Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Hak Fidusia Terhadap Objek Jaminan Fidusia Yang Disita Pengadilan Berkaitan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Putusan Ma No. 1607 K Pid.Sus 2012)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fidusia menurut asal katanya berasal dari kata “fides” yang berarti
kepercayaan. Sesuai dengan arti kata ini, maka hubungan hukum antara debitur
(pemberi fidusia) dan kreditur (penerima fidusia) merupakan hubungan hukum yang
berdasarkan kepercayaan. Pemberi fidusia percaya bahwa penerima fidusia mau
mengembalikan hak milik barang yang telah diserahkan setelah dilunasi hutangnya.
Sebaliknya penerima

fidusia percaya bahwa pemberi

fidusia tidak akan

menyalahgunakan barang jaminan yang berada pada kekuasaannya. Pranata jaminan
fidusia telah dikenal dan diberlakukan dalam masyarakat umum Romawi. Ada 2
(dua) bentuk jaminan fidusia yaitu jaminan fiducia cum creditore dan fiducia cum
amico. Keduanya timbul dari perjanjian yang disebut pactum fiduciae yang kemudian
diikuti dengan penyerahan hak atau in iure cessio.1
Fiducia cum creditore adalah suatu penyerahan hak milik dari debitur kepada

kreditur karena adanya hutang dari debitur tersebut dan penyerahan hak milik tersebut
dilakukan berdasarkan asas kepercayaan sebagai jaminan hutang debitur tersebut.
Sedangkan Fiducia cum amico adalah suatu penyerahan hak milik dari seseorang
kepada orang lain berdasarkan kepercayaan untuk dititipkan sementara tanpa adanya
hutang dari pemberi titipan tersebut. Fiducia cum amico disebut juga dengan
1

Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni,
Bandung, 2007, hal. 6

1

Universitas Sumatera Utara

2

penitipan barang untuk sementara waktu. Pactum fiduciaea adalah artinya adalah
perjanjian berdasarkan asas kepercayaan. In iure cessio maksudnya adalah
perpindahan hak kepemilikan dari suatu benda yang pada awalnya merupakan
penyerahan hak milik asas kepercayaan.

Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia (UUJF) No. 42 Tahun 1999
menyebutkan bahwa, “Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas
dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.” Jaminan fidusia adalah hak
jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud dan tidak berwujud, terdaftar
maupun tidak terdaftar dan juga bergerak maupun tidak bergerak dengan syarat
bahwa benda tersebut tidak dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atau hipotek
sebagaimana dimaksud pada Pasal 314 ayat (3) KUH Dagang Jis Pasal 1162 KUH
Perdata.2
Pengertian fidusia juga dapat disimpulkan dari beberapa arti yang dijadikan
sumber hukum jaminan fidusia (Keputusan HR. 21-6-1929 N.) 29-10-1096), yaitu
perjanjian dimana salah satu pihak mengikatkan diri untuk menyerahkan hak milik
atas benda bergerak sebagai jaminan, penyerahan hak milik dimaksud merupakan titel
yang sempurna dari penyerahan bersifat abstrak. Dalam praktek yang terjadi di
masyarakat timbulnya perjanjian pengikatan jaminan fidusia pada umumnya berawal

2

Sri Soedewi Masjoen Sofyan, Hukum dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 1995,


hal. 40

Universitas Sumatera Utara

3

dari adanya perjanjian hutang-piutang antara kreditur dengan debitur dimana
perjanjian pengikatan jaminan fidusia itu bertujuan sebagai tindakan antisipasi bagi
kreditur apabila ternyata debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk melunasi
hutangnya sebagaimana yang telah termuat dan disepakati dalam perjanjian utang
piutang tersebut. Adanya kewajiban menyerahkan sesuatu hak kebendaan barang
bergerak kepada pihak lain, membuktikan bahwa perjanjian pengikatan jaminan
fidusia merupakan perjanjian yang bersifat kebendaan (zakelijk).3 Tidak berbeda
dengan jaminan kebendaan yang lain, jaminan fidusia lahir dari terwujudnya
perjanjian utang piutang yang diikuti dengan perjanjian secara fidusia. Para sarjana
pada umumnya menyepakati sifat perjanjian jaminan fidusia yang accesoir yang
menginduk pada perjanjian utang piutang selaku perjanjian pokoknya. Namun
demikian ada sebagian sarjana yang menyanggupi perjanjian tersebut sebagai
perjanjian yang berdiri sendiri, sehingga lahir dan berakhirnya penyerahan hak milik

secara fidusia harus melalui perbuatan hukum itu sendiri. Mengingat bentuknya,
perjanjian fidusia lazimnya dituangkan dalam bentuk tertulis, bahkan tidak jarang
dituangkan dalam akta notaris dengan tujuan untuk memberikan kepastian dan
perlindungan hukum kreditur.
Perjanjian fidusia dilakukan secara tertulis dengan tujuan agar kreditur
pemegang fidusia demi kepentingannya akan menuntut cara yang paling mudah untuk
membuktikan adanya penyerahan jaminannya tersebut terhadap debitur. Hal paling

3

Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dan Penjelasannya,
Bandung, Alumni, 1993, hal. 92

