ASUHAN KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN SEREBRAL PADA NN.R DI RUANG TERATAI RSUD DR. SOEDIRMAN KEBUMEN - Elib Repository

  

ASUHAN KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI

JARINGAN SEREBRAL PADA NN.R DI RUANG TERATAI

RSUD DR. SOEDIRMAN KEBUMEN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komprehensif

Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan

  

Pendidikan Ahli Madya Keperawatan

Disusun Oleh :

Heri Siswanto

  

A01301761

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

2016

  

ASUHAN KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI

JARINGAN SEREBRAL PADA NN.R DI RUANG TERATAI

RSUD DR. SOEDIRMAN KEBUMEN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komprehensif

Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan

  

Pendidikan Ahli Madya Keperawatan

Disusun Oleh :

Heri Siswanto

  

A01301761

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

2016

i

  Program Studi DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong KTI, Agustus 2016 Heri Siswanto¹ Irmawan Andri Nugroho, S.Kep.Ns., M.Kep²

  

ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI

JARINGAN SEREBRAL PADA NN. R

DI RUANG TERATAI RSUD DR. SOEDIRMAN KEBUMEN

Latar belakang: Cedera kepala ringan merupakan hilangnya fungsi neurology

  atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya. Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 13 - 15 (sadar penuh) tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri akut, hematoma, laserasi dan

  

abrasi. Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat

  menyebabkan gangguan fisik dan mental yang kompleks Tujuan umum penulisan karya ilmiah yaitu untuk mengetahui gambaran aplikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.

  

Asuhan Keperawatan: Dalam pembahasan masalah keperawatan yang muncul

  saat dikaji pada hari Senin, tanggal 30 Juni 2016, pukul 11.35 WIB yaitu keluarga pasien mengatakan pasien sejak kemarin tidak bisa istirahat pada malam hari dan mual muntah sebanyak lima kali dalam semalam. Diagnosa yang muncul adalah ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral, intervensi dan implementasi yang dilakukan memonitor tanda-tanda vital, teknik distraksi relaksasi, menganjurkan pasien posisi head up, memberiakan posisi yang nyaman untuk klien. Evaluasi yang dilakukan selama tiga hari, pasien mengatakan kadang masih pusing akan tetapi klien sudah bisa berintaraksi dengan baik.

  

Rekomendasi: Dari penelitian tentang ketidakefektifan perfusi jaringan serebral

  khususnya pada kasus cedera kepala ringan, didapatkan hasil head up mampu memberikan kenyamanan pada pasien, sehingga bagi keluarga maupun pasien, mahasiswa, perawat serta institusi untuk mencoba mempraktekkan teknik head up kepada klien dan mengajarkanya pada keluarga.

  Kata kunci: asuhan keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral 1.

  Mahasiswa DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.

2. Dosen DIII Keperawatan, sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.

  

iv Diploma III of Nursing Program Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong Nursing Care Report, Agustus 2016 Heri Siswanto¹ Irmawan Andri Nugroho, S.Kep.Ns., M.Kep²

  

ABSTRACT

NURSING CARE OF TISSUE PERFUSION NURSING IN CEREBRAL TO

MSS. R IN TERATAI WARD OF RSUD DR. SOEDIRMAN KEBUMEN

DISTRICT HOSPITAL

Background: Mild head injury is a loss of neurologic function or decreased consciousness

  without causing other damage. Mild head injury is a trauma to the head by GCS: 13-15 (fully conscious) there is no loss of consciousness, complained of dizziness and acute pain, hematoma, lacerations and abrasions. Head injury is one of the health problems that can cause physical and mental disorders are complex The general purpose of writing scientific papers is to describe the application of nursing care in patients with cerebral tissue perfusion ineffectiveness.

  

Nursing care: In the discussion of nursing problems that arise when examined

  on Monday, June 30, 2016 at 11:35 pm that the patient's family said patients since yesterday could not rest at night, and nausea and vomiting as much as five times a night. Diagnoses that arise are ineffective cerebral tissue perfusion, intervention and implementation conducted monitoring vital signs, distraction techniques of relaxation, head-up position of the patient advocate, a give position comfortable for clients. Evaluations were conducted over three days, the patient said that sometimes still dizzy but clients can already intraction well.

  

Recommendation:of research on the ineffectiveness of cerebral tissue perfusion,

  especially in retrospective case series, mild head injury, the result head up to provide comfort to the patient, so for families and patients, students, nurses and institutions to try practicing techniques head up to clients educated of family.

  Keyword: nursing care ineffectiveness cerebral tissue perfusion 1.

  University Student Diploma III of Nursing, Muhammadiyah Health Science Institute Of Gombong.

2. Lecsturer Diploma III of Nursing, Muhammadiyah Health Science Instituse Of Gombong.

  

v

KATA PENGANTAR

  Assalamu’alaikum Wr.Wb

  Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya dan terima kasih kepada pasien berserta keluarga karena dengan ini penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Ujian Komprehensif dengan judul

KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI

  “ASUHAN

JARINGAN SEREBRAL PADA NN.R DI RUANG TERATAI RSUD DR.

  SOEDIRMAN KEBUMEN ”.

  Adapun penulis membuat laporan ini adalah untuk melaporkan hasil Ujian Komprehensif dalam rangka ujian tahap akhir jenjang pendidikan jenjang Diploma III Keperawatan.

  Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada yang terhormat : 1.

  Sawiji, S.Kep.,Ns., M.Sc selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.

  2. Irmawan Andri Nugroho, S. Kep.Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing penyusunan laporan kasus.

  3. Kepala dan segenap staf bangsal teratai RSUD Dr. Soedirman kebumen, yang telah membantu dan membimbing dan membantu dalam proses ujian komperhensif 4. Klien berserta keluarga yang berkenan untuk turut serta dalam ujian komprehensif sehingga penulis dapat menyususn laporan kasus ini dengan baik.

  5. Bapak dan Ibu dosen beserta para staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.

  6. Staf perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong atas bantuannnya dalam peminjaman buku-buku referensi.

  7. Ibu Muslikhah dan Bapak Saringan alm berserta keluarga besar yang selalu memberikan doa restu dan motivasi yang luar biasa serta dukungan moral dan material demi segera menyelesaikan laporan kasus ini.

  8. Teman-teman di kelas III yang telah sama-sama berjuang dalam menyelesaikan laporan kasus ini.

  9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyusunan laporan kasus ini.

  Penulis sangat mengharapkan partisipasi dari pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan di kemudian hari. Akhir kata penulis berharap agar apa yang telah tertulis dalam laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

  Wassalamu’alaikum Wr.Wb

  Kebumen, Agustus 2016 Heri Siswanto

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING……………………………… ii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI……………………………………. iii ABSTRAK………………………………………………………………… iv ABSTRACT……………………………………………………………….. v KATA PENGANTAR……………………………………………………... vi DAFTAR ISI………………………………………………………………. vii

  BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1 A. Latar belakang……………………………………………………... 1 B. Tujuan penulisan…………………………………………………… 5 C. Manfaat penulisan………………………………………………….. 6 BAB II KONSEP DASAR………………………………………………… 8 A. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral ...………………………. 8 B. Cedera kepala ringan………………………………………………. 11 C. Program Inovasi……………………………………………………. 14 BAB III RESUME KEPERAWATAN …………………………………….. 16 A. Pengkajian………………………………………………………….. 16 B. Analisa data………………………………………………………… 18 C. Intervensi, implementasi dan evaluasi……………………………... 19

  BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………. 25 A. Penegakan diagnosa……………………………………………….. 25 B. Proses keperawatan………………………………………………... 30 C. Analisa Tindakan………………………………………………….. 39 BAB V PENUTUP………………………………………………………… 42 A. Kesimpulan………………………………………………………… 42 B. Saran………………………………………………………………. 43 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 44 LAMPIRAN……………………………………………………………….. 41

  viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala ringan merupakan hilangnya fungsi neurology atau

  menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya. Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 13 - 15 (sadar penuh) tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri akut, hematoma, laserasi

  dan abrasi. Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang

  dapat menyebabkan gangguan fisik dan mental yang kompleks. Gangguan yang ditimbulkan dapat bersifat sementara maupun menetap, seperti defisit kognitif, psikis, intelektual, serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Trauma kepala dapat mengenai berbagai komponen kepala mulai dari bagian terluar hingga terdalam, termasuk tengkorak dan otak (Dewanto, 2007).

  Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti pengendalian fisik, intelektual, emosional, sosial, dan keterampilan. Walaupun otak berada dalam ruang yang tertutup dan terlindungi oleh tulang- tulang yang kuat namun dapat juga mengalami kerusakan. Salah satu penyebab dari kerusakan otak adalah terjadinya trauma atau cedera kepala yang dapat mengakibatkan kerusakan struktur otak, sehingga fungsinya juga dapat terganggu (Black & Hawks, 2009).

  Pasien dengan cedera kepala dapat secara primer mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan otak atau mengalami cedera sekunder seperti adanya iskemik otak akibat hipoksia, hiperkapnia, hiperglikemia atau ketidak seimbangan elektrolit (Arifin, 2008).

  Dengan demikian keadaan tersebut di akibatkan oleh adanya penurunan

  cerebral blood flow pada 24 jam pertama cedera kepala, meningkatnya tekanan intrakranial, dan menurunnya perfusi jaringan serebral (Deem, 2006).

  2 Cedera otak traumatika masih merupakan penyebab kematian dan kecacatan tertinggi pada kelompok umur dibawah 40 tahun, sehingga menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan masyarakat dan sosial-ekonomi. Cedera otak traumatika, pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian dan kecacatan terbanyak di dunia melebihi penyakit-penyakit yang lain. Meskipun insiden cedera otak traumatika di negara-negara maju di Eropa, Amerika Utara, Jepang dan Australia terus mengalami penurunan, namun insidensinya mengalami kenaikan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Peningkatan ini erat hubungannya dengan meningkatnya

  

industrialisasi dan pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor.1-3 Di USA

  kejadian cedera otak traumatika setiap tahun diperkirakan mencapai 500.000 kasus, dan 10% diantaranya meninggal sebelum sampai di rumah sakit. 80% dari penderita yang sampai di rumah sakit dikelompokkan sebagai cedera otak traumatika ringan, 10% termasuk cedera otak traumatika sedang dan 10% sisanya adalah cedera otak traumatika berat. Lebih dari 100.000 orang, menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera otak traumatika setiap tahunnya di USA.(Gunawan, 2016).

  Sedangkan berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Damanik (2012) di RSUD dr.SOEDIRMAN Kebumen, kumpulan pane tebing tinggi pada tahun 2011 jumlah penderita cedera kepala ringan terakhir tertinggi pada rumah sakit tersebut, berjumlah 85 orang (74,6%). Proporsi pasien dengan keadaan masih mengalami gangguan rasa nyaman nyeri namun masih melakukan pengobatan dengan cara rawat jalan adalah ( 51,8% ). Sedangkan pasien cedera kepala yang meninggal mencapai 85 orang (Damanik& dkk 2012).

  Tekanan intrakranial adalah tekanan didalam ruang tengkorak yang di lindungi dari tekanan luar. Tekanan ini dinamik dan berfluktuatif secara ritmis mengikuti siklus jantung, respirasi, dan perubahan proses fisiologis tubuh, secara klinis bisa diukur dari tekanan intraventrikuler,

  

intraparenkimal, ruang subdural, dan epidural. Pengukuran secara terus

  menerus pada satu kompartemen intracranial akan memperlihatkan

  3 perubahan fisiologis dan patologis ruang dalam tengkorak dari waktu ke waktu, yang diperlukan untuk dasar pengelolaan pasien dengan peningkatan tekanan intracranial (Gunawan, 2016).

  Masalah keperawatan yang muncul dengan CKR di antaranya adalah Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral pada pasien cedera kepala ringan di tandai dengan adanya penurunan sirkulasi jaringan otak, akibat stuasi O2 di dalam otak dan niali Gaslow Coma Scalamenurun. Keadaan ini mengakibatkan disorientasi pada pasien cedera kepala. Ketidakefektifan perfusi apabila tidak di tangani dengan segera akan meningkatkan tekanan intrakranial. Sehingga penanganan utama pada pasien ini adalah meningkatkan status O2 dan memposisikan pasien 15 - 30° ( Kusuma,2012)

  Ketidakstabilan status hemodinamika pada pasien cedera kepala akan berpengaruh terhadap TIK, sehingga akan mempengaruhi perubahan perfusi jaringan serebral. Oleh Karena itu, untuk memperbaiki perfusi jaringan serebral pada pasien cedera kepala perlu dilakukan intervensi keperawatan dan medis yang menunjang percepatan pemulihannya. Kecepatan pemulihan perfusi jaringan serebral akan berdampak terhadap pemulihan dan penyembuhan kondisi pasien. Memposisikan head up 15- 30 derajat sangat efektif menurunkan tekanan intrakranial tanpa menurunkan nilai CPP, dengan kata lain posisi terebut tidak merubah dan mengganggu perfusi oksigen ke serebral. Pada pasien serebral injury peningkatan tekanan darah sistolik secara tiba

  • – tiba sangat berbahaya oleh karenanya dapat melewati blood brain

  

barrier terjadi edema serebral dengan pemberian obat kepada klien ada

  beberapa macam, tetapi yang sering dilakukan yaitu pemberian obat melalui intravena yang umunya dilakukan di ruang perawatan di rumah sakit. Terapi intravena merupakan cara yang digunakan untuk memberikan cairan pada pasien yang tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok. Terapi intravena bertujuan mencegah gangguan cairan dan elektrolit (Potter dan Perry, 2006).

  Prinsip penanganan awal pada klien dengan gangguan perfusi serebral yaitu perfusi jaringan yang stabil dan adekuat, oksigenasi yang adekuat,

  4 mencegah hiperkapni dan hipokapnimencegah hiperkalemi dan hipokalemi, serta mencegah iatrogenic. Meskipun hubungan statistik antara tekanan arteri dan prognosis yang terbaik di nyatakan dengan tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg pada manajement awal dan dan resusitasi, bukti pada pasien dengan monitor TIK di ICU menyatakan bahwa ambang tersebut cukup rendah. Selain itu, meskipun tekanan sistolik paling mudah dan akurat di ukur, akan tetapi hal tersebut tidak dapat memprediksi mean arterial pressure MAP dengan baik. ( potter dan perry, 2012 ).

  Target tekanan arteri sistemik berfariasi pada beberapa guideline. Brain

  

Trauma foundation (BTF) menyarankan agar menjaga agar tekanan darah

  sistolik pada batas normal ( di atas ambang sistolik hipotensi, yaitu lebih dari 90 mmHg ) dan mencegah terjadinya hipotensi, serta menyarankan MAP ≥ 90 mmHg. European Brain Injury Consortium ( EBIC ) menyatakan target tekanan arteri sistemik ≥ 120 mmHg dan MAP ≥ 90 mmHg. Sedangkan

  

Assosiation of Anesthetists of Great Britain and Ireland menyarankan MAP

≥ 80 mmHg.

  Upaya yang dilakukan yaitu antara lain dengan distraksi yaitu sistem

  

aktivasireticular menghambat stimulus yang menyakitkan jika seseorang

  menerima masukan sensori yang cukup atau berlebihan. Stimulus yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endofrin. Distraksi relaksasi mengalihkan perhatian klien ke hal lain dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Namun ada satu kerugian, distraksi hanya bekerja paling baik untuk jangka waktu yang singkat. Sedangkan relaksasi adalah kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri.teknik relaksasi merupakan upaya pencegahan untuk membantu tubuh segar kembali dan beregeneresi setiap hari dan merupakan alternative terhadap alcohol, merokok, atau makan berlebihan (potter dan perry, 2012).

  Sedangkan upaya lain yang dapat dilakukan untuk memprediksi adanya gangguan kesadaran akibat ketidakcukupan tekanan perfusi serebral yaitu

  5 dengan melakukan pengukuran lebih awal kecukupan tekanan rata-rata aliran darah ke otak. (Price, Sylvia A., & Wilson, 2006)

  Sedangkan untuk program inovasi keperawatan berdasarkan kasus di atas yaitu tentang pengaruh Head up 15 -30 derajat pada kasus ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dengan mekanisme pertahanan dalam hal ini tubuh harus bisa mempertahankan keseimbangannya, sedangkan mekanisme pertahanan itu sendiri meliputi intracranial Compliance, intracranial

  elastance, monro-kellie hipotesis, cerebral blood flow (CBF) dan cerebral perfusion pressure (CPP). Intracranial Compliance merupakan kemampuan

  otak untuk mentoleransi peningkatan volume intrakranial tanpamenyebabkan terjadinya peningkatan tekanan. Intracranial elastance diartikan sebagai kemampuan otak untuk mentoleransi dan mengkompensasi peningkatan tekanan melalui distensi atau displacement. Cerebral blood flow (CBF)didefinisikan sebagai kemampuan mempertahankan pengiriman oksigen kejaringan otak untuk mempertahankan perfusi serebral pada saat terjadi perubahan tekanan darah melalui mekanisme autoregulasi ( Suadoni, 2009 ).

