Memanfaatkan Facebook Group untuk mening
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembelajaran bahasa kedua atau bahasa tambahan, kecakapan membaca merupakan salah satu kecakapan reseptif, disamping kecakapan mendengar, yang akan mempengaruhi kecakapan produktif siswa. Secara khusus, kecakapan membaca menjadi input berharga bagi siswa yang akan sangat mempengaruhi kecakapan menulis mereka. Tali temali hubungan reseptif produktif tersebut telah menjadikan kecakapan membaca menjadi salah satu pondasi penting dalam pembelajaran bahasa kedua, dalam hal ini adalah pembelajaran bahasa Inggris.
Di Indonesia, kecakapan membaca bahkan memperoleh porsi terbesar dalam pembelajaran bahasa Inggris, baik yang dilakukan guru di dalam kelas maupun porsi dalam ujian akhir ataupun ujian nasional. Alokasi waktu 2 x 2 jam pertemuan per minggu untuk pembelajaran bahasa Inggris sejak dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) seharusnya sudah mampu memberikan banyak input bagi siswa sehingga mereka bisa memproduksi bahasa dengan cakap pula. Namun demikian, pada kenyataannya, pembelajaran bahasa Inggris khususnya dalam kecakapan membaca belum berjalan secara optimal sehingga berdampak pula pada kecakapan berbahasa lainnya.
Dari pengamatan awal dapat digambarkan bahwa secara umum pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris di kelas VII E masih terkesan monoton dengan hanya mengikuti prosedur yang tertuang dalam buku paket maupun LKS. Guru bahasa Inggris kurang mengembangkan prosedur pembelajaran sehingga menjadi lebih variatif dan lebih bisa dinikmati oleh siswa sementara belum semua siswa memiliki buku paket atau LKS yang dimaksud. Hal ini tentu saja mempengaruhi motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran bahasa Inggris secara keseluruhan. Variasi yang ditemukan hanyalah sebatas pengerjaan tugas yang dipadu dengan kegiatan penilaian performa individual sehingga banyak waktu dihabiskan untuk menilai satu persatu siswa. Disamping itu, media yang Dari pengamatan awal dapat digambarkan bahwa secara umum pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris di kelas VII E masih terkesan monoton dengan hanya mengikuti prosedur yang tertuang dalam buku paket maupun LKS. Guru bahasa Inggris kurang mengembangkan prosedur pembelajaran sehingga menjadi lebih variatif dan lebih bisa dinikmati oleh siswa sementara belum semua siswa memiliki buku paket atau LKS yang dimaksud. Hal ini tentu saja mempengaruhi motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran bahasa Inggris secara keseluruhan. Variasi yang ditemukan hanyalah sebatas pengerjaan tugas yang dipadu dengan kegiatan penilaian performa individual sehingga banyak waktu dihabiskan untuk menilai satu persatu siswa. Disamping itu, media yang
Mengenai kecakapan membaca siswa kelas VII E yang diukur melalui pre- test, diketahui bahwa sejumlah 16 orang siswa atau lebih dari separuh peserta tes mendapatkan nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM yang ditetapkan untuk pelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri 8 Surakarta adalah 75. Hal ini mengandung makna bahwa para siswa yang mendapatkan nilai di bawah
75 atau sebanyak 16 orang siswa dianggap belum tuntas sehingga harus melakukan remidi untuk bisa tuntas. Dengan kata lain, hanya sebanyak 14 orang siswa yang dinyatakan lulus atau tuntas dengan nilai di atas KKM. Oleh karenanya, segala upaya perbaikan pembelajaran perlu dilakukan untuk lebih mengangkat kemampuan siswa sehingga menjadi tuntas ataupun melebihi KKM.
Dari kacamata metodologis, kebanyakan guru bahasa Inggris di Indonesia cenderung untuk tidak berani melakukan inovasi-inovasi metodologi pembelajaran yang berarti yang sebenarnya akan sangat bermanfaat dalam pembelajaran bahasa Inggris. Mereka terpaku pada prosedur pembelajaran yang digariskan pada buku paket pelajaran bahasa Inggris dengan sedikit atau bahkan tanpa penyesuaian. Sementara banyak potensi-potensi inovasi yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran bahasa Inggris, dengan mengintegrasikan metode-metode yang sedang trend misalnya, ataupun memanfaatkan fasilitas teknologi yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
Dewasa ini pemanfaatan sosial media berbasis teknologi web 2.0 dalam inovasi pembelajaran telah berkembang melampaui sekat ruang dan waktu serta menjadikan pembelajaran menjadi lebih humanis dengan adanya keterlibatan atau interaksi siswa dan guru. Dibandingkan dengan sosial media lainnya ataupun yang sengaja dikhususkan untuk pembelajaran seperti edmodo dan moodle, facebook dirasa lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa. Kedekatan tersebut ditambah dengan fitur-fitur yang terus ter-upgrade (seperti facebook group) dan terintegrasi dengan sosial media lainnya telah menjadikan facebook tidak hanya Dewasa ini pemanfaatan sosial media berbasis teknologi web 2.0 dalam inovasi pembelajaran telah berkembang melampaui sekat ruang dan waktu serta menjadikan pembelajaran menjadi lebih humanis dengan adanya keterlibatan atau interaksi siswa dan guru. Dibandingkan dengan sosial media lainnya ataupun yang sengaja dikhususkan untuk pembelajaran seperti edmodo dan moodle, facebook dirasa lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa. Kedekatan tersebut ditambah dengan fitur-fitur yang terus ter-upgrade (seperti facebook group) dan terintegrasi dengan sosial media lainnya telah menjadikan facebook tidak hanya
Pemanfaatan sosial media yang bersifat online dalam pembelajaran tersebut sudah sejak beberapa tahun terakhir menjadi trend untuk dikombinasikan dengan pembelajaran tradisional yang bersifat tatap muka. Model kombinasi tersebut dalam berbagai jenisnya kemudian dikenal sebagai blended learning. Pembelajaran model blended learning ini bervariasi mulai dari yang dominan (pekat) dengan unsur-unsur online learning sampai dengan yang minimal sekalipun. Penerapan blended learning tersebut tentunya mempertimbangkan beberapa hal seperti kebijakan, administrasi, fasilitas, kesiapan pendidik maupun peserta didik untuk terlibat dalam desain pembelajaran tersebut, dsb.
B. Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana seharusnya penerapan facebook group pada lingkungan belajar
blended learning sehingga mampu meningkatkan pembelajaran membaca di kelas bahasa Inggris?
2. Bagaimana pemanfaatan facebook group pada lingkungan belajar blended
learning mampu meningkatkan kecakapan membaca siswa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini diarahkan untuk memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menentukanmenetapkan langkah-langkah penerapan facebook group pada
lingkungan belajar blended learning sehingga mampu meningkatkan pembelajaran membaca di kelas bahasa Inggris.
2. Mengidentifikasi bagaimana pemanfaatan facebook group pada lingkungan
belajar blended learning dapat meningkatkan kecakapan membaca siswa.
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan kemanfaatan bagi pihak-pihak terkait khususnya siswa, guru, peneliti, peneliti lainnya dan pihak sekolah.
1. Kecakapan siswa dalam pemahaman membaca akan dapat ditingkatkan dengan menggunakan facebook group pada lingkungan blended learning tersebut.
2. Guru dapat terus memanfaatkan facebook group pada lingkungan blended learning tersebut sebagai salah satu alternatif metodologi pembelajaran membaca.
3. Peneliti dapat terus mengembangkan penelitiannya tentang metodologi pembelajaran dengan berpijak pada hasil dari penelitian ini.
4. Peneliti lain dapat menjadikan penelitian ini sebagai rujukan untuk lebih mengembangkan penelitian berdasarkan rekomendasi yang diberikan.
5. Pihak sekolah dapat mendukung guru untuk memanfaatkan hasil dari penelitian ini serta untuk terus mengembangkan metodologi pembelajarannya agar tercipta perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Membaca
Membaca diartikan secara berbeda oleh beberapa ilmuwan. Anthony, Pearson, and Raphael (1993) mendefinisikan membaca sebagai proses membangun makna melalui interaksi dinamis antara pengetahuan yang dimiliki pembaca, informasi yang disarankan oleh bahasa tulis serta konteks situasi membaca. Sementara itu, pemahaman membaca didefinisikan sebagai proses menguraikan dan membangun makna secara bersamaan melalui interaksi dan keterlibatan dengan bahasa tulis yang meliputi tiga elemen (Snow, 2001: 1). Tiga elemen tersebut adalah pembaca, bacaan, dan tujuan kegiatan membaca.
Membaca sebagai sebuah proses tersebut kemudian diperjelas oleh Reinking dan Scheiner yang dikutip dalam Kustaryo (1988:5) yang mengatakan bahwa membaca adalah sebuah proses kognitif aktif dalam berinteraksi (dengan) dan memonitor pemahaman untuk menetapkan makna. Apabila Reinking dan Scheiner menyebutnya sebagai proses kognitif aktif, maka Carrel (1988: 12) cenderung mengistilahkannya sebagai proses psikolinguistik yang dimulai dengan representasi luaran linguistik yang diuraikan oleh penulis dan berakhir dengan makna yang dibangun oleh pembaca.
Berdasarkan definisi para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa membaca adalah proses membangun makna yang bersifat kognitif aktif atau psikolinguistik melalui interaksi dinamis antara pengetahuan yang dimiliki pembaca, informasi yang disarankan oleh bahasa tulis, dan konteks situasi membaca.
B. Kecakapan Membaca
Dallmann, et al (1974) mengatakan bahwa bantuan perlu diberikan kepada siswa dalam memperoleh kecakapan seperti mencatat rincian yang mendukung gagasan pokok, menilai otensitas laporan, dan membuat generalisasi berdasarkan apa yang dibaca. Oleh karenanya, sejumlah kecakapan membaca dapat Dallmann, et al (1974) mengatakan bahwa bantuan perlu diberikan kepada siswa dalam memperoleh kecakapan seperti mencatat rincian yang mendukung gagasan pokok, menilai otensitas laporan, dan membuat generalisasi berdasarkan apa yang dibaca. Oleh karenanya, sejumlah kecakapan membaca dapat
a. Kecakapan berdasarkan tujuan pembaca
1) Membaca untuk menemukan gagasan pokok
2) Membaca untuk memilih rincian penting
3) Membaca untuk mengikuti petunjuk
4) Membaca untuk menjawab pertanyaan
5) Membaca untuk membuat ringkasan dan menyusun bahan
6) Membaca untuk sampai pada generalisasi dan simpulan
7) Membaca untuk menebak hasil
8) Membaca untuk kritis mengevaluasi
9) Membaca untuk mengembangkan kecakapan dalam memperoleh makna
kata
b. Kecakapan berdasarkan panjang dan sifat bacaan
1) Mendapatkan makna frasa
2) Memahami kalimat
3) Memahami paragraf
4) Membaca bacaan panjang dengan pemahaman Terkait dengan kecakapan membaca, Brown (2004: 121) mengatakan bahwa daftar kecakapan mikro dari Richards (1983) telah terbukti bermanfaat dalam domain penentuan tujuan pembelajaran dan dapat lebih berguna dalam memaksa pembuat tes untuk lebih berhati-hati mengidentifikasikan tujuan penilaian khusus. Brown cenderung untuk membagi kecakapan menjadi makro dan mikro. Kecakapan mikro adalah pada bagian bahasa yang lebih kecil yang cenderung bottom-up sementara kecakapan makro berfokus pada elemen yang lebih luas dengan pendekatan top-down. Lebih jauh lagi, daftar kecakapan makro dan mikro memperhitungkan komponen-komponen kecakapan bahasa (mendengar, berbicara, dsb) yang membuat spektrum kriteria (atau tujuan) untuk penilaian. Daftar tersebut dapat disusun untuk menyajikan taksonomi kecakapan yang dapat dipilih untuk menjadi tujuan penilaian (Brown, 2004: 142).
Kecakapan membaca mikro dan makro yang diambil dari Brown (2004: 187-188) adalah sebagaimana disajikan dalam daftar berikut:
a. Kecakapan membaca mikro
1) Membedakan antara graphemes dan pola orthography yang berbeda.
2) Menyimpan potongan bahasa dengan panjang berbeda di memori jangka
pendek.
3) Memproses tulisan dengan tingkat kecepatan yang efisien untuk
menyesuaikan dengan tujuan.
4) Mengenali inti kata dan menerjemahkan pola urutan kata beserta
maknanya.
5) Mengenali kelas kata gramatikal (nouns, verb, etc), sistem (tense,
agreement, pluralisation, etc), pola, aturan, dan bentuk eliptikal.