Universitas Sumatera Utara

4

penting lainnya dibuatnya perjanjian fidusia secara tertulis adalah untuk
mengantisipasi hal-hal diluar dugaan dan diluar kekuasaan manusia seperti debitur
meninggal dunia, sebelum kreditur memperoleh haknya. Tanpa akta jaminan fidusia

yang sah akan sulit bagi kreditur untuk membuktikan hak-haknya terhadap ahli waris
debitur.4
Dalam fidusia debitur melakukan penyerahan benda bergerak secara hak
kepemilikan dimana debitur tetap menguasai barang jaminan tersebut. Mengenai
penguasaan ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yang pertama bila yang difudisiakan
adalah barang-barang inventaris maka debitur menguasai barang jaminan atas dasar
jaminan pinjam pakai dengan kreditur, yang kedua bila yang difudusiakan adalah
barang-barang dagangan maka debitur menguasai barang jaminan atas dasar
konsinyasi (consignatie) atau penitipan.
Dalam praktek pelaksanaannya di masyarakat pengikatan objek agunan
dengan menggunakan lembaga jaminan fidusia sering digunakan oleh bank maupun
perusahaan-perusahaan pembiayaan kendaraann bermotor (mobil) dalam suatu
perjanjian kredit. Pada prinsipnya dalam suatu perjanjian kredit baik oleh bank
maupun

oleh

perusahaan

pembiayaan,


pengikatan

objek

agunan

dengan

menggunakan lembaga jaminan fidusia adalah dengan tujuan mengamankan aset
bank/perusahaan yang diberikan kepada debitur melalui suatu perjanjian kredit dari
resiko debitur tidak mampu mengembalikan hutang-hutangnya kepada pihak bank

4

Tiong Oey Hoey, Fudusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2006, hal. 47

Universitas Sumatera Utara


5

atau perusahaan pembiayaan tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan pengikatan
objek agunan dengan menggunakan lembaga jaminan fidusia merupakan suatu
perjanjian accesoir, dimana perjanjian kredit yang terlebih dahulu dilaksanakan
sebagai perjanjian pokoknya.5
Perjanjian

pembiayaan

konsumen

merupakan jenis kredit konsumsi

(consumer credit) yang membedakan hanya pihak memberi kreditnya dimana
pembiayaan konsumen dilakukan oleh perusahaan pembiayaan sedangkan kredit
konsumen diberikan oleh bank. Kegiatan pembiayaan dilakukan dengan cara
melakukan membeli barang yang dibutuhkan oleh konsumen kepada toko / dealer
yang menjual barang tersebut. Oleh dealer/toko barang tersebut diserahkan kepada
konsumen setelah terlebih dahulu harganya dibayar lunas oleh perusahaan

pembiayaan tersebut. Kewajiban konsumen adalah membayar secara angsuran /
berkala kepada perusahaan pembiayaan sesuai dengan perjanjian pembiayaan yang
telah disepakati oleh perusahaan pembiayaan dan konsumen tersebut.
Perjanjian pembiayaan konsumen pada perusahaan pembiayaan merupakan
perjanjian hutang-piutang antara pihak perusahaan pembiayaan dengan konsumen.
Berhubung karena pihak perusahaan pembiayaan telah membayar lunas harga barang
yang dibutuhkan oleh konsumen tersebut kepada dealer/toko dan pihak perusahaan
pembiayaan menyerahkan barang tersebut kepada konsumen berdasarkan atas
kepercayaan bahwa konsumen tersebut akan membayar secara angsuran / berkala

5

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000,

Hal. 104

Universitas Sumatera Utara

6


harga barang tersebut hingga lunas sesuai besar angsuran dan jangka waktu angsuran
sebagaimana yang telah ditetapkan melalui kesepakatan diantara pihak perusahaan
pembiayaan maupun konsumen.6
Dalam suatu perjanjian pembiayaan konsumen berupa kendaraan bermotor
(mobil) khususnya mobil maka pihak perusahaan pembiayaan akan melaksanakan
pengikatan objek jaminan fidusia terhadap mobil yang telah diserahkan kepada
konsumen tersebut. Tujuan difidusiakannya mobil yang telah diserahkan kepada
konsumen tersebut adalah untuk mengamankan kreditur atas perjanjian yang telah
dibuatnya tersebut dari resiko macetnya angsuran atau dipindahtangankannya mobil
yang telah diikat dengan jaminan fidusia tersebut. Dengan diikatnya objek jaminan
fidusia yaitu mobil dalam suatu perjanjian pengikatan jaminan fidusia dalam
pelaksanaan pembiayaan tersebut dan mendaftarkannya ke kantor wilayah
Departemen Hukum dan HAM maka apabila terjadi resiko konsumen tidak mampu
melunasi angsuran atau konsumen memindahtangankan barang (mobil) yang telah
menjadi objek jaminan fidusia tersebut maka perusahaan pembiayaan sebagai pihak
kreditur dapat mengeksekusi barang (mobil) tersebut karena masih menjadi hak
kepemilikannya. 7
Sebagai suatu perjanjian accesoir, perjanjian jaminan fidusia memberikan
kedudukan yang mendahului kepada kreditur penerima fidusia terhadap kreditur


6

Faisal Darwanto, Sekilas Tentang Perjanjian Sewa Beli Sebagai Perjanjian Tak Bernama,
Rajawali Press, Jakarta, 2006, hal. 15
7
Muktar Djasman, Perusahaan Pembiayaan dan Perjanjian Sewa Beli, Mitra Ilmu, Surabaya,
2009, hal.10

Universitas Sumatera Utara

7

lainnya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 ayat (1) UUJF No. 42 Tahun 1999
yaitu, “Penerima fidusia miliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya”.
Selanjutnya Pasal 27 ayat (2) UUJF No. 42 Tahun 1999 menyebutkan bahwa, “Hak
yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas adalah hak penerima
fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang
menjadi objek jaminan fidusia”. Pasal 27 ayat (3) UUJF No. 42 Tahun 1999
selanjutnya menyebutkan bahwa, “Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak
hapus karena adanya kepailitan dan atau likuitadasi pemberi fidusia”. Dari ketentuan

Pasal 27 ayat (1), (2) dan (3) UUJF No. 42 Tahun 1999 tersebut di atas dapat
dikatakan bahwa kreditur penerima jaminan fidusia oleh undang-undang diberikan
hak yang didahulukan dari kreditur lainnya dalam hal untuk mengambil pelunasan
piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut.
Didalam hal adanya 2 (dua) penerima jaminan fidusia maka yang lebih didahulukan
adalah penerima jaminan fidusia yang mendaftarkan jaminan fidusianya pertama
kalinya.
Pasal 24 UUJF No. 42 Tahun 1999 menyebutkan bahwa, “Penerima fidusia
tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian fidusia baik yang
timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum
sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan
fidusia”. Dari ketentuan Pasal 24 UUJF No. 42 Tahun 1999 tersebut di atas dapat
dikatakan bahwa penerima fidusia tidak menanggung akibat atas perbuatan
melanggar hukum dari pemberi fidusia terhadap objek jaminan fidusia tersebut.

Universitas Sumatera Utara

8

Apabila ternyata dikemudian hari objek jaminan fidusia yang diberikan oleh pemberi
fidusia diperoleh dengan melanggar ketentuan hukum pidana maka penerima fidusia
tidak ikut menanggung akibat apabila objek jaminan fidusia tersebut dirampas / disita
oleh negara.
Dalam penelitian ini PT Astra Sedaya Finance (ASF) sebagai perusahaan
leasing yang memberikan kredit mobil kepada konsumen (debitur) yang juga
merupakan penerima fidusia dalam perjanjian pengikatan fidusia dimana konsumen
(debitur) bertindak sebagai pemberi fidusia maka perusahaan leasing tersebut tidak
bertanggung jawab dan tidak ikut menanggung beban kerugian bila objek jaminan
fidusia tersebut terkait dengan tindak pidana perbankan dan pencucian uang dan
dirampas / disita oleh Negara.
Kasus yang dibahas dalam penelitian ini adalah kasus pembelian mobil
mewah jenis Ferrari Scuderia secara kredit di PT Astra Sedaya Finance (ASF) oleh
Malinda Dee karyawan senior Citibank. Mobil tersebut seharga 8 (delapan) miliar
rupiah tunai, yang dibeli oleh Malinda Dee secara kredit dengan menggunakan uang
muka sebesar Rp 5.652.254.000 (lima milyar enam ratus lima puluh dua juta dua
ratus lima puluh empat ribu rupiah) atau 70,65% dan sisa hutang kredit sebesar 2
(dua) miliar rupiah dicicil oleh Malinda Dee selama 1 (satu) tahun dengan cicilan
perbulan sebesar Rp 206.896.000 (dua ratus enam juta delapan ratus sembilan puluh
enam ribu rupiah) sesuai dengan perjanjian kredit tanggal 19 November 2010.8

8

http://m.merdeka.com/read/2011/12/19/339/54416/keterangan-saksi-beratkan-melindadee,
diakses tanggal 20 Agustus 2014, pukul 11.00 WIB.

Universitas Sumatera Utara

9

Ternyata di kemudian hari terbukti bahwa pembelian mobil mewah oleh Malinda Dee
tersebut menggunakan uang nasabah Citibank sehingga Malinda Dee dikenakan
tuduhan melakukan penggelapan dan pencucian uang nasabah Citibank. Mobil Ferrari
Scuderia yang dibeli secara angsuran oleh Malinda Dee yang telah diikat dengan
jaminan fidusia oleh PT Astra Sedaya Finance (ASF) dalam kasus ini disita oleh
negara (pengadilan).
Penyitaan yang dilakukan oleh negara (pengadilan) disebabkan adanya tindak
pidana perbankan dan pencucian uang terhadap objek jaminan fidusia yang telah
diberikan oleh pemberi fidusia dan telah diikat melalui suatu perjanjian jaminan
fidusia dengan suatu akta otentik notaris. Sebagaimana yang diketahui tindak pidana
pencucian uang yang diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan UndangUndang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang.9
Didalam Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
menyebutkan bahwa, “Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang
dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam

9

Rusman Hadinata, Tindak Pidana Perbankan dan Pencucian Uang, Aneka Ilmu, Surabaya,
2009, hal. 16

Universitas Sumatera Utara

10

pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan
usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp 10 miliar rupiah dan paling banyak Rp 200 miliar rupiah”.
Perbuatan Inong Malinda Dee juga melangar ketentuan yang termuat dalam
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dimana pada
Pasal 3 ayat (1) huruf b menyebutkan bahwa, “Setiap orang, yang dengan sengaja
mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana dari suatu penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan lain baik
atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain di pidana karena tindak pidana
pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama
15 (limabelas) tahun dan denda paling sedikit Rp 5 miliar rupiah dan paling banyak
15 miliar rupiah”. Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 15 Tahun 2002
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan bahwa, “Setiap orang yang dengan
sengaja membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya
sendiri maupun atas nama pihak lain di pidana karena tindak pidana pencucian uang
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (limabelas)
tahun dan denda paling sedikit Rp 5 miliar rupiah dan paling banyak 15 miliar
rupiah”

Universitas Sumatera Utara

11

Perbuatan Inong Malinda Dee yang melakukan transfer rekening dari harta
kekayaan orang lain tersebut dengan melawan hukum juga melawan ketentuan yang
terdapat dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menyebutkan bahwa, “Setiap
orang

yang

menempatkan,

mentransfer,

mengalihkan,

membelanjakan,

membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah
bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas
harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun
2010 tersebut di atas dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul
kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar”.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), selain pidana pokok
berupa pidana penjara dan pidana tambahan sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 10
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu, pencabutan hak-hak tertentu,
perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman putusan hakim, pidana
tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu tersebut adalah perampasan
barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud barang tidak bergerak yang
diperoleh dari hasil tindak pidana, termasuk perusahaan milik terpidana di mana
tindak pidana tersebut dilakukan, begitu pun harga dari barang yang menggantikan
barang tersebut.

