Determinan Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Tahun 2014

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kehidupan manusia yang semakin modern dalam berbagai aspek kehidupan
termasuk aspek kesehatan lambat laun seiring dengan perkembangan zaman menuntut
masyarakat juga untuk mengoptimalkan derajat kesehatan. Upaya meningkatkan
derajat kesehatan dilakukan dengan berbagai upaya salah satunya dengan
pemanfaatan sarana kesehatan seperti rumah sakit. Pemanfaatan rumah tangga atas
pelayanan rumah sakit di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dsar adalah sebesar
40,0 % untuk daerah perkotaan dan 22,0% untuk wilayah pedesaan (Riskesdas,
2010),
Rumah sakit pada akhir-akhir ini terus berkembang, baik dalam jumlah,
kapasitas maupun sarana prasarana seiring dengan meningkatnya kebutuhan
masyarakat dan perkembangan teknologi. Walaupun terdapat perkembangan rumah
sakit dari waktu ke waktu, tetapi fungsi dasar suatu rumah sakit tetap tidak berubah.
Rumah sakit adalah salah satu sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan
kegiatan pelayanan kesehatan, yang berperan mendukung pencapaian derajat
kesehatan masyarakat yang optimal (Kuncoro, 2003).
Rumah sakit berperan dalam upaya kuratif dan rehabilitatif, yang bertujuan
memulihkan status kesehatan seseorang dari sakit menjadi sehat, disamping
melakukan kegiatan preventif dan promotif kesehatan. Salah satu upaya kuratif dan

rehabilitatif yang dilakukan oleh rumah sakit, yaitu dengan diselenggarakannya unit

Universitas Sumatera Utara

rawat inap, yang bertujuan merawat pasien sakit dan memulihkan kesehatannya. Unit
rawat inap suatu rumah sakit memiliki peran penting dalam pengelolaan rumah sakit,
hal ini dikarenakan sebagian besar pendapatan rumah sakit berasal dari pelayanan
yang diberikan oleh unit rawat inap. Pasien yang menggunakan fasilitas pelayanan
unit rawat inap untuk setiap kasus medis harus mendapat perawatan secara intensif,
bila tidak dapat diobati secara berobat jalan. Dengan demikian pasien harus tinggal
beberapa hari di rumah sakit untuk dirawat sampai diijinkan pulang (Konsil
Kedokteran Indonesia Indonesian, 2006)
Rumah sakit pada umumnya difungsikan untuk melayani masyarakat dan
menyediakan sarana kesehatan untuk masyarakat, bukan untuk mencari keuntungan
semata. Di dalam organisasinya terdapat banyak aktivitas, yang diselenggarakan oleh
pihak-pihak dari berbagai jenis profesi, baik profesi dokter, karyawan administrasi,
petugas pelayanan dan beberapa profesi lainnya. Untuk dapat menjalankan fungsinya,
diperlukan suatu sistem manajemen menyeluruh yang dimulai dari proses
perencanaan strategik (renstra) untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Rumah
sakit dituntut untuk mampu memberikan pelayanan memuaskan, profesional dengan

harga bersaing, sehingga strategi dan kinerja rumah sakit tersebut harus berorientasi
pada keinginan pasien (Utama, 2011).
Secara umum pemanfaatan rumah sakit dapat dilihat dari indikator BOR (Bed
Occupancy Rate) atau angka pemanfaatan tempat tidur, AvLOS (Average Length of
Stay) atau rata-rata lamanya dirawat, TOI (Turn Over Interval) atau interval
penggunaan tempat tidur, BTO (Bed Turn Over) atau frekuensi penggunaan tempat

Universitas Sumatera Utara

tidur (Wijono, 2001). Pemanfaatan tempat tidur unit rawat inap rumah sakit perlu
diperhatikan, karena unit rawat inap merupakan unit yang penting bagi suatu rumah
sakit. Namun perlu diketahui faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pemanfaatan
tempat tidur di suatu rumah sakit. Menurut Wijono (2001) keberhasilan suatu rumah
sakit baik dari efisien dan efektifnya rumah sakit yang meliputi pencapaian
pemnafaatan tempat tidur haruslah didukung dengan kecukupan tenaga di bidangnya
masing-masing dan didukung dengan fasilitas yang memadai.
Pemanfaatan rumah sakit yang belum optimal dapat diketahui dari pencapaian
BOR rumah sakit. Salah satu penyebab pencapaian BOR yang tidak optimal, yaitu
pasien atau calon pasien cenderung enggan untuk tinggal lebih lama karena merasa
pelayanan


yang

diterima

kurang

profesional.

