PELAKSANAAN PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN AJARAN 20092010 (Studi Kasus)

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010

(Studi Kasus)

SKRIPSI

Oleh :

GANCAR ADHIWICAKSONO

K1206021

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PELAKSANAAN PEMBELAJARANAPRESIASI DRAMA DI KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010

(Studi Kasus)

Oleh : GANCAR ADHIWICAKSONO

NIM K1206021

Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Drama di Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010” ini telah ini telah disahkan dan disetujui oleh pembimbing I dan pembimbing II pada:

Hari

Tanggal

Surakarta, Juni 2010

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Nugraheni Eko W, M. Hum. Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd. NIP 19700716 200212 2 001 NIP 19540520 198503 1 00

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

Pada hari :

Tanggal : Juli 2010

Tim Penguji Skripsi: Nama Terang

Tanda Tangan

Ketua : Drs. Slamet Mulyono, M. Pd. ___________

Sekretaris : Dra. Raheni Suhita, M. Hum. ____________

Anggota I : Dr. Nugraheni Eko W, M. Hum. ___________

Anggota II : Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd. ____________

Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP 19600727 198702 1 001

ABSTRAK

GANCAR ADHIWICAKSONO.

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI KELAS XI IPA 5 SMA

K1206021.

NEGERI 4 SURAKARTA (Studi Kasus) Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Maret 2010.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, 1) perencanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta; 2) pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta; 3) kendala-kendala yang timbul dalam pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta; 4) upaya mengatasi kendala yang dihadapi dalam pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dalam bentuk naturalistik studi kasus tunggal terpancang tunggal. Subjek penelitian ini adalah siswa XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta yang berjumlah 38 siswa. Sumber data pada penelitian ini adalah: 1) tempat dan peristiwa; 2) informan; dan 3) dokumen. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini terdapat tiga cara, yaitu 1) analisis dokumen; 2) observasi; 3) wawancara. Dalam penelitian ini, validitas data diperoleh melalui 1) triangulasi data; 2) triangulasi meode; 3) dan review informant. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perencanaan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 Negeri Surakarta berdasarkan silabus yang dibuat oleh tim MGMP, prota dan promes yang digunakan, dibuat secara bersama oleh guru bahasa Indonesia yang mengajar pada kelas XI yang dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi sekolah dan kondisi siswa. Silabus, prota dan promes digunakan sebagai patokan atau dasar dalam membuat RPP oleh guru dalam mengajar bahasa Indonesia dan khususnya dalam pembelajaran apresiasi drama. Pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri sudah mengacu pada pembelajaran yang bersifat PAIKEM. Kendala-kendala di dalam pembelajaran apresiasi drama, yaitu: (1) rendahnyanya motivasi dan minat pada beberapa siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, walaupun banyak siswa yang antusias mengikuti pembelajaran drama; (2) alokasi waktu pembelajaran yang banyak tersita oleh kegiatan ujian mid semester, jadwal study tour persiapan ujian untuk kelas XII, ujian akhir nasional, dan ujian praktik; (3) evaluasi dalam pembelajaran, dikarenakan banyaknya kelas yang diampu dalam mengajar oleh guru dan tuntutan bahwa evalusi diharuskan bukan hanya dalam segi kognitfnya saja melainkan dari segi afektif dan psikomotoriknya, jadi dalam pelaksanaan evaluasi guru kesulitan dalam memantau dan menilai tiap-tiap siswa. Upaya-upaya untuk mengatasi kendala tersebut yaitu: (1) guru memberikan motivasi, bimbingan, dan arahan bagi siswa yang mempunyai motivasi dan minat belajar yang rendah untuk mengikuti pembelajaran apresiasi drama. Motivasi yang diberikan berupa penjelasan mengenai tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran dan memberitahu manfaat yang dapat diambil setelah mengikuti pembelajaran. Serta Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, 1) perencanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta; 2) pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta; 3) kendala-kendala yang timbul dalam pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta; 4) upaya mengatasi kendala yang dihadapi dalam pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dalam bentuk naturalistik studi kasus tunggal terpancang tunggal. Subjek penelitian ini adalah siswa XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta yang berjumlah 38 siswa. Sumber data pada penelitian ini adalah: 1) tempat dan peristiwa; 2) informan; dan 3) dokumen. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini terdapat tiga cara, yaitu 1) analisis dokumen; 2) observasi; 3) wawancara. Dalam penelitian ini, validitas data diperoleh melalui 1) triangulasi data; 2) triangulasi meode; 3) dan review informant. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perencanaan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 Negeri Surakarta berdasarkan silabus yang dibuat oleh tim MGMP, prota dan promes yang digunakan, dibuat secara bersama oleh guru bahasa Indonesia yang mengajar pada kelas XI yang dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi sekolah dan kondisi siswa. Silabus, prota dan promes digunakan sebagai patokan atau dasar dalam membuat RPP oleh guru dalam mengajar bahasa Indonesia dan khususnya dalam pembelajaran apresiasi drama. Pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri sudah mengacu pada pembelajaran yang bersifat PAIKEM. Kendala-kendala di dalam pembelajaran apresiasi drama, yaitu: (1) rendahnyanya motivasi dan minat pada beberapa siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, walaupun banyak siswa yang antusias mengikuti pembelajaran drama; (2) alokasi waktu pembelajaran yang banyak tersita oleh kegiatan ujian mid semester, jadwal study tour persiapan ujian untuk kelas XII, ujian akhir nasional, dan ujian praktik; (3) evaluasi dalam pembelajaran, dikarenakan banyaknya kelas yang diampu dalam mengajar oleh guru dan tuntutan bahwa evalusi diharuskan bukan hanya dalam segi kognitfnya saja melainkan dari segi afektif dan psikomotoriknya, jadi dalam pelaksanaan evaluasi guru kesulitan dalam memantau dan menilai tiap-tiap siswa. Upaya-upaya untuk mengatasi kendala tersebut yaitu: (1) guru memberikan motivasi, bimbingan, dan arahan bagi siswa yang mempunyai motivasi dan minat belajar yang rendah untuk mengikuti pembelajaran apresiasi drama. Motivasi yang diberikan berupa penjelasan mengenai tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran dan memberitahu manfaat yang dapat diambil setelah mengikuti pembelajaran. Serta

