Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Temperamen Anak Usia Sekolah Di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

(1)

1

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN

TEMPERAMEN ANAK USIA SEKOLAH DI DESA

TANJUNG REJO DUSUN XI KECAMATAN

PERCUT SEI TUAN KABUPATEN

DELI SERDANG

SKRIPSI Oleh

Risma Dani Harahap 121121101

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

(4)

4 Judul : Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Temperamen

Anak Usia Sekolah di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Nama Mahasiswa : Risma Dani Harahap

Nim : 121121101

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2014

Abstrak

Pola asuh orang tua mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak. Terdapat tiga kategori pola asuh orang tua terhadap anaknya yaitu otoriter, permisif dan demokratis. Pola asuh orang tua yang diterapkan akan mempengaruhi pembentukan kepribadian anak, salah satunya adalah temperamen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah. Desain penelitian ini deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Alat pengumpulan data adalah kuisioner. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Jumlah responden sebanyak 150. Analisis data menggunakan Pearson Chi- Square. Hasil penelitian diperoleh data karakteristik responden mayoritas orang tua memiliki umur 34-36 tahun yaitu 26 (17%), mayoritas pendidikan orang tua SMP yaitu 74 (49%), dan mayoritas pekerjaan orang tua petani atau buruh tani yaitu 82 (55%). Hasil penelitian diperoleh data mayoritas pola asuh orang tua adalah demokratis yaitu 118 (79%), permisif 29 (19%), otoriter 3 (2%). Temperamen anak usia sekolah mayoritas mudah yaitu 86 (57%), lambat 61 (41%), dan sulit 3 (2%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,000, maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah. Penelitian membuktikan bahwa pola asuh orang tua mempengaruhi temperamen anak. Oleh karena itu perlu disosialisasikan kepada orang tua bahwa pola asuh yang tepat menghasilkan perkembangan temperamen anak yang baik. Pola asuh demokratis menghasilkan perbedaan temperamen anak mudah.


(5)

(6)

i

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Temperamen Anak Usia Sekolah Di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian Skripsi ini, sebagai berikut:

1. Bapak dr.Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp. MNS selaku PD I, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp. MNS selaku PD II dan Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp. MNS selaku PD III di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M. Kep selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan motivasi, arahan, bimbingan dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Reni Asmara Ariga, S. Kp, MARS selaku dosen penguji I dan Ibu Farida Linda Sari Siregar S.Kep, Ns, M. Kep selaku dosen penguji II yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Lermiana Purba, SST, S. Pd, S. Psi, M. Psi selaku dosen psikologi yang telah memberikan bimbingan dalam memvalidasikan kuesioner penelitian skripsi ini.


(7)

ii 6. Bapak Selamet selaku Kepala Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini. 7. Terima kasih kepada ayahanda dan ibunda tercinta Panda Halomoan Harahap

(Alm) dan Rasmi Warni Nasution yang selalu memberikan kasih sayang yang luar biasa kepada penulis serta memberikan dukungan yang mendalam baik moril maupun materil dan senantiasa memberikan yang terbaik untuk penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini belum sempurna, pengetikan maupun percetakan, karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesian skipsi ini.

Medan, Januari 2014 Penulis


(8)

iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

PRAKATA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR SKEMA ... vii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar belakang ... 1

2. Rumusan masalah ... 2

3. Tujuan penelitian ... 3

4. Manfaat penelitian ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

1. Pola Asuh Orang Tua ... 5

1.1 Defenisi Pola Asuh Orang Tua ... 5

1.2 Jenis dan Ciri Pola Asuh Orang Tua ... 5

1.3 Penyesuaian Pola Asuh Terhadap Perubahan Perkembangan ... 10

2. Temperamen Anak ... 12

2.1 Defensi Temperamen Anak ... 12

2.2 Klasifikasi Temperamen Anak ... 13

2.3 Pengkajian Temperamen Anak ... 16

2.4 Strategi Pengasuhan ... 20

3. Anak Usia Sekolah ... 21

3.1 Defenisi Anak Usia Sekolah ... 21

3.2 Perkembangan Anak Usia Sekolah ... 21

BAB 3. KERANGKA KONSEP ... 24

1. Kerangka Konsep ... 24

2. Defenisi Operasional ... 25


(9)

iv

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN ... 28

1. Desain Penelitian ... 28

2. Populasi dan Sampel ... 28

2.1 Populasi ... 28

2.2 Sampel ... 28

3. Lokasi ... 29

4. Waktu ... 29

5. Pertimbangan Etik ... 29

6. Uji Validitas dan Realibilitas ... 30

6.1 Uji Validitas ... 30

6.2 Uji Realibilitas ... 30

7. Instrumen Penelitian ... 31

8. Pengumpulan Data ... 33

9. Analisis Data ... 34

BAB 5. PEMBAHASAN ... 36

1. Hasil Penelitian ... 36

1.1 Deskripsi Karakteristik Responden ... 36

1.2 Pola Asuh Orang Tua ... 37

1.3 Temperamen Anak Usia Sekolah ... 40

1.4 Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Temperamen Anak Usia Sekolah ... 41

2. Pembahasan ... 42

2.1 Pola Asuh Orang Tua ... 42

2.2 Temperamen Anak Usia Sekolah ... 46

2.3 Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Temperamen Anak Usia Sekolah ... 48

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

1. Kesimpulan ... 51

2. Saran ... 51


(10)

v 2.2 Pelayanan Keperawatan ... 52 2.3 Penelitian Selanjutnya ... 52

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1. Informed concent 2. Instrumen penelitian 3. Jadwal tentatif penelitian 4. Rincian biaya penelitian 5. Reabilitas

6. Master tabel

7. Hasil pengolahan data

8. Surat ijin penelitian dari Fakultas Keperawatan

9. Surat ijin dan pengambilan data dari Kepala Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan

10.Surat keterangan selesai pene;itian dari Kepala Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan

11.Lembar persetujuan uji validitas 12.Content Validity Index (CVI) 13.Daftar riwayat hidup


(11)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tipe TemperamenAnak ... 18 Tabel 3.2 Defenisi Operasional ... 25 Tabel 5.1 Distibusi responden berdasarkan karakteristik data demografi

orang tua di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang 2013 ... 37 Tabel 5.2 Distibusi responden berdasarkan jawaban terhadap kuesioner

pola asuh orang tua di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan

Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang 2013 ... 38 Tabel 5.3 Distibusi responden berdasarkan pola asuh orang tua di

Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan

Kabupaten Deli Serdang 2013 ... 39 Tabel 5.4 Distibusi responden berdasarkan jawaban terhadap kuesioner

temperamen anak usia sekolah di Desa Tanjung Rejo

Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

2013 ... 40 Tabel 5.5 Distibusi responden berdasarkan temperamen anak usia sekolah

di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan

Kabupaten Deli Serdang 2013 ... 41 Tabel 5.6 Hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia

sekolah di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut


(12)

vii

DAFTAR SKEMA


(13)

4 Judul : Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Temperamen

Anak Usia Sekolah di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Nama Mahasiswa : Risma Dani Harahap

Nim : 121121101

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2014

Abstrak

Pola asuh orang tua mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak. Terdapat tiga kategori pola asuh orang tua terhadap anaknya yaitu otoriter, permisif dan demokratis. Pola asuh orang tua yang diterapkan akan mempengaruhi pembentukan kepribadian anak, salah satunya adalah temperamen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah. Desain penelitian ini deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Alat pengumpulan data adalah kuisioner. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Jumlah responden sebanyak 150. Analisis data menggunakan Pearson Chi- Square. Hasil penelitian diperoleh data karakteristik responden mayoritas orang tua memiliki umur 34-36 tahun yaitu 26 (17%), mayoritas pendidikan orang tua SMP yaitu 74 (49%), dan mayoritas pekerjaan orang tua petani atau buruh tani yaitu 82 (55%). Hasil penelitian diperoleh data mayoritas pola asuh orang tua adalah demokratis yaitu 118 (79%), permisif 29 (19%), otoriter 3 (2%). Temperamen anak usia sekolah mayoritas mudah yaitu 86 (57%), lambat 61 (41%), dan sulit 3 (2%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,000, maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah. Penelitian membuktikan bahwa pola asuh orang tua mempengaruhi temperamen anak. Oleh karena itu perlu disosialisasikan kepada orang tua bahwa pola asuh yang tepat menghasilkan perkembangan temperamen anak yang baik. Pola asuh demokratis menghasilkan perbedaan temperamen anak mudah.


(14)

(15)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2007). Pengertian anak usia sekolah adalah anak yang berada pada usia-usia sekolah. Menurut UU No.4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak sekolah adalah anak yang memiliki umur 6 sampai 12 tahun yang masih duduk di sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 6 dan perkembangan sesuai usianya.

Karakteristik utama usia sekolah adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, diantarannya perbedaan-perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik (Untario, 2004). Temperamen sangat terkait erat dengan kepribadian, karakter pribadi yang menetap pada diri seseorang. Bahkan sering kali batasan antara temperamen dan kepribadian ini sangat kabur. Temperamen dapat dianggap sebagai dasar biologis dan emosional dari kepribadian (Santrock, 2007).

Temperamen didefenisikan sebagai cara berpikir, berperilaku, atau bereaksi yang menjadi ciri-ciri individu dan merujuk pada cara-cara seseorang menjalani kehidupan. Temperamen adalah kecenderungan perilaku, bukan untuk membedakan perilaku. Dalam hal ini tidak ada impilkasi baik atau buruk (Wong, 2003:115).


(16)

Temperamen anak menentukan bagaimana anak bereaksi terhadap masalah yang sedang dihadapi. Mengetahui temperamen anak sangat penting untuk berinteraksi dengan anak.

Kesalahpahaman terhadap temperamen anak bisa menyebabkan orang tua mengkritik atau menghukum anak untuk perilaku yang merupakan ekspresi dari temperamen anak, model pola asuh terhadap anak dengan cara bertentangan dengan temperamen anak dapat menyebabkan perkembangan temperamen anak menjadi terganggu. Semakin baik kesesuaian antara temperamen anak dan gaya pola asuh orang tua, maka akan semakin baik hasilnya. Yang menentukan temperamen adalah bagaimana orang tua mengembangkan sifat asli dan merupakan pembentukan karakternya.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Firmansyah (2008) didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah. Dari penelitian tersebut didapatkan persentase pola asuh demokratis sebanyak 94.9%, pola asuh permisif sebanyak 5,1%. Temperamen anak usia sekolah (6-7 tahun) yang memiliki temperamen mudah sebanyak 74.4%, dan tempramen lambat sebanyak 25,6% dengan jumlah responden sebanyak 78 orang.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah.


