PENGUATAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN KUALITAS KARAKTER SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA GEMA 45 SURABAYA.
PENGUATAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM MENINGKATKAN KUALITAS
KARAKTER SISWA DI SMP GEMA 45 SURABAYA
SKRIPSI
DISUSUN OLEH : Achmad Nizar Zulmy
D71213069
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017
(2)
ii
PENGUATAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM MENINGKATKAN KUALITAS
KARAKTER SISWA DI SMP GEMA 45 SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Islam (S.Pd.)
Oleh :
ACHMAD NIZAR ZULMY D71213069
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017
(3)
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi ini telah ditulis oleh :
Nama : ACHMAD NIZAR ZULMY
NIM : D71213069
Judul : PENGUATAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN KUALITAS KARAKTER SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA GEMA 45 SURABAYA
Ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.
Surabaya, 17 Januari 2017 Pembimbing I,
Dr. Rubaidi, M.Ag.
NIP. 197106102000031003
Pembimbing II,
Dr. H. Saiful Jazil, M.Ag.
(4)
iv
PENGESAHAN TIM PENGUJI
Skripsi oleh Achmad Nizar Zulmy
ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Surabaya, 07 Februari 2017
Mengesahkan,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Dekan,
Prof. Dr. H. Ali Mudlofir, M.Ag NIP. 196311161989031003
Penguji I,
Prof. Dr. KH. Ali Mas’ud, M.Ag. NIP. 196301231993031002
Penguji II,
Moh. Faizin, M.Pd.I NIP. 197208152005011004
Penguji III,
Dr. Rubaidi, M.Ag. NIP. 197106102000031003
Penguji IV,
Al Qudus NES, MHI NIP. 197311162007101001
(5)
(6)
viii
(7)
ABSTRAK
Achmad Nizar Zulmy, 2017. Penguatan Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Kualitas Karakter Siswa di Sekolah Menengah Pertama Gema 45 Surabaya. Skripsi, Jurusan Pendidikan Islam, Prodi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Degradasi moral melanda kehidupan bangsa, yang sudah merambah ke seluruh elemen, tak terkecuali dunia pendidikan. Indokatornya maraknya berbagai macam kasus seperti pemerkosaan, narkoba dan lain sebagainya, telah menghancurkan masa depan anak bangsa. Maka dari itu perlu adanya dorongan/ penguatan yang dapat meningkatkan kualitas karakter tersebut tak terkecuali Pendidikan Agama Islam sekalipun.
Dari permasalahan di atas dapat dirumuskan sebagai berikut (1) Bagaimana Proses Penguatan Pendidikan Agama Islam di SMP Gema 45 Surabaya, (2) Bagaimana Kondisi Kualitas karakter Siswa di SMP Gema 45 Surabaya, dan (3) Apa Saja Upaya Penguatan Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Kualitas Karakter Siswa di SMP Gema 45 Surabaya.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, sumber data yang di ambil adalah meliputi literatur, sumber data lapangan dengan menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Adapun teknik analisa datanya dengan reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan.
Hasil penelitian ini disampaikan pertama, bentuk penguatan Pendidikan Agama Islam di SMP Gema 45 Surabaya yang meliputi, (1) perencanaan/ program penguatan Pendidikan Agama Islam, (2) pembagian tugas tim penilai penguatan Pendidikan Agama Islam, (3) pelaksanaan penguatan Pendidikan Agama Islam, dan (4) pengendalian dan evaluasi penguatan Pendidikan Agama Islam, kedua : kualitas karakter siswa di SMP Gema 45 Surabaya meliputi, (1) kualitas karakter siswa sebelum diterapkan penguatan Pendidikan Agama Islam, dan (2) kualitas karakter siswa setelah diterapkan penguatan Pendidikan Agama Islam. Ketiga : penguatan Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan kualitas karakter siswa di SMP Gema 45 Surabaya yang masing-masing ada 4 aspek yang dinilai untuk siswa meliputi : (1) penguatan pendidikan Agama Islam, (2) karakter, (3) kedisiplinan, dan (4) tata tertib.
Hasil penelitian ini disarankan untuk (1) bisa dijadikan salah satu sarana evaluasi kualitas karakter siswa, (2) penguatan Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan kualitas karakter siswa di SMP Gema 45 Surabaya diharapkan bisa dikembangkan oleh lembaga pendidikan yang lain, dan (3) bagi yayasan sebagai salah satu referensi untuk melengkapi satuan pendidikan yang belum ada saat ini di lembaga pendidikan Yayasan Perjuangan 45 Surabaya.
(8)
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR BAGAN & TABEL ... xv
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
(9)
E. Penelitian Terdahulu ... 11
F. Definisi Operasional... 13
G. Sistematika Pembahasan ... 16
BAB II : KAJIAN PUSTAKA ... 18
A. Penguatan Pendidikan Agama Islam ... 18
1. Pengertian Penguatan ... 18
2. Dasar-dasar Penguatan ... 18
3. Ciri-ciri Penguatan yang Relevan Diterima ... 19
4. Penguatan dalam Pendidikan ... 20
5. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 24
6. Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ... 27
B. Peningkatan Kualitas Karakter ... 28
1. Pengertian Peningkatan ... 29
2. Kualitas Karakter Siswa ... 30
3. Pengertian Pendidikan Karakter ... 32
4. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter ... 36
5. Ciri-ciri Dasar Pendidikan Karakter ... 40
6. Pendidikan Karakter yang Efektif ... 43
C. Penguatan Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Kualitas Karakter Siswa ... 46
(10)
xiv
BAB III : METODE PENELITIAN ... 50
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 50
B. Informan dan Subyek Penelitian ... 51
C. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 53
D. Obyek Penelitian ... 56
E. Teknik Analisis Data ... 57
F. Pengecekan Keabsahan Data... 60
BAB IV : HASIL PENELITIAN ... 62
A. Penguatan Pendidikan Agama Islam di SMP Gema 45 Surabaya ... 62
1. Perencanaan/ Program Penguatan Pendidikan Agama Islam ... 63
2. Pembagian Tugas Tim Penilai Penguatan Pendidikan Agama Islam ... 65
3. Pelaksanaan Penguatan Pendidikan Agama Islam ... 67
4. Pengendalian dan Evaluasi Penguatan Pendidikan Agama Islam .... 70
B. Kualitas Karakter Siswa di SMP Gema 45 Surabaya ... 73
1. Kualitas Karakter Siswa Sebelum Diterapkan Penguatan Pendidikan Agama Islam ... 73
2. Kualitas Karakter Siswa Sesudah Diterapkan Penguatan Pendidikan Agama Islam ... 76
(11)
C. Penguatan Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Kualitas Karakter
Siswa Di SMP Gema 45 Surabaya ... 82
BAB V : PENUTUP ... 87
A. KESIMPULAN ... 87
B. SARAN DAN REKOMENDASI ... 89
C. KETERBATASAN PENELITIAN ... 90
D. PENELITIAN LANJUTAN... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 92
(12)
xvi
DAFTAR BAGAN DAN TABEL
1. Bagan 1. Struktur Organisasi Yayasan Perjuangan 45 ... 103
2. Bagan 2. Struktur Komite SMP Gema 45 Surabaya ... 105
3. Bagan 3. Struktur Organisasi SMP Gema 45 Surabaya ... 107
4. Tabel 1. Daftar nama tim penilai ... 67
5. Tabel 2. Aspek Yang Dinilai ... 82
6. Tabel 3. Staf Kepala Sekolah SMP Gema 45 Surabaya ... 109
7. Tabel 4. Staf tenaga pendidik SMP Gema 45 Surabaya ... 110
8. Tabel 5. Staf tenaga kependidikan SMP Gema 45 Surabaya ... 112
9. Tabel 6. Karyawan teknis dan satpam ... 113
10.Tabel 7. Data Siswa SMP Gema 45 Surabaya tahun 2016-2017 ... 113
11.Tabel 8. Fasilitas Pendukung SMP Gema 45 Surabaya ... 114
12.Tabel 9. Daftar Siswa-Siswi Smp Gema 45 Surabaya ... 122
13.Tabel 10. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ... 124
14.Tabel 11. Hasil Penilaian Karakter ... 132
15.Tabel 12. Daftar Nama Pembina Extra Smp Gema 45 Surabaya ... 134
(13)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Degradasi moral, itulah kalimat yang kira-kira melanda bangsa kita saat ini, jika kita perhatikan informasi baik dari media cetak maupun elektronik, tentu banyak faktor penyebab terjadinya degradasi moral bangsa kita saat ini, betapa dahsyatnya peredaran narkoba, yang sudah merambah berbagai lini kehidupan, mulai dari instansi pemerintah, organisasi sampai ke dunia pendidikan, rupanya memang ada pihak lain yang menginginkan runtuhnya bangsa kita.
