EKSISTENSI TRADISI RUWAHAN DALAM MASYARAKAT DI DESA KARANGPURI KECAMATAN WONOAYU SIDOARJO.

(1)

EKSISTENSI TRADISI RUWAHAN DALAM MASYARAKAT

DI DESA KARANGPURI KECAMATAN WONOAYU

SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial ( S. Sos ) Dalam Bidang Sosiologi

Disusun Oleh :

Ahmad Jauhari Falafi NIM. B05210040

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU SOSIAL FEBRUARI 2015


(2)

EKSISTENSI TRADISI RUWAHAN DALAM MASYARAKAT

DI DESA KARANGPURI KECAMATAN WONOAYU

SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial ( S. Sos ) Dalam Bidang Sosiologi

Disusun Oleh :

Ahmad Jauhari Falafi NIM. B05210040

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU SOSIAL FEBRUARI 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Ahmad Jauhari Falafi, 2015, Eksistensi Tradisi Ruwahan Dalam Masyarakat Di Desa Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata kunci: Eksistensi, Tradisi, Ruwahan

Manusia dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Namun seiring berjalannya waktu, kesatuan antara manusia dengan kebudayaan tersebut kini mulai terpisahkan.

Dalam penelitian ini, kami sebagai peneliti menginginkan untuk fokus dalam menggali data yang dibutuhkan. Karena untuk menghindari kerancuan arah penelitian kami. Maka dari itu peneliti memilih untuk fokus dalam satu masalah yang ditemukan yaitu: (1) Bagaimana pelaksanaan Tradisi Ruwahan Di Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo ? dan (2) Apa yang melatar-belakangi warga Masyarakat dalam mempertahankan Tradisi Ruwahan tersebut ?

Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode ini dipilih agar diperoleh data penelitian yang bersifat mendalam dan menyeluruh mengenai Tradisi Ruwahan Di Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo Data yang diperoleh kemudian disajikan secara deskriptif dan dianalisis dengan teori teori Fungsional Struktural (AGIL) Talcott Parsons.

Dari hasil penelitian ini ditemukan : (1) Pelaksanaan Tradisi Ruwahan di Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo menunjukkan terlihat guyub antara sesama dan tidak mengenal perbedaan latar belakang ideologi keislaman serta melahirkan rasa solidaritas kebersamaan. (2) Cara warga Masyarakat di Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo Dalam mempertahankan Tradisi Ruwahan melalui pemahaman filosofi hidup Mbah Gareng dengan tutur cerita kearifan lokal antara lain Tradisi Ater-ater; pentas pagelaran seni wayang; dan keteladanan perilaku.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

PERSYARATAN PERTANGGUNGJAWABAN PENELITIAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Konseptual ... 7

F. Metode Penelitian... 9

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 11

2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 13

3. Pemilihan Subyek Penelitian ... 13

4. Sumber Data ... 17

5. Tahapan Penelitian ... 18

6. Teknik Pengumpulan Data ... 23

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 26


(8)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Pustaka ... 31

1. Pengertian Tradisi ... 31

2. Ruwahan ... 32

3. Pengertian Islam ... 35

4. Ajaran Islam ... 37

5. Sejarah Tradisi ... 39

B. Kerangka Teoretik ... 42

C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 47

BAB III Tradisi Ruwahan Dalam Masyarakat A. Deskripsi Ruwahan Dalam Masyarakat... 50

1. Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan... 51

2. Tingkat Pendidikan Di Desa Karangpuri... 52

3. Keagamaan Di Desa Karangpuri... 53

4. Tingkat Ekonomi Di Desa Karangpuri... 54

B. Deskripsi Hasil Penelitian... 55

1. Nilai Religi Tradisi Ruwahan... 56

2. Mempertahankan Tradisi Ruwahan... 59

C. Analisa Data... 62

1. Tradisi Ruwahan pada Masyarakat Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo... 64


(9)

BAB IV Penutup

A. Kesimpulan... 68 B. Saran... 70

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Nama-nama Narasumber... 14

Tabel 1.2 Kriteria Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 26

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Desa ... 50

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan ... 51

Tabel 3.3 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Karangpuri ... 52

Tabel 3.4 Prosentase Tingkat Keagamaan Penduduk Desa Karangpuri ... 54

Tabel 3.5 Mata Pencaharian Masyarakat Desa Karangpuri ... 55

Tabel 3.6 Temuan Deskriptif Tradisi Ruwahan ... 55


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, sementara itu pendukung kebudayaan adalah makhluk manusia itu sendiri. Sekalipun makhluk manusia akan mati, tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan pada keturunannya, demikian seterusnya. Pewarisan kebudayaan pada manusia, tidak selalu terjadi secara vertikal atau kepada anak-cucu mereka melainkan dapat pula secara horisontal yaitu manusia yang satu dapat belajar kebudayaan dari manusia lainnya.

Menurut Tylor Kebudayaan atau peradaban adalah kesatuan yang kompleks yang memuat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat istiadat, serta kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.1 Kenyataan bahwa masyarakat Indonesia adalah suatu masyarakat yang Bhineka bukan hanya karena keadaan geografisnya tetapi juga karena sejarah perkembangan bangsa Indonesia itu sendiri. Indonesia berada pada persimpangan budaya internasional. Oleh sebab itu, bangsa Indonesia bukan hanya terjadi dari berbagai suku tapi juga dari berbagai jenis kebudayaan. Masing-masing daerah memiliki ragam bahasa, kesenian, tradisi, pola hidup, falsafah

1


(12)

2

hidup dan lain sebagainya yang khas milik masyarakat mereka sendiri. Masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang saling berinteraksi berdasarkan suatu sistem adat istiadat tertentu yang kontinu dan menimbulkan ikatan rasa identitas yang sama. Masyarakat sendiri bersifat dinamis. Selalu bergerak kearah perubahan. Perubahan tersebut dapat berdampak besar yang melibatkan aspek-aspek sosial yang vital dalam masyarakat ataupun hanya berpengaruh kecil dan tidak mengubah tatanan dasar Masyarakat. Karena sifat dinamisnya suatu masyarakat dapat berkembang dan sangat mungkin untuk mengalami perubahan.

Perubahan sosial yang saat ini masih merasuki sebagian besar masyarakat adalah modernisasi. Menurut Smith, modernisasi merupakan proses yang dilandasi dengan seperangkat rencana dan kebijaksanaan yang disadari untuk mengubah masyarakat kearah kehidupan Masyarakat yang kontemporer yang menurut penilaian lebih maju dalam derajat kehormatan tertentu.2 Sedangkan ciri-ciri modernisasi antara lain adalah kemajuan teknologi dan industrialisasi, individualisasi, sekularisasi, diferensiasi, dan akulturasi. Sistem terbuka dunia saat ini memudahkan masyarakat saling berinteraksi dan bersentuhan dengan budaya asing sehingga timbul akulturasi. Dalam Masyarakat modern mekanisme masyarakatnya menuju kearah prinsip logika ekonomi serta orientasi kebendaan yang berlebihan dan kehidupan seseorang perhatian religiusnya dicurahkan untuk bekerja dan menumpuk kekayaan.3 Modernisasi cenderung memicu suatu persaingan, khususnya dalam bidang ekonomi sehingga membuat masyarakat

2

Suratman dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, ( Malang: Intimedia, 2010 ), 121 3


(13)

3

berlomba-lomba untuk tetap bertahan dalam kehidupan mereka. Untuk dapat bertahan, pilihan yang berguna dan efisien merupakan prioritas utama.

Sehingga ketika ada hal-hal yang dianggap kurang sesuai dengan perkembangan jaman tidak dianggap penting lagi. Ajang persaingan kebutuhan telah seringkali membuat masyarakat menjadi praktis. Prioritas kebutuhan dan gaya hidup telah mengikis nilai-nilai budaya yang sebenarnya telah dilakukan secara turun-temurun oleh nenek moyang mereka. Identitas kebersamaan dalam bentuk budaya yang mengikat masyarakat perlahan mulai merenggang dan luntur. Lunturnya kebudayaan tersebut seringkali dimulai karena para generasi penerus tidak mampu untuk melestarikan budaya mereka sendiri. Terutama kelunturan dalam nilai budaya yang dianut dan berbagai warisan bentuk kebudayaan yang mulai ditinggalkan. Penanaman nilai-nilai dan falsafah hidup yang telah turun-temurun dilakukan pada akhirnya menemui kesurutan. Hanya sedikit generasi yang masih mampu untuk menjunjung tinggi budaya asli mereka dalam tatanan yang seutuhnya.

Namun tidak semua daerah mudah melepaskan kebudayaan mereka meskipun modernisasi telah mereka rasakan. Mereka adalah masyarakat yang mengerti dengan baik apa yang telah diyakini dan dilaksanakan oleh para nenek moyang mereka dari generasi ke generasi. Mereka masih menghormati budaya yang mereka yakini kesucian dan keluhurannya.

Meskipun upacara ritual sekarang ini dianggap kuno, bahkan melestarikannya dengan cara sangat kuno. Ternyata masih ada masyarakat yg


(14)

4

mempercayainya dan mennggelarnya. Terdapat beberapa warga yang masih memilih untuk mempertahankan warisan budaya mereka. Mereka menganggap budaya tersebut merupakan kebiasaan yang tetap harus dipertahankan bahkan meskipun telah mengalami tantangan baik tantangan internal maupun eksternal. Salah satunya adalah sebuah Masyarakat yang terletak di Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo.

Desa Karangpuri merupakan Desa yang terletak diantara perbatasan dengan Dusun Ketawang. Desa ini masih menghormati salah satu bentuk kebudayaan yang mereka miliki, yaitu Ruwahan Desa yang biasa dilaksanakan setiap satu tahun sekali menganut hitungan bulan Jawa, yaitu bulan Ruah Dalam Ruwahan Dusun mereka juga melakukan kendurin bersama di makam sesepuh Dusun yaitu Mbah Gareng pada sinag harinya dan dilanjutkan dengan campursarian sebelum melakukan pagelaran wayang kulit pada malam harinya. pertunjukkan kesenian wayang kulit untuk menjadi hiburan para warga Desa tersebut. Dan tidak tanggung-tanggung, mereka juga mendatangkan kesenian wayang kulit tersebut dari luar daerah.