Oleh

karena

itu,

sebagai

konsekuensinya, maka pihak manajemen rumah sakit yang bersangkutan seharusnya
meningkatkan kualitas pelayanannya pada pasien, terutama bagi pasien rawat inap
(Suryadi, 2009).

Pemanfaatan pelayanan rumah sakit untuk rawat inap di Indonesia
berdasarkan hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013, secara nasional
sebesar 2,3%. Provinsi yang tertinggi adalah Yogyakarta 4,4%, sedangkan terendah
adalah Provinsi Bengkulu, Lampung dan Kalimantan Barat sebesar 0,9%. Sumber
biaya yang dipakai untuk rawat inap pada semua fasilitas kesehatan di Indonesia
masih didominasi oleh biaya sendiri (out of pocket), yaitu sebesar 53,5%. Selanjutnya
berturut-turut Jamkesmas 15,6%, Jamkesda 6,4%, Askes/ASABRI 5,4%, Jamsostek

Universitas Sumatera Utara

3,5%, asuransi kesehatan swasta 1,8% dan tunjangan kesehatan perusahaan 4,0%
(Kemenkes RI, 2013).
Rendahnya utilisasi (pemanfaatan) fasilitas kesehatan seperti rumah sakit,
seringkali kesalahan atau penyebabnya dilemparkan kepada faktor jarak antara
fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh (baik jarak secara fisik maupun
secara sosial), tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya.
Pada kenyataannya di dalam masyarakat terdapat beraneka ragam kepercayaan
terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak penyelenggaraan pelayanan kesehatan
(Sudarmo, 2001).
Kurangnya kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan

dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya pelayanan kesehatan.
Selain itu faktor pendidikan, pengetahuan kesehatan seseorang dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor antar lain pengalaman, keyakinan, fasilitas, penghasilan dan
sosial budaya. Kelima faktor yang memengaruhi pengetahuan kesehatan seseorang
juga dapat memengaruhi persepsi dan sikap seseorang terhadap penyakit
(Notoatmodjo, 2003).
Menurut riset WHO (2007) pemanfaatan pelayanan rumah sakit pemerintah
lebih tinggi dibandingkan rumah sakit swasta. Perbedaan tingkat pemanfaatan
tersebut berpengaruh terhadap tingkat efisiensi rumah sakit seperti pemanfaatan
tempat tidur, pemanfaatan pelayanan rawat jalan, jumlah kunjungan (rawat jalan),
jumlah hari rawat (rawat inap), jumlah tindakan operasi, jumlah pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan radiologi.

Universitas Sumatera Utara

Menurut hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2010 hanya
32,4% penduduk berstatus miskin yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Terbatasnya akses ke pelayanan kesehatan disebabkan kendala jarak, biaya dan
transportasi. Tempat pelayanan kesehatan yang paling banyak dikunjungi adalah
Posyandu sebanyak 61,6%, Puskesmas 31,4%, praktek dokter kesehatan sebanyak

17,0% dan sementara ke rumah sakit pemerintah hanya sebesar 10,6% (Balitbangkes,
2014).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2012),
pemanfaatan RSUD masih rendah, hal ini ditunjukkan dengan angka tingkat
pemanfaatan tempat tidur (BOR) pada 29 unit RSUD di Provinsi Sumatera Utara
antara 9,0-86,3%. Tingkat pemanfaatan tempat tidur RSUD paling rendah pada
RSUD Sultan Sulaiman (Kabupaten Serdang Bedagai) yaitu 9,0%, sedangkan paling
tinggi pada RSU Lubuk Pakam (Kabupaten Deli Serdang), yaitu 86,3% dengan
standar Kementerian Kesehatan sebesar 60–80%. Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan kategori kelas A dengan jumlah BOR mencapai 73,4% pada
tahun 2011 (Kemenkes RI, 2013).
Demikian halnya di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang diperoleh data
rekam medik pasien rawat inap di RSUD Sidikalang tahun 2011-2013 nilai BOR
tahun 2011 sebesar 71%, tahun 2012 sebesar 57%, tahun 2013, sebesar 49% dan
tahun 2014 sampai Agustus sebesar 52% (standar nasional 60%-80%). Dapat dilihat
bahwa dari tahun 2011 sampai tahun 2013 ada kecenderungan terjadi penurunan,
namun dari tahun 2013 sampai Agustus 2014 terjadi peningkatan (RSUD Sidikalang,
2013).