Belum lagi ditambah gencarnya iklan-iklan yang mengarah pada kelemahan/ penghancuran moral bangsa ini, baik melalui media cetak mauapun elektro, dan faktor-faktor yang bisa melemahkan/ menurunkan moral anak bangsa ini seperti promosi LGBT, bebasnya beredar minuman keras, perjudian, dan tayangan-tayangan yang bersifat tidak mendidik, justru diletakkan pada jam tayang yang sekiranya bisa mengganggu belajar ataupun mengaji.
Semua faktor tersebut diatas bukannya tanpa membawa efek/ dampak, dengan mudahnya mengakses hal-hal tersebut diatas yang di barengi dengan era globalisasi, yang tidak mungkin dapat kita cegah. Sebab memang ada sisi
(14)
2
positifnya disamping sisi negatifnya. Sebenarnya terserah kembali ke pengguna/ pemanfaat dari era globalisasi tersebut.
Hal ini dampak dari semua itu bisa kita lihat dari merebaknya isu-isu moral dikalangan remaja seperti penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba), tawuran pelajar, pornografi, perkosaan, merusak milik orang lain, perampasan, penipuan, pengguguran kandungan, penganiayaan, perjudian, pelacuran, pembunuhan dan lain-lain, sudah menjadi masalah sosial yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas dan memang takkan pernah tuntas. Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai suatu persoalan yang sederhana, karena tindakan-tindakan tersebut sudah menjurus kepada tindakan kriminal. Kondisi ini sangat memprihatinkan masyarakat khususnya para orang tua dan para guru (pendidik), sebab pelaku-pelaku beserta korbanya adalah kaum remaja, terutama para pelajar. Mirisnya lagi kejadian itu tidak hanya terjadi di tingkat SMA saja, tetapi mulai siswa SD, SMP sampai SMA/SMK.
Baru-baru ini di tahun 2016 kita semua dikejutkan dengan berbagai media masa seperti yang memunculkan kasus yuyun dengan motif diperkosa rame-rame dan dibunuh secara keji, yang dimana Yuyun adalah siswi Sekolah Menengah Pertama 5 Satu Atap Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejanglebong, Bengkulu ini menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan
(15)
3
keji. Aksi keji tersebut dilakukan oleh 14 orang pada 2 April 20161. Yang lebih miris lagi adalah dia diperkosa 14 orang yang dimana 6 diantaranya masih di bawah umur. Hal ini sangat membuat kita semua miris mendengarnya, betapa buruknya perilaku generasi muda bangsa zaman sekarang. Walau kasus yang semacam ini kerap kali terjadi dan masih banyak yang belum terungkap bahkan belum di expos, tapi yang membuat berbeda pada kasus ini adalah mendapatkan perhatian khusus dari Presiden Republik Indonesia yakni Joko Widodo, dalam sebuah akun twitternya:
“Kita semua berduka atas kepergian YY yg tragis. Tangkap & hukum pelaku seberat2nya. Perempuan & anak2 harus dilindungi dari kekerasan -Jkw”2
Selain daripada itu, belum selesai orang menghujat pelaku pemerkosaan terhadap Yuyun, siswi SMP di Rejang Lebong, Bengkulu, kasus pemerkosaan dengan pelaku puluhan orang kembali terjadi. Kali ini, SC alias Siv, 19, seorang gadis asal Manado, Sulawesi Utara (Sulut) diperkosa 19 pria hingga linglung, lupa keluarga dan orang tuanya.3
1 Dari Internet Artikel dalam Internet: Aditya. 2016. Fakta-fakta mengejutkan kasus Yuyun yang bikin kitatak tega mendengarnya.
Lihat di
http://www.idntimes.com/rizal/5-fakta-terbaru-mengejutkan-mengenai-kasus-yuyun di akses pada 12 Juli 2016
2 Dari Internet Pernyataan dalam akun twitter: @jokowi. 2016. Di publish pada 04 Mei 2016.
Lihat di
www.Twitter.com, diakses pada 12 Juli 2016
3 Dari Internet Artikel dalam Internet: Jawapos (mpg/sad/jpg). 2016. Astaga, kasus mirip Yuyun terjadi lagi.
Lihat di
http://www.jawapos.com/read/2016/05/09/27465/astagakasus-mirip-yuyun-terjadi-lagi- di akses pada 12 Juli 2016
(16)
4
Selanjutnya dari data riset CATAHU (Catatan Tahunan) 2016 sebagai pembanding untuk mengetahui lonjakan grafis tersebut dapat dilihat dari berbagai ranah, dari (1) segi ranah personal; Berbeda dari CATAHU tahun lalu (data 2014) dimana kekerasan seksual menempati peringkat ketiga, di tahun ini kekerasan seksual naik di peringkat kedua. bentuk kekerasan seksual tertinggi adalah perkosaan 72% atau 2.399 kasus, pencabulan 18% atau 601 kasus, dan pelecehan seksual 5% atau 166 kasus. Sedangkan (2) dari segi ranah komunitas; Sebanyak 5.002 kasus (31%) terjadi di ranah komunitas. pada tahun 2015 sama seperti tahun 2014, kekerasan tertinggi adalah kekerasan seksual (61%). Jenis kekerasan seksual di komunitas tertinggi adalah: perkosaan (1.657 kasus), lalu pencabulan (1.064 kasus), pelecehan seksual (268 kasus), kekerasan seksual lain (130 kasus), melarikan anak perempuan (49 kasus), dan percobaan perkosaan (6 kasus).4
Dari data di atas, jelas membuktikan betapa banyak kelakuan para generasi penerus bangsa ini yang semakin tahun semakin meningkat peringkatnya. Ini secara tidak langsung sudah menggambarkan bahwasannya nilai karakter/ moral pada diri seseorang (generasi muda) masih dikatakan jauh dari yang diharapkan. Satu sisi pemerintah punya harapan besar bahwa generasi yang saat ini duduk dibangku SMP maupun SMA menjadi generasi emas,
4 National Commission On Violence Against Women. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan (Komnas Perempuan), Lembar FaktaCatatan Tahunan (Catahu) 2016 – 7 Maret 2016,
(17)
5
artinya generasi saat inilah yang akan menjadi pemimpin/ nahkoda dari negeri ini pada saat Indonesia emas atau berumur 100 th dari kemerdekaannya.
Melihat kondisi banyaknya penyimpangan moral dikalangan anak-anak dan remaja saat ini, tugas yang berat dan harus dilalui oleh para guru, orang tua dan pemerintah khususnya lagi guru pendidikan agama Islam, bidang pendidikan moral sangat rumit. Apapun model pembelajaran yang digunakan, para guru dihadapkan pada sejumlah variable kondisi yang berada diluar kontrolnya, yang harus diterima apa adanya. Satu variable yang sama sekali tidak dapat dimanipulasi oleh guru atau perancang pembelajaran adalah karakteristik individu dan budayanya. Variable ini harus menjadi pijakan dalam memilih dan mengembangkan strategi pembelajaran yang optimal.
Pemahaman moral terkait dengan kesadaran moral, rasionalitas moral atau alasan mengapa seseorang harus melakukan hal itu, suatu pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai moral. Ini sering kali disebut dengan penalaran moral atau pemikiran moral atau pertimbangan moral, yang merupakan segi kognitif dari nilai moral. Segi kognitif ini perlu diajarkan kepada para individu. Individu dibantu untuk mengerti mengapa suatu nilai perlu dilakukan.
Sedangkan tindakan moral yaitu kemampuan untuk melakukan keputusan dan perasaan moral kedalam prilaku-prilaku nyata. Tindakan-tindakan moral ini perlu difasilitasi agar muncul dan berkembangan dalam
(18)
6
pergaulan sehari-hari. Lingkungan sosial yang kondusif untuk memunculkan tindakan-tindakan moral, ini sangat diperlukan dalam pembelajaran moral. Ketiga unsur tersebut yaitu, penalaran, perasaan, dan tindakan moral harus ada dan dikembangkan dalam pendidikan moral. Selain ketiga unsur tersebut, masyarakat pada umumnya menekankan pentingnya peranan iman atau kepercayaan eksistensial dalam meningkatkan moralitas kecenderungan terjadinya disintegrasinya dan saling curiga diantara anak bangsa ini dikarenakan adanya krisis kepercayaan yang melanda bangsa ini. Dikatakan ada hubungan yang paralel antara tingginya moralitas seseorang dengan iman atau kepercayaan eksistensinya.5
Pendidikan merupakan suatu sistem yang teratur dan mengemban misi yang cukup luas yaitu segala sesuatu yang bertalian dengan perkembangan fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial sampai kepada masalah kepercayaan atau keimanan. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal mempunyai suatu muatan beban yang cukup berat dalam melaksanakan misi pendidikan tersebut. Lebih-lebih kalau dikaitkan dengan pesatnya perubahan zaman dewasa ini yang sangat berpengaruh terhadap anak-anak didik dalam berfikir, bersikap dan berperilaku,
(19)
7
khususnya terhadap mereka yang masih dalam tahap perkembangan dalam transisi yang mencari identitas diri.6
Dalam kaitaannya dengan pendidikan karakter, Disinilah dibutuhkan pendidikan yang berkualitas, yang dapat mendukung tercapainya cita-cita bangsa dalam memiliki sumber daya yang bermutu.
Hal ini sesuai dengan UU No 23 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Potensi peserta didik yang akan dikembangkan seperti beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT), berakhlak mulia, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab pada hakikatnya dekat dengan makna karakter. Pengembangan potensi tersebut harus menjadi landasan implementasi pendidikan karakter di Indonesia.7
6 Departemen Agama, Kendali Mutu, Pendidikan Agama Islam (Jakarta : Dirjen Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam, 2001), h. 10
7 Muchlas Samani dan Hariyanto, Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet.
(20)
8
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Pendidikan yang sangat dibutuhkan saat ini adalah pendidikan yang dapat mengintegrasikan pendidikan karakter dengan pendidikan yang dapat mengoptimalkan perkembangan seluruh dimensi anak (kognitif, fisik, sosial-emosi, kreativitas, dan spiritual). Pendidikan dengan model pendidikan seperti ini berorientasi pada pembentukan anak sebagai manusia yang utuh. Kualitas anak didik menjadi unggul tidak hanya dalam aspek kognitif, namun juga dalam karakternya. Anak yang unggul dalam karakter akan mampu menghadapi
(21)
9
segala persoalan dan tantangan dalam hidupnya. Ia juga akan menjadi seseorang yang lifelong learner.
Selain daripada itu, John Dewey memandang pendidikan sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju ke arah tabiat manusia dan manusia biasa.8
Untuk itulah peneliti akan mengambil obyek penelitian di SMP Gema 45 Surabaya dimana suatu visinya mengedepankan nilai-nilai karakter, selain daripada itu untuk meningkatkan nilai karakter pada peserta didik perlu adanya penguatan nilai-nilai agama. Maka dari itu, dalam judul yang peneliti angkat adalah Penguatan Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Kualitas Karakter Siswa Di SMP Gema 45 Surabaya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Proses Penguatan Pendidikan Agama Islam di SMP Gema 45 Surabaya?
2. Bagaimana Kondisi Kualitas karakter Siswa di SMP Gema 45 Surabaya? 3. Apa Saja Penguatan Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan
Kualitas Karakter Siswa di SMP Gema 45 Surabaya?
(22)
10
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Proses Penguatan Pendidikan Agama Islam di SMP Gema 45 Surabaya.
2. Untuk Mengetahui Kondisi Kualitas karakter Siswa di SMP Gema 45 Surabaya.
3. Untuk Mengetahui Penguatan Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Kualitas Karakter Siswa di SMP Gema 45 Surabaya.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat dan pengetahuan tentang Penguatan Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Kualitas Karakter Siswa di SMP Gema 45 Surabaya.
1. Bagi penulis, penelitian ini sebagai bekal teoritis maupun praktis dalam penerapan Penguatan Pendidikan Agama Islam di lapangan/ lembaga yang lain.
2. Bagi Kepala Sekolah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam menindak lanjuti penerapan Penguatan Pendidikan Agama Islam yang selama ini telah dilakukan dalam upaya peningkatan Kualitas Karakter Siswa di lapangan.
(23)
11
3. Bagi Guru PAI, penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam meningkatkan kualitas karakter siswa, sehingga dalam penerapan penguatan Pendidikan Agama Islam selanjutnya memiliki nilai tambah.
E. Penelitan Terdahulu
Setelah melakukan penelusuran skripsi yang ada di fakultas tarbiyah dan keguruan pada prodi PAI, penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah skripsi dari Abdul Rozaq yang berjudul: “Implementasi Nilai-Nilai Budaya Dan Karakter Bangsa Dalam Pelajaran PAI Di SMAN I Sidoarjo”.
Yang dimana pada skripsi tersebut meneliti aplikasi dari nilai-nilai budaya dan karakter dengan batasan pelajaran Pendidikan Agama Islam saja. Selain skripsi di atas, masalah pendidikan karakter juga pernah di bahas dalam skripsi milik
Nur Mazidah yang berjudul: “Implementasi Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam Dalam Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Peserta Didik Di SDN Inklusi Klampis Ngasem 1 Surabaya”. Pada skripsi
yang kedua ini membahas aplikasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada penanaman karakter siswa, yang perlu digaris bawahi penelitian tersebut terfokus pada pembelajaran saja yang artinya penanaman nilai-nilai karakter hanya sebatas melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Lalu yang masih bersangkutan dengan masalah ini juga di bahas dalam skripsi milik Muhammad Sahlul Fikri yang berjudul: “Implementasi Pendidikan Karakter Melalui
(24)
12
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMP Khadijah A. Yani Surabaya”. Pada skripsi ini hampir sama dengan judul yang saya teliti, akan
tetapi hal ini juga terfokus pada pembelajarannya saja. Yang selanjutnya tak kalah pentingnya juga sebagai bahan pertimbangan, penulis juga melihat Tesis yang membahasn penguatan nilai-nilai akhlak dalam Pendidikan Agama Islam, yang dibahas oleh Izzuddin yang berjudul: “Penguatan Nilai-Nilai Akhlak Dalam Pendidikan Agama Islam Untuk Mewujudkan Budaya Religius Di SMAN 1 Gunungsari Lombok Barat”. Pada tesis ini terdapat penguatan, akan
tetapi penguatannya pada nilai-nilai akhlak guna mewujudkan budaya religius, artinya penguatan religius juga akan berdampak religius pula.
Berdasarkan hasil penelusuran di atas, perlu kiranya penulis mengambil judul skripsi yang akan diteliti. Jika pada ketiga skripsi dan satu tesis di atas penelitian pendidikan karakter pada mata pelajaran PAI serta penguatan nilai-nilai akhlak dalam PAI dikaji secara umum, maka disini peneliti akan meneliti seluruh aspek dari bagian PAI tersebut, yaitu penguatan pendidikan agama Islam terfokus bukan hanya pada mata pelajarannya saja akan tetapi kegiatan bernilai agama Islam sudah termasuk penguatan, yang mana hal tersebut akan mempengaruhi kualitas karakter siswa. Oleh karena itu peneliti mengambil judul “Penguatan Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Kualitas Karakter Siswa Di Smp Gema 45 Surabaya”.
(25)
13
F. Definisi Operasional
Agar lebih jelas dengan apa yang dimaksud dalam judul dan juga untuk menghindari adanya pemahaman yang berbeda dalam menafsir istilah-istilah yang digunakan, maka peneliti perlu memberikan definisi secara operasional. Adapun beberapa istilah yang perlu didefinisikan, yaitu:
1. Penguatan Pendidikan Agama Islam; Penguat berasal dari kata “kuat” yang mempunyai arti banyak tenaganya atau mempunyai kemampuan yang lebih. Sedangkan kata jadian penguatan mempunyai arti perbuatan (hal dan lain sebagainya) yang menguati atau menguatkan.9
Dalam Reinforcement Theory (Teori Penguatan), terdapat 3 konsekuensi yang berbeda, yaitu: (1) Konsekuensi yang memberikan reward, (2) Konsekuensi yang memberikan punishment dan (3) Konsekuensi yang tidak memberikan apa-apa. Dengan kata lain, setiap tindakan mengarah pada konsekuensi baik, buruk, atau tidak ada konsekuensi sama sekali. Dan konsekuensi tersebut akan menjadi penyebab terjadi atau tidaknya sebuah tindakan atau kondisi. Tindakan dan konsekuensi yang diterapkan berbeda-beda dan harus disesuaikan dengan kasus yang bersangkutan agar dapat berfungsi secara efektif.
Menurut teori ini bahwa perilaku berubah sesuai dengan konsekuensi langsung dari perilaku tersebut. Konsekuensi yang menyenangkan
(26)
14
(penguat/ reinforcement) akan memperkuat perilaku, sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan (punisher) akan memperlemah perilaku.10
Sedangkan Pendidikan Agama Islam itu sendiri adalah suatu kegiatan mendidikkan agam Islam, dalam hal ini penguatan yang dilakukan bukan hanya sebatas pada mata pelajaran saja, akan tetapi melalui kegiatan-kegiatan yang bernafaskan Keislaman atau bisa dikatakan kegiatan-kegiatan yang mendidikkan agama Islam.11
2. Peningkatan Kualitas Karakter Siswa
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.12
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru bebicara atau
10 Nur Syam, Bukan Dunia Berbeda: Sosiologi Komunitas Islam, (Surabaya: Pustaka Eureka,
2005), h. 23
11 Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h.4 12 Sudirman N, Ilmu pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 4
(27)
15
menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan.
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukkan karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Selain itu, menanamkan moral kepada anak adalah usaha yang strategis.
Jadi, Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nlai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, linkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.
(28)
16
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang urutan penelitian ini, maka peneliti mencantumkan sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN – Bab ini membahas tentang latar belakang masalah yang menjadi penyebab mengapa penelitian ini dilakukan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitan terdahulu, definisi operasional, dan sistematika pembahasan.
