PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MATERI PENGALAMANKU MELALUI METODE PROBLEM-POSING LEARNING PADA SISWA KELAS III MI ROUDLOTUL IHSAN KETAPANG SUKO.

(1)

PADA SISWA KELAS III MI ROUDLOTUL IHSAN KETAPANG SUKO”

SKRIPSI

Disusun oleh :

Naning Fatriani (D07212057)

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Naning Fatriani. Penelitian Tindakan Kelas, 2016. “Peningkatan Keterampilan Berbicara Materi Pengalamanku Melalui Metode Problem-Posing Learning Pada Siswa Kelas III MI Roudlotul Ihsan Ketapang Suko”. Skripsi jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, Pembimbing Sihabuddin, M.Pd.I, M.Pd

ABSTRAK

Penelitian ini di latar belakangi oleh rendahnya keterampilan berbicara siswa yang dilakukan oleh pengambilan materi yang hanya dari buku paket, dan pendidik yang kurang efektif dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran. untuk menciptakan suasana kelas yang nyaman, seharusnya guru lebih efektif dalam memberikan media pada siswa agar tidak menimbulkan kejenuhan. Akibatnya, skor nilai rata-rata siswa belum dapat mencapai KKM.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui penerapan

metode Problem-Posing Learning dalam meningkatkan keterampilan berbicara

siswa dalam menceritakan suatu pengalaman pada kelas III MI Roudlotul Ihsan Ketapang Suko. 2. Mengetahui peningkatan keterampilan berbicara siswa dalam menceritakan suatu pengalaman pada kelas III MI Roudlotul Ihsan Ketapang

Suko dengan menggunakan metode Problem-Posing Learning.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas menggunakan model Kurt Lewin yang menyatakan bahwa dalam satu siklus terdiri atas empat bagian pokok, yaitu 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) observasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas III MI Roudlotul Ihsan tahun ajaran 2015/2016, dengan jumlah 34 siswa. Penelitian dilakukan sebanyak 2 siklus. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu non tes (penilaian performance) menggunakan rubik penilaian keterampilan berbicara, observasi dengan menggunakan instrumen lembar observasi aktivitas guru dan siswa, wawancara menggunakan format panduan wawancara dan dokumentasi. Data unjuk kerja siswa dianalisis berdasarkan rumus persentase.

Hasil penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Penerapan metode Problem-Posing Learning berjalan dengan baik melalui perbaikan pada tiap siklus. Penjelasan ini dapat dilihat dari hasil observasi aktivitas guru meningkat dari 80 pada siklus I menjadi 96,42 pada siklus II. Begitu pula pada aktivitas siswa meningkat dari 76,8 pada siklus I menjadi 96,55 pada siklus II. 2)

Penerapan pembelajaran bahasa indonesia melalui metode Problem-Posing

Learning dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa yang terlihat dari nilai rata-rata siswa siklus I sebesar 60,14 dan siklus II sebesar 83,08 sehingga terjadi peningkatan sebesar 23. Prosentase ketuntasan siswa meningkat terlihat


(7)

dari prosentase ketuntasan pada siklus I sebesar 17,64% dan siklus II sebesar 88,23% sehingga terjadi peningkatan sebesar 70%.

Kata Kunci: Keterampilan Berbicara, Bahasa Indonesia, Metode Problem-Posing


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tindakan yang Dipilih... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Hipotesis ... 6

G. Lingkup Penelitian ... 6


(9)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Keterampilan Berbicara

1. Pengertian Keterampilan Berbicara ... 10

2. Tujuan Berbicara ... 12

3. Jenis-jenis Berbicara ... 13

4. Faktor Kebahasaan dan Non Kebahasaan ... 14

5. Penilaian Keterampilan Berbicara... 16

6. Hubungan Keterampilan Berbicara dengan Berbahasa... 16

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara 19 8. Hal Penting Dalam Berbicara... 21

9. Upaya Peningkatan Keterampilan Berbicara ... 23

B. Metode Problem-Posing Learning 1. Pengertian Metode ... 24

2. Pengertian Problem-Posing Learning ... 25

3. Langkah-langkah metode Problem-Posing Learning ... 26

4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Problem-Posing Learning ... 28

C. Materi Pengalamanku 1. Pengertian Pengalaman ... 29

2. Macam-macam Pengalaman ... 30

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS A. Metode Penelitian... 31

B. Setting Penelitian ... 33

C. Subjek Penelitian ... 33

D. Variabel yang Di Teliti... 34

E. Rencana Tindakan ... 34


(10)

G. Analisis Data ... 41

H. Indikator Kinerja ... 42

I. Tim Peneliti dan Tugasnya... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 45

B. Hasil Penelitian ... 47

1. Siklus I ... 48

2. Siklus II ... 56

C. Pembahasan Peningkatan Keterampilan Berbicara ... 61

D. Hasil Penelitian Peningkatan Keterampilan Berbicara ... 63

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... 70

RIWAYAT HIDUP ... 71


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Profil Sekolah

2. Gambar PTK Kurt Lewin

3. Format Panduan Wawancara Guru

4. Format Panduan Wawancara Siswa

5. Hasil Wawancara Guru

6. Hasil Wawancara Siswa

7. Kriteria ketuntasan belajar

8. Daftar Nilai Siswa Siklus I

9. Daftar Nilai Siswa Siklus II

10.Hasil Validasi RPP Siklus I

11.Hasil Validasi RPP Siklus II

12.Hasil Validasi Lembar Observasi Guru Siklus I

13.Hasil Validasi Lembar Observasi Guru Siklus II

14.Hasil Validasi Lembar Observasi Siswa Siklus I

15.Hasil Validasi Lembar Observasi Siswa Siklus II

16.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I

17.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II

18.Lembar Observasi Aktivitas Guru Siklus I

19.Lembar Observasi Aktivitas Guru Siklus II

20.Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus I

21.Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus II

22.Lembar Unjuk Kerja Siswa Siklus I

23.Lembar Unjuk Kerja Siswa Siklus II

24.Gambar siklus I

25.Gambar Siklus II

26.Surat Tugas Pembimbing Skripsi

27.Surat Keterangan Melakukan Penelitian


(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia pendidikan, bahasa Indonesia sangat diperlukan untuk

membimbing siswa dalam mengenal bahasa yang baik sesuai dengan EYD

(Ejaan Yang Disempurnakan). Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia

bertujuan agar peserta didik memiliki keterampilan (1) berkomunikasi secara

efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku baik secara lisan maupun

tulis, (2) menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai

bahasa persatuan dan bahasa negara, (3) memahami Bahasa Indonesia dan

menggunakan dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, (4)

menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan keterampilan

intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, (5) menikmati dan

memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi

pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa, (6)

menghargai dan membanggakan karya satra Indonesia sebagai khazanah

budaya intelektual bangsa Indonesia.Namun demikian, sampai saat ini masih

banyak siswa yang belum mampu memahami dan memproduksi

kalimat-kalimat kompleks yang membawa mereka pada situasi yang berbeda.

Guru seharusnya bisa memecahkan masalah tersebut dengan cara

menyelenggarakan kegiatan pembelajaran. Agar kegiatan pembelajaran


(13)

belajar dan mengajar. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan

untuk merubah tingkah laku secara keseluruhan untuk berinteraksi dengan

lingkungan.1 Sedangkan mengajar merupakan usaha menciptakan sistem

lingkungan yang terdiri atas komponen mengajar, tujuan pengajaran, siswa,

materi pelajaran, metode pengajaran, dan media pembelajaran.2

Berbicara merupakan suatu keterampilan dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia. Berbicara dapat diartikan sebagai kemampuan mengucap

bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan,

perasaan, atau pengalamannya secara lisan.3Berbicara juga merupakan

keterampilan berbahasa yang utama dan yang pertama kali dipelajari dalam

hidupnya. Berbicara memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

misalnya dalam pendidikan, dilingkungan sekolah maupun masyarakat luas

karena sebagian besar kegiatan manusia membutuhkan dukungan

keterampilan berbicara.

Agar hal itu dapat terwujud, maka diperlukan media pembelajaran.

Media Pembelajaran adalah sumber-sumber belajar dari segala sesuatu yang

dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan

siswa sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri siswa

yang diadakan atau diciptakan oleh seorang guru secara sengaja.

1

Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm.20. 2

Iskandarwassid, Dadang Sunendar. Strategi Pengajaran Bahasa, (Bandung: Rosdakarya, 1987), hlm.1.

3


(14)

Terdapat beberapa metode pembelajaran yang layak untuk dilakukan

dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Salah satunya yaitu dengan

menggunakan Metode Problem-Posing Learning pada mata pelajaran Bahasa

Indonesia.

Pada kenyataannya dari hasil observasi awal yang dilakukan peneliti

dengan guru kelas III MI Roudlotul Ihsan Ketapang Suko yang bernama

Komariah, S.Ag, pada tanggal 31 Maret – 1 April 2016 bahwa anak-anak

sekolah dasar kelas III MI Roudlotul Ihsan Ketapang Suko belum dapat

memahami bagaimana cara menceritakan pengalamannya dengan bahasa yang

baik dan benar di bawah ketuntasan minimal.

Menurut hasil wawancara dari guru oleh peneliti, kelas III MI

Roudlotul Ihsan Ketapang Suko bahwa keterampilan berbicara mata pelajaran

Bahasa Indonesia dari 34 peserta didik hanya rata-rata 40% yang memiliki

ketuntasan dalam materi pengalamanku yang belum tuntas mencapai rata-rata

60%. Metode ceramah yang digunakan guru pada pengajaran Bahasa

Indonesia materi pengalamanku menyebabkan peserta didik bosan, bermain

sendiri dan hingga kurang menarik perhatian peserta didik.

Berdasarkan masalah yang dipaparkan, bahwa kesulitan peserta didik

yaitu dalam menceritakan pengalamannya pada materi pengalamanku kelas III

di MI Roudlotul Ihsan Ketapang Suko. Oleh karena itu, peneliti akan

mencoba meningkatkan keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan


(15)

Kesesuaian metode Problem-Posing Learning dengan karakteristik siswa yaitu membuat siswa menjadi lebih percaya diri dengan apa yang akan

dibicarakan, dengan mengkaji sifat-sifat dan ciri media yang akan digunakan.