Universitas Sumatera Utara


RSUD Sidikalang dalam melaksanakan pelayanan kesehatan sudah memiliki
fasilitas penunjang seperti radiologi, laboratorium, UGD, Poli (Poli KIA, Umum,
Penyakit Dalam, Bedah, Gigi, Anak, dan THT), Farmasi, Unit Pelayanan Darah dan
ruang rawat inap (VIP, Kelas I, II dan III). Namun fasilitas ini kurang memadai,
sehingga ada kecenderungan pasien yang datang ke rumah sakit hanya untuk
membuat surat rujukan, jarang yang mau dan berkenan dirawat inap. Berdasarkan
survei awal dengan wawancara singkat terhadap 3 orang pasien diperoleh kesimpulan
bahwa pasien lebih percaya dirujuk ke rumah sakit di Kota Medan daripada RSUD
Sidikalang (RSUD Sidikalang, 2013).
Demikian juga hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pelayanan Medis dan
Perawatan mengemukakan bahwa pelayanan kesehatan bagi pasien masih belum
dilayani dengan baik, hal ini dilihat dari keluhan pasien dan keluarga pasien tentang
pelayanan yang diberikan rumah sakit. Adapun isi keluhan tersebut adalah mengenai
keramahan baik dokter maupun perawat, kurangnya kecepatan dalam memberikan
pelayanan, pelayanan administrasi yang lamban serta pelayanan satpam yang kurang
bersahabat. Berdasarkan aspek manajemen RSUD Sidikalang, masih ditemui
permasalahan rendahnya pelayanan sesuai dengan SOP di setiap unit pelayanan,
seperti pelayanan asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan. Hal ini diindikasikan
dari minimnya laporan perkembangan asuhan keperawatan pasien dan masih

banyaknya keluhan pasien terhadap ketersediaan obat dan bahan habis pakai di rumah
sakit (RSUD Sidikalang, 2013).
Beberapa hasil penelitian terkait dengan pemanfaatan rumah sakit, yaitu
Penelitian Pasaribu (2003) menyimpulkan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

rendahnya pemanfaatan tempat tidur di RSU Sipirok adalah sumber daya manusia,
fasilitas, lokasi rumah sakit, angka kesakitan, promosi rumah sakit, pendanaan, sistem
rujukan, geografi, tingkat ekonomi masyarakat, dan tingkat pendidikan masyarakat.
Sedangkan sosio-kultural dan cara pembayaran serta demografi tidak berpengaruh
terhadap pemanfaatan tempat tidur.
Hasil penelitian Matondang (2011) menyimpulkan bahwa kepercayaan
masyarakat (sikap, persepsi dan pengetahuan) tentang pelayanan kesehatan,
berpengaruh terhadap pemanfaatan RSU Swadana Tarutung. Hasil penelitian Surbakti
(2012) menyimpulkan bahwa persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan
(administrasi, dokter, perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) berpengaruh
signifikan terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.
Pemanfaatan pasien yang belum optimal terhadap RSUD Sidikalang peneliti
merasa perlu mengkaji “Determinan yang Mempengaruhi Pemanfaatan Ulang Rumah

Sakit Umum Daerah Sidikalang Tahun 2014”.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah: Faktor determinan apa saja yang
mempengaruhi pasien rawat inap terhadap pemanfaatan ulang RSUD Sidikalang?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor determinan yang
mempengaruhi pasien rawat inap terhadap pemanfaatan ulang RSUD Sidikalang.

Universitas Sumatera Utara

1.4. Hipotesis Penelitian
Ada faktor determinan yang mempengaruhi pasien rawat inap terhadap
pemanfaatan ulang RSUD Sidikalang.

1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih bagi pihak-pihak
yang berkaitan, seperti:
1. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengambilan keputusan
guna meningkatkan efisiensi rumah sakit.
2. Bagi Intitusi Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan referensi di
perpustakaan mengenai pemanfaatan rumah sakit.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan keilmuan peneliti di
bidang ilmiah dan bidang pelayanan kesehatan guna meningkatkan pemanfaatan
rumah sakit oleh masyarakat dan diharapkan dapat menambah sumber informasi,
bahan referensi dan bahan perbandingan dalam penelitian lanjutan yang memiliki
relevansi dengan penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara