Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Anak Pra Sekolah (3-5 Tahun) Di Kelompok Bermain Melati Suka Ramai Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anak Usia Prasekolah
2.1.1. Pengertian
UNESCO dengan persetujuan negara-negara anggotanya membuat
International Standard Classification of Education (ISCED) dengan 7 klasifikasi
penjenjangan mulai dari prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi. Jenjang
Prasekolah (Level 0) disebut juga sebagai pendidikan usia dini. Pendidikan
prasekolah adalah pendidikan bagi anak usia 3-5 tahun. Beberapa negara memulai
lebih awal (2 tahun) dan beberapa negara lain mengakhiri lebih lambat (6 tahun).
Dinyatakan pula bahwa untuk beberapa negara pendidikan usia dini termasuk baik
pendidikan prasekolah maupun pendidikan dasar (Harianti, 2003).
Anak usia prasekolah adalah anak usia 3-5 tahun saat dimana sebagian
besar sistem tubuh telah matur dan stabil serta dapat menyesuaikan diri dengan
stres dan perubahan yang moderat. Selama periode ini sebagian besar anak sudah
menjalani toilet training (Wong, 2008).Anak usia prasekolah adalah anak berusia
3-6 tahun yang merupakan sosok individu, makhluk sosial kultural yang sedang
mengalami suatu proses perkembangan yang sangat fundamental bagi kehidupan
selanjutnya dengan memiliki sejumlah potensi dan karakteristik tertentu
(Snowman, 2003).

Menurut Hurlock (2001), mengatakan bahwa usia prasekolah adalah usia
3-5 tahun dan merupakan kurun yang disebut sebagai masa keemasan (the golden
age). Di usia ini anak mengalami banyak perubahan baik fisik dan mental, dengan

Universitas Sumatera Utara

karakteristik sebagai berikut, berkembangnya konsep diri, munculnya egosentris,
rasa ingin tahu, imajinasi, belajar menimbang rasa, munculnya kontrol internal
(tubuh),

belajar

dari

lingkungannya,

berkembangnya

cara


berfikir,

berkembangnya kemampuan berbahasa, dan munculnya perilaku (Wong, 2008).
Dengan demikian anak usia prasekolah adalah usia 3-5 tahunanak
mengalami banyak perubahan baik fisik dan mental, dengan karakteristik sebagai
berikut,yang berada pada tahap perkembangan awal masa kanak-kanak, yang
memiliki karakteristik berpikir daya imajinasi yang kaya dan munculnya perilaku.
2.1.2. Karakteristik ciri-ciri Anak Prasekolah
Menurut Hurlock (2001) ciri-ciri anak prasekolah meliputi fisik, motorik,
intelektual dan sosial. Ciri fisik anak prasekolah yaitu :
a. Otot-otot lebih kuat dan pertumbuhan tulang menjadi besar dan keras.
b. Anak prasekolah mempergunakan gerak kasar seperti berlari, berjalan,
memanjat, dan melompat sebagai bagian dari permainan mereka.
c. Kemudian secara motorik anak mampu memanipulasi obyek kecil,
menggunakan balok-balok dengan berbagai ukuran dan bentuk.
d. Selain itu juga anak mempunyai rasa ingin tahu, rasa emosi, iri, dan
cemburu. Hal ini timbul karena anak tidak memiliki hal-hal yang dimiliki
oleh teman sebayanya.
e. Sedangkan secara sosial anak mampu menjalani kontak sosial dengan
orang-orang yang ada diluar rumah, sehingga anak mempunyai minat yang

