Sistem Pencernaan Pada Sapi Potong

(1)

MAKALAH

ARTI PENTING SISTEM PENCERNAAN PADA TERNAK Sistem Pencernaan pada Sapi Potong

Di susun oleh:

Nama : Fatmawati Mustofa

NIM : 23010114130105

Kelas : Peternakan C 2014

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN JURUSAN PETERNAKAN

PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG 2014


(2)

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 13 November 2014


(3)

DAFTAR ISI Halaman

HALAMAN JUDUL………i

KATA PENGANTAR……….ii

DAFTAR ISI………iii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar belakang masalah………... 1

1.2. Rumusan masalah………. 1

1.3. Tujuan penulisan………1

BAB II PEMBAHASAN………. 3

2.1. Sistem Pencernaan Sapi……….3

2.2. Organ Pencernaan Sapi ……… 4

2.3. Hubungan Sistem Pencernaan Sapi dengan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Sapi Potong………..………..10

2.4 Penyakit yang Menyerang Sistem Pencernaan Sapi ………10

BAB III PENUTUP……….13

3.1. Kesimpulan………13


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu cara untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kecerdasan suatu masyarakat adalah dengan cara meningkatkan konsumsi protein hewani yang telah diketahui adanya kandungan asam amino essensial. Dalam pemenuhan gizi dalam tingkat peningkatan kesehatan dan kecerdasan maka ternak dapat menjadi salah satu sumber protein hewani tersebut, karena ternak dapat mengolah bahan pertanian yang tidak digunakan dapat menjadi hasil yang lebih bermanfaat yaitu susu dan daging.

Namun di Indonesia sendiri, mahalnya bahan pakan yang masih banyak di impor membuat industry ini juga tidak mampu tumbuh dengan baik, karena kemampuan manusianya yang tidak dapat membuat atau mengolah pakan yang sesuai dengan jenis system pencernaan ternak. 1.2. Rumusan Permasalahan

Ada beberapa masalah yang akan dibahas di makalah ini, antara lain:

1. Apa itu sistem pencernaan pada sapi ?

2. Sebutkan organ pencernaan yang terdapat pada sapi ?

3. Apa hubungan sistem pencernaan sapi dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pada sapi ?


(5)

1.3. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat Menyelesaikan tugas mata kuliah biologi

2. Agar mahasiswa lebih memahami sistem pencernaan pada sapi


(6)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sistem Pencernaan Sapi

Sapi merupakan ruminansia yang memiliki empat kompartemen perut yaitu rumen, reticulum, omasum, dan abomasum. Keempat lambung tersebut terletak di depan usus halus. Retikulum dan rumen secara bersama-sama sering disebut sebagai retikulo-rumen dan bersama-sama dengan omasum ketiganya disebut dengan perut depan (fore stomatch). Abamosam dikenal sebagai lambung sejati karena baik anatomis maupun fisiologisnya sama dengan lambung non ruminansia. Pada saat pedet lahir volume retikulo-rumen hanya 30% dari kapasitas total perut dan rumennya masih belum berfungsi (Rianto, 2011).

Saat sapi menyusu pada induknya, susu akan mengalir dari mulut langsung menuju omasum, tanpa melewati rumen. Susu akan melewati sebuah saluran yang disebut dengan esophageal groove. Pada sapi dewasa, volume rumen mencapai 81%, reticulum 3%, omasum 7%, dan abomasum 9% dari volume total perut (Rianto, 2011).

Perut sapi mengalami 3 fase perkembangan, yaitu fase non ruminansi, fase transisi, dan fase ruminansia. Pada saat sapi berumur 2 minggu anak sapi hanya mampu mendapatkan nutrisi hanya melalui susu induknya. Setelah berumur 2 minggu anak sapi akan belajar memakan pakan hijauan, pada saat ini rumen juga mulai berkembang.


(7)

Berikut ini adalah gambar sistem pencernaan pada sapi :

Sumber: Rianto, 2011

2.2. Organ Pencernaan Sapi

Pada proses penyerapan nutrisi, dibutuhkan organ pencernaan. Berikut ini adalah organ-organ dalam pencernaan sapi :

a. Mulut

Pakan mengalami penghancuran di dalam mulut secara mekanik karena menggunakan gigi. Selain itu pakan juga mengalami penghancuran dengan pencampuran saliva. Menurut Rianto (2011), saliva disekresikan ke dalam mulut oleh 3 pasang glandula saliva, yaitu glandula parotid yang terletak di depan telinga, glandula submandibularis (submaxillaris) yang terletk pada rahang bawah, dan glandula sublingualis yang terletak di bawah lidah.

Saliva pada sapi tidak mengandung enzim amylase sehingga proses pencernaan hanya berlangsung secara mekanik. Saliva memiliki kandungan bikarbinat sehingga memiliki sifat buffer (penyangga), saliva yang masuk ke dalam rumen akan berguna dalam menjaga pH rumen agar tidak naik atau turun terlalu tajam.


(8)

b. Rumen

Pakan yang telah melewati mulut maka akan melewati pharynx dan melalui oesophagus menuju rumen.

Sumber : Rianto, 2011 Menurut Rianto(2011), rumen merupakan kantong yang besar sebagai tempat persediaan dan pencampuran bahan pakan untuk fermentasi oleh mikroorganime. Fungsi utama rumen adalah tempat untuk mencerna serat kasar dan zat-zat pakan dengan bantuan mikroba. Mikroba tersebut dalam suasana anaerob dan sebagian dapat hidup dalam suasana fakultatif anaerob.

Sumber : Rianto, 2011 Saluran pencernaan sapi tidak menghasilkan enzim untuk mencerna selulosa yang merupakan bagian terbesar dari pakan serat, yaitu sekitar 30-60% dari total bahan kering. Karena enzim yang digunakan dalam pencernaan serat berasal dari mikroba. Hal ini sesuai


(9)

dengan pendapat Blakely (1994), rumen volumenya dapat mencapai 200 liter, rumen mengandung mikroorganisme, bakteri, dan protozoa yang akan menghancurkan bahan berserat, mencerna bahan-bahan itu untuk kepentingan mikroba itu sendiri, membentuk asam lemak mudah terbang, serta mensintesis vitamin B serta asam-asam amino.

c. Retikulum

Sumber : Rianto, 2011

Retikulum disebut honey comb, hal ini dikarenakan wujudnya yang berbentuk seperti rumah lebah. Menurut Blakely (1994), bentuk reticulum mencegah benda-benda asing seperti misalnya kawat untuk tidak terus bergerak ke saluran pencernaan lebih lanjut. Retikulum seringkali tertusuk oleh benda-benda tajam sehingga menyebabkan keadaan yang disebut penyakit hardware. Keadaan ini bersifat fatar karena jantung letaknya berdekatan. Menurut Rianto (2011), retikulum berfungsi mengatur aliran digest dari rumen ke omasum.


(10)

Sumber : Rianto, 2011 Permukaan dinding omasum berlipat dan kasar. Menurut Rianto (2011), omasum berdinding berlipat-lipat dan kasar, terdapat 5 lamina(daun) yang menyerupai duri (spike). Lamina adalah penyaring partikel digesti yang akan masuk ke abomasum.

Menurut Blakely (1994), omasum menerima campuran pakan dan air, dan sebagian besar air itu diserap oleh luasnya daerah penyerapan yang terdiri dari banyak lapis.

e. Abomasum

Menurut Rianto (2011), abomasum disebut perut sejati pada ternak ruminansia (termasuk sapi). Pada dinding abomasum memiliki kelenjar pencernaan yang menghasilkan cairan lambung yang mengandung pepsinogen, garam, onorganik, mukosa, asam hidrokhlorat dan faktor interisnsik yang penting untuk absorpsi vitamin B12 secara efisien.

Menurut Blakely (1994), sebagian besar pekerjaan pencernaan diselesaikan oleh abomasum, disebut perut sejati karena kemiripan fungsi perut tunggal pada hewan-hewan bukan ruminansia. Di dalam abomasum terdapat unsur-unsur penyusun berbagai nutrient yang dihasilkan melalui proses kerja cairan lambung terhadap bakteri dan protozoa dan diserap melalui dinding usus halu. Bahan-bahan yang


(11)

tidak tercerna bergerak ke cecum dan usus besar. Kemudian diekskresikan sebagai feses.

f. Intestine (usus halus)

Menurut Rianto (2011), intestine terdiri atas tiga bagian, yaitu duodenum, jedunum, dan ileum. Panjang intestine pada sapi adalah 22-30 kali panjang tubuhnya. Kelenjar duodenum menghasilkan cairan alkalin yang berguna sebagai pelumas dan melindungi dinding duodenum dari asam hidroklorat yang masuk dari abomasum. Pada ujung duodenum terdapat kelenjar empedu dan pancreas, kelenjar empedu menghasilkan cairan yang berisi garama sodium dan potassium dari asam empedu. Garam-garam ini berfungsi mengaktifkan enzim lipase yang dihasilkan pancreas dan mengemulsikan lemak digesta sehingga mudah diserap lewat dinding usus.

g. Usus Besar

Menurut Rianto (2011), ada tiga pokok yang terdpat dalam kelompok usus besar, yaitu colon, caecum, dan rectum. Pada saat digesta masuk ke dalam colon, sebagian besar digesta yang mengalami hidrolisis sudah terserap sehingga materi yang masuk ke dalam colon adalah materi yang tidak dicerna.


(12)

Hanya sedikit sekali digesta yang terserap lewat dinding usus besar. Materi yang tidak terserap kemudian dikeluarkan lewat anus sebagai feses. Materi yang keluar dari feses meliputi air, sisa-sisa pakan yang tidak tercerna, sekresi saluran pencernaan, sel-sel ephitelium saluran pencernaan, garam-garam anorganik, bakteri, dan produk-produk dari proses dekomposisi oleh mikrobia.

Sumber : Rianto, 2011

2.3. Hubungan Sistem Pencernaan Sapi dengan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Sapi Potong

Sistem pencernaan berpengaruh dengan pemenuhan nutrisi, dikarenakan nutrisi yang didapatkan oleh sapi berasal dari sumber makanan yang di makan oleh sapi dan pemrosesan saat didalam sistem pencernaan, jika sistem pencernaan sapi tidak mengalami gangguan atau kerusakan maka nutrisi yang dapat di serap pun optimal. Sehingga, arti penting dari sistem pencernaan ternak selain dalam membantu mengolah pakan menjadi energi, juga membantu dalam mengubah pakan menjadi sumber gizi bagi ternak agar memiliki daya imunitas yang kuat sehingga tidak mudah terkena penyakit.


(13)

2.4. Penyakit yang Menyerang Sistem Pencernaan Sapi

Sistem alat pencernaan sapi juga dapat mengalami gangguan, berikut ini adalah beberapa penyakit yang menyerang sistem pencernaan sapi, menurut Subronto (2008) :

a. Indigesti sederhana

Indigesti sederhana merupakan sindrom gangguan pencernaan yang berasal dari rumen atau reticulum, ditandai dengan penurunan atau hilangnya gerak rumen, lemahnya tonus kedua lambung, sehingga ingesta tertimbun di dalamnya dan disertai pula dengan sembelit atau konstipasi.Gejalanya adalah penderita nampak lesu, malas bergerak dan nafsu makan menghilang.

b. Rumen sarat

Rumen sarat adalah bentuk indigesti akut yang ditandai dengan ruminotasis yang sarat, rumen beisi ingesta yang bersifat asam disertai anoreksia total, dehidrasi, asidosis, dan tokesemia. Gejala yang dapat timbul adalah rasa sakit di daerah perut, penderita lesu, malas bergerak, nafsu makan dan nafsu minum hilang secara total. Penderita hampir selalu mengalami dehidrasi yang sangat ditandai dengan keringnya cermin hidung, kulit, dan bulu tampak kering serta bola mata yang “tenggelam” di dalam bola mata ( cowong, jawa). Feses hanya terbentuk sedikit dengan tekstur lembut berwarna hitam dengan bau yang sangat menusuk.

c. Alkalosis rumen

Alklosis rumen merupakan penyakit akut ditandai dengan indigesti, gejala syarafi tremor otot-otot sampai kejang tetanik, dyspnea, dan kadang disertai diare. Gejal yang timbul adalah bentuk tremor otot-otot perifer, muka dan telinga, hipersalivasi berbusa, gigi gemeretak, serta rasa sakit yang sangat.


(14)

Kembung rumen adalah bentuk indigesti akut yang disertai dengan penimbunan gas di dalam lambung-lambung muka ruminansia. Gejalanya adalah terjadi pembesaran rumen, yang nampak menggembungnya daerah fossa paralumbar sebelah kiri. Selaput lender supersisial mengalami vasa injeksi.

e. Indigesti dengan toxemia

Indigesti bentuk ini ditandai dengan kelesuan dan kemampuan umum lainnya, dan perubahan patologis dalam lambung. Gejalanya adalah penderita kehilangan nafsu makan, kegiatan lambung-lambung muka juga terhenti dan penderita juga tidak memamah biak seperti biasanya.

f. Indigesti vagus

Indigesti vagus merupakan gangguan pencernaan terutama ruminansia yang berasal dari lambung muka ditandai dengan penurunan atau hilangya mortilitas rumen. Menurunnya frekuensi atau hilangnya proses mastikasi, lambatnya pasasi tinja, seta adanya distensi rumen. Gejala yang ditimbulkan adalah kembung rumen, feses yang dikeluarkan berbau busuk.

g. Pembesaran dan pemutaran abomasum

Ingesti bentuk ini ditandai dengan pembesaran perut kearah kanan yang berlangsung sedikit demi sedikit. Seringkali hal tersebut merupakan awal dari pemutaran atau pemuntiran (torsi) abomasum. Gejala pada penderita yang akut, rasa sakit ditandai dengan ketidak tenangan, mengerang, menggerakkan gigi gerigi, dan penderita terlihat tiduran dan mencoba untuk bangkit berulang kali.

h. Radang usus

Radang usus akan mengakibatkan peningkatan peristaltic usus, kenaikkan jumlah sekresi kelenjar pencernaan serta penurunan proses penyerapan cairan maupun sari-sari makanan yang terlarut didalamnya. Gejalanya adalah rasa sakit pada sapi ditandai dengan kegelisahan, diare, tinja berbentuk cair dan bau.


(15)

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Sistem alat pencernaan juga mempengaruhi nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh sapi untuk menghasilkan daging dan susu. Sehingga didapatkan kualitas daging dan susu yang baik dengan nilai gizi yang tinggi jika pakan yang disediakan memenuhi gizinya dan sistem alat pencernaan sapi tidak mengalami gangguan atau berada pada kondisi sehat. Jika daging memiliki kualitas gizi yang


(16)

baik maka pemenuhan gizi untuk manusia ketika di konsumsi pun menjadi terpenuhi karena sumber protein hewaninya memiliki kandungan protein yang dapat memenuhi standar.

DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J dan David H Blade . 1994. Ilmu Peternakan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Rianto, E dan Endang Purbowati . 2011. Panduan Lengkap Sapi Potong. Bogor : Penebar Swadaya

Subronto. 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-a (mammalia). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.


(1)

tidak tercerna bergerak ke cecum dan usus besar. Kemudian diekskresikan sebagai feses.

f. Intestine (usus halus)

Menurut Rianto (2011), intestine terdiri atas tiga bagian, yaitu duodenum, jedunum, dan ileum. Panjang intestine pada sapi adalah 22-30 kali panjang tubuhnya. Kelenjar duodenum menghasilkan cairan alkalin yang berguna sebagai pelumas dan melindungi dinding duodenum dari asam hidroklorat yang masuk dari abomasum. Pada ujung duodenum terdapat kelenjar empedu dan pancreas, kelenjar empedu menghasilkan cairan yang berisi garama sodium dan potassium dari asam empedu. Garam-garam ini berfungsi mengaktifkan enzim lipase yang dihasilkan pancreas dan mengemulsikan lemak digesta sehingga mudah diserap lewat dinding usus.

g. Usus Besar

Menurut Rianto (2011), ada tiga pokok yang terdpat dalam kelompok usus besar, yaitu colon, caecum, dan rectum. Pada saat digesta masuk ke dalam colon, sebagian besar digesta yang mengalami hidrolisis sudah terserap sehingga materi yang masuk ke dalam colon adalah materi yang tidak dicerna.


(2)

Hanya sedikit sekali digesta yang terserap lewat dinding usus besar. Materi yang tidak terserap kemudian dikeluarkan lewat anus sebagai feses. Materi yang keluar dari feses meliputi air, sisa-sisa pakan yang tidak tercerna, sekresi saluran pencernaan, sel-sel ephitelium saluran pencernaan, garam-garam anorganik, bakteri, dan produk-produk dari proses dekomposisi oleh mikrobia.

Sumber : Rianto, 2011

2.3. Hubungan Sistem Pencernaan Sapi dengan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Sapi Potong

Sistem pencernaan berpengaruh dengan pemenuhan nutrisi, dikarenakan nutrisi yang didapatkan oleh sapi berasal dari sumber makanan yang di makan oleh sapi dan pemrosesan saat didalam sistem pencernaan, jika sistem pencernaan sapi tidak mengalami gangguan atau kerusakan maka nutrisi yang dapat di serap pun optimal. Sehingga, arti penting dari sistem pencernaan ternak selain dalam membantu mengolah pakan menjadi energi, juga membantu dalam mengubah pakan menjadi sumber gizi bagi ternak agar memiliki daya imunitas yang kuat sehingga tidak mudah terkena penyakit.


(3)

2.4. Penyakit yang Menyerang Sistem Pencernaan Sapi

Sistem alat pencernaan sapi juga dapat mengalami gangguan, berikut ini adalah beberapa penyakit yang menyerang sistem pencernaan sapi, menurut Subronto (2008) :

a. Indigesti sederhana

Indigesti sederhana merupakan sindrom gangguan pencernaan yang berasal dari rumen atau reticulum, ditandai dengan penurunan atau hilangnya gerak rumen, lemahnya tonus kedua lambung, sehingga ingesta tertimbun di dalamnya dan disertai pula dengan sembelit atau konstipasi.Gejalanya adalah penderita nampak lesu, malas bergerak dan nafsu makan menghilang.

b. Rumen sarat

Rumen sarat adalah bentuk indigesti akut yang ditandai dengan ruminotasis yang sarat, rumen beisi ingesta yang bersifat asam disertai anoreksia total, dehidrasi, asidosis, dan tokesemia. Gejala yang dapat timbul adalah rasa sakit di daerah perut, penderita lesu, malas bergerak, nafsu makan dan nafsu minum hilang secara total. Penderita hampir selalu mengalami dehidrasi yang sangat ditandai dengan keringnya cermin hidung, kulit, dan bulu tampak kering serta bola mata yang “tenggelam” di dalam bola mata ( cowong, jawa). Feses hanya terbentuk sedikit dengan tekstur lembut berwarna hitam dengan bau yang sangat menusuk.

c. Alkalosis rumen

Alklosis rumen merupakan penyakit akut ditandai dengan indigesti, gejala syarafi tremor otot-otot sampai kejang tetanik, dyspnea, dan kadang disertai diare. Gejal yang timbul adalah bentuk tremor otot-otot perifer, muka dan telinga, hipersalivasi berbusa, gigi gemeretak, serta rasa sakit yang sangat.


(4)

Kembung rumen adalah bentuk indigesti akut yang disertai dengan penimbunan gas di dalam lambung-lambung muka ruminansia. Gejalanya adalah terjadi pembesaran rumen, yang nampak menggembungnya daerah fossa paralumbar sebelah kiri. Selaput lender supersisial mengalami vasa injeksi.

e. Indigesti dengan toxemia

Indigesti bentuk ini ditandai dengan kelesuan dan kemampuan umum lainnya, dan perubahan patologis dalam lambung. Gejalanya adalah penderita kehilangan nafsu makan, kegiatan lambung-lambung muka juga terhenti dan penderita juga tidak memamah biak seperti biasanya.

f. Indigesti vagus

Indigesti vagus merupakan gangguan pencernaan terutama ruminansia yang berasal dari lambung muka ditandai dengan penurunan atau hilangya mortilitas rumen. Menurunnya frekuensi atau hilangnya proses mastikasi, lambatnya pasasi tinja, seta adanya distensi rumen. Gejala yang ditimbulkan adalah kembung rumen, feses yang dikeluarkan berbau busuk.

g. Pembesaran dan pemutaran abomasum

Ingesti bentuk ini ditandai dengan pembesaran perut kearah kanan yang berlangsung sedikit demi sedikit. Seringkali hal tersebut merupakan awal dari pemutaran atau pemuntiran (torsi) abomasum. Gejala pada penderita yang akut, rasa sakit ditandai dengan ketidak tenangan, mengerang, menggerakkan gigi gerigi, dan penderita terlihat tiduran dan mencoba untuk bangkit berulang kali.

h. Radang usus

Radang usus akan mengakibatkan peningkatan peristaltic usus, kenaikkan jumlah sekresi kelenjar pencernaan serta penurunan proses penyerapan cairan maupun sari-sari makanan yang terlarut didalamnya. Gejalanya adalah rasa sakit pada sapi ditandai dengan kegelisahan, diare, tinja berbentuk cair dan bau.


(5)

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Sistem alat pencernaan juga mempengaruhi nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh sapi untuk menghasilkan daging dan susu. Sehingga didapatkan kualitas daging dan susu yang baik dengan nilai gizi yang tinggi jika pakan yang disediakan memenuhi gizinya dan sistem alat pencernaan sapi tidak mengalami gangguan atau berada pada kondisi sehat. Jika daging memiliki kualitas gizi yang


(6)

baik maka pemenuhan gizi untuk manusia ketika di konsumsi pun menjadi terpenuhi karena sumber protein hewaninya memiliki kandungan protein yang dapat memenuhi standar.

DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J dan David H Blade . 1994. Ilmu Peternakan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Rianto, E dan Endang Purbowati . 2011. Panduan Lengkap Sapi Potong. Bogor : Penebar Swadaya

Subronto. 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-a (mammalia). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.