MANFAAT YANG DIALAMI PARA SISWA KELAS XI DALAM KONSELING PRIBADI DI SMA SANTO MIKAEL SLEMAN TAHUN AJARAN 20092010

  MANFAAT YANG DIALAMI PARA SISWA KELAS XI DALAM KONSELING PRIBADI DI SMA SANTO MIKAEL SLEMAN TAHUN AJARAN 2009/2010 Skripsi

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  Program Studi Bimbingan dan Konseling

  Oleh :

  Ignatia Tutus Atmajanti 0 3 1 1 1 4 0 0 4

  PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

   

   

   

  PERSEMBAHAN Kupersembahkan karya ini untuk : Yesus Kristus yang senantiasa menyertai disetiap langkahku

  Alm. Ayah YB. Moech Yasir dan Alm. Kakak Alb. Puji Widodo Ibunda Tercinta Yustina Warsiti Kakak-kakakku: MM. TEW Larasati sekeluarga,

  Agt. Agus Suwondo SSCC,

F. Penilaras sekeluarga,

  A. Wuri Handayani sekeluarga Sahabat-sahabat terbaikku: M. Suryatmi sekeluarga, Lietha, Bertha Keluarga Besar SMA Santo Mikael Sleman Almamater-ku, Universitas Sanata Dharma

  FK<JG

   

  

MOTTO

“ Dia memiliki rancangan indah bagi setiap kita, untuk

hari depan yang penuh harapan. Berseru dan datang padaNya

maka kita diselamatkanNya. “

(Yer 29:11-12)

  

“ Semua keberhasilan dalam hidup memerlukan proses, tidak ada

yang terjadi secara instan ”

(Ignatia Tutus Atmajanti)

“ karena bagi Allah tidak ada yang mustahil, dan aku adalah

hambamu maka terjadilah padaku sesuai dengan kehendakMu“

(Luk 1:37-38)

  

EHgID

   

   

   

  

ABSTRAK

MANFAAT YANG DIALAMI PARA SISWA KELAS XI DALAM

KONSELING PRIBADI DI SMA SANTO MIKAEL SLEMAN

TAHUN AJARAN 2009/2010

  Ignatia Tutus Atmajanti Universitas Sanata Dharma

  Yogyakarta 2010

  SMA Santo Mikael Sleman merupakan sekolah Yayasan Santa Maria. Sekolah ini semula SPG dan menjadi SMA pada tahun 1984, dan sejak tahun itu memiliki guru pembimbing. Guru pembimbing diperlukan untuk mendampingi siswa dalam tugas perkembangan sebagai remaja akhir. Mulai tahun ajaran 2008/2009 guru pembimbing tidak terjadwal untuk melakukan bimbingan klasikal. Akan tetapi sekolah tetap memfasilitasi siswa supaya dapat melakukan konseling pribadi. Oleh karena itu skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui manfaat yang dialami siswa kelas XI dalam konseling pribadi. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Santo Mikael Sleman tahun ajaran 2009/2010 yang berjumlah 55 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner manfaat yang dialami para siswa kelas XI dalam konseling pribadi di SMA Santo Mikael Sleman tahun ajaran 2009/2010, dengan jumlah 30 item pernyataan.

  Untuk mengetahui manfaat yang dialami para siswa kelas XI dalam konseling pribadi tersebut peneliti menggunakan patokan mean, dan dikelompokkan dalam dua kategori yaitu: kuat dan lemah. Hasilnya: (1) Manfaat yang dialami siswa dalam konseling pribadi: a) Untuk mendapatkan informasi 30 siswa (55%) dalam kategori lemah dan 25 siswa (45%) dalam kategori kuat, berarti manfaat untuk mendapatkan informasi termasuk dalam kategori yang lemah; b) Untuk menemukan peneguhan hati ketika berkonseling 26 siswa (47%) dalam kategori lemah dan 29 siswa (53%) dalam kategori kuat, berarti manfaat untuk menemukan peneguhan hati termasuk ke dalam kategori kuat; c) Keyakinan bahwa guru pembimbing mampu membantu memperoleh keseimbangan hidup ketika berkonseling terdapat 26 siswa (47%) dalam kategori lemah dan 29 siswa (53%) termasuk kategori kuat, berarti termasuk dalam kategori kuat. (2)Hal-hal yang mempengaruhi siswa melakukan konseling pribadi: a) Kepribadian guru pembimbing terdapat 25 siswa (45%) termasuk kategori lemah dan 30 siswa (55%) dalam kategori kuat; b) Untuk melakukan konseling karena pengaruh pengalaman teman terdapat 26 siswa (47%) termasuk kategori lemah dan 29 siswa (53%) termasuk dalam ketegori kuat; c) Pengaruh fasilitas yang tersedia 22 siswa (40%) siswa termasuk kategori lemah dan 33 siswa (60%) terdapat dalam kategori kuat. Secara keseluruhan tiga hal yang mempengaruhi siswa melakukan konseling pribadi tersebut termasuk dalam kategori kuat.