MOTTO

”Setiap masalah atau cobaan yang kita alami pasti akan ada jalan keluar untuk mengatasi dan pasti ada hikmah yang akan didapat buat diri sendiri maupun orang

lain” (Penulis)

”Mimpi, impian, dan harapan merupakan awal untuk mencapai apa yang akan dituju, jangan takut untuk bermimpi dan banyak-banyalah mempunyai impian”

(Penulis)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini sebagai wujud syukur, sayang, cinta, dan terima kasihku teruntuk:

1. Bapak dan Ibu tercinta yang tak pernah lelah untuk terus menyalakan pelita kasih sayang dan perhatian yang tulus dalam setiap pijakan langkah-langkahku

2. Kakakku Agung Mahardika Prabandani dan Adikku Danang Pangesti Wibowo tersayang.

3. Almamater.

4. Semua pihak yang telah membantu selesainya penulisan ini.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat diatasi. Untuk itu, atas segala bentuk bantuannya penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin penyusunan skripsi;

2. Drs. Suparno, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP UNS yang telah memberikan izin penyusunan skripsi;

3. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa, dan Sastra Indonesia yang telah memberikan izin penyusunan skripsi kepada penulis;

4. Dr. Nugraheni Eko W, M. Hum., selaku Pembimbing I yang telah membimbing penulis selama ini dengan penuh perhatian dan kesabaran dan Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd., selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis;

5. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd., selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan studi;

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan sebagian ilmunya kepada penulis dengan tulus ikhlas selama ini;

7. Drs. Sari Gunanto, selaku Guru Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta yang telah meluangkan sebagian waktunya untuk membantu penulis dalam melakukan penelitian;

8. Seluruh siswa kelas Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta, yang telah menunjukkan sikap kerjasamanya selama proses penelitian;

9. Rekan-rekan Bastind ’06 yang telah banyak menorehkan kenangan manis yang tak terlupakan;

10. Pak Umar beserta keluarganya, yang telah banyak memberikan bantuan dan

perhatiannya yang teramat sangat banyak;

11. Keluarga besarku, yang telah memberikan dukungan dan semangat.

12. Sahabat-sahabatku Widya, Agung, Fauzi, dan Ega yang telah banyak memberikan semangat dan makna sebuah persahabatan;

13. Penghuni E9 yang berjuang bersama di tanah perantauan untuk hari esok yang

lebih cerah dan masa depan yang lebih baik, Pulung, Deni, Husin, Ardi Yan, Candra, dan penghuni gelap,;

14. Berbagai pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu.

Semoga kebaikan-kebaikan semua pihak mendapatkan imbalan dari Allah SWT, Amien.

Surakarta, Juni 2010

Penulis

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Waktu dan Kegiatan Penelitian ……………………………………. 50

58

2. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran ………………………………....

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

49

1. Alur Kerangka Berpikir ............................................................

55

2. Teknik Analisis Data ................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran adalah pemerolehan pengetahuan tentang satu hal atau keterampilan melalui pengalaman. Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang dicapai melalui orang tersebut dan diperoleh bukan secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara alamiah (Gagne dalam Sudjana, 2000: 97). Materi pelajaran yang diberikan pada anak didik pun berbagai macam mata pelajaran. Salah satunya adalah bahasa Indonesia.

Isi dari materi pembelajaran bahasa Indonesia berupa kebahasaan dan kesusastraan. Pembelajaran sastra pada umumnya masih menyatu atau bagian dari pelajaran bahasa Indonesia. Keadaan tersebut dapat terlihat di semua jenjang pendidikan atau sekolah. Salah satu alasan menempatkan pembelajaran sastra Indonesia sebagai bagian dari pelajaran bahasa Indonesia ialah sastra Indonesia tidak bisa lepas dengan bahasa Indonesia. Dalam kaitannya dengan kepentingan pembelajaran bahasa Indonesia, pembelajaran sastra Indonesia sangat membantu pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena itu, dalam penyajian pada pendidikan formal, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia tidak dapat dipisahkan.

