Berjalan di depan orang salat: kajian mukhtalif al hadith dalam Sunan Abi Dawud no indeks 697 dan no indeks 715.

BERJALAN DI DEPAN ORANG SALAT
(Kajian mukhtali@f al-h}adi@th dalam Sunan Abi@ Da>wud
no. Indeks 697 dan no. Indeks 715)

Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:
SITI AISYAH
E03213082

JUURUSAN ILMU ALQURAN DAN HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA
2017

ABSTRAK


Fenomena masyarakat saat ini, ada sebagian orang dengan santainya berjalan
melewati orang yang sedang melaksanakan salat tanpa ada rasa canggung. Ada
dua hadis yang kontradiktif yang mana pada hadis yang pertama menunjukkan
larangan keras berjalan di depan orang salat. Sedangkan hadis yang kedua
menunjukkan kebolehan. Rumusan masalah dalam penelitian ini: bagaimana
kualitas dan ke-h}ujjah-an dalam Sunan Abi@ Da>wud no. Indeks 697 dan 715,
penyelesaian hadis mukhta>li@f, dan implikasi dari hadis tersebut. Tujuan dalam
penelitian ini untuk mendeskripsikan kualitas dan ke-h}ujjah-an hadits dalam Sunan
Abi@ Da>wud no. Indeks 697 dan 715, menemukan cara penyelesaian hadis
mukhta>li@f, dan mengetahui implikasi dari hadis tersebut. Penelitian ini bersifat
kepustakaan dengan menggunakan metode penyajian secara deskriptif dan
analitis. Maka pengumpulan data diperoleh dengan meneliti kitab Sunan Abi@
Da>wud dan dibantu dengan kitab standar lainnya, dianalisa dengan menggunakan
metode takhri>j dan menerapkan kajian keilmuan mukhtali>f al-h}adi>th dalam
memecahkan kedua hadis tersebut. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu kualitas
hadis tentang berjalan di depan orang salat dalam Sunan Abi@ Da>wud no. Indeks
697 dan 715 adalah s}ah}i>h} li dha>tihi dan termasuk kategori maqbu>l ma‘mu>lun bih.
Setelah mengkaji kedua hadis tersebut dengan keilmuan mukhtali>f al-h}adi>th,
dapat diketahui metode yang tepat adalah al-jam‘u, mengkompromikan dan
mengamalkan kedua hadis sesuai dengan seginya masing-masing. Larangan

berjalan di depan orang salat merupakan dalil umum yang kemudian di takhsis
oleh kebolehan berjalan di depan orang makmum jika ada keperluan mendesak.
Sedangkan implikasinya adanya larangan berjalan di depan orang salat karena
mengganggu atau mengurangi kekhusyuan orang yang salat. Manfaat dari salat
khusyuk membuat otak bersinar karena mendapatkan nu>rulla>h dan membantu
meningkatkan fungsi otak untuk mengontrol diri agar tidak melakukan yang
bertentangan dengan norma agama.
Kata Kunci: Berjalan, kontradiktif, mukhtali>f al-h}adi>th, salat, Sunan Abi@ Da>wud

ii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM .............................................................................................

i

ABSTRAK ..........................................................................................................


ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................

iii

PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................................

iv

PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................

v

MOTTO ..............................................................................................................

vi

PERSEMBAHAN ...............................................................................................


vii

KATA PENGANTAR .........................................................................................

viii

DAFTAR ISI .......................................................................................................

x

PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................

xiii

BAB I

: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................


1

B. Identifikasi Masalah ...................................................................

6

C. Rumusan Masalah ......................................................................

6

D. Tujuan Penelitian ........................................................................

7

E. Kegunaan Penelitian ...................................................................

7

F. Telaah Pustaka ...........................................................................


7

G. Metode Penelitian .......................................................................

8

H. Sistematika Pembahasan ............................................................

11

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II

: KAIDAH KESAHIHAN HADIS DAN MUKHTALIth ...........................................................

31


: ABU< DA Da>wud ...................................................................

43

B. Kitab Sunan Abi@ Da>wud .............................................................

47

C. Hadis Tentang Larangan Berjalan di Depan Orang Salat ...........

49

D. Hadis Tentang Kebolehan Berjalan di Depan Orang Salat .........

63

E. Sharh} al-Hadi@th ...........................................................................

76


: ANALISIS HADIS TENTANG HADIS BERJALAN DI DEPAN
ORANG SALAT
A. Analisis Sanad dan Matn Hadis tentang Larangan Berjalan di
Depan Orang Salat ......................................................................

79

1. Analisis Sanad Hadis tentang Larangan Berjalan di Depan
Orang Salat .............................................................................

79

2. Analisis Matn Hadis tentang Larangan Berjalan di Depan
Orang Salat .............................................................................

80

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


B. Analisis Sanad dan Matan Hadis tentang Kebolehan Berjalan di
Depan Orang Salat ......................................................................

82

1. Analisis sanad hadis tentang Kebolehan Berjalan di Depan
Orang Salat .............................................................................

82

2. Analisis matan hadis tentang Kebolehan Berjalan di Depan

BAB V

Orang Salat .............................................................................

83

C. Penyelesaian Hadis Mukhtali>f ....................................................


86

D. Implikasi Hadis tentang Berjalan di Depan Orang Salat ............

99

: PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................

102

B. Saran .........................................................................................

103

DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

xii


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah menciptakan manusia bukannya tanpa tujuan. Dia telah menjelaskan
tujuan penciptaan manusia yaitu untuk beribadah kepadaNya dalam al-Qur’an
surah al-Dhariya>t ayat 56.1 Akan tetapi, ibadah manusia tidaklah membawa
manfaat apapun bagiNya. Kepatuhan manusia tidak akan menambah besar
kemulianNya dan kedurhakaan mereka pun tidak akan mengurangi kerajaanNya.
Allah tidaklah memerintah manusia kecuali dengan hal-hal yang membawa
kepada kebajikan bagi diri manusia sendiri. Mereka yang patuh akan diberi
ganjaran yang baik di surga, dengan berbagai nikmat yang tiada tara. 2
Setiap orang perlu mengetahui pengertian dari hakikat ibadah agar ia dapat
melaksanakannya dengan benar dan mengetahui hikmah pada setiap ibadah yang
dilakukannya.3 Menurut bahasa, kata ibadah berarti patuh, tunduk, dan
merendahkan diri. Menurut al-Azhari, kata ibadah tidak dapat disebutkan kecuali
untuk kepatuhan kepada Allah. Secara umum, al-Shaykh S{alih} al-Uthaymin
menjelaskan bahwa ibadah adalah mengabdikan diri kepada Allah dengan penuh
cinta dan pengagungan dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya yang telah disyariatkan.4