6) Mengenali bahwa makna tertentu dapat diungkapkan dalam bentuk
gramatikal yang berbeda.
7) Mengenali cohesive devices dalam wacana tertulis serta peranannya
dalam memberi tanda hubungan antara klausa.
b. Kecakapan membaca makro
1) Mengenali bentuk retorika wacana tertulis dan maknanya untuk
penafsiran.
2) Mengenali fungsi komunikatif teks tertulis sesuai dengan bentuk dan
tujuannya.
3) Menyimpulkan konteks yang tidak tersurat dengan menggunakan
pengetahuan yang dimiliki.
4) Menyimpulkan garis dan hubungan antar kejadian, menyimpulkan sebab
akibat, dan mendeteksi hubungan tersebut sebagai gagasan pokok, gagasan pendukung, informasi baru, informasi yang diberikan, generalisasi, dan eksemplifikasi atau contoh.
5) Membedakan antara makna harfiah dengan makna tersirat.
6) Mendeteksi secara cultural rujukan tertentu dan menafsirkannya dalam
konteks skemata cultural yang sesuai.
7) Mengembangkan dan menggunakan deretan strategi membaca seperti
membaca sekilas (skimming), membaca rinci (scanning), mendeteksi penanda wacana, menebak makna kata dari konteks, dan mengaktifkan skemata untuk penafsiran bacaan.
C. Tujuan Kecakapan Membaca
Tujuan kecakapan membaca mata pelajaran Bahasa Inggris Kelas VII diperoleh dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang menetapkan: Standar Isi, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tersebut kemudian menjadi dasar bagi peneliti untuk menetapkan tujuan khusus atau indikator pembelajaran, disamping juga mempertimbangkan kajian teori yang terkait sebelumnya.
a. Standar Kompetensi
Memahami makna dalam teks tulis fungsional pendek sangat sederhana yang berkaitan dengan lingkungan terdekat.
b. Kompetensi Dasar
1) Membaca nyaring bermakna kata, frasa, dan kalimat dengan ucapan,
tekanan dan intonasi yang berterima yang berkaitan dengan lingkungan terdekat.
2) Merespon makna yang terdapat dalam teks tulis fungsional pendek sangat
sederhana secara akurat, lancar dan berterima yang berkaitan dengan lingkungan terdekat.
c. Tujuan Khusus Indikator
Setelah menyelesaikan pelajaran membaca teks deskriptif singkat mengenai segala sesuatu di sekitar rumah dan sekolah ini, peserta didik diharapkan mampu:
1) Membaca nyaring
2) Membaca dengan pengucapan yang benar dan berterima
3) Membaca dengan tekanan dan intonasi yang berterima
4) Menjelaskan makna kata yang dijumpai di dalam teks
5) Menjelaskan makna kata yang dijumpai di lingkungan terdekat (rumah dan
sekolah)
D. Blended Learning
Blended learning diartikan oleh banyak pakar sebagai kombinasi dari dua pendekatan pedagogis yaitu tatap muka dan e-learning (Garrison and Vaughan, 2008; Arbaugh, Desai, Rau and Sridhar, 2010; Graham, 2006). Meski demikian, beberapa pakar cenderung mendefinisikannya lebih luas dimana blended learning adalah percampuran metode penyampaian yang melampaui e-learning maupun tatap muka dalam rangka mengakomodasi kebutuhan belajar yang beragam dari siswa yang beragam dalam mata pelajaran yang beragam pula (Mc. Sporran and King, 2005).
Graham (2006: 4) mengeksplorasi tiga definisi blended learning yang sering dikemukakan yaitu: (1) mengkombinasikan media penyampaian pengajaran; (2) mengkombinasikan metode pembelajaran; dan (3) mengkombinasikan pembelajaran tatap muka dan e-learning. Definisi pertama dan kedua menghasilkan debat mengenai pentingnya media dan metode dalam pembelajaran. Kedua definisi tersebut merupakan dampak dari pendefinisian blended learning yang terlampau luas sehingga mencakup semua sistem pembelajaran. Sementara susah untuk menemukan sistem pembelajaran yang tidak mencakup metode maupun media yang beragam. Sehingga definisi pertama dan kedua di atas tidak akan mendapatkan esensi dari blended learning itu sendiri. Di sisi lain, definisi ketiga secara lebih akurat mencerminkan kemunculan historis dari sistem blended learning.
Dalam mendefinisikan blended learning, Graham (2006: 5) menyatakan bahwa system blended learning mengkombinasikan pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran dengan mediasi komputer. Definisi ini mencerminkan gagasan bahwa blended learning adalah kombinasi dari dua model yang terpisah secara historis, yaitu sistem pembelajaran tatap muka (tradisional) dengan sistem pembelajaran terdistribusi. Pengertian ini juga menekankan peran sentral dari teknologi berbasis computer di dalam blended learning.
Pada pelaksanaannya, blended learning dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dengan memanfaatkan media sosial (media online) yang tersedia. Dalam kelas bahasa Inggris misalnya, pemanfaatan e-mail, blog, messenger, youtube, dsb saat pembelajaran tatap muka dapat dikategorikan sebagai penerapan blended learning. Melalui penelitiannya, Banados sukses mengembangkan model pedagogis blended learning untuk pembelajaran bahasa Inggris. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat peningkatan signifikan dari kecakapan berbahasa siswa serta kepuasan yang tinggi. Model blended learning memberikan harapan baru bahwa guru dan siswa dapat berhasil mencapai tujuan pembelajaran bahasa Inggris secara lebih efektif (Banados, 2006: 544). Meski demikian, tanpa pencampuran yang sistematis, terukur serta hati-hati, tujuan penerapan blended learning tidak akan pernah bisa tercapai. Berdasarkan beberapa definisi di atas, blended learning dapat diartikan sebagai kombinasi antara pembelajaran tatap muka dengan e-learning dalam rangka untuk mengambil hal positif dari kedua macam model tersebut dengan memanfaatkan media pembelajaran online atau media sosial yang tersedia.