BAB II: KAJIAN PUSTAKA - Pada bab ini, bagian pertama Penguatan Pendidikan Agama Islam yang mencakup pengertian penguatan, dasar-dasar penguatan, ciri-ciri penguatan yang relevan diterima, penguatan dalam pendidikan, pengertian pendidikan agama Islam, dan tujuan & ruang lingkup pendidikan agama Islam. Sedangkan bagian kedua yaitu Peningkatan Kualitas Karakter yang mencakup pengertian pendidikan karakter, fungsi dan tujuan pendidikan karakter, ciri-ciri dasar pendidikan karakter, dan pendidikan karakter yang efektif. Lalu bagian ketiga membahas Penguatan Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan kualitas karakter siswa.
BAB III: METODE PENELITIAN – Pada bab ini mencakup cara-cara atau metode penelitian antara lain pendekatan dan jenis penelitian, informan dan subyek penelitian, teknik pengumpulan data dan instrumen penelitian, obyek penelitian, teknik analisis dan pengecekan keabsahan data.
(29)
17
BAB IV: HASIL PENELITIAN – Pada bab ini menjelaskan tentang data-data yang terkumpul dari sekolah, yaitu dengan menampilkan gambaran umum obyektif serta reduksi data yang meliputi penguatan Pendidikan Agama Islam di SMP Gema 45 Surabaya, kualitas karakter siswa di SMP Gema 45 Surabaya, dan penguatan Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan kualitas karakter siswa di SMP Gema 45 Surabaya.
BAB V: PENUTUP – Sebagai bab terakhir, bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran dari penulis untuk perbaikan-perbaikan yang akan dilakukan.
(30)
18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penguatan Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Penguatan
Penguat berasal dari kata “kuat” yang mempunyai arti banyak tenaganya atau mempunyai kemampuan yang lebih. Sedangkan kata jadian penguatan mempunyai arti perbuatan (hal dan lain sebagainya) yang menguati atau menguatkan.1
Secara substansial, penguatan mempunyai makna usaha menguatkan hal atau sesuatu yang tadinya lemah untuk menjadi lebih kuat, penguatan ini didasari karena adanya sesuatu yang lemah, maka harus ada usaha untuk menjadi kuat.
2. Dasar-Dasar Penguatan
Dasar penguatan merupakan background yang terjadi dalam masyarakat secara akumulatif. Dasar-dasar tersebut adalah:
a. Social Demand2 atau tuntutan masyarakat, karena dalam sebuah
struktur masyarakat akan terjadi pergeseran-pergeseran nilai yang
1 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibid, h. 1122
2 Bertrand Russel, Pendidikan dan Tatanan Sosial, Penerjemah. Ahmad Setiawan Abadi,
(Jakarta; Yayasan Obor Indonesia, 1993), h. 47
(31)
19
sesuai dengan nilai budaya yang dianut dan budaya yang mempengaruhinya.
b. Perkembangan teknologi3 yang menuntut manusia untuk melek teknologi dan secara otomatis akan mempermudah manusia dalam menguasai dan memanfaatkan alam dan lingkungannya dan dengan perkembangan teknologi pula membuat sistem komunikasi secara global, sehingga menyebabkan arus informasi tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
3. Ciri-ciri penguatan yang relevan diterima
Penguatan atau usaha menghidupkan kembali merupakan unsur yang ada dalam proses pembaharuan. Usaha-usaha tersebut kadangkala dalam tindakan aplikatif belum dapat diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu dalam landasan teori ini akan dibahas tentang cara-cara penguatan yang relevan diterima di masyarakat. Ciri-ciri tersebut adalah:
a. Secara relatif lebih menguntungkan daripada praktek atau kebiasaan yang sudah ada.
b. Sepadan dengan nilai-nilai yang ada dan pengalaman potensi adopsi masalah
c. Tidak perlu rumit untuk diterima masyarakat
(32)
20
d. Disesuaikan dengan daya serap adopter, atau dapat didemonstrasikan pada suatu basis tertentu.
e. Secara relatif pengaruh personal dari orang-orang yang terkemuka lebih kuat bagi adapter yang mengikuti kemudian.4
Pada prinsipnya dari beberapa ciri-ciri tersebut penguatan yang berisi nilai-nilai progresif jelas akan lebih dapat diterima oleh suatu unit pengadopsi5, misalnya sekolah atau guru, karena mereka menerima
nilai-nilai modern berdasarkan nilai-nilai-nilai-nilai tradisional yang dominan. Oleh karena itu gagasan baru sebagai hasil pemikiran kembali haruslah mampu memecahkan persoalan yang tidak terpecahkan dengan cara tradisional atau komersial. Gagasan dan pendekatan baru yang memenuhi ketentuan inilah yang dinamakan penguatan.
4. Penguatan dalam Pendidikan
Dalam dunia pendidikan dikenal istilah pembelajaran yang merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan, oleh karena itu, untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan menyenangkan diperlukan berbagai keterampilan yang merupakan bagian dari kompetensi profesional yang cukup kompleks diantaranya adalah keterampilan memberikan penguatan (reinforcement).
4 Cece Wijaya, Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 1992), h. 12
5 Samuel Smith, Gagasan Besar Tokoh-tokoh dalam Bidang Pendidikan, (Jakarta; Bumi Aksara,
(33)
21
Penguatan (reinforcement) merupakan respon terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulang kembali perilaku tersebut.6 Pemberian respon yang demikian dalam proses interaksi edukatif oleh Syaiful Bahri disebut “pemberian Penguatan”, karena hal tersebut akan membantu sekali dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan kata lain, pengubahan tingkah laku siswa (behavior modification) dapat dilakukan dengan memberikan penguatan.7 Selanjutnya Darwin Syah
mengungkapkan bahwa keterampilan dasar penguatan adalah segala bentuk respons guru yang merupakan bagian dari upaya modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi siswa atas perbuatan atau responsnya terhadap stimulus yang diberikan guru sebagai suatu dorongan atau koreksi.8
Dengan keterampilan penguatan (reinforcement) yang diberikan guru, maka siswa akan terbiasa untuk memberikan respons yang dianggap perlu setiap kali muncul stimulus dari guru serta berusaha menghindari respons yang dianggap tidak perlu dan tidak bermanfaat. Dengan demikian fungsi penguatan (reinforcement) itu adalah untuk memberikan ganjaran dengan
6 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan), (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 77.
7 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta; PT. Rineka
Cipta, 2000), h. 100.
8 Darwin Syah, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta; Gaung
(34)
22
maksud membesarkan hati siswa guna meningkatkan partisipasinya dalam setiap proses pembelajaran.
Hal ini sesuai dengan teori reinforcement yang dikemukakan oleh B.F. Skiner seorang tokoh teori pembelajaran perilaku bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku.9 Menurut teori ini bahwa perilaku berubah sesuai dengan konsekuensi langsung dari perilaku tersebut. Konsekuensi yang menyenangkan (penguat/ reinforcement) akan memperkuat perilaku, sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan (punisher) akan memperlemah perilaku.10 Terkait dengan teori ini dijelaskan bahwa: “sesuatu yang menyenangkan akan selalu diulang, sesuatu yang tidak menyenangkan akan dihindari”. Perbuatan yang menurut kita baik perlu kita beri reward (hadiah, pujian, penghargaan, dan lain sebagainya) dan sesuatu yang menurut kita salah harus diberi punishment agar tidak diulangi lagi suatu saat nanti, karena sesuatu yang menurut mereka menyenangkan akan mereka ulangi tapi sesuatu yang menurut mereka tidak enak akan selalu dihindari.
Dalam Reinforcement Theory, terdapat 3 konsekuensi yang berbeda, yaitu: (1) Konsekuensi yang memberikan reward, (2) Konsekuensi yang memberikan punishment dan (3) Konsekuensi yang tidak memberikan
9 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif (Konsep, Landasan, dan
Implementasinya dalam KTSP), (Jakarta: Kencana, 2009), h. 39.
10 Nur Syam, Bukan Dunia Berbeda: Sosiologi Komunitas Islam, (Surabaya: Pustaka Eureka,
(35)
23
apa. Dengan kata lain, setiap tindakan mengarah pada konsekuensi baik, buruk, atau tidak ada konsekuensi sama sekali. Dan konsekuensi tersebut akan menjadi penyebab terjadi atau tidaknya sebuah tindakan atau kondisi. Tindakan dan konsekuensi yang diterapkan berbeda-beda dan harus disesuaikan dengan kasus yang bersangkutan agar dapat berfungsi secara efektif.