   

  

ABSTRACT

TH

THE BENEFIT OF PRIVATE COUNSELINGS FOR THE 11 GRADERS OF

ST. MICHAEL HIGH SCHOOL OF THE 2009/2010 ACADEMIC YEAR

  Ignatia Tutus Atmajanti Sanata Dharma University

  Yogyakarta 2010

  St. Michael Sleman High school is belongs to Santa Maria’s foundion. The school was originally SPG ( Sekolah Pendidikan Guru = Teachers Training School) and become a high school in 1984, since then it always have a guidance counselor. A guidance counsellor is required to accompany the students at the end of their adolescent. Starting from the 2008/2009 Academic Year the guidance counsellor is not scheduled to perform classical guidance. However the school maintains to facilitate the students personal counselling. Therefore, this thesis is intended to recognize the benefits experienced by students of class XI in private counselings. This study is a descriptive study utilizing the survey method. The population of the

  th

  research is 55 (fifty fuve) 11 graders of St. Michael Senior High School of the 2009/2010 academic year. The instrument used in this study is a questionnaire about

  th

  the benefits experienced by the 11 graders in private counselings at St. Michael Senior High School academic year 2009/2010, with 30 statements to fill in.

  th

  To know the benefits experienced by the 11 graders in private counseling, the researcher utilizes the mean as the basis. The study iself is divided into two categories: weak and strong. The result: (1) The benefits experienced by students in personal counseling: a) To gether information=30 students (55%) in the weak category, and 25 students (45%) in the strong. Therefore, the information gathering benefit is taken into account of the weak category; b ) To find endorsement during a counseling session=26 students (47%) in the weak category, and 29 students (53%) in the strong. Thus, benefit of finding endorsement is considered as the strong category; c) students being assured that they can get stability in their lives when attending private counseling=26 students (47%) in the wak, and 29 students (53%) in the strong category. Thus, the students assurance of getting their life balanced is regarded as the strong category. (2) Reasons that affect students attending personal counseling: a) the counsellor’s personality=25 students (45%) were categorized as weak and 30 students (55%) in the strong category; b) to attend counseling because of the influence of friends experiences=26 students (47%) were categorized as weak and 29 students (53%) in the strong category; c) the effect of the available facilities=22 students (40%) students were categorized in the weak and 33 students (60%) in the strong category. Overall, the three reasons that influence the students to have personal counseling is comprised in the strong category.

   

KATA PENGANTAR

        Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Baik serta berkat dan karunia-Nya yang sangat berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di bidang Bimbingan dan Konseling.

  Penulis menyadari skripsi ini disusun berkat bantuan, dukungan dan perhatian dari berbagai pihak yang telah memberikan masukan-masukan yang berharga. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.

  Ibu Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si., Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Ibu Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., Dosen pembimbing yang telah memberikan saran, perhatian, dan bimbingan bagi penulis dalam menyusun skripsi ini.

  3. Bapak Alm. Drs. Wens Tanlain, M.Pd. yang dengan kerelaan membimbing pengolahan data penelitian.

  4. Segenap dosen dan karyawan di Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah membantu penulis dalam memperlancar studi.

  5. Suster M. Bernadette SND, S.Pd., Kepala Sekolah SMA Santo Mikael Sleman yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di kelas

  XI SMA Santo Mikael Sleman.

    6.

  Ibu Siti Hartini, B.A., Koordinator Bimbingan dan Konseling SMA Santo Mikael Sleman yang telah membantu memperlancar penelitian.

  7. Siswa-siswi kelas XI SMA Santo Mikael Sleman Tahun Ajaran 2009/2010, yang bersedia mengisi kuesioner penelitian.

  8. Bapak, Ibu guru beserta segenap karyawan SMA Santo Mikael Sleman atas kesediaanya meluangkan waktu demi berlangsungnya penelitian di sekolah.

  9. Untuk Almarhum YB. Moech Yasir, ayahanda tercinta, yang selama hidupnya senantiasa memacu dan memfasilitasi penulis untuk dapat menyelesaikan studi.

  10. Untuk Almarhum Albertus Puji Widodo, kakanda penulis, yang telah memberi teladan tentang pentingnya tekun untuk menyelesaikan studi.

  11. Ibu Y. Warsiti, ibunda tercinta yang dengan sabar selalu memberikan semangat, dukungan, cinta serta doa kepada penulis.

  12. Kakak-kakak MM. TEW Larasati sekeluarga, Agustinus Agus Suwono SSCC, Florentine Peni Laras sekeluarga, Anastasia Wuri Handayani sekeluarga yang telah memberikan dukungan, perhatian serta doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  13. Keluarga besar Cabean, terutama Biyung, dhe Arni, om Tono, bulik Ning, bulik Laras, atas doa, dukungan dan masukan kepada penulis.

  14. Yohanes de Britto Setya Nugroho yang telah mendukung penulis selama ini terlebih dalam menyelesaikan skripsi.

  15. Keluarga besar Bapak FX. Sudarman (Alm.) beserta Ibu Chr. Sutiwiyarti, atas penerimaan, dukungan dan doa kepada penulis.