Berbagai jenis karya sastra, seperti puisi, cerita pendek, novel, drama, dan masih banyak lagi yang lainnya, telah diperkenalkan kepada siswa sejak mereka duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Dengan belajar sastra, siswa dapat belajar membaca, menulis, berbicara, dan menyimak. Jadi, dapat disimpulkan, siswa dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya dengan baik. Jenis sastra yang dipelajari bisa berupa apa saja.

Pembelajaran sastra yang dilakukan di sekolah harus mempunyai tujuan. Tujuan dari pembelajaran tersebut adalah siswa mampu mengapresiasi sebuah karya sasrta. Kemampuan mengapresiasi sastra diharapkan dapat mendorong siswa untuk berani menuangkan pengalaman, gagasan, dan perasaan dalam bentuk Pembelajaran sastra yang dilakukan di sekolah harus mempunyai tujuan. Tujuan dari pembelajaran tersebut adalah siswa mampu mengapresiasi sebuah karya sasrta. Kemampuan mengapresiasi sastra diharapkan dapat mendorong siswa untuk berani menuangkan pengalaman, gagasan, dan perasaan dalam bentuk

Hasan Alwi (dalam Sarumpaet, 2002: 16) menyatakan minat dan apresiasi pembaca hendaknya mulai dibangkitkan dan ditumbuhkan sejak dini, yaitu ketika pembaca masih berusia sekolah. Mutu dan tingkat pemahaman apresiasi sastra yang telah dilalui oleh siswa di sekolah akan menjadi modal bagi perkembangan lebih lanjut pada saat mereka nanti terjun sebagai anggota masyarakat.

Sastra sangat penting diajarkan kepada siswa dalam perkembangan pola pikir. Seperti dijelaskan oleh Yuni Pratiwi (2005: 132) bahwa karya sastra yang bernilai tinggi mengandung pesan-pesan moral yang tinggi. Sastra yang mengandung pesan moral yang tinggi dapat menjadi medium untuk menggerakkan dan mengangkat manusia pada harkat yang tinggi. Karya sastra tersebut dapat berupa prosa, puisi, dan drama. Pembelajaran sastra ditekankan pada bagaimana mengapresiasikan karya, bukan pada menghafal karya sastra. Kenyataan yang ada di lapangan tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan karena pengajaran apresiasi sastra masih dinilai masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan dan masih rendahnya kualitas pembelajaran.

Kondisi pembelajaran sastra di lembaga pendidikan formal sejauh ini dapat dikatakan masih mengecewakan. Darmojo (2007: 1) mengungkapkan: (1) pada dasarnya pembelajaran sastra berpengaruh pada minat murid terhadap sastra, namun tidak terdapat hubungan antara teori yang diajarkan dan kemampuan apreasi sastra; (2) pengajar tidak memiliki waktu serta tidak tahu bagaimana caranya mengikuti perkembangan sastra di luar wacana; dan (3) murid tidak Kondisi pembelajaran sastra di lembaga pendidikan formal sejauh ini dapat dikatakan masih mengecewakan. Darmojo (2007: 1) mengungkapkan: (1) pada dasarnya pembelajaran sastra berpengaruh pada minat murid terhadap sastra, namun tidak terdapat hubungan antara teori yang diajarkan dan kemampuan apreasi sastra; (2) pengajar tidak memiliki waktu serta tidak tahu bagaimana caranya mengikuti perkembangan sastra di luar wacana; dan (3) murid tidak

Pembelajaran apresiasi drama merupakan salah satu bagian dari pengajaran apresiasi sastra yang tidak terlalu diminati oleh siswa dan banyak menemui kesulitan. Yus Rusyana (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 1) menarik kesimpulan bahwa minat sastra dalam membaca karya sastra yang terbanyak adalah prosa, menyusul puisi, baru kemudian drama. Perbandingannya adalah 6 :

3 : 1. Hal ini disebabkan karena menghayati naskah drama yang berupa dialog itu cukup sulit dan harus tekun. Penghayatan naskah drama lebih sulit daripada penghayatan naskah drama.

Pembelajaran apresiasi drama selama ini masih dapat dikatakan belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Rendahnya kualitas pembelajaran tentunya disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penyajian yang tidak mengenai sasaran, saran belajar yang kurang menunjang dalam proses pembelajaran, atau guru yang kurang menguasai materi sastra. Keadaan tersebut sangat disesalkan jika terus berlanjut mengingat bahwa karya sastra dan proses pembelajarannya dapat meningkatkan pendidikan moral seseorang.

Pembelajaran drama sangat penting bagi siswa karena dapat membentuk manusia yang memiliki pengetahuan luas sekaligus memiliki moral dan kepribadian yang baik. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, pembelajaran drama belum sesuai dengan harapan. Pembelajaran drama masih menekankan pengetahuan belum menekankan pada aspek apresiasi. Herman J. Waluyo (2006: 165) menyatakan bahwa pembelajaran drama sebagai penunjang pemahaman bahasa berarti untuk melatih keterampilan membaca (teks drama) dan menyimak atau mendengarkan (dialog dalam drama, mendengarkan drama radio, televisi, dan sebagainya). Sementara sebagai penunjang latihan penggunaan bahasa dengan maksud yaitu melatih keterampilan menulis (teks drama, resensi drama, dan sebagainya) dan wicara (dialog-dialog dalam pementasan drama).

Pembelajaran apresiasi harus benar-benar sampai kepada tahap apresiasi, pembelajaran apresiasi drama hendaknya memperhatikan konsep-konsep sebagai berikut, yaitu; (1) pembelajaran apresiasi drama diupayakan tidak hanya Pembelajaran apresiasi harus benar-benar sampai kepada tahap apresiasi, pembelajaran apresiasi drama hendaknya memperhatikan konsep-konsep sebagai berikut, yaitu; (1) pembelajaran apresiasi drama diupayakan tidak hanya

Menurut Imam Syafe’i (dalam Marmi, 2006: 1) tujuan pembelajaran drama adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi drama. Ini berarti bahwa setelah selesai mengikuti kegiatan belajar mengajar drama diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengapresiasi drama, yaitu mampu mengenal, menghayati, dan menghargai drama sebagai karya sastra secara kreatif. Selain itu, diharapkan pula mereka mampu mengomunikasikan hasil kegiatan mengapresiasi bentuk sastra itu kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulis. Kemampuan mengapresiasi drama secara kreatif itu diharapkan pula dapat mendorong siswa untuk berani menuangkan pengalaman, gagasan, dan perasaannya dalam bentuk drama.

Keberhasilam pembelajaran apresiasi drama ini, dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu; kurikulum, guru, siswa, sarana, dan kondisi lingkungan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi ketidakberhasilan pembelajaran apresiasi drama adalah minimnya buku-buku tentang drama yang tersedia di perpustakaan, alokasi waktu pembelajaran yang masih kurang pada materi apresiasi drama, dan kurang minatnya siswa terhadap materi bahasa Indonesia, khususnya pada pembelajaran drama. Membangkitkan minat siswa dalam kegiatan apresiasi sastra bukan merupakan hal yang mudah dilakukan.

Keadaan seperti di atas dapat menyebabkan siswa kurang dapat mengenal berbagai bentuk drama hasil karya sastrawan. Dengan demikian, siswa tidak akan dapat memahami dan menghayati drama apalagi mengapresiasikan drama sebagai salah satu bentuk karya seni yang penuh makna dan keindahan. Padahal pembelajaran drama ternyata mempunyai dampak yang begitu besar bagi keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Faktor yang cukup penting dan dominan terhadap keberhasilan pembelajaran drama di kelas adalah guru. Salah satu hal yang harus dilakukan oleh guru adalah memahami kurikulum yang berlaku, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penguasaan guru terhadap kurikulum akan mempengaruhi tingkat keberhasilan pembelajaran drama di kelas. Seorang guru dituntut mampu membuat perencanaan pembelajaran dengan baik, memilih materi pelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar, memilih metode yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, menggunakan media pembelajaran dengan tepat yang disesuaikan dengan karakteristik tingkat kemampuan siswa. Jika pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran, mengetahui cara untuk mengatasi kendala yang ada, dan pelaksanaan evaluasi yang tepat, maka pembelajaran berlangsung dengan baik.

Guru kerap menghadapi kesulitan dalam menentukan strategi yang tepat untuk meningkatkan keberhasilan pengajaran apresiasi sastra. Pengajaran apresiasi drama sebagai salah satu contoh pengajaran apresiasi sastra yang harus mendapatkan perhatian serius karena dalam drama banyak nilai penting yang dapat memperkaya khasanah budi pekerti manusia. Akan tetapi, terkadang dalam pembelajaran apresiasi drama di sekolah hanya sebatas pembelajaran yang menyangkut aspek kognitif tentang drama saja sehingga siswa hanya sebatas tahu tentang drama tanpa mereka bisa merasa bahwa ada sesuatu yang menarik dalam drama.

Pembelajaran apresiasi drama mementingkan aspek apresiasi yang lebih besar dibandingkan dengan aspek kognitif siswa tentang drama. Dalam apresiasi, siswa tidak hanya tahu tentang drama, tetapi ia (siswa) mempunyai minat dan mampu merespon bahkan menaruh penghargaan terhadap drama. Pengajaran apresiasi drama meliputi apresiasi terhadap naskah dan terhadap pementasan. Namun, hal yang memungkinkan dapat diajarkan di kelas adalah apresiasi naskah drama, berdasarkan dari hal itu kemudian siswa mampu mengapresiasi naskah yang ia (siswa) baca atau yang mereka buat untuk kemudian mereka gubah dalam bentuk pementasan atau latih akting.

Dalam setiap pelakasanaan pembelajaran di kelas pasti terdapat problematika yang menjadikan pembelajaran tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kendala atau hambatan berasal dari faktor intern maupun ekstern. Seperti di jelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa faktor intern berasal dari diri guru dalam mengajar dan siswa pada saat mengikuti pembelajaran. Pada faktor ekstern berasal dari sarana dan prasarana yang ada dalam menunjang pelakasanaan pembelajaran. Begitu pula dalam pembelajaran apresiasi drama.

Berdasarkan kondisi pembelajaran drama sebagaimana telah dipaparkan di atas maka peneliti tertarik untuk mencoba meneliti bagaimanakah gambaran atau apa yang terjadi pada pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Dengan penelitian yang bersifat studi kasus, peneliti ingin mengetahui bagaimana proses kegiatan pembelajaran drama yang dimulai dari tahap persiapan sebelum pelakasanaan pembelajaran, tahap pelakasanaan pembelajarana, dan kendala atau hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan juga upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di SMA Negeri 4 Surakarta, secara lebih terperinci dijabarkan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perencanaan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?

3. Kendala apa saja yang dihadapi oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?

4. Upaya apa saja yang ditempuh oleh guru untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan perencanaan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?

2. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?

3. Mendeskripsikan kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?

4. Mendeskripsikan upaya mengatasi kendala yang dihadapi dalam pembelajaran drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis Hasil dari penilitian yang hendak dilakukan diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan khususnya dalam hal pembelajaran drama di SMA.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti Sebagai pengembangan secara lengkap potensi dan kreativitas dalam diri peneliti terkait dengan aspek pembelajaran drama dan sekaligus dapat menjadi bahan perbandingan dalam kenyataan di lapangan.

b. Bagi Guru Memberikan gambaran mengenai pembelajaran apresiasi sastra, pada drama khususnya sehingga dapat menjadi alternatif pemecahan masalah dan memunculkan kreativitas serta inovasi dalam pelaksanaan pembelajaran.

c. Bagi Sekolah Memberi masukan dan pertimbangan demi upaya meningkatan mutu pembelajaran apresiasi sastra, khususnya pada drama.

d. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi peneliti lain lebih lanjut sehingga bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan pembelajaran apresiasi sastra, pada drama khususnya.

BAB II KAJIAN TEORETIS, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teoretis

1. Hakikat Drama

a. Pengertian Drama

Kata drama berasal dari bahasa Greek, dalam hal ini berasal dari kata kerja dran yang berarti “berbuat, to act atau to do”. Namun, ada juga pendapat istilah drama berasal dari termologi Yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak atau beraksi. Herman J. Waluyo (2002: 1), mengungkapkan bahwa drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Drama adalah potret kehidupan manusia, potret duka, pahit manis, hitam putih kehidupan manusia. Drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialog atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada (Melani Budianta, 2002: 95).

Atar Semi (2000: 156) mengemukakan bahwa drama cerita atau tiruan perilaku manusia yang dipentaskan. Di mana kita dapat melakukan tiruan dengan mudah tentang sesuatu hal dalam kehidupan sehari-hari dan sesuai dengan cerita, hal tersebut akan menimbulkan kesan atau reaksi dari penonton. Drama adalah salah satu jenis karya yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan, sedangkan

Panuti Sudjiman (2000: 22) berpendapat bahwa drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog, dan lazimnya dirancang untuk pementasan panggung. Drama merupakan salah satu bentuk karya sastra yang memiliki ciri tersendiri yang membedakan dengan karya sastra yang lain. yaitu dalam naskahnya didominasi dengan dialog-dialog antar pemeran atau tokoh. Drama adalah sebuah karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dengan maksud untuk Panuti Sudjiman (2000: 22) berpendapat bahwa drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog, dan lazimnya dirancang untuk pementasan panggung. Drama merupakan salah satu bentuk karya sastra yang memiliki ciri tersendiri yang membedakan dengan karya sastra yang lain. yaitu dalam naskahnya didominasi dengan dialog-dialog antar pemeran atau tokoh. Drama adalah sebuah karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dengan maksud untuk

1) Babak

: bagian dari suatu lakon drama

2) Adegan : bagian dari suatu babak

3) Prolog : kata pendahuluan sebagai pengantar suatu lakon

4) Monolog : percakapan seorang pelaku dengan dirinya

5) Dialog : percakapan antar pelaku dalam pementasan

6) Epilog : kata penutup yang mengakhiri suatu lakon

7) Mimik : ekspresi (gerak-gerik) air muka pelaku untuk memberikan gambaran emosi

8) Pantomim : ekspresi anggota tubuh untuk menggambarkan emosi

pelaku. Selain didominasi oleh cakapan langsung (dialog antartokoh), lazimnya sebuah karya drama juga memperlihatkan adanya semcam petunjuk pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan oleh pelaku atau tokoh (Melani Budianta, 2002: 97). Penjelasan menegenai drama, maka istilah drama akan berhadapan dengan dua kemungkinan yaitu drama naskah dan drama pentas (Herman J. Waluyo, 2006: 2).

1) Drama Naskah

Drama naskah merupakan dasar dari telaah drama. Drama naskah dapat dijadikan bahan studi sastra, dapat dipentaskan, dan dapat dipagelarkan dalam media audio, berupa sandiwara radio atau kaset. Drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah satu jenis karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan dipentaskan. Drama naskah merupakan salah satu genre sastra yang dijajarkan dengan puisi dan prosa.

Sebagai karya sastra, bahasa drama adalah bahasa sastra karena itu bersifat konotatatif juga dimiliki. Pemakaian lambang kiasan, irama, pemilihan kata yang khas, dan sebagai berprinsip sama dengan karya sastra yang lainnya. Dalam pementasan drama banyak menggunakan dialog-dialog, maka bahasa drama tidak selalau puitis dan lebih cair Sebagai karya sastra, bahasa drama adalah bahasa sastra karena itu bersifat konotatatif juga dimiliki. Pemakaian lambang kiasan, irama, pemilihan kata yang khas, dan sebagai berprinsip sama dengan karya sastra yang lainnya. Dalam pementasan drama banyak menggunakan dialog-dialog, maka bahasa drama tidak selalau puitis dan lebih cair

Hasanudin WS (2009: 71) menyebutkan bahwa sebagai genre sastra, secara umum dapatdikatakan drama mendekati atau bahkan dapat diidentifikasi dengan fiksi. Pada umumnya rumusan tentang keidentikan ini diperoleh dari penelusuran tantang bagaimana unsur cerita atau peristiwa yang dihadirkan oleh pengarang. Naskah drama yang ditulis dimungkinkan bersifat komunikatif dan bahasanya adalah bahasa yang hidup dalam masyarakat, bahasa speech-act. Nilai literel memang tidak boleh ditinggalkan, tatapi sifat komunikatif harus diperhatikan.

2) Drama Pentas atau Teater

Karya drama adalah karya pentas, maksudnya bahwa drama sebagai karya sastra akan memiliki arti atau nilai setelah melewati tahap pementasan. Dengan pementasan maka drama sebagai karya seni eksistensinya menjadi sempurna. Dengan dipentaskan, dialog yang ada akan menjadi hidup. Dialog harus diperankan dengan didukung oleh olah vokal yang prima, jelas, fasih, intonasi dan penjedaan yang tepat serta didukung dengan acting yang ekspresif. Pementasan drama merupakan visualisasi dan konkretisasi cerita sehingga keindahan drama dapat dinikmati dengan segenap perasaan dan pancaindera. Dengan pementasan drama dapat dapat dilatih kan kemampuan praktik kemampuan berbahasa siswa. Drama pentas adalah jenis kesenian mandiri, yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis (dekor, panggung), seni kostum, tata rias, dan sebagainya ( Heman J. Waluyo, 2006: 2)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa drama adalah bentuk sastra yang dapat merangsang gairah dan mengasyikkan para pemain dan penonton sehingga sangat digemari oleh masyarakat dan drama merupakan sebuah bentuk tontonan yang mengandung cerita yang dipertunjukkan dalam orang banyak. Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa drama adalah bentuk sastra yang dapat merangsang gairah dan mengasyikkan para pemain dan penonton sehingga sangat digemari oleh masyarakat dan drama merupakan sebuah bentuk tontonan yang mengandung cerita yang dipertunjukkan dalam orang banyak. Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang

b. Struktur Naskah Drama

Dalam memerankan drama dengan baik, setiap pemeran harus memahami naskah drama. Untuk mampu memahami naskah drama dibutuhkan pemahaman dan analisis struktural naskah drama yang unsur-unsurnya saling terkait dan terjalin membentuk satu kesatuan. Herman J. Waluyo (2002: 136) menyatakan bahwa cerita rekaan adalah wacana yang dibangun oleh beberapa unsur yang membentuk satu kesatuan, kebulatan dan regulasi diri atau membangun struktur. Unsur-unsur tersebut bersifat fungsional, maksudnya dicipta oleh pengarang untuk mendukung maksud secara keseluruhan, dan maknanya ditentukan oleh keseluruhan cerita. Lebih lanjut Herman J. Waluyo (2006: 8-29) menjelaskan bahwa unsur-unsur penting yang membentuk sebuah struktur naskah drama, yaitu: (1) penokohan, (2) alur (plot), (3) latar (setting), (4) tema, (5) amanat, dan (6) cakapan (dialog dan monolog)

1) Penokohan

Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Burhan Nurgiyantoro, 2000: 165). Antara tokoh dan perwatakannya memang merupakan suatu kepaduan yang utuh. Berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita, terdapat tokoh protagonis, antagonis, dan tritagonis. Berdasarkan peranannya dalam lakon dan fungsinya, terdapat tokoh sentral, tokoh utama, dan tokoh pembantu. Menurut Bakdi Soemanto (dalam Suranto, 2006: 3) tokoh (penokohan) adalah unsur yang penting di dalam sebuah karya drama karena di samping menjadi materi utama untuk menciptakan plot, tokoh juga merupakan sumber action dan percakapan.

Panuti Sudjiman (2000: 79) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau kejadian di dalam sebuah cerita. Penokohan adalah masalah bagaimana watak tokoh- tokoh tersebut di dalam suatu karya sastra. Ada pebedaan makna antara tokoh dan penokohan. Tokoh berarti individu yang mengalami peristiwa, sedangkan Panuti Sudjiman (2000: 79) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau kejadian di dalam sebuah cerita. Penokohan adalah masalah bagaimana watak tokoh- tokoh tersebut di dalam suatu karya sastra. Ada pebedaan makna antara tokoh dan penokohan. Tokoh berarti individu yang mengalami peristiwa, sedangkan

Menurut Atar Semi (2000: 39-40) ada dua macam teknik memperkenalkan tokoh dan perwatakan dalam karya fiksi, yaitu: (a) secara analitik, adalah pengenalan watak tokoh dengan cara pengarang memaparkan watak atau karakter tokoh secara langsung. Pengarang secara langsung menyebutkan tokoh tertentu berwatak keras hati, penyanyang, lembut atau romantis. (b) Secara dramatik, yaitu penggambaran watak tokoh dengan tidak dipaparkan secara langsung, tetapi melalui pilihan nama tokoh, penggambaran fisik atau postur tubuh, cara berpakaian, melalui dialoga antar tokoh, dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan atau perwatakan adalah suatu teknik bagaimana menampilkan tokoh-tokoh dan bagaimana mengembangkan dan membangun watak tokoh-tokoh tersebut di dalam sebuah cerita rekaan (termasuk drama).

2) Alur atau Plot

Herman J. Waluyo (2006: 8) menjelaskan bahwa alur atau plot merupakan jalinan cerita atau kerangka cerita dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan (protagonis dan antagonis) dan merupakan hubungan sebab akibat. Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tipe kejadian itu dihubungkan sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan peristiwa lain (Burhan Nurgiyantoro, 2000: 113). Panuti Sudjiman (2000: 4) mengatakan bahwa plot atau alur adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa alur atau plot adalah kontruksi, bagan, skema, atau pola rentetan peristiwa yang terjadi dari awal sampai akhir untuk mencapai efek tertentu, yang pautannya diwujudkan oleh hubungan waktu dan hubungan sebab akibat yang direka dan dijalin dengan seksama dari konflik antar tokoh-tokoh yang berlawanan sehingga menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan merupakan jalan utuh cerita yang menyebabkan pembaca atau penonton tegang dan ingin tahu.

Dalam karya sastra terdapat beberapa macam alur yang dapat dilihat setelah kita menikmatinya. Sudiro Satoto (2001: 53-54) mengemukakan bahwa ada beberapa jenis alur, yaitu: (1) alur menanjak (rising plot), (2) alur menurun (falling plot), (3) alur maju (progressive plot), (4) alur mundur (regressive plot), (5) alur lurus (straigt plot), (6) alur patah (break plot), (7) alur sirkule (circular plot), (8) alur linear (linear plot), (9) alur episodik (episodic plot).

3) Latar atau Setting

Panuti Sudjiman (2000: 48) menyatakan bahwa setting atau latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam suatu karya sastra. Setting atau tempat kejadian cerita sering pula disebut latar cerita. Setting biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu tempat, ruang, dan waktu. Menurut Sudiro Satoto (dalam Suranto, 2006: 45) istilah setting atau latar dalam arti yang lengkap meliputi aspek ruang dan waktu terjadinya peristiwa. Latar mencakup aspek penting, yaitu: (1) aspek ruang; (2) aspek waktu; dan (3) aspek suasana.

Lebih rinci, Herman J. Waluyo (2002: 197) menjelaskan bahwa setting atau latar berkaitan dengan waktu dan tempat pencritaan. Waktu dapat berarti siang atau malam, tanggal, bulan, dan tahun. Dapat pula berarti lama berlangsungnya cerita. Aspek tempat dalam nashkah drama, kadang meliputi tempat yang luas atau kecil, seperti sebuah ruangan, taman, kota, daerah negara, dunia, atau bahkan mengambil latar di khayangan atau sebuah negeri antah berantah yang tidak pernah ada di dunia.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar atau setting adalah sebuah media cerita untuk melukiskan berlangsungnya sebuah peristiwa atau kejadian, baik menyangkut ruang, tempat, ataupun waktu.

4) Cakapan atau Dialog

Cakapan merupakan hal yang penting dan mendominasi dalam sebuah drama, sehingga menjadi ciri khas dan membedakan drama dengan genre sastra lainnya. Kata cakapan dengan maksud adalah berbicara atau omongan. Sudiro Satoto (2001: 63) menyatakan ada bermacam-macam cakapan atau Cakapan merupakan hal yang penting dan mendominasi dalam sebuah drama, sehingga menjadi ciri khas dan membedakan drama dengan genre sastra lainnya. Kata cakapan dengan maksud adalah berbicara atau omongan. Sudiro Satoto (2001: 63) menyatakan ada bermacam-macam cakapan atau

Ciri khas suatu drama adalah naskahnya yang berbentuk percakapan atau dialog. Ragam bahasa dalam dialog adalah bahasa lisan yang komunikatif dan mencerminkan percakapan sehari-hari. Di samping dalam hal ragam, masalah diksi juga harus diperhatikan. Dialog harus bersifat estetis dari segi bahasa. Terkadang juga dituntut agar bersifat filosofis atau puitis. Dialog juga harus hidup, artinya mewakili tokoh yang dibawakan.

5) Tema

Herman J. Waluyo (2006: 24) menyatakan bahwa tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema berhubungan dengan sudut pandang atau point of view. Sudut pandang sering dihubungkan dengan peran pengarang dalam cerita. Sudiro Satoto (2001: 34) menjelaskan bahwa tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama di dalam karya sastra, baik terungkap secara tersurat maupun tersirat. Tema dalam drama memiliki kedudukan yang sangat penting, karena tema menjadi dasar pengarang untuk menciptakan sebuah karya sastra. Pada saat menulis sebuah drama, seseorang tentu telah memiliki ide, gagasan, atau persoalan tertentu yang akan disampaikan kepada pembaca atau penonton.

Berdasar dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan tema adalah ide, gagasan, atau persoalan tertentu yang dijadikan dasar cerita dan ditentukan oleh pengarang. Tema di dalam suatu karya sastra dapat diungkapkan oleh pengarang secara langsung maupun tidak langsung, eksplisit maupun implisit.

6) Amanat

Amanat biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran yang hendak disampaikan kepada pembaca atau Amanat biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran yang hendak disampaikan kepada pembaca atau

Dari beberapa penjelasan di atas mengenai amanat, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan amanat adalah sesuatu yang menjadi pendirian, sikap, atau pendapat pengarang mengenai inti persoalan yang merupakan pesan moral yang ingin disampaikan pengarang kepada publik.

c. Jenis-Jenis Drama

Pembagian jenis drama berdasarkan pada jenis sterotip manusia dan tanggapan manusisa terhadap hidup dan kehidupan (Herman J. Waluyo, 2006: 39). Drama dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu: (1) tragedi (duka cita), (2) melodrama, (3) komedi (drama ria), dan dagelan.

1) Tragedi

Tragedi atau drama duka adalah drama yang melukiskan kisah sedih yang besar dan agung. Tokoh-tokohnya terlibat dalam bencana yang besar. Dengan kisah tentang bencana ini, pengarang naskah mengharapkan agar penonton memandang kehidupan secara optimis. Kenyataan hidup yang dilukiskan berwana romantis atau idealis, sebab itu lakon yang dilukiskan sering kali mengungkapkan kekecewaan hidup karena mengharapkan sesuatu yang sempurna atau yang paling baik di dunia ini.

2) Melodrama

Melodrama adalah lakon yang sentimentil, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan. Tokoh dalam melodrama adalah tokoh yang tidak ternama (bukan tokoh agung seperti tragedi). Dalam kehidupan sehari-hari, sebutan melodramatik kepada seeorang seringkali merendahkan Melodrama adalah lakon yang sentimentil, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan. Tokoh dalam melodrama adalah tokoh yang tidak ternama (bukan tokoh agung seperti tragedi). Dalam kehidupan sehari-hari, sebutan melodramatik kepada seeorang seringkali merendahkan

3) Komedi

Drama ringan yang sifatnya menghibur dan di dalamnya terdapat dialog kocak dan bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan kebahagian yaitu disebut drama komedi. Lelucon bukan tujuan utama dalam komedi, tetapi hanya untuk menimbulkan kelucuan atau tawa riang. Nilai dramatik dari komedi masih tetap dipelihara. Hal ini berbeda dengan dagelan (farce) yang mudah mengorbankan nilai dramatik dari lakon demi kepentingan mencari kelucuan. Drama komedi ditampilkan tokoh yang tolol, konyol, atau tokoh bijaksana tetapi lucu.

4) Dagelan

Dagelan (farce) disebut juga banyolan. Seringkali jenis drama ini disebut dengan komedi murahan atau komedi picisan. Seering pula disebut tontonan konyol atau tontonan murahan. Dagelan adalah drama kocak dan ringan, alurnya tersusun berdasarkan arus situasi dan tidak berdasarkan arus situasi, tidak berdasarkan perkembangan struktur dramatik dan perkembang cerita sang tokoh. Isi cerita dagelan ini biasanya kasar, lentur, dan vulgar. Jika melodrama berhubungan dengan tragedi, dagelan berhubungan dengan dengan komedi.

2. Hakikat Pembelajaran Apresiasi Drama

a. Pengertian Pembelajaran

Sebelum mengetahui definisi pembelajaran, perlu diketahui terlebih dahulu pengertian belajar. Pembelajaran berasal dari kata "belajar" mendapat imbuhan pe- an. Kata belajar berarti suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Imbuhan pe- an dapat berarti proses atau hal. Jadi, pembelajaran berarti proses membelajarkan siswa (Slameto, 2003: 2).

Menurut Ausubel (dalam Martins Yamin, 2007: 102) belajar merupakan proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat Menurut Ausubel (dalam Martins Yamin, 2007: 102) belajar merupakan proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat

Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan yang komponennya bekerja sama sejak awal kegiatan sampai dengan kegiatan berakhir. Pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir dan bernalar, mempertajam kepekaan sosial dan kepekaaan perasaan siswa, menikmati dan menghayati keindahan bahasa melalui karya-karya sastra. Hendaknya pembelajaran yang terjadi dapat dipersisapkan dan dilaksanakan dengan sungguh- sungguh agar tujuan dari setiap pembelajaran mencapai hasil akhir yang memuaskan. Oemar Hamalik (2001: 57) menuturkan bahwa pembelajaran adalah susunan unsur-unsur meliputi: manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dan berkombinasi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat berbagai ciri khas, yaitu: (1) aktivitas yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri pelajar individu yang belajar, baik aktual ataupun potensial; (2) perubahan itu pada pokoknya didapatkan kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama; (3) perubahan itu terjadi karena usaha (Gino dkk, 2000:15).

Mulyasa (2003: 100) mengatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut terdapat banyak faktor dan unsur yang mempengaruhi, baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. Unsur-unsur Mulyasa (2003: 100) mengatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut terdapat banyak faktor dan unsur yang mempengaruhi, baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. Unsur-unsur

Situasi yang memungkinkan kegiatan belajar mengajar berjalan secara optimal adalah situasi, di mana siswa mampu berinteraksi dengan guru dan faktor intern lain yang telah diatur dalam rangka tercapainya tujuan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran melibatkan komponen- komponen. Adapun yang dimaksudkan dengan komponen tersebuat antara lain:

1) Guru