1

Baihaqi, Fiqih Ibadah ( Bandung: M2S, 1996), 12.
Lahmuddin Nasution, Fiqh 1 (Jakarta: Jaya Baru, 1998), 6.
3
Ibid., 1.
4
M. Khalilurrahman, Abdurrahim Hamdi, Kitab lengkap Panduan Salat (Jakarta: Wahyu
Qalbu, 2016), 2.
2

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Dalam pengertian yang luas ibadah menurut Ibnu Taymiyah meliputi segala
yang dicintai Allah dan diridhoiNya, perkataan dan perbuatan lahir batin.
Termasuk di dalamnya salat, puasa, zakat, haji, berkata benar, berbakti kepada
kedua orang tua, silaturahim, menepati janji, menyuruh kepada kebaikan, dan
mencegah kemungkaran.5
Salat adalah menurut bahasa adalah doa, sedangkan menurut istilah adalah
sekumpulan ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri
dengan salam. Dinamakan salat karena ia menghubungkan seorang hamba kepada
penciptanya yang merupakan manifestasi penghambaan dan kebutuhan diri
kepada

Allah,

dapat

menjadi

media

permohonan

pertolongan

dalam

menyingkirkan segala bentuk kesulitan yang ditemui dalam perjalanan hidupnya.6
Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an Surah al-Baqarah ayat 153:

ِ َِ ‫يَٓين َهاٱل ِاينَء َامُواَْٱسٓتَعِ ُواََْبِٱلص ٓ ِر ََوٱلصلََوَةََِِٓنَٱلل َ ََم َََٱ‬
ََ
َ َ‫ين‬
َ
َ ِ‫لص‬
َ َ

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.7

Ayat ini mengajak orang-orang yang beriman dengan menjadikan salat
sebagai penolong untuk menghadapi cobaan hidup. Al-s}abru yang dimaksud
adalah sabar dalam mencakup banyak hal, sabar menghadapi ejekan dan rayuan,
sabar melaksanakan perintah dan mejauhi larangan, sabar dalam petaka dan
kesulitan, serta sabar dalam berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan. Jika
seseorang ingin teratasi kesedihan dan kesulitan, maka harus menyertakan Allah
dalam setiap langkahnya, ketika itu Allah akan membantu. Tanpa kebersamaan
5

Nasution, Fiqh 1..., 4.
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, terj.
Kamran As’at Isrsyady (Jakarta: Amzah, 2010), 145.
7
Al-Qur’an, 2: 153.
6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

itu, kesulitan tidak akan tertanggulangi bahkan tidak mustahil kesulitan diperbesar
oleh setan dan nafsu amarah manusia sendiri.8
Allah menjadikan salat sebagai media untuk membina dan meluruskan orang
mukmin setelah sebelumnya Dia memberikan kepada manusia segala macam
ciptaanNya menundukkan semua yang ada di langit dan di bumi untuk manusia,
dan memuliakannya dengan akal dan pikiran. Salat menutrisi tubuh, akal, dan hati.
Jika tubuh, akal, dan hati baik maka manusia akan melakukan kebaikan, mendapat
petunjuk, dan jauh dari perbuatan-perbuatan buruk.9 Allah berfirman dalam alQur’an surah al-Ankabu>t ayat 45:

َ َ‫َِنَٱلصلََوَةَتَنٓ َ لََ َع ِنَٱَٓفَحٓ َشآ ِء َََوٱَٓ ُم َك ِر‬

Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.10

Fah}sha’ terambil dari akar yang pada mulanya berarti sesuatu yang
melampaui batas dalam keburukan dan kekejian, baik ucapan maupun perbuatan.
Munkar dari segi pandangan syariat adala segala sesuatu yang melanggar normanorma agama dan budaya suatu masyarakat. Salat adalah amal ibadah yang
pelaksanaanya membuahkan sifat keruhanian dalam diri manusia yang
mempunyai peranan yang sangat besar dalam mencegah kedua bentuk keburukan
itu bila dilaksanakan secara sempurna dan bersinambung, disertai dengan
penghayatan dan substansinya.11 Adapun cara memperoleh buah salat dan
menikmati efeknya dalam menempa dan membentuk akhlak yang baik adalah

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an , Vol. 1,
Cet. VII ( Jakarta: Lentera Hati, 2007), 339.
9
Azzam, Fiqh Ibadah..., 148.
10
Al-Qur’an, 29: 45.
11
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah..., Vol. 10, 507.
8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

dengan melaksanakannya secara sempurna seluruh rukun dan syaratnya,
menyempurnakan wudhu, memperhatikan waktu-waktunya, memikirkan dan
merenungi apa yang diucapkan dalam salat.12
Di dalam salat terdapat aturan-aturan pelaksanaanya sesuai syariat
diantaranya syarat sah salat, rukun-rukun salat, sunnah-sunnah, makruh-makruh,
dan hal-hal yang dapat membatalkan salat. Salah satu hal seputar salat ialah
berjalan melewati depan orang salat.13
Dalam fenomena masyarakat saat ini, ada sebagian orang dengan santainya
berjalan melewati orang yang sedang melaksanakan salat tanpa ada rasa
canggung. Ada dua hadis yang kontradiktif yang menjelaskannya, yang mana
pada hadis yang pertama menunjukkan larangan keras berjalan di depan orang
salat. Sedangkan hadis yang kedua kebolehan berjalan di depan orang salat.

ِ ‫َعن‬،َ َ‫َعن َزي ِد َب ِن َََْل‬،َ ‫ك‬
ِ
ََََِِ ‫َع ْن‬،َ
ْ ‫َْعِ ٍد‬
ِ ‫َاُْ ْد ِر‬
َ ْ َ َ ْ ْ ْ َ ْ َ ٍ ‫َع ْن ََمال‬،َ
َ َِِ‫َحدثنََاَالْ َق ْع‬
َ ‫ي‬
َ َََِِ ‫َعِْد َالر ْ َ ِن َبْ ِن‬
ِ َ ْ‫ََ ّنَر‬،َ‫ي‬
ِ َ َ:َ ‫َعلَْ َِوْل‬
َ‫َح ًداََُر‬
ْ ‫َْعِ ٍد‬
ِ ‫َاُْ ْد ِر‬
َ ُ‫َح ُد َُ ْ َي‬
َ ‫وََالل‬
َ ََ‫صلِيَفَ ََ ََيَ َد ْع‬
َ ََ‫اََ ََنَاَ ََا َن‬
َُ
َ َ َ َ ُ ‫َلللَالل‬
14
ِ َ ‫بن‬
.‫َشْطَا ٌَن‬
َ ‫َفَِإ ْنََ ََََفَن ْلُن َقاتِْل َُفَِإ َاَ ُ َو‬،‫اع‬
َ َ‫اَاْتَط‬
َ َْ
ْ ‫َْيَ َديْ ََولَْ ْد َرَْ ُ ََم‬
Telah menceritakan kepada kami Al-Qa'nabiy dari Ma>lik dari Zayd ibn Aslam dari
Abdurrah}ma>n ibn Abi@ Sa'id Al-Khudriy dari Abu> Sa'id Al-Khudriy bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda: Apabila salah seorang di antara kalian mengerjakan salat,
maka janganlah dia membiarkan orang lewat di depannya, dan hendaklah dia
mencegahnya semampunya. Jika dia menolak, maka lawanlah, sesungguhnya dia itu
setan.