lebih untuk bermain pada temannya, orang-orang dewasa, dan saudara
kandung di dalam keluarganya.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Aspek-Aspek Perkembangan Pada Usia Anak Pra Sekolah
Perkembangan adalah perubahanpsikologis sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi psikis dan fisik pada diri anak, yang ditunjang oleh faktor
lingkungan dan proses belajar dalam peredaran waktu tertentu menuju
kedewasaan. Perawatan dan pendidikan merupakan rangsangan dari lingkungan
yang banyak berpengaruh dalam kehidupan anak menuju kedewasaan.Sumber
rangsangan tersebut terhadap wawasan.Sumber rangsanan tersebut terdapat di
lingkungan hidup dimana orangtua merupakan faktor pertama-tama yang
bertanggung jawab dalam mengatur,mengkoordinasi rangsangan-rangsangan
tersebut (Yanti, 2011).
Menurut Santrock (Rahman, 2009) adapun karakteristik perkembangan
anak usia dini dapat dilihat sebagai berikut:
1. Perkembangan Fisik-Motorik
Pertumbuhan fisik pada setiap anak tidak selalu sama. Ada yang
mengalami pertumbuhan secara cepat, ada pula yang lambat. Pada masa kanakkanak pertambahan tinggi dan pertambahan berat badan relatif seimbang.

Perkembangan motorik anak terdiri dari dua, ada yang kasar dan ada yang halus.
a. Perkembangan motorik kasar
Perkembangan motorik kasar seorang anak pada usia 3 tahun adalah
1. melakukan gerakan sederhana seperti berjingkrak,
2. melompat, berlari ke sana ke mari dan ini menunjukkan kebanggaan dan
prestasi.
3.

Sedangkan usia 4 tahun, si anak tetap melakukan gerakan yang sama,
tetapi sudah berani mengambil resiko seperti jika si anak dapat naik

Universitas Sumatera Utara

tangga dengan satu kaki lalu dapat turun dengan cara yang sama dan
memperhatikan waktu pada setiap langkah.
4. Lalu, pada usia 5 tahun si anak lebih percaya diri dengan mencoba untuk
berlomba dengan teman sebayanya atau orang tuanya.
5. Sebagian ahli menilai bahwa usia 3 tahun adalah usia bagi anak dengan
tingkat aktivitas tertinggi dari seluruh masa hidup manusia. Sebab tingkat
aktivitas yang tinggi dan perkembangan otot besar mereka (lengan dan

kaki) maka anak-anak pra sekolah perlu olah raga seharí-hari.
Anak-anak pra sekolah mengalami kemajuan yang luar biasa dalam kemampuan
motorik kasar, seperti berlari dan melompat yang melibatkan penggunaan otot
besar (Papalia,2009).
b. Perkembangan motorik halus.
Adapun perkembangan keterampilan motorik halus dapat dilihat pada usia
3 tahun yakni
1. kemampuan anak-anak masih terkait dengan

kemampuan

untuk

menempatkan dan memegang benda-benda.
2. Pada usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak-anak telah semakin
meningkat dan menjadi lebih tepat seperti bermain balok, kadang sulit
menyusun

balok sampai tinggi sebab khawatir tidak akan sempurna


susunannya.
3.

Sedangkan pada usia 5 tahun, mereka sudah memiliki koordinasi mata
yang bagus dengan memadukan tangan, lengan, dan anggota tubuh lainnya untuk bergerak.

Universitas Sumatera Utara

4. Hal ini tidak terlepas dari ciri anak yang selalu bergerak dan selalu ingin
bermain sebab dunia mereka adalah dunia bermain dan merupakan proses
belajar.
5. Mulai sejak si anak membuka mata di waktu pagi sampai menutup mata
kembali di waktu malam, semua kegiatannya dilalui dengan bergerak, baik
bolak-balik, berjingkrak, berlari maupun melompat.
Dalam kaitan ini, anak bukanlah miniatur orang dewasa karena mereka
melakukan aktivitas berdasarkan kematangan dan kemampuan yang sesuai
usianya. kemampuan motorik halus seperti mengancingkan baju, menggambar
(Papalia,2009).
2. Perkembangan Sosio Emosional
Para psikolog mengemukakan bahwa terdapat tiga tipe temperamen anak,

yaitu:
a. Pertama, anak yang mudah diatur, mudah beradaptasi dengan pengalaman
baru, senang bermain dengan mainan baru, tidur dan makan secara teratur dan
dapat meyesuaikan diri dengan perubahan di sekitarnya.
b. Anak yang sulit diatur seperti sering menolak rutinitas sehari-hari, sering
menangis, butuh waktu lama untuk menghabiskan makanan dan gelisah saat
tidur.
c. Anak yang membutuhkan waktu pemanasan yang lama, umumnya terlihat
agak malas dan pasif,jarang berpartisipasi secara aktif dan seringkali
menunggu semua hal diserahkan kepadanya
Secara umum, aspek-aspek perkembangan pada usia anak pra sekolah ini
dapat diuraikan sebagai berikut (Fitria, 2013);