Lebih lanjut, Graham (2006: 10-12) menyatakan bahwa blended learning dapat dilaksanakan pada salah satu dari 4 (empat) level, yaitu: (1) level institusi; (2) level program; (3) level mata pelajaran; dan (4) level kegiatan. Terlepas dari empat level tersebut, kondisi blended learning tetap akan ditentukan oleh siswa dan guru. Blended learning pada level institusi dan program seringkali didasarkan pada pilihan siswa, sementara guru cenderung mengambil peranan pada blended learning di level mata pelajaran maupun kegiatan. Blended learning yang paling memungkinkan untuk dilaksanakan untuk level sekolah menengah di Indonesia adalah blended learning di tataran kegiatan dimana kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan memadukan antara tatap muka dan elemen mediasi komputer. Disini guru bisa mewakili akses online siswa di dalam kelas ataupun pembelajaran online tersebut dilakukan diluar jam sekolah sebagai pendukung atau tambahan saja.
E. Facebook Group dalam Pembelajaran Membaca
Facebook merupakan website jejaring sosial paling populer di seluruh negara. Facebook dikembangkan pertama kali pada tahun 2004 oleh Mark Zuckerberg seorang mahasiswa dari universitas Harvard. Dalam memanfaatkan facebook, kita akan dihadapkan pada banyak pilihan fitur. Beberapa orang memilih untuk berhubungan dengan sedikit teman, sementara yang lainnya cenderung berhubungan dengan banyak orang dan berbagi dengan lebih terbuka. Secara sederhana, tidak ada cara tunggal dalam memanfaatkan facebook namun tergantung pada penemuan cara terbaik yang sesuai dengan penggunanya.
Dalam pemanfaatan yang mengutamakan interaksi dengan kelompok teman tertentu maka hadirlah fitur populer dari facebook yang bernama facebook group. Dengan demikian, facebook group sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai media belajar oleh kelompok siswa tertentu dan termasuk pula guru. Mereka dapat belajar dan berkolaborasi satu sama lain, mengerjakan dan mendiskusikan tugas maupun proyek, mempersiapkan ujian dan berbagi catatan secara online, dsb. Semua itu dapat terwujud hanya dengan melakukan tiga langkah dasar dan sederhana dalam membuat facebook group. Tiga langkah tersebut adalah membuat nama group, menambahkan teman untuk menjadi anggota dan kemudian memilih setting privasi. Setelah itu hanyalah berupa penyesuaian-penyesuaian seperti memilih ikon group, deskripsi group, menambah atau mengundang lebih banyak teman, dsb. Segera setelah membuat group, admin maupun anggota sudah bisa mulai berbagi status, komentar, mengundang kegiatan, mengunggah foto, mengirim pesan dan banyak lagi aktivitas online yang bisa dilakukan.
Dalam implementasinya, facebook group dapat dimanfaatkan baik sebelum, pada saat, maupun setelah pembelajaran berlangsung yaitu sebagai pendukung pembelajaran. Disamping itu, terdapat model kedua dimana facebook group dimanfaatkan pada saat pendahuluan, pembelajaran inti maupun penutup sebagai media pembelajaran utama. Kedua pemanfaatan yang berbeda tersebut tentu saja berkaitan dengan lingkungan pembelajaran blended learning yang ingin diciptakan. Pada model pertama, sebagaimana dicontohkan oleh Center for
Learning and Performance Technologies (n.d.), kegiatan sebelum pembelajaran seperti: guru mengenalkan pelajaran seperti menjelaskan topik untuk didiskusikan di dalam kelas dan kemudian siswa menanyakan atau memberi masukan tentang diskusi tersebut. Pada saat pembelajaran, baik guru dan siswa atau antar siswa saling berbagi status dan komentar perihal topik yang dibahas. Kemudian setelah selesai pembelajaran, kegiatan yang bisa dilakukan adalah seperti memposting catatan, melanjutkan diskusi, menjawab pertanyaan, berbagi tautan tentang sumber terkait, berbagi pengalaman belajar serta mengirimkan pengingat ujian, pengumpulan tugas, berita-berita, dsb.
Tabel 1. Model Pemanfaatan Facebook Group dalam Pembelajaran oleh Center for Learning and Performance Technologies (n.d.)
Pre-class
The professorlecturerteachertrainer introducing the lesson, i.e. explaining
what’s going to be discussedcovered in the class The studentslearners submitting questions for discussion in advance before
class
During the class
Posting comments on the subject being taught
Post-class and between classes
Posting notes after the class, for those who missed the class Continuing the discussion, especially if out of time during class, as well as
keeping the studentslearners communicating with one another. Dealing with students’ individual questions accounts Sharing links to relevant resources and websites that pertain to the lesson. Students share their experiences of what they have done and are doing Sending out reminders about upcoming tests, project due dates, or any
courseclass-related news
Sebagai penyesuaian untuk diaplikasikan pada model kedua, kegiatan sebelum, pada saat maupun setelah pembelajaran tersebut dapat dilakukan pula sebagai kegiatan pendahuluan, pembelajaran inti maupun penutup dimana facebook group menjadi media pembelajaran utama. Untuk kepentingan penelitian tindakan kelas yang cenderung memanfaatkan model kedua, adaptasi dari kegiatan di atas bisa dijabarkan sebagaimana digambarkan pada tabel 2. Sebagai catatan, dalam model kedua ini siswa tidak berhadapan langsung dengan fasilitas online seperti laptop dan modem melainkan hanya diwakili oleh guru dalam pengoperasiannya.
Tabel 2. Model Pemanfaatan Facebook Group dalam Pembelajaran Membaca untuk Penelitian Tindakan Kelas
Pendahuluan
Guru mengajukan beberapa pertanyaan pendahuluan terkait dengan topik
bahasan dan siswa menjawab pertanyaan tersebut Guru menunjukkan media facebook group yang digunakan beserta file materi
pelajaran yang tersedia dan siswa menyimak melalui proyeksi LCD
Kegiatan Inti
Guru meminta siswa untuk mengerjakan satu persatu tugas yang tersedia di
facebook group dan siswa mengerjakannya hingga selesai Guru memberi kesempatan siswa untuk menyajikan hasil pekerjaannya di
depan kelas dengan menulis di papan tulis dan siswa secara sukarela mengajukan dirinya
Guru menyalin pekerjaan siswa di media facebook dan siswa mereview
kembali jawaban mereka Guru meminta tanggapan kelas atas pekerjaan yang telah disajikan di depan
kelas tersebut dan siswa memberikan tanggapan dengan menulis di papan tulis Guru memberikan balikan atas jawaban beserta tanggapan siswa melalui media
facebook group dan siswa menyimak balikan tersebut Guru meminta siswa untuk menanyakan hal-hal yang sekiranya belum
dipahami untuk ditulis di facebook group dan siswa menyampaikan pertanyaan tersebut secara lisan
Penutup
Guru mereview secara umum atau menyeluruh atas kegiatan siswa dan
menuliskannya di facebook group sementara siswa menyimak review tersebut Guru meminta siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum terjawab selama
kegiatan pembelajaran dan mencatatnya di facebook group sementara siswa menyampaikan pertanyaan tersebut secara lisan
BAB III PELAKSANAAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN
A. Subjek Penelitian
1. Nama dan Lokasi Sekolah
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 8 Surakarta yang beralamat di Jl. HOS Cokroaminoto 51 Surakarta (57126), telephone 0271-632947, 657772.
2. Kelas
Penelitian tindakan ini dilaksanakan sebagai perbaikan pembelajaran di kelas VII SMP Negeri 8 Surakarta. Dari jumlah 6 (enam) kelas paralel, satu kelas yang dipilih untuk pelaksanaan penelitian ini adalah kelas VII E yang terdiri dari
32 orang siswa.
3. Mata Pelajaran
Mata pelajaran yang akan diperbaiki pelaksanaan pembelajarannya melalui penelitian tindakan kelas ini adalah mata pelajaran Bahasa Inggris.
4. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada semester pertama tahun pelajaran 20132014, mulai dari bulan Agustus sampai dengan Oktober 2013 dengan jadwal kegiatan sebagaimana ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 3. Jadwal Kegiatan Penelitian
Studi pendahuluan (pra-siklus)
1 √
dan penulisan proposal 2 Perencanaan Siklus Pertama
√
dan Kedua 3 Pelaksanaan Siklus Pertama
√
dan Kedua 4 Refleksi Siklus Pertama dan
√
Kedua 5 Perencanaan Siklus Ketiga
√
dan Keempat 6 Pelaksanaan Siklus Ketiga dan
√
Keempat 7 Refleksi Siklus Ketiga dan
√
Keempat 8 Menulis Laporan
√
B. Deskripsi Siklus Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR). Pengertiannya sebagaimana diungkapkan oleh Burns (1999: 30) bahwa penelitian tindakan adalah penerapan dari temuan fakta untuk menyelesaikan masalah praktis dalam situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang diambil tersebut. Pengertian lainnya dikutip dari Kemmis (1982: 11) yang menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah bentuk pertanyaan refleksi diri oleh para partisipan yang terdiri dari guru, siswa, pihak sekolah, dsb di dalam situasi sosial termasuk pendidikan dalam rangka meningkatkan kebangsaan dan keadilan praktik sosial ataupun pendidikan, pemahaman praktis, serta situasi dan institusi dimana praktik tersebut berlangsung.
1. Rencana
a. Tindakan Perbaikan
Tindakan perbaikan yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam beberapa kali siklus perbaikan pembelajaran. Pada penelitian ini, peneliti melaksanakan setidaknya dua siklus perbaikan pembelajaran dan maksimal tiga siklus untuk setiap masalah yang teridentifikasi dimana masing- masing siklus terdiri dari tiga langkah yaitu perencanaan, pelaksanaan dan refleksi. Adapun keterkaitan antara langkah-langkah dalam tiap siklus adalah sebagaimana yang digambarkan oleh Tim FKIP (2009: 1.19) dan diadaptasikan oleh penulis pada gambar 1.
Gambar 1. Siklus Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran
b. Langkah-langkah Perencanaan Perbaikan
Dalam mencapai tujuan perbaikan pembelajaran, penelitian tindakan kelas yang dikemas dalam program Pemantapan Kemampuan Profesional (PKP) ini mengikuti beberapa langkah-langkah perencanaan perbaikan sebagai berikut:
1) Melakukan refleksi awal berdasarkan observasi kelas, wawancara dsb untuk merumuskan sedikitnya 2 (dua) masalah pembelajaran Bahasa Inggris yang sedang terjadi dan memerlukan adanya perbaikan pembelajaran.
2) Menyusun rencana perbaikan pembelajaran (RPP) dengan tujuan untuk menyelesaikan salah satu dari dua masalah yang teridentifikasi tersebut.
3) Sebelum pelaksanan perbaikan pembelajaran, meninjau ulang serta memperbaiki rencana perbaikan pembelajaran (RPP) tersebut berdasarkan masukan atau hasil diskusi dengan teman sejawat serta supervisor penelitian.
4) Setelah selesai satu siklus pelaksanaan perbaikan pembelajaran, menyusun kembali rencana perbaikan pembelajaran (RPP) untuk siklus berikutnya berdasarkan hasil dari refleksi siklus tersebut (sebelumnya).
5) Begitu seterusnya hingga maksimal 3 (tiga) kali siklus untuk masalah pertama dan kemudian beranjak pada rencana perbaikan pembelajaran (RPP) untuk masalah kedua sebanyak maksimal 3 (tiga) siklus pula.
6) Perencanaan tidak dilanjutkan lagi setelah maksimal 3 (tiga) kali siklus untuk setiap masalah pembelajaran. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dianggap berakhir pada siklus ketiga untuk tiap masalah dan diakhiri dengan refleksi atas keberhasilan atau tidaknya upaya perbaikan pembelajaran yang telah dilakukan tersebut. Perencanaan juga bisa dihentikan dan dianggap selesai apabila pada pelaksanaan siklus sebelumnya (sebelum siklus 3) sudah tergambar ataupun teridentifikasi secara nyata bentuk-bentuk perbaikan yang diharapkan.
2. Pelaksanaan
a. Prosedur Pelaksanaan PTK
Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan dengan beberapa prosedur sebagai berikut:
1) PTK dilaksanakan dalam beberapa siklus perbaikan pembelajaran untuk memperbaiki satu persatu masalah pembelajaran yang teridentifikasi.
2) Berangkat dari masalah pertama yang teridentifikasi, siklus pertama kemudian dilaksanakan dengan diikuti oleh siklus kedua serta siklus ketiga (bila perlu) untuk mencapai adanya perbaikan pembelajaran.
3) Siklus ketiga adalah siklus terakhir (maksimal) untuk perbaikan pembelajaran dari masalah pertama dan diakhiri dengan refleksi atas berhasil tidaknya upaya perbaikan pembelajaran. Bila perbaikan pembelajaran sudah tercapai pada dua siklus sebelumnya maka upaya perbaikan dianggap sudah selesai dan tidak diperlukan untuk meneruskan siklus perbaikan pembelajaran selanjutnya.
4) Pelaksanaan siklus berikutnya dengan demikian adalah upaya untuk memperbaiki masalah pembelajaran yang kedua. Maksimal siklus untuk memperbaiki masalah pembelajaran kedua ini juga sebanyak 3 (tiga) siklus atau bisa dihentikan jika pada siklus sebelumnya dirasa sudah tercapai perbaikan yang dikehendaki.
b. Teman Sejawat dan Supervisor
Dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK) ini peneliti didampingi atau berkolaborasi secara erat dengan setidaknya 2 (dua) pihak yaitu teman sejawat dan supervisor. Teman sejawat adalah guru atau kepala sekolah dari rumpun bidang studi yang sama, dalam hal ini Bahasa Inggris, yang sudah memiliki pengalaman mengajar setidaknya tiga tahun. Teman sejawat diharapkan dapat secara objektif membantu melakukan observasi serta memberikan masukan mengenai rencana perbaikan pembelajaran (RPP), pelaksanaan perbaikan pembelajaran, dan bentuk perbantuan lainnya termasuk memberikan penilaian terhadap kemampuan profesional gurupeneliti dalam pelaksanaan penelitian ini dengan menggunakan alat penilaian yang telah ditentukan.
Supervisor adalah seorang dosen pembimbing kegiatan pemantapan kemampuan professional (PKP) yang ditunjuk oleh pihak kampus untuk mendampingi peneliti mulai dari perencanaan hingga akhir penelitian termasuk pelaporan hasil penelitian. Dalam menjalankan fungsi pendampingannya, supervisor memfasilitasi berlangsungya tutorial pada tiap pekan dimana mahasiswapeneliti mendapatkan bimbingan tahap demi tahap atas kendala perbaikan pembelajaran yang dihadapinya. Sebagaimana halnya teman sejawat, supervisor juga akan menilai kemampuan profesional gurupeneliti selama penelitian berlangsung dengan menggunakan alat penilaian yang telah ditentukan.
c. Prosedur Pembelajaran
Prosedur pembelajaran terdiri dari 3 (tiga) tahapan mulai dari kegiatan pendahuluan atau pembuka, kemudian diikuti kegiatan inti dan diakhiri dengan kegiatan penutup, selengkapnya diuraikan sebagai berikut:
1) Kegiatan pendahuluan merupakan kegiatan yang dilakukan di awal pembelajaran segera setelah guru memasuki ruangan kelas. Kegiatan awal tersebut terdiri dari kegiatan-kegiatan rutin seperti memberi salam dan mengecek kehadiran siswa, yang kemudian diikuti dengan kegiatan mereview palajaran sebelumnya, mengetengahkan topik pelajaran, menjelaskan tujuan dan manfaat pelajaran, dsb. Kegiatan awal yang bersifat pengantar ini tidak dialokasikan untuk waktu yang 1) Kegiatan pendahuluan merupakan kegiatan yang dilakukan di awal pembelajaran segera setelah guru memasuki ruangan kelas. Kegiatan awal tersebut terdiri dari kegiatan-kegiatan rutin seperti memberi salam dan mengecek kehadiran siswa, yang kemudian diikuti dengan kegiatan mereview palajaran sebelumnya, mengetengahkan topik pelajaran, menjelaskan tujuan dan manfaat pelajaran, dsb. Kegiatan awal yang bersifat pengantar ini tidak dialokasikan untuk waktu yang
2) Kegiatan inti merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang terkelompokkan dalam tahapan-tahapan dengan mengikuti metode pembelajaran yang digunakan dalam kurikulum atau oleh guru yang bersangkutan, dan bisa pula mengembangkan metodologi pembelajaran sendiri yang berdasarkan atas teori atau prinsip-prinsip yang dianut. Tahapan-tahapan dalam kegiatan inti ini adalah seperti: eksplorasi-elaborasi-konfirmasi (pembelajaran berbasis inkuiri), dan juga yang saat ini sedang tren seperti pembelajaran berbasis genre (genre-based) yang memiliki tahapan-tahapan: building knowledge of the field, modelling of the text, joint construction of the text, independent construction of the text, dan banyak lagi tahapan-tahapan lainnya.
3) Kegiatan penutup merupakan kegiatan di penghujung akhir pembelajaran yang meliputi kegiatan-kegiatan seperti meringkas pelajaran, melakukan refleksi, menyiapkan pelajaran yang akan dating, dan yang terakhir adalah memberi salam penutup. Sebagaimana halnya kegiatan pendahuluan, kegiatan penutup dapat dilakukan secara singkat dengan alokasi waktu antara 5 sampai dengan 10 menit.
3. Instrumen PengamatanPengumpulan Data
a. Instrumen
Instrumen pengamatan atau pengumpulan data pada penelitian ini meliputi Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG) 1 dan 2 Plus, serta Lembar Analisis RPP dan Pengamatan (Observasi) Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran
1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dikembangkan oleh peneliti sebagai rumusan pelaksanaan pembelajaran untuk bisa dianalisis dan dievaluasi oleh teman sejawat sebelum pelaksanaan pembelajaran. RPP yang dibuat adalah sebanyak 3 (tiga) dokumen untuk tiga kali pertemuan pembelajaran bahasa Inggris.
2) Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG) 1 Plus digunakan untuk menilai Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh peneliti. APKG 1 Plus ini berupa formulir ceklis untuk diisi oleh teman sejawat dan supervisorpenguji pada siklus-siklus yang telah ditentukan. Teman sejawat ditentukan untuk menilai kemampuan guru pada siklus akhir masalah pertama dengan menggunakan APKG 1 Plus ini. Adapun waktu penilaian oleh supervisorpenguji menyesuaikan kesepakatan atau jadwal yang tersedia.
3) Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG) 2 Plus digunakan untuk menilai atau mengamati pelaksanaan perbaikan pembelajaran. Sama halnya APKG 1 Plus, APKG 2 Plus ini diisi oleh teman sejawat untuk menilai pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus akhir masalah pertama. Adapun supervisorpenguji, waktu kunjungan ke lapangan tempat penelitian disepakati berdasarkan jadwal yang tersedia.
4) Lembar analisis RPP dan pengamatan (observasi) pelaksanaan perbaikan pembelajaran ini bersifat terbuka melengkapi APKG 1 dan
2 Plus. Lembar ini memungkinkan teman sejawat untuk dapat membantu peneliti dan validitas penelitian dengan catatan-catatan lapangan yang bersifat kualitatif. Teman sejawat mengisi lembar ini pada setiap kali dilaksanakannya siklus perbaikan pembelajaran. Hal- hal yang dianalisis atau diobservasi menyesuaikan masalah perbaikan pembelajaran ataupun tujuan perbaikan pada siklus tersebut.
5) Pre-test dan post-test dikembangkan oleh peneliti untuk mengukur tingkat ketercapaian perbaikan pembelajaran dilihat dari nilai kuantitatif yang diperoleh siswa. Kedua bentuk test ini dikembangkan dari indikator-indikator kecakapan membaca yang telah ditetapkan.
b. Data
Data pada penelitian tindakan kelas ini diperoleh dari berbagai sumber data diantaranya sebagai berikut:
1) Guru Bahasa Inggris Guru Bahasa Inggris pada kelas penelitian ini dapat menjadi informan atau narasumber untuk penelitian ini dimana banyak hal yang bisa digali seperti karakteristik siswa, pelaksanaan pembelajaran sebelum penelitian dan hal-hal terkait lainnya.
2) Peristiwa atau aktivitas pembelajaran Peristiwa atau aktivitas pembelajaran di dalam kelas Bahasa Inggris menjadi sumber data yang objektif untuk bisa ditarik banyak data melalui teknik observasi, terkait metodologi pembelajaran, suasana kelas, dan lain sebagainya.
3) Tempat atau lokasi kelas Tempat atau lokasi kelas tempat penelitian merupakan sumber data yang bermanfaat bagi penelitian tindakan kelas ini untuk bisa ditarik hubungannya dengan variabel penelitian lainnya.
4) Dokumen RPP dan bahan pembelajaran Dokumen RPP dan bahan pembelajaran yang biasanya digunakan oleh guru sebelum pelaksanaan penelitian tindakan kelas merupakan sumber data yang menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan perbaikan pembelajaran yang akan dilaksanakan melalui penelitian tindakan kelas ini.
5) Nilai pre-test dan post-test Nilai pre-test dan post-test merupakan data kuantitatif yang perlu untuk dianalisis untuk mengetahui tingkat ketercapaian perbaikan pembelajaran siswa. Kecakapan membaca siswa akan bisa direfleksikan dari nilai yang diperoleh pada saat pre-test maupun post- test serta perbandingan antara keduanya.
4. Refleksi
a. Kekuatan dan Kelemahan Pra-perbaikan Pembelajaran
Analisis kekuatan dan kelemahan sebelum pelaksanaan perbaikan pembelajaran dalam sebuah penelitian tindakan kelas sangatlah penting untuk menjadi dasar pijakan dalam melaksanakan perbaikan pembelajaran. Kekuatan- kekuatan yang ada sebelum dilaksanakannya penelitian harus terus dijaga dan dikembangkan selama pelaksanaan penelitian, sementara kelemahan- kelemahannya harus terus dikurangi sehingga mampu menciptakan kondisi perbaikan pembelajaran yang ideal.
b. Kekuatan dan Kelemahan Perbaikan Pembelajaran
Kekuatan dan kelemahan selama perbaikan pembelajaran harusnya terus dievaluasi dan menjadi dasar untuk pelaksanaan perbaikan pembelajaran selanjutnya. Begitu seterusnya sehingga di akhir siklus perbaikan pembelajaran akan diperoleh peningkatan dalam hal bertambahnya kekuatan serta berkurangnya kelemahan. Kekuatan dan kelemahan di akhir pelaksanaan perbaikan pembelajaran hendaknya juga bisa menjadi rekomendasi bagi pelaksanaan penelitian-penelitian ilmiah lainnya di kemudian hari.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi
1. Pra-siklus
a. Perencanaan
Untuk kepentingan pembelajaran bahasa Inggris, Bapak Domas selaku pengajar bahasa Inggris di kelas VII E mengatakan telah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebelumnya. RPP disusun berdasarkan format yang berlaku di SMP Negeri 8 Surakarta. Dokumen tersebut beberapa diantaranya disimpan di rumah dan ada juga yang disimpan di meja guru di kantor sekolah. Ditambahkan oleh Bapak Domas bahwa rencana pelaksanaan pembelajar tersebut tidaklah menjadi acuan pokok baginya dalam pelaksanaan pembelajaran. Sebagai gantinya, Bapak Domas cenderung memanfaatkan buku paket “English in Focus” maupun Lembar Kerja Siswa (LKS) “Galaxy”. Sebelum pembelajaran, biasanya Bapak Domas akan membuka kedua bahan pembelajaran tersebut dan merencanakan pembelajaran berdasarkan kedua bahan tersebut.
b. Pelaksanaan
Kelas VII E terletak di lantai 2 SMP Negeri 8 Surakarta atau tepat di atas ruang guru. Berukuran 8x8 meter persegi, di kelas itu terdapat 16 meja untuk dua orang siswa sehingga mampu menampung sekitar 32 siswa. Terdapat pula meja beserta kursi untuk guru yang berada di depan kelas.
Kegiatan belajar mengajar pada hari Senin tanggal 16 September 2013 itu dimulai tepat pukul 07.00 WIB dengan pelajaran pertama yaitu pembinaan dari guru wali kelas. Sementara itu, pembelajaran bahasa Inggris dimulai pada jam kedua atau pada pukul 07.40. Bapak Domas mulai masuk untuk memulai pelajaran pada pukul 07.50 atau terlambat 10 menit. Bapak Domas yang juga salah satu guru wali kelas IX memerlukan waktu sekitar 10 menit tersebut untuk berjalan dari lokasi perwaliannya di kelas 9 menuju ke kelas VII E.
Pertama kali masuk Bapak Domas memberi salam pembuka dan menyapa siswa, kemudian Bapak Domas juga mengenalkan secara singkat peneliti dan juga Pertama kali masuk Bapak Domas memberi salam pembuka dan menyapa siswa, kemudian Bapak Domas juga mengenalkan secara singkat peneliti dan juga
Beberapa siswa yang maju untuk memperkenalkan diri dan orang lain kebanyakan hanya membaca catatan yang telah mereka persiapkan. Meski demikian, ada beberapa siswa yang sudah berani berimprovisasi untuk tidak hanya membaca. Pada beberapa siswa tersebut Bapak Domas memberikan apresiasi dengan memberi nilai di atas KKM dan memotivasi siswa yang lain untuk melakukan improvisasi yang sama. Upaya Bapak Domas tersebut cukup berhasil untuk beberapa siswa untuk berani berbicara atau memperkenalkan diri dalam bahasa Inggris dan tidak hanya sekadar membaca.
Sambutan siswa berkembang menyesuaikan presentasi siswa, apabila siswa yang maju ke depan dirasa menarik dan lucu, maka seluruh kelas atau siswa yang lain juga menunjukkan antusiasmenya dalam mengikuti presentasi. Sebaliknya, apabila presentasi yang dibawakan kurang menarik, maka siswa cenderung sibuk dan ramai dengan aktivitasnya sendiri. Perimbangan siswa dengan presentasi yang menarik dan kurang menarik belumlah seimbang sehingga mempengaruhi pula jalannya pembelajaran secara keseluruhan. Siswa yang sudah mendapat giliran maju tidak memiliki aktivitas lain sehingga cenderung membuang waktu secara percuma dan tidak memperhatikan teman lain yang sedang membawakan presentasi.
Sebagai review kegiatan pembelajaran, Bapak Domas memberi kesempatan untuk siswa yang ingin melakukan remidi latihan memperkenalkan diri tersebut bisa pula dilakukan di luar jam pelajaran. Di akhir pembelajaran, Pak Domas menggambarkan sesuatu di papan tulis dan meminta siswa untuk menyalin gambar tersebut. Pak Domas juga menuliskan instruksi yang menyertainya yaitu
“Please describe this picture”. Pak Domas memberi kesempatan kepada siswa untuk menebak gambar dimaksud dan menuliskannya di papan tulis.
c. Pengamatan pengumpulan data
Peneliti melakukan pengamatan pada hari Senin, 16 September 2013 itu dengan hadir di kelas sebagai partisipan pasif. Dengan menggunakan lembar pengamatan (observasi), peneliti mengamati kegiatan belajar mengajar untuk mendapatkan data yang berupa bahan pembelajaran yang digunakan, tempat atau lokasi kelas beserta peristiwa atau aktivitas pembelajaran, kegiatan guru dan siswa selama berlangsungnya pembelajaran, media yang digunakan, dsb.
d. Refleksi
1) Metodologi Pembelajaran
Dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris tersebut, Bapak Domas telah berhasil melibatkan banyak siswa untuk berpartisipasi dengan cara penunjukan dan bergiliran maju mempresentasikan hasil pekerjaannya. Melalui cara seperti ini, mau tidak mau, siap ataupun tidak siswa harus secara bergiliran mempresentasikan tugas yang diberikan di depan kelas. Ketidaksiapan siswa juga menjadi penyegaran tersendiri bagi kelas VII E dimana hal ini membuat siswa yang lain menjadi tertawa. Bapak Domas juga memberikan apresiasi pada beberapa siswa yang dianggap bagus penampilannya serta menjadikannya sebagai standar bagi siswa yang lain pada penampilan selanjutnya. Hal ini mampu memotivasi beberapa siswa untuk menyuguhkan penampilan yang lebih baik. Kesempatan juga diberikan oleh Bapak Domas pada siswa yang ingin melakukan remidi untuk menemuinya kapanpun dan dimanapun di lingkungan sekolah.
Pembelajaran bahasa Inggris tersebut dirasa sudah cukup berjalan baik dalam beberapa hal yang disebutkan diatas, meski demikian prosedur pembelajaran yang dilakukan Bapak Domas masih terkesan monoton dengan hanya mengikuti langkah-langkah di dalam buku paket maupun LKS yang digunakan sebagai bahan pembelajaran. Variasi yang dilakukan hanya sebatas pengerjaan tugas untuk keperluan penilaian. Nampak pada pelaksanaan pembelajaran tersebut sejumlah besar siswa diminta untuk maju ke depan kelas mempresentasikan tugas yang diberikan sebelumnya.
Terlepas dari kegiatan “kejar tayang” yang cukup berhasil melibatkan banyak siswa tersebut, namun tidak ada kegiatan tambahan bagi siswa yang sudah menunaikan tugasnya maju ke depan. Untuk mengatasinya, kiranya Bapak Domas bisa memberikan beberapa tugas tambahan kepada siswa sehingga tidak ada kegaduhan atau keacuhan yang muncul dari siswa yang sedang atau sudah selesai bertugas. Di samping itu, akan lebih baik apabila sembari melakukan penilaian, Bapak Domas tidak hanya sekedar duduk di kursi guru tapi berpindah-pindah posisi untuk sekaligus mengawasi siswa lainnya di sudut lain di ruangan kelas.
Terkait dengan penggunaan media, Bapak Domas belum mampu memanfaatkan secara maksimal media pembelajaran yang tersedia di ruang kelas yang berupa proyektor LCD. Dalam pembelajaran yang difasilitasinya, Bapak Domas hanya mengandalkan keberadaan buku paket dan LKS dan tidak mencoba membuatnya lebih menarik dengan memanfaatkan proyektor LCD. Dari pengecekan peneliti, LCD yang terpasang permanen di langit-langit kelas tersebut dalam kondisi yang baik dan bisa digunakan setiap saat. Dengan memanfaatkan proyektor, diharapkan hal ini bisa lebih menarik minat dan fokus siswa meskipun bahan yang ditampilkan masih berasal dari buku paket ataupun LKS.
2) Kecakapan Membaca Siswa
Kecakapan membaca yang difasilitasi oleh Bapak Domas untuk bisa dikuasai siswa pada pertemuan itu adalah membaca dengan nyaring atau lantang. Dengan memberikan kesempatan kepada siswa satu persatu, kecakapan membaca mereka akan bisa dinilai dan diperbaiki. Meski demikian, Bapak Domas tidak banyak memberikan komentar atau feedback atas kecakapan membaca yang telah ditunjukkan siswa. Dari sudut tertentu hal ini memang berdampak pada terbangunnya motivasi siswa untuk berani membaca. Untuk bisa lebih memperbaiknya, Bapak Domas sebaiknya juga memperhatikan faktor kesalahan berbahasa (error) yang dibuat siswa dengan tetap menjaga motivasi siswa yang sudah terbangun dengan baik itu tadi. Kiranya dengan memperhatikan hal tersebut maka pembelajaran bahasa Inggris yang difasilitasi oleh Bapak Domas akan menjadi lebih baik dan lebih mampu meningkatkan kecakapan membaca siswa.
2. Siklus Pertama
a. Perencanaan