ANALISIS KEUNGGULAN KOMPETITIF USAHATANI KEDELAI DI DESA WONOKALANG KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO.

(1)

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPETITIF USAHATANI KEDELAI

DI DESA WONOKALANG KECAMATAN WONOAYU

KABUPATEN SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

AHMAD IRDHONI

NPM : 0624010030

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPETITIF USAHATANI KEDELAI

DI DESA WONOKALANG KECAMATAN WONOAYU

KABUPATEN SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agribisnis

Oleh :

AHMAD IRDHONI

NPM : 0624010030

Kepada

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(3)

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPETITIF USAHATANI KEDELAI DI DESA WONOKALANG KECAMATAN WONOAYU

KABUPATEN SIDOARJO Diajukan Oleh :

AHMAD IRDHONI NPM : 0624010030

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur pada 15 Juni 2010

Telah disetujui oleh :

Pembimbing : 1. Pembimbing Utama

Ir. INDRA TJAHAJA AMIR, MP

Tim Penguji : 1. Ketua

Dr. Ir. SUDIYARTO, MM 2. Pembimbing Pendamping

Dr. Ir. EKO NURHADI, MS

2. Sekretaris

Ir. SRI WIDAYANTI, MP

3. Anggota

Ir. INDRA TJAHAJA AMIR, MP Mengetahui :

Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Ir. RAMDAN HIDAYAT, MSi

Ketua Program Studi Agribisnis


(4)

RINGKASAN

Ahmad irdhoni, NPM : 0624010030 Judul Skripsi : Analisis Keunggulan Kompetitif Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Dosen Pembimbing Utama: Ir. Indra Tjahaja Amir, MP. Dosen Pendamping: Dr.Ir.Eko Nurhadi,MS.

Kedelai di Indonesia merupakan komoditas publik yang memiliki nilai strategis, baik dari segi ekonomi, lingkungan hidup, sosial maupun politik. Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia. Oleh karena itu, upaya untuk berswasembada kedelai tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung agroindustri dan menghemat devisa serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan impor.

Penelitian tentang analisis keunggulan kompetitif usahatani kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo bertujuan : (1) Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap produksi kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. (2) Menganalisis keunggulan kompetitif usahatani kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yang didapat dari wawancara serta pengisian kuisioner langsung oleh responden dan data sekunder yang berasal dari laporan pembukuan petani / kelompok tani serta publikasi dari lembaga-lembaga pemerintahan seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan kantor kepala Desa.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menjawab tujuan pertama yaitu menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap produksi kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo maka digunakan analisis fungsi produksi Cobb – Douglass.

2. Untuk menjawab tujuan kedua yaitu untuk menganalisis keunggulan kompetitif usahatani kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo maka digunakan analisis Privat Cost Ratio (PCR).

Berdasarkan hasil penelitian, faktor produksi yang mempengaruhi produksi kedelai yaitu Luas lahan, Benih, pupuk kimia, pupuk organik, insektisida dan tenaga kerja semuanya berpengaruh positif. Dan Usahatani kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo mempunyai keunggulan kompetitif dengan nilai koefisien 0,584.


(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Alloh SWT, yang mana telah memberikan berkah rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Keunggulan Kompetitif Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo “ Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana bagi mahasiswa Fakultas Pertanian Program Studi Manajemen Agribisnis UPN “Veteran” Jawa Timur.

Dengan telah tersusunnya penelitian ini, penulis menyadari sepenuhnya akan keterlibatan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati maka penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Ir. Indra Tjahaja Amir, MP selaku Dosen Pembimbing Utama dan Bapak Dr. Ir. Eko Nurhadi, MS selaku Dosen Pembimbing Pendamping. Selain itu dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr.Ir.Ramdan Hidayat, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Ir,. Indra Tjahaja Amir, MP selaku Ketua Program Studi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 3. Papi M. Syafi,i yang tercinta, yang selalu memberi doa serta dukungan baik moral

maupun materil.

4. Mami Nur Chanifah (Alm) tercinta, yang selalu memberi dukungan dan doa serta harapan untuk saya jadi lebih baik di masa beliau hidup.


(6)

6. Buat rekan dan teman – teman seperjuangan terima kasih atas semangat dan partisipasinya.

7. Dan semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu – per satu.

Penulis menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki masih terbatas dan sedikit sehingga skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat obyektif dan membangun.

Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surabaya, Juni 2010


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

      1.5. Pembatasan Masalah……… 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 9

2.2. Usahatani Kedelai... 13

2.3. Konsep Daya Saing ... 26

2.3.1. Keunggulan Komparatif ... 26

2.3.2. Keunggulan Kompetitif ... 30

2.4. Fungsi Produksi Cobb - Douglass ... 32

2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian………... 36

2.6. Hipotesis………. 39


(8)

3.1. Penentuan Lokasi Penelitian ... 40

3.2. Penentuan Sampel ... 41

3.3. Pengumpulan Data ... 41

3.4. Metode Analisis ... 42

3.5. Definisi Operasional ... 48

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Wilayah …………...……… 50

4.2. Karakteristik Petani di Desa Wonokalang .………... 53

4.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kedelai di Desa wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo………...……….. 56

4.4. Keunggulan Kompetitif Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo……… 65

4.5. Hubungan Fungsi Cobb – Douglass Dengan Privat Cost Ratio (PCR) Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo………... 72

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……… 74

5.2. Saran ………. 74

DAFTAR PUSTAKA ... 76


(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

Judul

1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai Tahun 2005 - 2009 ... 6

 

2. Data Hipotesis Cost Comparative (Sumber: Ekonomi Internasional

Dr. Hamdy Hady)... 28

 

3. Data Perhitungan Cost Comparative (Labor Efficiency) (Sumber: Ekonomi Internasional Dr. Hamdy Hady)... ... 29

 

4. Stategi Genetik Dari Porter (Sumber: E:/ Porter’s Generic Strategies.htm)... 31 5. Realisasi Luas Tanam dan Panen Palawija Menurut Desa / Kelurahan (Dalam Ha) Kecamatan Wonoayu Tahun 2008... 40 6. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencarian Desa

Wonokalang Tahun 2009……… 51 7. Penggunaan Lahan di Desa Wonokalang Tahun 2009………… 52 8. Karakteristik Umur Responden di Desa Wonokalang

Tahun 2010 ………..….. 53 9. Pengalaman Usahatani Kedelai di DesaWonokalang

Tahun 2010 ……….……… 54 10. Karakteristik Pendidikan Responden di Desa Wonokalang Tahun

2010……… 55 11. Analisis cob – Douglass Usahatani Kedelai Di Desa


(10)

12. Rasio NPM Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang Tahun

2010………..……… 64 13. Harga Privat Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang

Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo……….. 67 14. Budget Privat Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

Judul


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

Judul

1. Kuesioner Petani Kedelai di Desa Wonokalang Tahun 2010...

... 77 2. ... Hasil Analisis Regresi Kedelai Desa Wonokalang Tahun 2010

... 86 3. Penggunaan Input Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang

Tahun 2010 ... 90

 

4. Hasil Perhitungan NPM Usahatani Kedelai di Desa wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten SidoarjoTahun 2010 ... 92

   


(13)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia. Oleh karena itu, upaya untuk berswasembada kedelai tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung agroindustri dan menghemat devisa serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan impor Baharsjah ( 2004 ). Beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan kedelai adalah konsumsi yang terus meningkat mengikuti pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan per kapita, meningkatnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi, dan berkembangnya berbagai industri yang menggunakan bahan baku kedelai., sejak tahun 2000, impor kedelai meningkat secara drastis seiring dengan signifikansinya penurunan produksi pada tahun tersebut. Impor selama periode 2000-2003 meningkat dengan laju 14.03 persen per tahun, disamping itu volume impor yang meningkat ini disebabkan pula oleh rendahnya tingkat efisiensi di dalam negeri, sementara subsidi ekspor di Negara eksportir tetap tinggi (Puslitbang Tanaman Pangan, 2005).

Permintaan kedelai terus meningkat, namun peningkatan kebutuhan tersebut belum diikuti oleh ketersediaan pasokan yang mencukupi. Pertumbuhan produksi lebih lambat dibanding konsumsi sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dilakukan impor. Kesenjangan produksi dan konsumsi ini makin nyata karena kedelai juga merupakan bahan baku industri dan pakan. Goenadi (2008) mengemukakan Departemen Pertanian telah merancang dan melaksanakan


(14)

program peningkatan produksi kedelai menuju swasembada sejak tahun 1996. Namun implementasinya sering tergeser oleh prioritas lain, khususnya beras.

Tingkat kebutuhan kedelai dalam negeri yang mencapai 1,9 juta - 2 juta ton per tahun Seputar Indonesia, 16 januari (2008), maka sekitar 70 % kebutuhan kedelai bergantung pada impor dari luar negeri. Hal ini menyebabkan naiknya harga kedelai dunia yang saat ini mencapai 100 % dari 300 dolar AS per ton meningkat tajam menjadi 600 dolar AS per ton, memberikan dampak yang cukup signifikan bagi harga kedelai nasional Afandi, (2008).

Menurut Sam Hadi, (2008), kacang kedelai merupakan salah satu komoditas pangan strategis yang mengalami fluktuasi harga dalam dua tahun terakhir ini, karena penurunan produksi, gangguan pasokan dan distribusi, lonjakan harga pasar dunia dan faktor lainnya. Kasus yang dialami komoditas kacang kedelai menunjukkan pentingnya ketahanan dan kemantapan pangan serta mengingatkan betapa bahayanya ketergantungan pada bahan pangan impor. Meskipun kacang kedelai bukan bahan pangan pokok namun sudah sangat melekat dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak ratusan tahun. Tahu dan tempe menjadi sumber utama protein nabati dan merupakan menu makanan yang hampir setiap hari hadir diantara salah satu hidangan makanan andalan keluarga.

Pendapat Sri Hartati, (2008), lonjakan harga kacang kedelai impor, membuat para pengrajin tahu dan tempe terancam kematian usahanya dan termasuk yang berada didalam mata rantai perdagangan tahu dan tempe, pedagang makanan, konsumen yang berada di lapisan masyarakat bawah yang memiliki daya beli terbatas. Arifin, (2008), memperkirakan krisis atau gejolak harga


(15)

berbagai komoditas pangan masih akan berlanjut, target swasembada kacang kedelai yang di tetapkan pada tahun 2015, tidak akan tercapai jika melihat implementasi di lapangan saat ini, masih jauh dari harapan.

Harga kedelai impor yang lebih murah dibanding kedelai dalam negeri menyebabkan upaya peningkatan produksi kedelai agak terabaikan. Kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi melalui impor yang volumenya terus meningkat. Padahal ketergantungan yang makin besar pada impor dapat menjadi musibah terutama jika harga pangan dunia sangat mahal akibat stok menurun (Baharsjah 2004). Persoalannya, petani selalu kalah karena pasar internasional tidak adil. Pakpahan (2003) menyatakan promosi impor bertentangan dengan jaminan keberlanjutan kehidupan bangsa dan negara karena akan mematikan kehidupan petani serta kehidupan bangsa dan negara.

Kedelai memiliki potensi pasar yang luas di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan dan pakan. Namun, potensi pasar yang besar dan terus berkembang tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal melalui pengembangan produksi dalam negeri. Pengembangan kedelai menghadapi persoalan teknis, sosial, dan ekonomi. Jika kondisi sosial ekonomi kondusif maka secara teknis pengembangan kedelai memiliki potensi dan peluang yang memadai Sudaryanto et al. ( 2004).

Untuk mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi, selain memberikan insentif jaminan harga dasar juga perlu didukung oleh penyuluhan, penciptaan teknologi, dan pengembangan infrastruktur (fisik dan kelembagaan) Baharsjah (2004). Tohir (2008) dalam Soim (2008) menyatakan, meskipun lahan


(16)

tersedia dan pemerintah menyediakan modal, petani kurang tertarik menanam kedelai jika harga tidak menguntungkan petani. Dengan jaminan harga yang layak, petani dapat melakukan analisis usaha taninya.

Dalam upaya meningkatkan produksi kedelai nasional, pemerintah telah menggulirkan Program Bangkit Kedelai. Program ini akan berhasil bila tujuan yang bersifat makro (peningkatan produksi) sejalan dengan tujuan petani dalam berusahatani, yaitu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Dengan kata lain, tujuan yang bersifat makro harus sejalan dengan harapan petani dalam berusaha tani. Dalam hal ini, keserasian langkah-langkah penyelenggaraannya (kebijakan, penggerakan, pembinaan, pelayanan, dan pengendalian) yang memungkinkan kedua tujuan tersebut tercapai secara simultan diperlukan untuk mewujudkan partisipasi petani dalam menanam kedelai.

Kondisi yang sangat mempengaruhi keputusan petani berpartisipasi dalam peningkatan produksi kedelai adalah iklim ekonomi yang menguntungkan dan juga secara sosial dapat diterima. Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan dalam sesuatu yang ditawarkan. Tindakan petani untuk berpartisipasi tidak lepas dari kemampuan diri serta perhitungan untung rugi. Dalam keadaan sewajarnya, petani tidak akan melakukan hal-hal di luar kemampuannya atau yang merugikan dirinya. Kemampuan petani berkaitan dengan situasi lingkungan serta keadaan yang melekat pada dirinya Warsito (2007).

Sampai saat ini, baik secara psikologis maupun politis, kebijakan pangan di Indonesia masih merupakan issue yang sangat penting yang akan berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan Amang et al.(2005). Kecukupan pangan salah


(17)

satunya kedelai dengan harga terjangkau telah menjadi tujuan utama kebijakan pembangunan pertanian, guna menghindari kelaparan serta gejolak ekonomi dan politik Sudaryanto et al. (1999).

1.2. Perumusan Masalah

Menurut Tahlim et al. (2003) pengembangan produksi kedelai dalam negeri masih menghadapi beberapa permasalahan, antara lain; (1) Usaha perluasan areal pada lahan bukaan baru pada umumnya menghadapi kendala kemasaman tanah yang tinggi; (2) Lahan bukaan baru berkontur bergelombang/berbukit sehingga rentan terhadap erosi; (3) Terbatasnya ketersediaan benih unggul bermutu baik dari segi jumlah maupun kualitas saat diperlukan; (4) Terbatasnya ketersediaan teknologi yang yang bersifat spesifik lokasi; (5) Rendahnya adopsi teknologi di tingkat petani; dan (6) Rendahnya tingkat harga yang diterima petani yang direfleksikan makin menurunnya nilai tukar petani.

Menurut Rondof and Lancon (2006) hasil per ha kedelai tidak terdistribusi secara homogen di Indonesia. Hal ini ditentukan oleh faktor biofisik dan sosial ekonomi. Selanjutnya berdasarkan proyeksi penawaran dan permintaan komoditas pertanian yang dilaksanakan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian (2000) dikemukakan bahwa rendahnya poduktivitas aktual yang dicapai diduga disebabkan oleh; (1) Tidak adanya kepastian harga komoditas pangan terutama kedelai di tingkat petani; dan (2) Penghapusan subsidi sarana produksi yang menyebabkan meningkatnya biaya produksi, sehingga sebagian petani tidak mampu menerapkan teknologi usahatani secara baik dan benar.


(18)

Tabel 1.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kedelai Tahun 2005 - 2009 Tahun Luas Panen Produksi Produktivitas

(000 ha) (000 Ton) (Kuintal / ha)

2005 621,5 808,4 13,01

2006 580,5 747,6 12,88

2007 459,1 592,5 12,91

2008 591,0 775,7 13,13

2009 701,4 924,5 13,18

Sumber : Statistik Indonesia 2009

Dari tabel diatas dari tahun 2005 sampai 2009 produksi kedelai stabil dan produktivitas juga tidak menunjukkan tidak mengalami penurunan yang drastis, walau demikian kebutuhan kedelai dalam negeri masih belum bisa terpenuhi dan masih tergantung pada Negara lain yaitu impor. Tingkat kebutuhan kedelai dalam negeri yang mencapai 1,9 juta - 2 juta ton per tahun Seputar Indonesia, 16 januari ( 2008 ), maka sekitar 70 % kebutuhan kedelai bergantung pada impor dari luar negeri. Pada hal budidaya tanaman kedelai sangat menjanjikan mengingat kebutuhan kedelai dari tahun ke tahun meningkat, dan industri rumah tangga seperti pabrik kecap, pabrik tahu dan tempe tumbuh sangat subur.

Sehubungan dengan uraian latar belakang dan penjelasan di atas, maka terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani kedelai?

2. Apakah usahatani kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo mempunyai keunggulan kompetitif?


(19)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan penjelasan di atas, maka tujuan penelitian tersebut adalah:

1. Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap produksi usahatani kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.

2. Menganalisis keunggulan kompetitif usahatani kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan oleh penelitian ini adalah:

1. Sebagai informasi bagi peneliti untuk dapat mengetahui keunggulan kompetitif usahatani kedelai.

2. Sebagai informasi dan pengetahuan peneliti untuk dapat mengetahui keunggulan kompetitif usahatani kedelai.

3. Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan produksi masa mendatang serta mengetahui keunggulan kompetititf kedelai di perdagangan bebas. 4. Sebagai pembanding dan sumbang pikiran agar penelitian dapat bermanfaat

bagi petani atau konsumen kedelai. 1.5. Pembatasan Masalah

1. Usahatani kedelai yang di teliti hanya di desa wonokalang kecamatan wonoayu kabupaten sidoarjo.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian ini sedikit banyak didasari oleh beberapa penelitian terdahulu. Penelitian yang mendukung terhadap daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditi pertanian, antara lain adalah:

Menurut Saptana, et al., 2009, dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing Komoditi Tembakau Rakyat di Klaten Jawa Tengah”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Usahatani komoditi tembakau asepan dan tembakau rajangan menunjukkan bahwa komoditi tembakau memiliki keunggulan komparatif yang ditunjukkan oleh nilai DRCR = 0,42 untuk usahatani tembakau asepan pada desa contoh irigasi teknis; untuk usahatani tembakau yang sama pada desa contoh irigasi setengah teknis diperoleh koefisien DRCR = 0,45; dan untuk usahatani tembakau rajangan pada desa contoh irigasi sederhana diperoleh nilai DRCR = 0,65; (2) Hasil analisis untuk komoditi tembakau asepan di desa contoh irigasi teknis dan semi teknis masing-masing diperoleh nilai PCR 0,62 dan 0,67, sedangkan untuk tembakau rajangan di desa contoh irigasi sederhana diperoleh nilai PCR sebesar 0,55. Hal tersebut menunjukkan bahwa komoditi tembakau mempunyai keunggulan kompetitif; (3) Kebijakan insentif dan struktur proteksi diukur melalui transfer output, transfer input, transfer faktor dan transfer bersih. (a) Proteksi input menunjukkan nilai NPCI > 1 yaitu 1,00-1,06 untuk Urea; 1,02-1,03 untuk TSP; 1,16 untuk KCL, serta 1,01-1,10 untuk ZA. Hal ini memberikan gambaran bahwa petani mengalami disinsentif dalam mengusahakan usahatani tembakau yang ditunjukkan oleh nilai koefisien yang berkisar antara 1,05-1,07; (b)


(21)

Proteksi output menunjukkan nilai NPCO untuk tembakau asepan adalah 0,74. Sementara untuk tembakau rajangan diperoleh nilai NPCO sebesar 1,17; (c) Proteksi efektif menunjukkan nilai EPC < 1 hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya perlidungan atau proteksi pemerintah terhadap produsen atau petani tembakau Besarnya nilai PC di lokasi penelitian diperoleh positif < 1. Artinya petani dirugikan karena petani memperoleh keuntungan jauh lebih rendah dari seharusnya; Dan Subsidy Ratio to Producer (SRP). Untuk komoditi tembakau asepan diperoleh nilai koefisien SRP negatif, yaitu -0,28, sedangkan untuk tembakau rajangan bernilai positif, yaitu 0,15. Artinya secara umum kebijaksanaan pemerintah atau distorsi pasar yang ada memberikan dampak yang merugikan bagi petani tembakau asepan dan menguntungkan bagi tembakau rajangan.

Menurut Arga Tunggul, 2008, dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Sistem Usahatani Kedelai di Jawa Timur Kabupaten tuban”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) sistem usahatani kedelai di Kabupaten nganjuk tahun 2007 menguntungkan (BC rasio = 0,71) dan memiliki keunggulan kompetitif (PCR = 0,4491) tapi tidak memiliki keunggulan komparatif (DRCR = 1,4768); (2) Kebijakan pemerintah yang diberlakukan terhadap sistem usahatani kedelai di Kabupaten nganjuk tahun 2007 bersifat protektif terhadap output (NPCO = 0,9653) dan menunjukkan adanya subsidi terhadap input tradable (NPCI = 0,8351), hal itu menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah bersifat protektif terhadap output dan input (EPC = 0,9892), kebijakan pemerintah juga memberikan insentif terhadap produsen (PC = 1,1430).


(22)

Menurut Muhammad Firdaus, 2007, dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing Kedelai di Jawa Timur”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Persamaan garis regresi linier luas panen adalah Y’ = 309.362,27 – 20.596,26X. Dari persamaan ini diketahui luas panen kedelai di Jawa Timur setiap tahunnya mengalami penurunan sebesar 20.596,26 ha; Persamaan garis regresi linier produksi adalah Y’ = 43.920.269,49 – 21.759,95X. dari persamaan ini diketahui bahwa produksi kedelai di Jawa Timur setiap tahunnya mengalami penurunan sebesar 21.759,95 ton; Persamaan garis regresi linier produktivitas adalah Y’ = 1,23 + 0,0123X. Persamaan tersebut memberikan informasi bahwa perkembangan produktivitas kedelai di Jawa Timur mengalami peningkatan sebesar 0,0123 ton/ha setiap tahunnya; (2) Keunggulan komparatif kedelai di Jember ditunjukkan dengan nilai DRC sebesar 0,9477, hal ini menunjukkan bahwa usahatani kedelai di Jember secara ekonomi masih efisien dalam menggunakan sumberdaya domestik, sedangkan untuk usahatani kedelai di Banyuwangi diperoleh nilai DRC 1,3731, hal ini menunjukkan bahwa usahatani kedelai di Banyuwangi tidak efisien dalam menggunakan sumberdaya domestik. Keunggulan kompetitif diketahui melalui nilai PCR yang menunjukkan bahwa usahatani kedelai di Jember dan Banyuwangi sama-sama memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai 0,8733 untuk Jember dan 0,9621 untuk Banyuwangi; (3) Dampak kebijakan pemerintah (i) Dampak kebijakan pemerintah terhadap output. Nilai NPCO untuk usahatani Jember adalah sebesar 1,1405 artinya petani memperoleh harga 14,05% lebih mahal daripada harga internasional. Sedangkan untuk usahatani Banyuwangi nilai NPCO sebesar 1,3070 artinya petani kedelai memperoleh harga 30,30% lebih mahal daripada harga


(23)

internasional. Sehingga dapat dikatakan terdapat kebijakan pemerintah yang memproteksi output usahatani kedelai di Jember dan Banyuwangi; (ii) Dampak kebijakan pemerintah terhadap input. Nilai NPCI usahatani kedelai di Jember sebesar 0,8453, yang berarti bahwa petani membeli input tradable dengan harga 15,47% lebih murah daripada harga input sosialnya. Sedangkan usahatani kedelai di Banyuwangi memiliki nilai NPCI sebesar 0,8358yang artinya petani membeli input tradable dengan harga 16,42% lebih murah daripada harga input sosialnya; (iii) Dampak kebijakan pemerintah terhadap input-output. (a) EPC digunakan untuk mengetahui dampak dari keseluruhan kebijakan pemerintah dan mekanisme pasar input output. Nilai EPC di Jember adalah sebesar 1,1986 yang berarti pemerintah memberikan insentif secara efektif kepada petani, sedangkan di Banyuwangi nilai EPC adalah sebesar 1,5475 yang artinya pemerintah memberikan insentif secara efektif kepada petani dengan nilai tambah yang dinikmati petani sebesar 54,75% lebih tinggi dari nilai tambah sosialnya. (b) NPT merupakan nilai yang menggambarkan bertambah atau berkurangnya surplus produsen yang diakibatkan oleh kebijakan pemerintah. Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani kedelai di Jember dan Banyuwangi mendapatkan dampak positif dari kebijakan pemerintah dengan nilai NPT sebesar Rp 360.705,88 di Jember dan Rp 1.128.853,61 di Banyuwangi. (c) Nilai PC digunakan untuk mengetahui besarnya perbedaan tingkat keuntungan privat dan keuntungan sosial. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa nilai PC untuk usahatani kedelai di Jember dan Banyuwangi memiliki keuntungan privat yang lebih tinggi daripada keuntungan sosialnya. (d) SRP digunakan untuk mengukur seluruh efek transfer. Hasil penelitian menunjukkan


(24)

bahwa terdapat proteksi positif dari pemerintah terhadap usahatani kedelai di Jember dan Banyuwangi, hal ini dibuktikan dengan nilai SRP yang positif yaitu 0,0831 di Jember dan 0,2858 di Banyuwangi.

Berbeda dengan penelitian terdahulu yang telah disajikan di atas, penelitian kali ini untuk mengetahui daya saing kedelai baik secara kuantitas maupun kualitas, serta untuk mengetahui cara berusahatani kedelai dan keunggulan – keunggulan yang dimiliki petani.

2.2. Usahatani Kedelai

Usahatani menurut Kadarsan adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan memproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian. Sedangkan menurut Mosher, usahatani adalah suatu tempat atau sebagian dari permukaan bumi dimana pertanian diselenggarakan seorang petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat pada tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan sebagainya (Agustina Shinta, 2009). Maka dapat disimpulkan usahatani kedelai adalah kegiatan di sebagian permukaan bumi yang dilakukan oleh petani untuk berusaha mengelola unsur-unsur produksi dengan tujuan memproduksi kedelai.

Kedelai yang dibudidayakan bertujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih besar. Untuk mendapatkan hasil yang besar itu perlu adanya beberapa jenis


(25)

kegiatan yang menunjang. Ada beberapa tahapan yang dilakukan para petani dalam melakukan budidaya kedelai diantaranya yaitu: pemilihan varietas, persemaian atau pembenihan, pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan panen.

2.2.1. Pemilihan Varietas

Tujuan pembentukan varietas unggul kedelai ini yaitu untuk meningkatkan produktivitas kedelai yang tidak dapat dipecahkan melalui pendekatan agronomi. Ada beberapa aspek yang dapat dicapai melalui pembentukan varietas unggul ini, antara lain sebagai berikut :

1. Meningkatkan potensi daya hasil biji 2. Memperpendek umur masak atau panen

3. Memperbaiki sifat ketahanan terhadap serangan penyakit utama kedelai, yaitu karat daun dan virus

4. Menambah sifat ketahanan terhadap hama utama, yaitu lalat kacang (Agromyza), ulat pemakan daun (Lamprosema litura), wereng kedelai (Phaedonia inclusa), pengisap polong (Riptortus linearis), penggerek polong (Etiella zinckenella), serta pengisap dan penggerek polong (Nezara viridula). 5. Toleransi terhadap abiotik, meliputi tanah masam, kahat unsure hara, tanah

basa, tanah jenuh air, dan pengaruh naungan.

6. Peningkatan mutu biji, khususnya kandungan protein, lemak, dan unsur kimia lainnya.

Pendukung utama dalam pengembangan kedelai melalui perakitan paket teknologi produksi kedelai yaitu varietas unggul. Selama kurun waktu sejak tahun


(26)

1918 – 2004 telah berhasil dilepas sebanyak 60 varietas kedelai. Upaya-upaya pengembangan varietas unggul tanaman kedelai sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1916 dengan cara memasukkan varietas dari luar negeri, antara lain Cina, Taiwan,Manchuria, dan Amerika Serikat, namun demikian kegiatan hibridisasi atau persilangan-persilangan baru dimulai pada tahun 1930. Beberapa varietas yang berasal dari introduksi yaitu Otan, No. 27 (1918), dan No. 29 (1924) yang berasal dari Taiwan. Umumnya varietas ini berumur panjang, sekitar 100-110 hari, dan berbiji kecil (7 – 8 g/100 biji). Sementara beberapa varietas hasil persilangan antara lain Ringgit (1925), Sumbing (1937), Merapi (1938) dan Shakti serta Davros (1965). Pada tahun 1974 dilepas varietas baru dengan nama Orba, kemudian diikuti oleh varietas Galunggung (1981), Lokon (1982), dan Wilis (1983). Dari keempat varietas tersebut, potensi daya hasilnya mencapai rata-rata 1,50 ton/ha dengan kisaran kadar protein 30,5 – 44,4%, kadar minyak 15,8 – 19,9%, serta umur panen 81 hari. Dilihat dari data statistik yang ada, ternyata produksi kedelai selama periode tahun 1974 -1983 hanya mencapai rata-rata 0,83 ton/ha atau baru mencapai sekitar 61% dari potensi varietas kedelai yang telah dianjurkan.

Selama periode tahun 1984 – 1993, proses pembentukan varietas kedelai unggul baru menunjukkan jumlah yang cukup banyak, sebanyak 21 varietas kedelai unggul baru. Rata-rata produktivitas varietas tersebut lebih tinggi dibandingkan varietas Orba (1974), Galunggung (1981), Guntur (1982), Lokon (1982), dan Wilis (1983), yaitu 2,04 ton/ha. Disamping itu, kadar protein dan minyak juga mengalami sedikit kenaikan, yaitu dari 36,6% menjadi 37,3%. Kadar


(27)

protein tertinggi dicapai varietas Merbabu, yaitu 45%, sedangkan kadar minyak terendah pada varietas Tengger, yaitu 12,8%. Umur panen yang paling pendek yaitu varietas Malabar (70 hari), sedangkan umur panen paling lama yaitu varietas

Dempo (92 hari). Potensi daya hasil tertinggidicapai oleh varietas Jayawijaya, sebanyak 2,50 ton/ha, diikuti oleh vareitas Dieng (2,30ton/ha). Selama periode 10 tahun terakhir, dari tahun 1995 - 2004, terjadi lonjakan pelepasan varietas unggul baru, sebanyak 25 varietas Pada periode ini tidak terjadi perubahan umur panen, sekitar 85 – 86 hari. Akan tetapi, potensi hasilnya cukup menonjol, yaitu lebih dari 2,0 ton/ha dan tertinggi dicapai varietas Baluran (3,50 ton/ha). Ada perkembangan yang menarik dari proses pembentukan varietas unggul baru ini, yaitu toleransi terhadap kondisi lahan masam dan serangga penggerek polong.

2.2.2. Pembenihan

Kualitas benih sangat menentukan keberhasilan usaha tani kedelai. Pada penanaman kedelai, biji atau benih ditanam secara langsung, sehingga apabila kemampuan tumbuhnya rendah, jumlah populasi per satuan luas akan berkurang. Di samping itu, kedelai tidak dapat membentuk anakan sehingga apabila benih tidak tumbuh, tidak dapat ditutup oleh tanaman yang ada. Oleh karena itu, agar dapat memberikan hasil yang memuaskan, harus dipilih varietas kedelai yang sesuai dengan kebutuhan, mampu beradaptasi dengan kondisi lapang, dan memenuhi standar mutu benih yang baik. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan


(28)

dalam pemilihan varietas yaitu umur panen, ukuran dan warna biji, serta tingkat adaptasi terhadap lingkungan tumbuh yang tinggi.

a. Umur panen

Varietas yang akan ditanam harus mempunyai umur panen yang cocok dalam pola tanam pada agroekosistem yang ada. Hal ini menjadi penting untuk menghindari terjadinya pergeseran waktu tanam setelah kedelai dipanen.

b. Ukuran dan warna biji

Ukuran dan warna biji varietas yang ditanam harus sesuai dengan permintaan pasar di daerah sekitar sehingga setelah panen tidak sulit dalam menjual hasilnya.

c. Bersifat aditif

Untuk daerah sentra pertanaman tertentu, misalnya di tanah masam, hendaknya memilih varietas kedelai unggul yang mempunyai tingkat adaptasi tinggi terhadap tanah masam sehingga akan diperoleh hasil optimal, contohnya varietas Tanggamus.

Demikian pula bila kedelai ditanam di daerah banyak terdapat hama ulat grayak maka pemilihan varietas tahan ulat grayak amat menguntungkan, contohnya varietas Ijen. Selain itu, varietas yang ditanam tersebut harus sudah bersifat aditif dengan kondisi lahan yang akan ditanami sehingga tidak mengalami hambatan dalam pertumbuhannya.

2.2.3. Pengolahan Lahan

Tanaman kedelai biasanya ditanam pada tanah kering (tegalan) atau tanah persawahan. Pengolahan tanah bagi pertanaman kedelai di lahan kering sebaiknya


(29)

dilakukan pada akhir musim kemarau, sedangkan pada lahan sawah, umumnya dilakukan pada musim kemarau. Persiapan lahan penanaman kedelai di areal persawahan dapat dilakukan secara sederhana. Mula-mula jerami padi yang tersisa dibersihkan, kemudian dikumpulkan, dan dibiarkan mengering. Selanjutnya, dibuat petak-petak penanaman dengan lebar 3 m - 10 m, yang panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan. Diantara petak penanaman dibuat saluran drainase selebar 25 cm - 30 cm, dengan kedalaman 30 cm. Setelah didiamkan selama 7-10 hari, tanah siap ditanami.

Jika areal penanaman kedelai yang digunakan berupa lahan kering atau tegalan, sebaiknya dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Tanah dicangkul atau dibajak sedalam 15 cm – 20 cm. Di sekeliling lahan dibuat parit selebar 40 cm dengan kedalaman 30 cm. Selanjutnya, dibuat petakan-petakan dengan panjang antara 10 cm – 15 cm, lebar antara 3 cm – 10 cm, dan tinggi 20 cm – 30 cm. Antara petakan yang satu dengan yang lain (kanan dan kiri) dibuat parit selebar dan sedalam 25 cm. Antara petakan satu dengan petakan di belakangnya dibuat parit selebar 30 cm dengan kedalaman 25 cm. Selanjutnya, lahan siap ditanami benih.

Apabila lahan yang digunakan termasuk tanah asam (memiliki pH < 5,0), bersamaan dengan pengolahan tanah dilakukan pengapuran. Dosis pengapuran disesuaikan dengan pH lahan. Lahan sawah supra insus dianjurkan diberi kapur sebanyak 300 kg/ha. Kapur disebarkan merata, kemudian tanah dibalik sedalam 20 cm – 30 cm dan disiram hingga cukup basah.


(30)

Sebelum dilakukan kegiatan penanaman, terlebih dulu diberi pupuk dasar. Pupuk yang digunakan berupa TSP sebanyak 75 kg – 200 kg/ha, KCl 50 kg – 100 kg/ha, dan Urea 50 kg/ha. Dosis pupuk dapat pula disesuaikan dengan anjuran petugas Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian (WKPP) setempat. Pupuk disebar secara merata di lahan, atau dimasukkan ke dalam lubang di sisi kanan dan kiri lubang tanam sedalam 5 cm.

Untuk jenis kedelai manis (edamame), jarak tanam 40 cm x 40 cm. Tanaman kedelai edamame dan koratame diberi pupuk dasar berupa Urea sebanyak 600 kg – 800 kg, TSP 600 kg – 800 kg, dan KCl 400 kg per hektar. Pupuk disebar merata pada lahan tanam. Untuk menghindari hama lalat bibit, sebaiknya pada saat penanaman benih diberikan pula Furadan, Curater, atau Indofuran ke dalam lubang tanam.

2.2.4. Penanaman

Cara tanam yang terbaik untuk memperoleh produktivitas tinggi yaitu dengan membuat lubang tanam memakai tugal dengan kedalaman antara 1,5 – 2 cm. Setiap lubang tanam diisi sebanyak 3 – 4 biji dan diupayakan 2 biji yang bisa tumbuh. Observasi di lapangan dijumpai bahwa setiap lubang tanam diisi 5 biji, bahkan ada yang sampai 7 – 9 biji sehingga terjadi pemborosan benih yang cukup banyak. Di sisi lain, pertumbuhan tanaman mengalami etiolisasisehingga dapat mengakibatkan tanaman menjadi mudah roboh. Kebutuhan benih yang optimal dengan daya tumbuh lebih dari 90% yaitu 50 – 60 kg/ha. Penanaman ini dilakukan dengan jarak tanam 40 cm x 10 – 15 cm. Pada lahan subur, jarak dalam barisan


(31)

dapat diperjarang menjadi 15 – 20 cm. Populasi tanaman yang optimal berkisar 400.000 – 500.000 tanaman per hektar.

Penempatan arah tanam di daerah tropik tidak menunjukkan perbedaan antara ditanam arah timur-barat dengan utara-selatan. Hal yang terpenting yaitu arah tanam harus sejajar dengan arah saluran irigasi atau pematusan sehingga air tidak menggenang dalam petakan.

2.2.5. Penyulaman, Penyiangan dan Pemupukan

Untuk mengurangi penguapan tanah pada lahan, dapat digunakan mulsa berupa jerami kering. Mulsa ditebarkan di antara barisan tempat penanaman benih dengan ketebalan antara 3 cm – 5 cm. Satu minggu setelah penanaman, dilakukan kegiatan penyulaman. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih kedelai yang mati atau tidak tumbuh. Keterlambatan penyulaman akan mengakibatkan tingkat pertumbuhan tanaman yang jauh berbeda. Tanaman kedelai sangat memerlukan air saat perkecambahan (0 – 5 hari setelah tanam), stadium awal vegetatif (15 – 20 hari), masa pembungaan dan pembentukan biji (35 – 65 hari). Pengairan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Pengairan dilakukan dengan menggenangi saluran drainase selama 15 – 30 menit. Kelebihan air dibuang melalui saluran pembuangan. Jangan sampai terjadi tanah terlalu becek atau bahkan kekeringan.

Pada saat tanaman berumur 20 – 30 hari setelah tanam, dilakukan kegiatan penyiangan. Penyiangan pertama dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemupukan susulan. Penyiangan kedua dilakukan setelah tanaman kedelai selesai berbunga. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh


(32)

menggunakan tangan atau kored. Selain itu, dilakukan pula penggemburan tanah. Penggemburan dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak perakaran tanaman.

Pemberian pupuk susulan dilakukan saat tanaman berumur 20 – 30 hari setelah tanam. Pemberian pupuk susulan hanya dilakukan pada tanah yang kurang subur saja. Pupuk yang digunakan berupa Urea sebanyak 50 kg/ha. Pupuk diberikan dalam larikan di antara barisan tanaman kedelai, selanjutnya ditutup dengan tanah. Bagi kedelai Jepang, pupuk susulan yang digunakan adalah Urea, TSP, dan KCl masingmasing sebanyak 200 kg/ha. Untuk meningkatkan hasil produksi kedelai, dapat digunakan pula ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) dan PPC (Pupuk Pelengkap Cair). Dosis yang digunakan disesuaikan dengan dosis anjuran. 2.2.6. Perlindungan Tanaman

Pertumbuhan tanaman kedelai yang optimal tidak akan mempunyai produktivitas yang baik bila hama dan penyakit tidak dikendalikan dengan baik. Oleh karena itu perlindungan tanaman sangat diperlukan dengan cara disemprot dengan spayer.

2.2.7. Panen dan Pascapanen

Salah satu faktor penting yang dapat menentukan produktivitas kedelai yaitu penanganan panen dan pascapanen. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain saat dan umur panen, penjemuran, pembijian, pembersihan biji, dan penyimpanan.

a. Panen


(33)

Panen kedelai dilakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning, tetapi bukan karena serangan hama atau penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retakretak, atau polong sudah kelihatan tua, batang berwarna kuning agak coklat dan gundul. Panen yang terlambat akan merugikan, karena banyak buah yang sudah tua dan kering, sehingga kulit polong retak-retak atau pecah dan biji lepas berhamburan. Disamping itu, buah akan gugur akibat tangkai buah mengering dan lepas dari cabangnya.

Perlu diperhatikan umur kedelai yang akan dipanen yaitu sekitar 75- 110 hari, tergantung pada varietas dan ketinggian tempat. Perlu diperhatikan, kedelai yang akan digunakan sebagai bahan konsumsi dipetik pada usia 75-100 hari, sedangkan untuk dijadikan benih dipetik pada umur 100-110 hari, agar kemasakan biji betul-betul sempurna dan merata.

2. Cara Panen

Pemungutan hasil kedelai dilakukan pada saat tidak hujan, agar hasilnya segera dapat dijemur.

a) Pemungutan dengan cara mencabut

Sebelum tanaman dicabut, keadaan tanah perlu diperhatikan terlebih dulu. Pada tanah ringan dan berpasir, proses pencabutan akan lebih mudah. Cara pencabutan yang benar ialah dengan memegang batang poko, tangan dalam posisi tepat di bawah ranting dan cabang yang berbuah. Pencabutan harus dilakukan dengan hati-hati sebab kedelai yang sudah tua mudah sekali rontok bila tersentuh tangan.


(34)

b) Pemungutan dengan cara memotong

Alat yang biasanya digunakan untuk memotong adalah sabit yang cukup tajam, sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan goncangan. Di samping itu dengan alat pemotong yang tajam, pekerjaan bisa dilakukan dengan cepat dan jumlah buah yang rontok akibat goncangan bisa ditekan. Pemungutan dengan cara memotong bisa meningkatkan kesuburan tanah, karena akar dengan bintil-bintilnya yang menyimpan banyak senyawa nitrat tidak ikut tercabut, tapi tertinggal di dalam tanah. Pada tanah yang keras, pemungutan dengan cara mencabut sukar dilakukan, maka dengan memotong akan lebih cepat.

3. Periode Panen

Mengingat kemasakan buah tidak serempak, dan untuk menjaga agar buah yang belum masak benar tidak ikut dipetik, pemetikan sebaiknya dilakukan secara bertahap, beberapa kali.

4. Prakiraan Produksi

Produksi kedelai yang dihasilkan para petani Indonesia rata-rata 600- 700 kg/ha.

b. Pasca panen

1. Pengumpulan dan Pengeringan

Setelah pemungutan selesai, seluruh hasil panen hendaknya segera dijemur. Kedelai dikumpulkan kemudian dijemur di atas tikar, anyaman bambu, atau di lantai semen selama 3 hari. Sesudah kering sempurna dan merata, polong kedelai akan mudah pecah sehingga bijinya mudah dikeluarkan. Agar kedelai kering sempurna, pada saat penjemuran hendaknya dilakukan pembalikan


(35)

berulang kali. Pembalikan juga menguntungkan karena dengan pembalikan banyak polong pecah dan banyak biji lepas dari polongnya. Sedangkan biji-biji masih terbungkus polong dengan mudah bisa dikeluarkan dari polong, asalkan polong sudah cukup kering.

Biji kedelai yang akan digunakan sebagai benih, dijemur secara terpisah. Biji tersebut sebenarnya telah dipilih dari tanaman-tanaman yang sehat dan dipanen tersendiri, kemudian dijemur sampai betul-betul kering dengan kadar air 10-15 %. Penjemuran benih sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dari pukul 10.00 hingga 12.00 siang.