Universitas Sumatera Utara

12

Bila dilihat dari ketentuan sanksi hukum yang terdapat di dalam UndangUndang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.
25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, demikian pula dengan
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan serta Undang-Undang No. 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, maka
selain dari hukuman penjara, bagi pelaku tindak pidana perbankan dan pencucian
uang dikenakan pula sanksi denda yang merupakan hukuman tambahan dalam jumlah
miliaran rupiah. Sanksi denda bagi pelaku tindak pidana perbankan dan pencucian
uang tersebut yang memungkinkan bagi pengadilan untuk melakukan penyitaan
barang bergerak yang telah menjadi objek jaminan fidusia, apabila pelaku tindak
pidana perbankan dan pencucian pencucian uang tersebut tidak mampu membayar
denda sebagaimana telah diputuskan oleh pengadilan disamping hukuman badan
(penjara). Akibat terjadinya penyitaan terhadap harta kekayaan milik pelaku tindak
pidana pencucian uang yang merupakan objek jaminan fidusia menimbulkan kerugian
bagi penerima fidusia, karena objek jaminan fidusia yang menjadi jaminan hutang
dari debitur selaku pemberi fidusia dirampas/disita oleh negara melalui putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (incracht van gewijsde) yang
mengakibatkan objek jaminan fidusia itu tidak dapat lagi dieksekusi apabila debitur
sebagai pemberi fidusia melakukan wanprestasi atau tidak mampu melakukan
pelunasan terhadap hutang-hutangnya.

Universitas Sumatera Utara

13

Dalam setiap perjanjian pengikatan jaminan fidusia maka objek jaminan
fidusia akan diasuransikan pada pihak perusahaan asuransi. Namun asuransi hanya
mengcover objek jaminan fidusia (mobil) bila unitnya hilang (total loss only (TLO)),
bukan di sita oleh negara atau dipindahtangankan secara sengaja tanpa sepengetahuan
PT Astra Sedaya Finance (ASF) kepada pihak ketiga. Dalam hal terjadinya penyitaan
/pemindahtanganan objek jaminan fidusia tersebut maka perusahaan asuransi tidak
melakukan ganti rugi atas terjadinya kedua peristiwa tersebut.
Pembahasan mengenai masalah objek jaminan fidusia yang disita oleh negara
melalui suatu putusan pengadilan inilah yang menarik untuk dibahas lebih lanjut
dalam pembahasan selanjutnya pada penelitian ini. Pembahasan difokuskan pada
ketentuan perundang-undangan tentang pengikatan objek Jaminan Fidusia pada
perusahaan pembiayaan, status hukum objek jaminan fidusia yang disita oleh negara
melalui putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang dan
bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia terhadap
objek jaminan fidusia yang disita oleh negara melalui putusan pengadilan yang
berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang tersebut.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana kriteria penilaian kreditur terhadap debitur yang dipandang layak
dalam suatu perjanjian kredit mobil yang diikat dengan jaminan fidusia?

Universitas Sumatera Utara

14

2. Bagaimana status hukum objek jaminan fidusia yang dirampas/disita oleh
negara melalui suatu putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak
pidana pencucian uang dalam hal debitur tidak mampu membayar hutangnya?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia
terhadap objek jaminan fidusia yang disita oleh negara melalui putusan
pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang tersebut di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kriteria penilaian kreditur terhadap debitur yang dipandang
layak dalam suatu perjanjian kredit mobil yang diikat dengan jaminan fidusia.
2. Untuk mengetahui status hukum objek jaminan fidusia yang dirampas/disita
oleh negara melalui suatu putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak
pidana pencucian uang dalam hal debitur tidak mampu membayar hutangnya
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan
fidusia terhadap objek jaminan fidusia yang disita oleh negara melalui putusan
pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis dibidang hukum jaminan pada umumnya dan jaminan fidusia pada
khususnya yaitu :

Universitas Sumatera Utara

15

1.

Secara Teoritis.
Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi

perkembangan hukum jaminan pada umumnya dan hukum jaminan fidusia pada
khususnya dalam kaitannya dengan praktek pelaksanaan pengikatan objek jaminan
fidusia, masalah perampasan/penyitaan jaminan fidusia oleh negara melalui putusan
pengadilan dan perlindungan hukum terhadap kreditur sebagai penerima jaminan
fidusia yang disita berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang.
2.

Secara Praktis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat

praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai praktek pelaksanaan pengikatan
objek jaminan fidusia pada perusahaan pembiayaan, masalah status hukum objek
jaminan fidusia yang dirampas/disita oleh negara melalui suatu putusan pengadilan
dan perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia atas objek
jaminan fidusia yang telah disita/dirampas oleh negara melalui putusan pengadilan
berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas
Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum
pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan
dengan topik dalam tesis ini antara lain:

Universitas Sumatera Utara

16

1. Kemala Atika Hayati, 097011042/MKn, dengan judul tesis “Perlindungan
Hukum Kreditor Pemegang Jaminan Fidusia Terhadap Eksekusi Yang
Diumumkan Oleh Kreditor Lain Atas Debitor Yang Dinyatakan Pailit”.
Pemasalahan yang dibahas :
a.

Bagaimanakah kedudukan benda jaminan fidusia dengan pailitnya
pemberi fidusia pada Bank CIMB Niaga?

b. Bagaimana kedudukan penerima fidusia (kreditur) pemegang jaminan
fidusia yang pemberi fidusianya pailit pada Bank CIMB Niaga?
c.

Bagaimana eksekusi benda jaminan yang memberi fidusianya pailit pada
Bank CIMB Niaga?

2. Herly Gusti Meliana, NIM. 077011027/MKn, dengan judul tesis “Peranan
Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum
Pegadaian (Studi di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama)”.
Pemasalahan yang dibahas
a.

Bagaimana kewenangan Notaris dalam pembuatan perjanjian kredit
angsuran sistem fidusia pada perum pegadaian Cabang Medan Utama?

b. Bagaimana kedudukan benda jaminan dalam perjanjian kredit angsuran
sistem fidusia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama?
c.

Bagaimana peran Notaris dalam pelaksanaan perjanjian kredit angsuran
sistem fidusia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama?

3. Martinus Tjipto, NIM. 077011079/MKn, dengan judul tesis “Perlindungan
Hukum Terhadap Kreditor Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah

Universitas Sumatera Utara

17

Tangan (Penelitian Pada PT Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan
PT ORIX Indonesia Finance Cabang Medan)”.
Pemasalahan yang dibahas
a. Apakah

faktor-faktor

penyebab

lembaga

pembiayaan

melakukan

perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan?
b. Bagaimana kedudukan hukum perjanjian fidusia yang dibuat secara di
bawah tangan?
c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian
fidusia yang dibuat secara di bawah tangan jika terjadi wanprestasi?
Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang
penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga
penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Teoritis
1.

Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori,

thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi dasar perbandingan,
pegangan teoritis.10 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan
pedoman/ petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.11
Suatu undang-undang harus memberikan keadaan yang sama kepada semua
pihak dan juga memberikan perlindungan hukum yang seimbang, walaupun terdapat
10
11

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994. hal. 80
Lexy Molloeng, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993.

hal. 35

Universitas Sumatera Utara

18

perbedaan-perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut. Semua orang bersamaan
kedudukannya dan harus diperlakukan sama di depan undang-undang, apabila terjadi
perbedaan perlakuan hukum diantara orang-orang maka tujuan undang-undang untuk
memberikan keadilan, perlindungan hukum bagi semua orang. Teori yang digunakan
dalam penelitian adalah teori kepemilikan barang/benda. Menurut teori hak
kepemilikan terhadap suatu benda hak milik atas suatu benda mengikuti kemanapun
atau ditangan siapapun benda itu berada. Teori kepemilikan benda/barang ini dikenal
dengan istilah droit de suit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hak
kepemilikan dari suatu benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tetap melekat
berada di tangan pemiliknya (pemberi fidusia) sebagai kreditur sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan, meskipun benda tersebut tidak berada di tangan
pemiliknya bahkan sekalipun benda/barang tersebut berada ditangan orang lain. Oleh
karena itu pemilik barang/benda yang sah tersebut perlu memperoleh perlindungan
hukum agar hak-haknya tidak dirugikan karena perlakuan yang tidak adil dari pihak
yang menguasai barang atau benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tersebut.
Hadjon perlindungan hukum meliputi 2 (dua) jenis bagi masyarakat yaitu : 12
1. Perlindungan preventif dimana para pihak diberikan kesempatan mengajukan
keberatan atau pendapatnya sebelum akta perikatan ditandatangani dihadapan
notaris. Hal ini dimaksudkan untuk membuat akta perikatan tersebut benarbenar mencerminkan suatu keadaan yang seimbang dan proporsional serta

12

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. 2008. hal.57

Universitas Sumatera Utara

19

memberikan perlindungan hukum kepada para pihak dalam melaksanakan hak
dan kewajibannya setelah akta perikatan jual beli tersebut ditandatangani.
2. Perlindungan hukum represif dimana perlindungan hukum tersebut ditujukan
untuk melakukan penyelesaian terhadap sengketa yang terjadi diantara para
pihak dalam pelaksanaan perjanjian perikatan jual beli tersebut.
Prinsip penyelesaian sengketa diutamakan dengan jalan musyawarah mufakat
sedangkan jalur litigasi merupakan suatu sarana terakhir (ultimum remedium).
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini menyangkut perlindungan
hukum terhadap kreditur pemegang hak fidusia terhadap objek jaminan yang menjadi
sitaan pengadilan karena kasus tindak pidana pencucian uang.13
Dalam perjanjian kredit konsumen untuk produk mobil dengan sistem
perjanjian sewa beli, mobil sebagai objek jaminan fidusia masih merupakan milik
dari perusahaan pemberi kredit (kreditur) sampai debitur (konsumen penerima kredit)
melunasi seluruh angsuran yang telah diperjanjikan dalam perjanjian sewa beli mobil
tersebut. Setelah harga keseluruhan dari mobil tersebut dibayar lunas debitur
(penerima kredit) maka terjadilah momentum peralihan hak kepemilikan dari kreditur
(pemberi kredit) kepada debitur (penerima kredit) dengan ditandai pemberian
kwitansi tanda pelunasan, dokumen-dokumen yang terkait dengan mobil tersebut dari
kreditur kepada debitur.

13

Riswanto Anwar, Asas Keseimbangan dalam Suatu Perjanjian Timbal Balik, Citra Ilmu,
Jakarta, 2012, hal.7

Universitas Sumatera Utara

20

Dalam penelitian ini pembahasan difokuskan pada perjanjian kredit barang
berupa mobil antara perusahaan pembiayaan sebagai kreditur dan konsumen sebagai
debitur. Perjanjian kredit terhadap perusahaan pembiayaan lazim disebut dengan
perjanjian jual beli secara angsuran (perjanjian sewa beli) terhadap suatu barang atau
produk yang dibutuhkan oleh konsumen tersebut. Proses pemberian kredit antara
perusahaan pembiayaan sebagai kreditur dan konsumen sebagai debitur dilakukan
dengan cara perusahaan pembiayaan mengambil barang ke toko / dealer yang
menyediakan barang tersebut dan membayar lunas kepada toko / dealer tersebut
harga barang yang dibutuhkan oleh konsumen tersebut. Selanjutnya perusahaan
pembiayaan menyerahkan secara kepercayaan (fidusia) kepada konsumen yang
membutuhkan barang tersebut dengan suatu perjanjian tertulis yang disebut dengan
perjanjian sewa beli secara angsuran.
Perjanjian sewa beli secara angsuran adalah suatu perjanjian yang
mengandung makna bahwa barang telah diserahkan kepada konsumen meskipun
harga barang tersebut belum dibayar lunas oleh konsumen tersebut. Namun hak
kepemilikan atas barang yang telah diserahkan oleh perusahaan pembiayaan selaku
kreditur kepada konsumen selaku debitur masih tetap berada ditangan kreditur hingga
harga barang tersebut dibayar lunas secara keseluruhan oleh konsumen. Momentum
peralihan hak kepemilikan atas barang dari kreditur kepada debitur dalam suatu
perjanjian sewa beli secara angsuran adalah dengan diberikannya kuitansi pelunasan
harga barang secara keseluruhan oleh perusahaan pembiayaan selaku kreditur kepada
konsumen selaku debitur.

Universitas Sumatera Utara

21

Perusahaan pembiayaan diatur di dalam Keputusan Presiden (Kepres) Nomor
61 Tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan, yang menyatakan bahwa “salah satu
bentuk bidang usaha lembaga pembiayaan adalah pembiayaan konsumen (consumer
finance)”. Adapun yang dimaksud dengan pembiayaan konsumen menurut Pasal 1
ayat (6) Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 juncto pasal 1 huruf (P)
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 125.1/KMK/013/1988
adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk dana untuk pengadaan barang berdasarkan
kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran/cicilan atau pembayaran
berkala oleh konsumen.
Unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian pembiayaan konsumen adalah
sebagai berikut14
1.

Subjek adalah pihak-pihak yang terkait dalam hubungan hukum pembiayaan
konsumen, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen (kreditur), konsumen
(debitur) dan penyedia barang (pemasok, supplier).

2.

Objek adalah barang bergerak keperluan konsumen yang akan dipakai untuk
keperluan hidup atau keperluan rumah tangga, misalnya televisi, kulkas, mesin
cuci, alat-alat dapur, perabot rumah tangga, kendaraan bermotor (mobil) dan lainlain.

14

Abdul Kadir Muhammad dan Rilda Murniati. Segi Hukum Lembaga Keuangan dan
Pembiayaan, Citra Aditya Bakti Bandung, 2000, hal.35.

Universitas Sumatera Utara

22

3.

Perjanjian yaitu perbuatan persetujuan pembiayaan yang diadakan antara
perusahaan pembiayaan konsumen, serta jual beli antara supplier dan perusahaan
pembiayaan. Perjanjian ini didukung oleh dokumen-dokumen.

4.

Hubungan hak dan kewajiban, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen wajib
membiayai

harga

pembelian

barang

yang

diperlukan

konsumen

dan

membayarnya secara tunai kepada supplier. Konsumen wajib membayar secara
angsuran/cicilan kepada perusahaan pembayaran konsumen, dan supplier wajib
menyerahkan barang kepada konsumen.
5.

Jaminan yaitu terdiri atas jaminan utama, jaminan pokok dan jaminan tambahan.
Jaminan utama berupa kepercayaan terhadap konsumen (debitur) bahwa
konsumen dapat dipercaya untuk membayar angsuran sampai selesai (lunas).
Jaminan pokok secara Fidusia berupa barang yang dibiayai oleh perusahaan
pembiayaan konsumen dimana semua dokumen kepemilikan barang dikuasai
oleh perusahaan pembiayaan konsumen (Fiduciary Transfer of Ownership)
sampai angsuran terakhir dilunasi. Adapun jaminan tambahan berupa pengakuan
utang (Promissary notes) dari konsumen.
Dasar hukum perjanjian sewa beli adalah Pasal 1 huruf a Keputusan Menteri

Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80 tentang Perizinan sewa beli (hire
purchase), jual beli dengan angsuran, dan sewa (renting) disebutkan bahwa sewa beli
adalah :
“Jual beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan
cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli
dengan pelunasan atas harga yang telah disepakati bersama dan diikat dalam

Universitas Sumatera Utara

23

suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut beralih dari penjual
kepada pembeli setelah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual”.
Unsur atau elemen perjanjian sewa beli menurut Keputusan Menteri
Perdagangan dan Koperasi No. 34/KP/II/80 tentang perizinan sewa beli tersebut
adalah :
1. Adanya jual beli barang,
2. Penjualan dengan memperhitungkan setiap pembayaran,
3. Objek sewa beli diserahkan kepada pembeli,
4. Momentum peralihan hak milik setelah pelunasan angsuran/cicilan terakhir.15
Di dalam perjanjian sewa beli maka penerima sewa beli yang merupakan
debitur melakukan pembayaran angsuran terhadap benda yang disewa belinya. Dalam
hal ini selama masa angsuran berjalan dan pembayaran angsuran belum lunas,
kedudukan penerima sewa beli adalah sebagai penyewa. Hak kepemilikan dari benda
sewa beli tersebut masih berada di tangan pemberi sewa beli (kreditur). Penerima
sewa beli dianggap sebagai penyewa dari barang yang disewa belinya sampai
pembayaran angsuran dibayar lunas oleh penerima sewa beli. Peralihan hak
kepemilikan dari pemberi sewa beli kepada penerima sewa beli terjadi saat
pembayaran angsuran terakhir dibayar oleh penerima sewa beli dan pemberi sewa
beli memberikan kuitansi tanda lunas terhadap barang yang disewa beli tersebut,
maka sejak saat itu status kepemilikan barang sewa beli telah beralih kepada
penerima sewa beli yang juga disebut dengan pembeli sedangkan pemberi sewa beli
15

Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2005, hal 29.