Melalui distribusi imbalan dan hukuman yang sesuai adalah mungkin untuk mengendalikan sebagian besar dari perilaku. Metode tersebut dapat menyebabkan manusia bertindak dengan cara-cara yang sangat berbeda dari cara-cara bertindak mereka yang tidak dikondisikan, dan mampu menciptakan keseragaman perilaku terbuka yang mengesankan.11
Penguatan (reinforcement) dapat dilakuakn dengan dua cara yaitu secara verbal (verbal reinforcement) dan non verbal (gestural reinforcement) dengan prinsip kehangatan, keantusiasan, kebermaknaan, dan menghindari penggunaan respon negatif.12 Sedangkan menurut Syaful Bahri Djamarah dan Bohar Soeharto penguatan (reinforcement) dapat dilakukan dalam enam cara yaitu; verbal reinforcement, Gestural
11 Bertrand Russel, Pendidikan dan Tatanan Sosial, Penerjemah Ahmad Setiawan Abadi, Ibid.,
h. 41
12 Secara verbal berupa kata-kata dan kalimat pujian sedangkan secara nonverbal dalam bentuk
gerakan-gerakan dan isyarat anggota badan kepada peserta didik dan kegiatan yang menyenangkan , baca E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional pada halaman 78. Baca juga pada Darwin Syah, halaman 285-286.
(36)
24
reinforcement, proximity reinforcement, Contact reinforcement, Activity reinforcement dan Token reinforcement.13
Pemberian penguatan (reinforcement) dalam proses belajar mengajar memberikan tujuan dan manfaat antar lain: (1) dapat meningkatkan perhatian dan motivasi siswa terhadap materi, (2) dapat mendorong siswa untuk berbuat lebih baik dan produktif, (3) dapat menumbuhkan rasa kepercayaan pada diri siswa itu sendiri, (4) dapat menimbulakn interaksi antar siswa secara aktif, (5) dapat meningkatkan cara belajarnya secara mandiri.14
Penguatan (reinforcement) dapat ditujukan kepada pribadi tertentu. Kepada kelompok tertentu, dan kepada kelas secara keseluruhan. Dalam pelaksanaannya penguatan harus dilaksanakan dengan benar, segera dan bervariasai dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang harus ada pada penguatan antara lain: kehangatan dan keantusiasan, kebermaknaan, penggunaan bervariasai, menghindari penggunaan penguatan negatif, pemberian dengan segera dan kejelasan obyek.15
5. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Dalam dunia pendidikan, terdapat dua istilah yang hampir sama bentuknya, yaitu paedagogie dan paedagogiek. Paedagogie artinya
13 Bohar Soeharto, Pendekatan dan Teknik dalam proses Belajar Mengajar (Bandung: PT
Tarsitoo, 1996), h. 33.
14 Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, (Surabaya: Usaha nasional, 1993), h. 96 15 Ibid., 98
(37)
25
pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti ilmu pendidikan. Paedagogiek atau ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Paedagogik berasal dari kata Yunani paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anak -anak”.16
Menurut Ahmad Tafsir, dalam buku “Metodologi Pengajaran Agama Islam” mendefinisikan pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.17
Pentingnya sebuah pendidikan dijelaskan dalam Al Qur’an pada QS. Al Alaq ayat 1-5:
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al Alaq [96] : 1-5)
16 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset, 2007), h. 3
17 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya
(38)
26
Dari ayat ini jelas, bahwa agama Islam telah mendorong umatnya senantiasa belajar dan menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis dan diteruskan dengan belajar berbagai macam ilmu pengetahuan lainnya.
Sedangkan pengertian dari Pendidikan Agama Islam sendiri, banyak orang merancukan pengertian istilah “pendidikan agama Islam” dan “pendidikan Islam”. Kedua istilah ini dianggap sama, sehingga ketika seseorang berbicara tentang pendidikan Islam ternyata isinya terbatas pada pendidikan agam Islam, atau sebaliknya ketika seseorang berbicara tentang pendidikan agama Islam justru yang dibahas di dalamnya adalah tentang pendidikan Islam. Padahal kedua istilah itu memiliki substansi yang berbeda.18
Menurut pendapat Ahmad Tafsir (2004) yang saya kutip dari bukunya Muhaimin tentang perbedaan antara pendidikan agama Islam (PAI) dan pendidikan Islam. PAI dibakukan sebagai nama kegiatan mendidikkan agam Islam. PAI sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan “Agama Islam”, karena yang diajarkan adalah agama Islam bukan pendidikan agama Islam. Nama kegiatannya atau usaha-usaha dalam mendidikkan agama Islam disebut sebagai pendidikan agama Islam. Kata “pendidikan” ini ada pada dan mengikuti setiap mata pelajaran. Dalam hal ini PAI sejajar atau
(39)
27
sekategori dengan pendidikan matematika atau pendidikan IPA/IPS dan lain-lainnya (nama mata pelajarannya adalah matematika atau IPA/IPS dan lain-lain), pendidikan olahraga (nama mata pelajarannya adalah olahraga), pendidikan biologi (nama mata pelajarannya adalah biologi) dan seterusnya. Sedangkan pendidikan Islam adalah nama sistem, yaitu sistem pendidikan yang Islami, yang memiliki komponen-komponen yang secara keseluruhan mendukung terwujudnya sosok Muslim yang diidealkan. Pendidikan Islam ialah pendidikan yang teori-teorinya disusun berdasarkan Al Qur’an dan Hadits.19
6. Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Secara umum, pendidikan agama Islam bertujuan untuk “meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara” (GBPP PAI, 1994).
Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu (1) dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam; (2) dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama Islam; (3) dimensi penghayatan atau
(40)
28
pengalaman batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam; dan (4) dimensi pengalamannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami dan dihayati atau diinternalisasi oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakkan, mengamalkan, dan menaati ajaran agama dan nilai-nilainya dalam kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta mengaktualisasikan dan merealisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.20
B. Peningkatan Kualitas Karakter
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu bergaul dengan manusia yang lain. Karena manusia mempunyai fitrah sebagai makhluk sosial. Dalam pergaulannya itulah, manusia dituntut untuk senantiasa menjalankan interaksi dengan sesamanya dengan penuh keharmonisan dan tentunya semua itu harus dilandasi dengan akhlak dan etika terpuji.
Dalam Islam ajaran tentang akhlaq dan etika merupakan bagian integral dalam setiap sendi kehidupan umat Islam, bahkan Nabi Muhammad SAW diturunkan kebumi menjadi Rasul. Salah satu tujuannya adalah menyempurnakan akhlak manusia. Hal itu ditegaskan dalam sebuah hadis.
(41)
29
ََحَ َلاَقَ َروَصَنَمَ َنَبَ َديَعَسَ اَنَثَدَح
ََدَبَعَ اَنَثَد
ََنَبََدَمَحَمََنَعََدَمَحَمََنَبَ َزي َزَعَلا
ََع
ََعاَقَعَقَلاََنَعََن َََج
ََرَهَيَبَأَ َنَعََحَلاَصَيَبَأَ َنَعَ َيَكَحَ َنَب
ََلاَقَ َلاَقََة َرَي
ََ َس َوَ َه َي َ َع َ َََا َ ى َ َص َ َََا َ َلو َس َر
ََََمَََََُ ََُثَعَبَاَمَنََِ َ
َ
ََق َََخََُاََحَلاَص
َ
)َدمحأَهاور(
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Manshur berkata; telah menceritakan kepada kami Abdul 'Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin 'Ajlan dari Al Qa'qa' bin Hakim dari Abu Shalih dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hanyasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik." (HR. Ahmad).21
Dengan melihat hal diatas sudah barang tentu pentingnya akhlaq dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan akan lebih harmonis, tenang, tentram manakala setiap individu mempunyai akhlaq yang baik atau dalam istilah ajaran Islam disebut sebagai akhlaqul karimah. Dan tentunya akhlaqul karimah harus dimiliki oleh setiap muslim. Akhlaq tersebut yang saat ini kita kenal dengan istilah karakter ataupun moral.
1. Pengertian Peningkatan
Peningkatan memiliki kata dasar tingkat ditambah dengan imbuhan pe-an, sehingga berubah menjadi peningkatan yang berupa kata benda dengan arti proses, cara, perbuatan meningkatkan sesuatu untuk kemajuan. Dalam sebuah kamus bahasa Indonesia Peningkatan sendiri berasal dari kata dasar
21 Dari Aplikasi kitab 9 imam hadits: Lidwa Pusaka i-software kitab 9 imam hadits, Sumber:
Ahmad, Kitab: Sisa Musnad sahabat yang banyak meriwayatkan hadits, Bab: Musnad Abu Hurairah Radliyallahu 'anhu, No. Hadist : 8595
(42)
30
‘Tingkat”, peningkatan berarti proses, perbuatan, cara meningkatkan (usaha, kegiatan, dan sebagainya).22
Artinya peningkatan disini dimaksudkan adalah dari yang awalnya sudah ada atau bisa dikatakan sudah terdapat beberapa indikator hingga akhirnya mulai di tingkatkan menjadi lebih baik lagi.
