ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI PADA NN. M DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDIRMAN KEBUMEN - Elib Repository

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI
PADA NN. M DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH DR. SOEDIRMAN KEBUMEN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komperehensif Jenjang Pendidikan
Diploma III Ahli Madya Keperawatan

Disusun Oleh :
Ika Erwiana
A01301765

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2016

LEMBAR PENGESAHAN PEMBI MBI NG

Laporan Hasil Ujian Komprehensif dengan judur "Astilran Keperawatan
Pemenuhan Kebutuhan Motrilisasi pada

Nn. M di Ruang Teratai RSUD Dr.


Soedirman Kebumen"

yang disusun oleh:
: I ka EI wi ana

telah Diterima dan Diserujui oleh Pembimbing Ujian Akhr
Gombong pada:


■ Ё ■ iヽ
●〓
■r
■一
■ 一

.一

Pembimbing


( I l l l l awt t Andr i Nu『 oho, S Kepっ Ns. , M. Kep)

¨■

ASUⅡ AN KEPERAⅥ : ATAN PEⅣ I ENUHAN KEBI 「 TUHAN

Ⅳ10BI LI SASI

PADA NN. _■ I DI RI ANG TERATAI RI I Ⅳ l AH SAKI T UⅣl UⅣI

DAERAH DRoSOEDI ] □ νl AN KEBUⅣ I EN
Yang di persiapkan dan disusun cleh

Ika Erwiana

ξ

Susunan Dewan Penguji



つん

gi, S.Kep.Ns, M.Sc)

Program Studi DIII Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
KTI, Agustus 2016
Ika Erwiana1, Irmawan Andri Nugroho2
ABSTRAK
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI
PADA NN. M DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH DR. SOEDIRMAN KEBUMEN
Latar belakang: Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang baik
parsial maupun total. Pada kondisi tersebut, terjadi perubahan jaringan sekitar
menjadi pergeseran fragmen tulang yang mengakibatkan gangguan fungsi pada
otot dan sendi sehingga muncul masalah hambatan mobilitas fisik. Salah satu
tindakan untuk mengatasi kondisi tersebut yaitu latihan ROM.
Tujuan: Untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan dengan
masalah pemenuhan kebutuhan mobilisasi pada klien dengan masalah hambatan
mobilitas fisik khususnya pada pasien Fraktur Femur dengan ORIF.

Asuhan Keperawatan: Saat pengkajian penulis mendapatkan data klien
mengatakan paha kiri terasa kaku, klien kesulitan dalam bergerak, tampak balutan
luka operasi 40 cm di paha kiri. Hasil pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas atas
kanan dan kiri 5, kekuatan otot ekstremitas bawah kanan 5 dan kiri 2. Masalah
keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal dan menyusun rencana keperawatan kaji kekuatan otot, latih
ROM, bantu pemenuhan ADL , edukasi keluarga tentang mobilisasi.
Implementasi dilakukan selama 3x24 jam dengan hasil evaluasi masalah
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal teratasi
sebagian.
Analisis Tindakan: Tindakan keperawatan yang direkomendasikan untuk
menangani hambatan mobilitas fisik adalah latihan ROM.

Kata Kunci: asuhan keperawatan, fraktur, latihan ROM
1. Mahasiswa DIII Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Gombong.
2. Dosen DIII Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Gombong.

iv


Nursing Studies Program DIII
Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong
Nursing Care Report, August2016
Ika Erwiana¹, Irmawan Andri Nugroho²

ABSTRACT
THE NURSING OF FUILFELLING NEED FOR MOBILIZATION TO
Ms. M IN TERATAI WARD DR. SOEDIRMAN OF HOSPITAL
KEBUMEN
Background: Fracture is the breakdown of bone on tissue continuity either partial
or total. In these conditions, changes in the tissue surrounding the bone fragments
into the shift resulting in impaired function of the muscles and joint so that it
appears the bottleneck problem of physical mobility. One of the measures for
dealing with the condition that the exercise ROM.
Objective: To provide an overview of nursing care of fulfillment mobilization
problems in clients with physical mobility problems barriers, especially in patients
with post ORIF femur fractures.
Nursing Care: Current assessment say the authors obtain client data left thigh
cramp difficulty in moving the client, it appears the operation wound dressing 40

cm on the left thigh. The results of the examination of the upper limb muscle
strength of the right and left 5, right lower limb muscle strength left 5 and 2.
Problems of nursing physical mobility constraints associated with musculoskeletal
disorders and to plan nursing assess muscle strength, train ROM, ADL
compliance aids, educating families about mobilization. Implementation is done
for 3x24 hours with the results of the evaluation of physical mobility barriers
problems associated with musculoskeletal disorders partially resolved.
Analysis Actions: Actions of nursing recommended to overcome the barriers of
physical mobility is a ROM exercises.

Keyword: exercise ROM , mobility, nursing care

1. University Student Diploma III of Nursing, Muhammadiyah Health Science
Institute of Gombong
2. Lecturer Diploma III of Nursing, Muhammadiyah Health Science Institute of
Gombong

v

KATA PENGANTAR


Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan
Kebutuhan Mobilisasi pada Nn. M di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Soedirman Kebumen”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya
kepada yang terhormat:
1. Bapak M. Madkhan Anis, S.Kep., Ns selaku ketua STIKes Muhammadiyah
Gombong yang memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.
2. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Soedirman Kebumen yang
telah memberikan ijin tempat untuk melaksanakan ujian komprehensif.
3. Bapak Sawiji, S.Kep., Ns., M.Sc selaku ketua Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
kesehatan di STIKes Muhammadiyah Gombong.
4. Kepala dan seluruh staf bangsal Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr.
Soedirman Kebumen, yang telah membimbing dan membantu dalam proses
ujian komprehensif.

5. Pasien dan keluarga Nn.M yang bersedia bekerja sama dengan senang hati
menjadi pasien kelolaan dan bahan Ujian Komperehensif untuk menyusun
Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Bapak Bambang Utoyo, M.Kep selaku dosen penguji sidang Karya Tulis
Ilmiah yang telah memberikan masukan dan kritikan dalam menyelesaikan
penyempurnaan Karya Tulis Imiah.

vi

7. Ibu Ike Mardiati Agustin, M.Kep.Ns.Sp.J selaku dosen penguji sidang Karya
Tulis Ilmiah yang telah memberikan masukan saran dan kritikan agar
pembuatan Karya Tulis Ilmah lebih baik.
8. Bapak Irmawan Andri, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing yang
telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan- masukan, inspirasi,
perasaan

nyaman

dalam


membimbing

serta

memfasilitasi

demi

terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini.
9. Segenap dosen dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Gombong yang telah membimbing dan memberikan materi selama belajar di
STIKes Muhammadiyah Gombong.
10. Keluarga besarku tercinta, terutama Ibu, Bapak, Kakak, Teman Dekat, dan
Saudara yang telah memberikan dukungan moril maupun materil serta
motivasi untuk dapat menyelesaikan kuliah dengan baik.
11. Teman- teman seperjuangan dan sahabatku tercinta yang telah memberikan
semangat, bantuan tenaga, pikiran dan perhatian, sehingga saya dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
12. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah
memberikan saran dan bantuannya, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

diselesaikan dengan baik.
Saya menyadari bahwa penyusunan dan pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini
masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi bentuk maupun isinya. Oleh karna
itu, saya sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Harapan
saya semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Gombong, 09 Agustus 2016
Penulis

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................ii
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ..........................................iii
ABSTRACT ........................................................................................................iv
ABSTRAK ..........................................................................................................v
KATA PENGANTAR ........................................................................................vi

DAFTAR ISI .......................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Tujuan .................................................................................................5
C. Manfaat ...............................................................................................5
BAB II KONSEP DASAR
A. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi..............................7
1. Definisi ........................................................................................7
2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Mobilisasi .............................8
3. Tujuan Mobilisasi ........................................................................9
4. Macam-macam Mobilisasi ..........................................................9
B. Konsep Gangguan Mobilisasi: Hambatan Mobilitas Fisik pada Pasien
Post Operasi ORIF ..............................................................................10
1. Definisi ........................................................................................10
2. Tahap-Tahap Mobilisasi pada Pasien Pasca Operasi ..................10
3. Fisiologi Penyembuhan Tulang ...................................................11
C. Manajemen Hambatan Mobilitas Fisik ..............................................12
1. Pengkajian Mobilisasi .................................................................12
2. Pengaturan Posisi Tubuh Sesuai Kebutuhan Pasien ....................13
3. Latihan Gerak ..............................................................................14
D. Managemen Hambatan Mobilitas Fisik: Rentang Gerak Sendi (ROM)
1. Definisi .........................................................................................16
2. Indikasi Latihan Rentang Gerak Sendi (ROM) ............................16
3. Manfaat ROM ...............................................................................17
4. Macam-Macam ROM ...................................................................17
5. Prinsip Latihan ROM ...................................................................18
6. Standar Operasional Prosedur ROM ............................................18
E. Keefektifan Terapi Gerak Sendi (ROM) Sebagai Intervensi Mengatasi
Hambatan Mobilitas Fisik ....................................................................20

viii

BAB III RESUME KEPERAWATAN
A. Pengkajian ..........................................................................................23
B. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan ..........................................26
C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi ...............................................27
BAB IV PEMBAHASAN
A. Diagnosa Keperawatan .......................................................................34
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik .......................35
2. Hambatan mobilitas fisik ..............................................................37
3. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif ..................39
B. Proses Keperawatan .............................................................................40
C. Analisis Tindakan Latihan Gerak Sendi (ROM) pada Pasien Post ORIF
Fraktur Femur ......................................................................................51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................................56
B. Saran ...................................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Laporan Pendahuluan
Lampiran 2. Asuhan Keperawatan
Lampiran 3. Jurnal Keperawatan Indonesia 1
Lampiran 4. Jurnal Keperawatan Indonesia 2
Lampiran 5. Jurnal Keperawatan Indonesia 3
Lampiran 6. Jurnal Keperawatan Luar Negeri
Lampiran 7. Lembar Konsul Pembimbing

x

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sebagian besar mahluk hidup di dunia ini membutuhkan gerak untuk
menunjang kelangsungan hidupnya. Terutama pada manusia, kebutuhan
mobilisasi atau pergerakan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat
penting dan selalu disarankan serta diinginkan oleh masing-masing individu.
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas,
teratur, dan tanpa hambatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehat. Mobilisasi berguna untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat
proses penyakit terutama pada penyakit degeneratif ataupun untuk aktualisasi
(Mubarak dan Nurul, 2007). Mobilisasi juga diperlukan untuk mengatur
sirkulasi, membuat nafas dalam dan menstimulasi kembali fungsi saraf agar
bisa menggerakan kembali bagian yang mengalami kelemahan (Perry &
Potter, 2006).
Faktor yang sering mempengaruhi mobilisasi menurut Kozier (2010),
antara lain proses penyakit, trauma, kebudayaan, tingkat energi, usia, dan
status perkembangan. Faktor penghambat mobilisasi paling mendominasi
ialah karena trauma, bisa trauma langsung, trauma tidak langsung, dan trauma
ringan. Trauma langsung misalnya, benturan pada tulang, biasanya penderita
terjatuh dengan posisi miring dan langsung terbentur dengan benda keras
(jalanan). Trauma tak langsung yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur
berjauhan, seperti terpleset di kamar mandi. Trauma ringan yaitu keadaan
yang dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh atau
underlying deases atau fraktur patologis (Sjamsuhidayat dan Wim de Jong,
2010).
Yang paling umum terjadi trauma karena kecelakaan lalu lintas. Kejadian
tersebut didukung oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang mencatat di

2

tahun 2011 terdapat lebih dari 7 juta orang mengalami masalah fraktur
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan
fisik. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan
sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur
yang berbeda dan penyebab yang berbeda. Pada 45.987 peristiwa terjatuh,
terjadi fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan
lalulintas, terjadi fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%). Sedangkan pada
14.127 kasus trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak
236 orang (1,7%). Di Sulawesi Utara khususnya di Irina A BLU RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado jumlah pasien fraktur pada bulan Januari sampai
bulan Mei 2011 sebanyak 97 orang.
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total
maupun parsial akibat ruda paksa (Perry & Potter, 2006). Fraktur ada dua
macam, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup yaitu
fraktur yang tidak ditemukan adanya kerusakan jaringan kulit luar. Sedangkan
fraktur terbuka adalah fraktur yang mengalami kerusakan jaringan luar dan
tulang di dalamnya (Perry & Potter, 2006). Fraktur saat ini merupakan
penyakit muskulosekeletal yang telah banyak dijumpai di pusat-pusat
pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan, WHO (World Health
Organization) telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi “Dekade
Tulang dan Persendian”.
Fraktur ektremitas bawah memiliki insiden yang cukup tinggi terutama
batang femur 1/3 tengah, insiden fraktur femur sebesar 1-2 kejadian pada
10.000 jiwa penduduk setiap tahun (Kozier, 2010). Terdapat kasus di ruang
Orthopaedi rumah sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dari data 10
besar fraktur, fraktur femur menempati urutan teratas dengan rata-rata 13
kasus perbulan pada tahun 2005. Sedangkan pada bulan Juni 2006 terdapat 14
kasus fraktur femur dari jumlah 65 kasus fraktur yang dirawat (21,53%).
Mereka berasal dari wilayah sekitar Banyumas dengan tingkat ekonomi dan
tingkat pendidikan yang berbeda (Lukman, 2009).

3

Diantara pasien fraktur terdapat 300 ribu orang menderita kecatatan yang
bersifat menetap sebesar 1% sedangkan 30% mengalami kecacatan yang
bersifat sementara (WHO, 2008). Penanganan fraktur dibagi melalui dua
metode, yaitu metode konservatif dan metode operatif. Pada penanganan
denga metode konservatif diantaranya dengan pemasangan gips dan traksi.
Penanganan dengan metode operatif yang paling sering dilakukan yaitu
dengan cara membuka jaringan setempat yang mengalami perpatahan dengan
disertai penggunaan internal fiksasi (Muttaqin, 2008).
Berdasarkan data medical record dari RSUD Gambiran Kediri
menunjukkan total pasien yang mengalami fraktur ekstremitas bawah tahun
2010 sebanyak 323 pasien, khusus dari Ruang Bedah 267 pasien dan pasien
yang menjalani ORIF 209 pasien (78,28%). Sedangkan dari hasil studi
pendahuluan di Ruang Bedah RSUD Gambiran Kediri pada bulan Juli 2011
sampai dengan bulan September 2011 ada 36 pasien fraktur

ekstremitas

bawah yang menjalani ORIF.
Pada pasien post ORIF sering terjadi komplikasi diantaranya, mengalami
nyeri, bengkak, kesemutan, penurunan kekuatan otot, kontraktur (Werner,
2009). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 18
Oktober 2012 sampai dengan 27 Oktober 2012 di Ruang Rawat Inap Trauma
Centre, dari 20 orang pasien dengan fraktur femur terpasang fiksasi interna
didapatkan 16 orang klien mengalami gangguan fleksibilitas sendi lutut
dengan fleksi kurang dari 70º. Sedangkan hasil studi pendahuluan yang
dilakukan di Rumah Sakit Ortopedi di Ruang Parang Seling 99% pasien
mengalami penurunan kekuatan otot. Komplikasi tersebut terjadi dikarenakan
pasien tidak mau atau kurang melakukan mobilisasi ditambah peranan perawat
yang masih kurang.
Menurut Studi Pendahuluan di Rumah Sakit Gambiran Kediri, perawat di
Ruang Bedah hanya sekedar menganjurkan pasien untuk melakukan
mobilisasi dengan menggerak-gerakan anggota badan yang di operasi. Akan
tetapi karena ketidaktahuan pasien akan pentingnya mobilisasi, pasien justru
takut melakukan mobilisasi sehingga berdampak pada banyaknya keluhan

4

yang muncul. Kebanyakan pasien menganggap jika terlalu banyak gerak tidak
akan sembuh, sehingga peredaran darah tidak lancar dan akhirnya berdampak
pada proses penyembuhan luka (vaskularisasi, inflamasi, proliferasi, dan
granulasi) menjadi tidak dapat berlangsung maksimal (Perry & Potter, 2006).
Melihat fenomena tersebut, perawat memiliki peranan penting yang sangat
dibutuhkan oleh pasien-pasien fraktur salah satunya pasien pasca ORIF dalam
program rehabilitasi mobilisasi untuk mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih parah. Burnwell, telah melakukan penelitian pada 127 orang pasien
fraktur femur yang di tatalaksana dengan ORIF dan di lakukan rehabiltasi
berupa terapi mobilisasi dini. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian
tersebut adalah bahwa risiko kekakuan sendi semakin kurang apabila pasien
melakukan mobilisasi dini pasca ORIF (Muttaqin, 2008).
Untuk mengatasi permasalahan diatas, upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah komplikasi pasca ORIF yang lebih berat diperlukan intervensi
mobilisasi dini berupa latihan rentang gerak. Latihan rentang gerak (ROM)
adalah pergerakan maksimal yang mungkin bisa dilakukan oleh sendi tersebut
(Kozier dkk, 2010). Latihan rentang gerak bisa dilakukan oleh pasien itu
sendiri (gerak aktif) atau gerak dengan dibantu oleh perawat (gerak pasif).
Latihan rentang gerak, baik pasif maupun aktif sedikitnya 2 kali sehari dapat
meningkatkan kekuatan otot (Craven & Hiller, 2009).
Latihan dalam batas terapeutik diantaranya latihan aktif meliputi menarik
pegangan di atas tempat tidur, miring kanan dan kiri, fleksi dan ekstensi kaki.
Pada latihan rentang gerak aktif perawat berperan sebagai motivator dan
membimbing pasien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri
sesuai dengan rentang gerak sendi yang normal. Untuk latihan rentang gerak
pasif dilakukan dengan bantuan perawat pada setiap gerakan-gerakan karena
biasanya diberikan pada pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu
melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak secara mandiri, pasien
tirah baring total. Sendi yang digerakkan pada rentang gerak pasif adalah
persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan pasien tidak

5

mampu melakukannya secara mandiri, misalnya perawat mengangkat dan
menggerakan kaki pasien dengan rotasi tertentu (Muttaqin, 2008).
Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan pengelolaan
kasus fraktur femur dengan menerapkan intervensi terapeutik latihan rentang
gerak (ROM) aktif dan pasif sebagai bentuk aplikasi keperawatan yang
kemudian dituangkan pada sebuah karya tulis ilmiah berjudul “Asuhan
Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi Pada Nn. M di Ruang Teratai
RS Dr. Soedirman Kebumen”.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ada dua macam, yaitu :
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran hasil asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan mobilisasi.
2. Tujuan khusus
a. Memaparkan hasil pengkajian pada klien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan mobilisasi.
b. Memaparkan diagnosa keperawatan

pada klien dengan gangguan

pemenuhan kebutuhan mobilisasi.
c. Memaparkan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan mobilisasi.
d. Memaparkan implementasi tindakan keperawatan pada klien dengan
gangguan pemenuhan mobilisasi.
e. Memaparkan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan mobilisasi.

C. Manfaat
1. Manfaat Keilmuan
Menambah ilmu dan wawasan bagi penulis dalam menerapkan
konsep- konsep asuhan keperawatan khususnya asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan pemenuhan mobilisasi.

6

2. Manfaat Aplikatif
a. Manfaat untuk rumah sakit
Agar dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi guna
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada klien dengan
pemenuhan kebutuhan mobilisasi dengan intervensi latihan ROM di
RSUD Dr. Soedirman Kebumen.
b. Manfaat bagi institusi pendidikan
Sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan dan dokumentasi agar
dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran berupa karya tulis
ilmiah.
c. Manfaat bagi pembaca
Sebagai salah satu media belajar dalam menyusun suatu karya
tulis ilmiah khususnya asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan pemenuhan mobilisasi.
d. Manfaat bagi penulis
Merupakan pengalaman berharga dari penulis dalam menerapkan
ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan khususnya asuhan
keperawatan terhadap klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
mobilisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Bowden, V.R & Greenberg, C.S. 2008 . Pediatric Nursing Procedures. Second
Edition. Philadelphia: Lipincot William and Wilkins.
Craven dan Hiller. 2009. Fundamental of Nursing, Edisi 9. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Eldawati. 2011. Pengaruh Latihan Kekuatan Otot Pre Operasi Terhadap
Kemampuan Ambulasi Dini Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas
Bawah Di RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis. Program pasca sarjana
universitas Indonesia. Jakarta.
Ellis, JR & Bentz, PM.2007. Modules for Basic Nursing Skills.Philadephia:
Lipincot William and Wilkins.
Herdman, T Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan
Definisi Dan Klasifikasi 2012-2014. Made Sumawarti & Nike Budhi
Subekti 2012. (alih bahasa).Jakarta: EGC.
Herdman, T Heather. 2015. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan
Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
Medika.
Kisner,Carolyn and Lynn Allen Coiby. 2007. Therapeutic Exercise Foundations
and Techniques, F. A. Davis Company, Philadelphia.
Kozier, B, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses &
Praktik (7th ed, 2nd vol). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Lukman. 2009. Kecelakaan Penyebab Fraktur. Jurnal Epidimiologi Keperawatan:
Salemba Medika.
Mintarsih Sri dan Nabhani. 2015. Pengaruh Latihan Range of Motion Terhadap
Peningkatan Kemampuan Fungsi Ekstremitas Sendi Lutut pada Pasien Post
Operasi (Orif) Fraktur Femur. Seminar Nasional Hasil- Hasil Penelitian dan
Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu 26
September 2015.

Mubarak, Wahit Iqbal & Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori & Aplikasi dalam Praktik, Penerjemah Eka Anisa Mardella,
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Parmar, S, MPT et al (Sancheti institute for orthopedics and rehabilitation, Pune,
Maharashtra, India). 2011. The effect of isolytic contraction and passive
manual stretching on pain and knee range of motion after hip surgery: A
prospective, double-blinded, randomized study. Hong Kong physiotherapy
Journal (2011) 29, 25-30.
Potter, P. A, & Perry, A. G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, & Praktik.Vol 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Purwanti, R dan Purwaningsih, W. 2013. Pengaruh Latihan Range of Motion
(ROM) Aktif terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Post Operasi Fraktur
Humerus di RSUD Dr.Moewardi. GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013.
Rismalia, Rizka. 2010. Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Pasien Pasca
Operasi Appendectomy tentang Mobilisasi Dini di RSUP Fatmawati. Di
akses dari http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/skripsi%20lengkap.pdf
pada tanggal 04 Juli 2016 pukul 13.47 WIB.
Reni, P. G dan Armayanti. 2014. Pemberian Latihan Rentang Gerak terhadap
Fleksibilitas Sendi Anggota Gerak Bawah Pasien Fraktur Femur Terpasang
Fiksasi Interna di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Ners Jurnal Keperawatan
Volume 10 No 1, Oktober 2014: 176-196.
Tamsuri. 2007. Konsep dan Pentalaksanaan nyeri. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat, R, & Jong, W. D. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah (3rd ). Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, S.C, & Bare, B.G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddart(8th, 3rd Vol.) . Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah D.E. 2008. Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal: Seri asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
Werner, D. 2009. Disabled village children a guide for community health
workers, and families. California: The Hesperian Foundation.

WHO. 2008 . Essential Surgical Care: Injuries of the lower extremity,
www.who.int/entity/substance_abuse/wha-57_11.pdf. Diunduh tanggal 02
Juni 2016.
Widuri, Hesti. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Wilkinson, M. Judith. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnosa
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC, Edisi 9. Jakarta: EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR FEMUR

Di Susun Oleh:
Ika Erwiana
A01301765

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMDADYAH
GOMBONG
2016

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

A. Pengertian
1. Fraktur adalah terputusnya kesinambungan sebagian atau seluruh
tulang/bahkan tulang rawan (Musliha, 2010).
2. Fraktur Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur
femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah)
dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung
pada paha (Helmi, 2012).
3. ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu
tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang
patah / fraktur sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal
fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu
intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. ((FKUI dalam
Jitowiyono, 2010 : 15).
Kesimpulan dari fraktur femur adalah patah tulang yang mengenai
daerah tulang paha yang dikarenakan tekanan, benturan, pukulan akibat
dari kecelakaan serta kelainan patologik pada tulang seperti adanya tumor,
infeksi, pada pendertia penyakit paget) yang mengakibatkan kerusakan
jaringan tulang paha dan biasanya dilakukan tindakan pembedahan berupa
ORIF.
B. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalamklasifikasi penyebab, klasifikasi jenis,
klasifikasi klinis, klasifikasi radiologis (Helmi, 2012).
1. Klasifikasi Penyebab
a. Fraktur traumatik

2

Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut
sehingga terjadi fraktur.
b. Fraktur patologis
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat

kelainan

patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi di dalam tulang
yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya.
Tulang seringkali menunjukan penurunan densitas. Penyebab yang
paling sering dari fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer
maupun metastasis.
c. Fraktur stres
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat
tertentu.
2. Klasifikasi Jenis Fraktur
Menurut Helmi (2012) fraktur dapat dibedakan menjadi beberapa
klasifikasi:
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2) Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
-

Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

-

Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

3

-

Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma.
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
-

Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran
searah sumbu dan overlapping).

-

Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

-

Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).

4

f. Berdasarkan posisi frakur, sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian:
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
g. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.

C. Anatomi Fisiologi tulang Femur
Tulang bukan saja merupakan kerangka penguat tubuh, tetapi juga
merupakan bagian untuk susunan sendi dan disamping itu pada tulang melekat
origo dan insertio dari otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang
juga mempunyai fungsi sebagai tempat mengatur dan menyimpan kalsium,
fosfat, magnesium dan garam. Bagian ruang di tengah tulang-tulang tertentu
memiliki jaringan hemopoietik yang berfungsi untuk memproduksi sel darah
merah, sel darah putih, trombosit (Helmi, 2012). Secara anatomis, bagian
proksimal dari tungkai bawah antara girdel pelvis dan lutut adalah paha,
bagian antara lutut dan pergelangan kaki adalah tungkai (Paulsen,2013).
1. Femur
Bahasa latin yang berarti paha adalah tulang terpanjang, terkuat dan
terberat dari semua tulang pada rangka tubuh.
a. Ujung proksimal femur memiliki kepala yang membulat untuk
beartikulasi dengan asetabulum. Permukaan lembut dari bagian kepala
mengalami depresi dan fovea kapitis untuk tempat perlekatan ligamen

5

yang menyanggah kepala tulang agar tetap di tempatnya dan membawa
pembuluh darah ke kepala tersebut.
b. Femur tidak berada pada garis vertikal tubuh. Kepala femur masuk
dengan pas ke asetabulum untuk membentuk sudut sekitar 125˚ dari
bagian leher femur. Dengan demikian, batang tulang paha dapat
bergerak bebas tanpa terhalang pelvis saat paha bergerak.
c. Sudut femoral pada wanita biasanya lebih miring (kurang dari 125˚)
karena pelvis lebih lebar dan femur lebih pendek.
d. Di bawah bagian kepala yang tirus adalah bagian leher yang tebal,
yang terus memanjang sebagai batang. Garis intertrokanter pada
permukaan anterior dan krista intertrokanter di permukaan posterior
tulang membatasi bagian leher dan bagian batang.
e. Ujung atas batang memiliki dua prosesus yang menonjol. Trokanter
besar dan trokanter kecil, sebagai tempat perlekatan otot untuk
menggerakan persendian panggul.
f. Bagian batang permukaannya halus dan memiliki satu tanda saja.
Linea aspera, yaitu lekak kasar untuk perlekatan beberapa otot.
g. Ujung bawah batang melebar ke dalam kondilus medial dan kondilus
lateral.
1) Pada permukaan posterior, dua kondilus tersebut membesar dengan
fosa interkondiler yang terletak di antara keduanya. Area triangular
di atas fosa interkondiler disebut permukaan popliteal.
2) Pada permukaan anterior, epikondilus medial dan lateral berada di
atas dua kondilus besar. Permukaan artikular halus yang terdapat di
antara kedua kondilus adalah permukaan patellar. Yang berbentuk
konkaf untuk menerima patella (tempurung lutut).
2. Komponen Jaringan Tulang
a. Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineralmineral dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikan).
b. Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit),
yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.

6

c. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70%
dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan
ketegaran tinggi pada tulang.
d. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan.
3. Fisiologi Sel-sel Tulang
a. Osteoblas
Membangun tulang dengan membentuk

kolagen tipe

I dan

proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu
proses yang disebut osifikasi.
b. Osteosit
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c. Osteoklas
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi.

D. ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan. (Sjamsdjuhidayat, 2006)

7

E. Manifestasi Klinis
Menurut Muttaqin, 2014 fraktur dapat ditandai dengan adanya:
1.

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.

2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
6. Peningkatan temperatur lokal
7. Pergerakan abnormal
8. Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
9. Kehilangan fungsi

F. PATOFISIOLOGI
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma atau
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau
tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan
menyangga.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka

8

bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah
fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisasisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan
berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan
fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati (Corwin, 2009: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang mengakibatkan
rusaknya serabut otot dan jaringan otot. Pada reduksi terbuka fiksasi interna
(ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun
pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak
mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama
tindakan operasi (Price, 2010: 1192).

9

G. PATHWAY

Sumber: Corwin, 2009

H. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. X-Ray dapat dilihat gambaran
fraktur,

deformitas

dan

metalikment.

Venogram/anterogram

menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur
fraktur yang kompleks.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a.

Kalsium

Serum

dan

Fosfor

penyembuhan tulang.

10

Serum

meningkat

pada

tahap

b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
d. Pemeriksaan lain-lain
3. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
4. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
5. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
6. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
7. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
8. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

I. KOMPLIKASI
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada
suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.

11

6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki
usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak
mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau
trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau
necrosis iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem
saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin
karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.

J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur (syamsdjuhidayat,2009) adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan
juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur).
Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips
a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling
tulang.
b. Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah. Gipsyang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh.

12

2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan
tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian
rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang
patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
1) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada
keadaan emergency
2) Traksi mekanik, ada 2 macam :
-

Traksi kulit (skin traction)

-

Traksi skeletal

b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang
logam pada pecahan-pecahan tulang.
1) Fiksasi Interna
Jenis Open Reduction Internal Fixation ( ORIF )
Menurut (Helmi, 2012) terdapat 5 metode fiksasi internal yang
digunakan, antara lain:
-

Sekrup kompresi antar fragmen

-

Plat dan sekrup, paling sesuai untuk lengan bawah

-

Paku intermedula, untuk tulang panjang yang lebih besar

-

Paku pengikat sambungan dan sekrup, ideal untuk femur dan
tibia

-

Sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung proksimal
dan distal femur

Indikasi ORIF :

13

-

Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis
tinggi, misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.

-

Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur
avulse dan fraktur dislokasi.

-

Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
Misalnya

fraktur

Monteggia,

fraktur

Galeazzi,

fraktur

antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
-

Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang
lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur

2) Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction
Eksternal Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati
fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini
memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur
atau remuk
Indikasi OREF :
-

Fraktur terbuka derajatI II

-

Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

-

Fraktur dengan gangguan neurovaskuler

-

Fraktur Kominutif

-

Fraktur Pelvis

K. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. IdentitasKlien
Meliputi: Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
diagnosa medis, no register dan tanggal MRS.
b. Keluhan Utama
Biasanya px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila
digerakkan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu.

14

Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah
mengalami tindakan operasi apa tidak.
d. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.
e. Riwayat penyakit dahulu
Di dalam anggota gerak tidak/ada yang pernah mengalami penyakit
fraktur/penyakit menular.
2. Pola-pola fungsional
a. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/ gangguan akibat adanya
luka operasi sehingga perlu dibantu baik perawat maupun klien.
b. Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat px mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri luka post op.
c. P ola persepsi dan konsep diri
Setelah px mengalami post op pasien akan mengalami angguan konsep
diri karena perubahan cara berjalan akibat kecelakan.
d. Pola sensori dan kognitif
Biasanya pasien mengeluh nyeri yang disebabkan oleh adanya
kerusakan jaringan lunak dan hilangnya darah serta cairan seluler ke
dalam jaringan.
e. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pasien pada post operasi akan mengalami gangguan/
perubahan dalam menjalankan ibadahnya.
f. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi

klien

bisa

membantu

menentukan

penyebab

masalah

muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

15

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
g. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
h. Pola Tidur dan Istirahat.
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur .
i. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain.
j. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap.
k. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.

16

3. Pemeriksaan fisik
a. Pada pasien post op terdapat adanya perubahan yang menonjol pada
sistem integumen seperti warna kulit, tekstur kasar ada / tidak, terjadi
rembesan darah pada luka post op ada / tidak.
b. Sistem Ektremitas dan Neurologis
Pada pasien fraktur, post op ekstremitas kaki tidak bisa digerakkan
dengan bebas dan terdapat adanya jahitan apa tidak.
c. Sistem Respirasi
Biasanya pada pasien post op fraktur ada / tidak perubahan yang
menonjol seperti bentuk data ada / tidaknya sesak nafas, suara
tambahan, pernafasan cuping hidung.

B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri

berhubungan dengan

kerusakan neuromuscu