Psikologi Pendidikan Keragaman Siswa d

TUGAS PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Keragaman Siswa dan Permasalahan Belajar Siswa
Dosen Pengampu : Herdina Tyas Leylasari, M.Psi., Psi.

Oleh :
Yosepha Angelina Pisca
NIM : 71414022
Semester : II (dua)
Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Widya Mandala
Madiun
2015

Note: Biasakan membaca terlebih dahulu, kemudian tuliskan kembali
apa yang kamu pahami dengan bahasamu sendiri dari tulisan ini. Mari
kita belajar jujur dan tidak menjadi seorang plagiat. Mari jujur
kepada dosen kita!!!

A. KERAGAMAN SISWA
Setiap individu mempunyai keunikannya sendiri-sendiri dan jelas berbeda
dengan yang lain. Berbeda budaya, suku bangsa, kelas sosial, dan bahasa

daerah di rumah. Beberapa menyandang cacat dan beberapa berbakat atau
bertalenta dalam satu bidang atau bahkan lebih.
1. Keragaman Budaya
Perbedaan budaya merujuk pada norma, tradisi, perilaku, bahasa, dan
persepsi bersama tentang suatu kelompok (King, 2002). Pada saat anakanak memasuki sekolah, mereka telah menyerap banyak aspek budaya di
tempat mereka dibesarkan, seperti bahasa, keyakinan, sikap, cara
berperilaku, dan kesukaan makanan. Lebih tepat lagi, kebanyakan anak
dipengaruhi beberapa budaya, dalam pengertian bahwa kebanyakan adalah
anggota kelompok yang tumpang tindih.
Latar belakang budaya masing-masing anak dipengaruhi oleh suku
bangsa, status sosioekonomi, agama, bahasa keluarga, jenis kelamin, dan
identitas serta pengalaman kelompok lain. Banyak perilaku yang terkait
dengan pengasuhan budaya tertentu mempunyai konsekuensi penting bagi
pengajaran di ruang kelas. Pemahaman akan latar belakang siswa sangat
berperan penting untuk mengajarkan dengan efektif bahan akademis
maupun perilaku dan harapan sekolah.
a. Pengaruh Status SosioEkonomi
Para pakar sosiologi mendefinisikan kelas sosial, atau status
sosioekonomi berdasar hasil penghasilan, pekerjaan, pendidikan, dan
gengsi seseorang dalam masyarakat. Faktor-faktor ini cenderung berjalan


beriringan, sehingga status sosioekonomi paling sering diukur sebgai
kombinasi penghasilan dan jangka waktu pendidikan individu tersebut.
Kelas menengah mengacu pada keluarga yang pencari nafkahnya
mempunyai pekerjaan yang memerlukan pendidikan yang lumayan. Kelas
pekerja mengacu pada orang yang mempunyai pekerjaan yang stabil yang
tidak memerlukan pendidikan yang lebih tinggi. Kelas bawah mengacu
pada orang dalam lapis bawah perkotaan atau pedesaan yang sering
menganggur dan mungkin hidup dari bantuan pemerintah.
Kelas sosial menujukkan lebih daripada sekedar tingkat penghasilan
dan pendidikan. Bersama kelas sosial terdapat seperangkat perilaku,
harapan, dan sikap yang ditemukan dimana-mana,

yang saling

bersinggungan dengan faktor budaya lain. Kelas sosial siswa mempunyai
dampak yang sangat besar pada sikap dan perilaku di sekolah.
Keluarga kelas pekerja dan berpengahsilan rendah mengalami tekanan
yang mempunyai andil bagi praktik pengasuhan anak, pola komunikasi,
dan harapan rendah yang mungkin akan kurang menguntungkan anak-anak

ketika mereka mulai memasuki sekolah.
Siswa yang mempunyai status sosioekonomi rendah sering memelajari
budaya normatif yang berbeda dari budaya kelas menengah tersebut, yang
menuntut kebebasan, daya saing, dan penentuan tujuan.
b. Pengaruh Suku Bangsa dan Ras
Kelompok etnis adalah kelompok yang menjadi tempat orang
mempunyai rasa identitas bersama, biasanya karena tempat asal yang
sama, agama, ras. Etnis dengan ras itu berbeda, ras lebih merujuk kepada
karakteristik fisik, seperti model rambut. Kelompok etnis biasanya
mempunyai budaya bersama, yang mungkin saja tidak akan ditemukan
pada semua orang dari ras tertentu.
Mengapa banyak siswa dari kelompok yang kurang terwakili
memperoleh nilai yang begitu jauh di banding keturunan yang lain
(keturunan Eropa dengan keturunan Asia)? Alasannya ialah meliputi
ekonomi masyarakat, keluarga, dan budaya juga tanggapan yang tidak

memadai oleh sekolah. Sebagai konsekuensinya, banyak keluarga dalam
kelompok ini tidak mampu menyediakan bagi anak-anak mereka
rangsangan dan persiapan akademis yang merupakan ciri khas pengasuhan
anak kelas menengah.

Desegrasi sekolah, yang lama dimaksudkan sebagai jalan keluar dari
ketimpangan pendidikan akibat ras dan kelas sosial, telah memberikan
manfaat yang campur-baur. Masalah yang terus berlanjut meliputi
penyediaan keadilan dan peluang yang setara, pembinaan keharmonisan
ras, dan pencegahan segresi.
c. Pengaruh Perbedaan Gender
Jenis kelamin seorang siswa merupakan ciri yang terlihat dan abadi.
Riset lintas budaya menunjukkan bahwa peran gender merupakan hal
pertama yang dipelajari individu dan bahwa semua masyarakat
memperlakukan laki-laki berbeda dari wanita. Rentang peran yang dimiliki
laki-laki dan wanita di seluruh budaya adalah luas.
Apa yang dianggap sebagai perilaku alami bagi masing-masing gender
lebih banyak didasarkan pada keyakinan budaya daripada keniscayaan
biologis. Namun demikian, perbedaan biologis dan sosialisasi gender
memengaruhi perilaku. Tidak peduli apapun perbedaan biologis yang
melekat, banyak perbedaan yang diamati antara laki-laki dan wanita dapat
dikaitkan secara jelas dengan perbedaan pengalaman sosialisasi dini,
ketika anak-anak memelajari perilaku peran jenis kelamin yang dianggap
sesbagai sesuatu yang tepat (Feingold, 1922; Grossman & Grossman,
1994).

Perbedaan gender dalam kecerdasan dan pencapaian akademis telah
diperdebatkan selama berabad-abad. Dalam bidang dimana perbedaan
gender yang sesungguhnya ditemukan seklaipun, perbedaan ini ditemukan
begitu kecil dan begitu beragam sehingga perbedaan ini mempunyai hanya
sedikit konsekuensi praktis (Fennema, Carpenter, Jacobs, Franke & Levi,
1998; Sadker, Sadker & Long, 1997).

Namun, ketidakadilan gender di ruang kelas, termasuk perilaku guru
yang tidak begitu terlihat terhadap siswa laki-laki dan wanita bahkan
kurikulum yang berisikan stereotip peran jenis kelamin, jelas telah
memengaruhi pilihan dan pencapaian siswa.
Kecerdasan sebagai bakat umum untuk belajar atau kemampuan untuk
memelajari dan menggunakan pengetahuan atau ketrampilan. Siswa
berbeda-beda kemampuan dalam menghadapi abstraksi, memecahkan
masalah, dan

belajar. Mereka juga berbeda-beda jumlah kecerdasan

tertentu, sehingga perkiraan kecerdasan yang tepat mungkin seharusnya
mengandalkan kinerja yang lebih luas daripada yang dimungkinkan tes IQ

tradisional. Keturunan maupun lingkungan menentukan kecerdasan. Riset
memperlihatkan bahwa lingkungan keluarga, sekolah, dan pengalaman
hidup dapat mempengaruhi IQ.
d. Pengaruh Perbedaan Bahasa
Pelajar bahasa Inggris biasanya diajari dalam salah satu dari empat
jenis program : immersi bahasa Inggris, dwibahsa peralihan, dwibahasa
berpasangan, dan dwibahasa dua arah. Siswa dengan kemahiran berbahasa
Inggris terbatas menyodorkan dilema bagi sistem pendidikan (August &
Shanahan, 2006). Jelas orang yang mempunyai kemahiran terbatas dalam
bahasa Inggris perlu belajar bahasa Inggris agar dapat berfungsi dengan
efektif dalam masyarakat.
Namun, hingga mereka mahir menggunakan bahasa Inggris, apakah
mereka harus diajarkan matematika atau ilmu sosial lainnya dalam bahasa
Ibu mereka atau dalam bahasa Inggris? Pertanyaan itu bukan hanya
persoalan pedagogi-hal itu mempunyai makna politik dan budaya yang
telah memancing perdebatan emosi. Salah satu persoalan yang memancing
perdebatan emosi itu ialah bahawa banyak orang tua keturunan Latin
meninginkan anak mereka diajari dalam bahasa dan budaya Spanyol untuk
mempertahankan identitas dan kebanggaan kelompok mereka.
e. Pengaruh Perbedaan Agama


Agama adalah kepercayaan akan adanya Tuhan sebagai pencipta alam
dan seisinya. Agama memiliki sifat yang mutlak dan dapat dipilih
siapapun tanpa ada paksaan. Kebebasan dalam beragama merupakan
bagian penting dari hak asasi manusia. Secara psikologis, agama dapat
berfungsi sebagai motif intrinsik (dalam diri) dan motif ekstrinsik (luar
diri).
Pengaruh agama dalam kehidupan anak-anak di sekolah sangatlah
besar. Karena perbedaan agama tersebutlah yang kadang membuat kaum
minoritas merasa dikucilkan, merasa dijauhi, bahkan ditolak oleh merekamereka yang mempunyai kaum lebih banyak.

B. PERMASALAHAN BELAJAR
Masalah-masalah belajar yang dapat muncul sebelum kegiatan belajar
dapat berhubungan dengan karakteristik/ciri siswa, baik berkenaan dengan
minat, kecakapan, maupun pengalaman-pengalaman. Selama proses belajar,
masalah belajar seringkali berkaitan dengan sikap terhadap belajar, motivasi,
konsentrasi, pengolahan pesan pembelajaran, menyimpan pesan, menggali
kembali pesan yang telah tersimpan, unjuk hasil belajar. Sesudah belajar,
masalah belajar dimungkinkan berkaitan dengan penerapan prestasi atau
ketrampilan yang sudah diperoleh melalui proses belajar sebelumnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dari dalam antara lain adalah :
1) Gangguan secara fisik
Kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat bicara, gangguan
panca indra, cacat tubuh, penyakit menahun.
2) Ketidakseimbangan mental
Adanya gangguan fungsi mental seperti menampakkan kurangnya
kemampuan mental, taraf kecerdasan cenderung berkurang.
3) Motivasi belajar
Siswa yang memiliki motivasi belajar akan nampak melalui
kesungguhan untuk terlibat di dalm proses belajar, antara lain nampak
melalui keaktifan bertanya, mengemukakan pendapat,dsb.

4) Konsentrasi belajar
Kesulitan berkonsentrasi merupakan indikator adanya masalah belajar
yang dihadapi siswa, karena hal itu akan menjadi kendala di dalam
mencapai hasil belajar yang diharapka. Karena hal itu guru sangat
dituntut untuk telaten dalam mendampinginya.
5) Rasa percaya diri
Merupakan salah satu kondisi psikologi seseorang yang berpengaruh
terhadap aktivitas fisik dan mental dalam proses pembelajaran. Rasa

percaya diri pada umumya muncul ketika seseorang akan melakukan
atau terlibat di dalam suatu aktivitas tertentu di mana pikirannya
terarah untuk mencapai hasil yang diinginkan.
6) Kebiasaan belajar
Adalah perilaku belajar seseorang yang telah tertanam dalam waktu
yang relatif lama sehingga memberikan ciri dalam aktivitas belajar
yang dilakukannya. Untuk dapat memahami kesulitan belajar,
hendaknya guru atau orang tua memahami dengan baik makna
kesukaran belajar itu sendiri.

Faktor-faktor dari luar adalah :
1) Faktor Guru
Dalam ruang lingkup tugasnya, guru dituntut untuk memiliki sejumlah
ketrampilan terkait dengan tugas-tugas

yang dilaksanakannya.

Kehadiran guru masih menempati posisi penting meskipun di tengah
pesatnya kemajuan teknologi.
2) Lingkungan sosial (termasuk teman sebaya)

Lingkungan sosial dapat memberikan dampak postif dan dampak
negatif terhadap siswa.

Permasalahan belajar pada siswa berdasarkan faktor-faktor tersebut antara lain :
a. Keterlambatan akademik
b. Kecepatan dalam belajar

c. Sangat lambat dalam belajar
d. Kurang motivasi belajar
e. Bersikap dan kebiasaan buruk dalam belajar
f. Sering tidak sekolah

DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman, M.Pd.Belajar dan Pembelajaran.Penerbit Alfabeta.Bandung.2008.

Dokumen yang terkait

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

PERBEDAAN ANATOMI JARINGAN EPIDERMIS DAN STOMATA BERBAGAI DAUN GENUS ALLAMANDA (Dikembangkan menjadi Handout Siswa Biologi Kelas XI SMA)

5 148 23

Konstruksi Media tentang Kontroversi Penerimaan Siswa Baru di Kota Malang (Analisis Framing pada Surat Kabar Radar Malang Periode 30 Juni – 3 Juli 2012)

0 72 56

Pendampingan Pada Siswa Berkesulitan Belajar Di SDI ISKANDAR SAID Surabaya

0 16 2

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA Pengembangan Profesi Guru Sains melalui Penelitian dan Karya Teknologi yang Sesuai dengan Tuntutan Kurikulum 2013

6 77 175

Perilaku Kesehatan pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakrta Angkatan 2012 pada tahun2015

8 93 81

Perancangan Sistem Informasi Akademik Pada SMK Bina Siswa 1 Gununghalu

27 252 1

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela

7 98 60

Studi Perbandingan Sikap Sosial Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaraan Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dan Think Pair Share Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu

3 49 84