2. Kualitas Karakter Siswa
Sebagai salah satu wahana pembentuk karakter bangsa, sekolah adalah lokasi penting dimana para "Nation Builders" Indonesia diharapkan dapat berjuang membawa negara bersaing di kancah global. Seiring dengan derasnya tantangan global, tantangan dunia pendidikan pun menjadi semakin besar, hal ini yang mendorong para siswa mendapatkan prestasi terbaik. Namun, dunia pendidikan di Indonesia masih memiliki beberapa kendala yang berkaitan dengan mutu pendidikan diantaranya adalah penurunan adanya kualitas karakter generasi penerus bangsa.
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memprihatinkan. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana dan prasarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya mempunyai harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Akan tetapi tak kalah pentingnya juga kenakalan remaja semakin
(43)
31
berkembangnya zaman semakin terlihat degradasi yang begitu drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Salah satu faktor penyebabnya adalah tidak adanya efektifitas dalam suatu pendidikan. Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal
(44)
32
tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya ingin dianggap hebat oleh orang lain.
3. Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah, bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat tabiat, temperamen dan watak, sementara itu, yang disebut dengan berkarakter ialah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak sedangkan pendidikan dalam arti sederhana sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina, kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie, berarti bimbingan atau pertolongan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai
(45)
33
usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok lain agar menjadi dewasa untuk mencapai tingkat hidup atau penghidupam lebih tinggi dalam arti mental.23
Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (1991)24 adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seserorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya.
Definisi pendidikan karakter selanjutnya dikemukakan oleh elkind dan sweet (2004); “Character education is the deliberate esffort to help people understand, care about, and act upon caore ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able tu judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within” (Pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan inti atas nilai-nilai etis/susila. Dimana kita berpikir tentang macam-macam karakter yang kita inginkan untuk anak kita, ini jelas bahwa kita ingin mereka mampu untuk menilai apa itu kebenaran, sangat peduli tentang apa itu kebenaran/hak-hak, dan kemudian melakukan apa yang mereka percaya
23 Sudirman N, Ilmu pendidikan, ibid, h. 4
(46)
34
menjadi yang sebenarnya, bahkan dalam menghadapi tekanan dari tanpa dan dalam godaan).
Karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya.25
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu memperngaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru bebicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat diantara mereka tentang pendekatan dari modus pendidikannya.
Haruskah sekolah mengajarkan nilai?, beberapa tahun yang lalu, jika anda mengajukan pertanyaan seperti ini kepada sekolompok orang, pasti akan memicu perdebatan. Jika ada yang menjawab ya, sekolah harus
(47)
35
mengajarkan nilai-nilai kepada anak-anak, pasti ada orang lain yang segera menyela, “nilai-nilai siapa?”. Dalam sebuah masyarakat yang para anggotanya memegang beragam nilai berbeda, rasanya tidak mungkin bisa dicapai sebuah kesepakatan mengenai nilai yang harus diajarkan di sekolah. Pluralisme telah menyebabkan kelumpuhan; sekolah-sekolah kebanyakan memilih bersikap netral dalam persoalan nilai.26
Pengkategorikan nilai didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakikatnya perilaku seseorang yang berkarakter merupakan perwujudan fungsi toalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif dan psikomotorik) dan fungsi totalitas social-kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat
Jadi, Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nlai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.
Pendidikan karakter karena menyangkut penanaman nilai-nilai perilaku dalam sistem pendidikan khususnya disekolah semestinya bersifat
26 Thomas Lickona, Pendidikan Karakter; Panduang lengkap mendidik siswa menjadi pintar dan baik, (Bandung: Nusa Media), h. 3
(48)
36
utuh dan terpadu, bahkan haruslah menyeluruh atau holistik. Pendidikan watak atau karakter selama ini sering dipandang dalam pengertian sempit, yaitu terbatas pada penanaman nilai-nilai perilaku siswa atau subjek didik di ruang kelas dalam arti melalui kurikulum, padahal semestinya terpadu dengan pendidikan karakter melalui budaya atau kultur edukasi, yang harus ditopang oleh prinsip padagogi yang kokoh.27
4. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter
Dalam TAP MPR No.II/MPR/1993, disebutkan bahwa pendidikan bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tanggunh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja profesional, serta sehat jasmani rohani.28
Berangkat dari hal tersebut diatas, secara formal upaya menyiapkan kondisi, sarana/ prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan yuridis yang kuat. Namun, sinyal tersebut baru disadari ketika terjadi krisis akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Tidak terkecuali juga pada anak-anak usia sekolah. Untuk
27 Haedar Nashir, Pendidikan Karakter berbasis agama & budaya, (Yogyakarta: Multi Presindo),
h. 18
(49)
37
mencegah lebih parahnya krisis akhlak, kini upaya tersebut mulai dirintis melalui Pendidikan Karakter bangsa.
Dalam pemberian Pendidikan Karakter bangsa di sekolah, para pakar berbeda pendapat. Setidaknya ada tiga pendapat yang berkembang. Pertama, bahwa Pendidikan Karakter bangsa diberikan berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, Pendidikan Karakter bangsa diberikan secara terintegrasi dalam mata pelajaran PKN, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Pendapat ketiga, Pendidikan Karakter bangsa terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.
Pendidikan karakter yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan, dan perilaku yang baik, jujur, dan penyayang dapat dinyatakan dengan istilah “bermoral”. Tujuan utama pendidikan moral adalah menghasilkan individu yang otonom, yang memahami nilai moral dan memiliki komitmen untuk bertindak konsisten dengan nilai-nilai tersebut.29
Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya
29 Damiyati Zuchdi, et.al., Model Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Perpustakaan Nasional;
(50)
38
sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
Fungsi dan tujuan pendidikan karakter itu sendiri itu dicapai apabila pendidikan karakter dilakukan secara benar dan menggunakan media yang tepat.
Tugas pendidik di semua jenjang pendidikan tidak terbatas pada pemenuhan otak anak dengan berbagai ilmu pengetahuan. Pendidik selayaknya mengajarkan pendidikan menyeluruh yang memasukkan beberapa aspek akidah dan tata moral. Oleh karenanya, pendidik harus mampu menjadikan perkataan dan tingkah laku anak didiknya di kelas menjadi baik yang pada akhirnya nanti akan tertanam pendidikan karakter yang baik dikelak kemudian hari.
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukkan karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Selain itu, menanamkan moral kepada anak adalah usaha yang strategis.
(51)
39
Selain daripada itu tujuan pendidikan watak adalah mengajarkan nilai-nilai tradisional tertentu, nilai-nilai yang diterima secara luas sebagai landasan perilaku yang baik dan bertanggung jawab.30
Pembentukan karakter dapat diibaratkan sebagai pembentukan seseorang menjadi body builder (binaragawan) yang memerlukan latihan otot-otot akhlak secara terus-menerus agar menjadi kokoh dan kuat. Selain itu keberhasilan pendidikan karakter ini juga harus ditunjang dengan usaha memberikan lingkungan pendidikan dan sosialisasi yang baik dan menyenangkan bagi anak.
Dengan demikian, pendidikan yang sangat dibutuhkan saat ini adalah pendidikan yang dapat mengintegrasikan pendidikan karakter dengan pendidikan yang dapat mengoptimalkan perkembangan seluruh dimensi anak (kognitif, fisik, sosial-emosi, kreativitas, dan spiritual). Pendidikan dengan model pendidikan seperti ini berorientasi pada pembentukan anak sebagai manusia yang utuh. Kualitas anak didik menjadi unggul tidak hanya dalam aspek kognitif, namun juga dalam karakternya. Anak yang unggul dalam karakter akan mampu menghadapi segala persoalan dan tantangan dalam hidupnya. Ia juga akan menjadi seseorang yang lifelong learner.
(52)
40
Pada saat menentukan metode pembelajaran yang utama adalah menetukan kemampuan apa yang akan diubah dari anak setelah menjalani pembelajaran tersebut dari sisi karakterya. Apabila kita ingin mewujudkan karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka sudah menjadikan kewajiban bagi kita untuk membentuk pendidik.
5. Ciri-ciri dasar Pendidikan karakter
Forester31 menyebutkan paling tidak ada empat ciri dasar dalam
pendidikan karakter;
a. Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan herarki nilai. Maka nilai menjadi pedoman yang bersifat normative dalam setiap tindakan
b. Koherensi yang member keberanian membuat seseorang teguh ada prinsip, dan tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi dapat meruntuhkan kredibilitas seseorang.
c. Otonomi. Disana seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat dari penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh desakan pihak lain.
(53)
41
d. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna menginginkan apapun yang di pandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Lebih lanjut Madjid32 menyebutkan bahwa kematangan keempat karakter tersebut diatas, memungkinkan seseorang melewati tahap individualitas menuju profesionalitas. Orang-orang modern sering mencampur adukan antara individualitas menuju personalitas, antara aku alami dan aku rohani, antara indepedensi eksterior dan interior. Karakter inilah yang menentukan performa seseorang dalam segala tindakannya.
Kemudian Rosworth Kidder dalam “how Good People Make Tough Choices (1995)”33 yang dikutip oleh Majid (2010)34 menyampaikan tujuan kualitas yang diperlukan dalam pendidikan karakter.
a. Pemberdayaan (empowered), maksudnya bahwa guru harus mampu memberdayakan dirinya untuk mengajarkan pendidikan karakter dengan dimulai dari dirinya sendiri.
b. Efektif (effective), proses pendidikan karakter harus dilaksanakan dengan efektif.
32Ibid., h. 37
33Ibid.
34 Abdul Majid, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
(54)
42
c. Extended into community, maksudnya bahwa komunitas harus membantu dan mendukung sekolah dalam menanamkan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik
d. Embedded, integrasikan seluruh nilai ke dalam kurikulum dan seluruh rangkaian proses pembelajaran.
e. Enganged, melibatkan komunitas dan menampilkan topik-topik yang cukup esensial.
f. Epistemological, harus ada koherensi antara cara berpikir makna etik dengan upaya yang dilakukan untuk membantu peserta didik menerapkannya secara benar.
g. Evaluative, menurut Kidder35 terdapat lima hal yang harus diwujudkan dengan menilai manusia berkarakter, (a) diawali dengan kesadaran etik; (b) adanya kesadaran diri untk berpikir dan membuat keputusan tentang etik; (c) mempunyai kapasitas untuk menampilkan kepercayaan diri secara praktis dalam kehidupan; (d) mempunyai kapasitas dalam menggunakan pengalaman praktis terhadap sebuah komunitas; (e) mempunyai kapasitas untuk menjadi agen perubahan (agent of change) dalam merealisasikan ide-ide etik dan menciptakan suasana yang berbeda.
(55)
43
6. Pendidikan Karakter yang Efektif
Agar pelaksanaan pendidikan karakter berjalan efektif Lickona, Schaps dan Lewis (2010) telah mengembangkan 11 (sebelas) prinsip untuk pendidikan karakter yang efektif (11 principles of effective character education). Schwartz (2008) menguraikan kesebelas prinsip tersebut dengan sedikit penjelasan sebagai berikut:
a. Pendidikan karakter harus mempromosikan nilai-nilai etik inti (ethical core values) sebagai landasan bagi pembentukan karakter yang baik. b. Karakter harus dipahami secara komprehensif termasuk dalam
pemikiran, perasaan, dan perilaku.
c. Pendidikan karakter yang efektif memerlukan pendekatan yang sungguh-sungguh dan proaktif serta mempromosikan nilai-nilai inti pada semua fase kehidupan sekolah
d. Sekolah harus menjadi komunitas yang peduli.
e. Menyediakan peluang bagi para siswa untuk melakukan tindakan bermoral
f. Pendidikan karakter yang efektif harus dilengkapi dengan kurikulum akademis yang bermakna dan menantang, yang menghargai semua pembelajar dan membantu mereka untuk mencapai sukses.
g. Pendidikan karakter harus secara nyata berupaya mengembangkan motivasi pribadi siswa
(56)
44
h. Seluruh staf sekolah harus menjadi komunitas belajar dan komunitas moral yang semuanya saling berbagi tanggung jawab bagi berlangsungnya pendidikan karakter, dan berupaya untuk mengembangkan nilai-nilai inti yang sama yang menjadi panduan pendidikan karakter bagi para siswa.
i. Implementasi pendidikan karakter membutuhkan kepemimpinan moral yang diperlukan bagi staf sekolah maupun para siswa.
j. Sekolah harus merekrut orangtua dan anggota masyarakat sebagai patner penuh dalam upaya pembangunan karakter.
k. Evaluasi terhadap pendidikan karakter harus juga menilai karakter sekolah, menilai fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, sampai pada penilaian terhadap bagaimana cara para siswa memanifestasikan karakter yang baik.
Selain daripada itu Hal ini sejalan ada kebijakan baru dari kemendikbud yang sangat mendukung adanya pendidikan karakter ini yaitu adanya PPK (Penguatan Pendidikan Karakter), dimana memang karakter merupakan poros pendidikan.
Karakter sebagai poros pendidikan, kebijakan PPK (Penguatan Pendidikan Karakter), merupakan poros utama perbaikan pendidikan nasional yang berkaitan erat dengan berbagai program prioritas pemerintah, ia mengatakan, lima nilai PPK berkaitan erat dengan berbagai
(57)
45
program perioritas Kemendikbud di bidang pendidikan dan kebudayaan. Lima nilai utama adalah Religius, Nasionalis, Mandiri, Integritas, dan Gotong Royong.
Program penguatan pendidikan karakter diharapkan menjadi ruh dari pendidikan nasional, nilai utama karakter PPK tidak hanya menyasar para siswa, tetapi juga pada pendidik dan orang tua sebagai pendidik utama dan pertama.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy menyampaikan, gerakan perubahan pendidikan di Indonesia harus segera dilakukan guna mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju khususnya ASEAN. Reformasi pendidikan dimaksudkan untuk membenahi mentalitas sekolah melalui program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
“Sikap dan juga tata cara mengelola sekolah harus dibenahi kalau kita ingin segera maju bersama dengan negara lain. Orang berilmu penting tapi orang berakhlak itu lebih penting," disampaikan Mendikbud saat mengisi Seminar Nasional Pendidikan dengan tema “Tantangan Pendidikan Aceh dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN” di Universitas Muhammadiyah Aceh.36
36
Dari Internet Artikel dalam Internet: Pengelola Web Kemdikbud. 2017. Reformasi Pendidikan Melalui Penguatan Pendidikan Karakter.
Lihat di
http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/01/reformasi-pendidikan-melalui-penguatan-pendidikan-karakter di akses pada 15 Januari 2017
(58)
46
Berikut gambaran lima nilai utama PPK Tersebut:
a. Religius: artinya beriman, bertaqwa, bersih, toleransi, dan cinta lingkungan. Implementasinya dalam bentuk perayaan hari keagamaan, anti kekerasan, serta kegiatan kerohanian.
b. Nasionalis: Cinta tanah air, semangat kebangsaan, dan menghargai kebhinnekaan. Implementasinya: Bela negara, Deradikalisasi Guru Garis Depan SMS dan BBM, OSN, O2SN, FLS2N.
c. Integritas: Kejujuran, keteladanan, kesatuan, dan cinta pada kebenaran. Implementasinya adalah KBM 8 Jam anti korupsi.
d. Mandiri: Kerja keras, kreatif, disiplin, berani, dan pembelajar. Implementasinya: literasi kepsek sebagai manajer, vokasi sarprasdik. e. Gotong royong: Kerjasama, solidaritas, saling menolong, dan
kekeluargaan. Implementasinya adalah PIP/ KIP, sekolah 5 hari, dan komite sekolah.37
C. Penguatan Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Kualitas Karakter Siswa
Pendidikan agama atau pendidikan berbasis agama, utamanya agama Islam sangatlah penting, lebih khusus untuk pendidikan karakter. Pendidikan
37
Dari Internet Pernyataan dalam akun twitter: @Kemdikbud RI. 2017. Di publish pada 15 Januari 2017
Lihat di
(59)
47
agama merupakan proses transmisi pengetahuan yang diarahkan pada tumbuhnya penghayatan keagamaan yang akan memupuk kondisi ruhaniah yang mengandung keyakinan akan keberadaan Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa, dengan segala ajaran yang diturunkan melalui wahyu kepada Rasulnya, dan keyakinan tersebut akan menjadi daya dorong bagi pengamalan ajaran agama dalam perilaku dan tindakan sehari-hari.38 Salah satu aspek dalam pendidikan agama Islam adalah pendidikan moralitas, yang erat kaitannya dengan pendidikan karakter. Pendidikan moralitas sangatlah penting, bahkan memiliki pertautan erat dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Salah satu tugas utama pendidikan ialah untuk membuat peserta didik menjadi dewasa, mandiri, berwawasan, dan berbudaya luhur sesuai dengan nilai-nilai moralyang positif dan universal.39
Sejalan dengan Teori Penguatan , terdapat 3 konsekuensi yang berbeda, yaitu: (1) Konsekuensi yang memberikan reward, (2) Konsekuensi yang memberikan punishment dan (3) Konsekuensi yang tidak memberikan apa-apa. Dengan kata lain, setiap tindakan mengarah pada konsekuensi baik, buruk, atau tidak ada konsekuensi sama sekali. Dan konsekuensi tersebut akan menjadi penyebab terjadi atau tidaknya sebuah tindakan atau kondisi. Tindakan dan konsekuensi yang diterapkan berbeda-beda dan harus disesuaikan dengan kasus
38 Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Indonesia Pascakemerdekaan, (Jakarta: Rajawali
Press, 2009), h. 138
39 Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional dalam Percaturan Dunia Global, (Jakarta: PSAP,
(60)
48
yang bersangkutan agar dapat berfungsi secara efektif.Untuk itulah perlu adanya penguatan yang pas untuk mengelola stimulus peserta didik ke arah yang lebih baik.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal di Indonesia sebenarnya mirip dengan madrasah karena dalam sekolah-sekolah di negeri ini terdapat muatan pendidikan agama, pendidikan pancasila, pendidikan kewarganegaraan, dan nilai-nilai budi pekerti lainnya yang utama. Sekolah umum meskipun mengajarkan pengetahuan umum tidak lepas dari pendidikan moral dan pembudayaan di lingkungan sekolah, sehingga sekolah umum pun memiliki kelebihan dan relevansi untuk pendidikan karakter. Namun diperlukan proses dan fokus yang lebih intensif dalam pendidikan karakter di sekolah, sehingga peserta didik tidak sekedar dididik kognisi dan psikomotoriknya, tetapi juga afeksi dan life-skill yang menyeluruh sehingga sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yakni terbentuk pribadi-pribadi manusia Indonesia yang utuh, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyrakatan dan kebangsaan yang tinggi.40
Karakter menurut Sudewo terdiri dari sifat-sifat tidak egois, jujur, disiplin, ikhlas, sabar, bersyukur, bertanggung jawab, berkorban, memperbaiki
(61)
49
diri, sungguh-sungguh, adil, arif, bijaksana, kesatria, tawadhu, sederhana, visioner, solutif, komunikatif, dan inspiratif.41 Dalam membangun karakter atau
jati diri bangsa diperlukan lima sikap dasar yaitu jujur, terbuka, berani mengambil resiko, bertanggung jawab, memenuhi komitmen, dan kemampuan berbagi42. Sesungguhnya nilai-nilai karakter tersebut secara potensial dimiliki manusia denga sifat-sifat dasarnya yang baik, yang dalam agama sering disebut “fitrah” atau potensi dasar kemanusiaan yang asasi, dimana manusia pada dasarnya suka atau cinta terhadap hal-hal yang baik sebagaimana status dirinya selaku makhluk Tuhan yang dimuliakan (fi ahsan al-taqwim). Namun karena lingkungan dan tidak tersentuhnya nilai-nilai fitrah tersebut maka dalam perjalanannya kemudian manusia terperangkap pada tingkah laku dan tindakan yang buruk, yang sesungguhnya sering bertentangan dengan nuraninya yang baik. Maka hal itu banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya karakter, akan tetapi penguatan pendidikan agama Islam di sekolah yang peneliti teliti tidak menutup kemungkinan adanya peningkatan kualitas karakter siswa.
41 Erie Sudewo, Character Building: menuju Indonesia Lebih Baik, (Jakarta: Republika Penerbit,
2011), h. 15-16
42Tim Sosialisasi “Penyemai Jati Diri Bangsa”, Membangun Kembali karakter Bangsa, (Jakarta:
(1)
91
setidaknya bagi peneliti lain sudah bisa dijadikan acuan atau pembanding, sehingga
pelaksanaan ataupun pencapaian tujuan penguatan Pendidikan Agama Islam nantinya
(2)
92
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010).
Abdullah Munir, Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Pedagogia, 2010).
Abu Ahmadi, Manajemen Pendidikan di Indonesia, (Bandung; Remaja Karya, 1988).
Adi, Guru Bimbingan Konseling, SMP Gema 45 Surabaya, wawancara pribadi, Surabaya, 24 November 2016
Asri C. Budiningsih, Pembelajaran Moral, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004).
Bertrand Russel, Pendidikan dan Tatanan Sosial, Penerjemah. Ahmad Setiawan Abadi,
(Jakarta; Yayasan Obor Indonesia, 1993).
Bohar Soeharto, Pendekatan dan Teknik dalam proses Belajar Mengajar (Bandung:
PT Tarsitoo, 1996).
Cece Wijaya, Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 1992).
Damiyati Zuchdi, et.al., Model Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Perpustakaan
Nasional; Katalog dalam Terbitan, tth).
Dari Aplikasi kitab 9 imam hadits: Lidwa Pusaka i-software kitab 9 imam hadits, Sumber: Ahmad, Kitab: Sisa Musnad sahabat yang banyak meriwayatkan hadits, Bab: Musnad Abu Hurairah Radliyallahu 'anhu, No. Hadist : 8595.
Dari Internet Artikel dalam Internet : Setia Basri. 2012. Pendekatan Penelitian, Metode
Penelitian, Dan Teknik-Teknik Desain Penelitian, Lihat di
http://setabasri01.blogspot.com/2012/04/metode-penelitian.html, di akses tanggal 10 Oktober 2016
(3)
93
Dari Internet Artikel dalam Internet: Aditya. 2016. Fakta-fakta mengejutkan kasus
Yuyun yang bikin kitatak tega mendengarnya. Lihat di
http://www.idntimes.com/rizal/5-fakta-terbaru-mengejutkan-mengenai-kasus-yuyun di akses pada 12 Juli 2016
Dari Internet Artikel dalam Internet: Jawapos (mpg/sad/jpg). 2016. Astaga, kasus mirip
Yuyun terjadi lagi. Lihat di
http://www.jawapos.com/read/2016/05/09/27465/astagakasus-mirip-yuyun-terjadi-lagi-, di akses pada 12 Juli 2016
Dari Internet Artikel dalam Internet: Pengelola Web Kemdikbud. 2017. Reformasi
Pendidikan Melalui Penguatan Pendidikan Karakter. Lihat di
http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/01/reformasi-pendidikan-melalui-penguatan-pendidikan-karakter, di akses pada 15 Januari 2017.
Dari Internet Pernyataan dalam akun twitter: @jokowi. 2016. Di publish pada 04 Mei
2016. Lihat di www.Twitter.com, diakses pada 12 Juli 2016
Dari Internet Pernyataan dalam akun twitter: @Kemdikbud RI. 2017. Di publish pada
15 Januari 2017. Lihat di www.Twitter.com, diakses pada 15 Januari 2017.
Darwin Syah, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta;
Gaung Persada Press, 2007).
Departemen Agama, Kendali Mutu, Pendidikan Agama Islam (Jakarta : Dirjen
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,2001).
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, tth).
Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru, (Surabaya: Amelia, 2003).
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
(4)
94
Erie Sudewo, Character Building: menuju Indonesia Lebih Baik, (Jakarta: Republika
Penerbit, 2011).
Haedar Nashir, Pendidikan Karakter berbasis agama & budaya, (Yogyakarta: Multi
Presindo).
Hasil Dokumentasi tanggal 24 November 2016
Heri Gunawan, Pendidkan Karakter, (Bandung: Alfabeta, 2012).
John Dewey, Democracy and Education, (New York: The MxMillan Co., 1916).
Mardalis, Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan, (Jakarta : Bumi Aksara.1999)
Moleong Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002)
Muchlas Samani dan Hariyanto, Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, cet. II)
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006).
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004).
National Commission On Violence Against Women. Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Lembar FaktaCatatan Tahunan
(Catahu) 2016 – 7 Maret 2016, (Jakarta: 2016).
Nur Syam, Bukan Dunia Berbeda: Sosiologi Komunitas Islam, (Surabaya: Pustaka
Eureka, 2005).
Nur Syam, Bukan Dunia Berbeda: Sosiologi Komunitas Islam, (Surabaya: Pustaka
Eureka, 2005).
Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Indonesia Pascakemerdekaan, (Jakarta:
(5)
95
Rahmat, Guru Pendidikan Agama Islam, SMP Gema 45 Surabaya, wawancara pribadi, Surabaya, 24 November 2016
S. Nasution, Metode Research, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996).
Samsudin, Kepala Sekolah, SMP Gema 45 Surabaya, wawancara pribadi, Surabaya, 24 November 2016
Samuel Smith, Gagasan Besar Tokoh-tokoh dalam Bidang Pendidikan, (Jakarta; Bumi
Aksara, 1989).
Siti Aminatun, Kaur Humas, SMP Gema 45 Surabaya, wawancara pribadi, Surabaya, 24 November 2016
Soeratno, Metodologi Penelitian (Yogyakarta: UPP AMPYPKN, 1995).
Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, (Surabaya: Usaha nasional, 1993).
Sudirman N, Ilmu pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992).
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta).
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitafi, Kualitatif, R&D, (bandung: Alfabeta, 2009).
Suharsimi Arukinto, Manajemen Penelitian, (Jakarta : PT RINEKA CIPTA.1995).
Suryabrata Sumadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983).
Susiyanto, Kauf Kesiswaan, SMP Gema 45 Surabaya, wawancara pribadi, Surabaya, 24 November 2016
Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional dalam Percaturan Dunia Global, (Jakarta:
PSAP, 2006), Cet. I.
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta; PT.
(6)
96
TAP MPR No. II/MPR/1993
Thomas Lickona, Pendidikan Karakter; Panduang lengkap mendidik siswa menjadi
pintar dan baik, (Bandung: Nusa Media).
Tim Sosialisasi “Penyemai Jati Diri Bangsa”, Membangun Kembali karakter Bangsa,
(Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2003).
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif (Konsep, Landasan, dan
Implementasinya dalam KTSP), (Jakarta: Kencana, 2009).
Usman Husaini dan Purnomo Setia Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: