidikan Matematika, FKIP Universitas PGRI Palembang. [online]. Tersedia:. http://118.97.161.124/puslit/new/files/Nila%20Kesumawati3.pdf.

[19 November 2013].

Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. 2001. Adding it up: Helping Children Learn Mathematics. Washington, DC: NationalAcademy Press.


(5)

67 Kusumaningsih, Diah. 2011. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X-C SMA N 11 Yogyakarta Melalui Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Materi Perbandingan Trigonometri. [online].

Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/1633/1/SKRIPSI.pdf. [19 November 2013]. Mahmudi, Ali. 2009. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa Melalui

Pembelajaran Matematika Realistik. [online]. Tersedia:

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Ali%20Mahmudi,%20S.Pd, %20M.Pd,%20Dr./Makalah%2008%20Semnas%20MIPA%20UNY%20Mei %202009%20_Mengembangkan%20KBKM%20via%20RME_.pdf. [19 November 2013]

Maxwell, K. 2001. Poitive Learning Dipoition in Mathematics. [online]. Tersedia:

http://www.education.auckland.ac.nz/webdav/site/education/shared/about/res earch/docs/FOED%20Papers/Issue%2011/ACE_Paper_3_Issue_11.doc. [9 Januari 2014].

Mullis, I.V.S., Martin, M.O., Foy, P., & Arora, A.2012. TIMSS 2011 Internasional Result in Mathematics. Chestnut Hill, MA: TIMSS & PIRLS International Study Center, Boston College. [online]. Tersedia: http://timssandpirls.bc.edu/timss2011/downloads/T11_IR_Mathematics_Full Book.pdf. [31 Desember 2013]

National Council of Teachers of Methematics. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston. VA: NCTM inc. National Council of Teacher Mathematics. 2003. Standards for Secondary

Mathematics Teachers. [online]. Tersedia:

http://www.ncate.org/LinkClick.aspx?fileticket=%2Frfx5Ju56RY%3D&tabi d=676. [19 November 2013].

Noer, Sri Hastuti.2009. Model Bahan Ajar Matematika Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis. Kreatif, dan Reflektif. Dalam

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan II, Lembaga Penelitian dan FKIP. Bandarlampung: Universitas Lampung.

Rosnawati, R. 2013. Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP Indonesia pada TIMSS 2011. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA,Universitas Negeri Yogyakarta, 18 Mei 2013. [online]. Tersedia:

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/R.%20Rosnawati,%20Dra. %20M.Si./Makalah%20Semnas%202013%20an%20R%20Rosnawati%20F MIPA%20UNY.pdf. [9 Januari 2014].


(6)

68 Ruseffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP

Bandung Press.

Rusman. 2011. Model-Model pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Grafindo.

Sudarman. 2007. Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah.

Jurnal Pendidikan Inovatif Vol. 02 No. 02. [online]. Tersedia:

http://physicsmaster.orgfree.com/Artikel%20&%20Jurnal/Wawasan%20Pe ndidikan/PBL%20Model.pdf. [19 November 2013].

Sudijono, Anas. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung. Tarsito

Sumarmo, U. (2005). Pengembangan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP dan SMU Serta Mahasiswa Strata Satu Melalui Berbagai Pendekatan Pembelajaran. Laporan Hibah Penelitian Tim Pascasarjana-HTPT Tahun Ketiga.

Syaban, Mumun. 2008.Menumbuhkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa SMA melalui Model Pembelajaran Investigasi. Jurnal Pendidikan dan Budaya Educare Vol.6, No. 1. [online]. Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/EDUCATIONIST/Vol._III_No._2-Juli_2009/08_Mumun_Syaban.pdf. [1 Januari 2014].

Trihendradi, Cornelius. 2005. Step by Step SPSS 17.0 Analisis Data Statistik. Yogyakarta: Andi Offset.

Yuanari, Novita. 2011. Penerapan Strategi TTW (Think-Talk-Write) Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematis Siswa Kelas VII SMP 5Wates Kulonprogo. [online]. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/2082/1/NOVITA_YUANARI_07301244091.pdf. [19 November 2013].


Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH (PBM) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 22 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 11 79

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH (PBM) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 22 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 11 68

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 28 Bandar Lampung T.P. 2013/2014)

1 26 152

JUDUL INDONESIA : PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2013-2014)

1 8 48

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2013-2014)

0 12 51

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Tamansiswa Telukbetung Tahun Pelajaran 2013/2014)

2 10 45

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 24 Bandar Lampung T.P. 2013/2014)

1 19 66

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1Sekampung Udik Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 9 56

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN BELIEF SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Pringsewu T.P. 2013/2014)

1 7 66

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

0 1 10