  Berdasarkan hal tersebut di atas, maka terdapat satu permasalahan yang serius pada pasien cedera kepala ringan, satu masalah tersebut mempunyai kesempatan penanganan yaitu pada Ketidakefektifan Gangguan Perfusi Serebral . Sehingga penulis menyusun karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral Pada Nn. R di Ruang Teratai RSUD Dr. Soedirman Kebumen “.

B. Tujuan Penulis 1.

  Tujuan umum penulis Menguraikan asuhan keperawatan dengan Gangguan Perfusi Serebral pada Nn. R diruang teratai RSUD ( Rumah Sakit Umum Daerah ) Dr.

  Soedirman Kebumen dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang menyeluruh atau komprehensif.

  6

2. Tujuan khusus penulis a.

  Memaparkan pengkajian pada klien dengan Gangguan Perfusi Serebral b.

  Memaparkan diagnosa keperawatan pada klien dengan Gangguan Perfusi Serebral c. Memaparkan rencana keperawatan pada klien dengan Gangguan Perfusi

  Serebral d. Memaparkan implementasi keperawatan sesuai rencana keperawatan dengan Gangguan Perfusi Serebral e.

  Memaparkan evaluasi keperawatan pada klien dengan Gangguan Perfusi Serebral f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan Gangguan

  Perfusi Serebral C.

   Manfaat Penulis 1.

  Maanfaat Keilmuan a.

  Manfaat bagi STIKES Muhammadiyah Gombong 1)

  Menjadikan penulisan ini sebagai media pembelajaran tentang Gangguan Perfusi Serebral. 2)

  Menjadikan pembelajaran tentang cara pengkajian dengan kasus Gangguan Perfusi Serebral dan cara mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan masalah keperawatan Gangguan Perfusi Serebral. 3)

  Manfaat bagi penulis Menjadikan pembelajaran serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam menangani pasien sehingga dapat diaplikasikan dalam pekerjaan sebagai perawat 2. Maanfaat Aplikatif a.

  Manfaat bagi Rumah Sakit

1) Menjadikan referensi untuk tindakan keperawatan terbaru.

  2) Memberikan informasi tentang pengkajian nyeri, rencana keperawatan pada klien dengan Gangguan Perfusi Serebral.

  7 3)

  Memberikan informasi tentang implementasi dan evaluasi keperawatan pada klien dengan masalah keperawatan Gangguan Perfusi Serebral.

  b.

  Manfaat bagi pasien dan keluarga.

  Memberikan pelayanan kesehatan, membantu menyelesaikan dan memenuhi kebutuhan dasar klien khususnya pada pemenuhan dengan Gangguan Perfusi Serebral.

DAFTAR PUSTAKA

  Arifin dan Wartonah. (2008). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses

  th Keperawatan (3 ed.) . Jakarta: EGC.

  Black, M. J., & Hawks, H.J. (2009).Medical Surgical Nursing Clinical

  Management for Positive Outcomes . 8 th Edition. St Louis Missouri: Elsevier Saunders. Irwana, O. (2009).

  Dewanto, G. Suwodo, W, J. Riyanto, B. Turana, Y. Deem. (2009). Panduan

Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf . Jakarta : EGC.

Grace, P, A & Neil, R, B. (2007). At Glance Ilmu Bedah. Jakarta : PT.

  GeloraAksara Pratama Herdman, T.Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi Little, R.D. (2008). Increased Intracranial Pressure. Elsevier.Inc. Machfoed, M

  Hassan., (2010). Konsensus Nasional

  III, Diagnostik danPenatalaksanaan Nyeri Kepala, Kelompok Studi Nyeri Kepala.

  Surabaya : Airlangga University Press. Mauritz W, Wilbacher I, Majdan M, et al. Epidemiology, Treatment and Outcome

  of Patients after Severe Traumatic Brain Injury in European Regions with Different Economic Status . The European Journal of Public Health.

  2008;18:575-580. Muttaqin, Arif. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

  Sistem Pernapasan . Jakarta: Salemba Medika

  Moppet K I. Traumatic Brain Injury: Assessment, Resuscitation, and Early Management . BJA. 2007;99:18-31. Marik PE, Varon J, Trask T. Management of Head Trauma. CHEST.

  2002;122:699-711. National Institute for Health and Clinical . Head Injury. NHS. 2007;56:1-54.

  Excellence

  Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,

  dan Praktik, Jakarta: EGC

  • Price, Sylvia A., & Wilson, L. . (2006). Pathofosiologi: Konsep Klinis Proses Proses Penyakit . Jakarta: EGC.