(17)

bagaimana hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah.

3. Tujuan Penelitian

3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah.

3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden. b. Mengetahui karakteristik pola asuh orang tua. c. Mengidentifikasi temperamen anak usia sekolah.

d. Untuk menguji hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah.

4. Manfaat Penelitian

4.1 Bagi Orang Tua

Memberikan informasi untuk memberikan pola asuh yang tepat sehingga perkembangan temperamen anak khususnya anak usia sekolah menjadi lebih baik.

4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Digunakan sebagai pengembangan ilmu khususnya bidang ilmu keperawatan anak terkait dengan hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah.


(18)

Memberikan informasi kepada perawat khususnya bidang keperawatan anak untuk merawat anak sesuai dengan temperamen anak.

4.4 Bagi Peneliti Berikutnya

Sebagai sumber informasi bagi peneliti yang sejenis terkait dengan pola asuh orang tua dengan temperamen anak.


(19)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pola Asuh Orang Tua

1.1 Defenisi Pola Asuh Orang Tua

Menurut Atmosiswoyo dan Subyakto (2002) dalam Hardywinoto, Tony. S (2002), pola asuh adalah pola pengasuhan anak yang berlaku dalam keluarga, yaitu bagaimana keluarga membentuk perilaku generasi berikut sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat.

Menurut Gunarsa (2000) pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi bukan hanya pemenuhan fisik dan psikologis tetapi juga norma-norma yang berlaku dimasyarakat agar dapat hidup selaras dengan lingkungan.

1.2 Jenis dan Ciri Pola Asuh Orang Tua

Menurut Wong (2008), tipe pola asuh orang tua dibedakan menjadi 3, yaitu:

1. Otoriter atau Diktator

Orang tua mencoba untuk mengontrol perilaku dan sikap anak melalui perintah yang tidak boleh dibantah. Mereka menetapkan aturan dan regulasi atau standar perilaku yang dituntut untuk diikuti secara kaku dan tidak boleh dipertanyakan. Mereka menilai dan memberi penghargaan atas kepatuhan absolut, sikap mematuhi kata-kata mereka, dan menghormati prinsip dan kepercayaan keluarga tanpa kegagalan.


(20)

Mereka menghukum secara paksa setiap perilaku yang berlawanan dengan standar orang tua. Otoritas orang tua dilakukan dengan penjelasan yang sedikit dan keterlibatan anak yang sedikit dalam mengambil keputusan. Hukuman tidak selalu berupa hukuman fisik tetapi mungkin berupa penarikan diri dari rasa cinta dan pengakuan. Latihan yang hati-hati sering kali mengakibatkan perilaku menurut secara kaku pada anak, yang cendrung untuk menjadi sensitif, pemalu, menyadari diri sendiri, cepat lelah dan tunduk. Mereka cendrung menjadi sopan, setia, jujur, dan dapat diandalkan tetapi mudah dikontrol. Perilaku-perilaku ini lebih khas terlihat ketika pengguna kekuasaan diktator orang tua disertai dengan supervisi ketat dan tingkat kasih sayang yang masuk akal. Jika tidak, pengggunaan kekuasaan diktator lebih cendrung untuk dihubungkan dengan perilaku menentang dan antisosial.

2. Permisif atau Laissez-Faire

Orang tua memiliki sedikit kontrol atau tidak sama sekali atas tindakan anak-anak mereka. Orang tua yang bermaksud baik ini kadang-kadang bingung antara sikap permisif dan pemberian izin. Mereka menghindari untuk memaksakan standar perilaku mereka dan mengizinkan anak mereka untuk mengatur aktivitas mereka sendiri sebanyak mungkin. Orang tua ini menganggap diri mereka sendiri sebagai sumber untuk anak, bukan merupakan model peran. Jika peraturan memang ada, orang tua menjelaskan alasan yang mendasarinya, mendukung pendapat anak, dan berkonsultasi dengan mereka dalam proses pembuatan keputusan.


(21)

Mereka memberlakukan kebebasan dalam bertindak, disiplin yang inkonsisten, tidak menetapkan batasan-batasan yang masuk akal, dan tidak mencegah anak yang merusak rutinitas dirumah. Orang tua jarang menghukum anak, karena sebagian besar perilaku dianggap dapat diterima.

3. Otoritatif atau Demokratik

Orang tua mengkombinasikan praktik mengasuh anak dari dua gaya yang ekstrim. Mereka mengarahkan perilaku dan sikap anak dengan menekankan alasan peraturan dan secara negatif menguatkan penyimpangan. Mereka menghormati individualitas dari setiap anak dan mengizinkan mereka untuk menyuarakan keberatannya terhadap standar atau peraturan keluarga. Kontrol orang tua kuat dan konsiten tetapi disertai dengan dukungan, pengertian, dan keamanan. Kontrol difokuskan pada masalah, tidak pada penarikan rasa cinta atau takut pada hukuman. Orang tua membantu “pengarahan diri pribadi” suatu kesadaran mengatur perilaku berdasarkan perasaan bersalah atau malu untuk melakukan hal yang salah, bukan karena takut tertangkap atau takut dihukum. Standar realistis orang tua dan harapan yang masuk akal menghasilkan anak dengan harga diri tinggi, dan sangat interaktif dengan anak lain.

Menurut Baumrind, 1971 (dalam Santrock, 2007) berpendapat ada cara yang terbaik untuk mengasuh anak. Orang tua tidak boleh menghukum atau menjauh. Sebaliknya, orang tua menetapkan aturan bagi anak dan menyayangi mereka. Ada empat bentuk pola asuh orang tua, yaitu:


(22)

1. Otoritarian

Pola asuh otoritarian adalah bentuk pola asuh yang bersifat membatasi dan menghukum, dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Orang tua yang otoriter menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak dan meminimalisir perdebatan verbal. Contohnya, orang tua yang otoriter mungkin berkata, “Lakukan dengan caraku atau tidak usah.” Orang tua yang otoriter mungkin juga sering memukul anak, mamaksakan aturan secara kaku, tanpa menjelaskannya, dan menunjukkan amarah pada anak. Anak dari orang tua yang otoriter sering kali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu memulai aktivitas, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah. Pola asuh ini biasanya mengakibatkan perilaku anak yang tidak kompeten secara sosial.

2. Otoritatif

Pola asuh otoritatif adalah bentuk pola asuh yang bersifat mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersifat hangat dan penyayang terhadap anak. Orang tua yang otoritatif merangkul anak dengan mesra dan berkata, “Kamu tahu kamu tak seharusnya melakukan hal itu. Mari kita bicarakan bagaimana kamu bisa menangani situasi tersebut lebih baik lain kali”. Orang tua yang otoritatif mengharapkan perilaku anak yang dewasa, mandiri, dan sesuai dengan usianya. Pola asuh ini biasanya mengakibatkan perilaku anak yang kompeten secara sosial.


(23)

Anak yang memiliki orang tua otoritatif sering kali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dan berorientasi pada prestasi. Anak yang memilki orang tua yang otoritatif juga cendrung untuk mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya.

3. Mengabaikan (Permisif)

Pola asuh permisif adalah pola asuh di mana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Pola asuh ini biasanya mengakibatkan inkompetensi sosial anak, terutama kurangnya pengendalian diri. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih penting dari pada diri mereka. Anak-anak ini cendrung tidak memiliki kemampuan sosial. Banyak diantaranya memiliki pengendalian diri yang buruk dan tidak mandiri. Mereka sering kali memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa, dan mungkin terasing dari keluarga.

4. Menuruti

Pola asuh menuruti adalah pola asuh di mana orang tua sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut dan mengontrol mereka. Orang tua macam ini membiarkan anak melakukan apa yang ia inginkan. Hasilnya, anak tidak pernah belajar mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya. Beberapa orang tua sengaja membesarkan anak mereka dengan cara ini, karena mereka percaya bahwa kombinasi antara keterlibatan yang hangat dan sedikit batasan akan menghasilkan anak yang kreatif dan percaya diri.

Namun anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya jarang belajar menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan


(24)

perilakunya. Mereka mungkin mendominasi, egosentris, tidak menuruti aturan, dan kesulitan dalam hubungan teman sebaya (peer).

Keempat klasifikasi pola asuh ini melibatkan kombinasi antara penerimaan dan sikap Responif di satu sisi serta tuntutan dan kendali di sisi lain (Maccoby & Martin dalam Santrock, 2007).

Pola asuh otoritatif cendrung merupakan pola asuh yang paling efektif, berikut alasannya (Hart, Newell & Olsen, 2003; Steinberg & Silk, 2002):

a. Orang tua yang otoritatif menerapkan keseimbangan yang tepat antara kendali dan otonomi, sehingga memberi anak kesempatan untuk membentuk kemandirian sembari memberikan standar, batas, dan panduan yang dibutuhkan anak (Reuter & Conger, 1995 dalam Santrock, 2007). b. Orang tua yang otoritatif lebih cendrung melibatkan anak dakam kegiatan

memberi dan menerima secara verbal dan memperbolehkan anak mengutarakan pandangan mereka (Kuczynski & Lollis, 2002 dalam Santrock, 2007). Jenis diskusi keluarga ini membantu anak memahami hubungan sosial dan apa yang dibutuhkan untuk menjadi orang yang kompeten secara sosial.

c. Kehangatan dan keterlibatan orang tua yang otoritatif membuat anak lebih bisa menerima pengaruh orang tua (Sim, 2000 dalam Santrock, 2007).

1.3 Penyesuaian Pola Asuh Terhadap Perubahan Perkembangan

Anak-anak berubah ketika mereka tumbuh dari bayi ke masa kanak-kanak, pertengahan dan akhir masa kanak-kanak, serta masa dewasa. Anak usia 5 tahun dan anak usia 2 tahun memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda. Orang


(25)

tua yang baik menyesuaikan diri terhadap perubahan perkembangan anak tersebut (Maccoby, 1984 dalam Santrock, 2007).