Universitas Sumatera Utara

a. Perkembangan fisik
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan
berikutnya.Seiring meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut berat
badan dan tinggi, maupun tenaganya, memungkinkan anak untuk lebih
mengembangkan keterampilan fisiknya dan eksplorasi terhadap lingkungan tanpa

bantuan orang tua. Pada usia ini banyak perubahan fisiologis seperti :
1) Pernapasan yang menjadi lebih lambat dan dalam serta denyut jantung
lebih lama dan menetap.
2) Proporsi tubuh juga berubah secara dramatis seperti pada usia 3 tahun,
rata-rata tingginya sekitar 80-90 cm dan beratnya sekitar 10-13 kg,
sedangkan pada usia 5 tahun tingginya dapat mencapai 100-110 cm.
3) Tulang kakinya tumbuh dengan cepat dan tulang-tulang semakin besar
dan kuat.
4) Pertumbuhan gigi semakin komplit.
Untuk perkembangan fisik anak sangat diperlukan gizi yang cukup seperti
protein, vitamin, dan mineral dsb.
b. Perkembangan Intelektual
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode
preoperasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi
mental secara logis. Periode ini juga ditandai dengan berkembangnya
representasional atau symbolic function yaitu kemampuan menggunakan sesuatu
untuk mempresentasikan sesuatu yang lain :
1) Menggunakan simbol-simbol seperti bahasa, gambar, isyarat, benda, untuk
melambangkan sesuatu atau peristiwa.


Universitas Sumatera Utara

2) Melalui kemampuan diatas, anak mampu berimajinasi atau berfantasi
tentang berbagai hal.
3) Dapat menggunakan kata-kata, benda untuk mengungkapkan lainnya atau
suatu peristiwa.
c. Perkembangan Emosional
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa akunya
(dirinya) berbeda dengan Aku (orang lain atau benda). Kesadaran ini diperoleh
dari pengalaman bahwa tidak semua keinginannya dapat dipenuhi orang lain.
Bersamaan dengan itu berkembang pula perasaan harga diri. Jika lingkungannya
tidak mengakui harga dirinya seperti memperlakukan anak dengan keras, atau
kurang menyayanginya maka dalam diri anak akan berkembang sikap-sikap keras
kepala, menentang, atau menyerah dengan terpaksa.Beberapa emosi umum yang
berkembang pada masa anak yaitu :
1) Takut (perasaan terancam),
2) Cemas (takut karena khayalan), marah (perasaan kecewa),
3) Cemburu (merasa tersisihkan),
4) Kegembiraan (kebutuhan terpenuhi),
5) Kasih sayang (menyenangi lingkungan),

6) Phobi (takut yang abnormal), ingin tahu (ingin mengenal).
d. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa anak prasekolah, dapat diklasifikasikan kedalam
dua tahap (sebagai kelanjutan dari dua tahap sebelumnya). Masa Ketiga (2,0-2,6
tahun) bercirikan:
a. Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna.

Universitas Sumatera Utara

b. Anak sudah mampu memahami memahami tetang perbandingan.
c. Anak banyak menanyakan tempat dan nama; apa, dimana, darimana, dsb.
d. Anak sudah mulai menggunakan kata-kata berawalan dan berakhiran
2.1.4.Teori-teori Perkembangan Anak Pra Sekolah
Teori-teori perkembangan anak pra sekolah dapat dibagi menjadi :
a. Perkembangan kognitif (Piaget)
1) Tahap pra operasional (umur 2-7 tahun) dengan perkembangan
kemampuan sebagai berikut anak belum mampu mengoperasionalkan apa
yang dipikirkan melalui tindakan dalam pikiran anak, perkembangan anak
masih bersifat egosentrik, seperti dalam penelitian Piaget anak selalu
menunjukkan egosentrik seperti anak akan memilih sesuatu atau ukuran