Hadis diatas merupakan dalil bahwa berjalan di depan orang sholat hukumnya
haram, yaitu antara tempat sujud sampai tempat ia menapakkan kakinya.
Larangan ini bersifat umum untuk setiap orang yang sedang melaksanakan salat

12

Azzam, Fiqh Ibadah..., 148.
Wahbah al-Zuhayli, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, ter. Abdul Hayyi al-Kattani (Jakarta:
Gema Insani. 2010), 122.
14
Ima>m al-H{a>fiz Abi@ Da>wud Sulayma>n ibn al-Ash‘ath al-Sijistani>, Sunan Abi@ Da>wud,
Vol. 1, Cet. 1 (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1996), 226.
13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

wajib atau sunnah. Sedangkan hadis lain yang tampak bertentangan, yakni hadis
riwayat dari Ibnu ‘Abbas yang mempunyai indikasi adanya kebolehan berjalan di
depan orang salat.

ِ ِ
َ،َ ِ ‫َعِْ ِدَالل‬
ِ ‫َع ْنَالزْ ِر‬،َ
َ َََِِ‫َحدثنََاَعُثْ َما ُنَبْ ُن‬
َ ‫َع ْنَعَُِنْدَالل ََبْ ِن‬،َ
َ ‫ي‬
َ َ‫اَْ ْ َا ُنَبْ ُنَعَُنْنَة‬
َ َ‫َشَِْة‬
ُ ََ‫َحدثن‬،َ
ِ َ َ:َ،َ ‫اس‬
ِ
ٍ ِ‫َعن َمال‬،َ
ٍ ‫َشه‬
ٍ ِ‫َع‬
َ‫َع ْن‬،َ
‫َعلَلَ ِ َا ٍر‬
َ ‫اب‬
َ ‫ك‬
َ ‫ت‬
َ ‫َع ْن َابْ ِن‬
ُ ‫اَ َ َجْئ‬
َ ‫َع ْن َابْ ِن‬،َ
َ ْ َ ََِِ‫وَوحدثنََاَالْ َق ْع‬
َ
ِ ِ ‫عِن ِد َالل ِ َب ِن‬
ٍ َ‫ْنِن ْلت َراَِِاَعلَلََت‬:ََ :َ َ‫ا‬
ٍ ِ‫َع‬
َ‫َ ْد‬:َ ‫ان ََوَوَاَيَن ْوَمئِ ٍا‬
َ َ:َ،َ ‫اس‬
َ ً َ ُ َ
َ ‫َع ْن َابْ ِن‬،َ
َ َ‫َعِْد َالل َبْ ِن َعُْتَِة‬
َ ْ
ْ َُ
ِِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ ‫ْ َيَ َد ْي َبنَ ْع‬
ِ ‫صلِيَبِال‬
َِ
ََ َْ‫َعل‬
ُ ُْ ‫ت َاِ ْحت ََ َم ََوَر‬
َ ُ ‫َلللَالل‬
ُ ‫َفَ َمَرْر‬،َ ًً َِ ‫اس‬
َ ْ َ‫ت َبن‬
ُ ‫وَا َ ْز‬
َ ‫وَ َالل‬
َ ُ‫َو َْل َ َي‬
ِ
َ َ‫وَدا ُود‬
ْ ‫ت‬
َ َ:َ،َ ‫َح ٌد‬
َ ‫َفَنلَ ْ َينُْ ِك ْر َ َنل‬، ِ ‫ت َِِ َالص‬
َ ُ‫اَ َََب‬
ُ ‫َاََتَا َن َتَن ْرتَ َُ ََوَد َخ ْل‬
ُ ‫ت َفَْ َْر َْ ْل‬
ُ ْ‫الص ِ َفَنَنَزل‬
َ ََ ‫ك‬
15
ِ
ِ ‫َام‬:َ‫كَو ِاْعاََِ َنا‬
ََ َ‫ا‬
.ُ‫تَالص َََة‬
َ َ:َ، َََ‫ِ ََوُ َو‬
ٌ ِ‫َمال‬
ِ َِ‫َوَ َااَلَ ْ ُ َالْ َق ْع‬
ً َ َ ‫كَ ََوَوَاََ ََرىَ َنل‬
َ

Telah menceritakan kepada kami Uthma>n ibn Abu> Shaybah telah menceritakan
kepada kami Sufyan ibn 'Uyainah dari Al-Zuhriy dari 'Ubaydulla>h ibn Abdulla>h dari Ibnu
Abba>s dia berkata; "Aku datang dengan mengendarai seekor keledai…" dan telah di
riwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami Al Qa'nabiy dari Ma>lik dari
Ibnu Sihab dari 'Ubaidullah ibn Abdullah ibn 'Utbah dari Ibnu Abbas dia berkata; "Aku
datang sambil menaiki seekor keledai, pada saat itu aku sudah hampir usia baligh, dan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang melaksanakan salat bersama orang-orang
di Mina, lalu aku lewat di depan sebagian shaf, lalu aku turun. Setelah itu aku melepas
keledaiku untuk merumput, lalu aku masuk kedalam shaf, tapi tidak ada satupun orang
yang menegur perbuatanku." Abu Daud berkata; "Ini redaksi dari Al-Qa'nabiy dan lebih
lengkap, Malik mengatakan; Dan aku melihat hal itu merupakan kemudahan apabila salat
telah di tegakkan.