2. Penyortiran dan Penggolongan

Terdapat beberapa cara untuk memisahkan biji dari kulit polongan. Diantaranya dengan cara memukul-mukul tumpukan brangkasan kedelai secara langsung dengan kayu atau brangkasan kedelai sebelum dipukulpukul dimasukkan ke dalam karung, atau dirontokkan dengan alat pemotong padi. Setelah biji terpisah, brangkasan disingkirkan. Biji yang terpisah kemudian ditampi agar terpisah dari kotoran-kotoran lainnya. Biji yang luka dan keriput dipisahkan. Biji yang bersih ini selanjutnya dijemur kembali sampai kadar airnya 9-11 %. Biji yang sudah kering lalu dimasukkan ke dalam karung dan dipasarkan atau disimpan. Sebagai perkiraan dari batang dan daun basah hasil panen akan diperoleh biji kedelai sekitar 18,2 %.

3. Penyimpanan dan pengemasan

Sebagai tanaman pangan, kedelai dapat disimpan dalam jangka waktu cukup lama. Caranya kedelai disimpan di tempat kering dalam karung.


(36)

Karung-karung kedelai ini ditumpuk pada tempat yang diberi alas kayu agar tidak langsung menyentuh tanah atau lantai. Apabila kedelai disimpan dalam waktu lama, maka setiap 2-3 bulan sekali harus dijemur lagi sampai kadar airnya sekitar 9-11 %.

2.3. Konsep Daya Saing

Daya saing suatu bangsa bukanlah suatu proses yang terbentuk dalam jangka waktu pendek. Karenanya daya saing dapat dikatakan sebagai produk budaya yang berkembang dari waktu ke waktu secara dinamis.

Definisi daya saing (competitiveness) oleh Alfred Pakasi (2008) adalah the set of institutions, policies and factors that determine the level of productivity of a country/region atau kumpulan dari kelembagaan, kebijakan dan faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas suatu negara atau daerah. Definisi lain disebutkan adalah keunggulan yang tercipta dari perjalanan suatu bangsa yang memungkinkannya untuk bertahan atau memenangkan persaingan. Dengan demikian daya saing suatu bangsa mempengaruhi pula ketahanan nasionalnya (Rusti Prastiningsih, 2003).

Dalam perekonomian, daya saing dihasilkan melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi. Produktivitas erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia dan teknologi. Efisiensi akan dicapai apabila banyak aspek yang menunjang. Upaya peningkatan daya saing juga dapat ditempuh dengan cara meningkatkan kualitas produk dan menekan biaya produksi sehingga harga jual produk bisa bersaing di pasaran (NidaUl Hasanah,2006).


(37)

2.3.1. Keunggulan Komparatif

Pengertian keunggulan komparatif dapat dilihat pada Kamus Bahasa Indonesia, oleh Badudu-Zain, 1994, dalam Anonymous, 2008, dimana komparatif diartikan bersifat perbandingan atau menyatakan perbandingan. Jadi keunggulan komparatif adalah suatu keunggulan yang dimiliki oleh suatu organisasi untuk dapat membandingkannya dengan yang lainnya. Dengan mengacu arti tersebut, keunggulan komparatif adalah keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh organisasi seperti SDM, fasilitas dan kekayaan lainnya, yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi atau perpaduan keunggulan beberapa organisasi untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Faisal afif, ( 1994 ), keunggulan komparatif dapat diartikan sebagai suatu keunggulan yang diperoleh suatu Negara dengan melakukan spesialisasi terhadap barang – barang yang menetapkan harga relatif lebih murah dari Negara lain.

Konsep daya saing berpijak dari konsep keunggulan komparatif yang pertama kali dikenal dengan model Ricardian. Hukum keunggulan komparatif (The Low of Comparative Advantage) dari Ricardo menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan.

Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan


(38)

spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien.

Berdasarkan contoh hipotesis di bawah ini maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost comparative advantage.

Tabel 2.1: Data Hipotesis Cost Comparative Produksi

Negara

1 kg gula 1 m kain Indonesia 3 hari kerja 4 hari kerja Cina 6 hari kerja 5 hari kerja

Sumber : Ekonomi Internasional (Buku 1 Edisi Revisi), Dr. Hamdy Hady

Berdasarkan data hipotesis di atas, jika ditinjau dari keunggulan mutlak atau absolute advantage Adam Smith maka Indonesia unggul mutlak karena labor cost-nya lebih efisien dibandingkan dengan Cina, baik dalam produksi 1 kg gula maupun 1 m kain. Dengan demikian tentu tidak akan terjadi perdagangan antara kedua negara jika didasarkan pada teori Adam Smith.

Akan tetapi, berdasarkan teori David Ricardo, walaupun Indonesia memiliki keunggulan absolute dibandingkan Cina untuk kedua produk di atas, maka tetap dapat terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan kedua negara melalui spesialisasi jika negara-negara tersebut memiliki cost comparative advantage atau labor efficiency.


(39)

Tabel 2.2. Data Perhitungan Cost Comparative (Labor Efficiency) Perhitungan Cost Comparative Advantage

(Labor Efficiency)

Perbandingan Cost 1 kg gula 1 m kain

Sumber : Ekonomi Internasional (Buku 1 Edisi Revisi), Dr. Hamdy Hady Ket : HK = Hari Kerja

Berdasarkan perbandingan cost comparative advantage atau labor efficiency di atas, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Cina dalam produksi 1 kg gula (3/6 atau ½ hari kerja) daripada produksi 1 meter kain (4/5 hari kerja). Hal ini akan mendorong Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula. Sebaliknya tenaga kerja Cina ternyata lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia dalam produksi 1 meter kain (5/4 hari kerja) daripada produksi 1 kg gula (6/3 atau 2/1 hari kerja). Hal ini mendorong Cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.

Menurut Simatupang (1991) serta Sudaryanto dan Simatupang (1993) dalam Saptana (2009) konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial dalam artian daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Selanjutnya dikemukakan bahwa untuk meningkatkan daya saing produk


(40)

pertanian dapat dilakukan dengan strategi pengembangan agribisnis melalui koordinasi vertikal sehingga produk akhir dapat dijamin dan disesuaikan preferensi konsumen akhir.

2.3.2. Keunggulan Kompetitif

Didalam teori persaingan kita mengenal ada suatu teori dari Michael Porter yg sangat terkenal pada saat menganalisis persaingan atau competition analysis. Teori tersebut sangat sangat terkenal dengan istilah Porter Five Forces Model. Intinya sebenarnya Porter menilai bahwa perusahaan secara nyata tidak hanya bersaing dengan perusahaan yang ada dalam industri saat ini…. Kita biasanya hanya menganalisis siapa pesaing langsung kita dan akhirnya kita terjebak dalam ”competitor oriented ” , sehingga tidak mempunyai visi pasar yang jelas. Dalam five forces model digambarkan bahwa kita juga bersaing dengan pesaing potensial kita, yaitu mereka yang akan masuk, para pemasok atau suplier,para pembeli atau konsumen, dan produsen produk-produk pengganti. Dengan demikian. kita harus mengetahui bahwa ada lima kekuatan yg menentukan karakteristik suatu industri yaitu intensitas persaingan antar pemain yg ada saat ini, ancaman masuk pendatang baru, kekuatan tawar menawar pemasok, kekuatan tawar pembeli, dan ancaman produk pengganti. Sebenarnya ada kekuatan lain yg sangat penting yaitu kekuatan regulatif yg dimiliki pemerintah. Kekuatan tersebut bukan menjadi kekuatan keenam tetapi sebagai kekuatan yg mempengaruhi kelima kekkuatan lainnya.

Menurut Porter (1980), suatu perusahaan memposisikan dirinya di suatu pasar berdasarkan kekuatan-kekuatannya. Kekuatan-kekuatan tersebut terdapat


(41)

dalam satu dari dua aspek berikut: keunggulan biaya dan diferensiasi. Dengan mengaplikasikan kekuatan-kekuatan tersebut baik dalam jangkauan yang luas maupun yang sempit akan menghasilkan apa yang disebut oleh Porter sebagai tiga strategi generik: keunggulan dalam biaya (atau cost leadership), diferensiasi, dan fokus. Ketiga strategi generik ini diterapkan di tingkat unit bisnis atau perusahaan. Disebut strategi generik karena mereka tidak tergantung pada perusahaan atau industri. Tabel 2.3. mengilustrasikan tiga strategi generik tersebut:

Tabel 2.3: Stategi Genetik dari Porter Keunggulan Jangkauan Target

Biaya Rendah Keunikan Produk Luas (Industry) Strategi Cost

Leadership

Strategi diferensiasi

Sempit

(Segmen Pasar)

Strategi Fokus (Biaya Rendah)

Strategi Fokus (Diferensiasi)

Sumber: E:\Porter's Generic Strategies.htm

Dalam Kamus Bahasa Indonesia oleh Badudu-Zain, 1994, dalam Anonymous, 2008, dinyatakan bahwa keunggulan kompetitif bersifat kompetisi dan bersifat persaingan. Bertitik tolak dari kedua sumber diatas, bahwa keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh organisasi, dimana keunggulannya dipergunakan untuk berkompetisi dan bersaing dengan organisasi lainnya, untuk mendapatkan sesuatu.

Secara operasional keunggulan kompetitif dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memasok barang dan jasa pada waktu, tempat, dan bentuk yang


(42)

diinginkan konsumen, baik di pasar domestik maupun internasional pada harga yang sama atau lebih baik dari yang ditawarkan pesaing untuk memperoleh laba paling tidak sebesar ongkos penggunaan (opportunity cost) sumberdaya. Agribisnis dan pembangunan pertanian yang berorientasi pada pertanian yang berwawasan produk sudah tidak sesuai dengan keadaan pasar saat ini. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi keadaan pasar tersebut, usaha komoditas pertanian harus lebih berorientasi kepada keinginan konsumen atau lebih berwawasan menjual (Simatupang 1995).

Terkait dengan konsep keunggulan komparatif adalah kelayakan ekonomi, dan terkait dengan keunggulan kompetitif adalah kelayakan finansial dari suatu aktivitas. Sudaryanto dan Simatupang (1993) dalam Saptana (2009) mengemukakan bahwa konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan finansial adalah keunggulan kompetitif atau revealed competitive advantage yang merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual.

Perbedaan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif terletak pada penetuan dasar perhitungan harga input output ditentukan berdasarkan harga social, sedangkan pada analisis keunggulan kompetitif harga dasar ditentukan pada harga aktulnya (Asian Development Bank, 1992).

Keunggulan kompetitif adalah alat untuk mengukur kelayakan aktivitas atau keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar nilai uang resmi yang berlaku (berdasar analisis finansial). Komoditi yang memiliki keunggulan kompetititf dikatakan juga memiliki efisiensi secara finansial.


(43)

Efisiensi finansial atau keunggulan kompetitif dapat diketahui dengan menggunakan Rasio Biaya Privat / Private Cost Ratio (PCR).

dimana: A = pendapatan privat

B = biaya privat untuk input tradable C = biaya privat untuk faktor domestik

Sistem usahatani bersifat kompetitif jika PCR < 1. Semakin kecil nilai PCR berarti semakin kompetitif.