(15)

5

B. Rumusan Masalah

Setelah melihat latar belakang yang sudah dipaparkan di atas dan agar dalam penelitian ini tidak terjadi kerancuan, maka penulis dapat membatasi merumuskan permasalah yang akan diangkat dalam penelitian ini. Adapun rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Warga Masyarakat dalam Melaksanakan Tradisi Ruwahan di Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo ?

2. Apa yang melatar-belakangi Warga Masyarakat dalam Mempertahankan Tradisi Ruwahan di Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan adalah untuk menemukan tentang jawaban masalah yang akan diteliti. Berdasarkan Fokus penelitian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ingin mengetahui pelaksanaan Tradisi Ruwahan dalam kehidupan Warga Masyarakat di Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo.

2. Ingin mengetahui alasan Warga Masyarakat di Desa Karangpuri

Kecamatan Wonoayu Sidoarjo yang masih mempertahankan Tradisi Ruwahan


(16)

6

D. Manfaat Penelitian

Bila tujuan penelitian dapat tercapai, maka hasil penelitian akan memiliki manfaat praktis dan teoritis. Dari tujuan diadakannya penelitian ini, maka diharapkan mempunyai manfaat yang urgen bagi :

1. Peneliti

a. Diharapkan dari penelitian ini, peneliti dapat memperoleh pelajaran tentang indahnya hidup keberagaman budaya dengan memilki rasa toleransi yang tinggi.

b. Diharapkan dari penelitian ini, peneliti turut memperoleh dokumentasi dari Tradisi Ruwahan yang ada di Desa Karangpuri.

2. Aspek keilmuan ( Teoritis )

a. Diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan pengetahuan sosial khususnya dalam bidang kajian Tradisi Ruwahan Desa yang menggunakan pendekatan fungsionalisme.

b. Dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada pembaca mengenai Tradisi yang masih ada keberadaannya hingga kini dan dilestarikan oleh Masyarakat itu sendiri.

c. Memberikan gambaran jelas tentang prosesi Tradisi Ruwahan dan eksistensi Tradisi Ruwah dalam Warga Masyarakat Desa Karangpuri.


(17)

7

E. Definisi Konseptual

Untuk mendapatkan kejelasan tentang judul skripsi agar tidak terjadi salah arti atau kesalah fahaman dalam penulisan, maka perlu memberikan gambaran terhadap judul skripsi yaitu, “Tradisi Ruwahan Dalam Masyarakat Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo.

Supaya tidak terjadi salah arti dalam penulisan dan untuk menghindari perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup variable, perlu peneliti jelaskan beberapa istilah berikut :

1. Tradisi

Tradisi adalah Nilai dan norma yang diyakini secara turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lainnya.4 Tradisi menurut Sztompka adalah keseluruhan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun benar-benar masih ada kini, belum dihancurkan, dibuang, atau dilupakan. Jadi dapat disimpulkan bahwa tradisi itu kegiatan yang berulang kali dilakukan dan menjadi kebiasaan masyarakat secara turun temurun.5

2. Ruwahan ( Sya’ban)

Ruwahan di bulan Sya’ban (atau Ruwah) dalam budaya Islam Jawa

adalah tradisi yang selalu dilaksanakan sepuluh hari sebelum bulan Puasa

4

Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial, ( Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2012), 315

5


(18)

8

(Ramadhan). Sya’ban adalah istilah bahasa Arab yang berasal dari kata

“Syi’ab” yang artinya jalan di atas gunung. Islam kemudian memanfaatkan

bulan Sya’ban sebagai waktu untuk menemukan banyak jalan, demi mencapai

kebaikan.

Karena bulan Sya’ban terletak di antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan, karena diapit oleh dua bulan mulia ini, maka Sya’ban seringkali

dilupakan. Padahal semestinya tidaklah demikian. Dalam bulan Sya’ban terdapat berbagai keutamaan yang menyangkut peningkatan kualitas kehidupan umat Islam, baik sebagai individu maupun dalam lingkup kemasyarakatan.

Karena letaknya yang mendekati bulan Ramadhan, bulan Sya’ban memiliki berbagai hal yang dapat memperkuat keimanan. Umat Islam dapat mulai mempersiapkan diri menjemput datangnya bulan termulia dengan penuh suka cita dan pengharapan anugerah dari Allah SWT karena telah mulai merasakan suasana kemuliaan Ramadhan.

Karenanya, pada bulan ini, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak berdzikir dan meminta ampunan serta pertolongan dari Allah SWT. Pada bulan ini, sungguh Allah banyak sekali menurunkan kebaikan-kebaikan berupa syafaat (pertolongan), maghfirah (ampunan), dan itqun min adzabin naar (pembebasan dari siksaan api neraka).6

6

http://tipsmotivasihidup.blogspot.com/2013/03/tradisi-budaya-peringatan-bulan-saban.html Diakses pada tanggal Januari 2015/15:00


(19)

9

Dari sinilah umat Islam, berusaha memuliakan bulan Sya’ban dengan

mengadakan shodaqoh dan menjalin silaturrahim. Umat Islam di Nusantara biasanya menyambut keistimewaan bulan Sya’ban dengan mempererat silaturrahim melalui pengiriman oleh-oleh yang berupa makanan kepada para kerabat, sanak famili dan kolega kerja mereka. Sehingga terciptalah tradisi saling mengirim parcel di antara umat Islam.

Karena, di kalangan umat Islam Nusantara, bulan Sya’ban dinamakan sebagai bulan Ruwah, maka tradisi saling kirim parcel makanan ini dinamakan sebagai Ruwahan. Tradisi ini menyimbolkan persaudaraan dan mempererat ikatan silaturohim kepada sesama Muslim.

3. Islam

Islam Dari kata “aslama” itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada ajaran-Nya.7

F. Metode Penelitian

Untuk menemukan data tentang tradisi dan ruwahan, maka digunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Burhan metode adalah aspek yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap berhasil tidaknya suatu penelitian,

7


(20)

10

terutama untuk mengumpulkan data. Sebab data yang diperoleh dalam suatu penelitian merupakan gambaran dari obyek penelitian.8

Dalam penelitian kali ini, peneliti menggunakan metode kualitatif. Dengan menggunakan metode kualitatif, maka data yang didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai. Penggunaan metode kualitatif ini, bukan karena metode ini baru, dan lebih trendy, tetapi memang permasalahan lebih tepat dicarikan datanya dengan metode kualitatif. Dengan metode kualitatif, maka akan dapat diperoleh data yang lebih tuntas, sehingga memiliki kredibilitas yang tinggi.

Karena menurut Lexy J Moleong, Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.9

8

Bungin, Burhan, Analisis Data penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012 ), 20 9


(21)

11

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data dari kegiatan penelitian, digunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam hal ini peneliti ingin mendeskripsikan Tradisi dalam Islam Penelitian kualitatif pada hakikatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan sosial atau lingkungan dimana mereka hidup, mengadakan interaksi, berusaha memahami bahasa dan tafsiran orang lain tentang dunia sekitarnya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif menurut Taylor di kutip oleh Lexy. J. Moleong dalam bukunya “Metode Penelitian Kualitatif” adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.10 Pendekatan ini melihat keseluruhan latar belakang subyek penelitian secara holistik.

Penelitian ini mengunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode diskriptif adalah metode penelitian yang bermaksud untuk membuat deskripsi mengenai situasi kejadian. Menurut Hadari Nawawi, metode deskripsi adalah prosedur pemecahan masalah yang disilidiki dengan mengambarkan atau melukiskan keadaan atau obyek penelitian (seseorang,

10

Lexy .J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (edisi revisi), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), 4


(22)

12

lembaga, masyarkat, dan lain-lain) berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.11

Dari penjelasan di atas memberikan arahan kepada peneliti bahwa data-data yang di kumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari pembicaraan atau pengamatan prilaku orang-orang yang menjadi subjek peneliti.

Sebagai upaya dalam memperoleh kebenaran atau mencari jawaban atas pertanyaan dari masalah yang dihadapi peneliti maka peneliti mengunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk memperoleh berdasarkan subyektifitas masyarakat.12

Peneliti mengunakan jenis penelitian kualitatif sebagai acuan proses dalam pelaksaan penelitian dilapangan. Metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi subyek yang alamiah. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengumpulan data dilaksanakan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat indukatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi. Dengan demikian, kriteria data pada penelitian kualitatif adalah obyek yang alamiah atau sering disebut sebagai metode naturalistik.13

11

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Ilmu Sosial, Yogyakarta : Gajah Mada University-Press 1995, 65

12

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : CV Alfabita, 2009) Hal 1

13

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 14


(23)

13

2. Lokasi dan Penelitian

Penelitian ini dilakukan ditempat dimana penelitian akan dilakukan. Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi di Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo.

Desa Karangpuri merupakan Desa yang terletak diantara perbatasan dengan Dusun Ketawang. Desa ini masih menghormati salah satu bentuk kebudayaan yang mereka miliki, yaitu Tradisi Ruwahan yang biasa dilaksanakan setiap satu tahun sekali menganut hitungan bulan Jawa, yaitu bulan Ruah Dalam Ruwahan Desa mereka juga melakukan kendurin bersama di makam sesepuh Desa yaitu Mbah Gareng pada sinag harinya dan dilanjutkan dengan campursarian sebelum melakukan pagelaran wayang kulit pada malam harinya. pertunjukkan kesenian wayang kulit untuk menjadi hiburan para warga Desa tersebut. Dan tidak tanggung-tanggung, mereka juga mendatangkan kesenian wayang kulit tersebut dari luar daerah.

3. Pemilihan Subyek Penelitian

Supaya peneliti memperoleh informasi, maka peneliti menentukan subyek penelitian terdahulu. Subyek penelitian warga di Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo.


(24)

14

Tabel 1.1

Daftar Informan Penelitian

Nama Usia Pendidikan Pekerjaan

Achmad junaidi 50 S1 Guru/Ketua Rw

Endik 40 SMA Perangkat Desa

Andik 35 SMA Perangkat Desa

Subandi 45 SMA Perangkat Desa

Suprayitno 65 SMA Pensiunan Guru

Abu Bakar 55 SMA Tokoh

masyarakat Abdul Kholiq

62

SMA Tokoh

masyarakat Mohamad

Ma’sum 55 SMA masyarakat Tokoh

Pa’i 70 SMA Pensiunan PT

PAL

Sumber : Wawancara dengan Endik salah satu Perangkat Desa Karangpuri, Senin 1 Desember 2014 Pukul 09.00 WIB.

a. Informan Utama

1) Achmad Junaidi (50 tahun)

Bapak Achmad Junaidi adalah sebagai kepala keluarga dari ibu Humaidan. Ia berasal dari Desa Karangpuri dan pekerjaan Bapak Achmad Junaidi berprofesi sebagai seorang guru SD. Dan beliau mempunyai 3 orang anak perempuan. Yang anak pertama masih aktif di perguruan tinggi. Sedangkan kedua masih duduk bangku SMA, dan anak yang ketiga masih duduk di taman kanak-kanak.


(25)

15

2) Endik (40 tahun)

Bapak endik berprofesi sebagai perangkat desa di desa Karangpuri. Dan beliau memiliki satu orang istri yang bernama Elly beliau bekerja sebagai bidan. Dan mereka di karuniai seorang anak yang berumur 10 tahun dan anak tersebut sekang masih duduk di bangku SD.

3) Andik (35)

Mas Endik adalah asli penduduk Desa Karangpuri istrinya dari luar Desa Karangpuri dikaruniai satu seorang anak yang masih duduk dibangku Mts, dan Mas Endik berprofesi sebagai perangkat Desa di Desa Karangpuri.

4) Abu Bakar (55)

Beliau berprofesi tokoh agama di desa Karangpuri dan memiliki seorang istri merek dikaruniai 3 anak yang sekarang sudah bekerja semua. Abu Bakar juga takmir masjid At taqwa, dan takmir mushollah.

5) Subandi (45)

Bapak subandi berprofesi sebagai perangkat Desa di Desa Karangpuri. Dan beliau memiliki satu orang istri yang


(26)

16

bernama Henny beliau bekerja sebagai perangkat Desa di Desa Karangpuri. Dan mereka di karuniai seorang anak yang sudah menikah dan anak meraka sekarang berprofesi sebagai guru.

6) Suprayitno (65 tahun)

Bapak suprayitno sudah purna tugas pada tahun 2006 dan beliau memiliki seorang istri yang juga pensiunan pada tahun 2006. Beliau memiki 6 orang anak yang semuanya berprofesi sebagai guru SMA.

7) Abdul kholiq (62)

Beliau berprofesi tokoh agama di desa Karangpuri dan memiliki seorang istri mereka dikaruniai 3 anak yang pertama sudah menikah dan ikut dengan suaminya. Anak yang kedua sekarang bekerja sebagai marketting di bank swasta ternama. Kemudian anak yang terakhir masih menyelesaikan studinya di kampus ternama di surabaya.

8) Mohammad Ma’sum (55)

Beliau berprofesi tokoh agama di desa Karangpuri dan memiliki seorang istri mereka dikaruniai 3 anak yang pertama sudah menikah dan ikut dengan suaminya. Anak


(27)

17

yang kedua sekarang bekerja sebagai marketting di bank swasta ternama. Kemudian anak yang terakhir masih menyelesaikan studinya di kampus ternama di surabaya.

9) Pa’i (70)

Bapak Pa’i seorang pensiunan PT. PAL, beliau

seoarang islam turunan dan sekarang memiliki seorang istri asli penduduk karangnongko, dia (istrinya) menjadi jamaah muslimah yasinan dan tibaan, mereka karuniai 3 seorang anak dua laki-laki dan satu perempuan yang semuanya berprofesi sebagai pegawai swasta.

4. Sumber Data

Dalam sub bab ini, saya akan menjelaskan beberapa sumber data yang akan saya analisa dalam penelitian tersebut. Dalam penelitian ini, saya akan menggali informasi dengan menggunakan beberapa sumber data, yang berupa:

a. Data Primer

Menurut Nasution data primer adalah data yang dapat diperoleh lansung dari lapangan atau tempat penelitian. Sedangkan menurut Lofland bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan.14 Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai Masyarakat Desa

14


(28)

18

Karangpuri. Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi lansung tentang Tradisi Ruwahan pada Masyarakat di Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo.

b. Data Sekunder

Menurut Nasution data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi, buku harian, notula rapat perkumpulan, sampai dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah.15

Data sekunder juga dapat berupa majalah, buletin, publikasi dari berbagai organisasi, lampiran-lampiran dari badan-badan resmi seperti kementrian-kementrian, hasil-hasil studi, tesis, hasil survey, studi histories, dan sebagainya. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara langsung.

5. Tahapan Penelitian

Dalam sub bab ini menguraikan tahap-tahap penelitian, yang memberikan gambaran tentang keseluruhan dari perencanaan, pelaksanaan pengumpulan data, analisis, dan penafsiran data, sampai pada penulisan laporan diantaranya sebagai berikut:

15


(29)

19

a. Tahap Pralapangan

Pada tahap ini peneliti sudah membaca masalah menarik untuk diteliti dan peneliti telah memberikan pemahaman bahwa masalah itu pantas adan layak untuk diteliti. Setelah itu peneliti telah melakukan pengamatan masalah yang diteliti.

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahapan ini adalah tahapan lanjutan dari tahapan sebelumnya yang merupakan proses berkelanjutan. Pada tahap ini, peneliti masuk pada proses penelitian dan mengurusi hal-hal penting yang berhubungan fokus penelitian yaitu Tradisi Ruwahan.

c. Memasuki Lapangan

Dalam memasuki lapangan ada beberapa hal yang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan penggalian data yaitu sebagai berikut :

a)Keakraban hubungan

b)Mempelajari bahasa yang digunakan orang-orang yang diteliti c)Peranan peneliti: peneliti menggunakan observasi berperan serta,

sehingga peneliti harus mempunyai hubungan sedekat mungkin dengan obyek penelitian.


(30)

20

d. Tahap Analisis Data

Analisis data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dengan menggunakan proses berfikir induktif, tidak dimulai dari teori yang bersifat umum, tetapi dari fakta atau data khusus berdasarkan pengamatan dilapangan atau pengalaman empiris, data dan fakta hasil pengamatan empiris disunsun, diolah diuji kemudian ditarik maknanya dalam bentuk pernyataan atau kesimpulan yang bersifat umum.

a. Observasi

Menurut Mujiono, Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan obyek pengamatan.16

Sedangkan menurut Irwan Soehartono secara luas, observasi atau pengamatan berarti kegiatan untuk melakukan pengukuran. Akan tetapi, observasi atau pengamatan di sini diartikan lebih sempit yaitu pengamatan dengan menggunakan indera pengelihatan yang berarti tidak menggunakan pertanyaan-pertanyaan.17

Observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk

16

Djaali, Puji Mujiono, Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. (Jakrta: Grasindo, 2007), 16

17

Irwan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999), 69


(31)

21

keperluan tersebut. Dalam kegiatan sehari-hari, kita selalu menggunakan mata untuk mengamati sesuatu. Observasi ini digunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara sistematik tentang Tradisi Ruwahan pada Masyarakat Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Tujuan peneliti menggunakan metode ini untuk mencatat hal-hal, perilaku, perkembangan, dan sebagainya tentang perilaku kebiasaan sewaktu awal mula Tradisi Ruwah dilakukan sehingga tidak menggantungkan data dari ingatan seseorang. Observasi langsung juga dapat memperoleh data dari subjek baik yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal atau yang tak mau berkomunikasi secara verbal.

b. Wawancara

Menurut Sugiyono, wawancara merupakan tehnik pengumpulan data penelitian secara langsung atau dengan bertatap muka dengan mengajukan sejumlah daftar pertanyaan kepada responden.18 Sedangkan menurut Juliansyah Noor, wawancara merupakan saalah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan objek. Tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan dahulu untuk dijawab pada kesempatan lain.19 Jadi hasil pemaparan di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya

18

Sugiyono, Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2010), 137

19

Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 138


(32)

22

jawab, sambil bertatap muka antara si penanya dan si penanya dengan

menggunakan alat yang dinamakan interview guide ( panduan

wawancara ).

Tujuan peneliti menggunakan metode ini, untuk memperoleh data secara jelas dan kongkret tentang Tanggapan mengenai Tradisi Ruwahan pada Masyarakat di Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengadakan wawancara dengan masyarakat di Desa Karangpuri.

c. Dokumentasi

Menurut Irwan soehartono, dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian.20

Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis baik berupa karangan, memo, pengumuman, instruksi, majalah, buletin, pernyataan, aturan suatu lembaga masyarakat, dan berita yang disiarkan kepada media massa.

Jadi hasil uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti catatan-catatan penting yang sangat erat hubungannya dengan obyek penelitian.

Tujuan peneliti menggunakan metode ini untuk memperoleh data secara jelas dan konkret mengenai eksistensi Tradisi Ruwahan yang ada

20

Irwan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999), 70


(33)

23

di Desa mereka. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengadakan wawancara dengan Masyarakat di Desa Karangpuri.