Universitas Sumatera Utara

24

pada saat angsuran barang sewa beli tersebut telah lunas

maka kedudukannya

berubah menjadi penjual.
Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa sewa beli adalah “Pokoknya
persetujuan dinamakan sewa menyewa barang, dengan akibat bahwa si penerima
tidak menjadi pemilik, melainkan pemakai belaka. Baru setelah uang sewa dibayar
lunas sesuai harga pembeli, yang ditandai dengan berakhirnya kepemilikan atas
barang tersebut menjadi pemiliknya.16 Definisi Wirjono Prodjodikoro tersebut di atas
mengonstruksikan sewa beli sama dengan perjanjian sewa-menyewa barang. Artinya
bahwa si pembeli hanya sebagai pemakai belaka, tetapi apabila pembayaran telah
dilakukan lunas sebesar harga pembelian barang tersebut, maka sipenyewa berakhir
menjadi pembeli.
R. Soebekti berpendapat bahwa sewa beli lebih mendekati jual beli daripada
sewa menyewa. Hal ini disebabkan karena sejak terjadinya kesepakatan barang
tersebut belum dibayar seluruhnya oleh pembeli.17 Dalam perjanjian sewa beli,
barang yang menjadi objek sewa beli tidak dapat dipindahtangankan atau dialihkan
kepemilikannya oleh pembeli sewa kepada pihak lain sampai dilakukannya pelunasan
harga barang tersebut oleh pembeli sewa secara keseluruhan. Apabila barang yang
menjadi objek sewa beli itu dialihkan atau dipindah tangankan hak kepemilikannya
oleh pembeli sewa kepada pihak lain meskipun harga barang tersebut belum dibayar

16

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Mengenai Persetujuan Tertentu, Sumur Bandung,
1981, hal 65.
17
R. Soebekti, Aneka Perjanjian, Alumni Bandung, 1985, hal 26.

Universitas Sumatera Utara

25

lunas oleh pembeli sewa, maka perbuatan pembeli sewa tersebut dapat digolongkan
pada perbuatan penggelapan barang.18
Pasal 1 butir 2 UUJF No. 42 Tahun 1999 menyebutkan bahwa “hak jaminan
atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak
bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan
bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka unsur-unsur fidusia dalam upaya
pemberian hak jaminan kepada kreditur bertujuan :
1. Sebagai agunan
2. Untuk kepentingan pelunasan tertentu
3. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap
kreditur lain dari pelunasan atau kewajiban debitur (pemberi Jaminan Fidusia).
Menurut ketentuan yang terdapat dalam Pasal 24 UUJF No. 42 Tahun 1999
menyebutkan bahwa, “Penerima fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat
tindakan atau kelalaian pemberi fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual
atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan
dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia”. Dari ketentuan Pasal 24
UUJF No. 42 Tahun 1999 tersebut di atas dapat dikatakan bahwa penerima fidusia
18

M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, 1986, hal 16.

Universitas Sumatera Utara

26

tidak menanggung akibat atas perbuatan melanggar hukum dari pemberi fidusia
terhadap objek jaminan fidusia tersebut. Apabila ternyata dikemudian hari objek
jaminan fidusia yang diberikan oleh pemberi fidusia diperoleh dengan melanggar
ketentuan hukum pidana maka penerima fidusia tidak ikut menanggung akibat
apabila objek jaminan fidusia tersebut dirampas / disita oleh negara.
Permasalahan yang timbul adalah bagaimana kedudukan hukum objek
jaminan fidusia yang telah disita tersebut dan bagaimana pula perlindungan hukum
terhadap perusahaan pembiayaan selaku kreditur dimana objek jaminan fidusia yang
telah dirampas / disita oleh negara melalui putusan pengadilan tersebut yang masih
merupakan milik kreditur. Perampasan/penyitaan mobil yang merupakan objek
jaminan fidusia sekaligus juga merupakan objek perjanjian sewa beli yang belum
lunas pembayarannya oleh konsumen tersebut sangat merugikan pihak perusahaan
pembiayaan selaku kreditur karena objek jaminan fidusia yang disita oleh negara
melalui putusan pengadilan tersebut bukan merupakan milik konsumen selaku pelaku
tindak pidana pencucian uang.
2.

Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi

diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang
konkrit, yang disebut dengan operational defenition.19 Pentingnya definisi
operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran

19

Sutan Reny Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para
Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Indonesia, Institut Bankir Indonesiai¸Jakarta, 1993, hal. 10

Universitas Sumatera Utara

27

mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab
permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar
secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan, yaitu :
1. Perlindungan hukum kreditur adalah segala upaya yang ditujukan untuk
memberikan perlindungan kepada kreditur pemegang jaminan fidusia atas
objek jaminan fidusia yang disita oleh negara (pengadilan) karena terkait
kasus tindak pidana pencucian uang.
2. Pemberi fidusia adalah perseorangan selaku debitur yang membeli secara
angsuran berupa mobil yang telah diikat dengan jaminan fidusia oleh kreditur.
3. Pemegang hak fidusia adalah kreditur perusahaan berbadan hukum yang
memiliki tagihan piutang kepada debitur dalam suatu perjanjian kredit mobil
dengan sistem sewa beli.
4. Objek jaminan fidusia adalah benda bergerak berupa mobil yang telah diikat
dengan jaminan fidusia melalui suatu akta otentik notariil dan telah
didaftarkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Perjanjian pengikatan jaminan fidusia adalah suatu perjanjian pengikatan
barang bergerak berupa mobil sebagai objek jaminan fidusia yang dilakukan
oleh perusahaan pembiayaan dengan menggunakan akta notaris dimana
pemberi fidusia adalah konsumen selaku debitur dan penerima fidusia adalah
perusahaan pembiayaan selaku kreditur dengan tujuan sebagai jaminan hutang

Universitas Sumatera Utara

28

dan jaminan pelunasan hutang debitur apabila debitur tak mampu membayar
hutangnya.
6. Akta Jaminan Fidusia adalah akta Notaris yang berisikan pemberian Jaminan
Fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.
7. Penyitaan adalah suatu penyitaan objek jaminan fidusia oleh negara melalui
suatu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
terkait dengan kasus tindak pidana pencucian uang.
8. Jaminan yang menjadi sitaan adalah objek jaminan fidusia berupa 1 (satu) unit
mobil jenis Ferrari Scuderia yang disita oleh negara melalui putusan
pengadilan karena dana pembeliannya terkait dengan kasus tindak pidana
pencucian uang.
G. Metode Penelitian
1.