PCR merupakan rasio antara input domestik dengan nilai tambah output dari biaya input asing pada biaya finansial. Suatu aktifitas dikatakan efisien secara finansial jika nilai PCR kurang dari satu, karena untuk meningkatkan nilai tambah satu satuan tambahan biaya input domestik diharapkan kurang dari satu. Pelaku usaha akan terus memperkecil nilai PCR dengan meminimumkan biaya input domestik atau memaksimalkan nilai tambah sehingga diperoleh keuntungan maksimal.

2.4. Fungsi Produksi Cobb - Douglas

Teken ( 1977 ) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik antara sejumlah input yang dipakai dengan jumlah produksi yang dihasilkan persatuan waktu tanpa memperhatikan tingkat harga, baik harga input yang dipakai maupun harga produk yang dihasilkan.

Mc Alexander dalam salman ( 1993 ) menyatakan bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas dengan mudah dapat digunakan sebagai metode penggunaan


(44)

berdasarkan prinsip – prinsip ekonomi, sebab fungsi produksi ini memiliki kemampuan dalam menjelaskan secara spesifik dan praktis faktor – input yang digunakan petani. Selain itu fungsi produksi Cobb – Douglas dapat diterapkan untuk menguji efisiensi alokasi dan efisiensi ekonomi input faktor yang digunakan dalam suatu sistem usahatani.

Soekartawi (1990) menyatakan bahwa fungsi Cobb - Douglass adalah suatu fungsi atau persamaan yangmelibatkan dua atau lebih variabel, di mana variabel yang satu disebut variabel indipenden, yang menjelaskan atau dengan simbol x sedangkan variabel dependen atau variabel yang dijelaskan dengan simbol y. Fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai berikut: Y = a X1 b1 X2 b2 . X3

b3

. X4 b4 . X5b5 en

Untuk memudahkan perhitungan dari masing-masing variabel ke dalam analisa non linear berganda, maka persamaan ini diubah menjadi satu bentuk persamaan dengan cara ditrans-logaritmakan persamaan tersebut :

Ln Y = ln b0 + ln b1 X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + e

Dimana : Y = Produksi Kedelai (kg) X1 = Luas lahan (ha)

X2 = Benih (kg) X3 = Pupuk (kg) X4 = Pestisida (ml) X5 = Tenaga Kerja (HKP) b0 = Konstanta.


(45)

e = Eror.

Karena penyelesaian fungsi Cobb Douglas harus diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan persamaan tersebut :

1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui

2. Dalam fungsi produksi,perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi dalam setiap pengamatan, ini artinya kalau fungsi produksi yang dipakai dalam pengamatan memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan tersebut terletak pada intersep dan bukan pada kemiringan (slope) model tersebut. 3. Tiap variabel x adalah perfect competition.

4. Perbedaan lokasi seperti iklim adalah tercakup pada faktor kesalahan u (disturbance term).

5. Data, data yang dipakai mempunyai limitasi yang penting dalam penggunaan fungsi cob douglas antara lain :

a) data harga yang dipakai pada fungsi cobb douglas apabila menggunakan data cross section harus mempunyai nilai variasi yang cukup. Kenyataan data harga input didasarkan pada harga pemerintah yang cenderung konstan dan variasinya kecil

b) pengukuran data yang dilakukan agak sulit seperti upah tenaga kerja apakah upah riil atau diluangkan

c) data tidak boleh ada nilai nol atau negatif karena nilai logaritma dari nol atau negatif adalah tidak terhingga


(46)

6. Asumsi, penggunaan asumsi harus tepat dan sesuai seperti asumsi penggunaan tehnologi dianggap netral yang artinya intercept bisa berbeda, tetapi slope garis penduga cobb douglas dianggap sama padahal belum tentu tehnologi didaerah penelitian sama.

Soekartawi (1993) menyatakan Return to scale (RTS) digunakan untuk mengetahui apakah kegiatan dari usahatani tersebut mengalami kaidah increasing, constan atau decreasing return to scale serta dapat menunjukkan efisiensi produksi secara tehnis.Ada tiga alternatif yang bisa terjadi dalam RTS, yaitu :

a) Decreasing return to scale, apabila (b1 + b2) < 1, artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi b) Constant return to scale, apabila (b1 + b2) = 1, artinya bahwa proporsi

penambahan faktor produksi akan sama dengan proporsi penambahan produksi

c) Increasing return to scale, apabila (b1 + b2) > 1, artinya bahwa proporsi penambahan produksi melebihi proporsi penambahan faktor produksi. Untuk melihat pengaruh secara keseluruhan variabel independen (Xi) terhadap variabel dependen (Y) maka digunakan uji-F (F-test) pada taraf kepercayaan 95 % (α=0.05) Jika F hitung > Ftabel maka secara serempak variabel independen yang diamati memberikan pengaruh nyata terhadap produksi kedelai, sebaliknya jika F hirung < Ftabel maka keseluruhan penggunaan variabel independen tidak memberikan pengaruh terhadap produksi kedelai.

Untuk melihat pengaruh masing-masing variabel independen (Xi) terhadap variabel dependen (Y) maka digunakan uji-t (t-test) pada taraf kepercayaan 95 %


(47)

(α=0,05) Jika t hitung > t tabel maka variabel independen (Xi) berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai, dan sebaliknya jika t hitung < t tabel maka setiap variabel independen (Xi) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap produksi kedelai.

2.5. Kerangka Pemikiran

Usahatani kedelai adalah suatu kegiatan mengelola unsur-unsur produksi yang dilakukan oleh petani untuk menghasilkan kedelai. Input usahatani kedelai adalah modal, lahan, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, obat-obatan dan peralatan. Output usahatani kedelai adalah kedelai.

Daya saing usahatani kedelai adalah kumpulan dari kelembagaan, kebijakan dan faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas produksi kedelai. Daya saing dapat dihasilkan melalui melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi. Upaya peningkatan daya saing usahatani kedelai juga dapat ditempuh dengan cara meningkatkan kualitas kedelai dan menekan biaya usahatani sehingga harga jual kedelai mampu bersaing di pasaran.

Keunggulan kompetitif usahatani kedelai adalah keunggulan yang dimiliki suatu sistem usahatani, dimana keunggulan tersebut digunakan untuk berkompetisi dan bersaing dengan sistem usahatani lain untuk mendapatkan keuntungan. Sistem usahatani yang memiliki keunggulan kompetitif dikatakan memiliki efisiensi finansial.

Metode analisis yang digunakan untuk mengukur keunggulan kompetitif sistem usahatani kedelai adalah Private Cost Ratio (PCR). PCR dapat memberikan kerangka analisis yang cukup komprehensif mengenai keunggulan kompetitif,


(48)

terhadap setiap komoditas pertanian yang menjadi semakin penting untuk melihat kemungkinan apakah produksi komoditas di dalam negeri dapat bersaing di dalam pasar global. Dalam PCR ada 2 macam biaya yaitu biaya tradable ( biaya yang diperdagangkan ) yaitu pupuk kimia, pestisida, dan benih. Biaya domestik ( biaya dalam negeri ) yaitu pupuk kandang, modal, pajak dan tenaga kerja.

Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor produksi yang berpengaruh dalam produksi kedelai adalah fungsi produksi Cobb – Douglas. fungsi produksi Cobb-Douglas dengan mudah dapat digunakan sebagai metode penggunaan berdasarkan prinsip – prinsip ekonomi, sebab fungsi produksi ini memiliki kemampuan dalam menjelaskan secara spesifik dan praktis faktor – input yang digunakan petani. Selain itu fungsi produksi Cobb – Douglas dapat diterapkan untuk menguji efisiensi alokasi dan efisiensi ekonomi input faktor yang digunakan dalam suatu sistem usahatani.

Berdasarkan teori dan beberapa hasil penelitian terdahulu akan dibuat suatu kerangka pemikiran sehingga dapat dianalisis beberapa variabel yang menjadi tujuan untuk diuji pada penelitian ini, secara diagram dapat digambarkan sebagai berikut:


(49)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Input Usahatani

Kedelai :Modal, lahan,

tenaga kerja, benih, pupuk, pestisida,

obat-obatan, peralatan.

Cobb - Douglass   Analisis PCR

(Privat Cost Ratio)

Output Produksi Kedelai Input

Tradable: Pupuk Kimia, Pestisida,

Benih

Faktor Domestik: Pupuk Kandang,

Modal, Lahan, Pajak, Tenaga

Kerja

Produksi Kedelai

Keunggulan Kompetitif Kedelai


(50)

2.6. Hipotesis

Berdasarkan pada permasalahan dan bagan alur pikir pada kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Di duga variabel lahan, tenaga kerja, benih, pupuk, pestisida berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.

2. Diduga usahatani kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo mempunyai kenggulan kompetitif.


(51)

III. METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa wonokalang, Kecamatan wonoayu, Kabupaten Sidoarjo. Penentuan daerah penelitian ini ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Desa Wonokalang merupakan salah satu daerah sentra produksi kedelai di Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo.

Tabel.3.1: Realisasi Luas Tanam dan Panen Kedelai Menurut Desa / Kelurahan (dalam Ha ) di Kecamatan Wonoayu Tahun 2008

No Desa / Kelurahan Kedelai Tanam Panen 1 Simoketawang 17 17

2 popoh 11 11

3 Wonokasian 4 4

4 Wonoayu 3 3

5 Semambung 5 5 6 Simo Angin – Angin 8 8 7 Wonokalang 31 31 Pager Ngumbuk 28 28 9 MUlyo Dadi 27 27 10 Becirongengor 10 10

Jumlah 144 144

Sumber : Kantor Kecamatan Wonoayu. Tahun 2009

Dari tabel 3.1. diatas terlihat bahwa rencana tanam kedelai berhasil samapai panen tidak ada yang gagal panen. Dari sepuluh Desa di Kecamatan Wonoayu terlihat Desa Wonokalang realisasi tanam dan panennya paling banyak yaitu 31 hektar dan Desa yang paling sedikit realisasi tanamnya adalah Desa


(52)

Wonoayu yaitu 3 hektar, maka Desa Wonokalang disebut Desa sentra produksi kedelai di Kecamatan Wonoayu karena jumlah realisasi tanamnya paling banyak di banding dengan Desa yang lainnya se -Kecamatan Wonoayu.

3.2 Penentuan Sampel

sampel yang diambil haruslah cukup representative, yaitu dapat mewakili populasi dalam arti semua ciri dan karakteristik yang ada pada populasi dapat tercermin dari sample yang diambil. Dari jumlah populasi sebanyak 140 petani kedelai diambil sebagai sampel sebanyak 30 petani kedelai.

Pengambilan contoh dilakukan secara sengaja dengan metode purposive Random sampling terhadap 30 petani dari jumlah 140 petani. Sampel petani yang diambil adalah petani dengan kriteria sistem usahatani yang status lahannya pemilik, penyakap dan penyewa. Pemilihan sampel dilakukan dengan pertimbangan berdasarkan pada kepentingan atau tujuan penelitian untuk memperoleh informasi yang lengkap dan mendalam.