6. Teknik Pengumpulan data

Analisis data adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti menggolongkannya ke dalam pola, tema, atau kategori tafsiran atau interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan antara berbagai konsep.21

Dari data yang sudah dikelompokkan berdasarkan kategorisasi masalah data kemudian dianalisis secara kualitatif. Dalam menganalisa penelitian kualitatif terdapat beberapa tahapan-tahapan yang perlu dilakukan, diantaranya:

a. Mengorganisasikan Data

Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara mendalam (indepth inteviwer), dimana data tersebut direkam dengan tape recoeder dibantu alat tulis lainya. Kemudian dibuatkan transkipnya dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara verbatim. Data yang telah didapat dibaca berulang-ulang agar penulis mengerti benar data atau hasil yang telah di dapatkan.

21

Cik Hasan Bisri, Model Penelitian Agama Dan Dinamika Sosial Himpunan Rencana Penelitian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 132-133


(34)

24

b. Pengelompokan berdasarkan Kategori, Tema dan pola jawaban. Pada tahap ini dibutuhkan pengertiaan yang mendalam terhadap data, perhatiaan yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal yang muncul di luar apa yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan pedoman wawancara, peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman dalam mekukan coding. Dengan pedoman ini, peneliti kemudian kembali membaca transkip wawancara dan melakukan coding, melakukan pemilihan data yang relevan dengan pokok pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dan penjelasan singkat, kemudian dikelompokan atau dikategorikan berdasarkan kerangka analisis yang telah dibuat.

Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang diteliti yaitu tentang Tradisi Ruwahan di Desa Karangpuri. Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal-hal diungkapkan oleh responden. Data yang telah dikelompokan tersebut oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti dapat menangkap penagalaman, permasalahan, dan dinamika yang terjadi pada subjek.

c. Menguji Asumsi atau Permasalahan yang ada terhadap Data Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji data tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini.


(35)

25

d. Mencari Alternatif Penjelasan bagi Data

Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi terwujud, peneliti masuk ke dalam tahap penejelasan. Dan berdasarkan kesimpulan yang telah didapat dari kaitannya tersebut, penulis merasa perlu mencari suatu alternative penjelasan lain tentang kesimpulan yang telah didapat. Sebab dalam penelitian kualitatif memang selalu ada alternative penjelasan yang lain. Dari hasil analisis, ada kemungkinan terdapat hal-hal yang menyimpang dari asumsi atau tidak terfikir sebelumnya. Pada tahap ini akan dijelaskan dengan Alternative lain melalui referensi atau teori-teori lain. Alternative ini akan sangat berguna pada bagian pembahasan, kesimpulan dan saran.

e. Menulis Hasil Penelitian

Penulisan data subjek yang telah berhasil dikumpulkan merupakan suatu hal yang membantu penulis untuk memeriksa kembali apakah kesimpulan yang dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini, penulisan yang dipakai adalah presentase data yang didapat yaitu, penulisan data-data hasil penelitian berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dengan subjek dan significant other. Proses dimulai dari data-data yang diperoleh dari subjek dan significant other, dibaca berulang kali sehingga penulis mengerti benar permasalahanya, kemudian dianalisis, sehingga didapat gambaran mengenai penghayatan pengalaman dari subjek. Selanjutnya


(36)

26

dilakukan interprestasi secara keseluruhan, dimana di dalamnya mencangkup keseluruhan kesimpulan dari hasil penelitian.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Sebelum masing-masing teknik pemeriksaan diuraikan, terlebih dahulu iktisarnya dikemukakan. Iktisar itu terdiri dari kriteria yang diperiksa dengan satu atau beberapa teknik pemeriksaan tertentu, yakni:

Tabel 1.2

Kriteria Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Kriteria Teknik Pemeriksaan

Kredibilitas 1. Perpanjangan keikutsertaan

2. Ketekunan pengamatan

3. Triangulasi

4. Pengecekan sejawat 5. Kecukupan refrensial 6. Kajian kasus negatif 7. Pengecekan anggota

Keterangan Urain rinci

Kebergantungan Audit kebergantungan

Kepastian Audit kepastian

Peneliti menggunakan dalam memeriksa keabsahan data adalah sebagai berikut:22

a. Perpanjangan keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam mengumpulkan data, keikutsertaan dilakukan dalam waktu yang lama. Dalam hal ini peneliti melakukan perpanjangan keikutsertaan peneliti pada saat penelitian yang telah dilakukan cukup selama satu bulan yang dimulai

22

Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2005), 329


(37)

27

pada tanggal 1 Desember sampai dengan tanggal 31 Desember 2014. Sedangkan untuk perpanjangan waktu peneliti menambah beberapa minggu pada bulan Januari 2015.

Dalam penelitian ini peneliti telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengumpulkan data sesuai dengan jadwal penelitian yang telah ditentukan.

b. Ketekunan pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud "menentukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan dari pada hal-hal tersebut dengan rinci.

c. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan kebsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.


(38)

28

d. Pengecekan Sejawat

Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. Teknik ini mengandung beberapa maksud sebagai salah satu teknik pemeriksaan keabsahan data.

e. Kecukupan refrensi

Konsep kecukupan referensial ini mula-mula diusulkan oleh Eisner sebagai alat untuk menampung dan menyesuaikan dengan kritik tertulis untuk keperluan evaluasi.

f. Kajian kasus negatif

Teknik analisis kasus negative dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding.

g. Pengecekan anggota

Pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan derajat kepercayaan. Yang dicek dengan anggota yang terlibat meliputi data, kategori analitis, penafsiran, dan kesimpulan.


(39)

29

h. Uraian rinci

Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan.

i. Audit kebergantungan dan kepastian

Auditing adalah konsep bisnis, khususnya di bidang fiskal yang dimanfaatkan untuk memeriksa kebergantungan dan kepastian data. Hal ini dilakukan baik terhadap proses maupun terhadap hasil atau keluaran.

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan yang digunakan dalam penyusunan Laporan Program Perencanaan dan Perancangan ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan merupakan bab pertama yang mengantarkan pembaca untuk dapat menjawab pertanyaan apa yang diteliti. Oleh karena itu dalam bab ini akan mengeluarkan beberapa hal tentang setting penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, penelitian yang terdahulu, manfaat penelitian, definisi konsep, kerangka teoretik, metode penelitian yang di pakai dalam penelitian, sistematika pembahasan dan jadwal penelitian.


(40)

30

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini juga dijelaskan tentang kerangka teoritik yang menjelaskan tentang teori yang dipakai untuk menganalisis dan dilengkapi hasil penelitian terdahulu yang relevan.

BAB III PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

Dalam Bab ini berisikan tentang laporan hasil penelitian, meliputi deskripsi subyek, obyek dan lokasi penelitian tentang Tradisi Ruwahan pada Masyarakat Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Dan deskripsi data penelitian. Lalu dilanjutkan dengan hasil temuan dari penelitian mengenai Tradisi Ruwahan Dalam Islam serta konfirmasi temuan tentang teori sosiologi yang ada sehingga data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab akhir yang di dalamnya berisi tentang kesimpulan dari setiap permasalahan dalam peneltian. Selain itu, juga memberikan rekomendasi kepada para pembaca laporan penelitian ini. Pada bab ini penelitian juga memberikan kesimpulan dari beberapa permasalahan dan menyertakan rekomendasi kepada para pembaca.


(41)

31

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Tradisi

Membahas mengenai tradisi, hubungan antara masa lalu dengan masa kini haruslah lebih dekat. Tradisi mencakup kelangsungan masa lalu dimasa kini ketimbang sekadar menunjukan fakta bahwa masa kini berasal dari masa lalu. Menurut arti yang lebih lengkap bahwa tradisi merupakan keseluruhan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun benar-benar masih ada kini, belum dihancurkan, dirusak, dibuang atau dilupakan. Tradisi adalah Nilai dan norma yang diyakini secara turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lainnya.23

Di dalam suatu tradisi diatur bagaimana manusia berhubungan dengan manusia lain atau satu kelompok dengan kelompok lain, bagaimana manusia bertindak terhadap lingkungannya dan bagaimana manusia berperilaku terhadap alam yang lain. Ia berkembang menjadi suatu sistem yang memiliki pola dan norma dan sekaligus juga mengatur penggunaan sanksi dan ancaman terhadap pelanggaran dan penyimpangan.

Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat,

23

Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial, ( Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2012), 315


(42)

32

biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

Menurut Hasan Hanafi (dalam buku Moh Nur Hakim), mendefenisikan bahwa tradisi (Turats) merupakan segala warisan masa lampau yang masa pada kita dan masuk ke dalam kebudayaan yang sekarang berlaku. Berarti bagi pandangan Hanafi bahawa turats itu tidak hanya peninggalan sejarah, tetapi juga sekaligus merupakan persoalan zaman kini dengan berbagai tingkatannya.24

Secara termologi perkataan tradisi mengandung suatu pengertian yang tersembunyi tentang adanya kaitan masa lalu dengan masa kini. Ia menunjuk kepada sesuatu yang diwariskan oleh masa lalu tetapi masih berwujud dan berfungsi pada masa sekarang. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal yang gaib atau keagamaan.

2. Ruwahan

Ruwahan berasal dari Ruwah, yang memiliki akar kata arwah atau roh. Dari arti kata itulah Ruwah dijadikan sebagai bulan untuk mengenang leluhur, yang wujudnya bisa mendoakan arwah mereka. Di Jawa, tradisi itu biasanya

24

Muhammad Nur Hakim, .Islam Tradisional dan Reformasi Pragmantisme ( Agama dalam pemikiran Hasan Hanafi), (Malang: Bayu Media Publishing, 2003), 29


(43)

33

digelar 10 hari menjelang Ramadan, namun bisa lebih awal semata-mata guna menghindari berbenturan hari penyelenggaraan.25

Ruwahan dilakukan sepuluh hari sebelum bulan puasa (Ramadhan). Pada tradisi ini sejumlah ritus digelar menurut tradisi dan adat di setiap masing-masing daerah atau pedukuhan. Acara dimulai dari acara nisfu syaban, besrik (bersih desa termasuk pemakaman) yang diiringi slametan kecil lalu kenduren di malam hari.

Nisfu sya’ban ini biasanya dilakukan pada malam ke-15 pada bulan

sya’ban. Rangkaian acaranya berupa sholat sunnah berjamaah di masjid

kemudian dilanjutkan membaca doa nisfu sya’ban bersama-sama dan diakhiri dengan makan bersama (ambengan). Ritus ini ditujukan untuk rasa syukur kepada Allah SWT sekaligus salah satu bentuk penyucian diri sebelum masuk ke bulan suci Ramadhan.

Adapun acara ritus bersih kampung, slametan, hingga kenduri serta megengan (kirim-kirim hantaran makanan) adalah manifestasi dari praktik doa bagi semua keluarga sanak saudaranya yang masih hidup dengan saling bersilaturahmi, saling memaafkan dan membantu untuk siap memasuki ibadah puasa dengan rasa yang suci penuh suka cita menjadi kesadaran orang Islam Jawa. Biasanya isi hantaran tradisi megengan di Jawa tidak meninggalkan tiga sajian makanan yakni ketan, kolak, dan apem. Makna dari ketiga makanan itu adalah: ketan yang lengket merupakan simbol mengeratkan tali silaturahmi,

kolak yang manis bersantan mengajak persaudaraan bisa lebih ‘dewasa’ dan

25

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/07/07/191881/Penghayatan-Akar-Ruwahan.html diakses pada tanggal 12 Januari 2015/22:00


(44)

34

barokah penuh kemanisan dan apem berarti jika ada yang salah maka sekiranya bisa saling memaafkan. Tak heran dahulu tradisi ruwahan juga mengenal Mudik Ruwahan. mereplika sirah Nabi Muhammad ketika beliau dan para sahabatnya hijrah ke Yatsrib atau Madinah, yakni mudik untuk melakukan tiga hal yang dibangun untuk mengukuhkan iman keislaman yakni mendirikan masjid, pasar, dan mengikat tali persaudaraan. Hal pertama yang dilakukan oleh Rasul adalah membangun masjid, ini dimaknai dan dipraktikkan oleh orang Jawa dengan mudik untuk nyekar biasanya setelah shalat dhuhur dan slametan bersama di langgar atau masjid dan atau melaksanakan kenduren setelah shalat maghrib di masjid setempat.

Dengan demikian ritus ruwahan adalah memakmurkan masjid,

meningkatkan kualitas sujud syukurnya pada Allah. Yang kedua ritual slametan, kenduren dan megengan di bulan Ruwah ini juga telah membangun pasar perekonomian setempat, ritus ini mendistribusikan rizki dari perkotaan ke kota-kota bahkan kampung-kampung di Jawa. Yang terakhir ritus-ritus ruwahan itu sendiri telah memperat rasa persaudaraan antara kaum mereka yang di kampung (Anshor) dan mereka yang mudik (Muhajirin). Sebuah ritus yang akan diulang kembali oleh orang-orang Islam Jawa saat menutup ritual puasa Ramadhan di Bulan Syawal nanti.

Nyadran adalah ziarah kubur untuk mengingatkan manusia kepada asal-usulnya (sangkan paraning dumadi) yaitu para leluhur. Nyadran di awali dengan membersihkah makam dan sekitarnya dari rerumputan liar dan sampah lalu membacakan tahlil dan yasin berdoa pada Tuhan agar mereka yang telah


(45)

35

tiada senantiasa mendapat rahmat dari Gusti Allah SWT. Nyadran sendiri berasal dari kata “sradha”, yang merupakan tradisi yang diawali oleh Ratu Tribuana Tunggadewi, raja ketiga Majapahit. Pada jaman itu Kanjeng Ratu ingin melakukan doa kepada sang ibunda Ratu Gayatri, dan roh nenek moyangnya yang telah diperabukan di Candi Jabo. Untuk keperluan itu dipersiapkanlah aneka rupa sajian untuk didermakan kepada para dewa. Sepeninggal Ratu Tribuana Tunggadewi, tradisi ini dilanjutkan juga oleh Prabu Hayam Wuruk.

3. Pengertian Islam

Pengertian Islam dalam artian etimologis (lughawi) begitu banyak pendapat dan para languistis, musafir dan orientalis telah mencoba mencari itu dengan pendekatan secara etimologis. Dari hasil pembahasan mereka menjadi banyak sekali dan juga kontroversial.

At-Thabarah mencatat pandangan-pandangan yang dianggap terkuat mengenai arti etimologis Islam itu , sebagai berikut :

1) As-Shulhu wa Al-Aman; (damai dan tentram) 2) At-Tha’atu wa Il-Idz’anu. (taat dan patuh).

Berarti Al-Khulush wa Al-Thohari mina’l Afati’z-Zhahirati awi’l -Bhatinati ( bebas dan bersih dari penyakit lahir dan batin). Berarti As-Shulhu wa Al-Aman; (damai dan tentram) At-Tha’atu wa Il-Idz’anu. (taat dan patuh). Islam dari kata-kata “assalamu” (la=dibaca pendek),”assalamu” dan


(46)

36

“assilmu” yang berarti: menyerahkan diri, tunduk dan taat (al-istislamu al-idz’aanu –ath thaa’atu).26

Menurut pembahasan mengenai arti Islam menurut terminologi( Istilah).Banyak sekali para ahli yang mengajukan arti Islam, Din (dalam arti: Wahyun Ilahiyun). Di bawah ini kami kutipkan beberapa diantaranya:

Syaikhul al-Azhar Kairo Almarhum Mahmud Syaltut menulis: Islam adalah agama Allah yang diperintahkannya untuk mengajarkan pokok-pokok

serta peraturan-peraturannya kepada Nabi Muhammad SAW, dan

menugaskannya untuk menyampaikan agama tersebut kepada seluruh manusia mengajak mereka untuk memeluknya.27

Sementara itu Abdurrahman, salah seorang guru besar Persatuan Islam sendiri, merumuskan: Agama itu adalah ketetapan ketuhanan karena kebaikan Allah kepada manusia dengan melalui lidah (dengan penyambung) dari antara mereka; untuk mencapai kerasulan itu tidak dapat dengan usaha dan tidak pula dibuat-buat, dan tidak akan mendapatkan wahyu itu dengan cara belajar;

In huwa illa wahyun yuha, yang demikian itu tidak lain hanya semata-mata wahyu yang diwahyukan kepadanya.28

4. Ajaran islam

Setiap agama manapun pasti memiliki ciri atau karakteristik yang berbeda, sesuai dengan keyakinan umatnya masing-masing. Islam adalah agama yang memiliki visi rahmatan lil alamin yakni

26

Anshari, Endang Saifuddin, Kuliah Al-Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali, 1986-1992), 68

27

Syaikh Mahmud Syaltut,Islam sebagai’Aqidah dan Syari’ah,terjemahan A.Gani dan B. Hamdani Ali, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1967), 15

28


(47)

37

bagaimana posisi agama yang diyakini umat manusia bisa berperan sebagai penentu rasa aman, memecah segala problematika hidup, dan mampu menstimulus manusia agar senantiasa taat terhadap segala yang digariskan oleh Tuhan. Visi itu tidak terbatas pada kalangan umat Islam, tetapi bagaimana rahmat juga bisa dirasakan oleh seluruh makhluk yang lain termasuk umat-umat yang beragama lain.

Universalitas yang terdapat dalam visi tersebut menandakan bahwa sejak diturunkan, Islam sudah berupaya menjadi satu agama yang memiliki ciri yang universal. Keberadaan semestinya dapat dirasakan secara lebih luas, tidak hanya terbatas untuk umat yang meyakini keberadaannya saja, tetapi Islam mampu menunjukkan sebagai agama yang menyejukkan seluruh alam. dalam Islam adalah pengakuan terhadap adanya pluralisme agama.

Pluralisme menurut Nur Cholis Madjid adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah) yang tidak akan berubah, sehingga tidak mungkin dibantah. Islam adalah agama yang kitab sucinya secara tegas mengakui hak agama lain kecuali paganisme dan syirik. Untuk hidup dan menjalankan ajaran masing-masing dengan penuh kesungguhan.

Ajaran Islam tersebut disamping adanya pluralisme sebagai adanya pluralisme sebagai suatu kenyataan, juga mengakui adanya universalisme, yakni mengajarkan kepercayaan kepada Tuhan dan hari akhir, menyuruh berbuat baik, dan mengajak kepada keselamatan. Inilah yang pada akhirnya nanti melahirkan toleransi antar umat


(48)

38

beragama. Meminimalisir bentuk fanatisme beragama secara membabi buta, menghilangkan rasa paling benar sendiri, dan sikap-sikap fanatik lainnya. Islam bersifat autentik dan orisinal sebagai agama yang lahir atas wahyu Allah yang langsung diterima Muhammad Saw secara rasio adalah agama yang betul-betul terjaga keasliannya.

Orisinalitas tersebut dapat dianalisa mulai dari mulai dari proses penerimaan wahyu Allah Swt melalui Malaikat Jibril yang langsung diterima Rasulullah Saw tanpa perantara lain. Sehingga pada proses ini kelihatan tidak mungkin ada campur tangan pihak lain, dengan sendirinya orisinalitas dapat terjaga dengan baik. Bahkan secara normatif, Allah Swt telah memberikan satu penjelasan yang

meyakinkan bahwa “Sesungguhnya Kami (Allah) yang telah

menurunkan Al-quran (Ajaran Islam) dan Kami pula yang menjaganya”. Artinya tidak ada satu lagi alasan yang menolak Islam sebagai agama yang otentik, orisinal, terjaga keasliannya.

Islam dikenal sebagai agama selalu mengedepankan sikap progresifitas, dinamis dan inovatif. Hal ini dibuktikan dengan beberapa ayat Al-Qur’an yang melarang umat Islam untuk berkeluh kesah jika ada permasalahan yang secara kebetulan menimpanya. Islam menganjurkan selalu berfikir, menganalisa semua persoalan dengan


(49)

39

penuh pijakan yang jelas.29 Akan tetapi Tradisi ruwahan dusun ini tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam.