Sifat dan Jenis Penelitian
Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah,

sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap
suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian metode
penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.20
Jenis penelitian ini adalah penelitian ilmu hukum normatif, dimana pendekatan
terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan

20

Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, ANDI, Yogyakarta, 2000, hal. 4

Universitas Sumatera Utara

29

yang berlaku mengenai hukum jaminan fidusia, ketentuan tentang penyitaan barang
berkaitan dengan tindak pidana perbankan dan pencucian uang dan ketentuan tentang
perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia dalam kaitannya
dengan perampasan/penyitaan objek jaminan fidusia oleh negara melalui putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap serta bahan hukum lainnya
dibidang perjanjian. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah
dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang
permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta
yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan
dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.21
2.

Sumber Data
Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum

primer, sekunder maupun tertier yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan
kepustakaan yang terdiri dari :
a.

Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan hukum perjanjian pada
umumnya dan hukum jaminan fidusia pada khususnya serta hukum pidana yang
berkaitan dengan perampasan dan penyitaan barang sebagai objek jaminan
fidusia. Dalam penelitian ini bahan hukum primer adalah UUJF No. 42 Tahun
1999, KUH Pidana, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No.
10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 jo
21

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rienika Cipta, Jakarta, 2008, hal 27.

Universitas Sumatera Utara

30

Undang-Undang 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang, KUH Perdata tentang Hukum Perjanjian.
b.

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya
ilmiah hukum tentang hukum jaminan perjanjian pada umumnya dan hukum
jaminan fidusia pada umumnya, serta hukum pidana yang berkaitan
perampasan/penyitaan barang dan hukum pemberantasan tindak pidana
perbankan dan pencucian uang.

c.

Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan sekunder seperti kamus umum, kamus
hukum, ensiklopedia, dan lain sebagainya.22

3.

Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik dan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

penelitian kepustakaan (library research). Alat pengumpulan data yang digunakan
yaitu studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca,
mempelajari, meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisa data primer, sekunder
maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini.23 Di samping itu penelitian ini
juga didukung dengan wawancara yang dilakukan kepada Kepala Cabang PT Astra
Sedaya Finance (ASF) Cab. Bintaro dan Operation Head (Kepala Analisa Kelayakan
22

Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek, Bumi Intitama
Sejahtera, 2010, hal 16.
23

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2011, hal 8.

Universitas Sumatera Utara

31

Kredit) PT Astra Sedaya Finance (ASF) Cabang Bintaro, Staf Litigasi PT Sedaya
Finance (ASF) dan Hakim Pengadilan Negeri.
4.

Analisis Data
Analisis data merupakan langkah terakhir dalam suatu kegiatan penulisan.

Analisis data dilakukan secara kualitatif artinya menggunakan data secara bermutu
dalam kalimat yang teratur, runtun logis, tidak tumpang tindih dan efektif sehingga
memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis.
Data yang diperoleh melalui pengumpulan data sekunder akan dikumpulkan
dan kemudian dianalisis dengan cara kualitatif untuk mendapatkan kejelasan terhadap
masalah yang akan dibahas. Semua data yang terkumpul diedit, diolah dan disusun
secara sistematis untuk selanjutnya disimpulkan dengan menggunakan metode
deduktif.24

24

Zainudin Ali, Metode Penelitian Induktif dan Deduktif dalam Penelitian Hukum, Sinar
Grafika, Jakarta, 2010, hal 18.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Kajian Hukum Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Uang Di Indonesia(Studi Putusan No. 1129/Pid.Sus/2013/Pn.Jkt.Tim)

2 85 88

Analisis Yuridis Kekuatan Eksekutorial Jaminan Fidusia Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor Yang Telah Didaftarkan (Studi Pada Kantor Wilayah Kementrian Hukum Dan HAM Sumatera Utara)

3 60 89

Kedudukan Benda Jaminan Yang Di Bebani Jaminan Fidusia Jika Terdapat Eksekusi Dalam Hal Debitur Pailit (Studi Bank CIMB Niaga Cabang Ir. H. Juanda Medan)

8 183 110

Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit Bagi Kreditor Pemegang Hak Tanggungan

1 41 80

Tinjauan Atas Pelaksanaan Penghapusan Jaminan Fidusia (Studi Pada Lembaga Pendaftaran Fidusia Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Propinsi Aceh)

1 60 128

Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya dilihat Dari Aspek Sistem Hukum

3 39 120

Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Hak Fidusia Terhadap Objek Jaminan Fidusia Yang Disita Pengadilan Berkaitan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Putusan Ma No. 1607 K Pid.Sus 2012)

1 2 20

Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Hak Fidusia Terhadap Objek Jaminan Fidusia Yang Disita Pengadilan Berkaitan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Putusan Ma No. 1607 K Pid.Sus 2012)

0 0 2

Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Hak Fidusia Terhadap Objek Jaminan Fidusia Yang Disita Pengadilan Berkaitan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Putusan Ma No. 1607 K Pid.Sus 2012)

0 0 35

Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Hak Fidusia Terhadap Objek Jaminan Fidusia Yang Disita Pengadilan Berkaitan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Putusan Ma No. 1607 K Pid.Sus 2012)

0 0 5