3.3 Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari petani, kelompok tani, pedagang saprodi, pedagang kedelai. Data yang dikumpulkan adalah data harga maupun jumlah input maupun output yang berhubungan dengan sampel usahatani serta yang berhubungan dengan data pemasaran pasca usahatani.


(53)

Yaitu data yang berasal dari laporan pembukuan petani/kelompok tani, serta publikasi dari lembaga-lembaga pemerintahan seperti Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang diperlukan adalah: data luas arel tanam dan panen kedelai dan daftar harga kedelai lokal dan berkaitan dengan kebijakan pemerintah.

3.4 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan untuk mengukur keunggulan kompetitif sistem usahatani kedelai adalah Private Cost Ratio (PCR) dan Cobb – Douglas. PCR dan Cobb - Douglas dapat memberikan kerangka analisis yang cukup komprehensif mengenai keunggulan kompetitif, terhadap setiap komoditas pertanian yang menjadi semakin penting untuk melihat kemungkinan apakah produksi komoditas di dalam negeri dapat bersaing di dalam pasar global.

Menghitung keuntungan privat juga digunakan untuk mengetahui keunggulan kompetitif usahatani kedelai. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a. Membuat tabel hubungan input-output fisik. Nilai-nilai yang menerangkan fungsi produksi ini juga mencerminkan tingkat teknologi yang digunakan. b. Membuat tabel harga privat (harga aktual) untuk setiap input yang digunakan

serta output yang dihasilkan. Harga-harga yang digunakan harus sesuai dengan waktu penelitian dilakukan.

c. Membuat tabel privat budget, dengan mengalikan jumlah fisik yang disajikan pada tabel input-output dengan nilai-nilai pada tabel harga privat.

Untuk menjawab tujuan penelitian, maka analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:


(54)

1) Untuk menjawab tujuan pertama yaitu menganalisis fungsi produksi kedelai, maka analisis yang digunakan adalah sebagai berikut:

fungsi produksi Cobb-Douglas dengan mudah dapat digunakan sebagai metode penggunaan berdasarkan prinsip – prinsip ekonomi, sebab fungsi produksi ini memiliki kemampuan dalam menjelaskan secara spesifik dan praktis faktor – input yang digunakan petani. Selain itu fungsi produksi Cobb – Douglas dapat diterapkan untuk menguji efisiensi alokasi dan efisiensi ekonomi input faktor yang digunakan dalam suatu sistem usahatani.

Fungsi produksi Cobb-Douglas dengan dengan analisa regresi non linear berganda dengan model sebagai berikut :

Y = a X1b1 X2b2 . X3 b3. X4 b4. X5b5 en

Untuk memudahkan perhitungan dari masing-masing variabel ke dalam analisa non linear berganda, maka persamaan ini diubah menjadi satu bentuk persamaan dengan cara ditrans-logaritmakan persamaan tersebut :

Ln Y = ln b0 + ln b1 X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + e Dimana : Y = Produksi Kedelai (kg)

X1 = Luas lahan (ha) X2 = Benih (kg) X3 = Pupuk (kg)

X4= Pupuk Organik (Kg) X5 = Pestisida (ml) X6 = Tenaga Kerja (HKP) b0 = Konstanta.


(55)

b1...6 = Koefisien untuk masing-masing variabel independen X1...X6. e = Eror.

Uji efisiensi alokatif dimaksudkan untuk mengetahui rasionalitas petani dalam melakukan kegiatan usahatani dengan tujuan mencapai keuntungan maksimal. Keuntungan maksimal akan tercapai jika semua faktor produksi telah dialokasikan secara optimal. Situasi yang diharapkan terjadi kalau petani mampu membuat suatu upaya kalau nilai produk marginalnya (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input tersebut.

Penggunaan input optimum dicari dengan melihat nilai tambahan dari satu satuan biaya dari input yang digunakan dengan satu satuan output yang dihasilkan. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

NPM = PX atau NPM = 1

PX Dimana : NPM = Nilai produk marginal

PX = Harga faktor produksi

Suatu usahatani akan menguntungkan apabila setiap penambahan nilai output selalu lebih besar daripada setiap penambahan nilai input atau ▲Y.Py > ▲X.Px . Dan keuntungan akan berhenti pada saat garis harga menyinggung garis TPP atau ▲Y.Py = ▲X.Px (Soekartawi,1993).

Atau dapat pula menggunakan kriteria pengujiannya untuk melihat efisiensi harganya, sebagai berikut :

Artinya pada harga yang berlaku saat penelitian, 1

Px NPMxi


(56)

secara ekonomis penggunaan faktor produksi optimum atau efisien.

< 1 Arti nya pada harga yang berlaku saat penelitian, secara ekonomis penggunaan faktor produksi belum optimum atau

efisien.

> 1 > 1 Artinya pada harga yang berlaku saat penelitian, secara

ekonomis penggunaan faktor produksi melebihi kondisi optimum atau tidak efisien.

Petani yang mempunyai produksi tinggi dan menjual saat itu dengan harga tinggi dari biaya input yang telah ditekan, maka petani tersebut mampu mencapai efisiensi secara teknis dan efisiensi alokatif atau disebut efisiensi ekonomis.

Efisiensi ekonomis menurut Kartasapoetra (1998) merupakan kombinasi antara faktor-faktor produksi. Dalam hal ini terangkum pengertian mengenai : 1. Hubungan faktor produksi dengan produk.

2. Perbandingan harga faktor produksi yang tergabung dengan modal yang tersedia agar produksi dapat berlangsung dalam kecukupan.

2) Untuk menjawab tujuan yang kedua yaitu menganalisis keunggulan kompetitif kedelai, maka analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Rasio Biaya Privat (Private Cost Ratio: PCR)

dimana: A = pendapatan privat

B = biaya privat untuk input tradable C = biaya privat untuk faktor domestik

Sistem usahatani bersifat kompetitif jika PCR < 1. Semakin kecil nilai PCR berarti semakin kompetitif.

 

Px NPMxi

Px NPMxi


(57)

Dalam analisis finansial yang dilakukan analisa berdasarkan harga pasar yang dipakai untuk menilai hasil produksi dan biaya produksi. Berarti keuntungan usahatani didasarkan atas harga pasar, dan subsidi harga faktor produksi dipandang sebagai penerimaan sehingga tidak dimasukkan dalam biaya produksi. Sebaliknya berbagai macam pajak, cukai dan pungutan dimasukkan dalam biaya karena merupakan beban pengeluaran produksi.

Dalam penelitian ini, biaya produksi meliputi seluruh pengeluaran untuk faktor – faktor produksi yang digunakan selama satu musim tanam. Biaya produksi kedelai meliputi pengeluaran untuk tanaman kedelai. Biaya usahatani ini meliputi dari pembajakan lahan atau sebar benih sampai dengan panen, pasca panen termasuk pengangkutan dari lahan sampai kerumah petani.

Tenaga kerja meliputi semua tenaga kerja yang bekerja pada usahatani baik yang berasal dari keluarga maupun yang berasal dari luar keluarga. Ongkos atau upah tenaga kerja seluruhnya dimasukkan dalam komponen biaya dalam negeri. Begitu juga dengan lahan, lahan sebagai faktor produksi primer untuk tanaman kedelai. Biaya faktor produksi primer lahan juga dimasukkan dalam komponen biaya dalam negeri.

Pupuk yang digunakan dalam pengusahaan tanaman kedelai meliputi ZA dan TSP. Dalam penelitian ini tidak didapat informasi tentang banyaknya kedua jenis pupuk itu yang berasal dari impor atau hasil produksi dalam negeri. Karena kedua jenis pupuk ini diasumsikan sebagian besar dari impor yang mempunyai kandungan local sebesar 40% dan kandungan bahan dari luar ( impor ) sebesar 60 %. Pendugaan banyaknya bahan pupuk yang berasal dari impor dan hasil produksi


(58)

dalam negeri didasarkan pada data Biro Pusat Statistik. Angka perbandingan total pupuk impor dan total hasil produksi dalam negeri di pakai sebagai cara pendekatannya.

Selanjutnya harga c.i.f. impor pupuk dinyatakan sebagai komponen biaya luar negeri , sedangkan biaya tambahan untuk angkutan dan lainnya dinyatakan sebagai komponen biaya dalam negeri. Pendugaan terhadap material dalam dan luar negeri yang dipakai dalam memproduksi pupuk dalam negeri didasarkan pada hasil analisa. Pestisida yang digunakan dalam pengusahaan tanaman kedelai diasumsikan seluruhnya berasal dari impor, c.i.f. impornya dinyatakan sebagai komponene luar negeri.

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional untuk penelitian ini adalah:

1. Input usahatani kedelai adalah modal (Rp/ha), lahan (ha) yaitu lahan menyewa, milik sendiri dan penyakap , tenaga kerja (hr/ha) yaitu tenaga kerja anggota keluarga dan tenaga kerja luar anggota keluarga serta tenaga kerja laki – laki dan keluarga, pupuk (kg/ha), pestisida cair (liter/ha), pestisida padat (kg/ha), benih (kg/ha), traktor/bajak (hr/ha) dan bahan bakar (liter/ha).

2. Harga privat input usahatani kedelai adalah harga pasar yang digunakan di dalam memproduksi kedelai. Dalam hal ini adalah modal (Rp/ha), lahan (Rp/ha), tenaga kerja (Rp/HOK), pupuk (Rp/kg), Pestisida cair (Rp/liter), pestisida padat (Rp/kg), benih (Rp/kg), traktor/bajak (Rp/hr) dan bahan bakar (Rp/liter).


(59)

4. Harga privat output usahatani kedelai adalah harga yang berlaku di pasar untuk output produksi kedelai yaitu kedelai (Rp/kg).

5. Keuntungan privat adalah selisih dari pendapatan privat dan biaya privat. 6. PCR < 1, maka usahatani kedelai tersebut mempunyai keunggulan kompetitif. 7. Efisiensi adalah upaya penggunaan faktor-faktor produksi yaitu lahan, benih

kedelai, pupuk urea, phonska dan pupuk organik, dan tenaga kerja sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi kedelai yang sebesar-besarnya.

8. Usahatani kedelai adalah kegiatan petani dalam mengusahakan produk kedelai dengan memanfaatkan faktor produksi.

9. Petani kedelai adalah petani yang memproduksi kedelai untuk memenuhi kebutuhan pasar.

10.Luas lahan pertanaman kedelai (Ha) adalah ukuran areal yang ditanami kedelai yang dinyatakan dalam hektar dan berstatus pemilik, penyewa dan penyakap. 11.Benih kedelai (Kg) adalah biji tanaman kedelai yang akan ditanam untuk

menghasilkan kedelai yang dinyatakan dalam kilogram, selama satu kali musim tanam.

12.Pupuk (Kg) adalah bahan organik maupun an-organik yang diberikan pada tanaman kedelai untuk menambah unsur hara yang dinyatakan dalam kilogram yaitu pupuk phonska dan urea serta organik selama satu kali musim tanam. 13.Tenaga kerja (HKP) adalah orang yang dipergunakan pada pengelolaan

usahatani kedelai dalam satuan HKP, selama satu kali musim tanam.

14.Produksi kedelai (Y) adalah jumlah fisik yang diperoleh sebagai hasil panen yang dinyatakan dalam kilogram, selama satu kali musim tanam.


(60)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Daerah

4.1.1. Letak dan Kondisi Geografis Desa Wonokalang

Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu yang termasuk wilayah Kabupaten Sidoarjo, dengan batas-batasnya adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Desa Sumber Terik.

b. Sebelah Selatan : Desa Semambung dan Desa Simo Angin – Angin. c. Sebelah Barat : Desa Tanggul dan Desa Gamping.

d. Sebelah Timur : Desa Pager Ngumbuk.

Luas desa Wonokalang adalah 170.100 Ha yang terdiri dari lahan sawah seluas 123.803 Ha dengan sistem pengairan teknis dan pekarangan seluas 37.475 Ha yang sebagian dimanfaatkan untuk lokasi permukiman dan fasilitas umum.

Secara umum keadaan topografi desa Wonokalang memiliki ketinggian tanah antara 5 meter dari permukaan laut. Iklim desa Wonokalang seperti halnya dengan bagian wilayah lain di Indonesia yang berada di selatan garis khatulistiwa. Desa Wonokalang beriklim tropis dengan dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Curah hujan 1,500 mm/tahun dengan pembagian yang merata. Suhu udara berkisar antara 28o Celcius.


(61)

4.1.2. Keadaan Penduduk

Berdasarkan data penduduk sampai akhir bulan Desember 2009 jumlah penduduk desa Wonokalang adalah 2.775 jiwa, yang terdiri dari 1.388 jiwa pria dan 1.387 jiwa wanita.

Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo seperti yang disajikan tabel 4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.1 : Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009

No. Jenis Pekerjaan Jumlah (jiwa) 1 Petani dan buruh tani 412

2 Pedagang 124

3 P N S 24

4 Pemulung 20

5 Karyawan Swasta 934

6 TNI / POLRI 16

7 Pensiunan 4

8 Tukang / bangunan 12

9 Jasa 1

JUMLAH 1.547

Sumber: Kantor Kepala Desa Wonokalang tahun 2009

Dari tabel 4.1. diketahui bahwa penduduk Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo mayoritas bermata pencarian sebagai karyawan swasta yaitu sebesar 934 jiwa, sedangkan yang bermata pencarian sebagai petani


(1)

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients Correlations

Collinearity Statistics

Model B

Std.

Error Beta t Sig.

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 2.181 6 .363 246.467 .000a

Residual .034 23 .001

1

Total 2.215 29

a. Predictors: (Constant), Tenaga Kerja, Insektisida, Organik, Pupuk Kimia, Luas Lahan, Benih b. Dependent Variable: Produksi Kedelai

Zero-order Partial Part Tolerance VIF

(Constant) 3.318 1.566  2.119 .045

Luas Lahan 1.426     .241  .645 5.904 .000  .972 .501 .072 .012 80.979

Benih 2.630 1.144  .301 2.298 .031  .953 .230 .029 .009 105.395

Pupuk Kimia .292     .092  .193 3.171 .004  .946 .393 .053 .075 13.340

Organik .733  .279  .102 2.627 .033  .926 .193 .024 .057 17.447

Insektisida .248  .059  .330 4.225 .000  .628 .777 .153 .015 4.657

TenagaKerja .411  .121  .003 3.396 .005  .633 .015 .002 .361 2.773

a. Dependent Variable: Produksi Kedelai


(2)

88

 

Collinearity Diagnosticsa

Variance Proportions Mod

el Dimension Eigenvalue

Condition Index

(Consta nt)

Luas

lahan Benih

Pupuk kimia

Organi

k Insektisida

Tenaga kerja

1 6.975 1.000 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00

2 .018 19.810 .00 .00 .01 .00 .01 .00 .01

3 .004 43.727 .00 .00 .00 .01 .01 .01 .58

4 .002 64.699 .00 .00 .00 .27 .05 .20 .04

5 .001 74.297 .01 .00 .01 .05 .33 .20 .11

6 .000 147.015 .01 .02 .24 .67 .56 .29 .26

1

7 3.019E-5 480.673 .98 .98 .74 .00 .05 .29 .00

a. Dependent Variable: Produksi Kedelai

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 2.2623 3.3048 3.0460 .27421 30

Residual -.08231 .08906 .00000 .03420 30

Std. Predicted Value -2.858 .944 .000 1.000 30

Std. Residual -2.143 2.319 .000 .891 30


(3)

Lampiran 3: Penggunaan Input Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang, Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo

Pupuk Produksi

Kedelai (Y)

Luas Lahan

Benih Kedelai Urea Phonska Organik Granule Insektisida

Tenaga Kerja

NO

Barang (Kg)

Luas

(ha) ∑ Barang

(Kg)

∑ Barang (Kg)

Barang (Kg)

Barang (Kg)

Barang (Lt)

∑ Tenaga kerja/Org

1 2.000 5000 1 1.400.000 50 500.000 80 112000  60 120.000 123 86.100  3.700 59.200  50 1.500.000

2 500 5000  0.25 400.000  12 120.000 20 28000  15 30.000  31 21.700  100 16000   25 750.000 

3 2.000 5000  1 1.400.000  50 500.000 80 112000  60 120.000  123 86.100  3.700 59.200  55 1.650.000 

4 1500 5000  0.75 1.000.000  40 400.000 60 84000  45 90.000  92 64.400  2.500 40.000  35 1.050.000 

5 1500 5000  0.75 1.000.000  40 400.000 60 84000  45 90.000  92 64.400  2.500 40.000  38 1.140.000 

6 2.000 5000  1 1.400.000  50 500.000 80 112000  60 120.000  123 86.100  3.700 59.200  56 1.680.000 

7 1000 5000  0.50 700.000  25 250.000 40 56000  30 60.000  62 43.400  1.800 28.800  34 1.020.000 

8 2.000 5000  1 1.400.000  50 500.000 80 112000  60 120.000  123 86.100  3.700 59.200  55 1.650.000 

9 2.000 5000  1 1.400.000  50 500.000 80 112000  60 120.000  123 86.100  3.700 59.200  49 1.470.000 

10 500 5000  0.25 400.000  12 120.000 20 28000  15 30.000  31 21.700  100 16000  20 600.000 

11 500 5000  0.25 400.000  12 120.000 20 28000  15 30.000  31 21.700  100 16000  19 570.000 

12 2.000 5000  1 1.400.000  50 500.000 80 112000  60 120.000  123 86.100  3.700 59.200  53 1.590.000 

13 1000 5000  0.50 700.000  25 250.000 40 56000  30 60.000  62 43.400  1.800 28.800  27 810.000 

14 2.000 5000  1 1.400.000  50 500.000 80 112000  60 120.000  123 86.100  3.700 59.200  53 1.590.000 

15 2.000 5000  1 1.400.000  50 500.000 80 112000 60 120.000  123 86.100  3.700 59.200  49 1.470.000 


(4)

91

Pupuk Produksi Kedelai (Y) Luas Lahan Benih Kedelai

Urea Phonska Pupuk Organik Insektisida  

No. ∑ Barang (Kg) Harga (Rp) Luas (ha) Harga

(Rp) Barang ∑ (Kg) Harga (Rp) ∑ Barang (Kg) Harga (Rp) ∑ Barang (Kg)

Harga (Rp) ∑ Barang (Kg) Harga (Rp) ∑ Barang (ml) Harga (Rp) ∑ Tenaga kerja/Org 

16 2.000 5000  1 1.400.000 50 500.000 80 112000 60 120.000  123 86.100 3.700 59.200  47 1.410.000

17 1500 5000  0.75 1.000.000  40 400.000 60 84000  20 40.000  92 64.400  2.500 40.000  37 1.110.000 

18 2.000 5000  1 1.400.000  50 500.000 80 112000  60 120.000  123 86.100  3.700 59.200  54 1.620.000 

19 600 5000  0.30 500.000  16 160.000 25 35000  25 50.000  35 24.500  1.200 19.200  17 510.000 

20 1000 5000  0.50 700.000  25 250.000 40 56000  30 60.000  62 43.400  1.800 28.800  27 810.000 

21 2.000 5000  1 1.400.000  50 500.000 80 112000  60 120.000  123 86.100  3.700 59.200  50 1.500.000

22 1500 5000  0.75 1.000.000  40 400.000 60 84000  45 90.000  92 64.400  2.500 40.000  45 1.350.000 

23 2.000 5000  1 1.400.000  50 500.000 80 112000  60 120.000  123 86.100  3.700 59.200  52 1.560.000 

24 2.000 5000  1 1.400.000  50 500.000 80 112000  60 120.000  123 86.100  3.700 59.200  51 1.530.000 

25 600 5000  0.30 500.000  16 160.000 25 35000  25 50.000  35 24.500  1.200 19.200  20 600.000 

26 500 5000  0.25 400.000  12 120.000 20 28000  15 30.000  31 21.700  100 16000  19 570.000 

27 2.000 5000  1 1.400.000  50 500.000 80 112000  60 120.000  123 86.100  3.700 59.200  50 1.500.000

28 600 5000  0.30 500.000  12 120.000 25 35000  17 34.000  35 24.500  1.200 19.200  18 540.000 

29 2.000 5000  1 1.400.000  50 500.000 80 112000  60 120.000  123 86.100  3.700 59.200  50 1.500.000

30 2.000 5000  1 1.400.000  50 500.000 80 112000  60 120.000 123 86.100  3.700 59.200  52 1.560.000 

Rata - rata


(5)

Lampiran 4: Perhitungan NPM (Nilai Produk Marginal)

Luas lahan (X

1

)

NPM = bi .py. y

NPM / Pxi = 1.03 / 1.742 = 0.59

Xi

= 1.426 x 5.000 x 1,493 = 1.03.

1,00

Benih (X

2

)

NPM = bi .py. y

Xi

NPM / Pxi = 0.52 / 3.756 = 0.14

= 2.630 x 5,000 x 1,493 = 0,52

37,56

Pupuk Kimia (X

3

)

Pupuk Urea (Kg)

NPM / Pxi = 0.36 / 8.76 = 0.043

NPM = bi .py. y

Xi

= 0,292 x 5.000 x 1,493 = 0.36

59,83

Pupuk Phonska (Kg)

NPM / Pxi = 0.49 / 8.48 = 0.057

NPM = bi .py. y

Xi

= 0,292 x 5,000 x 1,493 = 0.49

44,4

Pupuk Organik (X

4

)

NPM / Pxi = 0.19 / 6.419 = 0.029

NPM = bi .py. y


(6)

92

= 0,733 x 5,000 x 1,493 = 0.19

27,5

Insektisida (X

5

)

NPM / Pxi = 0.67 / 4.246 = 0.157

NPM = bi .py. y

Xi

= 0,248 x 5,000 x 1,493 = 0.67

2,74

Tenaga kerja (X

6

)

NPM / Pxi = 0.76 / 23.996 = 0.031

NPM = bi .py. y

Xi

= 0,411 x 5,000 x 1,493 = 0.76

40,23