    16.

  Teman-teman Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2003, khususnya: mba Surmi sekeluarga, Litha, Bertha, Erna, Bertus, Asep, atas kebersamaan, semangat, bantuannya pada penulis dari masa studi sampai menyelesaikan skripsi ini.

  17. Pembimbing dan seluruh asisten KUMON Griya Indah, juga Pimpinan dan semua asisten PSIBK, atas pengertian dan dukungan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  18. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa disebutkan satu persatu dalam lembaran ini. Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya.

  Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat digunakan sebagaimana mestinya bagi mereka yang memerlukan.

  Yogyakarta, 23 Juni 2010 Penulis

  Ignatia Tutus Atmajanti

   

  

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………. iii HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………….. iv HALAMAN MOTTO …………………………………………………………. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..……………………………………… vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..…………………………… vii

ABSTRAK ………………………………………..…………………………….. viii

ABSTRACT ……………………………………….…………………………… ix KATA PENGANTAR ………………………….……………………………… x

DAFTAR ISI ………………………………….………………………………... xiii

DAFTAR TABEL ………………………….………………………………….. xv

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ………..……………..…………………………………….. 1 B. Rumusan masalah …………………..……………………………………... 5 C. Tujuan penelitian …………………..……………………………………… 5 D. Manfaat hasil penelitian …………..………………………………………. 6 E. Definisi operasional variable ..…..………………………………………… 6 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Sekolah Menengah Atas Santo Mikael Sleman 1. SMA Santo Mikael Sleman …………………………………………… 7 2. Siswa Kelas XI ………………………………………………………… 8 3. Layanan Konseling di SMA Santo Mikael …………………………….. 12 B. Layanan Konseling Pribadi 1. Pengertian Konseling Pribadi ………………………………………….. 12 2. Tujuan Konseling Pribadi ……………………………………………… 14 3. Proses Konseling Pribadi ………………………………………………. 15 4. Aspek-aspek Konseling Pribadi ………………………………………... 17 C. Hal-hal yang Dialami Para Siswa dalam Konseling Pribadi ……………… 20 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian …………………………………………………………….. 32 B. Populasi Penelitian ………………………………………………………… 32 C. Alat Ukur 1. Kuesioner ……………………………………………………………….. 33 2. Reliabilitas dan Validitas a. Validitas Kuesioner ………………………………………………. 33

    b.

  Pemberian Skor ............................................................................... 36 c. Reliabilitas Kuesioner …………………………………………… 36 d. Klasifikasi Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ………………… 37 3. Kategori Manfaat yang Dialami Para Siswa Dalam Konseling ………… 38 D. Pengumpulan Data ………………………………………………………… 38 E. Teknik Analisis Data 1.

  Perhitungan koefisien reliabilitas kuesioner dengan teknik belah dua …………………………………………………………. 39

2. Perhitungan koefisien validitas kuesioner ……………………….. 40 3.

  Mean …………………………………………………………….. 40

  BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……………………………………………………………. 41 1. Gambaran umum keseluruhan manfaat yang dialami para siswa Kelas XI

  dalam konseling pribadi …………………………………….…………

  42 2. Gambaran secara keseluruhan manfaat yang dialami para siswa Kelas XI dalam konseling pribadi …………………………………….…………

  43 B. Pembahasan ………………………………………………………………. 44

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………………………………………………………………. 47 B. Saran ………………………………………………………………………. 47 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 51 LAMPIRAN ……………………………………………………………………. 53

   

  

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

  Tabel 1 : Populasi Siswa-siswi kelas XI SMA St. Mikael Sleman Tahun Ajaran 2009/2010 …………………..………………

  33 Tabel 2 : Kisi-kisi kuesioner manfaat yang dialami para siswa kelas XI dalam konseling pribadi di SMA St. Mikael Sleman tahun ajaran 2009/2010 …………………………………………..............

  35 Tabel 3 : Kualifikasi koefisien korelasi suatu alat ukur .........................

  37 Tabel 4 : Koefisien Reliabilitas dan Validitas Kuesioner ………………

  37 Tabel 5 : Jadwal Pelaksanaan Pengumpulan Data Penelitian …………..

  39 Tabel 6 : Manfaat yang dialami pada siswa kelas XI dalam konseling pribadi SMA Santo Mikael ……………………………………………

  42 Tabel 7 : Manfaat yang dialami pada siswa kelas XI dalam konseling pribadi SMA Santo Mikael secara keseluruhan ……………………….

  43 Tabel 8 : Skor penelitian kelas XI di SMA St. Mikael Sleman tahun ajaran 2009/2010 ………………………………………..

  56 Tabel 9 : Penghitungan koefisien reliabilitas dan validitas dengan teknik belah dua ganjil-genap ……………………….………………..

  58 Tabel 10 : Skor manfaat yang dialami para siswa kelas XI dalam konseling pribadi dan kategori kuat-lemah …………….………………… 62 

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang SMA Santo Mikael Sleman merupakan salah satu sekolah yayasan Katolik yang dikelola oleh suster-suster SND Cabang Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Siswa-siswi SMA Santo Mikael Sleman, berasal dari luar kota seperti Bandung dan Jakarta; bahkan ada yang

  

dari luar daerah, seperti Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT),

maupun Papua. Rentang usia siswa-siswi SMA antara 16-19 tahun. Usia

tersebut termasuk ke dalam kategori remaja akhir yang memiliki tugas-tugas

perkembangan sebagai berikut: mencapai hubungan yang lebih matang dengan

teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai peran sosial, menerima

keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif, mengharapkan dan

mencapai perilaku yang bertanggungjawab, mencapai kemandirian emosional

dari orangtua dan orang dewasa lainnya, mempersiapkan karier,

mempersiapkan perkawinan dan berkeluarga, memperoleh perangkat nilai dan

system etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi

(Hurlock, 1997:10).

  Dalam menjalankan tugas perkembangan sebagai remaja akhir, siswa

di sekolah menengah kerap menghadapi permasalahan-permasalahan, baik

yang berhubungan dengan pergaulan, masalah belajar, kelanjutan studi, atau

bahkan masalah karier. Demikian juga siswa kelas XI SMA Santo Mikael Sleman tentunya juga memiliki permasalahan yang berhubungan dengan hal-

hal tersebut dan membutuhkan bantuan secara profesional dari seorang

pembimbing yang kompeten untuk memberikan layanan konseling.

  Winkel & Sri Hastuti menyatakan bahwa layanan konseling terbagi

menjadi dua yaitu dapat terlaksana melalui wawancara konseling dengan satu

orang klien yang disebut dengan konseling pribadi atau dengan beberapa

orang klien yang disebut dengan konseling kelompok (Winkel & Sri Hastuti,

2004:343). Menurut Sukardi (1988:168-169) layanan konseling pribadi adalah

hubungan timbal balik di antara dua orang individu (konselor dan klien), di

mana konselor berusaha membantu klien untuk mencapai atau mewujudkan

pemahaman tentang diri klien sendiri dalam kaitannya dengan masalah yang

dihadapi klien pada saat ini. Jadi penekanan definisi ini terletak pada usaha

membantu memecahkan masalah individu dengan proses konseling yang

disesuaikan dengan kondisi klien.

  SMA Santo Mikael Sleman memiliki guru pembimbing yang

memberikan layanan konseling untuk membantu siswa mengatasi

permasalahan mereka, sebab siswa yang menuntut ilmu di sekolah itu sering

menghadapi permasalahan yang kompleks. Dari pengalaman peneliti pada

tahun 2007 melaksanakan PPL disana, layanan konseling pribadi lebih banyak

dilakukan oleh guru pembimbing daripada layanan konseling kelompok. Salah

satu contohnya adalah ada seorang siswa yang sulit berkonsentrasi dalam

belajar. Siswa tersebut kemudian datang kepada guru pembimbing untuk

mengungkapkan apa yang sedang dihadapi yaitu sedang mengalami masalah

  

dengan teman sekelasnya yang membuatnya merasa tidak kerasan di kelas, di

lain pihak siswa tersebut dituntut oleh orang tuanya harus bisa masuk

peringkat tiga besar di kelas dan harus masuk jurusan IPA, padahal siswa

tersebut tidak tertarik dengan jurusan tersebut. Pacarnya yang dirasa bisa

mendukungnya ternyata justru meninggalkannya karena menurut pacarnya

siswa tersebut sudah tidak perhatian lagi kepadanya. Dari berbagai hal yang

dialami oleh siswa tersebut membuatnya semakin susah untuk bisa

berkonsentrasi belajar. Contoh lain: ada seorang siswa yang merasa

diintimidasi oleh sekelompok teman/gank yang terdiri dari siswa-siswa berasal

dari luar Jawa. Gank tersebut selalu merasa berkuasa, cenderung berbicara

kasar, keras, spontan. Intimidasi yang dialaminya berupa kekerasan fisik dan

psikhis. Hal tersebut terjadi karena pacarnya juga disukai salah satu anggota

geng tersebut. Dua permasalahan tersebut merupakan contoh dari beberapa

kasus lainnya yang dialami oleh siswa di SMA Santo Mikael Sleman yang

membutuhkan bantuan guru pembimbing untuk melakukan layanan konseling.

  Sekolah merupakan lembaga yang ikut bertanggung jawab terhadap

proses perkembangan peserta didik untuk menjadi pribadi yang baik. Oleh

karena itu, layanan konseling di sekolah merupakan sarana yang dapat

membantu siswa-siswi dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah mereka

yang kompleks itu.

  Di dalam konteks Pendidikan Nasional, keberadaan layanan bimbingan

dan konseling telah memiliki legalitas yang kuat dan menjadi bagian terpadu

dalam Sistem Pendidikan Nasional dengan diakuinya predikat konselor secara

  

eksplisit di dalam Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Pada Bab 1 pasal 1 ayat 4 dinyatakan bahwa “pendidik adalah

tenaga pendidik yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong

belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai

dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan

pendidikan.” (Winkel & Sri Hastuti, 2004:15). Dari pernyataan tersebut

nampak jelas fungsi guru pembimbing yang harus dapat menjadi fasilitator

yang membantu siswa mengatasi permasalahannya melalui proses konseling.