yang besar walaupun isi sedikit. Masa ini sifat pikiran bersifat transduktif
menganggap semuanya sama, seperti seorang pria dikeluarga adalah ayah
maka semua pria adalah ayah, pikiran yang kedua adalah pikiran animisme
selalu memperhatikan adanya benda mati, seperti apabila anak terbentur
benda mati maka anak akan memukulnya kearah benda tersebut (Alimul,
2005).
2) Tahun kedua berada pada fase pereptual, anak cenderung egosentrik dalam
berfikir dan berperilaku, mulai memahami waktu, mengalami perbaikan
konsep tentang ruang, dan mulai dapat memandang konsep dari perspektif
yang berbeda.
3) Tahun ketiga anak berada pada fase inisiatif, memahami waktu lebih baik,
menilai sesuatu menurut dimensinya, penilaian muncul berdasarkan
persepsi, egosentris mulai berkurang, kesadaran sosial lebih tinggi, mereka

Universitas Sumatera Utara

patuh kepada orang tua karena mempunyai batasan bukan karena
memahami hal benar atau salah.
4) Pada akhir masa prasekolah anak sudah mampu memandang perspektif
orang lain dan mentoleransinya tetapi belum memahaminya, anak sangat
ingin tahu tentang factual dunia (Zae, 2000).
b. Perkembangan psikosexual anak (Freud)
1) Tahap oedipal/phalik terjadi pada umur 3-5 tahun dengan perkembangan
sebagai berikut kepuasan pada anak terletak pada rangsangan autoerotic
yaitu meraba-raba, merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya,
suka pada lain jenis. Anak laki-laki cenderung suka pada ibunya dari pada
ayahnya demikian sebaliknya anak perempuan senang pada ayahnya
(Alimul, 2005).
2) Sedangkan menurut teori Sigmund Freud, anak mulai mengenal perbedaan
jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Anak juga akan mengidentifikasi
figur atau perilaku orang tua sehingga mempunyai kecenderungan untuk
meniru tingkah laku orang dewasa di sekitarnya (Nursalam dkk, 2005).
c. Perkembangan psikososial anak (Erikson)
1) Tahap inisiatif, rasa bersalah terjadi pada umur 4-6 tahun (prasekolah)
dengan perkembangan sebagai berikut anak akan memulai inisiatif dalam
belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan
aktivitasnya, dan apabila pada tahap ini anak dilarang atau dicegah maka
akan tumbuh perasaan bersalah pada diri anak (Hidayat, Aziz Alimul,
2005).

Universitas Sumatera Utara

2) Menurut Erikson pada usia (3-5 tahun) anak berada pada fase inisiatif
bertentangan dengan rasa bersalah. Pada masa ini, anak berkembang rasa
ingin tahu (courius) dan daya imaginasinya, sehingga anak banyak
bertanya mengenai segala sesuatu disekelilingnya yang tidak diketahuinya.
Apabila orang tua mematikan inisiatif anak, maka hal tersebut akan
membuat anak merasa bersalah. Anak belum mampu membedakan hal
yang abstrak dengan konkret, sehingga orang tua sering menganggap
bahwa anak berdusta, padahal anak tidak bermaksud demikian (Nursalam
dkk, 2005).
2.2.Pola Asuh Orangtua
2.2.1.Pengertian
Menurut Gunarsa (2000) Pola asuh orang tua merupakan “perlakuan orang
tua dalam interaksi yang meliputi orang tua menunjukkan kekuasaan dan cara
orang tua memperhatikan keinginan anak. Kekuasaan atau cara yang digunakan
orang tua cenderung mengarah pada pola asuh yang diterapkan”. Menurut kamus
bahasa indonesia (2005), pola asuh adalah suatu bentuk (standar), sistim dalam
menjaga, merawat, mendidik, dan membimbing anak.
Pola asuh orang tua yang baik dengan selalu mengekspresikan kasih
sayang (memeluk, mencium, dan memberikan pujian), melatih emosi dan
melakukan pengontrolan pada anak akan berakibat anak merasa diperhatikan dan
akan lebih percaya diri, sehingga hal ini akan membentuk pribadi yang baik, hal
ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak sejak dini yang baik
meliputi perkembangan personal sosial, motorik halus, dan motorik kasar. Anak
yang merasa diperhatikan dan yang di sayangi oleh orang tuanya tidak ada rasa

