HADIS TENTANG MUSHAFAHAH DALAM SUNAN ABI DAWUD NOMOR INDEKS 5212 : KAJIAN TENTANG KUALITAS DAN MA‘AN AL-HADITH.

HADIS TENTANG MUS}A ah}ah merupakan satu-satunya cara yang terbaik
apabila dibandingkan dengan berpelukan atau menundukkan badan ketika
bertemu.
Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan untuk menjawab
permasalahan mengenai kualitas, keh}ujjahan, dan subtansial hadis tentang
mus}af> ah}ah dalam kitab Sunan Abi> Da>wud no. Indeks 5212. Sifat dari penelitian
ini adalah kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode penyajian
secara deskriptif dan analitis. Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas,
maka pengumpulan data diperoleh dengan meneliti kitab Sunan Abi> Da>wud dan
dibantu dengan kitab standar lainnya, kemudian dianalisa dengan menggunakan
metode takhri>j dan diakhiri dengan metode ma’an al-H{adi>th untuk memahami isi
dari hadis tersebut dan mengimplementasikan dengan adat yang sudah ada.
Adapun hasil dari penelitian ini yaitu hadis tentang mus}af> ah}ah dalam
Sunan Abi> Da>wud nomor Indeks 5212 memiliki kualitas hadis hasan secara sanad
dan sah}i>h} secara matn, sehingga hadis tersebut dapat dijadikan hujjah dan dapat
diamalkan sesuai dengan konteksnya. Kemudian setelah mengkaji matnnya
mus}af> ah}ah dapat dipahami bahwa mus}af> ah}ah dilakukan ketika laki-laki bertemu
dengan laki-laki, perempuan bertemu dengan perempuan, atau laki-laki bertemu
dengan perempuan dengan beberapa syarat yang berbeda setiap mazhab seperti
tanpa adanya syahwat. Mus}af> ah}ah itu sendiri juga memiliki hikmah yaitu, dapat
menggugurkan dosa keduanya (yang melakukan mus}af> ah}ah).


Kata Kunci: Hadis, Mus}af> ah}ah, Sunan Abi> Da>wud.

ii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM .............................................................................................

i

ABSTRAK ..........................................................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................

iii


PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................................

iv

PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................

v

MOTTO ..............................................................................................................

vi

PERSEMBAHAN ...............................................................................................

vii

KATA PENGANTAR .........................................................................................

ix


DAFTAR ISI .......................................................................................................

xi

PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................

xiii

BAB I

BAB II

: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................

1

B. Identifikasi Masalah ...................................................................

6


C. Batasan Masalah .........................................................................

7

D. Rumusan Masalah ......................................................................

7

E. Tujuan Penelitian ........................................................................

7

F. Manfaat Penelitian .....................................................................

8

G. Kajian pustaka ............................................................................

8


H. Metode penelitian .......................................................................

9

I. Sistematika Pembahasan ............................................................

12

: METODE KRITIK HADIS
A. Teori Ke-s}ah}i>h}-an Hadis ............................................................

14

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB III


B. Teori ke-h}ujjah-an Hadis ...........................................................

36

C. Teori Pemaknaan Hadis .............................................................

42

: IMAM ABU< DA Da>wud ...........................................................

52

C. Metode dan Sistematika Sunan Abi> Da>wud .............................

54

D. Pandangan Para Ulama Terhadap Kitab Sunan Abi> Da>wud .....

58


E. Data Hadis Tentang Mus}af> ah}ah .................................................

58

F. I’tiba>r dan Skema Sanad .............................................................

60

: KUALITAS, KEHUJJAHAN DAN MAKNA SUBSTANSIAL
HADIS SUNAN ABI< DA ah}ah tersebut yang mana akan menjadikannya perubahan niat
seseorang untuk bersalaman yang tidak hanya sekedar adat tapi juga anjuran
Nabi.
Pemahaman jabat tangan kebanyakan tidak dibatasi dengan antara lakilaki dan perempuan ajnabi. Seperti yang terlihat pada umunya yang tidak
Abu> Da>wud Sulayma>n bin al-As‘at al-Sijista>ny>, Sunan Abi> Da>wud, (Riyadh: Maktabah alMa‘arif, tt), 357.
5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6


bersalaman antara laki-laki dan perempuan ajnabi malah dipandang asing.
Padahal penerapan itulah yang semestinya ada. Dan dalam penelitian ini akan
dibahas implementasinya antara hadis dengat adat yang sudah ada, maka
penelitian ini dianggap penting untuk dikaji karena agar mengetahui hukum yang
sebenarnya.
Penelitian ini memilih kitab Sunan Abu> Da>wud karena kitab tersebut salah
satu dari Kutub al-Sittah yang pasti menjadi rujukan pertama untuk mencari hadis
selain S{ah}i>h} al-Bukha>ri dan S{ah}i>h} Muslim serta menurut para ulama termasuk
urutan nomor tiga tingkat keshah}ih}an serta keh}ujjahannya setelah S{ah}i>h} alBukha>ri dan S{ah}i>h} Muslim. Selain itu kitab tersebut juga termasuk himpunan
hadis-hadis hukum terlengkap.

B. Identifikasi Masalah
Hadis yang dikaji adalah hadis Sunan Abi> Da>wud nomor indeks 5212.
Adapun masalah – masalah yang dapat di identifikasi dari latar belakang di atas
adalah:
1.

Bagaimana adat silaturrahim di berbagai budaya ?

2.


Bagaimana adab silaturrahim yang sopan ?

3.

Adakah hadis tentang salah satu adat silaturrahim ?

4.

Apakah hadis tentang mus}af> ah}ah dapat dijadikan h}ujjah ?

5.

Bagaimana pemaknaan hadis tentang mus}af> ah}ah tersebut?

6.

Bagaimana kualitas Sunan Abi> Da>wud secara umum ?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


7

C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini di batasi pada hadis tentang mus}af> ah}ah dalam Sunan
Abi> Da>wud nomor indeks 5212 dengan pembahasan kualitas sanad dan matan,
keh}ujjahan hadis, pemaknaan dari hadis tersebut. Hadis–hadis pendukung dalam
penelitian ini hanya difokuskan pada hadis–hadis dalam Kutub al-Sittah.

D. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah serta memperjelas dalam melakukan pengkajian dan
penelitian, maka perlu disusun beberapa rumusan permasalahan sebagai acuan
pokok dalam mengidentifikasi makalah ini antara lain sebagai berikut:
1.

Bagaimana kualitas dan kehujjahan hadis tentang mus}af> ah}ah dalam
Sunan Abi> Da>wud nomor indeks 5212!

2.


Bagaimana makna subtansial dalam hadis mus}af> ah}ah tersebut!

E. Tujuan Penelitian
Berangkat dari beberapa permasalahan yang telah dirumuskan di atas,
maka tujuan penulisan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1.

Mengetahui dan memahami kualitas dan kehujjahan hadis tentang

mus}af> ah}ah dalam Sunan Abi> Da>wud nomor indeks 5212.
2.

Mengetahui dan memahami makna subtansial dalam hadis mus}af> ah}ah
tersebut.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini mempunyai manfaat secara teoritis dan secara
praktis sebagai berikut;
1.

Manfaat secara teoritis
Menambah wawasan tentang penelitian hadis untuk mengetahui
kualitas sanad, matan dan kehujjahannya sehingga dapat memahami hadis
dengan semestinya.

2.

Manfaat secara praktis
Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi yang valid
sehingga kualitas hadis tidak diragukan lagi dan dapat dipakai sebagai
rujukan apapun tentang hadis yang akan diteliti.

G. Kajian Pustaka
Penelitian – penelitian yang terkait dengan penelitian ini yaitu sebagai
berikut;
1.

Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah “Kontruksi Hukum Islam tentang al-

Mushafahah menurut Ulama Madzab” STAI Agus Salim Metro, oleh
Adzkiya pada Maret 2015. Karya tersebut merupakan sebuah Jurnal yang
menjelaskan perbedaan pendapat empat mazhab tentang mus}af> ah}ah.
2.

“Al-Mushafahah dalam Perspektif Hadis ”LSQ Fakultas Ushuluddin IAIN
Lampung oleh Ahmad Bastari pada September 2013. Karya tersebut
hanya menyebutkan semua data-data hadis tentang mus}af> ah}ah yang
menggunakan

pengelompokan

seperti:

etika

mus}af> ah}ah,

hikmah

mus}af> ah}ah.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Dari penelitian di atas peneliti belum menemukan penelitian dengan judul
“Hadis tentang mus}af> ah}ah} dalam Sunan Abi> Da>wud nomor indeks 5212 (kajian
tentang kualitas dan ma‘àn al-Hadi>th)”

H. Metode Penelitian
1.

Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yaitu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif beberapa kata tertulis atau
lisan dari suatu objek yang dapat diamati dan di teliti. Disamping itu,
penelitian

ini

juga

menggunakan

library

research

(penelitian

perpustakaan), dengan mengumpulkan data dan informasi dari data – data
tertulis baik berupa literatur berbahasa arab maupun literatur berbahasa
Indonesia yang mempunyai relevansi dengan penelitian.
2.

Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini, bersumber dari
dokumen perpustakaan tertulis, seperti kitab, buku ilmiah dan referensi
tertulis lainnya. Data – data tertulis tersebut terbagi menjadi dua jenis
sumber data. Yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder, yaitu:
a) Sumber data primer merupakan rujukan data utama dalam penelitian
ini, yaitu:
1. Sunan Abi> Da>wud. Kitab Hadis Nabawi karangan Ima>m

Sulaima>n ibn al-Ash’ash ibn Ish}aq> ibn Bashi>r ibn Syida>d ibn Amr
al-Azdi> al-Sijistani.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

2. ‘Aun al-Ma‘bu>d, Sharh} dari kitab Sunan Abi> Da>wud karangan

Abi> al-T}ayyib Muhammad shamsh al-H}aq al-‘Az}i>m a>ba>di>.
b) Sumber data skunder, merupakan referensi pelengkap sekaligus
sebagai data pendukung terhadap sumber data primer. Adapun
sumber data sekunder dalam penelitian ini diantaranya:
1. Sunan al-Tirmiz}i, karangan Abi Isa Muhammad bin Isa.
2. Tuh}fah al-ah}waz}i>, Sharh} dari Ja>mi‘ al-Turmuz}I karangan Abi> al-

‘Ala> Muh}ammad ‘Abd al-Rah}ma>n ‘Abd al-Rah}im
3. Sunan ibn Maja>h, karangan Abi Abdillah Muhammad bin Yazid.
4. Musnad Ibn Hanbal, karangan Muhammad adb al-Salam.
5. Mu‘jam al-Mufahras li alfa>z} al-H}adi>th, karya A. J. Wensink
6. Ilmu Hadis: Historis dan Metodologis, karangan Zainul Arifin.
7. Studi Kitab Hadis, karangan Zainul Arifin.
8. Ilmu Hadis, karangan Utang Ranuwijaya.
9. Dan buku – buku tetang metodologi hadis dan Ulumul Hadis
lainnya.
3.

Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai
hal – hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, skripsi, buku, dan
sebagainya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

4.

Langkah – langkah penelitian
Dalam penelitian hadis, tahapan – tahapannya sebagai berikut:
a) Takhri>j
Yaitu menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada
sumber

yang

asli,

yakni

berbagai

kitab

yang

didalamnya

dikemukakan hadis itu secara lengkap dengan sanadnya masing masing6
b) I‘tiba>r
Kata al-I’tiba>r merupakan mas}dar dari i’tabaro. Menurut
bahasa artinya “peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud
supaya dapat diketahui sesuatunya yang sejenis.7 Menurut istilah
ilmu hadis, al-I’tiba>r berarti menyertakan sanad-sanad yang lain
untuk suatu hadis tertentu yang hadis itu pada bagian sanadnya
tampak hanya terdapat seorang perawi saja; dan dengan menyertakan
sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada
periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad
hadis yang dimaksud.8
Dengan dilakukannya al-I’tiba>r, maka akan terlihat dengan
jelas seluruh jalur sanad hadis yang diteliti, demikian juga namanama periwayatannya dan metode periwayatannya yang digunakan
masing-masing periwayat yang bersangkutan.

M. Syuhudi Ismai, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 2007),40
Mahmud Al-T{ah{h{a>n, Taysi>r Must}ala>h} al-H{adi>th, 140.
8
Hery Siswanto, Makalah : Metodoogi Kritik Sanad Hadis, (Surabaya : t.p, 2011), 10.
6

7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

c) Penelitian Sanad
Penelusuran dan penilaian tentang perawi sanad dengan
menggunakan pendekatan ilmu Tari>kh al-Ruwa>h} dan Jarh} wa al-

Ta‘di>l. Dalam hal ini, peneliti dapat mengetahui kesalahan rangkaian
sanad untuk mengemukakan kualitas hadis.
d) Penelitian Matan
Penelusuran

dan

penilaian

untuk

matn

hadis

untuk

mengemukakan sejalan dengan Alquran dan dapat dipahami dengan
logika.
5.

Metode Analisis Data
Metode analisis data yaitu menjelaskan data – data yang telah
diperoleh melalui penelitian, dalam hal ini penelitian sanad dan penelitian
matn. Selain itu, juga menggunakan ilmu ma‘ani al-Hadith untuk
memahami arti makna yang terdapat dalam matn hadis sehingga dalam
analisis iniakan diperoleh pemahaman suatu hadis yang komprehensif.

I. Sistematika Pembahasan
Dalam penyusunan penelitian ini pembahasannya terdiri dari lima bab
yang masing-masing bab terdiri dari

macam-macam sub bab. Satu sub bab

dengan sub bab yang lain merupakan ragkaian yang saling berkaitan. Secara
global sistematikanya sebagai berikut;
Bab I Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, identifikasi
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab ini digunakan sebagai pedoman, acuan dan arahan sekaligus target penelitian,
agar penelitian dapat terlaksana secara terarah dan pembahasannya tidak melebar.
Bab II Metode Kritik Hadis yang meliputi: teori kes}ah}ih> }an hadis, teori
keh}ujjahan hadis, dan teori pemaknaan hadis. Bab ini merupakan landasan yang
akan menjadi tolok ukur dalam penelitian ini.
Bab III Imam Abu> Da>wud, kitab Sunan Abi> Da>wud dan hadis tentang

mus}af> ah}ah yang meliputi: Biografi Abu> Da>wud, kitab Sunan Abi> Da>wud, metode
dan sistematika Sunan Abi> Da>wud, pandangan para Ulama terhadap Sunan Abi>
Da>wud, data hadis tentang mus}af> ah}ah, dan I‘tibar sanad serta skema sanad.
Bab IV Kualitas, keh}ujjahan dan makna subtansial hadis Sunan Abi>
Da>wud nomor indeks 5212 tentang mus}a>fah}ah yang meliputi penjelasan
keh}ujjahan hadis dan penjelasan maksud hadis secara rinci.
Bab V Penutup, bab ini berisi kesimpulan yang merupakan jawaban dari
rumusan masalah yang peneliti sajikan dalam bentuk pertanyaan dan bab ini juga
berisi saran dari pembaca demi perbaikan yang akan datang.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
METODE KRITIK HADIS

A. Teori Kes}ah}ih}an Hadis
Sebuah hadis dapat dijadikan dalil dan argumen yang kuat (h}ujjah) apabia
memenuhi syarat-syarat kes}ah}ih> }an, baik dari aspek sanad maupun matan. Ibnu AlS}alah menyatakan sebuah definisi hadis s}ah}ih> } yang disepakati oleh para

muh}addithi>n, sebagaimana dikutip M. Syuhudi Ismail:

َ ‫س َ ال‬
َ ‫ح ْيث ال‬
ْ ‫يَ َتصل إ‬
ْ ‫ح ْيث ْال‬
َ‫س‬
َ ‫ َف َو ْال‬:‫صح ْيح‬
َ ‫أَ َم ْال‬
َ
َ ‫ب َْقل ْال َع ْ ال َ ْبط إلَ م ْ َت‬
‫ََّ م َع َل‬
‫ش‬
‫ََّيَ ْو‬
Adapun hadis s}ah}i>h} ialah hadis yang bersambung sanadnya (sampai kepada
Nabi), diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil dan d}abit} sampai akhir sanad, (di
dalam hadis tersebut) tidak terdapat kejanggalan (shadh dan cacat (‘illat).