Pada tahun pertama, interaksi orang tua terhadap anak bergeser dari fokus yang besar pada perawatan rutin seperti memberi makan, mengganti popok, memandikan dan menenangkan (Bornstein, 2002 dalam Santrok, 2007). Selama tahun kedua dan ketiga kehidupan anak, orang tua sering kali menerapkan disiplin dengan manipulasi fisik seperti menjauhkan anak dari aktivitas yang membahayakan ke tempat yang mereka inginkan dan menjauhkan benda yang mudah pecah atau berbahaya dari jangkauan anak. Ketika anak memasuki masa sekolah dasar, orang tua menunjukkan kasih sayang fisik yang semakin sedikit.

Interaksi orang tua dan anak selama awal masa kanak-kanak berfokus pada hal-hal seperti kerendahan hati, aturan tidur, pengendalian amarah, perkelahian saudara dan teman sebaya (Santrok, 2007). Banyak hal yang muncul mulai usia 7 tahun, hal-hal tersebut mencakup apakah anak harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan jika demikian apakah mereka harus dibayar, bagaimana membantu anak belajar berpikir sendiri alih-alih bergantung pada orang tua untuk segala hal.

Ketika anak beranjak ke pertengahan dan akhir masa kanak-kanak, orang tua menghabiskan waktu yang lebih sedikit dengan mereka (Collins & Madsen, 2002, dalam Santrok 2007). Walaupun orang tua menghabiskan waktu yang lebih sedikit dengan anak pada pertengahan dan akhir masa kanak-kanak dibanding dengan pada awal masa kanak-kanak, orang tua tetap menjadi agen sosialisasi


(26)

yang sangat penting dalam kehidupan anak (Collins, Harris & Susman, 1995 dalam Santrock, 2007).

Selama pertengahan atau akhir masa kanak-kanak, sebagian kendali berpindah dari orang tua kepada anak, walaupun prosesnya bertahap dan melibatkan regulasi bersama (coregulation) (Maccoby, 1984 dalam Santrock, 2007). Selama pertengahan dan akhir masa kanak-kanak, orang tua terus menerapkan pengawasan umum dan melakukan kendali sementara anak mulai diperbolehkan untuk mengatur dirinya sendiri. Selama masa regulasi bersama ini, orang tua harus memantau, membimbing dan mendukung anak dari jauh. Menggunakan waktu secara efektif ketika mereka memiliki kontak langsung dengan anak, dan menguatkan kemampuan anak untuk memantau perilakunya sendiri, menghindari resiko yan berbahaya, dan merasakan ketika dukungan orang tua dan kontak sudah tepat.

2. Temperamen Anak

2.1 Definisi Temperamen

Menurut Wong (2008), temperamen di defenisikan sebagai “cara berpikir, berperilaku, atau yang bereaksi yang menjadi ciri-ciri individu” dan merujuk pada cara-cara seseorang menjalani kehidupan.

Temperamen didefinisikan sebagai karakteristik seseorang, cara mendasar biologis untuk mendekati atau bereaksi terhadap orang dan situasi (Arnimabubria, 2012).


(27)

2.2 Klasifikasi Temperamen Anak

Dari lahir, anak-anak menunjukkan perbedaan individu yang nyata pada cara mereka berespon terhadap lingkungan dan cara orang lain, terutama orang tua, berespon terhadap mereka dan kebutuhannya. Suatu dasar umum diperkirakan menyebabkan perbedaan temperamen.

Menurut Wong (2008), kebanyakan anak dapat digolongkan ke dalam salah satu dari tiga kategori umum berikut ini berdasarkan pola atribut temperamen mereka secara keseluruhan:

a. The Easy Child

Anak-anak yang santai, bertemperamen mudah, memiliki kebiasaan yang teratur dan dapat diprediksi, dan memiliki pendekatan yang positif terhadap stimulus baru. Mereka terbuka dan dapat beradaptasi terhadap perubahan dan menunjukkan intensitas mood yang ringan sampai sedang yang biasanya bersifat positif.

b. The Difficult Child

Anak-anak bertemperamen sulit biasanya sangat aktif, peka rangsang, dan mempunyai kebiasaan yang tidak teratur. Respon menarik diri yang negatif merupakan ciri khas dari anak-anak ini, dan mereka membutuhkan lingkungan yang lebih terstruktur.

Anak-anak ini lambat beradaptasi dengan rutinitas, orang atau situasi baru. Ekspresi mood biasanya kuat dan terutama negatif. Mereka sering menangis, dan frustasi sering menimbulkan tantrum kekerasan.


(28)

c. The Slow-to-warm-up child

Anak-anak dalam kategori ini biasanya bereaksi secara negatif dan dengan intensitas ringan terhadap stimulus baru, dan kecuali jika ditekan, lambat beradaptasi terhadap kontak berulang. Mereka hanya berespon dengan penolakan ringan namun pasif terhadap sesuatu yang baru atau asing atau perubahan rutinitas. Anak-anak ini cukup tidak aktif dan moody tetapi hanya menunjukkan ketidakteraturan sedang dalam hal fungsi.

Observasi mengindikasikan bahwa anak-anak yang menunjukkan pola perilaku lambat atau slow-to-warm-up lebih rentan mengalami masalah perilaku di awal dan pertengahan masa kanak-kanak. Setiap anak dapat mengalami masalah perilaku jika terdapat ketidaksesuaian antara temperamen anak dan lingkungan. Tuntutan untuk perubahan dan adaptasi yang bertentangan dengan kapasitas anak dapat menjadi sumber stress yang sangat besar.

Identifikasi temperamen secara dini menjadi cara yang bermanfaat bagi pengasuh dalam mengantisipasi kemungkinan masalah atau resiko yang berkaitan dengan perkembangan. Sebagai contoh, anak-anak yang “sulit” cenderung mengalami kolik pada masa bayi, anak-anak yang aktif membutuhkan kewaspadaan yang lebih besar untuk mencegah cedera, dan masuk sekolah membutuhkan pendekatan yang berbeda untuk anak dengan temperamen yang berbeda.

Menurut Muscary (2005), perbedaan ketiga klasifikasi diatas didasarkan pada sembilan karakteristik, yaitu:


(29)

1. Aktivitas adalah tingkat pergerakan motorik dan pengeluaran energi, seperti tidur, makan, bermain, berpakaina dan mandi.

2. Irama adalah keteraturan atau kemampuan memperkirakan waktu fungsi fisiologis, seperti rasa lapar, tidur, dan pergerakan usus.

3. Mendekat-menjauh adalah respon awal yang alamiah terhadap stimulus baru, seperti terhadap orang asing, situasi, tempat, makanan, mainan dan prosedur. Respon menghampiri adalah positif, ditunjukkan dengan aktivitas atau ekspresi; Respon menarik diri merupakan ekspresi negatif. 4. Adaptabilitas adalah kemudahan atau kesulitan yang menyertai anak

dalam beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan situasi baru.

5. Ambang batas responivitas adalah sejumlah stimulus, seperti suara atau cahaya, yang dibutuhkan untk membangun suatu Respon.

6. Intensitas reaksi adalah tingkat energi reaksi, tanpa memperhatikan kualitas atau arah; tingkat anak mengekspresikan diri.

7. Mood (alam peresaan) adalah sejumlah perilaku yang akrab, senang, gembira versus perilaku yang tidak akrab, tidak senang dalam berbagai situasi.

8. Distrakbilitas adalah mudahnya stimulus eksternal dapat mengalihkan perhatian atau perilaku.

9. Rentang perhatian dan persistence (ketekunan) adalah lamanya waktu seorang anak mengikuti aktivitas yang diberikan (perhatian) dan melanjutkan aktivitas walaupun menghadapi rintangan (persistence).


(30)

2.3 Pengkajian Temperamen Anak

Sembilan variabel temperamen yang telah diidentifikasikan (Chess dan Thomas, 1992 dalam Wong 2003) adalah

1. Tingkat Aktivitas

Aktivitas tinggi merujuk pada aktivitas motorik tinggi, seperti lebih menyukai berlari atau tidak mampu duduk diam.

Aktivitas rendah merujuk pada aktivitas motorik rendah, seperti lebih menyukai membaca atau permainan tenang lain dan mampu untuk tetap duduk untuk periode lama.

2. Ritmisitas

Ritmisitas tinggi merujuk pada anak dengan kebiasaan tubuh teratur. Ritmisitas rendah merujuk pada anak dengan kebiasaan tubuh tidak teratur. 3. Mendekat-menarik diri

Mendekat merujuk pada respon positif yang utama, seperti tersenyum, berkata-kata, dan mendekatstimulus.

Menarik diri merujuk pada respon negatif yang utama, seperti rewel, menagis, dan menjauh atau menolak stimulus.

4. Kemampuan adaptasi

Kemapuan adaptasi tinggi menunjukkan kemampuan untuk tetap dalam ketenangan.

Kemampuan adaptasi rendah menunjukkan ketidakmampuan untuk menyesuaikan dengan mudah.


(31)

5. Intensitas

Intensitas tinggi merujuk pada reaksi perilaku seperti menagis keras atau tertawa sebagai respon terhadap stimulus, seperti menerima mainan baru. Intensitas rendah merujuk pada reaksi perilaku seperti merengek atau menjatuhkan diri untuk bereaksi terhadap stimulus.

6. Ambang

Ambang rendah menunjukkan intensitas tinggi untuk rangsangan ringan seperti bangun karena suara yang halus.

Ambang tinggi menunjukkan intensitas tinggi sampai sedang pada rangsangan kuat, seperti kurangnya ketidaknyamanan dengan popok basah.

7. Alam perasaan

Alam perasaan positif merujuk pada anak yang secara umum senang dan kopoeratif.

Alam perasaan negatif merujuk pada anak yang secara umum rewel dan mengeluh.

8. Perhatian-menetap

Perhatian lama-sangat menetap merujuk pada seorang anak yang dapat memperhatikan untuk periode waktu lama dan terus bekerja pada proyek atau bermain meskipun ada hambatan, seperti orang tua mengatakan padanya untuk berhanti atau seseorang menghentikan aktivitasnya.

Perhatian singkat-kurang menetap merujuk pada anak yang mempunyai kesulitan memperhatikan dan mudah menyerah.


(32)

9. Distrakbilitas

Distrakbilitas rendah merujuk pada anak yang tidak mudah dialihkan perhatiaannya.

Distrakbilitas tinggi merujuk padaanak yang mudah dialihkan perhatiaannya.