5. Sejarah Tradisi

Di masa penyebaran agama islam oleh Wali Songo, tradisi tersebut kemudian diadopsi menjadi upacara nyadran karena bertujuan untuk mendoakan orang tua di alam baka. Sebagaimana disebutkan dalam berbagai hadits, bahwasanya ketika seseorang telah meninggal dunia dan berada di alam barzah, maka semua amal kebaikan di dunia menjadi terputus kecuali tiga hal, yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak yang sholeh. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban anak dan cucu untuk senantiasa mendoakan arwah leluhurnya yang telah meninggal. Hanya saja sajian yang dibuat tidak lagi diperuntukkan bagi para dewa, tetapi sebagai sarana sedekah kepada kaum miskin. Pada acara nyadran, berbagai macam bunga ditaburkan di atas makam orang-orang yang mereka kita cintai, oleh karena itu nyadran juga disebut nyekar ( sekar = bunga). Keindahan dan keharuman bunga menjadi simbol untuk selalu mengenang semua yang indah dan yang baik dari mereka yang telah mendahului. Dengan demikian, ritus itu memberikan semangat bagi yang masih hidup untuk terus berlomba-lomba demi kebaikan (fastabaqul khoirat). Setelah

29

Achmad Gholib, Studi Islam, Pengantar Memahami Agama, Al-Qur’an, Al-Hadits, Dan Sejarah Peradaban Islam,( Jakarta: Faza Media, 2006), 34


(50)

40

peninggal wali songo tradisi tersebut hingga kini masih di pertahankan .30

Di kalangan umat Islam Nusantara, bulan Sya’ban dinamakan

sebagai bulan Ruwah, maka tradisi saling kirim parcel makanan ini dinamakan sebagai Ruwahan. Tradisi ini menyimbolkan persaudaraan dan mempererat ikatan silaturrahim kepada sesama Muslim.

Sementara itu Suyanto menjelaskan bahwa karakteristik budaya Jawa adalah religius, non-doktriner, toleran, akomodatif, dan optimistik. Karakteristik seperti ini melahirkan corak, sifat, dan kecenderungan yang khas bagi masyarakat Jawa seperti 5 berikut: 1) percaya kepada Tuhan Yang Mahaesa sebagai Sangkan Paraning Dumadi, dengan segala sifat dan kebesaran-Nya; 2) bercorak idealistis, percaya kepada sesuatu yang bersifat immateriil (bukan kebendaan) dan hal-hal yang bersifat adikodrati (supernatural) serta cenderung ke arah mistik; 3) lebih mengutamakan hakikat daripada segi-segi formal dan ritual; 4) mengutakaman cinta kasih sebagai landasan pokok hubungan antar manusia; 5) percaya kepada takdir dan cenderung bersikap pasrah; 6) bersifat konvergen dan universal; 7) momot dan non-sektarian; 8) cenderung pada simbolisme; 9) cenderung pada gotong royong, guyub, rukun, dan damai; dan 10) kurang kompetitif dan kurang mengutamakan materi.31

30

Robby Wahyu Hananto,”Tradisi Ruwahan Masyarakat Jawa. Diakses pada 10 Januari 2015, http://robbywahyuhananto.wordpress.com/sosial-budaya/tradisi-ruwahan-masyarakat-jawa/ 31


(51)

41

Pandangan hidup Jawa memang berakar jauh ke masa lalu. Masyarakat Jawa sudah mengenal Tuhan sebelum datangnya agama-agama yang berkembang sekarang ini. Semua agama-agama dan kepercayaan yang datang diterima dengan baik oleh masyarakat Jawa. Mereka tidak

terbiasa mempertentangkan agama dan keyakinan. Mereka

menganggap bahwa semua agama itu baik dengan ungkapan mereka:

sedaya agami niku sae” (semua agama itu baik). Ungkapan inilah yang kemudian membawa konsekuensi timbulnya sinkretisme di kalangan masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa yang menganut Islam sinkretis hingga sekarang masih banyak ditemukan, terutama di Sidoarjo Jawa Timur.

Masyarakat Jawa terutama di Desa Karangpuri, terutama yang menganut Kejawen, mengenal banyak sekali orang atau benda yang dianggap keramat. Biasanya orang yang dianggap keramat adalah para tokoh yang banyak berjasa pada masyarakat atau para ulama yang menyebarkan ajaran-ajaran agama dan lain-lain. Sedang benda yang sering dikeramatkan adalah benda-benda pusaka peninggalan dan juga makam-makam dari para leluhur serta tokoh-tokoh yang mereka hormati. Di antara tokoh yang dikeramatkan adalah Sunan Kalijaga dan para wali sembilan yang lain sebagai tokoh penyebar agama Islam di Jawa. Tokoh-tokoh lain dari kalangan raja yang dikeramatkan adalah Sultan Agung, Panembahan Senopati, Pangeran Purbaya, dan masih banyak lagi tokoh lainnya. Masyarakat Jawa percaya bahwa


(52)

42

tokoh dan benda-benda keramat 6 itu dapat memberi berkah. Itulah sebabnya, mereka melakukan berbagai aktivitas untuk mendapatkan berkah dari para tokoh dan benda-benda keramat tersebut. Masyarakat Jawa juga percaya kepada makhluk-makhluk halus yang menurutnya adalah roh-roh halus yang berkeliaran di sekitar manusia yang masih hidup. Makhluk-makhluk halus ini ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan manusia. Karena itu, mereka harus berusaha untuk melunakan makhluk-makhluk halus tersebut agar menjadi jinak, yaitu dengan memberikan berbagai ritus atau upacara Ruwahan.

Itulah gambaran tentang masyarakat Jawa dengan keunikan mereka dalam beragama dan berbudaya. Hingga sekarang keunikan ini justru menjadi warisan tradisi yang dijunjung tinggi dan tetap terpelihara dalam kehidupan mereka. Bahkan dengan adanya otonomi daerah, masing-masing daerah mencoba menggali tradisi-tradisi semisal untuk dijadikan tempat tujuan wisata yang dapat menambah income bagi daerah yang memiliki dan mengelolanya.

B. Kerangka Teoretik

1. Teori Fungsional Struktural (AGIL)

Dalam hal ini peneliti menggunakan teori Fungsional Struktural (AGIL) yang di gagas oleh Talcott Parson.


(53)

43

Menurut Parson Teori adalah seperangkat pernyataan-pernyataan yang secara sistematis berhubungan atau sering dikatakan bahwa teori adalah sekumpulan konsep, definisi, dan proposisi yang saling kait-mengait yang menghadirkan suatu tinjauan sistematis atau fenomena yang ada dengan menunjukkan hubungan yang khas diantara variabel-variabel dengan maksud memberikan eksilorasi dan prediksi. Komponen utama pemikiran Parsons adalah adanya proses diferensiasi. Parsons berpendapat bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi permasalahan hidupnya. Dapat dikatakan, Parsons termasuk dalam golongan yang memandang optimis sebuah proses perubahan.

Pendekatan fungsional berusaha untuk melacak penyebab perubahan sosial sampai ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya yang secara pribadi mempengaruhi diri mereka. Pendekatan ini merupakan suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituennya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi.


(54)

44

Sama halnya dengan Comte, Spencer dan Durkheim, Parsons 1902-1979) juga termasuk salah satu pengikut aliran struktural fungsional. Parsons merupakan pengikut aliran funsional yang populer. Di dalam bahasan fungsional struktural ini, terdapat sebuah skema yang terkenal yaitu skema A-G-I-L. A-G-I-L merupakan kepanjangan dari Adaptasi – Goal Attainment ( pencapaian tujuan ) – Integrasi – Latensi (pemeliharaan pola).

Pertama, Adaptation (Adaptasi). Fungsi ini merupakan fungsi yang sangat penting. Pada fungsi ini, sistem harus dapat beradaptasi dengan cara menanggulangi situasi eksternal yang kompleks, dan sistem harus dapat menyelesaikan diri dengan lingkungan serta dapat menyesuaikan lingkungan untuk kebutuhannya. fungsi ini merupakan fungsi ini merupakan fungsi organisme atau sistem organis tingkah laku.

Kedua, Goal Attainment (Pencapaian Tujuan). Fungsi ini sangat penting, yaitu sistem harus dapat didefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. Fungsi ini merupakan fungsi kepribadian

Ketiga, Integration (Integrasi). Sebuah sistem harus mampu mengatur dan menjaga hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Selain itu, sistem harus dapat mengatur dan mengelola ketiga fungsi (AGI); fungsi integrasi merupakan fungsi sosial.

Keempat, Latent Pattern Maintenance (Pemelihara Pola). Sistem harus mampu berfungsi sebagai pemelihara pola, sistem harus memelihara dan


(55)

45

memperbaiki motivasi pola-pola individu dan kultural. fungsi ini merupakan fungsi kultur budaya.

Keempat fungsi tersebut menurut Parsons merupakan fungsi imperatif atau prasyarat berlangsungnya sistem sosial. Ada fungsi-fungsi atau kebutuhan-kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap sistem yang hidup. Dua pokok penting yang termasuk ke dalam kebutuhan fungsional ini adalah, Pertama yang berhubungan dengan kebutuhan sistem internal atau kebutuhan sistem ketika berhubungan dengan lingkungannya. Kedua yang berhubungan dengan sistem sasaran atau tujuan serta sarana yang perlu untuk mencapai tujuan tersebut.32

Agar dapat tetap bertahan, maka suatu sistem harus mempunyai keempat fungsi ini. Parson mendisain skema AGIL ini untuk digunakan di semua tingkat dalam sistem teorinya, yang aplikasinya adalah sebagai berikut :

1. Organisme Perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan eksternal.

2. Sistem Kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya.

32

Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial, ( Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2012), 49-51


(56)

46

3. Sistem Sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya.

4. Sistem Kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak.

Inti pemikiran Parson ditemukan dalam empat sistem tindakan yang diciptakannya. Tingkatan yang paling rendah dalam sistem tindakan ini adalah lingkungan fisik dan organisme, meliputi aspek-aspek tubuh manusia, anatomi, dan fisiologisnya. Sedang tingkat yang paling tinggi dalam sistem tindakan adalah realitas terakhir yang mungkin dapat berupa kebimbangan, ketidak pastian, kegelisahan, dan tragedi kehidupan sosial yang menantang organisasi sosial. Di antara dua lingkungan tindakan itulah terdapat empat sistem yang diciptakan oleh Parson meliputi organisme perilaku, sistem kepribadian, sistem sosial, dan sistem kultutral. Semua pemikiran Parson tentang sistem tindakan ini didasarkan pada asumsi-asumsi beikut :

1. Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling bergantung.

2. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan.

3. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.


(57)

47

4. Sifat dasar bagian dari suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagian-bagian lain.

5. Sistem memelihara batas-batas dengan lingkunganya.

6. Alokasi dari integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem.

7. Sistem cenderung menuju ke arah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan kerseluruhan sistem, menegndalikan lingkungan yang berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari dalam.

Dari asumsi-asumsi inilah Parson menempatkan analisis struktur keteraturan masyarakat pada prioritas utama. Parson sedikit sekali memperhatikan masalah perubahan sosial. Keempat sistem tindakan ini tidak muncul dalam kehidupan nyata; tetapi lebih merupakan peralatan analisis untuk menganalisis kehidupan nyata.

C. Penelitian Tedahulu Yang Relevan

Dalam penelitian ini, peneliti menganggap penting terhadap penelitian yang terdahulu, yang mempunyai relevansi dengan tema penelitian ini. Karena dengan adanya hasil penelitian terdahulu maka mempermudah peneliti melakukan penelitian, minimal menjadi pedoman penelitian.


(58)

48

Hasil penelitian Menurut hasil penelitian Ahmad Muhammad (2009), yang berjudul Studi Tentang Tradisi Upacara Ruwatan Desa di Desa Begaganglimo Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto: dalam perspektif filsafat nilai max scheler penelitian ini fokus pada makna tradisi yang telah teratur rapi dalam sistem tata nilai, norma, pandangan maupun aturan yang terpancar untuk mencapai cita-cita yang diharapkan dengan nilai spiritual di dalamnya.

Menurut hasil penelitian Khoirotun Nasifah ( 2012 ) dalam skripsinya yang berjudul Tradisi Upacara Ruwatan Desa Dalam Perspektif Teologi, penelitian ini fokus pada teologi islam tindakan dan perbuatan Masyarakat yang mereka lakukan hanyalah niat untuk sedekah kepada Allah dan tidak ada unsur syirik maupun takhayul. Dengan demikian tidak bertentangan dengan ajaran teologis. Akan tetapi bagi masyarakat abangan masih mengikuti kebiasaan nenek moyang yang berarti terdapat unsur takhayul.

Menurut hasil penelitian Muhammad Wahyu Widagdo ( 2010 ) yang berjudul Mencari Kesejahteraan Melalui Ritual Ruwatan Masal yang digelar di kantor RRI Surabaya, Ruwatan bukan hanya dipercaya oleh masyarakat kuno sebagai ritual mencari kesejahteraan hidup dengan melepaskan diri dari kesialan. Dengan Ruwatan diharapkan dapat terhindar dari malapetaka, bersih jiwa dan raga serta meperoleh kesejahteraan lahir batin. Permasalahan yang muncul sekarang seiring dengan berkembangnya jaman, tradisi ruwatan dimunculkan kembali namun dengan kemasan yang berbeda dari bentuk ontentiknya dengan nama ruwatan masal.


(59)

49

Meninjau dari hasil penelitian diatas sangat berbeda dengan penelitian, letak perbedaannya yaitu dari segi lokasi penelitian dan pemahaman Tradisi Ruwahan di Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo.


(60)

50

BAB III

TRADISI RUWAHAN DALAM MASYARAKAT

A. Deskripsi Tradisi Ruwahan Dalam Masyarakat 1. Gambaran Singkat Mengenai Desa Karangpuri

Desa Karangpuri terdiri tiga dusun yaitu: Desa Karangpuri, Dusun Karangnonko, Dusun Duran. Sedangkan letak kelurahannya Desa Karangpuri, jarak Desa Karangpuri ke Kecamatan 5 kilometer, dan ke kotanya atau Kabupatennya 15 kilometer.

Desa Karangpuri telah mengalami beberapa pergantian Kepala Desa, Kepala Desa yang pertama, Kerto Adipuro memimpin dari Tahun 1977 sampai tahun 1986, kedua, dipimpin oleh Asnan dari tahun 1986 sampai 1990, ketiga, Kastiani dari tahun 1990 sampai 2006, keempat, Agus Sugiono dari Tahun 2007 sampai 2013. Dan yang memimpin sekarang adalah M. Yaib.S,Ag. Untuk mengetahui distribusi pertumbuhan jumlah penduduk di Desa Karangpuri dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini :

Tabel 3.1

Penduduk di setiap Desa Karangpuri pada awal bulan September 2014-Januari 2015

No. Dusun L-P

1 Karangnongko 1805


(61)

51

3 Duran 1646

Jumlah 5589

(Sumber: Data Kependudukan Desa Karangpuri Tahun 2014)

2. Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan

Secara umum bisa mengambarkan penduduk Desa Karangpuri yang baru lahir klasifikasi menjadi 2 macam yaitu berdasarkan jenis kalamen laki-laki dan perempuan. Berdasarkan data dari profil Desa yang ada jumlah penduduk Desa Karangpuri berjumlah 5589 (Lima ribu lima ratus delapan puluh sembilan ), dengan rincian jumlah penduduk jumlah yang tegolong laki-laki 2578 (dua ribu lima ratus tujuh puluh delapan). Sedangkan jumlah yang tergolong perempuan 3011 (tiga ribu sebelas). Untuk mengetahui distribusi jumlah penduduk Laki-laki dan Perempuan dapat dilihat pada tabel 3.2 dibawah ini :

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk L dan P desa Karangpuri awal bulan September 2014

No. Berdasarkan

Jenis Kalamin Jumlah

1 Laki-laki 2578 Orang

2 Perempuan 3011 Orang


(62)

52

(Sumber: Data Kependudukan Desa Karangpuri Tahun 2014)

3. Tingkat Pendidikan di Desa Karangpuri

Dari hasil observasi di lapangan dan pernyataan kepala Desa, tingkat pendidikan mulai SD sampai Strata satu masyarakat Desa SD 40% , SMP 30%, SMA/SMK 25%, Diploma/STRATA 5%. Sebagaimana dijelaskan dalam tabel 3.3 sebagai berikut :

Tabel. 3.3

Tingkat Pendidikan masyarakat Desa Karangpuri awal bulan September 2014-Januari 2015

No Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk

1 Sekolah Dasar (SD) 2.236 orang

2 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1.677 orang

3 Sekolah Menengah Atas/Kejuruan

(SMA/SMK)

1.397 orang

4 Diploma/Strata 279 orang


(63)

53

4. Keagamaan di Desa Karangpuri

Di Desa Karangpuri yang cukup bisa dikatakan dalam pribadatan atau sisi keagamaan mereka sangat agamis, dalam catatan yang diperoleh oleh masyarakat desa rata-rata memeluk agama islam, dan di desa ini melakukan rutinitas keagamaan seperti kumpulan yasinan dan tahlilan, diba’an yang diadakan satu minggu sekali yang ditempatkan di rumah peserta kumpulan, dan pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu yang diadakan satu bulan sekali yang ditempatkan mushollah dan masjid secara bergiliran.33

Bukan suatu hal yang berlebihan apabila seseorang mengatakan bahwa Islamisasi Desa Karangpuri berjalan sukses sehingga berhasil dan kini tak seorang pun penduduk yang beragama non muslim. Namun, sejarah proses Islamisasi ini tidak terdokumentasi dengan rapi. Mitos dan legenda banyak mewarnai kisah-kisah seputar Islamisasi masyarakat di Desa Karangpuri.

Masyarakat Desa Karangpuri termasuk menganut agama yang taat atau kental, yang mana seminggu sekali mengadakan rutinitas ritwal agamis, hal ini dapat dilihat bahwa hampir setiap kampung mempunyai beberapa mushollah dan masjid setiap rumah yang dijadikan sebagai tempat ibadah dan upacara keagamaan seperti bulan maulid dan selamatan (rasulan) dalam setahun satu kali diadakan. Masjid dan mushollah juga berfungsi sebagai tempat pertemuan dan

33


(64)

54

musyawarah dalam membicarakan perbaikan kampung setempat. Penbangunan sarana ibadah ini pada umumnya merupakan hasil swadaya masyarakat, dan upanya sebagian kecil mendapat bantuan dari lembaga pemerintah. Untuk distibusi perkembangan tingkat keagamaan dapat dilihat pada tabel 3.4 dibawah ini :

Tabel 3.4

Prosentase penduduk Desa Karangpuri tingkat keagamaan

No. Tingkat agama Persentase

1 Islam 100%

2 Non islam 0%

Semua Jumlah 100%

(Sumber: Data Kependudukan Desa Karangpuri Tahun 2014)

5. Tingkat Ekonomi Di Desa Karangpuri

Tingkat ekonomi penduduk Desa Karangpuri Mayoritas ssebagai pegawai swasta, pegewainegeri sipil dan sisanya sebagai pekerja serabutan dan petani Padi. Sebagaimana tabel berikut :


(65)

55

Tabel 3.5

Mata Pencaharian masyarakat Desa Karangpuri, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo

No Mata Pencaharian Prosentase

1 Pegawai Swasta 33 %

2 Pegawai Negeri Sipil 17 %

3 Serabutan 18 %

4 Petani 25 %

5 Pengangguran 7 %

(Sumber: Data Kependudukan Desa Karangpuri Tahun 2014)

B. Deskripsi Hasil Penelitian

Sebelum diuraikan tentang Tradisi Ruwahan, berikut peneliti paparkan Nilai Tradisi Ruwahan pada Masyarakat Desa Karangpuri, Dalam bab ini akan diurai hal pokok yang menjadi kajian utama, yaitu: Nilai Tradisi Ruwahan pada Masyarakat Desa Karangpuri merupakan perilaku atau tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati, digambarkan, dan dicatat oleh peneliti pada saat di lapangan maupun sesudah di lapangan. Ada pun hasil temuan penelitian secara deskriptif oleh peneliti dapat di jelaskan pada tabel 3.6 dibawah ini :

Tabel 3.6


(66)

56

Pelaksanaan Tradisi Cara Mempertahankan Tradisi

- Membawa makanan ke areal

makam sesepuh mbah Gareng Sebagai upaya rasa syukur kepada Tuhan.

- Mengumpulkan warga Masyarakat

di sekitar areal makam sesepuh mbah Gareng dengan membentuk solidaritas dan interaksi sosial Antar warga

- Melaksanakan Pagelaran seni wayang

dengan Peran Tokoh “Mahabarata” di

ilustrasikan dengan perjuangan Mbah Gareng.

(Sumber : Observasi Lapangan, 2014)

Terkait dengan temuan deskripsi data lapangan pada tabel 3.11 diatas maka peneliti mencoba menganalisis data pada pelaksanaan dan cara mempertahankan Tradisi Ruwahan di Desa Karangpuri Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. dapat diuraikan dibawah ini :

1. Nilai Religi Tradisi Ruwahan

Pelaksanaan tradisi itu ada-kalanya dikelola lembaga masyarakat, dengan tujuan mendoakan arwah anggota keluarga yang telah meninggal. Tradisi itu berasal dari Ruwah, bulan urutan ke-8, berbarengan dengan

Sya’ban tahun Hijriah. Kata ruwah memiliki akar kata arwah atau roh. Dari arti kata itulah, sebagian masyarakat Jawa menjadikan Ruwah sebagai bulan


(67)

57

untuk mengenang leluhur. Ada pula yang memersepsikan pada bulan Sya’ban

turun ketentuan dari Allah Swt mengenai terpisahnya roh dengan jasad.

Di Desa Karangpuri Ruwahan biasanya diadakan 10 hari sebelum bulan Puasa. Pada tradisi tersebut sejumlah ritus digelar menurut tradisi dan adat di tiap pedukuhan, yang mungkin saja sedikit berbeda. Secara umum acara diawali kenduri, doa bersama, besrik (membersihkan) makam, dan diakhiri nyadran. Ada makna tersirat, yang intinya si penerima pasti ikut mendoakan seperti dihajatkan oleh si pemberi sedekah. Suratan Takdir

Artinya tiap Sya’ban atau Ruwah, kita perlu lebih banyak mengingat Sang Maha Pencipta karena pada bulan itu Dia menurunkan kodrat dan iradat-Nya tentang takdir setahun mendatang.

Harapannya, takdir setahun mendatang yang didapatkan adalah hal-hal yang positif. Ruwahan memiliki rangkaian acara yang hampir sama dengan kenduri arwah atau tahlilan, yaitu dibuka dengan bacaan Surah Yasin, dilanjutkan kalimah thayibah atau tahlil, diakhiri doa untuk leluhur. Sebelumnya, ada tokoh masyarakat menceritakan riwayat para leluhur dusun. Doa didahului shalawat kepada Nabi Muhammad. Selesai berdoa, semua orang yang ada di situ saling tukar menukar bawaannya, dikiaskan berkah untuk dimakan seluruh anggota keluarga. Dari urutannya, kita melihat tradisi tersebut sebagai bukti birrul walidain (taat kepada orang tua).

salah satu bentuk amal jariyah, juga untuk menjalin ukhuwah antarwarga. Sebagaimana ungkapan oleh : Bapak Abu Bakar


(1)

66

Masyarakat Desa Karangpuri masih mempertahankan Tradisi Ruwahan karena Tradisi Ruwahan ternyata masih sangat fungsional dalam kehidupan sosial Masyarakat Desa Karangpuri. Hal ini sejalan dengan Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituennya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi.

Fungsi yang dimiliki oleh Tradisi Ruwahan mencakup fungsi pembawa kemakmuran, fungsi menjaga ikatan kekerabatan, fungsi menjaga ikatan solidaritas dan kerukunan warga, fungsi hiburan, dan fungsi menjaga warisan budaya.

2. Nilai Religi Tradisi Ruwahan

Pelaksanaan tradisi itu ada-kalanya dikelola lembaga masyarakat, dengan tujuan mendoakan arwah anggota keluarga yang telah meninggal. Tradisi itu berasal dari Ruwah, bulan urutan ke-8, berbarengan dengan Sya’ban tahun Hijriah. Kata ruwah memiliki akar kata arwah atau roh. Dari arti kata itulah, sebagian masyarakat Jawa menjadikan Ruwah sebagai bulan untuk mengenang leluhur. Ada pula yang memersepsikan

pada bulan Sya’ban turun ketentuan dari Allah SWT mengenai


(2)

67

Di Desa Karangpuri Ruwahan biasanya diadakan 10 hari sebelum bulan Puasa ini memiliki fungsi Integration (Integrasi) yang mampu mengatur dan menjaga hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya (pelaksanaan dan cara mempertahankan Tradisi). Selain itu, sistem harus dapat mengatur dan mengelola ketiga fungsi (AGI); fungsi integrasi merupakan fungsi sosial. Pada tradisi tersebut sejumlah ritual digelar menurut tradisi dan adat memiliki fungsi Latent Pattern

Maintenance (Pemelihara Pola). Sistem harus mampu berfungsi sebagai

pemelihara pola Tradisi Ruwahan, dan memperbaiki motivasi pola-pola individu dan kultural Masyarakat Desa Karangpuri.


(3)

68

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Diera modern ini, Masyarakat Desa Karangpuri sebagaian kecil masih kurang memperhatikan nilai budaya yang ada, selalu hidup individualis dan tidak ada nilai kebersamaannya. Padahal Tradisi Ruwahan tujuannya sangat baik bagi warga Desa Karangpuri Dengan Menciptakan dan melahirkan rasa solidaritas dan kebersamaan antar sesama warga Masyarakat.

Ada 2 temuan kesimpulan dalam penelitian ini, pertama ; cara pelaksanaan Tradisi Ruwahan antara lain :

1. Warga Masyarakat Desa Karangpuri Semakin Terlihat Guyub (Kegotong royongan) antar sesama. Dan tidak mengenal perbedaan latar belakang ideologi keislaman

2. Menghormati dan mempertahankan warisan budaya Adi Luhung Nenek Moyang Mbah Gareng di Desa Karangpuri.

3. Menciptakan dan melahirkan rasa solidaritas dan kebersamaan antar sesama Warga Masyarakat di simbolkan dengan berbagai bentuk kegiatan seremonial keagamaan.


(4)

69

4. Pasca terlaksananya Tradisi Ruwah Masyarakat menjalin hubungan tali silaturakhim.

5. Menamkan semangat patriotisme perjuangan Mbah Gareng dalam Syiar Agama Islam di Masyarakat Desa Karangpuri.

Kedua; cara mempertahankan Tradisi Ruwahan antara lain :

1. Warga saling memberi dan menerima dalam bentuk

makanan ” Megengan” (Ater-ater) menjadi kebanggaan

di setiap anggota keluarga.

2. Menanamkan filosofi hidup Mbah Gareng kepada Warga Masyarakat melalui (keluarga, pendidikan, pagelaran seni dan interaksi sosial yang tidak terikat) dengan tutur cerita kearifan lokal.

3. Dilakukan dalam satu tahun sekali dalam bulan Ruwah,

4. Meniru keteladanan perilaku Syiar Agama Islam Mbah Gareng.

5. Mengenalkan kearifan lokal di Desa Karangpuri melalui pagelaran seni pewayangan.


(5)

70

B. Saran

1. Tradisi Ruwahan merupakan fungsi sebagai pembawa kemakmuran, menjaga ikatan kekerabatan, menjaga ikatan solidaritas dan kerukunan antar warga Desa Karangpuri. Oleh sebab itu, Tradisi Ruwahan perlu dipertahankan kelestariannya sebagai warisan budaya leluhur Masyarakat Desa Karangpuri.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Brian Morris. Antropologi Agama.Yogyakarta: AK Group, 2003

Bisri Cik Hasan. Model Penelitian Agama Dan Dinamika Sosial Himpunan Rencana

Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002

Bungin, Burhan. Analisis Data penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers, 2012 Conny, Resmiawan. Metode penelitian Kualitatif Jenis Karakteristik dan

Keunggulannya. Jakarta : PT. Grasindo,2002

Djaali, Puji Mujiono. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo, 2007 Hasan, Fuad dan Koentjaraningrat. Beberapa Asas Metodologi Ilmiah. Jakarta: Gramedia, 1994

Kasiram Moh. Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif. Malang: UIN-MALIKI PRESS (Anggota IKAPI), 2010

Lexy.J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (edisi revisi), Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005

Martono Nanang. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern,

Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2012

Mangusuwito. Kamus Saku Bahasa Indonesia. Jakarta: Windyatamma Pressindo, 2013

Mas’oed Mochtar. Ilmu hubungan Internasional. Salatiga: Yayasan Percik, 1990 Noor Juliansyah. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012

Nasution. Metode Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito, 1988

Purwanto. Instrumen Penelitian Sosial Dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka pelajar Offset, 2012

Ritzer George, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Pers, 2010

Soehartono Irwan, Metode Penelitian Sosial. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999)

Suratman dkk. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Malang: Intimedia, 2010

Sztompka Piotr. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Group, 2007 Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2010