Penelitian hubungan aktivitas dalam orga
HUBUNGAN AKTIVITAS DALAM ORGANISASI DENGAN
PERILAKU SOSIAL SISWA
PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teori
1. Konsep Perilaku Sosial
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) perilaku diartikan
sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkunagn.1 Namun Skinner berpendapat bahwa perilaku itu bukan
sekedar respon dari stimulus atau rangsangan saja tetapi tindakannya yang
disengaja (operant).2 Menurut teori reasoned action yang dikemukakan
oleh Ajzen dan Fishbein menjelaskan bahwa perilaku merupakan hasil
pertimbangan sadar dari beberapa faktor, dan sikap bukanlah satu-satunya
3
prediktor tunggal dari perilaku. Antara
sikap dengan perilaku merupakan
hal yang tidak terpisah dan saling berhubungan. Perilaku muncul karena
dilandaskan oleh sikap terlebih dahulu. Tetapi sikap bukanlah satu-satunya
faktor yang melandasi perilaku, namun ada faktor-faktor lainnya. Faktor
lain yang mempengaruhi yaitu terdiri dari faktor internal dan factor
eksternal, di mana faktor internal meliputi motivasi atau kepribadian dari
dalam diri seseorang tersebut. Menurut Theodore M. Newcomb ³WKH
1
Departement Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa , (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka , 2008), hal. 1056.
2
Ria Hairiah Nuriani Putri, Hubungan Perilaku Sosial dengan Agresivitas Siswa di SMK Negeri 1
Cikarang Barat, (Jurnal PPKN Universitas Negeri Jakarta, 2012), .hal. 3.
3
Agus Abdul Rahman. Psikologi Sosial.(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013). hal. 137.
10
11
adalah organisasi kemudahan individu untuk bertingkah laku, baik
penentuan tujuan maupun perwujudan dari tingkah laku).
4
Dengan
demikian bahwa kepribadian mempengaruhi individu untuk bertingkah
laku serta sebagai sarana penyesuaian diri yang terwujud dalam bentuk
tingkah laku atau perilaku. Sedangkan faktor eksternal seperti lingkungan,
kelompok sosial serta keluarga. Sesuai dengan ajaran Edward A. Roos
bahwa tingkah laku
atau perilaku individu berhubungan dengan
lingkungan dan masyarakatnya.5 Dari faktor lingkungan dan masyarakat
maka akan menimbulkan suatu interaksi sosial yang merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis
menyangkut hubungan antara orang
perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang
perorangan
dengan
kelompok
manusia
serta
hubungan
dengan
lingkungannya.
Lingkungan menjadi faktor utama yang sangat berpengaruh pada
pembentukkan perilaku individu, serta menjadi suatu media pembelajaran
bagi individu dalam proses pengembangan perilakunya. Hal tersebut
dijelaskan dalam teori belajar sosial yang menyatakan bahwa perilaku atau
tingkah laku manusia itu dijelaskan sebagai hasil proses belajar terhadap
lingkungan. Dimana pada proses belajar sosial berupaya untuk membentuk
perilaku sosial dalam situasi sosial. Proses belajar sosial (social learning)
mengakibatkan terbentuknya individu yang tampak pada perilaku sosial
4
5
Slamet Santoso, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), hal. 38.
Ibid., hal. 14.
12
individu tersebut di dalam kehidupan sehari-hari. Proses belajar sosial
terus berlangsung sepanjang kehidupan manusia dan proses tersebut dapat
berlangsung di dalam keluarga, tempat kerja, sekolah, organisasi dan
masyarakat luas.6
Dalam bertingkah laku atau berperilaku hakikatnya terjadi suatu
proses pembelajaran untuk mengetahui dan memahami terhadap suatu hal
yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan yang disebut perilaku.
Menurut
teori
Attitude-to-Behavior-Process
pembentukan
Memori
(Pengetahuan dan
Pengalaman)
Model
dalam
yaitu:7
perilaku
Sikap
proses
Perilaku
Dengan demikian perilaku berawal dari adanya pengetahuan dan
pemahaman seseorang mengenai suatu hal yang dimana berlanjut kepada
pembentukan sikap yang ditunjukkan daari proses pengetahuan dan
pengalaman sebelumnya. Setelah seseorang dapat menunjukkan sikapnya
maka meneruskan reaksi untuk berrindak atau berperilaku. Perilaku
disesuaikan dengan pengetahuan dan pengalaman yang ditangkapnya. Jika
yang ditangkap pemahman serta pengalaman positif maka akan
menciptakan perilaku positif, begitupun dengan pemahaman
serta
pengalaman negatif maka akan menciptakan perilaku yang negatif pula.
6
Ibid., hal. 103.
Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009),
Hal. 93.
7
13
the behavior consideret innate is act all learned so it was a misonier when
tingkah laku dipandang sebagai
kecenderungan dari
dalam diri
merupakan tindakan belajar, sehingga adalah pemberian kesalahan bila
menerapkan kepada pengalaman.8 Sehingga dapat disimpulkan tingkah
laku atau perilaku berawal dari proses belajar sosial dimana akan
menghaslkan hasil belajar yang berupa pemahaman dan pengalaman
individu terhadap lingkungannya yang kemudian diwujudkan dalam
perilaku individu di kehidupan sehari-hari.
Manusia sebagai mahkluk sosial, dari sejak lahir hingga sepanjang
hayatnya senantiasa berhubungan dan membutuhkan individu lainnya
atau dengan kata lain melakukan relasi atau hubungan interpersonal.
Dalam reaksi interpersonal tersebut ditandai dengan berbagai aktivitas
tertentu, baik aktivitas yang dihasilkan naluriah semata atau justru
melalui proses pembelajaran tertentu. Berbagai aktivitas individu dalam
9
relasi interpersonal ini biasa disebut dengan perilaku sosial.
Untuk berkembang dan berinteraksi dalam masyarakat seseorang
perlu memiliki kemampuan berperilaku secara sosial. Perilaku sosial
berawal dari perilaku individu yang berlangsung dalam lingkungannya.
Hal tersebut sesuai dengan pandangan Lewin seorang tokoh psikologi
sosial yang menyatakan bahwa perilaku sosial merupkan fungsi dari faktor
8
9
Skamet Santoso, Op. Cit., hal. 105.
Ria Hairiah Nuriani Putri, Op. Cit., hal. 4.
14
personal dan faktor lingkungan. 10 Lingkungan ini yang menjadi faktor
terhadap timbulnya perubahan perilaku individu menjadi perilaku sosial.
Dalam hal ini perilaku sosial lebih memusatkan perhatiannya kepada
hubungan antara individu dan lingkungannya. 11 Menurut Haidi perilaku
sosial merupakan perilaku individu yang ditujukan untuk menyesuaikan
diri dengan aturan-aturan sosial.
12
Dengan demikian seseorang akan
menyesuaikan perilakunya apabila berada di suatu lingkungan tertentu dan
akan berbeda perilaku jika berada di lingkungan yang berbeda lagi. Karena
disini tengah terjadi
proses pembelajaran untuk mengenal setiap
lingkungan dan individu serta aturan-aturan sosial yang ada.
Dalam dunia psikologi sosial
telah berkembang beberapa
perspektif mengenai penjelasan perilaku sosial yaitu :
a. Perspektif Evolusi
Perspektif ini berpandangan bahwa perilaku sosial merupakan
produk dari insting dan faktor genetik yang sifatnya diturunkan.
Dalam hal ini dimaksudkan perilaku sosial berkembang melalui
transmisi genetic dan diteruskan dari generasi ke generasi jika
dianggap menguntungkan bagi keberlangsungan hidupnya. Seperti
contoh perilaku menolong.
b. Perspektif Belajar Sosial (Social Learning)
Pada perspektif ini menekankan pada pengalaman spesifik yang
dialami seseorang Perilaku social terbentuk karena proses belajar,
10
Agus Abdul Rahman, Psikologi Sosial, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013), hal. 11.
Nuraini Soyomukti, Pengantar Sosiologi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hal. 78.
12
Agus Abdul Rahman, Op. Cit., hal. 15.
11
15
interaksi antara stimulus dan respons. Individu belajar perilaku
sosial melalui proses conditioning, reinforcement, modeling,
observasi dan pertukaran social.
c. Perspektif Sosio-Kultural
Perspektif ini beranggapan bahwa
perilaku sosial
bervariasi
dipengaruhi oleh latar belakang kultural, struktural dan norma
sosial. Dalam hal memandakan perilaku sosial sebagai hasil
sosialisasi dan adaptasi terhadap pola perilaku, peran sosial dan
struktur sosial yang berkembang di masyarakat dari generasi ke
generasi.
d. Perspektif Sosial-Kognitif
Perspektif Sosial-Kognitif menekankan peran penting dari proses
kognitif
terhadap
perilaku.