Dari definisi di atas, maka hadis yang berlevel s}ah}ih> } baik dari segi sanad
maupun matan adalah jika memenuhi syarat-syarat berikut:
1.

Ittis}al> al-sanad (ketersambungan sanad)
Sanadnya bersambung yang dimaksudkan adalah masing-masing
perawi yang ada dalam rangkaian sanad tersebut menerima hadis secara
langsung dari perawi yang sebelumnya, kemudian disampaikan kepada
perawi yang datang sesudahnya. Hal tersebut haruslah berlangsung dan
dapat dibuktikan sejak perawi pertama (generasi sahabat) hingga perawi
terakhir (penulis hadis).
Imam Syafi‘i mensyaratkan bagi rawi yang bisa diterima, hendaknya
thiqah, di dalam agamanya terkenal kejujurannya, berakal (mengerti apa
yang diriwayatkannya), ‘a>lim (menguasai arti-arti hadis dari lafadz

14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

sebagaimana yang didengarkannya) dan tidak meriwayatkan dengan makna,
karena apabila dia meriwayatkan dengan makna, padahal dia bukan orang

‘a>lim (tidak mengerti maksudnya) dikhawatirkan akan mengalami
kekeliruan, hafal (apabila meriwayatkan dengan hafalannya), dan juga
apabila meriwayatkan dari tulisannya terlepas dari sifat mudallis.1
Adapun pembuktian dikembangkan oleh Imam Bukhari dengan
adanya sarat mu‘a>sa} rah (hidup sezaman) dan liqa>’ (bertemu langsung,
sedangkan Imam Muslim sendiri hanya memberikan penegasan dengan
cukup mu‘a>sa} rah, sebab hal ini memungkinkan adanya pertemuan. Selain
itu, penelitian tentang ketersambungan sanad terdapat dua hal penting yang
harus dikaji yakni sejarah hidup masing-masing perawi.
2.

‘Adalah al-Rawi (Keadilan Perawi).
‘Adil secara etimologi berarti lurus, tidak menyimpang, tulus dan
jujur. Seseorang dikatakan ‘adil apabila di dalam dirinya tertanam sebuah
sikap yang dapat menumbuhkan ketaqwaan, dimana ia senantiasa
melakukan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, juga muru‘ahnya
terjaga. Yang dimaksudkan adalah setiap perawi dalam periwayatan hadis,
disamping semua perawi harus islam dan baligh, juga harus memenuhi
kriteria sebagai berikut;
a) Selalu melaksanakan segala perintah Allah dan larangan-Nya.
b) Menjauhi perbuatan dosa-dosa keci.

Abu Bakar Ahmad bin Husain al-Baihaqi, Ma‘rifah al-Sunnah wa al-Athar, (Beirut: Dar alKutub, 1991), 75.
1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

c) Perkataan dan perbuatan harus terpelihara dari hal-hal yang menodai
muru‘ah yakni kehati-hatian.
Secara umum para ulama telah mengemukakan cara penetapan
ke‘adilan periwayatan hadis, yakni berdasarkan;
a) Popularitas periwayatan di kalangan ulama hadis.
b) Penilaian dari para kritikus periwayat hadis, penilaian ini berisi
pengungkapan kelebhan dan kekurangan yang ada pada diri periwayat

d}abit}.
c) Penetapan kaedah al-Jarh} wa al-Ta‘di>l, cara ditempuh bila para
kritikus periwayat hadis tidak sepakat tentang kualitas pribadi
periwayat tertentu.2
3.

D}abit} al-Rawi
D{abit} menurut istilah ulama hadis adalah ingatan (kesadaran)
seorang perawi hadis semenjak dia menerima hadis, melekat (setia)nya apa
yang di hafal. Di dalam ingatannya dan pemeliharaan tulisan (kitab)nya dari
segala macam perubahan, sampai pada masa dia menyampaikan
(meriwayatkan) hadis tersebut.3
Dari definisi d}abit} di atas dapat disipulkan bahwa d}abit} itu ada dua
macam, yaitu d}abit} s}adran (kekuatan ingatan atau hafalan) dan d}abit} kitaban
(kerapian dan ketelitian tulisan dan catatannya). D{abit} s}adran adalah
seseorang yang mempunyai ingatan yang kuat sejak dari menerima sampai

Hasbi al-Siddiqiey, Pokok-Pokok Dirasat Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), 134.
Mudasir, Ilmu Hadis ...

2
3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya itu sanggup dikeluarkan
kapan dan dimana saja dikehendaki. Sedangkan d}abit} kitaban adalah yaitu
seseorang yang menyampaikan riwayat berdasarkan pada buku catatannya
(teks book).4 Tingkat ked}abit}an yang dimiliki oleh para periwayat tidaklah
sama, hal ini disebabkan oleh perbedaan ingatan dan kemampuan
pemahaman yang dimiliki oleh masing-masing perawi. Perbedaan tersebut
dapat dipetakan sebagai berikut;
1.

D{abit}, istilah ini diperuntukkan bagi perawi yang;
a) Mampu menghafal dengan baik hadis-hadis yang diterimanya.
b) Mampu menyampaikan dengan baik hadis yang dihafalnya itu
kepada orang lain.

2.

Tamm al-D{abit}, istilah ini diperuntukkan bagi perawi yang;
a) Hafal dengan sempurna hadis yang diterimanya.
b) Mampu menyampaikan dengan baik hadis yang dihafalnya itu
kepada orang lain.
c) Faham dengan baik hadis yang dihafalnya itu.5
Pembagian atau klasifikasi di atas akan sangat berguna bagi bahan

analisis pada pembahasan, misalnya keshadhan dan ke‘illatan sanad hadis.6
Untuk menentukan dan menetapkan unsur periwayat bersifat d}abit}
didasarkan pada argumen sejarah dan logika:

Rahman, Ikhtisar ...
Mushadi Yuslem, Ulumul Hadis (Semarang: Aneka Ilmu, 2000), 363.
6
Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), 138.
4

5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

a) Argumen Sejarah
Dalam sejarahnya periwayat hadis banyak berlangsung secara
lisan

dari

pada

tertulis,

periwayatan

lisan

mengharuskan

periwayatannya memiliki hafalan yang baik. Periwayat yang tidak
memiliki hafalan yang tidak baik sangat sulit dipercayai kes}ah}ih> }an
periwayatannya.
b) Argumen Logika
1.

Sulit dipercaya seorang periwayat menyamoaikan periwayat hadis
secara lisan (hafalan), sedang ia sendiri tidak hafal tentang hadis
yang diriwayatkannya.

2.

Sulit dapat dipercaya seorang periwayat yang menyampaikan
hadis secara tertulis, sedang ia sendiri tidak memahami apa yang
termaktub dalam sasaran hadisnya.

3.

Periwayat yang hafal, faham dan mampu menyampaikan riwayat
hadis lebih dapat dipercaya daripada periwayat yang hafal dan
mampu menyampaikan riwayat hadis tetapi dia tidak memahami
hadis yang ririwayatkannya.

Adapun cara penetapan ked}abit}an seorang perawi menurut berbagai
pendapat ulama, antara lain:
a) Berdasarkan kesaksian atau pengakuan ulama sezaman dengannya.
b) Berdasarkan kesesuaian riwayat yang disampaikan dengan riwayat
para periwaya yang lain yang thiqah atau yang telah dikenal
ked}abit}annya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

c) Apabila dia sekali-kali mengalami kekeliruan, hal tersebut tidaklah
merusak ked}abit}annya, namun apabila sering maka dia tidak lagi
disebut periwayat yang dabit dan periwayatannya tidak dapat
dijadikan sebagai h}ujjah.7
Selain itu upaya-upaya untuk mendeteksi kedabitan rawi dengan
memperbandingkan hadis-hadis yang diriwayatkan dengan hadis lain atau
dengan al-Qur’an, yang dapat dilakukan dengan enam metode perbandingan
hadis yaitu:
1.

Memperbandingkan hadis-hadis yang diriwayatkannya oleh sejumlah
sahabat Nabi, antara satu dengan yang lain.

2.

Memperbandingkan hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi pada
masa yang berlainan.

3.

Memperbandingkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh rawi-rawi
yang berasal dari seorang guru hadis.

4.

Memperbandingkan suatu hadis yang sedang diajarkan oleh seseorang
dengan hadis semisal yang diajarkan oleh gurunya.

5.

Memperbandingkan antara hadis-hadis yang tertulis dalam buku
dengan yang tertulis dalam buku lain, atau dengan hafalan hadis.

6.

7
8

Memperbandingkan hadis-hadis dengan ayat-ayat al-Qur’an.8

Ibid.
Ali Mustafa Ya‘qub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), 6.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

4.

Terhindar dari shadh
Al-shadh menurut bahasa adalah seseorang yang memisahkan diri
dari jama‘ah. Sedangkan menurut istilah muhaddisin, hadis shadh adalah:9

‫ك‬

‫م‬

‫م لف ل ن ا ل‬

‫ا ال ق و‬
‫حف ه‬

‫م‬
‫ي‬

‫الش‬
‫ع‬

Hadis shadh adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul yang
menyalahi riwayat orang yang lebih utama darinya, baik karena jumlahnya
lebih banyak ataupun lebih tinggi hafalannya.