  Potter, A.P., & Perry, A. (2006). Fundamentals of Nursing. 6 th Edition. St. Louis Missouri: Mosby-Year Book, Inc

  Riyadina, W, dkk., 2009. Pola Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia Vol

  59 No 10, Jakarta Tarwoto. (2011). Pengaruh Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas

  Nyeri Kepala Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Universitas Indonesia.

  Tahir S., Shuja A. Head Injury Pathology. Dalam: Independent Review, Surgical Principle. Edisi ke-85. Pakistan: Faisalabad; 2011. Hal. 84-94. Werner C, Engelhard K. Pathophysiology of Traumatic Brain Injury. BJA.

  2007;99:4-9.

  

LAPORAN PENDAHULUAN MEDIKAL BEDAH

KASUS CEDERA KEPALA RINGAN ( CKR )

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komprehensif

Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan

  

Pendidikan Ahli Madya Keperawatan

  Disusun Oleh : HERI SISWANTO A01301762

  

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

GOMBONG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

2016

  

LAPORAN PENDAHULUAN MEDIKAL BEDAH

KASUS CEDERA KEPALA RINGAN ( CKR )

I. KONSEP DASAR A.

  Definisi Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabakan kerusakan tengkorak dan otak

  (Price & Neil, 2006).

  Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat konginital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan serangan atau benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Brain Injury

  Assosiation of America, 200 6).

  Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dari fungsi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin,2008)

  Jaidi dapat disimpulkan bahwa cedera kepala merupakan cedera yang di sebabkan oleh benturan dari luar yang dapat menimbulkan kerusakan kognitif maupun fungsi fisik.

  B.

  Klasifikasi Cedera kepala dapat diklasifikasi Menurut Patricia dkk (2012) derajat

  Cedera kepala sebagai berikut : 1)

  Cedera Kepala Ringan : a.

  Nilai GCS 13-15.

  b.

  Dapat mengalami hilang kesdaran atau menunjukkan amnesia selama 5-60 menit.

  c.

  Tidak ditemukan abnormalitas pada CT scan dan lama rawat di rumah sakit kurang dari 48 jam.

  d.

  Pasien menunjukan sakit kepala, berat atau hanya pusing.

  e.

  Keinginan untuk muntah proyektil atau pasien mengalami muntah proyektil setelah mendapatkan trauma kepala. f.

  Kesadaran pasien semakin menurun.

  b.

  D.

  6. Cedera rotasional (benturan yang menyebabkan otak berputar dalam ronnga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dan pembuluh darah otak (Nurarif, 2013).

  5. Cedera coup-countre coup (pemukulan dibagian belakang kepala).

  4. Cedera akselerasi-deselerasi (kecelakaan kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik).

  2. Cedera deselerasi (jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala 3. membentur kaca depan mobil).

  Cedera akselerasi (alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang di tembakkan ke kepala).

  Etiologi 1.

  C.

  Kehilangan kesadaran atau amnesia selama lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio serebral laterasi atau hematoma intra kranial

  Nilai GCS 3-8.

  g.

  Cedera Kepala Berat : a.

  Dapat ditemukan abnormalitas pada CT scan. 3)

  c.

  Kehilangan kesadaran sampai amnesia selama 1-24 jam.

  b.

  Nilai GCS 9-12.

  Cedera Kepala Sedang Menurut Rendy (2007) Tanda gejala yang ditunjukan pasien cedera kepala ringan, sebagai berikut: a.

  Mengalami hipertermi. 2)

  h.

  Tekanan darah pasien menurun (hipotensi), serta bradikardi adalah dimana jantung berdenyut lambat kurang dari 60 kali permenit.

  Patofisiologi Pasien dengan cedera kepala bermula dari sebuah benturan yang secara tiba tiba yang dapat menyebabkan edema pada serebri sehingga tekanan intrakranial menjadi meningkat. Gangguan perfusi jaringan serebral menyebabkan hipoksia yang mana terjadi perubahan metabolisme aerob menjadi anaerob maka asam laktat dalam otak menjadi meningkat.

  Peningkatan asam laktat dan tekanan intrakranial menyebabkan nyeri di kepala pada pasien cedera kepala. Vasodilatasi pembuluh darah otak menjadikan peningkatan sereberal blood flow yang mana otak mengalami peningkatan suplai oksigen. Pengeluaran hormon endokrin yang berlebihan akibat dari pusat pengendalian pernafasan dikorteks sereberi yang memacu kerja aktivitas saraf simpatis dan parasimpatis menyebabkan penurunan metabolisme sehingga pasien mengalami penuruan kebutuhan oksigen dalam otak (Tarwoto, 2011). E.