Proses
pengelolaan
informasi
bagaimana kita memerhatikan, memaknai dan menilai perilaku
orang lain mendapatkan perhatian yang sangat besar. Pengalamanpengalaman diorganisasikan menjadi sistem kognitif sehingga bisa
digunakan untuk memahami lingkungan dengan lebih efisien.13
Dengan adanya beberapa perspektif mengenai perilaku sosial yang
telah dijelaskan di atas, maka tentunya memiliki pemikiran yang berbedabeda terhadap hal-hal yang mempengaruhi terjadinya perilaku sosial.
Selain hal yang mempengaruhi terjadinya perilaku sosial, perilaku sosial
pun memiliki sifat-sifat dan pola respon atau pribadi tertentu. yaitu :
13
Ibid., hal. 22.
16
1) Kecenderungan perilaku peran
a. Sifat pemberani secara sosial
Orang yang memiliki sifat pemberani secara sosial biasanya akan
cenderung mempertahankan dan membela haknya, tidak malumalu untuk melakukan sesuatu perbuatan yang diyakini dalam
mengedepankan kepentingannya.
b. Sifat berkuasa
Orang yang memiliki sifat berkuasa dalam perilaku sosial biasanya
ditunjukkan oleh perilaku seperti bertindak tegas, berorientasi
kepada kekuatan, memiliki kepercayaan diri, berkemauan keras,
suka memerintah dan memimpin langsung.
c. Sifat inisiatif secara sosial
Orang
yang
memiliki
sifat
mengorganisasikan kelompok, suka
berbagai
pertemuan,
dan
inisiatif
biasanya
suka
memberikan saran dalam
biasanya
suka
mengambil
alih
kepemimpinan.
d. Sifat mandiri
Orang yang memiliki sifat mandiri biasanya membuat segala
sesuatunya dilakukan oleh dirinya sendiri, seperti melakukan
sesuatu dengan caranya sendiri, membuat rencana sendiri dan
secara emosional cukup stabil.
2) Kecenderungan Perilaku dalam hubungan sosial
a. Dapat diterima atau ditolak orang lain
17
Orang memiliki sifat ini biasanya tidak berprasangka buruk, bisa
dipercaya dan dapat menghargai orang lain. Sedangkan sifat yang
tidak diterima adalah sifat sebaliknya.
b. Suka bergaul dan tidak suka bergaul
Dalam hal ini memiliki hubungan sosial yang baik antar individu.
Sedangkan jika tidak suka bergaul yaitu sebaliknya jarang untuk
berhubungan social yang baik antar individu.
c. Sifat ramah dan tidak ramah
Dalam hal ini bersifat hangat, mudah didekati, suka bersosialisasi.
Sedangkan yang tidak ramah merupakan sifat sebaliknya.
d. Sifat simpatik dan tidak simpatik
Ditandai dengan peduli terhadap sesama, murah hati dan suka
membantu. Sedangkan tidak simpatik merupakan sifat sebaliknya.
3) Kecenderungan perilaku ekspresif
a. Sifat suka bersaing
Beranggapan
bahwa
perlombaan. Sehingga
hubungan
sosial
merupakan
sebuah
senang bersaing untuk menunjukkan
kompetensinya.
b. Sifat agresif dan tidak agresif
Dalam hal ini suka menyerang orang lain baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sifat yang tidak agresif adalah sebaliknya.
c. Sifat kalem dan tenang secara sosial
Sifat yang tidak senang dengan adanya perbedaan, suka mengalami
kegugupan serta ragu-ragu.
18
d. Sifat suka pamer atau menonjolkan diri
Berperilaku
berlebihan,
suka
mencari
pengakuan
untuk
mendapatkan suatu perhatian.14
Dilihat dari sifatnya perilaku sosial terbagi menjadi dua jenis, yaitu
perilaku prososial dan perilaku antisosial. Perilaku sosial yang bersifat
positif disebut dengan perilaku prososial, sedangkan perilaku sosial yang
bersifat negatif disebut dengan perilaku antisosial. Menurut
Staub
menyatakan bahwa perilaku prososial merupakan perilaku yang positif
atau dengan kata
lain perilaku yang
menguntungkan orang
lain.
Wrightsman dan Deaux pun menjelaskan bahwa perilaku prososial sebagai
perilaku yang mempunyai konsekuensi sosial yang positif dan yang
memperbaiki kesejahteraan fisik maupun psikologis orang lain. Sedangkan
menurut Brigham menyatakan bahwa perilaku prososial mempunyai
maksud untuk menyokong kesejahteraan orang lain, dengan demikian
kedermawanan, persahabatan, kerjasama, menolong, menyelamatkan dan
pengorbanan merupakan bentuk-bentuk perilku prososial. Dengan kata
lain dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial merupakan salah satu
bentuk dari perilaku sosial yang bersifat positif untuk menolong sesama
baik secara fisik maupun non fisik (psikologis) sehingga orang lain merasa
diuntungkan dengan adanya perilaku tersebut.
Perilaku prososial menurut Wispe menggambarkan aspek dari
perilaku simpati, altruism (sifat menguntungkan orang lain), berderma,
14
Harry Catur Karyadi, Hubungan Antara Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraandengan Perilaku Sosial Siswa, (Skripsi PPKN Universitas Negeri
Jakarta, 2011). Hal. 32-35.
19
membantu,
menolong,
berbagi
dan
lain-lain.15
Namun
Mussen
menggambarkan aspek-aspek dalam perilaku prososial secara lebih rinci
yaitu :
a. Berbagi (Sharing)
Merupakan kesediaan berbagi perasaan dengan orang lain dalam
suasana suka dan duka. Sharing
menunjukkan kesukaran dan ada
diberikan bila
penerima
tindakan untuk dukungan.
Perilaku berbagi dapat ditunjukkan pula dengan perilaku saling
bercerita pengalaman hidup dan mencurahkan isi hati.
b. Kerjasama (Cooperative)
Kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya
suatu tujuan cooperative dan biasanya saling menguntungkan,
saling memberi atau saling menolong dan menyenangkan.
c. Menyumbang (Domating)
Kesediaan berderma, memberi secara sukarela sebagian barang
miliknya untuk orang
yang membutuhkan dan dapat juga
ditunjukkan dengan perbuatan memberi sesuatu kepada orang yang
memerlukan.
d. Menolong (Helping)
Kesediaan untuk berbuat kepada orang lain yang sedang dalam
kesulitan meliputi membagi dengan orang lain atau menawarkan
sesuatu yang menunjang berlangsungnya kegiatan orang lain.
15
Kama Abdul Hakim, Perilaku Prososial (Prinsip dan Aplikasi), (Banung: Universitas Pendidikan
Indonesia, 2006), hal. 7.
20
e. Kejujuran (Honesty)
Kesediaan untuk berkata, bersikap apa adanya serta menunjukkan
keadaan yang tulus hati.
f. Kedermawanan (Generosity)
Kesediaan memberi
secara sukarela untuk orang
lain yang
membutuhkan.
g. Tanggungjawab
Kemauan atau kesiapan seseorang untuk memberikan ganjaran
berupa jasa yang dibutuhkan orang lain atau pun pada diri sendiri.
h. Kedekatan (Prosimity)
Kemudahan dalam pendekatan pada setiap kontak yang terjadi
dengan orang lain. Dalam hal ini adanya suatu hubungan yang
sering dilakukan.16
Dari teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku sosial
merupakan aktivitas-aktivitas individu dalam suatu proses pembelajaran
dengan lingkunganya seperti di keluarga, tempat kerja, sekolah, organisasi
dan masyarakat
yang akan menimbulkan suatu pemahaman
dan
pengalaman sehingga akan terjadi suatu respon yang akan direalisasikan
ke dalam bentuk tindakan-tindakan, baik individu dengan individu,
individu dengan kelompok serta kelompok dengan kelompok dalam suatu
lingkup sosial masyarakat. Setiap perilaku sosial yang dilakukan tentunya
16
Alan Darma Saputra, ,Perbedaan Perilaku Prososial Antara Mahasiswa yang Aktif dengan
Mahasiswa yang Tidak Aktif di Organisasi (Jurnal Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Surabaya, 2013). hal. 5.
21
harus mengarah ke perilaku yang positif. Perilaku sosial yang bersifat
positif untuk membantu dan peduli terhadap sesama serta lingkungannya
dikenal dengan perilaku prososial.
2. Hakekat Siswa
Siswa pada hakekatnya merupakan pribadi yang selalu ingin
berkembang, memerlukan bantuan, arahan dan contoh dari orang lain.
Siswa pun memilki rasa ingin tahu yang tinggi. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan bentuk pembelajaran. Belajar merupakan suatu proses
dimana akan timbulnya suatu perubahan pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, sikap dan perilaku.
Dalam hal ini kedudukan siswa merupakan subjek dalam proses
belajar mengajar. Menurut Sardiman AM bahwa siswa atau peserta didik
adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral
dalam proses belajar mengajar. Jadi dalam proses belajar-mengajar yang
diperhatikan pertama kali adalah siswa atau peserta didik.17
Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang dimaksud siswa atau peserta didik, tidak
terbatas pada anak sekolah namun lebih dari itu, yaitu anggota masyarakat
yang
berusaha
mengembangkan
potensi
dirinya
melalui
proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.18
17
Sardiman AM. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta, Raja Grafindo Persada,
2003),hal. 111.