  

Winkel dan Sri Hastuti menambahkan konseling menempati peranan penting

dalam hal membantu manusia agar mampu memenuhi kebutuhan belajar baru

dan memberdayakan manusia untuk memperoleh keseimbangan hidup, belajar

dan bekerja. Selain itu Winkel dan Sri Hastuti (2004:16) juga mengungkapkan

bahwa, pengembangan potensi diri individu sebagai peserta didik secara

optimal merupakan upaya konseling.

  Proses konseling di SMA Santo Mikael Sleman pada dasarnya adalah

proses pemberian layanan konseling pribadi kepada siswa yang mengalami

permasalahan-permasalahan tersebut di atas dengan tujuan demi tercapainya

keseimbangan hidup siswa. Jadi proses konseling pribadi mengandung suatu

dinamika dimana siswa didampingi dan dibantu untuk mencapai

keseimbangan hidup pribadi supaya mereka dapat mengembangkan potensi- potensi dirinya.

  Winkel & Sri Hastuti menyebutkan bahwa terdapat hal-hal yang

dialami para siswa dalam konseling pribadi, yaitu hal-hal untuk mendapatkan

  

informasi, menemukan peneguhan hati, keyakinan jika guru pembimbing

mampu membantunya memperoleh keseimbangan hidup, pengaruh

lingkungan fisik, pengalaman teman dan kepribadian guru pembimbing

(Winkel & Sri Hastuti, 2004:353).

  Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui manfaat dalam hal apa saja

yang dialami siswa dalam konseling pribadi di SMA Santo Mikael Sleman.

  Menurut peneliti manfaat tersebut baik untuk diteliti, mengingat guru

pembimbing di sekolah itu tidak terjadwal untuk masuk ke kelas (baik dari

kelas IX sampai dengan XII). Akan tetapi menurut pengamatan peneliti proses

konseling di sekolah tersebut tetap dapat dilangsungkan. Itu sebabnya skripsi

ini berjudul ”Manfaat yang dialami para siswa kelas XI dalam konseling

pribadi di SMA Santo Mikael Sleman Tahun Ajaran 2009/2010”.

  B. Rumusan Masalah Masalah penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan : Manfaat apa yang dialami siswa dalam konseling pribadi?

  C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat yang dialami para

siswa kelas XI dalam konseling pribadi di SMA Santo Mikael Sleman Tahun

  Ajaran 2009/2010.

D. Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak: 1.

  Bagi Guru Pembimbing: hasil penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat untuk mengembangkan konseling pribadi.

  2. Bagi Para Siswa: hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam pengembangan diri siswa secara optimal.

  3. Bagi Peneliti: hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bekal menjadi guru pembimbing.

  4. Bagi Peneliti Lain: hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber inspirasi atau bahan pembanding apabila ingin

mengembangkan penelitian di sekitar topik yang sama.

E. Devinisi Operasional Variabel

  Manfaat yang dialami para siswa dalam proses konseling pribadi adalah untuk mendapat informasi, menemukan peneguhan hati, keyakinan jika guru pembimbing mampu membantunya memperoleh keseimbangan hidup, hal tersebut dipengaruhi oleh guru pembimbing, teman sebaya dan fasilitas yang tersedia.

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Sekolah Menengah Atas Santo Mikael Sleman 1. Sekolah Menengah Atas Santo Mikael Sleman SMA Santo Mikael Sleman merupakan sekolah yayasan Katolik yang

  berada di bawah naungan Yayasan Santa Maria Cabang Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berpusat di Pekalongan Jawa Tengah. SMA Santo Mikael Sleman beralamat di Dusun Warak (Jalan Pangeran Purboyo), Kelurahan Sumberadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sekolah swasta yang semula SPG ini mulai dibuka menjadi SMA sejak tahun 1984. Siswa-siswi yang ada di SMA Santo Mikael Sleman kebanyakan berasal dari luar kota, seperti Bandung dan Jakarta; bahkan dari luar daerah, seperti: Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT), maupun Papua. Mereka tinggal di asrama dan ada pula yang kost di rumah penduduk setempat.

  SMA Santo Mikael Sleman selalu berupaya mengembangkan pendidikan dengan melakukan pembaharuan-pembaharuan di segala bidang agar pelayanan pendidikan di SMA Santo Mikael Sleman semakin berkualitas dan diminati masyarakat. Untuk menuntun pengembangan pendidikan, SMA Santo Mikael Sleman memiliki visi dan misi yang dijadikan pedoman untuk meningkatkan kualitas pendidikannya, visi dan misi tersebut terdapat dalam buku Panduan Mikael Sleman yaitu ” tangguh dalam kepribadian, unggul dalam kecerdasan, serta mampu berkompetisi berdasar iman”. Sedangkan misi SMA Santo Mikael Sleman sebagai berikut: a.