Kesesuaian metode Problem-Posing Learning dengan materi pembelajaran

yaitu bahan atau kajian yang diajarkan pada program pembelajaran akan

diukur sampai sejauh mana kedalaman yang harus dicapai, sehingga metode

yang diberikan akan menyatu dengan materi pembelajarannya. Dari latar

belakang di atas, maka peneliti mengambil judul “PENINGKATAN

KETERAMPILAN BERBICARA MATERI PENGALAMANKU

MELALUI METODE PROBLEM-POSING LEARNING PADA SISWA

KELAS III MI ROUDLOTUL IHSAN KETAPANG SUKO”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah yang akan

diuraikan peneliti adalah keterampilan berbicara siswa kelas III MI Roudlotul

Ihsan Ketapang Suko. Peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan metode Problem-Posing Learning dalam

meningkatkan keterampilan berbicara siswa dalam menceritakan suatu

pengalaman pada kelas III MI Roudlotul Ihsan Ketapang Suko?

2. Bagaimana peningkatan keterampilan berbicara siswa dalam menceritakan

suatu pengalaman pada kelas III MI Roudlotul Ihsan Ketapang Suko


(16)

C. Tindakan Yang Dipilih

Tindakan yang dipilih dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode Problem-Posing Learning yang dilakukan didalam

kelas. Metode Problem-Posing Learning ini merupakan suatu metode yang

tergolong dalam jenis metode visual. Metode tersebut mendorong siswa untuk

berani mengungkapkan pengalamannya yang telah dialami.

Siswa kelas III pada umumnya tentu akan senang apabila diajak

belajar dengan menggunakan metode Problem-Posing Learning ini karena

mereka dapat dengan bebas mengungkapkan perasaannya dengan

menceritakan pengalaman-pengalamannya baik pengalaman mereka yang

mengesankan maupun pengalaman mereka yang sangat buruk. Guru tidak

akan kesusahan untuk melaksanakan metode Problem-Posing Learning

tersebut, karena metode tersebut dapat dilakukan dengan meminta siswa

mengungkapkan pengalamannya.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui penerapan metode Problem-Posing Learning dalam

meningkatkan keterampilan berbicara siswa dalam menceritakan suatu

pengalaman pada kelas III MI Roudlotul Ihsan Ketapang Suko

2. Mengetahui peningkatan keterampilan berbicara siswa dalam

menceritakan suatu pengalaman pada kelas III MI Roudlotul Ihsan


(17)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

Siswa dapat berbicara menceritakan pengalamannya dengan

menggunakan metode Problem-Posing Learning.

2. Bagi Guru

Guru mendapatkan pengalaman dan keterampilan dalam mengembangkan

perangkat pembelajaran dengan beberapa metode. Salah satunya dengan

metode Problem-Posing Learning untuk meningkatkan keterampilan

berbicara siswa.

3. Bagi Sekolah

Sebagai bahan rujukan bagi sekolah untuk mengadakan bimbingan dan

pelatihan bagi guru agar menggunakan metode Problem-Posing Learning

untuk diterapkan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia tersebut.

F. Hipotesis Tindakan

Jika menggunakan metode Problem-Posing Learning, maka dapat

meningkatkan keterampilan berbicara materi pengalamanku pada siswa kelas

III MI Roudlotul Ihsan Ketapang Suko.

G. Lingkup Penelitian

Agar pembahasan ini lebih mengarah dengan baik dan tidak

menimbulkan kekeliruan atau meluasnya pembahasan, maka perlu dibatasi


(18)

Adapun ruang lingkup pembahasannya adalah sebagai berikut:

1. Ruang lingkup kajian dari segi bidang studi hanya difokuskan pada

pembelajaran Bahasa Indonesia kelas III tahun pelajaran

2015-2016, khususnya pada aspek berbicara yang berhubungan dengan

materi “Pengalamanku” dengan Standart Kompetensi, Kompetensi

Dasar, dan Indikatornya ialah:

Standart Kompetensi:

5. Mengungkapkan pikiran, perasaan, pengalaman, dan petunjuk

dengan bercerita dan memberikan tanggapan/saran.

Kompetensi Dasar:

5.1 Menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan

menggunakan kalimat yang runtut dan mudah dipahami.

5.2 Menjelaskan urutan membuat aturan melakukan sesuatu

dengan menggunakan kalimat yang runtut dan mudah

dipahami.

5.3 Memberikan tanggapan dan saran sederhana terhadap suatu

masalah dengan menggunakan kalimat yang runtut dan

pilihan kata yang tepat.4

4


(19)

Indikator:

1. Menceritakan pengalaman yang mengesankan secara runtut

2. Mengidentifikasi melakukan sesuatu dengan kalimat yang

runtut

3. Merespon suatu masalah dengan kalimat yang runtut dan kata

yang tepat.

2. Subjek penelitian ini hanya terbatas pada siswa kelas III tahun

pelajaran 2015-2016 di MI Roudlotul Ihsan Ketapang Suko .

3. Keterampilan berbicara yang dimaksudkan dalam penelitian

tindakan ini yang terutama adalah keterampilan berbicara yang

berkaitan dengan materi “Pengalamanku” dalam proses

pembelajaran Bahasa Indonesia. Jadi, tidak menjangkau segala

bentuk keterampilan berbicara. Kriteria keterampilan berbicara

materi pengalamanku seperti, (1) intonasi suara (2) penggunan

bahasa (3) kesesuaian alur cerita.

4. Implementasi penelitian ini menggunakan metode Problem-Posing

Learning.

H. Definisi Operasional

1. Keterampilan Berbicara

Keterampilan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk

menunjukkan suatu kelebihannya. Keterampilan akan menjadi semakin


(20)

2. Metode Problem-Posing Learning

Problem-Posing berasal dari istilah Bahasa Inggris yang terdiri dari kata Problem dan Pose. Problem diartikan sebagai masalah atau persoalan,

sedangkan pose diartikan sebagai mengajukan. Jadi, Problem-Posing yaitu

mengajukan pendapat untuk menyelesaikan suatu masalah dengan mencari

jalan alternatif.

Problem-Posing Learning merupakan istilah yang pertama kali dikembangkan oleh ahli pendidikan asal Brasil, Paulo Freire dalam

bukunya Pedagogy of the Oppresed (1970). Metode ini dilakukan dengan

cara siswa ditunnjukkan gambar dalam suatu kertas yang secara visual

menceritakan kisahnya secara berurutan, siswa menjelaskan setiap gambar

tersebut dengan bahasa yang benar, siswa membentuk kelompok kecil

untuk mendiskusikan gagasan-gagasannya, kemudian siswa menceritakan

kembali kisahnya tersebut dengan menggunakan bahasanya sendiri.

3. Materi Pengalamanku

Pengalaman merupakan suatu peristiwa yang dialami oleh setiap orang

pada waktu lampau. Kemampuan prasyarat yang dimiliki oleh siswa

dalam mempelajari materi pengalaman tersebut adalah keberanian dan

kelancaran kosakata dalam menyampaikan suatu peristiwa yang terjadi


(21)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Keterampilan Berbicara

1. Pengertian Keterampilan Berbicara

Keterampilan adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh setiap

manusia yang berbeda-beda antara satu manusia dengan yang lainnya.

Semakin sering digunakan kemampuan tersebut maka semakin bagus pula

keterampilan yang dimiliki oleh seseorang tersebut.

Berbicara adalah bercakap, berbahasa, mengutarakan isi pikiran,

melisankan sesuatu yang dimaksudkan.5 Sedangkan Djagon Tarigan

mengungkapkan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan

bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan

serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.6 Pendapat lain

diungkapkan Nuraeni bahwa berbicara merupakan suatu proses

penyampaian informasi, ide atau gagasan dari komunikasi sebagai

pendengar.7

Keterampilan berbicara merupakan salah satu kemampuan yang perlu

dikembangkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, disamping

5

Poewadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Balai Puataka, 2007), hlm.165. 6

Djagon Tarigan, Berbicara, (Bandung: PT. Angkasa, 1998), hlm.15. 7

Nuraeni, Pembelajaran Bahasa Indonesia SD dan Apresiasi Bahada dan Sastra Indonesia, (Yogyakarta: PT. BPG, 2002), hlm.87.


(22)

keterampilan mendengarkan, membaca, dan menulis. Keberanian untuk

berbicara, bertanya dan mengungkapkan gagasan sangat mendukung

dalam proses pembelajaran khususnya Bahasa Indonesia. Untuk itu,

keterampilan berbicara perlu dikembangkan kepada siswa sedini mungkin.

Kemampuan merupakan tuntutan utama yang harus dikuasai oleh

guru. Guru yang baik harus dapat mengekspresikan pengetahuan yang

dikuasainya secara lisan.

Sedangkan menurut Nuraeni, keterampilan berbicara merupakan faktor

yang sangat mempengaruhi kemahiran seseorang dalam penyampaian

informasi secara lisan.8 Sehubungan dengan hal tersebut, Isnaini

mengungkapkan bahwa kemampuan berbicara sebagai kemampuan

produktif lisan yang menuntut banyak hal yang harus dikuasai oleh peserta

didik, meliputi penguasaan aspek kebahasaan dan non kebahasaan.9

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan

berbicara adalah kemampuan untuk menyampaikan informasi secara lisan

yang menuntut keberanian serta kemahiran dalam aspek kebahasaan dan

non kebahasaan.

8

Nuraeni, Pembelajaran Bahasa Indonesia SD dan Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia, (Yogyakarta: PT.BPG,2002), hlm.87.

9

Isnaini Yulianita Hafi, Reproduktif Siswa Dalam Keterampilan Berbahasa, (Yogyakarta: IKIP,2000), hlm.91.