  Pathway Cedera Kepala Ringan

  Edema Serebri Peningkatan Intrakranial

  Gangguan Perfusi Jaringan Sereberal Hipoksia Sereberal

  Perubahan Metabolisme Aerob Anaerob Peningkatan Asam Laktat Otak

  Penurunan Kebutuhan Oksigen Peningkatan Nyeri

  Konsumsi Oksigen Menurun Suplai Oksigen Kepala

  Metabolisme Menurun Sereberal Blood Flow Vasodilatasi Pembuluh Darah Otak

  OtakAktivitas simpatis Aktivitas parasimpatis

  Pengeluaran Hormon Endorphin Pusat Pengendalian Pernafasan

  Di Korteks Serebri Terganggu (Tarwoto, 2011)

  Gambar Pathway Cedera Kepala Ringan F.

  Pemeriksaan Penunjang Beberapa pemeriksaan dignostik untuk memperkuat dignosa cedera kepala ringan, meliputi:

  1. CT-Scan: digunakan untuk melihat adanya lesi, perdarahan dan perubahan jaringan otak. Dapat juga digunakan untuk mengetahui jika terjadi infark atau iskemia.

  2. MRI: alat yang mempunyai kegunaan seperti CT.Scan yang menggunakan atau tanpa dengan radio aktif.

  3. Cereberal angiography: pemeriksaan yang akan menunjukan adanya perubahan jaringan otak sekunder karena udema, perdarahan yang di akibatkan karena trauma.

  4. EEG: dengan pemeriksaan EEG akan dapat menunjukan perkembangan 5.

X.Ray: berguna untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang kepala berdasarkan struktu garis dan fragmen tulang.

  6. BAER(Brain Audiometri Evoked Response): pemeriksaan yang digunakan untuk mengoreksi batas fungsi antara corteks dan otak kecil.

  7. PET (Positron Emission Tomography): digunakan untuk mendeteksi adanya perubahan aktivitas metabolik pada otak.

  8. CSF (Cerebrospinal Fluid): pemeriksaan ini dilakukan jika diduga adanya perdarahan pada subarachnoid.

  9. ABGs (Artery Blood Gases): pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi keberadaan ventilasi atau adanya oksigenasi jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

  10. Kadar elektrolit: pemeriksaan yang digunakan untuk mendekteksi keseimbangan kadar elektrolit dalam otak sebagai akibat dari peingkatan tekanan inrakranial.

  11. Screen toxiologi: pemeriksaan yang berguna untuk mendeteksi adanya pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran. (Musliha, 2010). G.

  Penatalaksanaan Awal penderitacedera kepala pada dasarnya memiliki tujuan untuk sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki kaedaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit (Fauzi,2002). Untuk penatalaksanaan cedera kepala menurut (IKABI,2004) telah menempatkan standar yang disesuaikan dengan tingkat keparahan cedera yaitu cedera kepala ringan,cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Penatalaksanaan penderita cedera kepala sedang dengan GCS 9-13 meliputi :

  1. Anamnesa penderita yang terdiri dari ; nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan.

  Mekanisme cedera kepala.

  3. Waktu terjadinya cedera kepala.

  4. Adanya gangguan tingkat kesadaran setelah cedera 5.

  Anamnesia : retrograde, antegrade 6. Sakit kepala : ringan, sedang, berat 7. Pemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemik 8. Pemerikasaan neurologis secara periodic 9. Pemeriksaan CT scan 10.

  Penderita dilakukan rawat inap untuk observasi 11. Bila kondisi penderita membaik(90%) penderita 12. Dapat dipulangkan dan kontrol di poliklinik 13. Bila kondisi penderita memburuk (10%) segeradilakukan pemeriksaan CT scan ulang dan penatalaksanaan sesuai dengan protocol cedera kepala berat.

II. KONSEP KEPERAWATAN PADA PASIEN CEDERA KEPALA A.

  Pengkajian Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

  a) Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, golongan darah, hubungan klien dengan keluarga.

  b) Riwayat kesehatan : tingkat kesadaran / GCS (< 15), muntah, dispnea/ takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka pada kepala, akumulasi pada saluran nafas, kejang. Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persyarafan keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan

  • – tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.

  B.