Sedangkan menurut Sanjaya (2010), ada beberapa pengelompokkan sifat anak, namun penggolongan sifat anak berdasarkan temperamen adalah yang popular untuk mengenali temperamen anak. Temperamen tersebut yaitu sanguinis, kolerik, melankolik, dan flegmatik.Untuk mengenali temperamen anak dan pola asuh yang tepat, berikut akan disajikan tabel mengenai temperamen. Dengan melihat tabel ini, dapat diketahui temperamen anak dan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi tipe temperamen anak tersebut.

Tabel 2.1. Tipe Temperamen Anak

Temperamen Ciri-ciri Peran Ayah-Ibu

Sanguinis Senang bergaul, terbuka, suka berbicara, mudah terpengaruh lingkungan.

Melatih anak agar bisa sabar dan mengendalikan diri dengan berpikir matang sebelum memutuskan. Kolerik Mandiri, berpendirian

keras, aktif, merasa “cukup” dengan dirinya sendiri.

Pada masa balita, orang tua dengan anak tipe kolerik harus waspada.jika lengah, anak akan sulit menerima hal-hal yang terkait dengan spiritual yang akan bertahan hingga masa anak usia sekolah. Maka sejak dini, anak harus dikenalkan dengan aspek spiritual. Melankolik Peka, pemalu. Orang tua berharap dapat

membesarkan hati anak dan mengajarnya untuk selalu gembira dan dapat mengambil manfaat dari setiap peristiwa. Jika anak selalu merasa bersalah, ia akan mudah terjerumus pada hal-hal yang negatif.


(33)

Lanjutan Tabel 2.1

Flegmatik Sabar, jarang bisa marah, senang menunggu orang lain untuk memutuskan, dan mau melakukan sesuatu asal orang lain senang.

Anak dengan temperamen flgmatik membutuhkan orang tua yang siap memotivasi anak agar semangat dan berani tidak menolak ajakan orang lain, walau mungkin ia akan dijauhi teman.

Orang tua tidak perlu mengubah temperamen anak. Biarlah mereka memilki temperamennya masing-masing. Namun demikian, temperamen harus dimodifikasi agar lebih dapat adaptif.

Anak kolerik yang telah diasuh oleh orang tua yang mengenalkan kehidupan spiritual pada anak, akan tetap menjadi anak yang aktif dan mandiri. Namun dia tetap sadar bahwa ada hukum, norma dan kepercayaan yang harus dipikirkan.

Anak melankolik tetap saja perasa, namun dengan bimbingan orang tua, ia dapat mengambil hikmah dari setiap peristiwa. Dengan demikian, hatinya akan terasa ringan serta melangkah maju ke depan, bukan didsari masa lalu yang muram.

Anak sanguinis tetap suka berbicara dan mudah bergaul. Akan tetapi, jika ia selalu dibina agar berpikir matang sebelum bertindak, ia akan tidak mudah tergoda lingkungan sekitar.

Anak flegmatik tetap saja tidak dapat tegas berkata “tidak” dengan ajakan orang lain. Namun, jika orang tua telah membekali dengan motivasi yang benar, ia dapat menghindar dari ajakan orang lain untuk bertindak bodoh, secara halus.

Beberapa karakteristik temperamen menimbulkan tantangan yang lebih besar bagi orang tua dibandingkan dengan karakteristik yang lain, setidaknya di budaya barat (Rothbart & Bates, 2006 dalam Santrock, 2007). Kebanyakan orang tua


(34)

tidak percaya dengan pentingnya temperamen sampai kelahiran anak kedua mereka. Beberapa masalah yang dihadapi pada anak pertama tidak muncul pada anak kedua, tetapi ada masalah lain yang muncul. Pengalaman ini menunjukkan bahwa anak-anak tersebut sangat berbeda antara satu sama lain. Dan perbedaan ini memiliki implikasi penting terhadap interaksi orang tua dan anak (Kwak, dkk, 1999; Rothbart & Putnam, 2002 dalam Santrock, 2007).

2.4 Strategi Pengasuhan

Strategi pengasuhan terbaik berkaitan dengan temperamen anak berhasil dicapai oleh ahli dalam bidang temperamen Sanson dan Rothbart (1995) (dalam Santrock, 2007):

1. Perhatian dan menghargai individualitas

Implikasinya adalah tidak mungkin kita menyebutkan satu cara pola asuh “terbaik”. Sebuah tujuan dapat dicapai dengan cara tertentu pada anak tertentu tetapi baru dapat dicapai dengan cara yang lain, tergantung dari temperamen anak tersebut.

2. Pengaturan lingkungan di sekitar anak

Lingkungan yang terlalu ramai dan bising dapat menyebabkan masalah yang lebih besar bagi beberapa orang anak (seperti pada anak yang difficult) dibandingkan bagi sebagian anak yang lain (easy going).

3. Anak yang termasuk kategori “difficult” dan paket program pola asuh Program pelatihan pola asuh untuk orang tua sering kali berfokus kepada bagaimana menghadapi anak dengan temperamen difficult. Dengan menyadari bahwa ada anak yang lebih sulit dibandingkan anak lain memang akan membantu


(35)

orang tua, dan saran-saran mengenai bagaimana mengahadapi anak tersebut juga sangat akan berguna. Tetapi yang perlu diingat adalah bagaimana sebuah karekteristik dinilai sangat tegantung dengan kesesuaiannya dengan lingkungan.

Ketika kita memberi label bahwa seorang anak adalah anak yang “sulit”, hal ini bisa mengakibatkan bahaya timbulnya self-fullfiling prophecy, ketika seorang anak diidentifikasi sebagai anak yang “sulit”, orang lain akan memperlakukan anak dalam cara-cara tertentu yang justru mendorong timbulnya perilaku “sulit” tersebut.

3. Anak Usia Sekolah

3.1 Defenisi Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah adalah anak yang berusia 6-12 tahun (Wong, 2009). Sedangkan menurut WHO (World Health Organization) yaitu golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di Indonesia lazimnya anak yang berusia 6-12 tahun.

3.2 Perkembangan Anak Usia Sekolah

Pada periode usia sekolah, anak mulai memasuki dunia yang lebih luas, ditandai anak memasuki lingkungan sekolah yang memberikan dampak perkembangan dan hubungan dengan orang lain (Hockenbery & Wilson, 2007 dalam Purwandari, 2009). Ball dan Bindler (2003) dalam Purwandari, 2009 menyatakan anak usia sekolah berada pada fase industri, dimana aktivitas dirasakan sangat bermakna bagi anak. Aktivitas akan meningkatkan harga diri anak dan mencegah perasaan rendah diri pada anak sekolah.


(36)

Karakteristik perkembangan anak usia sekolah ditandai dengan: perkembangan biologis, psikososial, temperamen, kognitif, moral, spiritual, bahasa, sosial, konsep diri dan seksualitas. Perkembangan biologis ditandai dengan perkembangan pertumbuhan berat badan, perubahan proporsi tubuh, dan kematangan sistem tubuh (Hockenberry & Wilson, 2007 dalam Purwandari, 2009).

Perkembangan psikososial anak usia sekolah ditandai dengan pengembangan fase industri. Pada tahap industri anak mengembangkan kemampuan personal dan kemampuan sosial. Perkembangan temperamen anak dikembangkan melalui interaksi dengan lingkungan, pengalaman, motivasi dan kemampuan (Hockenbery & Wilson 2007 dalam Purwandari, 2009).

Perkembangan kognitif usia 7-11 tahun, menurut Pieget berada pada tahap

concrete operation. Anak usia sekolah mampu mengembangkan dan memahami hubungan diantara sesuatu dan ide yang ada didalamnya. Perkembangan moral anak usia sekolah ditandai dengan mempelajari standar perilaku dan merasa bersalah apabila melanggar standar perilaku. Perkembangan spiritual anak usia sekolah ditandai dengan menggunakan kata sifat seperti mencintai dan menolong untuk menggambarkan sifat dari Tuhan (Hockenbery & Wilson, 2007 dalam Purwandari, 2009).

Sifat temperamen yang dialami sebelumnya merupakan faktor terpenting dalam perilaku pada masa ini. Pada usia ini temperamen sering muncul sehingga peran orang tua sangat besar untuk mengendalikannya yang perlu diperhatikan orang tua adalah menjadi figur dalam sehari.


(37)

Perkembangan bahasa anak usia sekolah ditandai dengan anak mulai meningkatkan kemampuan menggunakan bahasa dan kemampuan berkembang seiring dengan pendidikan di sekolah. Kemampuan sosialisasi anak usia sekolah ditandai dengan keingintahuan tentang dunia luar keluarga dan pengaruh kelompok sangat kuat pada anak (Hockenbery & Wilson, 2007 dalam Purwandari, 2009).

Perkembangan konsep diri pada anak usia sekolah ditandai anak mulai mengetahui tentang tubuh manusia dan anak mampu menggambarkan figur manusia. Anak usia sekolah juga mulai meningkatkan rasa keingintahuan tentang hubungan seksual (Hockenbery & Wilson, 2007 dalam Purwandari, 2009)


(38)

24

BAB 3

KERANGKA KONSEP

1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kegiatan konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati dan diukur melalui penelitian yang dimaksud (Notoatmojo, 2005).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah pola asuh orang tua dan variabel dependen adalah temperamen.

Variabel independen Variabel dependen

Skema 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan:

: Diteliti : Tidak diteliti : Berpengaruh Pola Asuh Orang Tua

 Otoriter  Permisif  Demokratis

Temperamen Anak  Mudah

 Lambat  Sulit

Faktor-Faktor yang mempengaruhi:  Lingkungan

 Pendidikan Orang Tua  Teman sebaya


(39)

2. Defenisi Operasional

No Variabel Definisi

Operasional

Alat ukur Hasil Ukur Skala

1. Variabel independen Pola asuh orang tua Bentuk interaksi orang tua dengan anak usia sekolah dalam hal pembentukan karakter anak di Desa Tanjung Rejo Dusun XI yang terdiri dari:

-pola asuh otoriter adalah pengawasan orang tua terhadap prilaku dan sikap anak terhadap aturan ataupun perintah yang harus dipatuhi. - Pola asuh

demokratis bercirikan orang tua mendukung setiap kegiatan anak namun masih dalam batas kendali orang tua. Jumlah pertanyaan dalam kuesioner penelitian ini ada 24 pernyataan dengan menggunakan skala Likert

dengan 3 pilihan jawaban 1= tidak pernah 2= kadang-kadang 3= selalu

1= Jika skor jawaban responden 24-39 maka pola asuh dinyatakan demokratis 2. Jika skor jawaban responden 40-55 maka pola asuh

dinyatakan permisif 3. Jika skor jawaban responden 56-72 maka pola asuh

dinyatakan otoriter


(40)

-Pola asuh permisif yang bercirikan orang tua yang membebask an segala kegiatan anak yang tidak menetapkan batasan-batasan maupun disiplin yang tidak inkonsisten. 2. Variabel

dependen Temperame n anak Karakteristik anak usia sekolah yang berhubungan dengan respon seseorang dan kemampuan adaptasi anak terhadap situasi di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Jumlah pertanyaan dalam kuesioner penelitian ini ada 15 pernyataan dengan menggunakan skala Likert

dengan 3 pilihan jawaban 1= tidak pernah 2= kadang-kadang 3= selalu

1= Jika skor jawaban responden 15-24 maka temperamen anak dinyatakan sulit

2= Jika skor jawaban responden 25-34 maka temperamen anak dinyatakan lambat 3 = Jika skor jawaban responden 35-45 maka temperamen anak dinyatakan mudah Ordinal


(41)

3. Hipotesa Penelitian

Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah.


(42)

28

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah.

2. Populasi dan sampel

2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua orang tua yang memiliki anak usia sekolah di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Data yang didapatkan dari Kepala Dusun Desa Tanjung Rejo melalui survei awal sebanyak 150 orang tua yang memiliki anak usia sekolah pada tahun 2012.

2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel (Sugiono, 2009). Dengan demikian, peneliti mengambil sampel dari seluruh orang tua yang mempunyai anak usia sekolah di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 150 orang.


(43)

3. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, dengan alasan daerah tersebut sudah memenuhi kriteria dijadikan sampel, kemudian peneliti mudah mendapatkan sampel dan sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah di desa tersebut.

4. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai penyusunan proposal penelitian sampai akhir penelitian yang dilaksanakan mulai April 2013 sampai Desember 2013.

5. Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu: memberikan penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka responden dipersilahkan untuk menandatangani

informed consent tetapi apabila calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak mengundurkan diri. Responden juga berhak untuk mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Selama penelitian dilakukan, semua orang tua yang memiliki anak usia sekolah di Desa Tanjung Rejo Dusun XI bersedia menjadi responden penelitian. Penelitian ini tidak memiliki resiko bagi individu yang menjadi responden, baik resiko fisik maupun psikis. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrument dan memusnahkan instrument


(44)

penelitian setelah proses penulisan skripsi selesai. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

6. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Validitas merupakan suatu ukuran yang menujukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahian suatu instrumen. Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur data dari variabel yang diteliti secara tepat. Validitas dilakukan oleh dosen yang berkompeten dibidang pola asuh orang tua dan temperamen anak yaitu dosen Psikologi Ibu Lermiana Purba, SST, S. Pd, S. Psi, M. Psi. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan Conten Validity Index (CVI) yang diperoleh hasilnya yaitu 0,9, dikatakan valid jika CVI > 0,75 (Pollit & Hungler, 1995).

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti sejauh mana alat tersebut tetap konsisten bila dilakukan beberapa kali dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmojo, 2005). Reabilitas instrumen dilakukan dengan test chronbach alpha. Menurut Pollit (1999) instrumen dikatakan reliabel jika nilai reliabilitasnya α ≥ 0,7.

Uji reliabelitas dilakukan kepada 30 orang tua yang memiliki anak usia sekolah secara acak di Desa Tanjung Rejo pada bulan Agustus. Data yang didapat dianalisa dengan komputerisasi yaitu koefisien reliabelitas kuesioner pola asuh orang tua sebesar 0,724 dan koefisien reliabelitas kuesioner temperamen anak usia sekolah sebesar 0,732, maka kuesioner ini ditetapkan reliabel.


(45)

7. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk kuesioner. Kuesioner terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu : kuesioner data demografi, kuesiner pola asuh, dan kuesiner temperamen anak.

1. Kuesioner data demografi

Kuesioner data demografi memberikan data mengenai responden meliputi umur, pendidikan terakhir, pekerjaan dan penghasilan keluarga.

2. Kuesioner pola asuh orang tua dan temperamen anak

Kuesioner disusun dalam bentuk tertutup dengan menggunakan skala Likert. Artinya, jawaban responden telah termuat dalam tiga option skala. Option yang digunakan adalah selalu (SL), kadang-kadang (KK), dan tidak pernah (TP).

Kuesioner pola asuh orang tua ada 24 pernyataan yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Pernyataan positif terdiri dari 16 pernyataan yaitu pernyataan dengan nomor 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 dan 20. Bentuk pilihan pernyataan positif yaitu selalu (SL), kadang-kadang (KK), dan tidak pernah (TP), dengan skor 1-3. Skor 1 adalah tidak pernah, skor 2 adalah kadang-kadang, skor 3 adalah selalu. Pernyataan negatif terdiri dari 8 pernyataan yaitu pernyataan dengan nomor 1, 2, 3, 4, 21, 22, 23 dan 24. Bentuk pilihan pernyataan negatif yaitu selalu (SL), kadang-kadang (KK), dan tidak pernah (TP), dengan skor 1-3. Skor 1 adalah selalu, skor 2 adalah kadang-kadang, skor 3 adalah tidak pernah. Total skor terendah adalah 24, yang tertinggi adalah 72.

Sedangkan kuesioner temperamen anak usia sekolah terdiri dari 15 pertanyaan yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Pernyataan positif terdiri dari 11


(46)

pernyataan yaitu pernyataan dengan nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 11. Bentuk pilihan pernyataan positif yaitu selalu (SL), kadang-kadang (KK), dan tidak pernah (TP), dengan skor 1-3. Skor 1 adalah tidak pernah, skor 2 adalah kadang-kadang, skor 3 adalah selalu. Pernyataan negatif terdiri dari 4 pernyataan dengan nomor 12, 13, 14 dan 15. Bentuk pilihan pernyataan negitif yaitu selalu (SL), kadang-kadang (KK), dan tidak pernah (TP), dengan skor 1-3. Skor 1 adalah selalu, skor 2 adalah kadang-kadang, skor 3 adalah tidak pernah. Total skor terendah adalah 15 dan skor tertinggi adalah 45.

Pengkategorian masing-masing penilaian dilakukan dengan menggunakan panjang kelas (p) berdasarkan rumus statistik yaitu:

� =�����

� Keterangan:

P : panjang kelas

Range : rentang kelas (nilai tertinggi - nilai terendah) i : banyak kelas

Berdasarkan rumus statistik yang dikemukakan oleh Sudjana (2002), maka didapat panjang kelas untuk pola asuh orang tua adalah:

� =�����

�= 72−24

3

� = 16

Dengan pengkategorian pola asuh orang tua berdasarkan panjang kelas yang didapat maka nilai pola asuh orang tua adalah:


(47)

24 – 39 = Otoriter 40 – 55 = Permisif 56 – 72= Demokratis

Berdasarkan rumus statistik tersebut juga maka didapat panjang kelas untuk temperamen anak usia sekolah adalah:

� =�����

�=

45−15 3

� = 10

Dengan pengkategorian temperamen anak berdasarkan panjang kelas yang didapat maka nilai temperamen anak adalah:

15 – 24 = sulit 25 – 34 = lambat 35 – 45 = mudah

8. Pengumpulan Data

Pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian ke institusi pendidikan yaitu program studi ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian permohonan izin yang telah diperoleh diajukan ke tempat penelitian yaitu di Desa Tanjung Rejo Dusun XI. Setelah mendapatkan ijin, peneliti melakukan survei awal terlebih dahulu dengan didampingi oleh kepala dusun. Kemudian peneliti terlebih dahulu menentukan jumlah sampel dari jumlah populasi yang telah didapatkan melalui data Kepala Dusun XI. Setelah itu peneliti melakukan penelitian di Desa Tanjung Rejo Dusun


(48)

XI dengan mendatangi responden dari rumah ke rumah. Penelitian dilakukan selama 1 bulan yaitu pada bulan September. Setelah mendapatkan responden peneliti memberikan kuesioner kepada responden yang telah bersedia mengisi lembar persetujuan. Kemudian peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner. Responden diminta untuk menjawab pertanyaan dengan mengisi sendiri dalam waktu 15 menit, dan memberikan kesempatan bertanya kepada responden bila ada pertanyaan yang tidak dimengerti. Selama penelitian ada 15 responden yang bertanya karena kurang memahami pertanyaan yang ada di kuesioner. Selama penelitian, 1 hari responden yang diperoleh rata-rata sebanyak 10-15 orang. Setelah diperoleh responden secara keseluruhan, maka selanjutnya data dikumpulkan untuk dianalisa.

9. Analisis Data

1. Entry

Data jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode (angka/huruf) dimasukkan kedalam program “software” komputer.

2. Editing

Dilakukan untuk pengecekan kelengkapan data yang terkumpul, bila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data dapat diperbaiki seperlunya dengan menanyakan langsung kepada yang bersangkutan.

3. Coding

Proses untuk memberikan kode pada jawaban responden atau ukuran-ukuran yang diperoleh dari analisa sesuai dengan rencana awal peneliti.


(49)

4. Tabulating

Proses yang dilakukan untuk menghitung setiap variabel berdasarkan kategori-kategori yang ditetapkan sebelumnya sesuai dengan tujuan penelitian. Memberi kode terhadap item-item yang tidak perlu diberi skor dan mentabulasi data untuk memperoleh hasil dalam master tabel (tabel induk) supaya mudah dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan dan dianalisa. Menurut Notoadmojo (2005) analisa data terdiri dari:

1. Analisa Univariat

Pada penelitian ini analisa data dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi untuk data demografi seperti usia, pendidikan terakhir, pekerjaan temperamen anak dan pola asuh orang tua.

2. Analisa Bivariat

Analisa ini melihat hubungan antara dua variabel independent dan dependent, untuk mengetahui hubungan anatara kedua variabel tersebut digunakan uji person chi-square, jika memenuhi syarat probabilitas nilai (p) < 0,05 maka ada hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah dan jika nilai (p)>0,05 maka tidak terdapat hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(50)

36

BAB 5 PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah melalui proses pengumpulan data yang dilakukan pada bulan September 2013 terhadap 150 orang responden di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Penyajian data hasil penelitian meliputi deskripsi data demografi, tipe pola asuh orang tua, temperamen anak usia sekolah dan hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

1.1 Deskripsi Karakteristik Responden

Deskripsi karakteristik responden terdiri dari umur, pendidikan responden dan pekerjaan responden. Data karakteristik ditampilkan hanya untuk melihat distribusi demografi dari responden saja dan tidak akan dianalisis terhadap hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa usia responden mayoritas adalah antara 34 – 36 tahun yaitu sebanyak 26 orang (17%). Mayoritas pendidikan orang tua responden yaitu SMP sebanyak 74 orang (49%). Mayoritas pekerjaan orang tua responden yaitu petani/buruh tani sebanyak 82 orang (55%) dapat di lihat di tabel 5.1 .


(51)

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Data Demografi Orang Tua di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang 2013 (n = 150)

Karakteristik Demografi Frekuensi Persentase (%)

Umur

- 25 – 27 tahun - 28 – 30 tahun - 31 – 33 tahun - 34 – 36 tahun - 37 – 39 tahun - 40 – 42 tahun - 43 – 45 tahun - 46 – 48 tahun - 49 – 50 tahun Pendidikan

- SD - SMP - SMU

- Perguruan Tinggi Pekerjaan

- PNS/TNI - Wiraswasta - Petani/buruh tani - Lain-lain 14 19 15 26 22 16 21 8 9 36 74 39 1 1 30 82 37 9 13 10 17 15 11 14 5 6 24 49 26 1 1 20 55 24

1.2 Pola Asuh Orang Tua

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 150 orang responden tipe pola asuh mayoritas yang digunakan yaitu tipe pola asuh orang tua yang Otoritatif

(demokratis) sebanyak 118 responden (79%), diikuti dengan pola asuh Neglectful

(permessive) sebanyak 29 responden (19%) dan pola asuh Otoritarian (Otoriter) sebanyak 3 responden (2%) dapat di lihat di tabel 5.3.


(52)

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban terhadap Kuesioner Pola Asuh Orang Tua di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang 2013 (n = 150)

No Pertanyaan Jawaban

Selalu Kadang- kadang

Tidak pernah

f % f % f %

1 Saya mengatur segala kegiatan anak saya.

93 62 55 36,7 2 1,3 2 Saya mengatur pergaulan anak

saya.

74 49,3 67 44,7 9 6 3 Saya memberikan perintah apapun

yang saya inginkan kepada anak saya.

36 24 108 72 6 4 4 Apapun peraturan yang saya

berikan, maka anak saya tidak boleh membantah dan harus mematuhinya.

72 48 65 43,3 13 8,7

5 Apabila anak saya tidak mematuhi peraturan yang saya berikan, maka saya akan menghukumnya.

22 14,7 116 77,3 12 8

6 Saya mewajibkan disiplin dalam segala hal pada anak saya.

126 84 24 16 0 0

7 Apabila anak saya tidak

mengerjakan tugas sekolah, saya akan menghukumnya tanpa penjelasan darinya.

48 32 54 36 48 32

8 Bila anak saya pulang terlambat ke rumah setelah pulang sekolah, maka saya langsung marah dan memukulnya.

13 8,7 71 47,3 66 44

9 Saya memberikan bimbingan dengan penuh perhatian.

134 89,3 16 10,7 0 0 10 Saya membina hubungan yang baik

dengan anak saya.

142 94,7 8 5,3 0 0 11 Saya tidak menekan anak saya

untuk melakukan sesuatu yang saya inginkan.

82 54,7 55 36,7 13 8,7

12 Saya akan mendengarkan alasan anak saya ketika melakukan kesalahan.

117 78 31 20,7 2 1,3

13 Saya menyisihkan sebagaian waktu saya untuk berkomunikasi dengan anak saya.


(53)

14 Saya memberikan alasan kepada anak saya, apabila saya melarangnya bermain.

104 69,3 40 26,7 6 4

15 Apabila anak saya mengungkapkan pendapat yang berbeda dengan saya, saya akan menghargainya.

99 66 49 32,7 2 1,3

16 Saya memberikan pertimbangan serta penjelasan yang dapat diterima oleh anak saya sebelum saya memenuhi keinginan anak saya.

120 80 30 20 0 0

17 Saya mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap kesulitan serta keluhan yang dialami anak saya.

126 84 22 14,7 2 1,3

18 Saya dan anak saya akrab dalam hal apapun.

79 52,7 69 46 2 1,3 19 Saya berbicara kepada anak saya

tanpa mengeluarkan kata-kata kasar.

62 41,3 78 52 10 6,7

20 Saya memberikan dorongan untuk meningkatkan potensi anak saya.

128 85,3 20 13,3 2 1,3 21 Saya sangat memanjakan anak

saya.

14 19,3 97 64,7 14 9,3 22 Saya tidak mewajibkan disiplin

dalam segala hal pada anak saya.

11 7,3 72 48 67 44,7 23 Apapun yang menjadi keinginan

anak saya akan saya penuhi tanpa mempertimbangkan baik ataupun buruknya lebih dahulu.

9 6 49 32,7 92 61,3

24 Saya tidak perduli dengan anak saya.

0 0 2 1,3 148 98,7

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang 2013 (n = 150).

Tipe Pola Asuh Orang Tua Frekuensi Persentase (%)

Otoritarian (Otoriter)

Otoritatif (Demokratis)

Neglectful (Permessive)

3 118 29 2 79 19


(54)

1.3 Temperamen Anak Usia Sekolah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua yang memiliki anak usia sekolah dengan temperamen anak terbanyak adalah temperamen mudah (the easy child) sebanyak 86 orang (57%), diikuti temperamen lambat (the slow-to-warm-up child) sebanyak 61 orang dan temperamen sulit (the difficult child) sebanyak 3 orang (2%) dapat dilihat di tabel 5.4.

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Terhadap Kuesioner Temperamen Anak di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang 2013 (n = 150)

No Pertanyaan Jawaban

Selalu Kadang- kadang

Tidak pernah

f % f % f %

1 Berlari untuk sampai ke tempat yang diinginkan.

73 48,7 70 46,7 7 4,7 2 Menghindari (menjauh dari, tidak

bicara dengan) setiap ada tamu yang baru, pada pertemuan pertama.

54 36 65 43,3 31 20,7

3 Mudah gembira dengan pujian (tertawa, bertepuk tangan, menari, dll).

99 66 47 31,3 4 2,7

4 Tidak nyaman dengan pakaian basah atau kotor, ingin menggantinya dengan segera.

103 68,7 36 24 11 7,3

5 Tetap senang (tersenyum, dll) meskipun dalam keadaan lelah.

44 29,3 104 69,3 2 1,3 6 Segera beralih dari permainan

ketika handphone berbunyi.

62 41,3 69 46 19 12,7 7 Bergerak langsung kearah tempat

baru (toko, teater, tempat bermain).

51 34 53 35,3 46 30,7

8 Menyesuaikan diri dalam sehari atau dua hari terhadap perubahan rutinitas (waktu tidur berbeda, dll) disaat tidak berada di rumah (pergi ke tempat family).

76 50,7 70 46,7 4 2,7

9 Merengek atau mengeluh bila diminta oleh orangtua melakukan tugas.


(55)

10 Mempunyai kesulitan (meminta nasihat, menggunakan banyak waktu, dll) dalam membuat keputusan.

50 33,3 86 57,3 14 9,3

11 Kehilangan minat pada mainan lama ketika ia mendapatkan permainan baru pada hari dimana ia mendapatkannya.

87 58 41 27,3 22 14,7

12 Menyadari (melihat) perubahan kecil dalam pencahayaan (perubahan bayangan, malingkan ke sinar, dll).

58 38,7 52 34,7 40 26,7

13 Menunjukkan reaksi kuat (berteriak-teriak, menjerit, dll) bila tiba-tiba gembira

57 38 44 29,3 49 32,7

14 Respon terhadap instruksi orang tua dapat ditebak.

31 20,7 73 48,7 46 30,7 15 Meminta imbalan uang ketika

diperintah oleh orang tua.

15 10 47 31,3 88 58,7

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Temperamen Anak Usia Sekolah di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang 2013 (n = 150)

Temperamen Anak Usia Sekolah Frekuensi Persentase (%)

The Easy Child (mudah)

The Difficult Child (sulit)

The Slow-to-warm-up child (lambat)

86 3 61 57 2 41

1.4 Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Temperamen Anak

Hasil penelitian menunjukkan dari 3 (2%) pola asuh orang tua otoriter (Otoritarian), semuanya temperamen anak sulit (the difficult child). Dari 29 (19,3%) pola asuh orang tua permessive (neglectful), 24 (39,3%) temperamen anak lambat (the slow-to-warm-up child) dan 5 (5,8%) temperamen anak mudah (the easy child). Dan dari 118 (78,7%) pola asuh orang tua demokratis(Otoritatif), 37 (60,7%) temperamen anak lambat (the slow-to-warm-up child) dan 81 (94,8%) temperamen anak mudah (the easy child).


(56)

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,000 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi pola asuh orang tua dengan temperamen anak. Hasil tersebut dapat di lihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6 Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Temperamen Anak Usia Sekolah di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2013

Pola Asuh Orang Tua

Temperamen Anak Total

f %

Nilai

p

Sulit

f %

Lambat

f %

Mudah f %

Otoriter 3 2 0 0 0 0 3 2 0.000

Permessive 0 0 24 39.3 5 5.8 29 19.3

Demokratis 0 0 37 60.7 81 94.2 118 78.7

Jumlah 3 61 86 150 100.0

2. Pembahasan

Dari data diatas penelitian yang diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah di DesaTanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

2.1 Pola asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua merupakan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak (Wiwit, 2003). Pola asuh orang tua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak (Baumrind, 1991 dalam Lestari, 2006).


(57)

Dalam kehidupan sehari-hari kebanyakan orang tua menggunakan kombinasi dari semua pola asuh yang ada, akan tetapi satu jenis pola asuh akan terlihat lebih dominan dari pada pola asuh lainnya dan sifatnya hampir stabil sepanjang waktu (Boumrind, 1991 dalam Lestari, 2006). Pola asuh yang ditanamkan tiap orang tua berbeda antara satu dengan yang lainnya, hal ini tergantung dari pandangan pada diri tiap orang tua. Kebanyakan orang tua mempelajari praktik pengasuhan dari orang tua mereka sendiri. Sebagian praktik tersebut mereka terima, namun sebagian lagi mereka tinggalkan. Sayangnya, ketika metode orang tua diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, praktik yang baik maupun yang buruk diteruskan (Santock, 2007).

Dari hasil penelitian tentang pola asuh yang dapat dilihat pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 150 responden sebanyak 118 responden (79%) memiliki pola asuh orang tua yang otoritatif (demokratis), 3 responden (2%) memiliki pola asuh orang tua yang otoritarian (otoriter) dan 29 responden (19%) memiliki pola asuh orang tua yang neglectful (permessive). Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki jenis pola asuh orang tua yang

otorotatif (demokratis). Pola asuh otoritatif adalah bentuk pola asuh yang bersifat mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas kendali pada tindakan mereka (Baumrind, 1971 dalam Santrock, 2007). Oleh karena itu pola asuh orang tua mayoritas menggunakan pola asuh otoritatif (demokratis).

Menurut Hart dkk, 2003 dalam Santrock 2007, mengatakan pola asuh otoritatif

cendrung merupakan gaya yang paling efektif alasannya yaitu orang tua yang


(58)

sehingga memberi anak kesempatan untuk membentuk kemandirian sembari memberikan standar, batas, dan panduan yang dibutuhkan anak (Reuter & Conger, 1995, dalam Santrock 2007). Orang tua yang otoritatif lebih cendrung melibatkan anak dalam kegiatan memberi dan menerima secara verbal dan memperbolehkan anak mengutarakan pandangan mereka (Kuczynski & Lollis, 2002 dalam Santrock 2007 ). Kehangatan dan keterlibatan orang tua yang diberikan oleh orang tua yang otoritatif membuat anak lebih bisa menerima pengaruh orang tua (Sim, 2000 dalam Santrock, 2007). Pada penelitian ini orang tua membina hubungan yang baik dengan anaknya yaitu sebanyak 94,7% dan orang tua selalu berbicara kepada anaknya tanpa mengeluarkan kata-kata kasar sebanyak 41,3%. Pada penelitian ini juga orang tua kadang-kadang mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap kesulitan serta keluhan yang dialami anaknya sebanyak 14,7%, orang tua tidak memberikan alasan kepada anaknya apabila melarang anaknya bermain sebanyak 6%, orang tua yang tidak menghargai perbedaan pendapat dengan anaknya yaitu sebanyak 2%. Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh demokratis tidak selamanya digunakan oleh orang tua. Dari persentase tersebut menunjukkan bahwa hasil penelitian tersebut bertolak belakang dengan teori pola asuh demokratis bahkan lebih cendrung kepada pola asuh otoriter.

Dari tabel 5.3 dapat dilihat bahwa dari 150 responden dijumpai 2% responden yang orang tuanya memiliki pola asuh yang otoriter (Otoritarian). Pola asuh otoriter (Otoritarian) yaitu pola asuh yang menekankan pada pengawasan orang tua atau kontrol yang ditujukan kepada anak untuk mendapatkan ketaatan dan kepatuhan. Pola asuh otoriter adalah pengasuhan yang kaku, diktator dan


(59)

memaksa anak untuk selalu mengikuti perintah orang tua tanpa banyak alasan. Pada penelitian ini orang tua yang mewajibkan disiplin dalam segala hal pada anaknya terdapat 84%, orang tua yang mengatur segala kegiatan anaknya diperoleh sekitar 62% serta mengatur pergaulan anaknya diperoleh sekitar 49,3%. Hal itu dapat berdampak buruk pada anak, yaitu anak merasa tidak bahagia, ketakutan, tidak terlatih untuk berinisiatif, selalu tegang, cendrung ragu, tidak mampu menyelesaikan masalah (Baumrind, 1991 dalam Lestari, 2006).

Pada penelitian ini juga orang tua tidak selalu atau kadang-kadang memberikan peraturan kepada anaknya, tidak boleh membantah dan harus mematuhinya sebanyak 43,3%. Kemungkinan alasan ini yang dapat disimpulkan, bahwa orang tua tidak selalu menggunakan pola asuh otoriter (Otoritarian).

Pada tabel 5.3 dapat dilihat bahwa dari 150 responden terdapat 19% responden yang orang tuanya memiliki pola asuh permessive. Pola asuh permessive adalah pola asuh dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Pada penelitian ini orang tua selalu memanjakan anaknya sebanyak 19,3%, tidak mewajibkan disiplin dalam segala hal kepada anaknya sebanyak 7,3%, apapun yang menjadi keinginan anaknya akan dipenuhi tanpa mempertimbangkan baik ataupun buruknya terlebih dahulu sebanyak 6% dan masih ada orang tua yang tidak perduli dengan anaknya sebanyak 2%. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada orang tua yang menggunakan pola asuh permessive. Orang tua tidak mengetahi bahwa pola asuh ini biasanya mengakibatkan inkompetensi sosial anak, terutama kurangnya pengendalian diri.


(60)

2.2 Temperamen Anak Usia Sekolah

Temperamen adalah kecendrungan atau pola tingkah laku yang dialami (Sunarti, 2004). Temperamen didefenisikan sebagai karakteristik seseorang, cara mendasar biologis untuk mendekati atau bereaksi terhadap orang dan situasi. Seorang anak tidak melakukan tindakan yang sama untuk semua situasi. Temperamen bukan saja cara anak mendekati dan bereaksi terhadap dunia luar tetapi juga cara mereka meregulasi fungsi mental dan emosional (Arnimabubria, 2012). Temperamen anak adalah ciri-ciri yang menggambarkan bagaimana seorang anak bertingkah laku terhadap orang lain atau situasi tertentu. Ciri-ciri tersebut cendrung menetap. Tempermen ini ditentukan banyak faktor seperti tingkat aktifitas, kemampun berkonsentrasi, kekuatan untuk mempertahankan keinginan, kemampuan penyesuaian diri, kecendrungan mendekat atau menghindar, intensitas, keteraturan dan suasana hati secara umum (Sunarti, 2004).

Dari hasil penelitian tentang temperamen anak yang dapat dilihat pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 150 orang sebanyak 86 orang (57%) memiliki temperamen anak yang the easy child (mudah), 3 orang (2%) memiliki temperamen the difficult child (sulit) dan 61 orang (41%) memiliki temperamen

the slow-to-warm-up chlid (lambat). Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa mayoritas anak memiliki temperamen the easy child (mudah). Hal ini menunjukkan bahwa temperamen anak anak yang the easy child (mudah) adalah anak yang santai, bertemperamen mudah, memiliki kebiasaan yang teratur dan dapat diprediksi, dan memiliki pendekatan yang positif terhadap stimulus baru. Mereka terbuka dan dapat beradaptasi terhadap perubahan dan menunjukkan


(61)

intensitas mood yang ringan sampai sedang yang biasanya bersifat positif (Wong, 2008). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yaitu anak tidak nyaman dengan pakaian basah atau kotor, ingin menggantinya dengan segera diperoleh sekitar 68,7%. Anak mudah gembira dengan pujian diperoleh sekitar 66%, anak kehilangan minat pada mainan lama ketika ia mendapatkan permainan baru pada hari dimana ia mendapatkannya diperoleh sekitar 58%, anak tidak pernah meminta imbalan uang ketika diperintah oleh orang tua diperoleh sekitar 58,7% dan tidak pernah merengek atau mengeluh bila diminta oleh orang tua melakukan tugas diperoleh sebanyak 20%.

Pada tabel 5.5 dapat dilihat bahwa terdapat 2% anak yang memiliki temperamen sulit (the difficult child). Anak temperamen sulit memiliki ciri sangat aktif, peka rangsang dan mempunyai kebiasaan yang tidak teratur (Wong, 2008). Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang diperoleh yaitu masih ada anak yang tidak mudah gembira dengan pujian diperoleh sekitar 4%, menyesuaikan diri dalam sehari atau dua hari terhadap perubahan rutinitas dan tidak senang atau tersenyum dalam keadaan lelah sebanyak 2%.

Pada tabel 5.5 dapat dilihat bahwa terdapat 41% anak yang memiliki temperamen lambat (the slow-towarm-up-child). Anak-anak dalam kategori ini biasanya bereaksi secara negatif dan dengan intensitas ringan terhadap stimulus baru, kecuali jika ditekan, lambat beradaptasi terhadap kontak berulang. Mereka hanya berespon dengan penolakan ringan namun pasif terhadap sesuatu yang baru atau asing atau perubahan rutinitas (Wong, 2008). Hal itu sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa 46% anak tidak pernah bergerak langasung


(62)

kearah tempat yang baru misalnya ke toko atau tempat permainan yang baru dan 19% anak tidak pernah beralih dari permainan ketika handphone berbunyi.

2.3 Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Temperamen Anak Usia Sekolah

Pada penelitian ini pola asuh orang tua dibagi atas 3 jenis yaitu otoritarian

(otoriter), otoritatif (demokratis) dan neglectful (permessive), sedangkan temperamen anak juga terbagi kepada tiga jenis temperamen yaitu the easy child

(mudah), the difficult child (sulit) dan the slow-to-warm-up child (lambat).

Hasil penelitian menunjukkan dari 3 (2%) pola asuh orang tua otoriter (Otoritarian), semuanya temperamen anak sulit (the difficult child). Dari 29 (19,3%) pola asuh orang tua permessive (neglectful), 24 (39,3%) temperamen anak lambat (the slow-to-warm-up child) dan 5 (5,8%) temperamen anak mudah (the easy child). Dan dari 118 (78,7%) pola asuh orang tua demokratis(Otoritatif), 37 (60,7%) temperamen anak lambat (the slow-to-warm-up child) dan 81 (94,8%) temperamen anak mudah (the easy child).

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa pola asuh otoriter menghasilkan temperamen anak sulit. Hal ini sejalan dengan pendapat Baumrind (1991) (dalam Lestari, 2006) yang menjelaskan pola asuh otoriter dapat berdampak buruk pada anak, yaitu anak merasa tidak bahagia, ketakutan, tidak terlatih untuk berinisiatif, selalu tegang, cendrung ragu, tidak mampu menyelesaikan masalah, kemampuan komunikasinya buruk serta gugup, akibat seringnya mendapat hukuman dari orang tua. Orang tua memaksa anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka, serta mencoba membentuk tingkah lakunya serta cendrung mengekang keinginan anak.


(63)

Orang tua tidak mendorong serta memberi kesempatan kepada anak untuk mandiri dan jarang memberi pujian (Tarmudji, 1991 dalam Lestari, 2006).

Dari hasil penalitian di atas untuk tipe pola asuh demokratis mengasilkan 37 (60,7%) temperamen anak lambat (the slow-to-warm-up child) dan 81 (94,8%) temperamen anak mudah (the easy child). Hal tersebut menunjukkan bahwa pola asuh demokratis mayoritas menghasilkan anak yang bertemperamen mudah (the easy child). Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian oleh Lestari, 2006 yang menunjukkan bahwa dari 144 responden, sebanyak 135 responden (93,75%) yang memiliki pola asuh demokratis banyak digunakan oleh orang tua.

Hal ini sejalan dengan pendapat Hart, Newell & Olsen, 2003 dalam Santrock, 2007, yang mengatakan bahwa pola asuh otoritatif (demokratis) cendrung merupakan pola asuh yang paling efektif. Anak yang memiliki orang tua otoritatif

sering kali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dan berorientasi pada prestasi. Anak yang memiliki orang tua yang otoritatif juga cendrung untuk mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya (Santrock, 2007).

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,000 maka didapatkan adanya perbedaan proporsi pada pola asuh orang tua dengan temperamen anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanson dan Rothbart (1995) (dalam Santrock, 2007) yang mengatakan strategi pengasuhan terbaik berkaitan dengan temperamen anak. Hal yang diperhatikan di dalam strategi pengasuhan anak yaitu perhatian dan menghargai individualitas. Implikasinya adalah tidak mungkin kita menyebutkan satu cara pola asuh “terbaik”. Sebuah tujuan dapat dicapai dengan cara tertentu pada anak tertentu tetapi baru dapat dicapai dengan cara yang lain, tergantung dari


(64)

temperamen anak tersebut. Pengaturan lingkungan di sekitar anak yang terlalu ramai dan bising dapat menyebabkan masalah yang lebih besar bagi beberapa orang anak (seperti pada anak yang difficult) dibandingkan bagi sebagian anak yang lain (easy going). Dengan menyadari bahwa ada anak yang lebih sulit dibandingkan anak lain memang akan membantu orang tua, dan saran-saran mengenai bagaimana mengahadapi anak tersebut juga sangat akan berguna. Tetapi yang perlu diingat adalah bagaimana sebuah karekteristik dinilai sangat tergantung dengan kesesuaiannya dengan lingkungan.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang sebelumnya yang dilakukan oleh Firmansyah (2008) yaitu hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah di SDN 02 Singkawang Tengah Kalimantan Barat juga menunjukkan adanya perbedaan proporsi data dengan nilai yang significance (p=0,000).


(65)

51

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Karakteristik responden orang tua yang memiliki anak usia sekolah di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang mayoritas berumur 34 – 36 tahun, pendidikan mayoritas SMP dan jenis pekerjaan mayoritas petani atau buruh tani.

Hasil yang diperoleh dari 150 responden orang tua (79%) memiliki pola asuh orang tua yang otoritatif (demokratis), (2%) memiliki pola asuh orang tua yang

otoritarian (otoriter) dan (19%) memiliki pola asuh orang tua yang neglectful

(permessive). Mayoritas temperamen anak mudah (the easy child) sebanyak (57%), (2%) memiliki temperamen the difficult child (sulit) dan (41%) memiliki temperamen the slow-to-warm-up chlid (lambat).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,000, maka dapat disimpulkan ada proporsi pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah.

2. Saran 2.1 Orang Tua

Orang tua sebagai pemberi pola asuh kepada anak-anaknya tidak perlu mengubah temperamen anak. Biarlah mereka memiliki temperamennya masing-masing. Namun demikian, temperamen harus dimodifikasi agar lebih dapat adptif.


(66)

2.2 Pelayanan Keperawatan

Secara umum terlihat adanya hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah untuk itu perlu adanya penyuluhan kepada orang tua tentang pentingnya memberikan pola asuh yang tepat sehingga mendukung perkembangan temperamen anak-anaknya khususnya perkembangan temperamen anak usia sekolah.

2.3 Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini dilakukan pada 150 responden yang merupakan total seluruh jumlah orang tua yang memiliki anak usia sekolah. Untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul penelitian ini disarankan untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap perkembangan temperamen anak serta cara penentuan sampel sebaiknya dilakukan perbandingan antara di desa dan di kota.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

Alimul Azis (2003). Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Iilmiah. Edisi I. Jakarta : Salemba Medika.

Arnimabubria (2012). Peran Parents Emotion Coaching dan Temperamen Anak dengan Kecerdasan Emosi Anak Usia Sekolah Dasar. Dikutip dari:

Firmansyah (2008). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Temperamen Anak Usia Sekolah di SDN 02 Singkawang Tengah Kalimantan Barat. Tesis. Fakultas Keperawatan. Universitas Diponegoro.

Gunarsa, S. D (2000). Psikologi Praktis Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: PT. BPK. Gunung Mulya.

(2002). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta. PT. BPK Gunung Mulia.

Hardywinoto, Setiabudhy, Tony (2002). Anak Unggul Berotak Prima. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hidayat, A. A. A. (2007). Siapa Bilang Anak Sehat Pasti Cerdas. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Kurniawati. (2010). Mengasuh Anak Temperamental. Dikutip dari:

Lestari, Endang (2007). Hubungan Tipe Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Moral Remaja Usia 16 – 19 Tahun di SMU Negeri 1 Medan. Skripsi

Muscari, Mary E (2005). Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Notoatmojo, S (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Pollit & Hungler (1995). Nursing Research Principles and Methodes. Philadelpia. Lippincott.

Purwandari, H (2009). Pengaruh terapi seni dalam menurunkan tingkat kecemasan anak usia sekolah yang menjalani hospitalisasi di wilayah Kabupaten Banyumas. Tesis.


(68)

Sanjaya, Ridwan, dkk (2010). Parenting Untuk Pornogarfi di Internet. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Santrock, John W (2007). Perkembangan Anak. Edisi Kesebelas. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Setiadi (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Siswanto (2007). Kesehatan Mental : Konsep, Cakupan dan Perkembangannya. Yogyakarta. Andi.

Sudjana (2002). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&. Bandung : Alfabeta.

Sunarti, Euis (2004). Mengasuh dengan Hati Tantangan yang Menyenangkan.

Jakarta: PT Alex Media Komputindo.

Untario (2004). Pengertian Anak Usia Sekolah. Dikutip dari:

Wahyuning, Wiwit (2003). Mengkomunikasikan Moral Kepada Anak. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Wong, Donna L (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta; EGC.

(2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Jakarta: EGC.


(69)

Lampiran 1

Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TEMPERAMEN ANAK USIA SEKOLAH di DESA TANJUNG REJO

DUSUN XI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG

Oleh : Risma Dani Harahap

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan temperamen anak usia sekolah di Desa Tanjung Rejo Dusun XI Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Saya mengharapkan partisipasi bapak/ibu dalam memberikan jawaban atas segala pertanyaan yang diajukan peneliti, sesuai dengan pendapat bapak/ibu tanpa di pengaruhi oleh orang lain. Informasi yang diberikan hanya di pergunakan untuk keperluan penelitian dan pengembagan Ilmu Keperawatan.

Partisipasi bapak/ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela dan bebas menerima menjadi responden penelitian atau menolak tanpa ada sangsi apa pun. Jika bapak/ibu bersedia menjadi responden penelitian, silahkan menandatangani surat persetujuan ini pada tempat yang telah disediakan di bawah ini sebagai bukti kesukarelaan bapak/ibu. Terima kasih atas partisipasi bapak/ibu untuk penelitian ini.

Medan,…………..2013 Peneliti Responden

(Risma Dani Harahap) ( ) Nim. 121121101


(70)

Lampiran 2

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TEMPERAMEN ANAK USIA SEKOLAH di DESA TANJUNG REJO

DUSUN XI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG

Kode Responden :

Bagian 1. Kuesioner Data Demografi

Kuesioner berikut ini menanyakan tentang data pribadi bapak/ibu dan data tentang anak bapak/ibu.

Isilah tanda checklist (√) pada satu kotak jawaban ( ) dan tanda … yang menurut bapak/ibu paling tepat, sesuai dengan keadaan bapak/ibu saat ini.

Data Responden

1. Umur responden …. 2. Pendidikan terakhir

( ) 1. SD/sederajat ( ) 2. SLTP/sederajat ( ) 3. SMU/sederajat

( ) 4. Perguruan tinggi/sederajat 3. Pekerjaan

( ) 1. PNS/TNI ( ) 2. Wiraswasta ( ) 3. Petani/buruh


(71)

Bagian 2. Kuesioner Pola Asuh Orang Tua

Kuesioner berikut terdiri dari beberapa pernyataan untuk mengetahui pola asuh yang diberikan oleh orang tua di Desa Tanjung Rejo Dusun XI, kuesioner ini terdiri dari 24 peryataan.

Isilah dengan tanda checklist ( √ ) pada salah satu kotak jawaban yang menurut bapak/ibu paling tepat.

Keterangan:

SL : Selalu

KK : Kadang-kadang TP : Tidak pernah

No Pernyataan SL KK TP

1. Saya mengatur segala kegiatan anak saya. 2. Saya mengatur pergaulan anak saya.

3. Saya memberikan perintah apapun yang saya inginkan kepada anak saya.

4. Apapun peraturan yang saya berikan, maka anak saya tidak boleh membantah dan harus mematuhinya.

5. Apabila anak saya tidak mematuhi peraturan yang saya berikan, maka saya akan menghukumnya. 6. Saya mewajibkan disiplin dalam segala hal pada

anak saya.

7. Apabila anak saya tidak mengerjakan tugas sekolah, saya akan menghukumnya tanpa penjelasan darinya.

8. Bila anak saya pulang terlambat ke rumah setelah pulang sekolah, maka saya langsung marah dan memukulnya.

9. Saya memberikan bimbingan dengan penuh perhatian.

10. Saya membina hubungan yang baik dengan anak saya.

11. Saya tidak menekan anak saya untuk melakukan sesuatu yang saya inginkan.

12. Saya akan mendengarkan alasan anak saya ketika melakukan kesalahan.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

73

Lampiran 11

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Risma Dani Harahap

Tempat Tanggal Lahir : P. Sidempuan, 22 Agustus 1990 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat Rumah : Jl. Jermal XVII No. 11 A Medan Denai

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri No. 067241 Medan Denai : 2002

2. SMP Negeri 6 Medan : 2005

3. SMA Negeri 5 Medan : 2008