(23)

2. Tujuan Bicara

Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat

menyampaikan isi pikiran secara efektif, maka seharusnya pembicara

memahami makna segala sesuatu yang ingin disampaikan, pembicara

harus mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya. Tujuan

umum berbicara ada empat bagian yaitu:

a. Menghibur

Berbicara untuk menghibur berarti pembicara penarik

perhatian pendengar dengan cara seperti humor, spontanitas,

kisah-kisah jenaka, petualangan dan sebagainya untuk menimbulkan suasana

gembira pada pendengarnya.

b. Menginformasikan

Berbicara untuk tujuan menginformasikan atau melaporkan

dilakukan bila seseorang ingin:

1) Menjelaskan suatu proses

2) Menguraikan, menafsirkan atau menginterprestasikan suatu hal

3) Memberikan, menyebarkan atau menambahkan pengetahuan

4) Menjelaskan keterkaitan dengan suatu hal

c. Menstimulasikan

Berbicara untuk menstimulasikan jauh lebih kompleks dari

tujuan berbicara lainnya. Sebab berbicara harus pandai merayu


(24)

tercapai jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat,

inspirasi, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya.

d. Menggerakkan

Dalam berbicara untuk mendengarkan diperlukan pembicara

yang wibawa, sebagai panutan atau tokoh idola masyarakat. Melalui

kepandaiannya dalam berbicara, kecakapan memanfaatkan situasi,

ditambah penguasaannya terhadap jiwa, maka pembicara dapat

menggerakkan masa pendengarnya.10

3. Jenis-jenis Berbicara

Secara global berbicara dibagi menjadi dua jenis, yaitu berbicara

dimuka umum dan berbicara pada konferensi.11 Beberapa kegiatan

berbicara dapat diuraikan kedalam beberapa kategori sebagai berikut:

a. Berbicara dimuka umum pada masyarakat (public speaking) yang

mencakup empat jenis, yaitu:

1) Berbicara dalam situasi-situasi yang memberitahukan atau

melaporkan yang bersifat informasi (informative speaking)

2) Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat kekeluargaan atau

persahabatan (fellowship speaking)

3) Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat membujuk,

mengajak, mendesak, dan meyakinkan (persuasive speaking)

10

http://www.edukasikompasiana.com 11

Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbicara, (Bandung: Angkasa, 1981), hlm.24.


(25)

4) Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat merundingkan

dengan tenang dan hati-hati (deliberative speaking).

b. Berbicara dalam konferensi (conference speaking) yang meliputi:

1) Diskusi kelompok (group discusion) yang dapat dibedakan atas:

a) Tidak resmi (informal)

(1) Kelompok study

(2) Kelompok pembuat kebijaksanaan

(3) Komik

b) Resmi

(1) Konferensi

(2) Diskusi panel

(3) debat12

4. Faktor-faktor Kebahasan dan Non Kebahasan Sebagai Penunjang

Keefektifan Berbicara.

Tidak semua orang meiliki kemahiran dalam berbicara didepan umum.

Namun, keterampilan ini dapat dimiliki oleh semua orang melalui

prosesbelajar dan latihan secara berkesinambungan dan sistematis.

Terkadang dalam proses belajar pun belum bisa mendapatkan hasil yang

memuaskan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal yang merupakan

faktor kebahasaan dan non bahasa dalam kegiatan berbicara. Adapun dua

12

Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbicara, (Bandung: Angkasa, 1981), hlm.45.


(26)

hambatan yang umum biasanya sering terjadi dalam kegiatan berbicara

yaitu faktor kebahasaan dan non bahasa:13

a. Faktor Kebahasaan

1) Ketidak sempurnaan alat ucap

Kesalahan yang diakibatkan kurang sempurna alat ucap akan

mempengaruhi keefektifan dalam berbicara, pendengarpun akan

menafsirkan maksud pembicara.

2) Penguasaan Komponen Kebahasaan

Komponen kebahasaan meliputi hal-hal seperti lafal dan

intonasi, pilihan kata (diksi), struktur bahasa dan gaya bahasa.

3) Penggunaan Komponen Isi

Komponen ini meliputi hubungan isi dengan topik, standart isi,

kualitas isi, dan kuantitas isi.

4) Kelelahan dan Kesehatan Fisik

Keadaan / kondisi fisik maupun mental akan menghambat

keefektifan berbicara seseorang. Sehingga pembicara tidak dapat

menguasai komponen bahasa dan komponen isi tersebut.

b. Faktor Non Kebahasaan

1) Suara atau bunyi

2) Kondisi ruangan

13

Maidar G, Arsjad. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT.GeloraAksara Pratama, 2005).hlm.17.


(27)

3) Media

4) Pengetahuan pendengar

5. Penilaian Keterampilan Berbicara

Keberhasilan suatu kegiatan tentu memerlukan penilaian. Pengajaran

keterampilan berbicara merupakan salah satu kegiatan dalam

pembelajaran untuk menilai kemampuan berbicara seseorang

sekurang-kurangnya harus ada enam yang diperhatikan yaitu:14

a. Instrumen suara

b. Penggunaan bahasa

c. Kesesuaian alur cerita

Hal-hal tersebut merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri

bahwa kemampuan berbicara secara efektif merupakan suatu unsur

penting terhadap keberhasilan kita dalam semua bidang kehidupan.

6. Hubungan Keterampilan Berbicara dengan Keterampilan Berbahasa yang

Lain

Berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa tidaklah berdiri

sendiri, tetapi saling berkaitan dengan keterampilan berbahasa lainnya.15

Keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak yang

14

Henry Guntur Tarigan, Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbicara, (Bandung: Angkasa,1981), hlm.28.

15

Maidar G, Arsjad. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT.Gelora Aksara Pratama, 2005), hlm.1.


(28)

hanya didahului oleh keterampilan menyimak dan pada masa itulah

kemampuan berbicara dipelajari.

Berbicara berhubungan erta dengan kosakata yang diperoleh anak

melaui kegiatan menyimak dan membaca. Demikian pula sering terjadi

keterampilan berbicara dihubungkan dengan keterampilan menulis.

Secara garis besar hubungan berbicara dengan keterampilan berbahasa

yang lain adalah sebagai berikut:

a. Hubungan antara berbicara dengan menyimak

Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan komunikasi dua arah

yang berlangsung serta merupakan komunikasi tatap muka atau face

to face communication.16 Hal-hal yang dapat menunjukkan adanya keterkaitan antara berbicara dengan menyimak adalah sebagai

berikut:17

1) Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan

menirukan (imitasi). Oleh karena itu, contoh yang disimak oleh

seorang anak sangat penting dalam penguasaan kecakapan

berbicara.

2) Kata-kata yang dipelajari oleh seorang anak biasanya ditentukan

oleh perangsang (stimulasi) yang mereka temui dan kata-kata yang

16

Nelson Brook, Language And Language Learning, (New York: Harcourt Brace & World, Inc,1964), hlm.134.

17

Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbicara, (Bandung: Angkasa, 1981), hlm.4.


(29)

paling banyak memberi bantuan dalam menyampaikan ide-ide atau

gagasan mereka.

3) Meningkatkan keterampilan menyimak bearti membantu

meningkatkan kualitas berbicara seseorang.

b. Hubungan antara Berbicara dan Membaca

Beberapa proyek penelitian telah memperlihatkan hubungan yang

erat perkembangan kecakapan berbahasa lisan dan membaca. Hal ini

dapat diketahui dari beberapa penelitian yaitu:

1) Performansi atau penampilan membaca berbeda sekali dengan

kecakapan berbahasa lisan.

2) Pada awal sekolah, ujaran membentuk suatu dasar bagi pelajaran

membaca maka membaca untuk anak-anak untuk kelas tinggi akan

membantu meningkatkan bahasa lisan mereka. Misalnya,

kesadaran linguistik mereka terhadap istilah-istilah baru, struktur

kalimat yang baik dan efektif serta penggunaan kata-kata yang

tepat.

3) Kosakata khusus mengenai bacaan haruslah diajarkan secara

langsung. Seandainya muncul kata-kata baru dalam bacaan siswa

maka guru hendaknya mendiskusikan dengan siswa agar mereka


(30)

c. Hubungan antara Ekspresi Lisan dan Ekspresi Tulis

Suatu hal yang wajar bila komunikasi lisan dan komunikasi tulis

erat sekali hubungannya karena keduanya banyak kesamaan, antara

lain:

(1) Saat anak belajar berbicara jauh sebelum anak tersebut dapat

menulis. Maka kosakata, pola-pola kalimat serta organisasi ide-ide

memberi ciri kepada ujarannya merupakan dasar bagi ekspresi

tulisan berikutnya.

(2) Saat anak telah dapat menulis dengan lancar biasanya akan dapat

pula menuliskan pengalaman-pengalaman pertamanya secara tepat

tanpa diskusi lisan terlebih dahulu tetapi dia masih perlu

membicarakan ide-ide rumit yang diperoleh.

Namun tetap ada perbedaan-perbedaan antara komunikasi lisan

dan komunikasi tulis. Ekspresi lisan cenderung kurang terstruktur,

lebih sering berubah-ubah tidak tetap dan biasanya lebih kacau dan

membingungkan dibandingkan komunikasi tulis.

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara

Faktor yang mempengaruhi keterampilan berbicara yaitu antara lain:

a. Kesehatan Umum

Kesehatan secara umum merupakan kesehatan awal dari

perkembangan keterampilan berbicara. Anak yang berpenyakit tidak


(31)

Namun anak yang sehat akan mampu mengenal lingkungannya secara

baik. Adanya gangguan dalam kesehatan anak, akan mempengaruhi

dalam perkembangan bahada dan bicara.

b. Kecerdasan

Menurut Hurlock E.B, anak yang memiliki kecerdasan tinggi,

belajar lebih cepat, dan memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih

unggul ketimbang anak yang tingkat kecerdasannya rendah. Oleh

karena itu, kelancaran berbicara menunjukkan kematangan mental

intelektual.

c. Sikap Lingkungan

Lingkungan yang mempengaruhi perkembangan bahasa dan

bicara anak adalah lingkungan bermain baik dari tetangga maupun dari

sekolah. Proses perolehan bahasa anak diawali dengan kemampuan

mendengar kemudian meniru suara yang didengar dari lingkungan.