Adanya dua hadis yang kontradiktif merupakan indikator yang memberi
informasi bahwa seolah-olah ada kejanggalan dan ketidak konsistenan seorang
Nabi Muhammad ketika mengeluarkan hadis. Hal tersebut perlu diluruskan
dengan melakukan penelusuran dan penelitian lebih mendalam agar kerancuan
yang seakan-akan mempersulit tersebut akan jelas permasalahannya. Sebab jika
tidak, maka implikasinya akan sangat negatif terutama bagi kaum inkar al-sunnah.
Kedua hadis akan dikaji dengan menggunakan keilmuan Mukhtali>f al-h}adi>th.

15

Ibid., 230.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

B. Identifikasi Masalah
Terkait hadits tentang berjalan di depan orang salat dalam Sunan Abi@ Da>wud
no. Indeks 697 dan 715, terdapat permasalahan yang dapat dikaji diantaranya:
1. Pengertian salat.
2. Pengertian pembatas salat.
3. Cara mencegah orang yang berjalan ketika salat.
4. Hal-hal yang membatalkan salat.
5. Hal-hal yang mengurangi kekhusyukan salat.
6. Kebolehan berjalan di depan orang salat.
7. Larangan berjalan di depan orang salat.
8. Penyelesaian hadis kontradiktif tentang berjalan di depan orang salat.
Dalam penelitian ini, penulis hanya membatasi pada satu permasalahan saja,
yaitu hadis tentang berjalan di depan orang salat dalam Sunan Abi@ Da>wud no.
Indeks 697 dan 715. Kemudian mengkaji kedua hadis tersebut dengan
menggunakan metode mukhtali@f al-hadi@th.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kualitas dan ke-h}ujjah-an hadits tentang berjalan di depan orang
salat dalam Sunan Abi@ Da>wud no. Indeks 697 dan 715?
2. Bagaimana penyelesaian hadis mukhta>li@f tentang berjalan di depan orang
salat dalam Sunan Abi@ Da>wud no. Indeks 697 dan 715?
3. Bagaimana implikasi dari hadis berjalan di depan orang salat dalam Sunan

Abi@ Da>wud no. Indeks 697 dan 715?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

D. Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan kualitas dan ke-h}ujjah-an hadits tentang berjalan di
depan orang salat dalam Sunan Abi@ Da>wud no. Indeks 697 dan 715.
2. Untuk menemukan cara penyelesaian hadits tentang berjalan di depan orang
salat.
3. Untuk mengetahui implikasi dari hadis berjalan di depan orang salat dalam

Sunan Abi@ Da>wud no. Indeks 697 dan 715.
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini disusun untuk memenuhi tujuan sebagai berikut:
1. Secara teoritis, Penelitian ini berguna sebagai sumbangsih akademis bagi
civitas akademika yang mendalami kajian hadis dan sebagai pijakan untuk
penelitian selanjutnya.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
F. Telaah Pustaka
Telaah pustaka dalam sebuah penelitian meruapakan hal yang sangat urgen
karena kajian pustaka ini akan menunjukkan dan membuktikan orisinilitas sebuah
karya yang tujuannya untuk menghindari plagiasi karya orang lain.
1. Hadits tentang terputusnya salat karena anjing, keledai dan wanita. Oleh
Muhammad Ghifari, fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik, UIN Alauddin
Makasar. Penelitian ini tentang salat dapat batal karena melintasnya anjing,
keledai dan wanita.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

G. Metode Penelitian
Metode merupakan upaya agar kegiatan penelitian dapat dilakukan secara
optimal.16 Berikut akan dipaparkan metode yang digunakan dalam penelitian ini.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research),
yaitu penelitian dengan cara mengkaji dan menelaah sumber-sumber tertulis
seperti buku atau kitab yang berkenaan dengan topik pembahasan, sehingga
dapat diperoleh data-data yang jelas.
Penelitian ini menggunakan model kualitatif dalam bentuk kepustakaan,
yang bermaksud mendeskripsikan kualitas dan penyelesaian hadis yang
kontradiktif tentang berjalan di depan orang salat dalam Sunan Abi@ Da>wud no.
Indeks 697 dan 715. Sedangkan metode yang digunakan deskriptif guna untuk
melukiskan fakta dan data yang ada.
2. Sumber Data
Setelah ditelusuri dalam kitab-kitab hadis al-Mu’jam al-Mufahras li> Alfa>z}

al-H{adi>th al-Nabawi> melalui kata-kata dalam matn hadis dan dibantu
penelusuran hadis melalui software maktabah sha>milah dengan metode
penelusuran lewat topik atau tema hadis dan penelusuran lewat kata awal,
tengah atau akhir dalam matn hadis. Sumber data yang digunakan antara lain:
a. Sumber Data Primer
1) Kitab Sunan Abi> Da>wud
2) ‘Awn al-Ma‘bu>d ‘Ala Sharh} Sunan Abi> Da>wud
16

Winarno Surachmad, Pengantar Metodologi Ilmiah Dasar Metode dan Tekhnik
(Bandung: Warsito, 1990), 30.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

3) Fath}u al-Bari> Sharh S{ahi>h al-Bukhari>
b. Sumber Data Sekunder
1) Kaidah Kesahihan Sanad Hadis karya Suhudi Ismail.
2) Ikhtishar Mushthalahul Hadits karya Fatchur Rahman
3. Tekhnik Pengumpulan Data
Dalam metode pengumpulan data, digunakan metode dokumentasi.
Metode ini diterapkan terbatas pada benda-benda tertulis seperti buku, jurnal
ilmiah, atau dokumentasi tertulis lainnya.
Dalam penelitian hadis, penerapan metode dokumentasi ini dilakukan
dengan dua tekhnik pengumpulan data, yaitu: takhri>j al-h}adi>th dan i’tiba>r al-

h}adi>th.
a. Takhri>j al-h}adi>th, secara bahasa adalah mengeluarkan, menampakkan,
meriwayatkan, melatih, dan mengajarkan. Sementara menurut istilah
menunjukkan asal hadis pada sumber-sumber aslinya, dimana hadis
tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanad-nya, kemudian
menerangkan hukumnya jika diperlukan.17
b. Kegiatan i’tiba>r dalam istilah ilmu hadis adalah menyertakan sanad-

sanad lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja. Dengan menyertakan

sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui ada periwayat yang
lain atau tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis dimaksud.18

17

Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis (Jakarta: Amzah, 2014), 3.
Muhid, dkk. Metodologi Penelitian Hadis (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013),
124.
18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