  Menumbuhkembangkan nilai-nilai budi pekerti luhur.

  b.

  Melaksanakan pembelajaran, bimbingan, pelatihan secara efektif sehingga setiap siswa berkembang secara optimal sesuai potensi yang dimiliki.

  c.

  Meningkatkan daya juang untuk berprestasi sehingga mampu berkompetisi.

  d.

  Menumbuh kembangkan penghayatan nilai-nilai Kristiani.

  e.

  Menghidupkan dan mengembangkan sekolah sebagai komunitas iman yang mencerminkan tata kehidupanbersama yang semakin bersaudara, adil dan bermartabat.

2. Siswa Kelas XI

  Siswa kelas XI merupakan tahun kedua di sekolah, masa pertengahan karena sudah melalui tahun pertama yaitu masa pengenalan sekolah di kelas X, dan belum menghadapi masa ujian karena masa ujian kelulusan akan dihadapi pada tahun ketiga di sekolah menengah yaitu di kelas XII.

  Siswa kelas XI adalah individu yang berada pada usia remaja. Remaja atau adolescence berasal dari bahasa Latin “adolescere” yang berarti tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1997: 206). Piaget menjelaskan bahwa istilah

  

adolescence adalah individu yang sedang tumbuh menjadi dewasa, baik secara lingkungan orang dewasa (Hurlock, 1997: 206). Jadi, remaja adalah individu yang berkembang menuju kedewasaan.

  Pada umumnya usia remaja yang sedang duduk di kelas XI bangku sekolah menengah berkisar antara 16 - 19 tahun yang berarti berada pada tahap remaja akhir. Yang dimaksud dengan remaja akhir menurut Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2005:9) adalah suatu masa dimana remaja sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa dengan rentang usia remaja akhir yaitu usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun. Pandangan ini didukung oleh Piaget (Hurlock 1997:206) yang menyatakan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Dan pada masa tersebut siswa sedang melaksanakan tugas perkembangan pada masa remaja pertengahan.

  Menurut Havighurst (Hurlock, 1997:9), tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika behasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi, kalau gagal, menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya.

  Remaja memiliki tugas perkembangan yang harus diselesaikan. Havighurst (Hurlock, 1997:10), menyebutkan tugas perkembangan yang harus a.

  Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.

  b.

  Mencapai peran sosial pria dan wanita.

  c.

  Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

  d.

  Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab.

  e.

  Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.

  f.

  Mempersiapkan karier ekonomi.

  g.

  Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

  h.

  Memperoleh perangkat nilai dan sIstem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideology.

  Tugas perkembangan remaja tersebut perlu dipahami oleh guru pembimbing supaya guru dapat efektif memberikan layanan konseling pribadi.

  Menurut Erikson (Abin Syamsyuddin Makmun, 2009:118-119) pada masa adolescene, remaja dihadapkan dengan sejumlah pertanyaan sebagai berikut: siapakah sebenarnya aku ini? Akan menjadi apa nanti? Apakah perananku sebagai anggota masyarakat? Apa pekerjaanku?, dan sebagainya. Kalau remaja mampu dibimbing untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan bekal kepercayaan pada lingkungan, kemandirian, inisiatif, kepercayaan atas kemampuan dan kecakapannya; maka ia akan mampu mengintegrasikan seluruh unsur-unsur kepribadiannya. Dengan kata lain, remaja akan menemukan identitas atau jati diri. Sebaliknya, jika remaja tidak mendapat bimbingan ia akan berada

  Selama peneliti PPL di SMA St. Mikael Sleman siswa kelas XI banyak mengeluh tentang kegiatan belajar di sekolahnya sehingga dorongan terhadap pendidikan di sekolah lemah dan cenderung untuk malas belajar dan menganggap remeh tugas-tugas yang diberikan oleh guru di sekolah. Muncul masalah dengan nilai yang kurang bagus karena waktu luangnya banyak digunakan untuk hal-hal lain yang dirasa lebih menyenangkan oleh siswa-siswi tersebut. Dalam bergaul muncul juga permasalahan lain yang berhubungan dengan pergaulan dengan siswa/siswi lain. Dari keluarga menuntut untuk rajin sekolah tetapi siswa-siswi tersebut kurang menghiraukan kehendak orang tua, sehingga muncul masalah lain lagi.

  Menurut Singgih (Singgih, 1990:67-71), antara keinginan yang satu dengan keinginan yang lain sering timbul tantangan, baik dari keinginan untuk berdiri sendiri tetapi kenyataannya belum mampu hidup terlepas dari keluarga. Keadaan perasaan yang tidak berdaya terhadap dorongan dari dalam diri mereka untuk bertindak maupun terhadap kekangan dari luar berupa larangan orangtua dan terbatasnya kesanggupan serta kemampuan finansial. Hal seperti itu seringkali melemahkan dan mematahkan semangat para remaja. Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dengan kumpul-kumpul melakukan kegiatan bersama, mengadakan penjajahan secara berkelompok. Keinginan ini tumbuh sedemikian besar, dan pengaruh teman sebaya menjadi semakin kuat dalam kalangan remaja.