Oleh karena itu, anak harus diberi kesempatan belajar dari pengalaman

yang didengarnya.

d. Sosial Ekonomi

Kondisi sosial ekonomi dapat mempengaruhi perkembangan

bahasa dan bicara. Hal tersebut dikarenakan karena sosial ekonomi

seseorang memberikan dampak terhadap hal-hal yang berkaitan


(32)

e. Kewibahasaan

Kewibahasaan atau bilingualism adalah kondisi dimana

seseorang berada di lingkungan orang lain yang menggunakan dua

bahasa atau lebih. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi

perkembangan bahasa dan berbicara pada anak.

f. Neurologi

Neurologi adalah syaraf, sedangkan dalam berbicara adalah

bentuk layanan yang dapat diberikan kepada anak untuk membantu

mereka yang mengalami gangguan berbicara.18

8. Hal Penting dalam Belajar Berbicara

Seperti halnya terdapat hal-hal tertentu yang esensial dalam

mempelajari keterampilan motorik, demikian juga dalam belajar berbicara.

Adapun enam hal penting dalam berbicara yaitu:19

a. Persiapan Fisik Untuk Berbicara

Kemampuan berbicara bergantung pada kematangan

mekanisme bicara. Pada waktu lahir, saluran suara kecil, langit-langit

mulut datar dan lidah untuk saluran suara. Sebelum semua sarana itu

mencapai bentuk yang lebih matang, syaraf dan otot mekanisme suara

tidak dapat menghasilkan bunyi yang diperlukan bagi kata-kata.

18

http://www.edukasikompasiana.com 19

Hurlock E.B, Perkembangan Anak, terjemah dari Andrean Perdana (Jakarta: Erlangga, 1995), hlm.176.


(33)

b. Persiapan Mental Untuk Berbicara

Persiapan mental untuk berbicara bergantung pada kematangan

otak, khususnya bagian-bagian asosiasi otak. Biasanya kesiapan

tersebut berkembang diantara usia 12 dan 18 bulan.

c. Model Yang Baik Untuk Ditiru

Agar anak mengetahui cara pengucapan suatu kata dengan

benar dan kemudian menggabungkannya menjadi kalimat yang benar

maka mereka harus memiliki model yang baik untuk ditiru. Model

tersebut adalah orang-orang disekitar mereka.

Jika mereka kekurangan model yang baik maka mereka akan sulit

belajar berbicara dan hasil yang dicapai berada di bawah kemampuan

mereka.

d. Kesempatan Untuk Berpraktik

Jika karena alasan apapun kesempatan berbicara dihilangkan

dan jika mereka tidak dapat membuat orang lain mengerti maka

mereka akan putus asa dan marah. Ini seringkali melemahkan motivasi

mereka untuk belajar berbicara.

e. Motivasi

Setiap orang tua harus menjadi seorang motivator yang baik

bagi anaknya. Motivasi tersebut salah satunya yaitu dengan

menjanjikan sesuatu yang mereka inginkan tanpa mereka memintanya,


(34)

f. Cara yang paling baik untuk membimbing belajar berbicara adalah:

1) Menyediakan model yang baik

2) Mengatakan kata-kata dengan perlahan dan cukup jelas sehingga

anak dapat memahaminya.

3) Memberikan bantuan mengikuti model tersebut dengan

membenarkan setiap kesalahan yang mungkin terjadi saat anak

menirukan model tersebut.

9. Upaya Peningkatan Keterampilan Berbicara

Untuk meningkatkan keterampilan berbicara yaitu antara lain:

1. Buat catatan

Catatan akan membantu seseorang dalam berbicara apabila

keluar dari topik atau kehilangan poin penting. Poin-poin penting

tersebut akan terlaksana meskipun tidak sesuai dengan rencana.

Catatan akan membantu seseorang agar tidak selalu melihat layar

komputer atau proyeksi.

2. Berlatih

Berlatih akan membantu seseorang merasa nyaman dengan

informasi yang sedang dibawakannya. Selain itu, ketika seseorang

berlatih makan akan lebih merasa siap yang membuat seseorang


(35)

3. Mengatur kecepatan berbicara

Seseorang ketika gugup mereka cenderung akan berbicara

secara cepat yang merupakan hal tidak baik apabila orang-orang ingin

memahami apa yang telah dijelaskan. Waktu tenggang sementara

sangat dibutuhkan oleh pendengar untuk mencerna apa yang telah

disampaikan oleh pembicara.

4. Kontak mata

Salah satu hal yang paling sulit dilakukan oleh seseorang

ketika berbicara didepan umum adalah melakukan kontak mata dengan

penonton. Kontak mata memungkinkan penonton untuk terhubung

dengan pembicaranya.20

B. Metode Problem-Posing Learning

1. Pengertian Metode

Metode adalah cara atau jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan

tertentu. Metode bertujuan untuk memberikan kemudahan peserta didik

dalam menerima suatu materi pelajaran, membangkitkan motivasi atau

semangat peserta didik dalam proses pembelajaran. Metode dapat

mempengaruhi kebiasaan dan hasil belajar peserta didik dalam mengikuti

pembelajaran.

20


(36)

2. Pengertian Problem-Posing Learning

Problem-Posing berasal dari istilah Bahasa Inggris yang terdiri dari

kata Problem dan Pose. Problem diartikan sebagai masalah atau persoalan,

sedangkan pose diartikan sebagai mengajukan. Jadi, Problem-Posing yaitu

mengajukan pendapat untuk menyelesaikan suatu masalah dengan mencari

jalan alternatif.

Problem-Posing merupakan istilah yang pertama kali dikembangkan

oleh ahli pendidikan asal Brasil, Paulo Freire dalam bukunya Pedagogy of the

Oppresed (1970). Problem-Posing Learning (PPL) melibatkan tiga

keterampilan dasar, yaitu menyimak (listening), berdialog (dialogue), dan

tindakan (action).

Banyak metode yang sudah dikembangkan sejak Freire pertama kali

memperkenalkan istilah itu. Salah satunya adalah buku Freire of the

Classroom: A Sourcebook fpr Liberatory Teaching yang diedit oleh Ira Shor. Ketika guru menerapkan PPL di ruang kelas, mereka harus berusaha

mendekati siswanya sebagai partner dialog agar dapat menciptakan atmosfer

harapan, cinta, kerendahan hati, dan kepercayaan. Hal ini dapat dilakukan

melalui enam point rujukan:

1) Para dialoger (guru/siswa) meyakini pengetahuan sebagai hasil dari

pengalaman dan kondisi individual.

2) Mereka mendekati dunia historis dan kultural sebagai realitas yang


(37)

3) Para siswa berusaha menghubungkan antara kondisinya sendiri dengan

kondisi-kondisi yang dihasilkan melalui upayanya dalam

mengkonstruksi realitas.

4) Para dialoger mempertimbangkan cara-cara dalam membentuk realitas

melalui metode pengetahuan. Jadi, realitas yang baru nantinya bersifat

kolektif, berubah, dan dirasakan bersama-sama.

5) Para siswa mengembangkan skill literasi (baca-tulis) untuk dapat

mengekspresikan gagasan-gagasan, sehingga dapat memberi potensi

pada tindakan berpengetahuan.

6) Para siswa mengidentifikasi mitos-mitos yang dominan dalam

wacana/diskursus dan berusaha menafsirkan ulan mitos-mitos tersebut

untuk mengakhiri siklus penindasan (oppression).

3. Langkah-langkah metode Problem-Posing Learning

Secara lebih konkret, Elizabeth Quintero, profesor di Departement of

Teaching ang Learning, New York University, dalam tulisannya “Using Native Languanges to Learn English”, menyajikan tiga tahap penting

pengajaran Bahasa Indonesia berdasarkan metode PPL yang

dikembangkan oleh Freire.

Tahap 1: Listening – Hearing the Story(mendengarkan cerita)

a. Guru memperkenalkan informasi sosial dan historis yang berkaitan


(38)

b. Siswa melakukan pre-reading atas informasi tersebut untuk melihat seberapa jauh pengetahuan mereka sebelumnya dalam

merespons informasi.

c. Guru mencontohkan pengalaman historis dan sosialnya sendiri

untuk mengajak siswa berpikir tentang peristiwa mereka sendiri

pada masa lalu.

d. Guru mulai menceritakan kisahnya dengan menggunakan

instrumen visual, audio, atau gambar di hadapan siswa.

Tahap 2: Dialogue – Telling the Story (menceritakan cerita)

a. Setelah menceritakan kisah pribadinya, guru menunjukkan empat

gambar dalam satu kertas yang secara visual menceritakan

kisahnya secara kronologis. Contohnya seperti siswa menceritakan

pengalamannya ketika berlibur bersama keluarga dan teman

sebayanya.

b. Siswa menjelaskan setiap gambar tersebut dengan menggunakan

tata bahasa yang benar.

c. Selama proses ini, siswa diminta untuk bekerja dalam kelompok

kecil untuk mendiskusikan gagasan-gagasannya.

d. Siswa menceritakan kembali kisahnya dengan menggunakan


(39)

Tahap 3: Action – Your Story Assignment(menampilkan tugas cerita)

a. Guru memberi siswa panduan belajar dengan menginstruksikan

kepada mereka untuk: 1) membagi cerita kedalam empat

bagian;

2) menggambar sebuah lukisan yang menunjukkan empat bagian

cerita; 3) menceritaka cerita tersebut kepada siswa lain di hadapan

guru; 4) menulis kembali cerita tersebut; 5) mengumoulkannya

kepada guru.

4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Problem-Posing Learning

Dalam setiap pembelajaran pasti ada sisi kelebihan ataupun

keunggulan dan kekuruangan atau kelemahan. Begitu juga didalam

pembelajaran melalui metode problem-posing learning mempunyai

beberapa kelebihan dan kelemahan menurut Rahayuningsih, diantaranya

yaitu:

a. Kelebihan Problem-Posing Learning

1) Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut

keaktifan siswa.

2) Minat siswa dalam pembelajaran lebih besar dan siswa lebih mudah

memahami pelajaran karena siswa dituntut untuk aktif dalam

pembelajaran.


(40)

4) Dengan membuat suatu masalah dapat menimbulkan dampak terhadap

kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.

5) Dapat membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada dan

yang baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman

yang mendalam dan lebih baik, merangsang siswa untuk

memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya dan

memperluas bahasan/ pengetahuan.

b. Kekurangan Problem-Posing Learning

1) Persiapan guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang dapat

disampaikan.

2) Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat suatu masalah

dan penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan lebih

sedikit.21

C. Materi Pengalaman

a. Pengertian Pengalaman

Pengalaman merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada

seseorang berdasarkan urutan waktu terjadinya peristiwa. Mengungkapkan

pengalaman dapat dilakukan secara lisan namun harus secara runtut dan

21

Miftahul Huda, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran, (Ypgyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm.276.


(41)

berkesinambungan, agar pendengar dapat memahami cerita apa yang telah

disampaikan.

b. Macam-macam Pengalaman

1. Pengalaman yang mengesankan

Pengalaman yang mengesankan yaitu suatu pengalaman

menyenangkan yang dialami oleh seseorang.

2. Pengalaman yang menyedihkan

Pengalaman yang menyedihkan yaitu suatu pengalaman buruk yang


(42)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas

(PTK). Penelitian tindakan ini digunakan untuk membenahi perbaikan mutu

pada proses pembelajaran. Dalam hal ini, peneliti terjun ke lapangan untuk

mengamati dan meneliti secara langsung pada saat guru melakukan proses

pembelajaran atau mengajar. Peneliti dalam melakukan penelitian tindakan

menggunakan bentuk kolaboratif, dimana guru sebagai mitra kerja peneliti.

Susilo mendefinisikan PTK sebagai sebuah proses penelitian yang terkendali

secara berulang dan bersifat reflektif mandiri yang dilakukan oleh guru atau

calon guru yang bertujuan untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap

sistem, cara kerja, proses, isi, kompetensi atau situasi pembelajaran. Selain

itu, menurut Seharsini, Suhardjono dan Supardi menyatakan mengenai

pengertian PTK dengan memisahkan kata-kata dari

penelitian-tindakan-kelas:22

1. Penelitian adalah menunjukkan kegiatan mencermati suatu objek, dengan

menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk mendapatkan

data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu dalam hal

yang diminati.

22


(43)

2. Tindakan menunjukkan pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan

dengan tujuan tertentu, dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus

kegiatan untuk peserta didik.

3. Kelas dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam

pengertian yang lebih spesifik, yaitu sekelompok peserta didik dalam

waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama

pula.

Penelitian ini, menggunakan model Kurt Lewin dalam penelitian

tindakan kelas. Model Kurt Lewin adalah berbentuk spiral yang

didasarkan pada penelitian yang dilakukan tidak hanya sekali namun

berulang. Kurt Lewin menyatakan bahwa dalam suatu siklus terdapat

empat langkah pokok, meliputi perencanaan (planning), pelaksanaan

(acting), pengamatan atau observasi (observing), dan refleksi

(reflecting).23

Peneliti menggunakan model Kurt Lewin karena dalam model tersebut

penelitian tidak dilakukan hanya sekali saja, namun dapat dilakukan secara

berkali-kali dengan menggunakan metode yang berbeda. Apabila pada siklus I

belum berhasil, maka masih dapat meneruskan pada siklus ke II, apabila pada

23

Aip Badrujaman dan Dede Rahmat Hidayat, Cara Mudah Penelitian Tindakan Kelas untuk guru mata pelajaran, (Jakarta: CV.Trans Info Media, 2010), hlm.20.


(44)

siklus ke II masih belum berhasil, maka peneliti dapat melanjutkan ke siklus

berikutnya.24Dilampirkan pada lampiran 1

B. Setting Penelitian

1. Tempat

Penelitian dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Roudlotul Ihsan Ketapang

Suko pada Kelas III.

2. Waktu

Penelitian dilaksanakan pada awal semester genap, yaitu pada tanggal 31

Maret – 1 April 2016.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas III Madrasah Ibtidaiyah

Roudlotul Ihsan Ketapang Suko Tahun Pelajaran 2015-2016. Dengan jumlah

siswa 34 siswa dalam satu kelas, siswa laki-laki berjumlah 20 siswa dan siswa

perempuan berjumlah 14 siswa. Kurikulum yang digunakan adalah KTSP

dengan kompetensi dasar (KD) menceritakan pengalaman yang mengesankan

dengan menggunakan kalimat yang runtut dan mudah dipahami. Objek yang

diteliti oleh peneliti adalah keterampilan berbicara siswa kelas III Madrasah

Ibtidaiyah Roudlotul Ihsan Ketapang Suko yang masih jauh dibawah kriteria

ketuntasan minimal (KKM). Untuk melakukan peningkatan KKM, maka

peneliti menggunakan metode Problem-Posing Learning.

24


(45)

D. Variabel Yang Di Teliti

Penelitian ini menggunakan variabel penerapan metode Problem-Posing

Learning untuk meningkatkan keterampilan berbicara Bahasa Indonesia pada materi pengalamanku di kelas III Madrasah Ibtidaiyah Roudlotul Ihsan

Ketapang Suko. Pada penelitian tersebut terdapat beberapa variabel

diantaranya sebagai berikut:

1. Variabel Input : Siswa kelas III MI Roudlotul Ihsan Ketapang Suko.

2. Variabel Proses : penerapan metode Problem-Posing Learning.

3. Variabel Output : Keterampilan berbicara pada materi pengalamanku.

E. Rencana Tindakan

Pada rencana tindakan penelitian memilih dan menggunakan model

Kurt Lewin yakni, 1) pelaksanaan, 2) perencanaan, 3) pengamatan, 4) refleksi,

karena pada penerapan metode Problem-Posing Learning masih terdapat

kekurangan hingga melakukan pengulangan kembali dan melakukan

perbaikan-perbaikan pada siklus-siklus selanjutnya sampai tujuan yang

diinginkan peneliti tercapai. Jika pada penerapan metode Problem-Posing

Learning pada siklus pertama dan siklus kedua belum berhasil, maka peneliti

akan melanjutkan dengan siklus-siklus selanjutmya.

Siklus 1

1. Perencanaan

Pada tahap perencanaan peneliti menyusun rencana pembelajaran


(46)

Learning, mempersiapkan instrumen untuk penilaian serta menganalisi proses dan hasil tindakan seperti lembar observasi untuk guru dan siswa,

mempersiapkan sarana prasarana yang dibutuhkan.

2. Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan peneliti melaksanakan pembelajaran pada

materi pengalamanku dengan penerapan metode Problem-Posing

Learning. Kegiatan pelaksanaan yang dilakukan sebagai berikut:

a. Guru memberi motivasi kepada siswa, agar siswa siap dalam memulai

materi yang akan disampaikan dan diajarkan.

b. Guru melakukan apersepsi mengenai pengaitan materi dengan materi

sebelumnya atau mengaitkan materi dengan pengalaman yang dimiliki

oleh siswa.

c. Guru memperkenalkan kepada siswa mengenai metode yang akan

digunakan dalam dalam proses pembelajaran yakni metode

Problem-Posing Learning.

d. Guru melakukan umpan balik dan selanjutnya memberikan post test

kepada peserta didik dengan penerapan metode Problem-Posing

Learning yang sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran dalam

rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) siklus 1, dapat


(47)

e. Menyiapkan lembar pengumpulan data dengan bantuan guru yang

mengajar. Peneliti melakukan penelitian pada semua proses

pembelajaran serta aktivitas yang dilakukan oleh siswa dan guru

dalam melakukan pembelajaran.

f. Melaksanakan tes untuk semua siswa pada akhir siklus.

3. Pengamatan

Pada tahap pengamatan ini, peneliti melakukan pengamatan mengenai

semua proses pelaksanaan pembelajaran berlangsung untuk melakukan

proses perbaikan pembelajaran dengan metode Problem-Posing Learning

pada kelas III MI Roudlotul Ihsan Ketapang Suko. Pengamatan yang

dilakukan di antaranya, sebagai berikut:

a. Mengamati semua proses pembelajaran dan mencatat semua masalah

atau kekurangan pada pembelajaran Bahasa Indonesia dengan metode

Problem-Posing Learning.

b. Meneliti data yang diperlukan dalam penelitian seperti lembar

observasi yang meliputi lembar pengamatan siswa, lembar

pengamatan guru, dan lembar kerja.

4. Refleksi

Pada tahap ini peneliti menganalisis hasil observasi pada siklus 1.

Peneliti melakukan evaluasi, yang mana agar dapat diketahui kekurangan

dalam siklus 1 seperti apakah kegiatan siklus 1 dapat meningkatkan atau


(48)

Jika meningkat, maka tidak perlu melanjutkan siklus kedua. Namun

apabila pada pelaksanaan siklus 1 yang telah diketahui hambatan,

kekurangan pada proses pembelajaran maka perlu adanya pengulangan

yakni dengan melanjutkan ke siklus II. Pada umumnya kegiatan siklus ke

II memiliki banyak tambahan, karena siklus II adalah untuk memperbaiki

siklus 1 yang belum berhasil.

Siklus II

a. Perencanaan (Planning)

1. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan

refleksi pada siklus I dan penetapan alternatif pemecahan masalah.

2. Pengembangan program tindakan dari siklus I.

b. Tindakan (Acting)

Melaksanakan pembelajaran Bahasa Indonesia materi pengalamanku

dengan menggunakan metode Problem-Posing Learning sesuai rencana

pelaksanaan pembelajara (RPP) hasil refleksi siklus I. Prbdaan RPP siklus

1 dan RPP siklus 2 yaitu trltak pada kgiatan awal dan kgiatan inti. Pada

siklus 1 peneliti belum maksimal dalam membuka pelajaran dan belum

maksimal dalam mengkondisikan siswa di dalam kelas, sedangkan pada

siklus II peneliti sudah maksimal dalam membuka pelajaran dengan

memberikan ice breaking kepada siswa dan sudah mulai bisa mengetahui

karakter dari beberapa siswa, sehingga peneliti bisa mengkondisikan


(49)

c. Pengamatan (Observing)

1. Mengamati perilaku siswa-siswi dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran pada siklus II

2. Memantau kegiatan diskusi siswa pada setiap kelompok

3. Mengamati pemahaman setiap anak pada penguasaan materi

pembelajaran yang telah dirancang sesuai dengan tujuan PTK pada

siklus II.

d. Refleksi (Reflecting)

Melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus I dan siklus II

serta diskusi dengan guru kolaborator untuk mengevaluasi dan

membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia

materi pengalamanku melalui metode Problem-Posing Learning

dalam meningkatkan prestasi belajar pada mata pelajaran Bahasa

Indonesia setelah melaksanakan rangkaian kegiatan mulai dari siklus I

sampai siklus II.