18
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2009), hal.305.
22
Dalam melakukan proses belajar, siswa memerlukan bimbingan
dan contoh yang baik agar hasil dari proses belajar tersebut pun baik.
Siswa sangat mudah sekali terpengaruh dan mengalami perubahan. Baik
itu perubahan pola pikir, pola sikap maupun pola perilakunya yang
mengarah kepada perubahan positif ataupun perubahan negatif pada diri
siswa tersebut. Oleh sebab itu pemberian pengetahuan, pemahaman dan
penanaman tentang norma dan nilai sangat penting pada masa-masa siswa
yang masih dalam tahap belajar. Baik secara formal maupun non formal,
maksudnya formal di sini adalah penyerapan pemahaman dan pengalaman
dalam proses belajar di kelas sedangkan non formal adalah proses
penyerapan pemhaman dan penglaman di luar jam belajar di kelas seperti
waktu bermain dan berkumpul dengan temannya, bekerja kelompok,
aktivitasnya dalam organisasi sekolah, kegiatan-kegiatan di sekolah dan
lain sebagainya.
Seorang anak akan menagkap segala hal dari lingkungan sekitar
yang tentunya akan mereka tiru. Ketika berada dilingkungan sekolah pun
anak akan menyerap segala perilaku-perilaku yang ada di lingkungan
sekolah. Sehingga sekolah memiliki tugas untuk menanamkan kebiasaan
melalui kegiatan-kegiatan positif seperti shalat berjamaah, membaca AlQuran, olahraga, kerja
bakti di sekolah, mengikuti organisasi
dan
ekstrakurikuler yang ada di sekolah dan lain sebagainya
Dengan demikian dalam lingkup yang kecil yaitu di sekolah dapat
menjadi tempat berkembangnya perilaku-perilaku bagi siswa. Baik itu
perilaku individunya tau perilaku terhadap sesama yang di sebut perilaku
23
sosial. Maka ketika siswa mengalami suatu perubahan perilaku ke arah
yang lebih baik dan positif, maka proses belajar siswa di sekolah dikatakan
berhasil
dan
akan
direalisasikan
secara
luas
dalam
kehidupan
bermasyrakat.
3. Konsep Aktivitas Dalam Organisasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti dari aktivitas
adalah suatu kegiatan kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilakukan
oleh seseorang untuk melakukan sesuatu.
19
Sedangkan menurut Haditono
aktivitas adalah melakukan suatu kegiatan tertentu secara aktif, aktivitas
menunjukkan adanya kebutuhan untuk aktif bekerja atau melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu. 20 Dengan demikian bahwa kegiatan yang
dilakukan seseorang dalam hal apapun disebut dengan aktivitas sedangkan
orang yang melakukan aktivitas disebut dengan aktivis.
Setiap manusia
sebagai makhluk hidup yang memiliki cirri
bergerak pasti selalu melakukan aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari.
Dimulai dari bangun tidur sampai dengan tidur lagi, pasti banyak kegiatan
yang dilakukan. Baik itu mandi, sarapan, menyetir mobil, menelepon,
bekerja dikantor, belajar disekolah dan lain sebagainya. Menurut Paul B.
Diedrich menyatakan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh setiap manusia
terbagi menjadi dua jenis meliputi aktivitas jasmani dan aktivitas rohani
19
Departement Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka , 2008), hal. 31.
20
Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 10
24
atau jiwa. Dari kedua jenis aktivitas tersebut dapat dispesifikasi lagi
menjadi beberapa macam sebagai berikut :
1. Visual activities (aktivitas membaca dan memperhatikan)
seperti : gambar, demonstasi, percobaan, pekerjaan orang lain
dan sebagainya.
2. Oral activities (aktivitas berbicara) seperti : menyatakan,
merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan
pendapat, mengadakan interview, diskusi dan sebagainya.
3. Listening activities (aktivitas mendengarkan) seperti :
percakapan, mendengarkan uraian, mendengarkan diskusi,
mendengarkan musik, mendengarkan pidato dan sebagainya.
4. Writing activities (aktivitas menulis) seperti : membuat
karangan, laporan, mengikuti tes tertulis, mengisi angket,
menyalin dan sebagainya.
5. Drawing
activities
(aktivitas
menggambar)
seperti : menggambar, membuat grafik, membuat desain pola
dan sebagainya.
6. Motor activities (aktivitas bergerak) seperti : berolahraga,
membuat konstruksi, bermain, mereparasi dan sebagainya.
7. Mental activities (aktivitas mental) seperti : mengaggap,
mengingat, menganalisis, melihat
hubungan, mengambil
kesimpulan dan sebagainya.
8. Emotional activities (aktivitas gerakan jiwa) seperti : menaruh
minat, merasa bosan, gembira, berani, tenang, gugup dan
sebagainya.21
Antar macam-macam aktivitas di atas tersebut tidak terpisah satu
sama lainnya namun saling berkaitan atau berhubungan. Dalam suatu
kegiatan yang dilakukan merupakan gabungan dari beberapa aktivitas
tersebut. Misalnya dalam kegiatan diskusi pasti di dalamnya melakukan
beberapa aktivitas seperti mendengar, berbicara, menganalisis, mengambil
kesimpulan dan lain sebagainya.
Begitupun dengan siswa, siswa pada hakikatnya merupakan pribadi
yang selalu ingin berkembang, memerlukan bantuan, arahan dan contoh
dari orang lain. Siswa pun memilki rasa ingin tahu yang tinggi. Hal
21
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2004), hal. 9
25
tersebut dapat dilakukan dengan bentuk pembelajaran. Secara umum kita
tentunya mengetahui aktivitas siswa yang utama adalah belajar. Belajar
merupakan suatu proses
dimana akan timbulnya
suatu perubahan
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan perilaku.
Namun aktivitas yang dilakukan oleh siswa di sekolah tidak hanya
terpaku kepada belajar secara formal di kelas saja namun ada aktivitas
belajar lainnya
yang dilakukan diluar
jam belajar formal. Seperti
berorganisasi dalam lingkup sekolah. Manusia pada hakikatnya merupakan
makhluk sosial yang memiliki keterbatasan secara individu sehingga
memerlukan manusia yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Begitupun dengan siswa yang membutuhkan wadah untuk pengembangan
dirinya dan menutupi keterbatasan individunya. Cara mengatasi dari
keterbatasan individu tersebut yaitu dengan cara bersosialisasi, berkumpul,
berkelompok atau bekerjasama. Hal tersebut pun sesuai dengan aturan
yang ditetapkan pada Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 28 yang
EHUEXQ\L ³.HPHUGHNDDQ EHUVHULNDW GDQ EHUNXPSXO, PHQJHOXDUNDQ SLNLUDQ
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang22
XQGDQJ.´
Organisasi dapat menjadi suatu wadah untuk melakukan aktivitas
sosial yang positif yaitu untuk berkumpul, mengeluarkan pikiran dan
bekerjasama. Secara harfiah organisasi berasal dari kata organon, dalam
bahasa Yunani berarti alat. Sedangkan dalam bahasa Inggris organisasi
22
Yudha Pandu, UUD 1845 dan Konstitusi Indonesia, (Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing,
2008),hal. 85
26
berasal dari kata organization yang artinya menyusun atau mengatur
bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain yang setiap bagian
mempunyai fungsi tersendiri sesuai dengan kapasitasnya. Menurut Chester
I. Barnard dalam bukunya The Excecutive Functions, mengemukakan
bahwa organisasi adalah sistem kerjasama antara dua orang atau lebih.
23
Sedangkan Dimock menjabarkan lebih rinci lagi bahwa organisasi adalah
perpaduan secara sistematis bagian-bagian yang saling bergantung atau
berkaitan untuk
membentuk suatu kesatuan yang
bulat mengenai
kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan
yang telah ditentukan.24
Dari pengertian-pengertian di atas dapat digambarkan bahwa
sesuatu dapat dikatakan sebagai organisasi jika memiliki ciri adanya
kerjasama antara dua orang atau lebih, memiliki tujuan yang sama dan
saling berhubungan satu sama lainnya. Organisasi terdiri dari beberapa
jenis yang berada pada lingkup masyarakat diantaranya organisasi politik,
organisasi sosial, organisasi mahasiswa, organisasi olahraga, organisasi
sekolah dan organisasi Negara. Organisasi sekolah merupakan bagian dari
organisasi pendidikan dalam skala lokal untuk kesuksesan pendidikan di
sekolah.25 Organisasi pendidikan itu sendiri adalah organisasi yang
dikelola untuk tujuan kesuksesan pendidikan. Yang menjadi bagian dari
organisasi sekolah yaitu seperti pihak yayasan, komite sekolah, eksekutif
sekolah, OSIS dan lain sebagainya.