  Masalah-masalah itu semua hanya sebagian contoh dari masalah yang meminta bantuan guru pembimbing untuk membantu menyelesaikannya. Dengan demikian guru pembimbing diharapkan mampu menjadikan siswa-siswi semakin mengenal konseling serta mempunyai kesadaran dan kesediaan untuk menjalani konseling di sekolah.

3. Layanan Konseling di SMA Santo Mikael Sleman

  Di SMA Santo Mikael Sleman, guru pembimbing tidak terjadwal masuk ke dalam kelas untuk memberikan layanan klasikal. Hal tersebut berlaku sejak tahun ajaran 2007/2008. Layanan bimbingan dan konseling difasilitasi sekolah dengan cara: siswa dapat meminta ijin kepada guru piket akan menemui guru pembimbing setelah mendapat surat ijin, siswa memberikan surat ijin kepada guru kelas yang sedang mengajar maka siswa diperbolehkan menghadap guru pembimbing. Jadi siswa-siswi datang sendiri menemui guru pembimbing apabila menemui masalah. Kemudian siswa-siswi tersebut akan menceritakan apa yang sedang dialaminya. Maka proses konseling tersebut terlaksana dengan tatap muka langsung dan berkomunikasi.

B. Layanan Konseling Pribadi 1. Pengertian Konseling Pribadi

  Kata konseling (counselling) berasal dari kata counsel yang diambil dari bahasa latin yaitu caunselium, artinya “bersama” atau “bicara bersama”.

  Pengertian “berbicara bersama-sama” dalam hal ini adalah pembicaraan konselor (cunselor) dengan seorang atau beberapa klien/counselee (Latipun, 2006:4). proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara (proses) konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Carl Rogers bahwa konseling merupakan hubungan dengan klien yang bertujuan untuk melakukan perubahan self (diri) pada pihak klien (Latipun, 2006:5).

  Winkel & Sri Hastuti menyatakan bahwa layanan konseling terbagi menjadi dua yaitu dapat terlaksana melalui wawancara konseling dengan satu orang klien yang disebut dengan konseling pribadi atau dengan beberapa orang klien yang disebut dengan konseling kelompok. Menurut Thantawy (2005:56), konseling pribadi adalah hubungan timbal balik di antara dua individu (face-to-

  

face relationship ), yang seorang karena keahliannya (konselor) dapat membantu

  konseli (yang mempunyai problem). Melalui pertemuan atau hubungan timbal balik itu konselor berupaya menolong konseli untuk memahami dirinya dan problemnya agar konseli dapat mengatasi problem yang sedang dihadapinya. Sedangkan untuk konseling kelompok, Thantawy (2005:60) menjelaskan bahwa konseling kelompok merupakan hubungan interpersonal yang dinamis antara konselor dan konseli dan antar konseli. Interaksi dalam kelompok memungkinkan anggota kelompok untuk belajar menghadapi kenyataan hidup dan meningkatkan pengertian saling percaya, penerimaan nilai-nilai kehidupan dan cita-cita. Kalau dalam konseling individual, konselor hanya berhubungan dengan satu individu, maka dalam konseling kelompok konselor menghadapi kelompok. Skripsi ini membatasi pada hal-hal yang dialami para siswa kelas XI dalam konseling pribadi.

  Di SMA Santo Mikael Sleman, guru pembimbing tidak terjadwal masuk ke dalam kelas untuk memberikan layanan klasikal. Jadi siswa datang sendiri menemui guru pembimbing apabila mempunyai masalah untuk meminta layanan konseling pribadi. Dan menurut informasi dari guru pembimbing di sekolah minat siswa untuk menjalani proses konseling pribadi cukup banyak.

2. Tujuan Konseling Pribadi

  Tujuan dari konseling atau hasil yang yang diperoleh dari proses konseling, pada dasarnya adalah agar orang yang dilayani (konseli atau klien) berhasil mengembangkan sikap dan tingkah laku yang memuaskan bagi dirinya sendiri dan bagi lingkungannya, serta berhasil mengatur kehidupannya secara bertanggung jawab (Winkel & Sri Hastuti, 2004:36).

  Menurut Prayitno & Erman Amti (2004:112), dengan proses konseling pribadi siswa dapat: a.

  Mendapat dukungan untuk memadukan segenap kekuatan dan kemampuan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi.

  b.

  Memperoleh wawasan baru yang lebih segar tentang berbagai alternatif, pandangan dan pemahaman-pemahaman, serta keterampilan-keterampilan baru.

  c.

  Menghadapi katakutan-ketakutan sendiri, mencapai kemampuan untuk mengambil keputusan dan keberanian untuk melaksanakannya, kemampuan untuk mengambil resiko yang mungkin ada dalam proses pencapaian tujuan-tujuan yang dikehendaki.