F. Sumber Data dan Teknik Pengumpulannya

1. Sumber Data

Sumber penelitian tindakan kelas yakni:

a. Guru

Dari sumber data guru, untuk melihat tingkat keberhasilan, kegagalan,

implementasi dari metode Problem-Posing Learning.


(50)

Dari sumber data siswa, untuk mendapatkan data mengenai hasil

penerapan peningkatan pemahaman pada materi pengalamanku.

2. Teknik Pengumpulannya

Teknik pengumpulan data yang diambil atau yang dilakukan peneliti

adalah teknik observasi, wawancara, unjuk kerja. Teknik pengumpulan

data tersebut dilakukan oleh peneliti diupayakan agar mendapatkan data

yang valid, maka peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara

diantaranya sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi merupakan proses pengindraan secara langsung

terhadap kondisi atau keadaan, proses serta perilaku siswa dalam

proses pembelajaran berlangsung. Observasi digunakan untuk

mengumpulkan data mengenai aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran dan guru dalam penerapan metode Problem-Posing

Learning yang dilaksanakan pada proses pembelajaran,

b. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan

mengumpulkan informasi melalui komunikasi secara langsung pada

narasumber. Teknik wawancara dilakukan untuk mendapat data


(51)

diberi tindakan dengan menggunakan metode Problem-Posing Learning, dan proses pembelajaran yang dialami guru setelah diberi

tindakan dengan menggunakan metode Problem-Posing Learning,

Lembar wawancara terlampir pada lampiran 4.

c. Unjuk Kerja

Unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan

mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan suatu pekerjaan

/ tugas. Unjuk kerja digunakan untuk mengetahui peningkatan

keterampilan siswa dalam berbicara setelah digunakan metode

Problem-Posing Learning.

Penilaian unjuk kerja harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta

didik untuk menunjukkan kinerja dari suatu komponen

2. Ketepatan dan kelengkapan aspek yang akan dinilai

3. Kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan

tugas

4. Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak

sehingga semua dapat teramati

5. Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan

yang akan diamati.


(52)

Analisis data merupakan cara yang digunakan dalam pengolahan data

yang berhubungan erat dengan perumusan masalah yang telah diajukan

sehingga dapat digunakan untuk menarik kesimpulan. Data yang diperoleh

akan diolah dan dianalisis secara kualitatif, yaitu data yang berupa informasi

berbentuk kalimat yang memberikan gambaran kenyataan atau fakta sesuai

data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar yang

dicapai siswa juga untuk mengetahui respon siswa terhadap kegiatan serta

aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.25

Untuk analisis tingkat keberhasilan atau persentase ketuntasan belajar

siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung pada setiap siklusnya,

dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tulis pada setiap

akhir siklus. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana

sebagai berikut:

a. Penilaian ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan

secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar,

peneliti menganggap bahwa metode Problem-Posing Learning berhasil

dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa pada materi

pengalamanku. Jika siswa mampu bercerita tentang pengalamannya

dengan baik dan berurutan yaitu 80% atau dengan nilai minimal 70.26

25

Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta: Bumi aksara, 2006) Hlm.128. 26


(53)

Untuk menghitung persentase prestasi belajar digunakan rumus sebagai

berikut:

P = �

� x 100%

P = Prosentase yang akan dicari

F = Jumlah seluruh skor jawaban yang diperoleh

N = Jumlah item pengamatan dikalikan skor yang semestinya

Analisis ini dilakukan pada saat refleksi. Dan hasil analisis ini

dijadikan sebagai bahan refleksi untuk membuat perencanaan pada siklus

selanjtnya agar mendapatkan hasil yang maksimal. Kritria ketuntasan

belajar terlampir pada lampiran 5. H. Indikator Kinerja

Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah

sebagai berikut:

1. Penerapan Metode Problem-Posing Learning sekurang-kurangnya

berkategori baik.

2. Sekurang-kurangnya 80% siswa telah mencapai KKM 75.

3. Peningkatan skor rata-rata siswa pada materi pengalamanku ≥20

I. Tim Peneliti dan Tugasnya

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan bentuk kolaborasi, antara

guru kelas dan mahasiswa sebagai peneliti. Selain menjadi kolaborator guru


(54)

sebagai observator bersama-sama dengan peneliti dalam pelaksanaan

pembelajran di kelas. Mereka bertanggung jawab penuh pada penelitian

tindakan kelas ini. Peneliti dan kolaborator terlibat sepenuhnya dalam

perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi pada tiap-tiap siklusnya.

Adapun tim peneliti dalam penelitian ini adalah :

1. Guru Kolaborasi

Nama : Komariah, S.Ag

Tugas : a. Bertanggung jawab atas semua jenis kegiatan pembelajaran

b. Mengamati pelakasaan pembelajaran

c. Terlibat dalam perencanaan, tindakan, observasi, dan

refleksi.

2. Peneliti

Nama : Naning Fatriani

Tugas : a. Bertanggung Jawab atas kelancaran pelaksanaan kegiatan

b.Menyusun RPP, instrument penilaian, dan lembar

pengamatan guru ketika proses pembelajaran berlangsung,

lembar pengamatam guru, lembar wawancra guru, lembar

wawancara siswa.

c. melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan


(55)

d. mendeskripsikan hasil observasi PTK

e. menganalisis hasil penelitian tiap siklus


(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab IV ini akan dipaparkan hasil penelitian di lapangan dan pembahasannya

dengan judul “Peningkatan Keterampilan Berbicara Materi Pengalamanku Melalui

Metode Problem-Posing Learning Pada Siswa Kelas III MI Roudlotul Ihsan

Ketapang Sidoarjo” yang telah dilaksanakan di lapangan sebagai berikut:

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Profil Sekolah

Lokasi MI Roudlotul Ihsan terletak di desa Ketapang No.14

Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo. Lebih dikenal dengan jalan

Ketapang Suko, daerah ini merupakan perbatasan antara Kecamatan

Taman dan Kecamatan Sukodono. Status sekolah ini merupakan sekolah

keluarga, yang artinya sekolah ini didirikan oleh satu keluarga besar.

Dimana guru yang mengajar didalam sekolah tersebut merupakan satu

anggota keluarga. Namun dengan bertambahnya tahun, nama sekolah ini

semakin banyak dikenal oleh masyarakat sekitar, sehingga murid di

sekolah ini semakin tahun semakin meningkat dari sebelumnya.

Mengetahui hal tersebut, pendiri sekolah ini memiliki keinginan untuk

menambah guru, agar dapat membantu dalam proses pembelajaran.

Letak sekolah ini jika dilihat segi geografis bisa dibilang sangat


(57)

jalur alternatif untuk menuju ke Bungurasih, Sepanjang, Sukodono, dan

masih banyak lagi. Jadi tidak heran apabila di sekolah ini keamanan pada

siswa diperketat, agar tidak terjadi suatu hal yang tidak diinginkan. Di

depan sekolah ini juga terdapat masjid, sehingga jika tiba waktu sholat

siswa dapat langsung menunaikan ibadah sholat berjamaah.

2. Kondisi Sekolah

a. Kondisi Fisik Sekolah

Sekolah ini berdiri pada tahun 1965 dengan Luas Tanah 386m2

dan Luas Bangunan 290m2, dalam satu lingkup sekolah terdapat

beberapa jenjang pendidikan yaitu Play Group, RA, dan MI. Pada

jenjang MI, dibuka masing-masing dua kelas untuk setiap tingkatan.

Status MI Roudlotul Ihsan mendapat Akreditasi B.

MI Roudlotul Ihsan mempunyai beberapa bangunan sebagai

sarana dan prasarana fisik dalam proses pembelajaran. Kondisi

bangunan tersebut dalam keadaan cukup. Bangunan tersebut

diantaranya yaitu ruang kelas sebanyak 10 kelas, ruang guru,

perpustakaan, ruang komputer, kamar mandi untuk guru, kamar mandi

untuk siswa, dan kantin sekolah. Lingkup sekolah tidak terlau luas,

sehingga halaman dan lapangan olahraga sangat terbatas. Tetapi

penghijauan di halaman sekolah sangat diperhatikan oleh pihak


(58)

b. Kondisi Non Fisik Sekolah

Jumlah seluruh siswa-siswi MI Roudlotul Ihsan yakni

sebanyak 355 siswa. Berdasarkan jumlah tersebut dapat diperinci

sebagai berikut, untuk kelas 1 berjumlah 72 siswa, kelas II berjumlah

67 siswa, kelas III berjumlah 72 siswa, kelas IV berjumlah 62 siswa,

kelas V berjumlah 42 siswa, dan kelas VI berjumlah 40 siswa.

3. Visi dan Misi Sekolah

Adapun visi dan misi MI Roudlotul Ihsan adalah sebagai berikut:

a. Visi

Berprestasi dilandasi akhlak mulia

b. Misi

Menumbuhkan semangat keunggulan yang dilandasi akhlak mulia.

4. Tenaga Pendidik

MI Roudlotul Ihsan memiliki 17 tenaga pendidik yang terdiri dari 6

orang guru laki-laki dan 11 orang guru perempuan. Semua tenaga

pendidik merupakan lulusan S1. Setiap guru mengajar mata pelajaran

sesuai yang diampuh, kecuali kelas 2 dan kelas 4 karena menggunakan

tematik sehingga hanya ada guru kelas dan guru olahraga.

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama dua siklus, yaitu siklus 1 dan siklus II.

Hasil penelitian diuraikan dalam setiap siklus. Data juga diperoleh dari luar


(59)

pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia. Tahapan tiap siklus

dilakukan dalam proses belajar mengajar, sebagai berikut:

1. Siklus 1

Kegiatan siklus 1 dilakukan pada tanggal 31 Maret 2016. Peneliti

melakukan penelitian dengan menerapkan metode Problem-Posing

Learning sebagai penunjang keberhasilan selama proses pembelajaran. Pada penelitian tindakan, kelas ini dilakukan dalam satu kali pertemuan

dengan alokasi waktu 2 x 35 menit atau dua jam pelajaran. Siklus pertama

terdiri dari empat tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan

refleksi seperti berikut:

a. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:

1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Peneliti menyusun

RPP kemudian dokumen RPP divalidasikan kepada dosen sebagai

validator. Kemudian RPP dipergunakan sebagai perangkat

pembelajaran dari tindakan yang akan dilakukan..