Menurut al-Syafi‘i sebagaimana yang dikutip oleh Idri berpendapat
bahwa suatu hadis dipandang shadh jika diriwayatkan oleh seorang yang
thiqah namun bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh orang
thiqah

yang

banyak,

sementara

itu

tidak

ada

rawi

lain

yang

meriwayatkannya. Selanjutnya Idri mengutip pendapat al-Hakim alNaysaburi yang menyatakan bahwa hadis shadh adalah hadis yang
diriwayatkan oleh seorang periwayat yang thiqah, akan tetapi tidak ada
periwayat thiqah lainnya yang meriwayatkannya. Pendapat ini berbeda
dengan pendapat al-Syafi‘i di atas.10
Sedangkan menurut Fatchur Rahman, shadh yang terjadi pada suatu
hadis terletak pada adanya pertentangan antara periwayatan hadis oleh rawi
yang maqbu>l (dapat diterima periwayatannya) dengan periwayatan hadis
oleh rawi yang lebih rajah (kuat). Hal ini disebabkan adanya kelebihan
dalam jumlah sanad atau lebih dalam hal ked}abit}an rawinya atau segi tarjih

9

Nuruddin ITR, Ulumul Hadis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), 228.
Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana, 2013), 168.

10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

yang lain. Dengan kata lain pendapat ini mengamini pendapat al-Syafi‘i di
atas.11
Untuk mengetahui keshadhan suatu hadis, harus mengumpulkan
semua sanad hadis yang memiliki kesamaan pokok masalah dalam
matannya kemudian diperbandingkan. Pada mulanya mungkin semua sanad
dan matan itu kelihatan sahih, tetapi setelah diadakan penelitian terdapat

shudhu>dh.12
5.

Terhindar dari ‘illat
Hadis yang ber‘illat oleh kalangan muh}addithi>n dikenal dengan
istilah mu‘allal, ada juga sebagian dari mereka yang menamakan dengan
istilah ma‘lu>l.13 Pengertian dari hadis mu‘allal adalah:

‫ع‬

‫الح يث ال ع ل هو الح يث ال ين ا ع فيه ع‬
14
‫ه السام م ه‬
‫تق في صحته مع ا‬

Hadis mu‘allal adalah hadis yang padanya terlihat ada ‘illat yang merusak
kes}ah}i>ha} n, sedangkan lahirnya terbebas darinya.

Suatu hadis yang setelah diadakan penelitian dan penyelidikan,
tampak

adanya

salah

sangka

dari

rawinya,

dengan

mewasalkan

(menganggap bersambung suatu sanad) hadis yang munqati‘ (terputus) atau
memasukkan sebuah hadis pada suatu hadis yang lain atau yang semisal
dengan itu.15
Dari kedua istilah tersebut dapat difahami bahwa ‘illat merupakan
suatu penyakit atau cacat yang terdapat dalam suatu hadis tertentu yang
Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadis (Bandung: PT. Al-Ma‘arif, 1974), 123.
Ismail, Kaedah Kesahihan..., 170.
13
Nuruddin ITR, Ulumul Hadis..., 253.
14
Ibid.
15
Rahman, Ikhtisar...,187.
11

12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

sifatnya tersembunyi dan sukar untuk mendeteksinya, kecuali oleh mereka
yang ahli dibidangnya, karena ‘illat hadis itu tidak terlihat dari lahirnya
tetapi setelah diadakan kajian mendalam tentangnya terdapat kecacatan di
dalamnya.
Ditinjau dari tempat keberadaannya, ‘illat hadis mu‘allal itu dibagi
menjadi tiga macam, yaitu mu‘allah dalam sanad, mu‘allal dalam matan dan
mu‘allal dalam keduanya.16 Akan tetapi ‘illat hadis terbanyak pada sanad.
Menurut Ulama hadis, ‘illat hadis pada umumnya mempunyai beberapa
bentuk, diantaranya:
a) Sanad yang tampak muttasil dan marfu>‘ ternyata muttas}il tetapi
mursal (hanya sampai pada tabi‘in).
b) Sanad yang tampak muttas}il dan marfu‘ ternyata muttas}il tetapi

mauqu>f (hanya sampai pada sahabat).
c) Terjadi pencampuran hadis dengan bagian hadis lain,
d) Terjadinya kesalahan penyebutan periwayat, karena ada lebih dari
seorang periwayat memiliki kemiripan nama sedang kualitasnya tidak
sama thiqahnya.
Jadi, bentuk ‘illat yang pertama disebabkan sanad hadis terputus,
sedangkan bentuk ‘illat yang kedua disebabkan bahwa periwayatan tidak

d}abit}, setidaknya tidak tamm al-d}abit}.
Para ulama mengemukakan bebarapa cara untuk mengetahui ‘illat
hadis, diantaranya:

16

Nuruddin ITR, Ulumul Hadis...,254.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

a) Abdurrahman bin Mahdiy (W. 194 H) menyatakan bahwa untuk
mengetahui ‘illat hadis diperlukan intuisi (ilham).
b) Al-Hakim al-Naisaburi berpendapat, bahwa acuan utama penelitian
‘illat hadis dan hafalan, pemahaman dan pengetahuan yang luas
tentang hadis.
c) Aliy bin al-Madiniy dan al-Katib al-Baghdadiy, meriwayatkan untuk
mengetahui ‘illat hadis, terlebih dahulu semua sanad yang berkaitan
dengan hadis yang diteliti.17
Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam
memahami hadis ialah ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung
pada Nabi Muhammad atau bukan (matan hadis itu sendiri dalam
hubungannya dengan hadis lain yang lebih kuat sanadnya apakah ada yang
melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam al-Qur’an
apakah ada yang bertolak belakang.
Muhammad Thahir al-Jawabi menjelaskan ada dua tujuan kritik atau
penelitian matan yaitu untuk menentukan benar tidaknya matan hadis dan
untuk mendapatkan pemahaman yang benar mengenai kandungan yang
terdapat dalam sebuah matan hadis.18 Dalam kaedah kritik matan atau untuk
kesahihan matan ada dua macam yaitu terhindar dari shadh dan ‘illat.
Sedangkan menurut Abbas, bahwa ada tiga langkah kritik matan, yaitu:
a) Kritik kebahasaan