  Mendengar pernyataan guru pembimbing tentang minat siswa yang mengikuti proses konseling pribadi di sekolah cukup banyak, penelitipun tertarik untuk mengetahui salah satu hal yang diharapkan siswa juga berkaitan dengan tujuan konseling.

3. Proses Konseling Pribadi

  Menurut Winkel dan Sri Hastuti (2004:473) proses konseling pribadi dibagi menjadi lima fase, yaitu: pembukaan, penjelasan masalah, penggalian latar belakang masalah, penyelesaian masalah, dan penutup. Uraian yang lebih rinci tentang lima fase itu adalah sebagai berikut: a.

  Pembukaan Fase ini merupakan dasar bagi pengembangan hubungan antar pribadi (working relationship) yang baik, yang memungkinkan pembicaraan terbuka dan terarah dalam wawancara konseling. Bilamana guru pembimbing dan siswa bertemu untuk pertama kalinya, waktunya akan lebih lama dan isinya akan berbeda dibandingkan dengan pembukaan saat siswa dan guru pembimbing bertemu kembali untuk melanjutkan wawancara yang telah berlangsung sebelumnya.

  b.

  Penjelasan masalah Siswa/siswi mengutarakan sejumlah pikiran dan perasaan yang berkaitan dengan hal yang dibicarakan, sementara guru pembimbing memberikan c.

  Penggalian latar belakang masalah Guru pembimbing mengungkapkan dan menggali masalah siswa secara lebih mendetail dan mendalam, agar guru pembimbing memperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah yang dialami siswa.

  d.

  Penyelesaian masalah Berdasarkan apa yang telah digali, guru pembimbing dan siswa membahas bagaimana persoalan dapat diatasi. Guru pembimbing berusaha supaya siswa merencanakan tindakan konkret untuk dilaksanakan sesudah proses konseling selesai, agar hasil proses konseling terwujud dalam tindakan nyata.

  e.

  Penutup Bilamana siswa sudah merasa mantap mengenai penyelesaian masalah yang telah ditemukan dan diputuskan bersama dengan guru pembimbing, maka proses konseling dapat diakhiri. Apabila proses konseling cukup dalam sekali pertemuan maka guru pembimbing memberikan ringkasan tentang jalannya proses konseling dan menegaskan kembali keputusan yang sudah diambil, atau mempersilakan siswa untuk meringkas dan menegaskan kembali. Kemudian guru pembimbing memberikan semangat kepada siswa supaya bersemangat dan yakin melaksanakan keputusannya. Sedangkan bila proses konseling tidak cukup dalam sekali pertemuan maka, guru pembimbing tetap memberikan ringkasan mengenai hal yang sudah dibicarakan sampai saat sekarang. Kemudian, waktu sebelum bertemu dengan guru pembimbing lagi. Akhirnya, menentukan waktu untuk meneruskan proses konseling.

Dokumen yang terkait

PENERAPAN TEKNIK SKIPPING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA CEPAT SISWA KELAS XI IPA 4 SMA NEGERI 2 NGAWI TAHUN AJARAN 20092010

1 7 21

PENGARUH PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK DISKUSI DALAM MENGURANGI KESULITAN BELAJAR YANG DIALAMI SISWA KELAS XI IPS1 SMA NEGERI 3 PANYABUNGAN TAHUN AJARAN 2014/2015.

0 4 19

MENINGKATKAN HARGA DIRI SISWA MELALUI PENERAPAN KONSELING REALITA DI KELAS XI SMA NEGERI 19 MEDAN KECAMATAN SERUWAI BELAWAN TAHUN AJARAN 2012/2013.

0 1 30

PERBEDAAN VO2 MAX SISWA KELAS XI KELAS OLAHRAGA SMA NEGERI 1 SEYEGAN DENGAN SISWA KELAS XI KELAS OLAHRAGA SMA NEGERI 2 NGAGLIK KABUPATEN SLEMAN TAHUN AJARAN 2015-2016.

0 12 107

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN AJARAN 20092010 (Studi Kasus)

0 0 84

PERILAKU ASERTIF PARA SISWA PUTRA DAN SISWA PUTRI KELAS XI DI SMA SANTO MIKAEL SLEMAN TAHUN AJARAN 20072008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

0 0 89

TINGKAT KETEKUNAN PARA SISWA PUTERA DAN PUTERI DALAM MEMPELAJARI BAHAN PELAJARAN MATEMATIKA PARA SISWA KELAS X SMA PANGUDI LUHUR SEDAYU TAHUN AJARAN 20082009

0 0 64

DESKRIPSI TINGKAT KEGIATAN BELAJAR MANDIRI DALAM MATA PELAJARAN SEJARAH PARA SISWA KELAS X SMA PANCA SETYA SINTANG TAHUN AJARAN 20092010 Skripsi

0 0 75

DESKRIPSI AKTUALISASI DIRI SISWA-SISWA KELAS XI SMK MIKAEL SOLO TAHUN PELAJARAN 20092010 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL

0 1 105

KEBIASAAN BELAJAR PARA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA JETIS YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 20092010

0 0 72