  Pemeriksaan Fisik Aspek neurologis yang dikaji adalah : tingkat kesadaran, biasanya GCS

  < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu, perubahan nilai tanda-tanda vital, kaku kuduk, hemiparese.

  C.

  Pemeriksaan Penunjang a.

  CT-Scan : Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan dan perubahan jaringan otak.

  b.

  MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

  c.

  Cerebral Angiography : Menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan pada jaringan otak sekunder menjadi odeme, perdarahan dan trauma.

  d.

  Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang e. patologis.

  f.

X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang.

  g.

  BAER : Mengoreksi batas fungsi cortex dan otak kecil.

  h.

  PET : Mendeteksi perubahan aktifitas metabolism otak.

  D.

  Diagnosa Keperawatan a.

  Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (00132) b. Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak berhubungan dengan

  Trauma Kepala c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ansietas (00032) E. Intervensi Keperawatan 1.

  Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (00132) Tujuan dan kriteria hasil: setelah dilalukan tindkan keperawatan selama 3 X 24jam maka diharapkan : pasien mampu mengenali penyebab nyeri, tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernafasan, melaporkan pola istirahat yang baik, nyeri berkurang Intervensi : a.

  Kaji pola nyeri dengan PQRST Rasional: Untuk mengetahui seberapa parah nyeri yang dirasakan pasien b. Observasi tanda-tanda vital

  Rasional: Untuk mengetahui keadaan umum pasien c. Ajarkan tehnik nonfarmakologis (relaksasi nafas dalam atau Guide

  Imagery Relaxation) Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien d. Berikan informasi tentang nyeri

  Rasional: Agar pasien tahu tentang nyeri yang di alamai e. kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik atau obat anti nyeri

  Rasional: Agar nyeri pasien dapat berkurang

2. Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak berhubungan dengan

  Trauma Kepala Tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, maka diharapakan pasien tidak mengalami sakit kepala, mempunyai sistem saraf pusat dan perifer yang utuh, terbebas dari aktifitas kejang Intervensi : a.

  Pantau tanda-tanda vital.

  Rasional: agar tahu keadaan pasien secara umum.

  b.

  Kaji adanya tekanan intrakranial.

  Untuk mengetahui adanya tekanan intrakranial c. Atur posisi pasien (semi fowler 450)

  Rasional: Menjaga kenyamanan pasien d. Berikan edukasi tentang trauma kepala

  Rasional: Agar pasien dan keluarga tahu tentang sebab dan akibat dari trauma kepala e.

  Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat saraf Rasional : Untuk menjaga kenormalan saraf pasien.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ansietas (00032)

  Tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24jam, maka diharapakan pasien dapat menunjukan pola pernafasan yang efektif, menunjukan tidak adanya gangguan status pernafasan, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, menunjukan adanya kepatenan jalan nafas. Intervensi : a. Fasilitasi kepatenan jalan nafas

  Rasional : Agar pasien dapat bernafas dengan nyaman dan transpor oksigen ke seluruh tubuh dan otak dapat lancar.

  b.

  Pantau tingkat pernafasan Rasional Mengetahui kelancaran jalan nafas pasien.

  c.

  Posisikan pasien dengan posisi yang nyaman Rasional: Agar paru-paru atau dada dapat mengembang dengan maksimal.

  d.

  Edukasi pada keluarga agar segera memberi tahu perawat jika terjadi ketidak efektifan pola nafas Membantu dalam kepatenan jalan nafas.

  e.

  Konsultasikan dengan ahli terapi atau dokter untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilator.

  Rasional: Membantu pasien untuk memperoleh kepatenan jalan nafas.

III. DAFTAR PUSTAKA Brain Injury Assosiation Of Assosiation. 2006. Tipes of brain injury.

  Diperoleh 15 juli 2013 dari http://www.Biausa.org/pages/type of brain injury.thm. Muttaqin, Arif. Buku Ajar : Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Patricia G. Morton, dkk. 2012. Volume I Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC. Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta: Nuha Medika. Nurdiana, I. 2012. Pengaruh Guide Imagery Relaxation Terhadap Nyeri

  Kepala Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Prosiding

  Neurobehaviour II. STIKes Hang Tuah. Surabaya Tarwoto dkk. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC ISSN 2407-9189 The 3

  rd

  Universty Research Colloquium 2016 565

MEAN ARTERIAL PRESSURE NON INVASIF BLOOD PRESSURE (MAP-NIBP)

  LITERATURE Setiyawan

  Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Email: etya1025@gmail.com