17

Ibid.
Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi: Perspektif Ahmad al-Ghazali dan Yusuf
al- Qardhawi (Yogyakarta: Teras, 2008), 15.
18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

b) Analisis terhadap isi kandungan makna matan hadis.
c) Penelusuran ulang nisbah pemberitaan dalam matan hadis kepada
narasumber.19
Hasyim Abbas ini juga menjelaskan lima kriterian hadis yang
matannya bisa diterima, yaitu:
a) Tidak bertentangna dengan akal yang sehat.
b) Tidak bertentangan dengan al-Qur’an, hadis mutawatir dan ijma‘.
c) Tidak bertentangan dengan tradisi ibadah ulama salaf.
d) Tidak bertentangan dengan dalil yang sudah pasti .
e) Tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitas kesah}ih> }annya lebih
kuat.20
Adapun butir tolok ukur yang dikemukakan oleh Syuhudi Ismail itu
terlihat ada tumpang tindih. Masalah bahasa, sejarah dan lai-lain yang
sebagian ulama disebut sebagai tolak ukur.21
Secara singkat Ibn al-Jauzy memberikan tolok ukur kesahihan matan,
yaitu setiap hadis yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan pokok
agama, pasti hadis tersebut tergolong hadis maud}u‘> . Karena itulah Nabi
Muhammad saw telah menjelaskan sesuatu yang bertentangan dengan akal
sehat, demikian pula terhadap ketentuan pokok agama yang menyangkut
aqidah dan ibadah.22

Hasyim Abbas, Kritik Matan Hadis: Versi Muhaddisin dan Fuqaha..., 16.
Ibid.
21
Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis..., 126.
22
Bustamin dan M. Isa A. Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: PT Raja Grafinda Persada,
2004), 132.
19

20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

S{ala>hu} al-Di>n al-Z{ahabi> mengemukakan beberapa kriteria kesahihan
matan yang menjadikan matan layak untuk dikritik, antara lain:
a) Tidak bertentangan dengan petunjuk al-Qur’an.
b) Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat.
c) Tidak bertentangan dengan akal sehat, indera dan sejarah.
d) Susunan pernyataannya menunjukkan ciri sabda kenabian.
Menurut jumhur ulama hadis, tanda-tanda matan hadis yang palsu
yaitu:
a) Susunan bahasanya rancu.
b) Kandungan pernyataannya bertentangan dengan akal sehat dan sangat
sulit di interpretasikan secara rasional.
c) Kandungan pernyataannya bertentangan dengan sunnatullah.
d) Kandungan pernyataannya bertentangan dengan fakta sejarah.
e) Kandungan pernyataannya bertentangan dengan petunjuk al-Qur’an atau
hadis mutawatir yang telah mengandung petunjuk secara pasti.
f) Kandungan pernyataannya berada di luar kewajiban diukur dari petunjuk
umum ajaran islam.
Setelah menunjukkan beberapa kriteria kritik matan yang dirumuskan
oleh para ulama.23 Kemudian Suryadi menyimpulkan pokok-pokok pikiran
kritik matan hadis yaitu

23

Mereka adalah al-Khatib al-Baghdadi, al-Amidi, Ibn al-Jauzi, al-Syatibi, Musthafa al-Sibai,
Shalah al-Din al-Adhabi, dan Ahli usul fiqh Hanafiyah. Lihat Suryadi, Metode Kontemporer, 1620.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

a) Matan hadis harus di uji dengan ayat-ayat al-Qur’an, sehingga
kandungan hadis tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur’an.
b) Matan hadis harus diujikan dengan hadis yang lebih sah}i>h}. Artinya,
kandungan matan hadis tersebut sesuai dengan kandungan hadis yang
lebih sah}i>h}.
c) Matan hadis tidak bertentangan dengan metode ilmiah. Namun ia harus
sesuai dengan konsep metode ilmiah.
d) Matan hadis harus sesuai fakta sejarah yang diketahui umum. Artinya
kandungan hadis tersebut tidak bertentangan dengan realita sejarah yang
telah menjadi kebenaran umum (comman sense).24

1. Lambang-Lambang Sanad Hadis
Menurut bahasa sanad adalah sandaran atau sesuatu yang dijadikan
sandaran. Sedangkan menurut istilah, terdapat perbedaan rumusan pengertian.
Menurut Al-Badru bin Jama‘ah dan Al-Tibby bahwa sanad adalah berita
tentang jalan matan. Dan ada juga yang mengatakan sanad adalah silsilah
para perawi yang meriwayatkan hadis dari sumbernya yang pertama.25
Para ulama hadis telah memiliki teori-teori sanad yang cukup ketat.
Namun demikian, jauhnya jaraknya antara masanya Rasulullah saw dengan
masa kodifikasi hadis sekitar satu setengah abad atau 150 tahun yang
menyebabkan teori-teori tersebut dalam prakteknya mengalami hambatanhambatan yang cukup serius. Diantaranya yaitu terbatasnya data-data yang
24
25