23
Ahmad Saifuddin, dkk, Tips Sakti Membangun Organisasi Sekolah , (Jogjakarta: DIVA Press,
2012),hal. 17
24
Ibid., hal.17
25
Ibid., hal. 38
27
Dalam lingkup sekoalh terdapat organisasi kesiswaan yang disebut
dengan OSIS. Berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan
SDVDO _ D\DW _ \DQJ EHUEXQ\L ³2UJDQLVDVL NHVLVZDDQ GL VHNRODK EHUEHQWXN
RUJDQLVDVL LQWUD VHNRODK.´ 'HQJDQ GHPLNLDQ 26,6 \DLWX 2UJDQLVDVL 6LVZD
Intra Sekolah merupakan organisasi kesiswaan yang memang harus
dimiliki oelh setiap sekolah baik dari tingkat SMP sampai SMA. OSIS
juga merupakan satu-satunya organisasi kesiswaan yang diresmikan atau
legal oleh pemerintah, yang aturannya juga tercantum pada Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008
WHQWDQJ 3HPELQDDQ .HVLVZDDQ SDVDO _ D\DW _ \DQJ EHUEXQ\L ³2UJDQLVDVL
kesiswaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan organisasi
resmi di sekolah dan tidak ada hubungan organisatoris dengan organisasi
NHVLVZDDQ GL VHNRODK ODLQ.´
OSIS merupakan organisasi kesiswaan yang berada pada lingkup
di dalam sekolah saja serta merupakan bagian dari kegiatan ekstrakurikuler
di sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan tambahan di luar
struktur program yang dilaksanakan di luar jam pelajaran biasa agar
memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan
siswa.26 Kegiatan ekstrakurikuler merupakan pengalaman belajar yang
memiliki nilai-nilai dalam pembentukan kepribadian siswa. Adapun tujuan
dari kegiatan ekstrakurikuler di sekolah diantaranya yaitu :
26
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), hal. 271
28
1. Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat meningkatkan kemampuan
siswa dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor
2. Mengembangkan bakat dan minat siswa dalam upaya perubahan
pribadi menuju perubahan manusia seutuhnya yang positif
3. Dapat mengetahui, mengenal serta membedakan antara hubungan
satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya27
Untuk mencapai tujuan di atas, tentunya OSIS memiliki segenap aktivitas
yang positif melaui program kerja yang telah dirancang oleh para pengurs OSIS.
Pengurus OSIS merupakan orang-orang yang terpilih dan memiliki minat serta
bakat dalam bidang organisasi. Dalam hal ini aktivitas-aktivitas yang dijalankan
oleh OSIS merupakan bentuk dari usaha atau keaktifan siswa untuk belajar
berorganisasi akan suatu aktifitas praktis, sehingga siswa akan memperoleh
pengertian-pengertian serta
pengalaman-pengalaman yang lebih baik guna
pembentukkan diri siswa dalam hal keahlian, kebiasaan, sikap serta perilaku.
Dari teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas dalam organisasi
memiliki hubungan dengan perilaku sosial siswa. Karena aktivitas organisasi
merupakan belajar secara aktual di mana siswa belajar untuk berdemokrasi, berani
mengemukakan pendapat, mengambil keputusan, bertanggungjawab, berdiskusi,
menghargai pendapat orang lain, peka antar sesama atau bersimpatik, ramah
terhadap orang lain, berinsiatif terhadap segala sesuatu serta mandiri. Ilmu dan
pengalaman yang
di dapatkan dalam
organisasi dapat diterapkan dalam
perilakunya di kehidupan sehari-hari. Baik di rumah, sekolah maupun di
masyarakat yang perilaku keseharian dalam lingkup tersebut di katakan sebagai
perilaku sosial. Sehingga siswa yang aktif dalam aktivitas-aktivitas organisasi
dalam hal ini OSIS akan berpengaruh terhadap perilaku sosial siswa kearah yang
positif.
27
Ibid., hal. 272
29
B. Penelitian yang Relevan
Rencana penelitian ini relevan dengan penelitian yang sudah dilakukan
oleh :
1) Tri Purwaningsih mahasiswa Universitas Negeri Jakarta, jurusan Ilmu
Sosial Politik, prodi PPKN
tahun lulus
2005 dengan judul
penHOLWLDQQ\D ³3HUDQ 26,6 GDODP 0HQDQDPNDQ 1LODL-Nilai Demokrasi
Pancasila´, KDVLO penelitian yang diperoleh yaitu: : bahwa dalam
menanamkan nilai-nilai demokrasi, OSIS
sangat berperan aktif.
Kemudian dalam membina dan mengembangkan OSIS sebagai satusatunya organisasi yang diizinkan di SLTP dan SLTA selalu dalam
pengawasan guru-guru sehingga memiliki peranan yang penting.
2) Dewi Yani mahasiswa Universitas Negeri Jakarta, jurusan Ilmu Sosial
Politik, prodi PPKN tahun lulus 2012, dengan judul penelitiannya :
Hubungan Aktivitas PMR dengan Kepedulian Sosial Peserta Didik´,
hasil penelitian yang diperoleh yaitu : menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara aktivitas PMR dengan kepedulian social
peserta didik yakni semakin tinggi aktivitas PMR akan semakin tinggi
kepedulian social dari peserta didik hal tersebut ditunjukkan dengan r
product moment yang mendapat hasil sebesar 0,615.
3) Widyatama Heryanto mahasiswa Universitas Negeri Jakarta, jurusan
Ilmu Sosial Politik, prodi PPKN tahun lulus 2009,
dengan judul
penelitiannya : Hubungan Antara Kecerdasan Sosial dengan Perilaku
RVLDO
6 6LVZD GL 60$ 'LSRQHJRUR _ MDNDUWD 7LPXU´, KDVLO SHQHOLWLDQ
yang diperoleh yaitu : Hasil penelitian sejalan dengan teori dan
30
kerangka berfikir serta membuktikan bahwa terdapat hubungan positif
yang signifikan antara kecerdasan social dengan perilaku sosial di
SMA Diponegoro 1 Jakarta Timur. Sebagaimana yang ditunjukkan
oleh rhitung sebesar 0,66 yang lebih besar dari rtabel pada taraf signifikan
0,005 dan N=30 sebesar 0,361 (0,37>0,361). Peneliti
telah
membuktikan bahwa kecerdasan social merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi perilaku social siswa SMA khususnya.
C. Kerangka Berfikir
Siswa sebagai cikal bakal generasi muda penerus bangsa ke depannya
tentunya akan menjadi ujung tombak bangsa Indonesia dalam menaggapi
persaingan di era globalisasi ini. Hal tersebut diharapkan untuk menciptakan
Negara Indonesia yang unggul dengan para generasi muda yang cerdas dan
berbudi pekerti luhur sesuai dengan pedoman hidup bangsa yaitu Pancasila.
Sebagai bentuk realisasi dari hal tersebut maka tugas utama yang harus
dilakukan siswa adalah belajar. Karena dengan belajar diharapkan akan terjadi
perubahan yang positif pada diri siswa.
Setiap siswa dalam menempuh proses belajar tentunya akan mengalami
suatu perubahan baik secara keahlian, kebiasaan, sikap serta perilaku.
Terdapat faktor yang mempengaruhi perubahan dalam perilaku yaitu faktor
yang berasal pada diri siswa itu sendiri (faktor internal) dan faktor yang
berasal dari luar diri siswa (faktor eksternal).
31
Salah satu faktor dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi perilaku
siswa adalah aktivitasnya dalam organisasi kesiswaan di dalam sekolah.
Dalam organisasi kesiswaan inilah siswa
dapat berinteraksi dengan
lingkungannya yang tentunya akan diperoleh pengalaman-pengalaman baru
terhadap perubahan perilakunya. .
Pengalaman-pengalaman dan pengetahuan baru yang didapat dalam
organisasi akan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai perilaku
sosial, seperti siswa akan memiliki keberanian dalam hal berpendapat,
bertanggungjawab, dapat
menghargai sesama, memiliki
kepekaan atau
simpatik terhadap sesama, memiliki inisiatif yang tinggi, ramah, mudah
bergaul serta mandiri.
Dengan demikian diharapkan ilmu dan pengalamannya yang didapatkan
pada aktivitasnya dalam organisasi dapat diterapkan dalam perilaku sosialnya
sehari-hari, baik itu di sekolah, di rumah serta di masyarakat. Sehingga tujuan
proses belajar dalam hal perubahan perilaku pada siswa akan tercapai. Dan
organisasi sekolah dalam hal ini OSIS dapat menjadi wadah pembelajaran
yang baik di luar pembelajarannya di kelas. Karena banyak hal yang dalam
organisasi yang tidak di dapatkan ketika di kelas. Belajar di kelas lebih kepada
perubahan siswa kearah kognitif sedangkan dalam organisasi akan belajar
kearah pengembangan minat dan bakat atau keterampilan serta perubahan
secara sikap dan perilaku.
32
D. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan teori dan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis yang
diajukan adalah terdapat hubungan yang positif antara aktivitas dalam
organisasi dengan perilaku sosial siswa.
PERILAKU SOSIAL SISWA
PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teori
1. Konsep Perilaku Sosial
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) perilaku diartikan
sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkunagn.1 Namun Skinner berpendapat bahwa perilaku itu bukan
sekedar respon dari stimulus atau rangsangan saja tetapi tindakannya yang
disengaja (operant).2 Menurut teori reasoned action yang dikemukakan
oleh Ajzen dan Fishbein menjelaskan bahwa perilaku merupakan hasil
pertimbangan sadar dari beberapa faktor, dan sikap bukanlah satu-satunya
3
prediktor tunggal dari perilaku. Antara
sikap dengan perilaku merupakan
hal yang tidak terpisah dan saling berhubungan. Perilaku muncul karena
dilandaskan oleh sikap terlebih dahulu. Tetapi sikap bukanlah satu-satunya
faktor yang melandasi perilaku, namun ada faktor-faktor lainnya. Faktor
lain yang mempengaruhi yaitu terdiri dari faktor internal dan factor
eksternal, di mana faktor internal meliputi motivasi atau kepribadian dari
dalam diri seseorang tersebut. Menurut Theodore M. Newcomb ³WKH
1
Departement Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa , (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka , 2008), hal. 1056.
2
Ria Hairiah Nuriani Putri, Hubungan Perilaku Sosial dengan Agresivitas Siswa di SMK Negeri 1
Cikarang Barat, (Jurnal PPKN Universitas Negeri Jakarta, 2012), .hal. 3.
3
Agus Abdul Rahman. Psikologi Sosial.(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013). hal. 137.
10
11
adalah organisasi kemudahan individu untuk bertingkah laku, baik
penentuan tujuan maupun perwujudan dari tingkah laku).
4
Dengan
demikian bahwa kepribadian mempengaruhi individu untuk bertingkah
laku serta sebagai sarana penyesuaian diri yang terwujud dalam bentuk
tingkah laku atau perilaku. Sedangkan faktor eksternal seperti lingkungan,
kelompok sosial serta keluarga. Sesuai dengan ajaran Edward A. Roos
bahwa tingkah laku
atau perilaku individu berhubungan dengan
lingkungan dan masyarakatnya.5 Dari faktor lingkungan dan masyarakat
maka akan menimbulkan suatu interaksi sosial yang merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis
menyangkut hubungan antara orang
perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang
perorangan
dengan
kelompok
manusia
serta
hubungan
dengan
lingkungannya.
Lingkungan menjadi faktor utama yang sangat berpengaruh pada
pembentukkan perilaku individu, serta menjadi suatu media pembelajaran
bagi individu dalam proses pengembangan perilakunya. Hal tersebut
dijelaskan dalam teori belajar sosial yang menyatakan bahwa perilaku atau
tingkah laku manusia itu dijelaskan sebagai hasil proses belajar terhadap
lingkungan. Dimana pada proses belajar sosial berupaya untuk membentuk
perilaku sosial dalam situasi sosial. Proses belajar sosial (social learning)
mengakibatkan terbentuknya individu yang tampak pada perilaku sosial
4
5
Slamet Santoso, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), hal. 38.
Ibid., hal. 14.
12
individu tersebut di dalam kehidupan sehari-hari. Proses belajar sosial
terus berlangsung sepanjang kehidupan manusia dan proses tersebut dapat
berlangsung di dalam keluarga, tempat kerja, sekolah, organisasi dan
masyarakat luas.6
Dalam bertingkah laku atau berperilaku hakikatnya terjadi suatu
proses pembelajaran untuk mengetahui dan memahami terhadap suatu hal
yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan yang disebut perilaku.
Menurut
teori
Attitude-to-Behavior-Process
pembentukan
Memori
(Pengetahuan dan
Pengalaman)
Model
dalam
yaitu:7
perilaku
Sikap
proses
Perilaku
Dengan demikian perilaku berawal dari adanya pengetahuan dan
pemahaman seseorang mengenai suatu hal yang dimana berlanjut kepada
pembentukan sikap yang ditunjukkan daari proses pengetahuan dan
pengalaman sebelumnya. Setelah seseorang dapat menunjukkan sikapnya
maka meneruskan reaksi untuk berrindak atau berperilaku. Perilaku
disesuaikan dengan pengetahuan dan pengalaman yang ditangkapnya. Jika
yang ditangkap pemahman serta pengalaman positif maka akan
menciptakan perilaku positif, begitupun dengan pemahaman
serta
pengalaman negatif maka akan menciptakan perilaku yang negatif pula.
6
Ibid., hal. 103.
Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009),
Hal. 93.
7
13
the behavior consideret innate is act all learned so it was a misonier when
tingkah laku dipandang sebagai
kecenderungan dari
dalam diri
merupakan tindakan belajar, sehingga adalah pemberian kesalahan bila
menerapkan kepada pengalaman.8 Sehingga dapat disimpulkan tingkah
laku atau perilaku berawal dari proses belajar sosial dimana akan
menghaslkan hasil belajar yang berupa pemahaman dan pengalaman
individu terhadap lingkungannya yang kemudian diwujudkan dalam
perilaku individu di kehidupan sehari-hari.
Manusia sebagai mahkluk sosial, dari sejak lahir hingga sepanjang
hayatnya senantiasa berhubungan dan membutuhkan individu lainnya
atau dengan kata lain melakukan relasi atau hubungan interpersonal.
Dalam reaksi interpersonal tersebut ditandai dengan berbagai aktivitas
tertentu, baik aktivitas yang dihasilkan naluriah semata atau justru
melalui proses pembelajaran tertentu. Berbagai aktivitas individu dalam
9
relasi interpersonal ini biasa disebut dengan perilaku sosial.
Untuk berkembang dan berinteraksi dalam masyarakat seseorang
perlu memiliki kemampuan berperilaku secara sosial. Perilaku sosial
berawal dari perilaku individu yang berlangsung dalam lingkungannya.
Hal tersebut sesuai dengan pandangan Lewin seorang tokoh psikologi
sosial yang menyatakan bahwa perilaku sosial merupkan fungsi dari faktor
8
9
Skamet Santoso, Op. Cit., hal. 105.
Ria Hairiah Nuriani Putri, Op. Cit., hal. 4.
14
personal dan faktor lingkungan. 10 Lingkungan ini yang menjadi faktor
terhadap timbulnya perubahan perilaku individu menjadi perilaku sosial.
Dalam hal ini perilaku sosial lebih memusatkan perhatiannya kepada
hubungan antara individu dan lingkungannya. 11 Menurut Haidi perilaku
sosial merupakan perilaku individu yang ditujukan untuk menyesuaikan
diri dengan aturan-aturan sosial.
12
Dengan demikian seseorang akan
menyesuaikan perilakunya apabila berada di suatu lingkungan tertentu dan
akan berbeda perilaku jika berada di lingkungan yang berbeda lagi. Karena
disini tengah terjadi
proses pembelajaran untuk mengenal setiap
lingkungan dan individu serta aturan-aturan sosial yang ada.
Dalam dunia psikologi sosial
telah berkembang beberapa
perspektif mengenai penjelasan perilaku sosial yaitu :
a. Perspektif Evolusi
Perspektif ini berpandangan bahwa perilaku sosial merupakan
produk dari insting dan faktor genetik yang sifatnya diturunkan.
Dalam hal ini dimaksudkan perilaku sosial berkembang melalui
transmisi genetic dan diteruskan dari generasi ke generasi jika
dianggap menguntungkan bagi keberlangsungan hidupnya. Seperti
contoh perilaku menolong.
b. Perspektif Belajar Sosial (Social Learning)
Pada perspektif ini menekankan pada pengalaman spesifik yang
dialami seseorang Perilaku social terbentuk karena proses belajar,
10
Agus Abdul Rahman, Psikologi Sosial, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013), hal. 11.
Nuraini Soyomukti, Pengantar Sosiologi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hal. 78.
12
Agus Abdul Rahman, Op. Cit., hal. 15.
11
15
interaksi antara stimulus dan respons. Individu belajar perilaku
sosial melalui proses conditioning, reinforcement, modeling,
observasi dan pertukaran social.
c. Perspektif Sosio-Kultural
Perspektif ini beranggapan bahwa
perilaku sosial
bervariasi
dipengaruhi oleh latar belakang kultural, struktural dan norma
sosial. Dalam hal memandakan perilaku sosial sebagai hasil
sosialisasi dan adaptasi terhadap pola perilaku, peran sosial dan
struktur sosial yang berkembang di masyarakat dari generasi ke
generasi.
d. Perspektif Sosial-Kognitif
Perspektif Sosial-Kognitif menekankan peran penting dari proses
kognitif
terhadap
perilaku.
Proses
pengelolaan
informasi
bagaimana kita memerhatikan, memaknai dan menilai perilaku
orang lain mendapatkan perhatian yang sangat besar. Pengalamanpengalaman diorganisasikan menjadi sistem kognitif sehingga bisa
digunakan untuk memahami lingkungan dengan lebih efisien.13
Dengan adanya beberapa perspektif mengenai perilaku sosial yang
telah dijelaskan di atas, maka tentunya memiliki pemikiran yang berbedabeda terhadap hal-hal yang mempengaruhi terjadinya perilaku sosial.
Selain hal yang mempengaruhi terjadinya perilaku sosial, perilaku sosial
pun memiliki sifat-sifat dan pola respon atau pribadi tertentu. yaitu :
13
Ibid., hal. 22.
16
1) Kecenderungan perilaku peran
a. Sifat pemberani secara sosial
Orang yang memiliki sifat pemberani secara sosial biasanya akan
cenderung mempertahankan dan membela haknya, tidak malumalu untuk melakukan sesuatu perbuatan yang diyakini dalam
mengedepankan kepentingannya.
b. Sifat berkuasa
Orang yang memiliki sifat berkuasa dalam perilaku sosial biasanya
ditunjukkan oleh perilaku seperti bertindak tegas, berorientasi
kepada kekuatan, memiliki kepercayaan diri, berkemauan keras,
suka memerintah dan memimpin langsung.
c. Sifat inisiatif secara sosial
Orang
yang
memiliki
sifat
mengorganisasikan kelompok, suka
berbagai
pertemuan,
dan
inisiatif
biasanya
suka
memberikan saran dalam
biasanya
suka
mengambil
alih
kepemimpinan.
d. Sifat mandiri
Orang yang memiliki sifat mandiri biasanya membuat segala
sesuatunya dilakukan oleh dirinya sendiri, seperti melakukan
sesuatu dengan caranya sendiri, membuat rencana sendiri dan
secara emosional cukup stabil.
2) Kecenderungan Perilaku dalam hubungan sosial
a. Dapat diterima atau ditolak orang lain
17
Orang memiliki sifat ini biasanya tidak berprasangka buruk, bisa
dipercaya dan dapat menghargai orang lain. Sedangkan sifat yang
tidak diterima adalah sifat sebaliknya.
b. Suka bergaul dan tidak suka bergaul
Dalam hal ini memiliki hubungan sosial yang baik antar individu.
Sedangkan jika tidak suka bergaul yaitu sebaliknya jarang untuk
berhubungan social yang baik antar individu.
c. Sifat ramah dan tidak ramah
Dalam hal ini bersifat hangat, mudah didekati, suka bersosialisasi.
Sedangkan yang tidak ramah merupakan sifat sebaliknya.
d. Sifat simpatik dan tidak simpatik
Ditandai dengan peduli terhadap sesama, murah hati dan suka
membantu. Sedangkan tidak simpatik merupakan sifat sebaliknya.
3) Kecenderungan perilaku ekspresif
a. Sifat suka bersaing
Beranggapan
bahwa
perlombaan. Sehingga
hubungan
sosial
merupakan
sebuah
senang bersaing untuk menunjukkan
kompetensinya.
b. Sifat agresif dan tidak agresif
Dalam hal ini suka menyerang orang lain baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sifat yang tidak agresif adalah sebaliknya.
c. Sifat kalem dan tenang secara sosial
Sifat yang tidak senang dengan adanya perbedaan, suka mengalami
kegugupan serta ragu-ragu.
18
d. Sifat suka pamer atau menonjolkan diri
Berperilaku
berlebihan,
suka
mencari
pengakuan
untuk
mendapatkan suatu perhatian.14
Dilihat dari sifatnya perilaku sosial terbagi menjadi dua jenis, yaitu
perilaku prososial dan perilaku antisosial. Perilaku sosial yang bersifat
positif disebut dengan perilaku prososial, sedangkan perilaku sosial yang
bersifat negatif disebut dengan perilaku antisosial. Menurut
Staub
menyatakan bahwa perilaku prososial merupakan perilaku yang positif
atau dengan kata
lain perilaku yang
menguntungkan orang
lain.
Wrightsman dan Deaux pun menjelaskan bahwa perilaku prososial sebagai
perilaku yang mempunyai konsekuensi sosial yang positif dan yang
memperbaiki kesejahteraan fisik maupun psikologis orang lain. Sedangkan
menurut Brigham menyatakan bahwa perilaku prososial mempunyai
maksud untuk menyokong kesejahteraan orang lain, dengan demikian
kedermawanan, persahabatan, kerjasama, menolong, menyelamatkan dan
pengorbanan merupakan bentuk-bentuk perilku prososial. Dengan kata
lain dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial merupakan salah satu
bentuk dari perilaku sosial yang bersifat positif untuk menolong sesama
baik secara fisik maupun non fisik (psikologis) sehingga orang lain merasa
diuntungkan dengan adanya perilaku tersebut.
Perilaku prososial menurut Wispe menggambarkan aspek dari
perilaku simpati, altruism (sifat menguntungkan orang lain), berderma,
14
Harry Catur Karyadi, Hubungan Antara Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraandengan Perilaku Sosial Siswa, (Skripsi PPKN Universitas Negeri
Jakarta, 2011). Hal. 32-35.
19
membantu,
menolong,
berbagi
dan
lain-lain.15
Namun
Mussen
menggambarkan aspek-aspek dalam perilaku prososial secara lebih rinci
yaitu :
a. Berbagi (Sharing)
Merupakan kesediaan berbagi perasaan dengan orang lain dalam
suasana suka dan duka. Sharing
menunjukkan kesukaran dan ada
diberikan bila
penerima
tindakan untuk dukungan.
Perilaku berbagi dapat ditunjukkan pula dengan perilaku saling
bercerita pengalaman hidup dan mencurahkan isi hati.
b. Kerjasama (Cooperative)
Kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya
suatu tujuan cooperative dan biasanya saling menguntungkan,
saling memberi atau saling menolong dan menyenangkan.
c. Menyumbang (Domating)
Kesediaan berderma, memberi secara sukarela sebagian barang
miliknya untuk orang
yang membutuhkan dan dapat juga
ditunjukkan dengan perbuatan memberi sesuatu kepada orang yang
memerlukan.
d. Menolong (Helping)
Kesediaan untuk berbuat kepada orang lain yang sedang dalam
kesulitan meliputi membagi dengan orang lain atau menawarkan
sesuatu yang menunjang berlangsungnya kegiatan orang lain.
15
Kama Abdul Hakim, Perilaku Prososial (Prinsip dan Aplikasi), (Banung: Universitas Pendidikan
Indonesia, 2006), hal. 7.
20
e. Kejujuran (Honesty)
Kesediaan untuk berkata, bersikap apa adanya serta menunjukkan
keadaan yang tulus hati.
f. Kedermawanan (Generosity)
Kesediaan memberi
secara sukarela untuk orang
lain yang
membutuhkan.
g. Tanggungjawab
Kemauan atau kesiapan seseorang untuk memberikan ganjaran
berupa jasa yang dibutuhkan orang lain atau pun pada diri sendiri.
h. Kedekatan (Prosimity)
Kemudahan dalam pendekatan pada setiap kontak yang terjadi
dengan orang lain. Dalam hal ini adanya suatu hubungan yang
sering dilakukan.16
Dari teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku sosial
merupakan aktivitas-aktivitas individu dalam suatu proses pembelajaran
dengan lingkunganya seperti di keluarga, tempat kerja, sekolah, organisasi
dan masyarakat
yang akan menimbulkan suatu pemahaman
dan
pengalaman sehingga akan terjadi suatu respon yang akan direalisasikan
ke dalam bentuk tindakan-tindakan, baik individu dengan individu,
individu dengan kelompok serta kelompok dengan kelompok dalam suatu
lingkup sosial masyarakat. Setiap perilaku sosial yang dilakukan tentunya
16
Alan Darma Saputra, ,Perbedaan Perilaku Prososial Antara Mahasiswa yang Aktif dengan
Mahasiswa yang Tidak Aktif di Organisasi (Jurnal Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Surabaya, 2013). hal. 5.
21
harus mengarah ke perilaku yang positif. Perilaku sosial yang bersifat
positif untuk membantu dan peduli terhadap sesama serta lingkungannya
dikenal dengan perilaku prososial.
2. Hakekat Siswa
Siswa pada hakekatnya merupakan pribadi yang selalu ingin
berkembang, memerlukan bantuan, arahan dan contoh dari orang lain.
Siswa pun memilki rasa ingin tahu yang tinggi. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan bentuk pembelajaran. Belajar merupakan suatu proses
dimana akan timbulnya suatu perubahan pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, sikap dan perilaku.
Dalam hal ini kedudukan siswa merupakan subjek dalam proses
belajar mengajar. Menurut Sardiman AM bahwa siswa atau peserta didik
adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral
dalam proses belajar mengajar. Jadi dalam proses belajar-mengajar yang
diperhatikan pertama kali adalah siswa atau peserta didik.17
Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang dimaksud siswa atau peserta didik, tidak
terbatas pada anak sekolah namun lebih dari itu, yaitu anggota masyarakat
yang
berusaha
mengembangkan
potensi
dirinya
melalui
proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.18
17
Sardiman AM. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta, Raja Grafindo Persada,
2003),hal. 111.
18
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2009), hal.305.
22
Dalam melakukan proses belajar, siswa memerlukan bimbingan
dan contoh yang baik agar hasil dari proses belajar tersebut pun baik.
Siswa sangat mudah sekali terpengaruh dan mengalami perubahan. Baik
itu perubahan pola pikir, pola sikap maupun pola perilakunya yang
mengarah kepada perubahan positif ataupun perubahan negatif pada diri
siswa tersebut. Oleh sebab itu pemberian pengetahuan, pemahaman dan
penanaman tentang norma dan nilai sangat penting pada masa-masa siswa
yang masih dalam tahap belajar. Baik secara formal maupun non formal,
maksudnya formal di sini adalah penyerapan pemahaman dan pengalaman
dalam proses belajar di kelas sedangkan non formal adalah proses
penyerapan pemhaman dan penglaman di luar jam belajar di kelas seperti
waktu bermain dan berkumpul dengan temannya, bekerja kelompok,
aktivitasnya dalam organisasi sekolah, kegiatan-kegiatan di sekolah dan
lain sebagainya.
Seorang anak akan menagkap segala hal dari lingkungan sekitar
yang tentunya akan mereka tiru. Ketika berada dilingkungan sekolah pun
anak akan menyerap segala perilaku-perilaku yang ada di lingkungan
sekolah. Sehingga sekolah memiliki tugas untuk menanamkan kebiasaan
melalui kegiatan-kegiatan positif seperti shalat berjamaah, membaca AlQuran, olahraga, kerja
bakti di sekolah, mengikuti organisasi
dan
ekstrakurikuler yang ada di sekolah dan lain sebagainya
Dengan demikian dalam lingkup yang kecil yaitu di sekolah dapat
menjadi tempat berkembangnya perilaku-perilaku bagi siswa. Baik itu
perilaku individunya tau perilaku terhadap sesama yang di sebut perilaku
23
sosial. Maka ketika siswa mengalami suatu perubahan perilaku ke arah
yang lebih baik dan positif, maka proses belajar siswa di sekolah dikatakan
berhasil
dan
akan
direalisasikan
secara
luas
dalam
kehidupan
bermasyrakat.
3. Konsep Aktivitas Dalam Organisasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti dari aktivitas
adalah suatu kegiatan kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilakukan
oleh seseorang untuk melakukan sesuatu.
19
Sedangkan menurut Haditono
aktivitas adalah melakukan suatu kegiatan tertentu secara aktif, aktivitas
menunjukkan adanya kebutuhan untuk aktif bekerja atau melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu. 20 Dengan demikian bahwa kegiatan yang
dilakukan seseorang dalam hal apapun disebut dengan aktivitas sedangkan
orang yang melakukan aktivitas disebut dengan aktivis.
Setiap manusia
sebagai makhluk hidup yang memiliki cirri
bergerak pasti selalu melakukan aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari.
Dimulai dari bangun tidur sampai dengan tidur lagi, pasti banyak kegiatan
yang dilakukan. Baik itu mandi, sarapan, menyetir mobil, menelepon,
bekerja dikantor, belajar disekolah dan lain sebagainya. Menurut Paul B.
Diedrich menyatakan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh setiap manusia
terbagi menjadi dua jenis meliputi aktivitas jasmani dan aktivitas rohani
19
Departement Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka , 2008), hal. 31.
20
Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 10
24
atau jiwa. Dari kedua jenis aktivitas tersebut dapat dispesifikasi lagi
menjadi beberapa macam sebagai berikut :
1. Visual activities (aktivitas membaca dan memperhatikan)
seperti : gambar, demonstasi, percobaan, pekerjaan orang lain
dan sebagainya.
2. Oral activities (aktivitas berbicara) seperti : menyatakan,
merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan
pendapat, mengadakan interview, diskusi dan sebagainya.
3. Listening activities (aktivitas mendengarkan) seperti :
percakapan, mendengarkan uraian, mendengarkan diskusi,
mendengarkan musik, mendengarkan pidato dan sebagainya.
4. Writing activities (aktivitas menulis) seperti : membuat
karangan, laporan, mengikuti tes tertulis, mengisi angket,
menyalin dan sebagainya.
5. Drawing
activities
(aktivitas
menggambar)
seperti : menggambar, membuat grafik, membuat desain pola
dan sebagainya.
6. Motor activities (aktivitas bergerak) seperti : berolahraga,
membuat konstruksi, bermain, mereparasi dan sebagainya.
7. Mental activities (aktivitas mental) seperti : mengaggap,
mengingat, menganalisis, melihat
hubungan, mengambil
kesimpulan dan sebagainya.
8. Emotional activities (aktivitas gerakan jiwa) seperti : menaruh
minat, merasa bosan, gembira, berani, tenang, gugup dan
sebagainya.21
Antar macam-macam aktivitas di atas tersebut tidak terpisah satu
sama lainnya namun saling berkaitan atau berhubungan. Dalam suatu
kegiatan yang dilakukan merupakan gabungan dari beberapa aktivitas
tersebut. Misalnya dalam kegiatan diskusi pasti di dalamnya melakukan
beberapa aktivitas seperti mendengar, berbicara, menganalisis, mengambil
kesimpulan dan lain sebagainya.
Begitupun dengan siswa, siswa pada hakikatnya merupakan pribadi
yang selalu ingin berkembang, memerlukan bantuan, arahan dan contoh
dari orang lain. Siswa pun memilki rasa ingin tahu yang tinggi. Hal
21
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2004), hal. 9
25
tersebut dapat dilakukan dengan bentuk pembelajaran. Secara umum kita
tentunya mengetahui aktivitas siswa yang utama adalah belajar. Belajar
merupakan suatu proses
dimana akan timbulnya
suatu perubahan
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan perilaku.
Namun aktivitas yang dilakukan oleh siswa di sekolah tidak hanya
terpaku kepada belajar secara formal di kelas saja namun ada aktivitas
belajar lainnya
yang dilakukan diluar
jam belajar formal. Seperti
berorganisasi dalam lingkup sekolah. Manusia pada hakikatnya merupakan
makhluk sosial yang memiliki keterbatasan secara individu sehingga
memerlukan manusia yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Begitupun dengan siswa yang membutuhkan wadah untuk pengembangan
dirinya dan menutupi keterbatasan individunya. Cara mengatasi dari
keterbatasan individu tersebut yaitu dengan cara bersosialisasi, berkumpul,
berkelompok atau bekerjasama. Hal tersebut pun sesuai dengan aturan
yang ditetapkan pada Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 28 yang
EHUEXQ\L ³.HPHUGHNDDQ EHUVHULNDW GDQ EHUNXPSXO, PHQJHOXDUNDQ SLNLUDQ
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang22
XQGDQJ.´
Organisasi dapat menjadi suatu wadah untuk melakukan aktivitas
sosial yang positif yaitu untuk berkumpul, mengeluarkan pikiran dan
bekerjasama. Secara harfiah organisasi berasal dari kata organon, dalam
bahasa Yunani berarti alat. Sedangkan dalam bahasa Inggris organisasi
22
Yudha Pandu, UUD 1845 dan Konstitusi Indonesia, (Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing,
2008),hal. 85
26
berasal dari kata organization yang artinya menyusun atau mengatur
bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain yang setiap bagian
mempunyai fungsi tersendiri sesuai dengan kapasitasnya. Menurut Chester
I. Barnard dalam bukunya The Excecutive Functions, mengemukakan
bahwa organisasi adalah sistem kerjasama antara dua orang atau lebih.
23
Sedangkan Dimock menjabarkan lebih rinci lagi bahwa organisasi adalah
perpaduan secara sistematis bagian-bagian yang saling bergantung atau
berkaitan untuk
membentuk suatu kesatuan yang
bulat mengenai
kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan
yang telah ditentukan.24
Dari pengertian-pengertian di atas dapat digambarkan bahwa
sesuatu dapat dikatakan sebagai organisasi jika memiliki ciri adanya
kerjasama antara dua orang atau lebih, memiliki tujuan yang sama dan
saling berhubungan satu sama lainnya. Organisasi terdiri dari beberapa
jenis yang berada pada lingkup masyarakat diantaranya organisasi politik,
organisasi sosial, organisasi mahasiswa, organisasi olahraga, organisasi
sekolah dan organisasi Negara. Organisasi sekolah merupakan bagian dari
organisasi pendidikan dalam skala lokal untuk kesuksesan pendidikan di
sekolah.25 Organisasi pendidikan itu sendiri adalah organisasi yang
dikelola untuk tujuan kesuksesan pendidikan. Yang menjadi bagian dari
organisasi sekolah yaitu seperti pihak yayasan, komite sekolah, eksekutif
sekolah, OSIS dan lain sebagainya.
23
Ahmad Saifuddin, dkk, Tips Sakti Membangun Organisasi Sekolah , (Jogjakarta: DIVA Press,
2012),hal. 17
24
Ibid., hal.17
25
Ibid., hal. 38
27
Dalam lingkup sekoalh terdapat organisasi kesiswaan yang disebut
dengan OSIS. Berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan
SDVDO _ D\DW _ \DQJ EHUEXQ\L ³2UJDQLVDVL NHVLVZDDQ GL VHNRODK EHUEHQWXN
RUJDQLVDVL LQWUD VHNRODK.´ 'HQJDQ GHPLNLDQ 26,6 \DLWX 2UJDQLVDVL 6LVZD
Intra Sekolah merupakan organisasi kesiswaan yang memang harus
dimiliki oelh setiap sekolah baik dari tingkat SMP sampai SMA. OSIS
juga merupakan satu-satunya organisasi kesiswaan yang diresmikan atau
legal oleh pemerintah, yang aturannya juga tercantum pada Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008
WHQWDQJ 3HPELQDDQ .HVLVZDDQ SDVDO _ D\DW _ \DQJ EHUEXQ\L ³2UJDQLVDVL
kesiswaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan organisasi
resmi di sekolah dan tidak ada hubungan organisatoris dengan organisasi
NHVLVZDDQ GL VHNRODK ODLQ.´
OSIS merupakan organisasi kesiswaan yang berada pada lingkup
di dalam sekolah saja serta merupakan bagian dari kegiatan ekstrakurikuler
di sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan tambahan di luar
struktur program yang dilaksanakan di luar jam pelajaran biasa agar
memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan
siswa.26 Kegiatan ekstrakurikuler merupakan pengalaman belajar yang
memiliki nilai-nilai dalam pembentukan kepribadian siswa. Adapun tujuan
dari kegiatan ekstrakurikuler di sekolah diantaranya yaitu :
26
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), hal. 271
28
1. Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat meningkatkan kemampuan
siswa dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor
2. Mengembangkan bakat dan minat siswa dalam upaya perubahan
pribadi menuju perubahan manusia seutuhnya yang positif
3. Dapat mengetahui, mengenal serta membedakan antara hubungan
satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya27
Untuk mencapai tujuan di atas, tentunya OSIS memiliki segenap aktivitas
yang positif melaui program kerja yang telah dirancang oleh para pengurs OSIS.
Pengurus OSIS merupakan orang-orang yang terpilih dan memiliki minat serta
bakat dalam bidang organisasi. Dalam hal ini aktivitas-aktivitas yang dijalankan
oleh OSIS merupakan bentuk dari usaha atau keaktifan siswa untuk belajar
berorganisasi akan suatu aktifitas praktis, sehingga siswa akan memperoleh
pengertian-pengertian serta
pengalaman-pengalaman yang lebih baik guna
pembentukkan diri siswa dalam hal keahlian, kebiasaan, sikap serta perilaku.
Dari teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas dalam organisasi
memiliki hubungan dengan perilaku sosial siswa. Karena aktivitas organisasi
merupakan belajar secara aktual di mana siswa belajar untuk berdemokrasi, berani
mengemukakan pendapat, mengambil keputusan, bertanggungjawab, berdiskusi,
menghargai pendapat orang lain, peka antar sesama atau bersimpatik, ramah
terhadap orang lain, berinsiatif terhadap segala sesuatu serta mandiri. Ilmu dan
pengalaman yang
di dapatkan dalam
organisasi dapat diterapkan dalam
perilakunya di kehidupan sehari-hari. Baik di rumah, sekolah maupun di
masyarakat yang perilaku keseharian dalam lingkup tersebut di katakan sebagai
perilaku sosial. Sehingga siswa yang aktif dalam aktivitas-aktivitas organisasi
dalam hal ini OSIS akan berpengaruh terhadap perilaku sosial siswa kearah yang
positif.
27
Ibid., hal. 272
29
B. Penelitian yang Relevan
Rencana penelitian ini relevan dengan penelitian yang sudah dilakukan
oleh :
1) Tri Purwaningsih mahasiswa Universitas Negeri Jakarta, jurusan Ilmu
Sosial Politik, prodi PPKN
tahun lulus
2005 dengan judul
penHOLWLDQQ\D ³3HUDQ 26,6 GDODP 0HQDQDPNDQ 1LODL-Nilai Demokrasi
Pancasila´, KDVLO penelitian yang diperoleh yaitu: : bahwa dalam
menanamkan nilai-nilai demokrasi, OSIS
sangat berperan aktif.
Kemudian dalam membina dan mengembangkan OSIS sebagai satusatunya organisasi yang diizinkan di SLTP dan SLTA selalu dalam
pengawasan guru-guru sehingga memiliki peranan yang penting.
2) Dewi Yani mahasiswa Universitas Negeri Jakarta, jurusan Ilmu Sosial
Politik, prodi PPKN tahun lulus 2012, dengan judul penelitiannya :
Hubungan Aktivitas PMR dengan Kepedulian Sosial Peserta Didik´,
hasil penelitian yang diperoleh yaitu : menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara aktivitas PMR dengan kepedulian social
peserta didik yakni semakin tinggi aktivitas PMR akan semakin tinggi
kepedulian social dari peserta didik hal tersebut ditunjukkan dengan r
product moment yang mendapat hasil sebesar 0,615.
3) Widyatama Heryanto mahasiswa Universitas Negeri Jakarta, jurusan
Ilmu Sosial Politik, prodi PPKN tahun lulus 2009,
dengan judul
penelitiannya : Hubungan Antara Kecerdasan Sosial dengan Perilaku
RVLDO
6 6LVZD GL 60$ 'LSRQHJRUR _ MDNDUWD 7LPXU´, KDVLO SHQHOLWLDQ
yang diperoleh yaitu : Hasil penelitian sejalan dengan teori dan
30
kerangka berfikir serta membuktikan bahwa terdapat hubungan positif
yang signifikan antara kecerdasan social dengan perilaku sosial di
SMA Diponegoro 1 Jakarta Timur. Sebagaimana yang ditunjukkan
oleh rhitung sebesar 0,66 yang lebih besar dari rtabel pada taraf signifikan
0,005 dan N=30 sebesar 0,361 (0,37>0,361). Peneliti
telah
membuktikan bahwa kecerdasan social merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi perilaku social siswa SMA khususnya.
C. Kerangka Berfikir
Siswa sebagai cikal bakal generasi muda penerus bangsa ke depannya
tentunya akan menjadi ujung tombak bangsa Indonesia dalam menaggapi
persaingan di era globalisasi ini. Hal tersebut diharapkan untuk menciptakan
Negara Indonesia yang unggul dengan para generasi muda yang cerdas dan
berbudi pekerti luhur sesuai dengan pedoman hidup bangsa yaitu Pancasila.
Sebagai bentuk realisasi dari hal tersebut maka tugas utama yang harus
dilakukan siswa adalah belajar. Karena dengan belajar diharapkan akan terjadi
perubahan yang positif pada diri siswa.
Setiap siswa dalam menempuh proses belajar tentunya akan mengalami
suatu perubahan baik secara keahlian, kebiasaan, sikap serta perilaku.
Terdapat faktor yang mempengaruhi perubahan dalam perilaku yaitu faktor
yang berasal pada diri siswa itu sendiri (faktor internal) dan faktor yang
berasal dari luar diri siswa (faktor eksternal).
31
Salah satu faktor dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi perilaku
siswa adalah aktivitasnya dalam organisasi kesiswaan di dalam sekolah.
Dalam organisasi kesiswaan inilah siswa
dapat berinteraksi dengan
lingkungannya yang tentunya akan diperoleh pengalaman-pengalaman baru
terhadap perubahan perilakunya. .
Pengalaman-pengalaman dan pengetahuan baru yang didapat dalam
organisasi akan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai perilaku
sosial, seperti siswa akan memiliki keberanian dalam hal berpendapat,
bertanggungjawab, dapat
menghargai sesama, memiliki
kepekaan atau
simpatik terhadap sesama, memiliki inisiatif yang tinggi, ramah, mudah
bergaul serta mandiri.
Dengan demikian diharapkan ilmu dan pengalamannya yang didapatkan
pada aktivitasnya dalam organisasi dapat diterapkan dalam perilaku sosialnya
sehari-hari, baik itu di sekolah, di rumah serta di masyarakat. Sehingga tujuan
proses belajar dalam hal perubahan perilaku pada siswa akan tercapai. Dan
organisasi sekolah dalam hal ini OSIS dapat menjadi wadah pembelajaran
yang baik di luar pembelajarannya di kelas. Karena banyak hal yang dalam
organisasi yang tidak di dapatkan ketika di kelas. Belajar di kelas lebih kepada
perubahan siswa kearah kognitif sedangkan dalam organisasi akan belajar
kearah pengembangan minat dan bakat atau keterampilan serta perubahan
secara sikap dan perilaku.
32
D. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan teori dan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis yang
diajukan adalah terdapat hubungan yang positif antara aktivitas dalam
organisasi dengan perilaku sosial siswa.