4. Analisis Data
Analisis data berarti menjelaskan data-data yang diperoleh melalui
penelitian. Dari penelitian hadis yang secara dasar terbagi dalam dua
komponen, yakni sanad dan matn, maka analisis data hadis akan meliputi dua
komponen tersebut.
Dalam penelitian sanad, digunakan metode kritik sanad dengan
pendekatan keilmuan rija>l al-hadi>th yaitu al-tari@kh ruwa>h dan al-jarh wa> al-

ta’di>l, serta mencermati silsilah guru murid dan tah}ammul wa al-ada’ (proses
penerimaan hadis).19Hal itu dilakukan untuk mengetahui integritas dan
tingkatan intelektualitas seorang ra>wi@ serta validitas pertemuan antara mereka
selaku guru-murid dalam periwayatan hadis.
Dalam

penelitian

matn,

analisis

data

akan

dilakukan

dengan

menggunakan analisis isi (content analysis). Pengevaluasian atau validitas
matn diuji pada tingkat kesesuaian hadis (isi beritanya) dengan penegasan
eksplisit al-Qur’an, hadis-hadis lain yang berkualitas sahih, dan akal.
Dalam hadis yang akan diteliti ini, pendekatan keilmuan hadis yang
digunakan untuk analisis isi adalah ilmu mukhtali>f al-h}adi>th yang digunakan
untuk memecahkan hadis yang kontradiktif dengan menggunakan salah satu
metode penyelesaiannya baik berupa al-jam’u, tarjih (memilih dan
mengunggulkan kualitas hadis yang lebih baik), nasikh-mansukh (menghapus
dalil yang keluar lebih awal), tawaquf (menghentikan atau mendiamkan).20

19

Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), 202.
Daniel Juned, Ilmu Hadis Paradigma Baru dan Rekontruksi Ilmu Hadis (Jakarta:
Erlangga, 2010), 113.
20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

H. Sistematika Pembahasan
Dalam penyusunan skripsi ini, pembahasannya terdiri dari lima bab. Yang
masing-masing bab terdiri dari macam-macam sub bab. Satu bab dengan sub bab
yang lain merupakan rangkaian yang saling berkaitan. Secara global sistematika
pembahasannya sebagai berikut.
Bab satu, pendahuluan yang meliputi: latar belakang, identifikasi masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan
sistematika pembahasan. Bab ini digunakan sebagai pedoman, acuan dan arahan
sekaligus target penelitian, agar penelitian ini dapat terlaksana secara terarah dan
pembahasannya tidak melebar.
Bab dua, landasan teori yang berisi tentang kesahihan sanad, kesahihan matn,
teori jarh} wa> ta’dil, teori ke-h}ujjah-an hadis dan teori mukhtali>f al-h{adi>th. Bab ini
merupakan teori yang akan dijadikan tolak ukur dalam penelitian ini.
Bab tiga, data hadis yang berisi tentang biografi Sunan Abi> Da>wud serta
sistematika kitab tersebut. Bab ini mendeskripsikan tentang biografi Sunan Abi>

Da>wud, hadis berjalan di depan orang salat, hadis pendukung, skema sanad dan
i’tiba>r.
Bab empat, analisis yang mencakup kualitas sanad dan matn hadis serta
penyelesaian dari hadis mukhtali>f tentang berjalan di depan orang salat.
Bab lima, penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
KAIDAH KESAHIHAN HADIS DAN MUKHTALI@F AL-HA{DI@TH
A. Kaidah Kesahihan Hadis
Para ulama hadis telah memberikan definisi hadis sahih sebagai hadis yang
bersambung sanad-nya, yang diriwayatkan oleh ra>wi@ yang adil dan ra>wi@ lain yang
juga adil dan d}ab> it} sampai akhir sanad, dan hadis itu tidak janggal serta tidak
mengandung cacat.1
Sebuah hadis dapat dijadikan dalil dan argumen yang kuat, apabila memenuhi
syarat-syarat kesahihan baik dari aspek sanad maupun matn. Syarat-syarat
terpenuhinya kesahihan ini sangatlah diperlukan karena penggunaan atau
pengamalan hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat dimaksud berakibat pada
realisasi ajaran Islam yang kurang relevan atau bahkan sama sekali menyimpang
dari apa yang seharusnya dari yang diajarkan Rasulallah.2
Adapun kriteria kesahihan hadis nabi terbagi dalam dua pembahasan, yaitu
kriteria kesahihan sanad hadis dan kesahihan matn hadis. Jadi, sebuah hadis
dikatakan sahih apabila kualitas sanad dan matn-nya sama-sama bernilai sahih.
1. Kaidah Kesahihan Sanad
Dari definisi hadis sahih yang disepakati ulama di atas, maka suatu hadis
dianggap sahih, apabila sanad-nya memenuhi lima syarat:

1

Nuruddin, Ulumul Hadis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 240.
Umi Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis (Malang: UIN Malang
Press, 2008), 13.

2

12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

a. Sanad bersambung

Sanad bersambung adalah tiap-tiap periwayat dalam sanad hadis
menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya, keadaan itu
berlangsung demikian sampai akhir sanad dari hadis itu. Jadi, seluruh
rangkaian periwayat dalam sanad mulai dari periwayat yang disandari

mukharrij sampai kepada periwayat tingkat sahabat yang menerima hadis
yang bersangkutan dari nabi bersambung dalam periwayatannya.3
Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad, biasanya
ulama hadis menempuh langkah-langkah seperti berikut:
1) Mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti.
2) Mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat melalui kitab

rija>l al-hadi>th.
Dalam meneliti sanad hadis, sangat diperlukan mempelajari ilmu

rija>l al-h}adi>th, yaitu ilmu yang secara spesifik mengupas keberadan
para ra>wi@ hadis dan mengungkap data-data para pe-ra>wi@ yang terlibat
dalam kegiatan periwayatan hadis serta sikap ahli hadis yang menjadi
kritikus terhadap para pe-ra>wi@ hadis tersebut.4 Tujuannya untuk
mengetahui apakah setiap periwayat dengan periwayat terdekat dalam

sanad itu terdapat satu zaman dan hubungan guru murid dalam
periwayatan hadis, dan untuk mengetahui apakah setiap periwayat

3

M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), 131.
4
Suryadi, Metodologi Ilmu Rijalil Hadis (Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2003), 6.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

dalam sanad itu dikenal ‘adl dan d}a>bit} dan tidak tadlis. Ilmu ini
terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a) Ilmu Tarikh al-Ruwah
Secara etimologis, tarikh al-ruwah berasal dari kata tarikh
yang berarti sejarah dan al-ruwah dari jamak al- ra>wi@ yang berarti
para ra>wi@. Secara terminologis, ilmu tarikh al-ruwah adalah ilmu
yang membahas ra>wi@-ra>wi@ hadis dari aspek yang berkaitan
dengan periwayatan mereka terhadap hadis.5

Ilmu tarikh al-ruwah ini menjelaskan hal ihwal para ra>wi@
yang berkaitan dengan periwayatan hadis yang meliputi informasi
tentang kurun hidup, daerah kelahiran, guru-guru, murid-murid,
negeri-negeri

tempat

kediaman

guru,

perlawatan,

tarikh

kedatangan ke negara-negara yang dikunjungi, pendengaran hadis
dari guru sebelum dan sesudah. Dengan demikian pada dasarnya,
ilmu ini memfokuskan diri mengkaji sejarah perjalanan hidup

ra>wi@ yang terkait dalam perlawatan dan periwayatan hadis
sehingga dapat diketahui informasi yang terkait dengan semua

ra>wi@ yang menerima dan menyampaikan hadis yang melakukan
transmisi hadis Nabi.6
b) Ilmu al-Jarh} wa al-Ta’dil
Secara etimologis, al-jarh} merupakan isim masdar dari kata

jarah}a-yajrah}u yang berarti melukai. Secara terminologis, al-jarh}
5
6

Ibid., 11.
Ibid., 12.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

sifat yang tampak pada periwayat hadis yang membuat cacat pada
keadilannya

atau

hafalan

dan

daya

ingatannya

yang

mengakibatkan gugur, lemah, atau tertolaknya periwayatan.7

‘Adl secara etimologis adalah sesuatu yang terdapat dalam
jiwa bahwa sesuatu itu lurus. Sedangkan secara terminologis, al-

ta’dil adalah mensifati periwayat dengan sifat-sifat yang baik
sehingga tampak jelas keadilannya dan karenanya riwayat yang
disampaikan dapat diterimanya. Ilmu al-jarh} wa al-ta’dil adalah
ilmu yang membahas keadaan pe-ra>wi@ hadis dari segi diterima
atau ditolaknya periwayatan mereka.8
Objek pembahasan ilmu al-jarh} wa al-ta‘di>l adalah meneliti
para periwayat hadis dari segi diterima atau ditolaknya
periwayatan sehingga dapat dijadikan dasar dalam menetapkan
suatu hadis apakah sahih atau d}a‘i>f.
Berikut ini terdapat beberapa kaidah dalam men-jarh}} dan
men-ta’di>l-kan pe-ra>wi@ diantaranya:
1)) ‫( َالتعديلَمقدمَعليَاْرو‬penilaian ta’di@l didahulukan atas penilaian

jarh}). Kaidah ini dipakai apabila ada kritikus yang memuji
seorang ra>wi@ dan ada juga ulama hadis yang mencelanya, jika
terdapat kasus demikian maka yang dipilih adalah pujian atas

ra>wi@ tersebut, alasanya adalah sifat pujian itu adalah naluri dasar

7
8

Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis (Jakarta: Amzah, 2014), 98.
Suryadi, Metodologi Ilmu..., 30.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

sedangkan sikap celaan itu merupalan sifat yang datang
kemudian. Ulama yang memakai kaidah ini adalah al-Nasa>’i>,
namun pada umumya tidak semua ulama hadis menggunakan
kaidah ini.
2)) ‫( َاْروَمقدمَعليَالتعديل‬penilaian jarh{ didahulukan atas penilaian

ta’di@l). Dalam kaidah ini yang didahulukan adalah kritikan yang
berisi celaan terhadap seorang ra>wi@, karena didasarkan asumsi
bahwa pujian timbul karena persangkaan, baik dari pribadi
kritikus hadis, sehingga harus dikalahkan bila ternyata ada bukti
tentang

ketercelaan

yang

dimiliki

oleh

pe-ra>wi@

yang

bersangkutan. Kaidah ini banyak didukung oleh ulama hadis,
fiqih dan usul fiqih.
3)) َ‫( ََناَتعارضَاْاروَوَامعدََفاْك َللمعدَََََِناَثِتَاْروَام سر‬apabila
terjadi pertentangan antara pujian dan celaan, maka yang harus
dimenangkan adalah kritikan yang memuji kecuali bila celaan itu
disertai dengan penjelasan tentang sebab-sebabnya). Kaidah ini
banyak dipakai oleh para ulama kritikus hadis dengan syarat
bahwa penjelasan tentang ketercelaan itu harus sesuai dengan
upaya penelitian.
4))

‫( َ ََنا ََان َاْارو َضع ا َفَ َيقِل َجرح َلثقة‬apabila kritikus yang

mengemukakan ketercelaan adalah golongan orang yang d{a’i@f

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

maka kritikanya terhadap orang yang thiqah tidak diterima kaidah
ini juga didukung oleh para ulama ahli kritik hadis.
5)) ْ‫( َِيقِلَاْروَاَِبعدَالتثِةَخش ةَاَشِا ََِاجَروح‬jarh{ tidak diterima,
kecuali setelah diteliti secara cermat dengan adanya kekhawatiran
terjadinya kesamaan tentang orang-orang yang dicelanya). Hal ini
terjadi bila ada kemiripan nama antara periwayat yag dikritik
dengan periwayat lain, sehingga harus diteliti secara cermat agar
tidak terjadi kekeliruan. Kaidah ini juga banyak digunakan oleh
para ulama ahli kritik hadis.
6)) ‫( اْروَال اشئَعنَعداوةَدو اويةََِيعتدَب‬jarh{ yang dikemukakan oleh
orang yang mengalami permusuhan dalam masalah keduniawiaan
tidak perlu diperhatikan hal ini jelas berlaku, karena pertentangan
pribadi dalam masalah dunia dapat menyebabkan lahirnya
penilaian yang tidak obyektif. 9
Meskipun banyak ulama yang berbeda dalam memakai kaidah

al-jarh} wa al-ta`di>l namun keenam kaidah di atas yang banyak
terdapat dalam kitab ilmu hadis. Yang terpenting adalah
bagaimana menggunakan kaidah-kaidah tersebut dengan sesuai
dalam upaya memperoleh hasil penelitian yang lebih mendekati
kebenaran.

9

Ismail, Metodologi Penelitian.., 77.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

3) Meneliti lafal yang menghubungkan antara periwayat dengan
periwayat terdekat dalam sanad.10
Adapun metode yang digunakan dalam penerimaan riwayat hadis
yang disepakati oleh para muhaddithin dimulai dari urutan yang
tertinggi, yaitu:
1)) Sama’ yaitu seorang murid mendengar hadis langsung dari
gurunya.