Ibid.
Munzier Suprapta, Ilmu Hadis (Jakarta: Rajab Grafindo Persada, 2002), 45.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

diperlukan dalam proses pembuktian. Dan pada perkembangan selanjutnya
beberapa keterbatasan ini diatasi oleh teori-teori baru, seperti Al-s}ah}abah

Kulluhum ‘Udu>l (semua sahabat bersifat adil). Dengan kata lain, validitas
satu generasi pertama (generasi sahabat) tidak perlu ada pembuktian.26
Dalam ukuran modern, teori kritik sanad secara umum mengandung
kelemahan interen, seperti anggapan seorang manusia terhormat yang tidak
memiliki keinginan untuk berdusta sehingga mereka pasti bercerita dengan
benar. Disamping itu, para peneliti hadis kadang tidak menyadari adanya
masalah ingatan yang keliru, pikiran yang mengandung kepentingan,
pembacaan kebelakang (dari masa kini ke masa lalu) ataupun tersangkutya
seseorang dan bahkan tentang adanya berbagai tuntutan mendesak.27
Kelemahan yang terdapat dalam teori kritik sanad ini mencermikan tingkat
kesulitan yang tinggi dalam proses pembuktian validitas suatu hadis.
Nilai dan kegunaan sanad tampak bagi seseorang untuk mengetahui
keadaan para perawi hadis dengan cara mempelajari keadaannya dalam kitabkitab biografi perawi. Demikian juga untuk mengetahui sanad yang muttas}il
dan munqat}i‘ . Jika tidak terdapat sanad, tidak dapat diketahui hadis yang

sah}i>h} dan yang tidak sah}i>h.28
Dalam hubungannya dengan dengan penelitian sanad, maka unsurunsur kaedah kesah}i>h}an yang berlaku untuk sanad dijadikan sebagai acuan.
Unsur-unsur itu ada yang berhubungan dengan rangkaian atau persambungan
26
Muhammad Ali Qasim al-‘Umri, Dira>sat fi Manhaji An-Naqdi ‘Inda ‘I Muhanddithin (Yordan:
Darun Nafais, 2000), 17.
27
Ibid.
28
Mahmud al-Tahhan, Metode Takhrij Penelitian Sanad Hadis, terj. Ridlwan Nasir (Surabaya:
Bina Ilmu, 1995), 99.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

sanad dan ada yang berhubungan dengan keadaan pribadi para periwayat.
Dengan banyaknya jumlah perawi dan memiliki kualitas pribadi dan kapasitas
intelektual yang berbeda. Maka untuk mempermudah dalam membedakan
sanad yang bermacam-macam dan penilaian terhadap kualitasnya, sanad
hadis harus mengandung dua unsur penting,29 yaitu:
a) Nama-nama perawi yang terlibat dalam periwayatan hadis yang terkait.
b) Lambang-lambang atau lafal-lafal yang digunakan dalam periwayatan
hadis, dalam hal ini untuk kegiatan tah}ammul hadis, bentuknya
bermacam-macam, seperti sami‘tu, sami‘na>, akhbarani>y, akhbarana>,

h}addathani>y, h}addathana>, ‘an dan anna.
Sebagian Ulama menyatakan bahwa sanad yang mengandung
huruf ‘an sanadnya terputus. Tetapi mayoritas Ulama menilai bahwa
sanad yang menggunakan lambang periwayatan huruf ‘an termasuk
dalam metode al-sama‘ apabila memenuhi syarat-syarat berikut:
1.

Dalam sanad yang mengandung huruf ‘an itu tidak terdapat
penyembunyian informasi (tadlis) yang dilakukan oleh periwayat.

2.

Antara periwayat dengan periwayat terdekat yang diantara huruf
‘an itu dimungkinkan terjadi pertemuan (mu‘a>sa} rah).

3.

Para periwayat haruslah orang-orang yang terpercaya.
Namun dalam berbagai macam kitab ilmu hadis dijelaskan

bahwa metode periwayatan hadis ada delapan macam, yakni:
1) Metode al-Sima‘
29

Nawer Yuslem, Ulumul Hadis (Ciputat: Mutiara Sumber Widya, 2001), 352.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

Metode al-Sima‘ yaitu cara penyebaran hadis yang dilakukan
dengan cara seorang murid mendengarkan bacaan atau kata-kata
dari gurunya. Metode ini dilakukan dengan cara mendengar
sendiri dari perkataan gurunya baik dengan didektekan maupun
tidak, baik bersumber dari hafalan maupun tulisannya. S}ighat
untuk periwayatan hadis dengan metode al-Sima‘ yang disepakati
panggunaannya, lazim menggunakan lafal berikut:

‫اخ ن‬

(seseorang

‫ح ث‬،‫ح ث ي‬

telah

mengabarkan

،‫اخ ني‬

kepadaku/kami),

(seseorang telah bercerita kepadaku/kami),

‫س ع‬،‫س عت‬

(saya/kami mendengar).

2) Metode al-Qira>’ah
Metode al-Qira>’ah oleh mayoritas Ulama hadis disebut dengan
istilah al-‘ardh. Metode al-Qira>’ah dalam terminologi tah}ammul

al-hadi>th ini dimaksudkan sebagai sebuah