2) Menyusun dan menyiapkan pedoman observasi pelaksanaan.

Pembelajaran dan lembar observasi yang terlampir. Observasi

dilakukan terhadap siswa dan guru selama proses pembelajaran

berlangsung. Lembar observasi yang disiapkan meliputi observasi


(60)

3) Menyusun pedoman wawancara. Wawancara dilakukan pada saat

sebelum siklus dan sesudah siklus. Daftar pertanyaan dibuat oleh

peneliti sebelum melakukan wawancara.

Berdasarkan hasil wawancara yang terlampir, siswa masih

kurang termotivasi ketika proses pembelajaran. Apalagi dalam hal

berbicara, siswa kurang percaya diri ketika harus berbicara di

depan kelas. Saat praktek menceritakan pengalamannya

masing-masing.27 Sehingga siswa merasa kesulitan saat harus

menceritakan pengalamannya secara individu. Padahal dalam

berbicara terdapat aspek-aspek seperti intonasi, lafal, hafalan,

kosakata, dan mimik. Hal ini membuktikan bahwa siswa masih

perlu dorongan untuk bisa dan mau berbicara.

Pada dasarnya penguasaan keterampilan berbicara sangat

diperlukan dalam kehidupan modern saat ini, namun kenyataannya

keterampilan berbicara di sekolah kurang mendapat respon positif

dari siswa.

4) Membuat lembar kerja sebagai media siswa untuk dapat

menceritakan pengalamannya. Lembar kerja berupa beberapa

gambar pengalaman menyenangkan dan tidak menyenagkan.

Lembar kerja siswa dilampirkan pada lampiran 6.

27

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Komariah, S.Ag selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas III A pada tanggal 31 Maret 2016.


(61)

b. Tindakan

Pelaksanaan tindakan kelas ini dilaksanakan pada tanggal 31

Maret 2016 pukul 09:56 – 12:00 WIB. Penelitian dilaksanakan

bersama guru pada jam pelajaran ke 5 dan 6. Kondisi kelas agak gaduh

karena guru belum menyiapkan siswa.28

Guru mengucapkan salam, menanyakan kabar dan menanyakan

apakah ada siswa yang tidak masuk pada saat dilaksanakan tindakan.

(Bagaimana kabarnya hari ini, apa ada yang tidak masuk, masih

semangat belajar hari ini).

Guru tidak mengajak siswa berdoa karena sudah berdoa pada

saat jam pelajaran pertama. Berikut uraiannya:

Guru : assalamualaikum... selamat siang anak-anak

Siswa : waalaikusalam... selamat siang bu

Guru : bagaimana kabarnya hari ini?

Siswa : alhamdulillah, luar biasa, Allahuakbar

Guru : alhamdulillah... apa ada yang tidak masuk hari ini?

Siswa : ada bu...

Guru : bagaimana, masih semangat belajarnya?

Siswa : masih bu...

Siswa : capek..

28

Pada saat guru masuk kelas, suasana masih gaduh karena baru saja pergantian jam pelajaran. Siswa perlu dikondisikan supaya tertib, dan pelajaran bisa dimulai.


(62)

Siswa : ngantuk..

Guru : ayo biar tidak ngantul, kita sama-sama bernyanyi Libur

Telah Tiba. Kegiatan Awal Pembelajaran dilampirkan pada

lampiran 7.

Guru membangkitkan semangat siswa untuk belajar dengan

mengajak mereka menyanyikan lagu Libur Telah Tiba. Dengan

antusias, siswa lalu berdiri kemudian bersama-sama menyanyikan lagu

Libur Telah Tiba. Guru bertanya pada siswa tentang materi pelajaran

pada minggu lalu. Guru menyampaikan materi pada pada hari ini dan

tujuan pembelajaran. Guru menyampaikan pada siswa bahwa hari ini

akan belajar tentang pengalamanku. Berikut urainnya:

Guru : ayo kita sama-sama menyanyikan lagu Libur Telah Tiba...bisa

semua anak- anak?

Siswa : bisa bu...

Guru : Libur Telah Tiba.... Libur Telah Tiba... Horee... horeee..

horeeee

Simpanlah tas dan bukumu... Lupakan keluh kesahmu...

Kegiatan apersepsi menyanyikan lagu libur telah tiba dilampirkan pada lampiran 8.

Guru menggali pengetahuan siswa mengenai kegiatan siswa

dalam menceritakan pengalamannya, siswa tampak antusias saat guru


(63)

media gambar. Secara serempak siswa siswa menjawab pertanyaan

yang diberikan oleh guru. Dengan diberikan contoh bercerita oleh

guru, siswa cukup paham bercerita dengan menggunakan media

gambar..

Guru membagikan lembar kerja siswa untuk mengamati

gambar yang ada pada lembar kerja, kemudian siswa menceritakan

gambar tersebut didepan kelas dengan intonasi suara yang keras, cerita

yang berurutan, lafal yang diucapkan jelas, dan menyesuaikan mimik

muka dengan gambar yang di ceritakannya.

Siswa berkelompok dengan teman sebangkunya untuk

berdiskusi menyusun gambar acak yang diberikan oleh guru. Guru

memberikan media gambar kepada siswa karena, tema yang diajarkan

tentang menceritakan pengalamannya.

Setelah mengurutkan gambar yang acak, setiap

kelompok maju ke depan kelas untuk menceritakan hasil diskusinya,

yaitu mengurutkan gambar dengan benar sehingga menjadi sebuah

cerita yang runtut.

Siswa praktek berbicara menceritakan sebuah gambar di depan

kelas dengan kelompoknya secara bergantian. Siswa cukup antusias,

meskipun ada beberapa yang masih malu-malu saat berada di depan

kelas. Sehingga saat menceritakan gambar tersebut, suaranya tidak


(64)

c. Observasi

Sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung, peneliti

melakukan pengamatan kegiatan mengajarguru dan kegiatan aktivitas

siswa. Pengamatan dilakukan menggunakan instrumen lembar

observasi yang telah disediakan peneliti agar mudah di analisis.

Adapun hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti selama

pembelajaran berlangsung pada siklus 1.

Dari data hasil observasi aktivitas guru selama kegiatan

pembelajaran yang telah diperoleh, guru belum beraktifitas secara

maksimal dalam memfasilitasi siswa. Skor akhir aktivitas guru masih

mencapai 80. Walaupun pada kriteria yang ditentukan oleh peneliti 80

sudah tergolong baik, namun terdapat kendala-kendala yang dapat

diusahakan perbaikannya. Dari segi suara guru sudah baik, namun

masih kurang menguasai kelas, sehingga masih ada siswa yang ramai

saat pelajaran berlangsung. Guru juga perlu memperhatikan pembagian

waktu sehingga dapat menerapkan kegiatan pembelajaran sesuai waktu

yang tersedia. Hasil observasi aktivitas guru siklus 1 dilampirkan

pada lampiran 9.

Dari hasil penlitian, dapat disimpulkan bahwa kegiatan

aktivitas siswa selama pembelajaran materi pengalamanku tergolong

baik yaitu 76,8. Namun, hasil tersebut masih kurang maksimal karena


(65)

merespon pertanyaan dari guru karena berbicara dengan teman

sebangkunya, beberapa siswa ramai di kelas, kurang percaya diri saat

maju ke depan kelas dan pembagian waktu yang kurang efektif, yaitu

melebihi jam pelajaran. Saat bel istirahat berbunyi pelajaran masih

belum diakhiri, padahal siswa ingin cepat-cepat istirahat.

Permasalahan-permasalahan tersebut dapat diperbaiki oleh peneliti

oleh guru saat tahap refleksi. Hasil observasi aktivitas siswa siklus 1

dilampirkan pada lampiran 10.

Dari hasil praktek berbicara menceritakan pengalamannya bahwa

rata-rata nilai siswa 60,14. Hasil prosentase ketuntasan belajar juga

belum mencapai kriteria yang ditentukan peneliti yaitu 17,64

sedangkan kriteria ketuntasan sebesar 75% siswa tuntas. Rata-rata nilai

praktek berbicara dengan menceritakan pengalamannya dan ketuntasan

belum tercapai karena masih banyak siswa yang kurang percaya diri

saat praktek dikelas, sehingga banyak nilai yang kurang pada aspek

kesesuaian alur cerita dan suara tidak terdengar jelas pada seluruh

kelas, penggunaan bahasanya juga masih terbatas. Hasil praktek

berbicara siswa siklus 1 dapat dilampirkan pada lampiran 11.

d. Refleksi

Keterampilan berbicara siswa meningkat dari jumlah siswa


(66)

menjadi 4 siswa29. Namun nilai rata-rata kelas belum mencapai KKM, yakni belum mencapai 75. Pada tahap eksplorasi, siswa terlihat sudah

dapat mengeluarkan ide mereka saat diskusi bersama kelompoknya

untuk menyusun gambar yang masih acak. Hal tersebut terlihat dari

antusias siswa bertanya dan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh

guru. Namun siswa nampaknya masih kurang percaya diri saat praktek

berbicara di depan kelas.

Selain hal tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki

dalam pembelajaran. Masih adanya poin rendah pada observasi

aktivitas guru dan siswa yang perlu ditindak lanjuti. Kendala seperti

siswa yang ramai di kelas juga perlu di antisipasi untuk pembelajaran

untuk siklus berikutnya. Sedangkan untuk guru, perlu diperbaiki lagi

dalam menerapkan media agar siswa terfasilitasi dengan tepat. Jadi,

pada dasarnya keterampilan siswa dalam berbicara masih dapat

ditingkatkan lagi secara maksimal.

Adapun upaya perbaikan pada siklus berikutnya, antara lain:

1. Guru meminta agar peneliti lebih aktif memfasilitasi siswa. Hal

tersebut memungkinkan siswa agar semakin nyaman dalam belajar.

Jadi, tidak akan mengganggu konsentrasi siswa jika peneliti turut

lebih aktif lagi dalam mengkondisikan siswa belajar didalam kelas.

29

28 siswa yang tidak tuntas berdasarkan daftar nilai Bahasa Indonesia kelas III A MI Al-Ihsan yang diperoleh saat wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, sebelum dilaksanakan siklus tindakan.


(67)

2. Peneliti berinisiatif untuk menambahkan media pembelajaran, agar

siswa lebih aktif dan terampil saat praktek didepan kelas.

3. Perubahan RPP hanya terletak pada kegiatan apersepsi yaitu

ditambah dengan memberikan tepuk semangat pada siswa, agar

lebih membangkitkan semangat siswa. Peneliti juga berinisiatif

memberi kebebasan bagi siswa untuk menentukan tema yang akan

diceritakan bersama kelompoknya. Agar siswa dapat

mengembangkan ide-idenya.

4. Agar lebih antusias, peneliti memberikan reward berupa bintang

bagi siswa yang tampil dengan baik.

2. Siklus II

Siklus II dilaksanakan pada 1 April 2016 tepatnya pada jam pelajaran ke 2

sampai 3 dan dimulai pukul 08.00 – 09.30 WIB. Tahapan pada siklus II

identik dengan siklus I yaitu:

a. Perencanaan

Kegiatan pada tahap ini adalah:

1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Penyusunan RPP disesuaikan dengan hasil refleksi siklus I. Pada

kegiatan awal untuk membangkitkan semangat siswa, guru

mengajak siswa bernyanyi lagu “Libur Telah Tiba”. Sedangkan


(68)

pengalamannya. Tujuannya agar siswa lebih kreatif dalam

menuangkan ide-idenya.

2) Menyusun dan menyiapkan pedoman observasi pelaksanaan

pembelajaran dan lembar observasi.

Observasi dilakukan terhadap siswa dan guru selama proses

pembelajaran berlangsung. Lembar observasi yang disiapkan

meliputi observasi aktivitas siswa dan observasi aktivitas guru yang

sudah divalidasi oleh dosen.

3) Menyusun pedoman wawancara

Wawancara dilaksanakan pada saat sesudah siklus. Daftar

pertanyaan dibuat oleh peneliti sebelum melakukan wawancara.

4). Menyiapkan media yang akan digunakan di kelas yaitu, potongan

gambar sebuah pengalaman yang mengsankan dan pengalaman

yang tidak mengesankan. Yang kemudian akan diceritakan oleh

siswa di depan kelas.

5). Membuat lembar kerja sebagai media siswa untuk bercerita di depan

kelas. Lembar kerja berupa potongan gambar yang menceritakan

tentang pengalaman, kertas hvs untuk menempel gambar


(69)

b. Tindakan

Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini dilaksanakan pada tanggal 1

April 2016. Siklus II dilaksanakan dalam satu kali pertemuan dengan

alokasi waktu 2 jam pelajaran (2 x 35 menit). Materi yang dibahas sama

seperti siklus I yaitu pengalamanku, yang menceritakan tentang

pengalaman yang mengesankan atau tidak mengesankan yang terjadi

pada siswa dengan menggunakan metode Problem-Posing Learning.

Pada siklus ke II ini kegiatan yang dilakukan tidak jauh berbeda

dengan siklus I, akan tetapi pada siklus ke II ini siswa menceritakan

pengalamannya tidak hanya dengan kelompok saja, akan tetapi siswa

juga menceritakan pengalamannya secara individu.

Pada siklus ke II ini, para siswa sudah mulai terbiasa berbicara di

depan kelas dengan menceritakan sebuah pengalamannya.

Pada kegiatan awal pembelajaran guru mengucapkan salam,

mengatur kondisi kelas, menanyakan kabar siswa, dan memberikan

apersepsi pada siswa. Setelah siswa sudah dapat dikondisikan dengan

baik, guru menanyakan kembali materi yang dibahas pada siklus I.

Setelah itu, guru mengajak siswa menyanyikan lagu “Libur Telah Tiba”

agar semangat siswa kembali bangkit. Kegiatan awal pembelajaran

siklus II dilampirkan pada lampiran 13.

Guru membagikan lembar kerja siswa untuk menyusun gambar


(70)

tersebut di depan kelas. Hal tersebut dilakukan oleh guru untuk melatih

keberanian siswa untuk tampil di depan umum. Guru membagikan

lembar kerja siswa dilampirkan pada lampiran 14.

Siswa saat tertib saat mengerjakan tugas dari guru dengan teman

sebangkunya untuk menyusun gambar yang menceritakan tentang

pengalaman. Untuk membangkitkan semangat siswa guru akan

memberikan reward pada siswa yang dapat mengerjakan tugasnya

dengan baik dan rapi.

Siswa sangat antusias saat praktek berbicara dengan menceritakan

pengalamannya di depan kelas. Siswa yang semula pada siklus I masih

kurang percaya diri saat tampil di depan kelas, namun pada siklus II

siswa sudah mulai percaya diri saat bercerita di depan kelas, intonasi

suaranya sudah mulai lantang sehingga dapat di dengar di ruang kelas.

c. Observasi

Selama kegiatan tindakan juga dilakukan observasi sebagai

sumber data penelitian. Adapun hasil observasi yang dilakukan oleh

peneliti selama pembelajaran berlangsung pada siklus II.

Dari data hasil observasi aktivitas guru, aktivitas guru sudah

tergolong baik yaitu dengan prosentase sebesar 96,42. Aktivitas guru

pada siklus II ini mengalami peningkatan dari siklus I yaitu 80 menjadi

96,42. Pada siklus ini, guru telah menerapkan metode Problem-Posing


(1)

64

diterapkan dalam mata pelajaran yang berorientasi pada kinerja. Hasil


(2)

65 BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan data tentang analisis peningkatan keterampilan berbicara

pada materi pengalamanku melalui metode Problem-Posing Learning pada

siswa kelas III MI Roudlotul Ihsan Ketapang Suko, peneliti dapat mengambil

kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah yang telah diajukan dan sesuai

dengan hasil dari siklus I dan siklus II, yakni sebagai berikut:

1. Penerapan metode Problem-Posing Learning berjalan dengan baik melalui

perbaikan pada tiap siklus. Penjelasan ini dapat dilihat dari hasil observasi

aktivitas guru meningkat dari 80 pada siklus I menjadi 96,42 pada siklus

II. Begitu pula pada aktivitas siswa meningkat dari 76,8 pada siklus I

menjadi 96,55 pada siklus II.

2. Penerapan pembelajaran bahasa indonesia melalui metode

Problem-Posing Learning dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa yang terlihat dari nilai rata-rata siswa siklus I sebesar 60,14 dan siklus II

sebesar 83,08 sehingga terjadi peningkatan sebesar 23. Prosentase

ketuntasan siswa meningkat terlihat dari prosentase ketuntasan pada siklus

I sebesar 17,64% dan siklus II sebesar 88,23% sehingga terjadi


(3)

66

B. Saran

Dengan pembuktian bahwa metode Problem-Posing Learning dapat

meningkatkan keterampilan berbicara siswa, maka beberapa saran yang dapat

disampaikan antara lain:

1. Setiap pembelajaran diharapkan guru MI Roudlotul Ihsan tidak hanya

menggunakan metode ceramah saja dan guru diharapkan perlu

mempelajari dan mencoba menggunakan berbagai metode, model,

teknik, strategi, maupun menggunakan media pembelajaran yang

beragam agar dapat memberikan cara terbaru dalam menyajikan materi

bagi siswa untuk memacu motivasi belajarnya, sehingga untuk

selanjutnya siswa dapat belajar dengan lebih menyenangkan.

2. Setiap pembelajaran guru perlu memberikan ice breaking sebagai

awalan terlebih dahulu sebelum pelajaran dimulai dengan mengajak

siswa bernyanyi atau bermain untuk membangkitkan semangat siswa.

Agar siswa tidak merasa bosan saat mengikuti pelajaran.

3. Guru dapat melaksanakan penelitian baru untuk meningkatkan

keterampilan dan motivasi belajar siswa pada materi lain. Sehingga

pembelajaran dapat dilaksanakan dengan maksimal dan materi bisa

tersampaikan sesuai tujuan pembelajaran. Selain itu, siswa lebih

memahami apa yang telah dipelajari ketika proses pembelajaran.

4. Setiap pembelajaran guru duharapkan memberikan reward bagi siswa


(4)

67

tersebut berguna untuk membangkitkan antusias siswa dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran. Antusias siswa berperan penting

dalam keberhasilan proses pembelajaran, karena tanpa peran aktif


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aip Badrujaman dan Dede Rahmat Hidayat. 2010. Cara Mudah Penelitian Tindakan

Kelas untuk guru mata pelajaran. (Jakarta: CV.Trans Info Media). Asri Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: PT Rineka Cipta).

Djagon Tarigan. 1998. Berbicara. (Bandung: PT. Angkasa).

Henry Guntur Tarigan. 1981. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbicara.

(Bandung: Angkasa).

Hurlock E.B. 1998. Perkembangan Anak. (Jakarta: Erlangga).

Iskandarwassid, Dadang Sunendar. 1987. Strategi Pengajaran Bahasa. (Bandung:

Rosdakarya).

Isnaini Yulianita Hafi. 2000. Reproduktif Siswa Dalam Keterampilan Berbahasa.

(Yogyakarta: IKIP).

Maidar G, Arsjad. 2005. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia.

(Jakarta: PT.GeloraAksara Pratama).

Miftahul Huda. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar).

Moh.Harun. 2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia. (Aceh: Universitas Kuala Banda Aceh).

Nelson Brook. 1964. Language And Language Learning. (New York: Harcourt Brace & World).

Nuraeni. 202. Pembelajaran Bahasa Indonesia SD dan Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia. (Yogyakarta: PT. BPG).

Peraturan Mentri Pendidikan Nasional. 2006. Standart Isi KTSP. (Jakarta: PT. Balai

Pustaka).

Poewadarminta. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta: PT. Balai Pustaka).

Pranowo. 1966. Analisi Pengajaran Bahasa. (Yogyakarta: PT. Gajah Mada


(6)

69

Rido Kurniyanto, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. (Surabaya: LAPIS PGMI).

Sudjana. 1988. Evaluasi Hasil Belajar. (Bandung: Pustaka Martiana).