Universitas Sumatera Utara

takut untuk bergaul dengan orang lain, anak lebih berekspresif, kreatif, tidak takut
untuk mencoba hal-hal yang baru sehingga perkembangan anak terutama anakanak di bawah umur 5 tahun akan maksimal. Hal ini sesuai dengan penelitian
(Borawitz,1986). Dalam bukunya (soejiningsih,2002) menyebutkan alat DDST
(Denver Developmental Scrining Test) dapat mengidentifikasi 85-100% bayi dan
anak-anak pra sekolah yang mengalami keterlambatan perkembangan dan pada
follaw up selanjutnya ternyata 89% dari kelompok DDST abnormal mengalami
kegagalan disekolah 5-6 tahun kemudian.
Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak,yaitu
bagaimana cara sikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan
anak,termasuk cara penerapan aturan,mengajarkan nilai atau norma,memberikan
perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan sikap dan perilaku baik sehingga
dijadikan panutan bagi anaknya (Suparyanto,2010).
Dari beberapa pengertian dan penelitian yang dikemukakan di atas oleh
para ahli dapat disimpulkan bahwa pengertian pola asuh orang tua mengandung
pengertian suatu hubungan interaksi antara orang tua yaitu ayah dan ibu dengan
anaknya yang melibatkan aspek sikap, nilai, dan kepercayaan orang tua sebagai
bentuk dari upaya pengasuhan, pemeliharaan, menunjukan kekuasaannya terhadap
anak dan salah satu tanggung jawab orang tua dalam mengantarkan anaknya
menuju kedewasaan.
2.2.2.Bentuk Pola Asuh Orangtua
Menurut Baumrind(Suparyanto,2010), terdapat 3 macam pola asuh orang
tua :

Universitas Sumatera Utara

1) Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan
anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola
asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau
pemikiran-pemikiran.Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap
kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan
anak.Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih
dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Pola asuh demokratis di tandai dengan adanya sikap terbuka antara orang
tua dengan anaknya,membuat keputusan atau aturan-aturan yang disetujui
bersama, anak diberi kebebasan mengemukakan pendapat, perasaan dan
keinginannya serta belajar untuk dapat menangapi pendapat orang lain
(Petranto,2006). Orang tua bersikap sebagai pemberi pendapat dan pertimbangan
terhadap aktivitas anak dan dengan pola asuh ini, anak akan mampu
mengembangkan kontrol terhadap perilakunya sendiri dengan hal-hal yang dapat
diterima oleh masyarakat(Hurlock,2006).
(Baumrind dikutip dari Yuniyati,2003) menyatakan pola asuh demokratis
bercirikan adanya hak dan kewajiban orang tua dan anak yang saling melengkapi.
anak dilatih untuk bertanggung jawab terhadap anak dimana orang tua yang
berdisiplin mampu menunjukan tanggung jawabnya dalam bentuk berani
menanggung resiko atas konsekwensi dari keputusan yang telah di ambil.
2) Pola asuh Otoriter
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti,
biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman.Orang tua tipe ini cenderung

Universitas Sumatera Utara

memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang
dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak.
Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya
bersifat satu arah.Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya
untuk mengerti mengenai anaknya.
Pola asuh otoriter adalah pengasuhan yang kaku, tegas, diktator, kurang
ada kasih sayang serta simpatik, dan memaksa anak untuk selalu mengikuti
perintah orang tua tampa perlu menjelaskan kepada anak guna dan alasan dibalik
aturan tersebut (Astuti,2002). Sedangkan menurut (Santrock,2003) pengasuhan
otoriter adalah gaya yang membatasi dan bersifat menghukum yang mendesak
anak untuk mengikuti petunjuk orang tua dan menghormatinya.
Pola asuh otoriter biasanya berdampak buruk pada anak, dimana anak
merasa tidak bahagia, ketakutan dan kemampuan komunikasi anak juga buruk
(Astuti,2002). Selain itu menurut (Baumrind,1999) pola asuh ini meningkatkan
ketergantungan anak, menghambat perkembangan kepercayaan diri pada anak
karena tidak belajar mengatasi masalah dan tantangannnya sendiri atau segala
sesuatu disediakan orang tua serta anak merasa rendah diri dimata saudara dan
teman-temannya.
3) Pola asuh Permisif
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar.Memberikan
kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang
cukup darinya.Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak
apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan

Universitas Sumatera Utara

oleh mereka.Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga
seringkali disukai oleh anak.
(Hurlock,1976 dalam Tarmuji,2004) menyatakan bahwa pola asuh
permisif memiliki ciri-ciri adanya kontrol yang kurang. orang tua bersikap longgar
dan bebas, bimbingan terhadap anak kurang. Sementara itu Bowomen, Elder dan
Elder (dalam Tarmuji,2004) mengatakan ciri pola asuh ini adalah keputusan lebih
banyak dibuat oleh anak dari pada orang tua. Anak diberi kebebasan untuk
mengatur dirinya dan orang tua tidak banyak mengatur anaknya. Pola asuh
mengakibatkan anak kurung dalam belajar sehingga sulit mengetahhui mana yang
baik mana yang buruk, akibatnya anak-anak akan terseret dalam hal-hal yang
negatif(Clara, 2004). Menurut (Hasan,2002)hasil gaya pengasuhan yang permisif
adalah anak-anak yang belajar menaruh hormat kepada orang lain dan mengalami
kesulitan dalam mengendalikan perilaku mereka.
2.2.3.Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
Adapun faktor yang mempengaruhi pola asuh anak adalah: (Edwards,
2006).
a. Pendidikan orang tua
Pendidikan

dan

pengalaman

orang

tua

dalam

perawatan

akanmempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan.Ada

anak

beberapa

cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran
pengasuhan antara lain: terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamati
segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya
menyediakan waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga
dan kepercayaan anak.

Orang tua yang sudah mempunyai pengalaman

Universitas Sumatera Utara

sebelumnya dalam mengasuh anak

akan lebih siap menjalankan peran asuh,

selain itu orang tua akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan
perkembangan yang normal (Supartini, 2004).
b. Lingkungan
Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak
mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang
diberikan orang tua terhadap anaknya.
c. Budaya
Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat
dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat

disekitarnya dalam

mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik
anak kearah kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima
dimasyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat
dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan
pola asuh terhadap anaknya (Anwar,2000)

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Temperamen Anak Usia Sekolah Di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

45 175 87

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Anak Pra Sekolah (3-5 Tahun) Di Kelompok Bermain Melati Suka Ramai Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat

7 30 79

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP TINGKAT PERKEMBANGAN PADA ANAK USIA PRA Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat Perkembangan Pada Anak Usia Pra Sekolah Di TK Al-Islam I.

0 1 16

Hubungan antara pola asuh orang tua otoritatif dan perkembangan kemandirian anak usia pra sekolah di kelompok bermain melati.

0 1 113

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Anak Pra Sekolah (3-5 Tahun) Di Kelompok Bermain Melati Suka Ramai Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat

0 1 9

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Anak Pra Sekolah (3-5 Tahun) Di Kelompok Bermain Melati Suka Ramai Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat

0 0 2

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Anak Pra Sekolah (3-5 Tahun) Di Kelompok Bermain Melati Suka Ramai Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat

0 0 9

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Anak Pra Sekolah (3-5 Tahun) Di Kelompok Bermain Melati Suka Ramai Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat

0 0 3

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Anak Pra Sekolah (3-5 Tahun) Di Kelompok Bermain Melati Suka Ramai Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat

1 2 21

Hubungan antara pola asuh orang tua otoritatif dan perkembangan kemandirian anak usia pra sekolah di kelompok bermain melati - USD Repository

0 2 111