Lafal

yang

digunakan

adalah

sami’tu, h}addthana>,

h}addthaniy, akhbarana>, akhbaraniy.
2)) Qira’ah atau ‘ardh yaitu seorang murid membacakan hadis yang
didapatkan dari gurunya. Lafal yang digunakan qara’tu alayh, quri’a

‘ala> fula>n wa ana> asma’u.
3)) Ija>zah yaitu pemberian izin oleh seorang guru kepada murid untuk
meriwayatkan sebuah buku hadis tanpa membaca hadis tersebut satu
persatu. Lafal yang digunakan ajaztu laka riwa>yata al-kita>b al-

fula>niy’anniy, ajaztu laka jami@’a masmu>’aniy aw marwiyya>ti, ajaztu
lismuslimi@na jami@’a masmu>’aniy.
4)) Muna>walah yaitu seorang guru memberikan sebuah materi tertulis
kepada seseorang untuk meriwayatkannya. Dalam muna>walah
disertai ija>zah. Lafal yang digunakan anba>’aniy ija>zah, anba’ana>,

haddathana>

ija>zah.

Sedangkan

muna>walah

tanpa

ija>zah

menggunakan Lafal na>walana>, na>walaniy.

10

Ismail, Kaidah Keahihan..., 132.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

5)) Kita>bah atau Muka>tabah yaitu seorang guru menuliskan rangkaian
hadis untuk seseorang. Lafal yang digunakan kataba ilayya fula>n,

akhbaraniy bihi muka>tibah, akhbaraniy bihi@ kita>bah.
6)) I’lam yaitu memberikan informasi kepada seseorang bahwa ia
memberikan izin untuk meriwayatkan materi hadis tertentu. Lafal
yang digunakan akhbarana> i’la>man.
7)) Was}iyyah yaitu seorang guru mewariskan buku-buku hadisnya
kepada sesorang. Lafal yang digunakan aws}a> ilayya.
8)) Wija>dah yaitu seseorang menemukan sejumlah buku-buku hadis
yang ditulis oleh seseorang yang tidak dikenal namanya. Lafalnya

wajadtu bikhat}t}i fula>n haddathana> fula>n, wajadtu fi@ kita>bi fula>n
bikhot}t}hi haddathana> fula>n, wajadtu ‘an fula>n ballighniy ‘an fula>n.11
Dalam sanad hadis, ada istilah ‫ ح‬atau

‫حا‬yang merupakan

singkatan dari َ‫ التحويلَمنَاْ ادََََاْ اد‬perpindahan dari sanad yang satu ke
sanad lainnya. Tanda ini muncul apabila ada hadis yang memiliki dua
sanad atau lebih.12
Disamping itu, kata-kata yang sering didapati adalah ‫عن‬. Sanad
hadis yang mengandung sighat tersebut disebut hadis mu’an’an.
Sebagian ulama menyatakan dalam hadis mu’an’an sanadnya terputus
karena sighat tersebut menandakan bahwa sanad tersebut belum
tersambung. Namun, mayoritas ulama menilainya seperti al-sama’
11

Muhammad Mustafa Azmi, Metodologi Kritik Hadis, terj. A. Yamin, Cet. 2 (Bandung:
Pustaka Hidayah, 1996), 37.
12
Ismail, Kaidah Keahihan..., 62.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

apabila memenuhi tiga syarat, yakni sanad yang mengandung

sighat ‫ عن‬bukan hadis mudallis, dimungkinkan terjadi pertemuan
antara periwayat dengan periwayat terdekat, periwayat adalah orangorang terpercaya.13
b. Periwayat bersifat adil
Dalam memberikan pengertian istilah adil yamg berlaku dalam ilmu
hadis, ulama berbeda pendapat. Dari berbagai perbedaan pendapat itu
dapat dihimpun kriterianya kepada empat butir berdasarkan kesamaan
maksud berbeda dalam ungkapan karena perbedaan peninjauan. yaitu:
1) Beragama Islam
Untuk kegiatan menerima hadis, kriteria itu tidak berlaku. Jadi,
periwayat tatkala menerima riwayat boleh saja tidak dalam keadaan
memeluk agama Islam, asalkan saja tatkala menyampaikan riwayat
dia telah memeluk agama Islam.
2) Mukallaf
Yakni baligh dan berakal sehat, merupakan salah satu kriteria
menyampaikan riwayat. Untuk kegiatan penerimaan riwayat,
periwayat tersebut dapat saja masih belum mukallaf, asalkan saja dia
telah mumayyiz.
3) Melaksanakan ketentuan agama
Ialah teguh dalam agama, tidak berbuat dosa besar, tidak berbuat
bid’ah, tidak berbuat maksiat, dan harus berakhlak mulia.
Syarif Ali ibn Muhammad „Ali al-Jurjani, al-Ta’rif (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tt),
87.

13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

4) Memelihara muru’ah
Ialah kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan diri
manusia pada tegaknya kebijakan moral dan kebiasan-kebiasan. Hal
itu dapat diketahui melalui adat istiadat yang berlaku di masingmasing tempat.14
Secara umum ulama’ telah mengemukakan cara penetapan keadilan
periwayat hadis diantaranya:
1) Melalui popularitas keutamaan periwayat di kalangan ulama’ hadis.
2) Penilaian dari para kritikus periwayat hadis yang berisi tentang
kelebihan dan kekurangan pe-ra>wi@ hadis.
3) Penerapan kaidah al-jarh wa ta’di@l, cara ini di tempuh jika kritikus
periwayat hadis tidak sepakat dengan kualitas periwayat tertentu.15
c. Periwayat bersifat d}ab> it}
Arti harfiah d}ab> it} ada beberapa macam, yakni dapat berarti yang
kokoh, yang kuat, yang tepat, dan hafal dengan sempurna. Pengertian
harfiah tersebut diserap ke dalam pengertian istilah dengan dihubungkan
dengan kapasitas intelektual.16 Ada dua unsur ke- d}ab> it}-an ra>wi@. Pertama,
pemahaman dan hafalan yang baik atas riwayat yang telah didengarnya.
Kedua, mampu menyampaikan riwayat yang dihafalnya dengan baik

14

Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), 6365.
15
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), 139.
16
Ismail, Metodologi Penelitian..., 66.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

kepada orang lain kapan saja dia kehendaki.17 Ke-d}ab> it}-an seorang pe-

ra>wi@ dapat diketahui dengan kesaksian ulama, kesesuaian riwayatnya
dengan riwayat yang disampaikan oleh periwayat lain yang telah dikenal
ke-d}ab> it}-nya, dan hanya sekali mengalami kekeliruan.18
Tingkat ke-d}ab> it}-an yang dimiliki oleh para periwayat tidaklah sama,
hal ini disebabkan oleh perbedaan ingatan dan kemampuan pemahaman
yang dimiliki oleh masing-masing pe-ra>wi@, perbedaan tesebut dapat
dipetakan sebagai berikut:
1) D}a>bit}, istilah ini diperuntukkan bagi pe-ra>wi@,yang mampu menghafal
dengan sempurna dan mampu menyampaikan dengan baik hadis yang
dihafalnya itu kepada orang lain.
2) Tama>m al-d}ab> it},} istilah ini diperuntukkan bagi pe-ra>wi@,yang hafal
dengan sempurna, mampu untuk menyampaikan dan faham dengan
baik hadis yang dihafalnya itu.19
d. Tidak adanya shudhudh
Menurut al Syafi’i, suatu hadis bisa dikatakan shadh jika hadis yang
diriwayatkan oleh seorang ra>wi@ yang thiqah namun riwayatnya tersebut
bertentangan dengan orang banyak yang juga thiqah. Jadi shadh adalah
penyendirian dan pertentangan. Selama tidak terkumpul padanya dua
unsur tersebut, maka tidak dapat dikatakan sebagai hadis shadh .20

17

Muhid, dkk. Metodologi Penelitian Hadits (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013),
57.
18
Ismail, Kaidah Kesahihan, 142.
19
Ibid., 143.
20
Muhid, Metodologi Penelitian..., 57.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Adapun penyebab utama terjadinya shadh sanad hadis adalah
pebedaan tingkat ke-d}ab> it}-an periwayat. Apabila istilah thiqah yang
merupakan gabungan dari istilah ‘adl dan d}a>bit}, maka dikalahkannya pe-

ra>wi@,yang thiqah dengan pe-ra>wi@,yang lebih thiqah, berarti dalam hal ini
yang dilebihkan bukan dari segi keadilannya melainkan lebih dari segi
ke-d}ab> it}-annya.21
e. Tidak adanya ‘illat
Secara bahasa ‘illat berarti: cacat, kesalahan baca, penyakit dan
keburukan. Sedangkan menurut istilah ilmu hadis ialah sebab yang
tersembunyi

yang

merusak

kualitas

hadis.22

Keberadaannya

menyebabkan hadis yang pada lahirnya tampak berkualitas sahih menjadi
tidak sahih.23 Untuk mengetahui ‘illat dalam suatu hadis diperlukan
penelitian yang lebih cemat, sebab hadis yang bersangkutan tampak sahih

sanad-nya.24
Untuk mengetahui terdapat ‘illat tidaknya suatu hadis, para ulama
menentukan beberapa langkah yaitu: pertama, mengumpulkan semua
riwayat hadis, kemudian membuat perbandingan antara sanad dan matnnya, sehingga bisa ditemukan perbedaan dan persamaan yang selanjutnya
akan diketahui di mana letak ‘illat-nya dalam hadis tersebut. Kedua,
membandingkan susunan ra>wi@ dalam setiap sanad untuk mengetahui
posisi mereka masing-masing dalam keumuman sanad. Ketiga,
21

Ismail, Kaidah Kesahihan..., 150.
Muhid, Metodologi Penelitian..., 58.
23
Ismail, Kaidah Kesahihan, 152.
24
Ismail, Metodologi Penelitian, 83.
22

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

pernyataan seorang ahli yang dikenal keahlianya, bahwa hadis tersebut
mempunyai ‘illat dan ia menyebutkan letak ‘illat pada hadis tersebut.25
2. Kaidah Kesahihan Matn
Seluruh matn hadis yang sampai ke tangan kita berkaitan erat dengan
dengan sanad-nya, sedang keadaan sanad itu sendiri masih diperlukan
penelitian secara cermat, maka dengan sendirinya keadaan matn perlu
diteliti secara cermat juga. Perlunya penelitian matn hadis tidak hanya
karena keadaan matn tidak dapat dilepasakan dari pengaruh keadaan sanad
saja, tetapi juga karena dalam periwayatan matn hadis dikenal adanya
periwayatan semakna. Ulama hadis telah menetepakan syarat-syarat
sahnya periwayatan secara semakna, namun hal itu tidaklah berarti bahwa
seluruh periwayat yang terlibat dalam periwayatan hadis telah mampu
memenuhi dengan baik ketentuan itu.26
Meneliti matn hadis sebagai upaya pengujian atas keabsahan matn
hadis yang dilakukan untuk memisahkan antara matn-matn hadis yang
sahih dan yang tidak sahih. Dengan demikian kritik matn tersebut bukan
dimaksudkan untuk mengoreksi atau menggoyahkan ajaran Islam dengan
mencari kelemahan sabda Rasulallah, akan tetapi diarahkan kepada telaah
redaksi dan makna guna menetapkan keabsahan suatu hadis, karena itu
kritik matn merupakan upaya positif dalam rangka menjaga kemurnian

25

Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hadis, ed III (Surabaya: UIN
Sunan Ampel Press, 2013), 163.
26
Ismail, Metodologi Penelitian..., 24.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

matn hadis dan mengantarkan kepada pemahaman yang lebih tepat
terhadap hadis Rasulallah.27
Menurut Mus}t}afa> al-S{iba>’iy. Muhammad Abu> Shahbah, dan Nu>r alDi@n ‘Itr, dalam meniliti hadis para Nabi para ulama sama sekali tidak
mengabaikan matn. Hal ini terbukti pada kaedah kesahihan hadis yang
telah dinyatakan oleh para ulama hadis yang menyatakan sebagian syarat
yang harus dipenuhi oleh hadis yang berkualitas sahih ialah sanad dan

matn-nya terhindar dari shudhu>dh dan terhindar dari ‘Illat. Kedua unsur
tersebut harus menjadi acuan utama.28
Langkah-langkah metodologis yang ditawarkan oleh ulama kritik
hadis dalam penelitian matn hadis yaitu:29
a. Meneliti matn dengan melihat kualitas sanad-nya.
b. Meneliti susunan lafal berbagai matn yang semakna
c. Meneliti kandungan matn
Adapun tolok ukur penelitian matn yang dikemukakan oleh ulama
berbeda-beda. Namun S{alah}u al-Di>n al Adabiy menyimpulkan bahwa
tolok ukur untuk penelitian matn ada empat macam, yaitu:
a. Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Qur’an
b. Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat
c. Tidak bertentangan dengan akal sehat, indera, dan fakta sejarah.
d. Susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.30
27

Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis (Malang: UIN Malang Press,
2008), 94.
28
Muhid, Metodologi Penelitian..., 195.
29
Ismail, Metodologi Penelitian..., 113.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

B. Teori Ke-h}ujjah-an Hadis
Hadis yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai h}ujjah disebut
hadis maqbu>l, yaitu hadis s}ahi@h lidza>tihi